refleksi kasus fraktur femur

20
Kecelakaan lalu lintas merupakan masalah kesehatan yang sangat serius di seluruh dunia, masalah yang sama juga dihadapiIndonesia. Menurut data Kepolisian RI pada tahun 2003 jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kejadian dengan jumlah kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat dan 8.694 luka ringan. Kecelakaan terbanyak terjadi pada usia 15-40 tahun sehingga menurunkan angka produktivitas. 1 Menurut data kecelakaan lalu lintas di Singapura, dari 1804 kasus kecelakaan nonfatal, cedera tersering adalah cedera pada ekstremitas bawah yang meliputi 58.3%, diikuti oleh cedera kepala sebanyak 18.1%, cedera maksilofasial 14.2% dan cedera ekstremitas atas 9.4%. 2 Di India, dari total 423 kecelakaan lalu lintas, 85.8% di antaranya laki-laki dan 14.2% perempuan, jadi rasionya 6:1. Lokasi cedera terbanyak adalah di ekstremitas bawah yang ditemukan pada 45.39% dan cedera multipel pada 26.95% kasus. 3 Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis yang bersifat total maupun parsial. Fraktur juga melibatkan jaringan otot, saraf, dan pembuluh darah di sekitarnya. Secara klinis, dibagi menjadi fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar atau kulit di lokasi fraktur masih intak. Pembagian fraktur terbuka berdasarkan Gustillo danAnderson dibagi menjadi derajat I, II, IIIA, IIIB, dan IIIC yang akan dibahas lebih mendetail di bagian diskusi. Kasus ini termasuk dalam derajat III B. 4-7 Patah tulang terjadi jika tenaga yang melawan kekuatan tulang lebih besar dari tenaga tulang. Penyebab tersering dari fraktur adalah kecelakaan lalu lintas (70/%), jatuh (11%), kena tembakan (8%), dan lain-lain. 8 TetaglPenanganan fraktur terdiri atas penanganan preoperatif, intraoperatif dan pascaoperatif. Preoperatif berupa pertolongan pertama (bantuan hidup dasar) yang dikenal dengan

Upload: diky-sukma-wibawa

Post on 02-Dec-2015

147 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

refleksi kasus

TRANSCRIPT

Page 1: Refleksi Kasus Fraktur Femur

Kecelakaan lalu lintas merupakan masalah kesehatan yang sangat serius di seluruh

dunia, masalah yang sama juga dihadapiIndonesia. Menurut data Kepolisian RI pada tahun

2003 jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kejadian dengan jumlah kematian

mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat dan 8.694 luka ringan. Kecelakaan

terbanyak terjadi pada usia 15-40 tahun sehingga menurunkan angka produktivitas.1

Menurut data kecelakaan lalu lintas di Singapura, dari 1804 kasus kecelakaan

nonfatal, cedera tersering adalah cedera pada ekstremitas bawah yang meliputi 58.3%, diikuti

oleh cedera kepala sebanyak 18.1%, cedera maksilofasial 14.2% dan cedera ekstremitas atas

9.4%.2 Di India, dari total 423 kecelakaan lalu lintas, 85.8% di antaranya laki-laki dan 14.2%

perempuan, jadi rasionya 6:1. Lokasi cedera terbanyak adalah di ekstremitas bawah yang

ditemukan pada 45.39% dan cedera multipel pada 26.95% kasus.3

            Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi,

tulang rawan epifisis yang bersifat total maupun parsial. Fraktur juga melibatkan jaringan

otot, saraf, dan pembuluh darah di sekitarnya. Secara klinis, dibagi menjadi fraktur terbuka,

yaitu jika patahan tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan

fraktur tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar atau kulit di

lokasi fraktur masih intak. Pembagian fraktur terbuka berdasarkan Gustillo

danAnderson dibagi menjadi derajat I, II, IIIA, IIIB, dan IIIC yang akan dibahas lebih

mendetail di bagian diskusi. Kasus ini termasuk dalam derajat III B.4-7 Patah tulang terjadi

jika tenaga yang melawan kekuatan tulang lebih besar dari tenaga tulang. Penyebab tersering

dari fraktur adalah kecelakaan lalu lintas (70/%), jatuh (11%), kena tembakan (8%), dan lain-

lain.8

TetaglPenanganan fraktur terdiri atas penanganan preoperatif, intraoperatif dan pascaoperatif.

Preoperatif berupa pertolongan pertama (bantuan hidup dasar) yang dikenal dengan singkatan

ABC. ABC pada trauma meliputi A untuk airway atau jalan napas yaitu pembebasan jalan

napas; B untuk breathing atau pernapasan yaitu dengan pemberian O2, memperhatikan

adakah tanda-tanda hemothoraks, pneumothoraks, flail chest; C untuk circulation atau

sirkulasi/fungsi jantung untuk mencegah atau menangani syok; D untuk disability yaitu

mengevaluasi status neurologik secara cepat; dan E untuk exposure/environment yaitu

melakukan pemeriksaan secara teliti, pakaian penderita harus dilepas, selain itu perlu dihidari

terjadinya hipotermi. 4,6,9 Selanjutnya prinsip dalam penanganan pertama pada patah tulang

adalah jangan membuat keadaan lebih jelek (do no harm) dengan menghindari gerakan-

gerakan/gesekan-gesekan pada bagian yang patah. Tindakan ini dapat dilakukan pembidaian/

pasang spalk dengan menggunakan kayu atau benda yang dapat menahan agar kedua fraksi

Page 2: Refleksi Kasus Fraktur Femur

yang patah tidak saling bergesekan. Khusus pada patah tulang terbuka, harus dicegah agar

luka tidak terinfeksi yang seharusnya dilakukan dalam 6-8 jam pertama yang dikenal

sebagai golden period disertai pemberian antibiotik spektrum luas dan

antitetanus.4,10 Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu dengan cara

reduksi terbuka diikuti fiksasi eksternal (open reduction and external fixation=OREF)

sehingga diperoleh stabilisasi fraktur yang baik. Keuntungan fiksasi eksternal adalah

memungkinkan stabilisasi fraktur sekaligus menilai jaringan lunak sekitar dalam masa

penyembuhan fraktur. Penanganan pascaoperatif yaitu perawatan luka dan pemberian

antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan radiologik serial, darah lengkap,

serta rehabilitasi berupa latihan-latihan secara teratur dan bertahap sehingga ketiga tujuan

utama penanganan fraktur bisa tercapai, yakni union (penyambungan tulang secara

sempurna), sembuh secara anatomis (penampakan fisik organ anggota gerak; baik,

proporsional), dan sembuh secara fungsional (tidak ada kekakuan dan hambatan lain dalam

melakukan gerakan).11-13  

Berikut ini akan dibahas mengenai fraktur femur dekstra 1/3 tengah terbuka derajat

IIIB dan fraktur cruris dekstra 1/3 proksimal terbuka derajat IIIB beserta penanganannya.

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Nama                           : SL

Umur                            : 31 tahun

Jenis kelamin                : Laki-laki

Agama                         : Kristen Protestan

Pekerjan                       : Pegawai swasta

Alamat                         : Sonder Jaga 1

Masuk rumah sakit       : 01/10/2008

ANAMNESIS

Survei primer

A    :     adekuat

B    :     24 x /menit, terpasang O2 4-6 L/mnt

C    :     112 x/menit, reguler, isi cukup, akral hangat

D    :     alert

Page 3: Refleksi Kasus Fraktur Femur

E    :     tungkai kanan atas dan bawah

Survei sekunder

Luka dan nyeri pada tungkai kanan dialami penderita sejak 8 jam sebelum masuk rumah

sakit. Saat itu penderita sedang mengendarai sepeda motor, tiba-tiba sebuah mobil truk dari

arah depan menabrak motor  penderita dan mengenai kaki kanannya. Saat kejadian penderita

menggunakan helm dan tidak mengkonsumsi alkohol. Riwayat pingsan (-), sakit kepala (-),

muntah (-). Penderita langsung dibawa ke RS Bethesda dan kemudian dirujuk ke RSUP Prof.

Dr. R.D Kandou.

A: -

M: RL 2 line, ceftriaxone 1 g IV, ranitidin IV, tetagam

P: -

L: 11 jam SMRS

E: Sonder

                                               

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum           : Cukup

Kesadaran                    : E4 V5 M6

Tanda Vital                   : T: 130/80  mmHg            N: 112 x/m        R: 24x/m            SR: 36,9°C

Kepala                         : Konjungtiva anemis (+), pupil bulat isokor, RC +/+ normal

                           : Tidak ada kelainan

Thoraks                       :   Inspeksi         : simetris

                                       Auskultasi         : Suara pernapasan kiri = kanan

                                       Palpasi             : SF kiri = kanan

                                       Perkusi             : sonor pada kedua lapangan paru

Abdomen                     :  Inspeksi           : datar

                                       Auskultasi         : BU (+) N

                                       Palpasi             : lemas, NT (-)

                                       Perkusi             : timpani, pekak hepar (+)

Ekstremitas superior   : tidak ada kelainan        

Ekstremitas inferior       : regio femoris dekstra:

L:   tampak luka terbuka ukuran 20x10 cm, tepi tidak rata, dasar tulang, perdarahan aktif  (-)

deformitas (+) angulasi ke lateral

F:   nyeri tekan (+)

Page 4: Refleksi Kasus Fraktur Femur

M: ROM terbatas karena nyeri

  regio cruris dekstra:

 L: tampak luka terbuka ukuran 25x15 cm tepi tidak rata, perdarahan  aktif (-) deformitas (+)

translasi ke lateral

F: nyeri tekan (+)

M: ROM terbatas karena nyeri

   Status distalis :  arteri dorsalis pedis dekstra = sinistra

                                                      capillary refill < 2 detik

                                                        sensibilitas kanan = kiri

DIAGNOSIS SEMENTARA

Fraktur femur dekstra 1/3 tengah terbuka derajat IIIB + fraktur cruris dekstra 1/3 proksimal

terbuka derajat IIIB

SIKAP

O2 4-6 L/mnt

IVFD RL 28 gtt/m

Antibiotik : Ceftriaxon inj 1x1 gr IV

Analgetik  : Antrain 3x1 amp

Ranitidin 2x1 amp

ATS profilaksis

X-foto thorax AP

X-foto pelvis

X-foto femur AP dan lateral

X-foto cruris AP dan lateral

Periksa laboratorium : Hb , leukosit , trombosit

Elektrokardiografi

Imobilisasi dengan spalk

Rencana debridemen + OREF cito

Hasil pemeriksaan radiologis

X-foto thoraks AP

Kesan  : dalam batas normal

X-foto pelvis

Kesan  : dalam batas normal

Page 5: Refleksi Kasus Fraktur Femur

X-foto femur dekstra AP

Kesan  : fraktur femur dekstra 1/3 tengah

X-foto cruris dekstra AP

Kesan  : Fraktur plateau tibia Schatzker tipe VI + fraktur fibula 1/3 proksimal

DIAGNOSIS

Fraktur femur dekstra 1/3 tengah terbuka derajat  IIIB + Fraktur plateau tibia Schatzker tipe

VI terbuka derajat IIIB + fraktur fibula 1/3 proksimal terbuka derajat IIIB

Hasil Laboratorium :           Hb             : 7.5 g/dL

                                          Leukosit     : 12000/mm3

                                          Trombosit   : 198000/mm3

Jenis operasi: debridemen + OREF

Laporan operasi:

-         Penderita telentang dengan GA

-         Asepsis dan antisepsis lapangan operasi dengan povidone iodine

-         Tampak luka terbuka regio cruris dekstra ukuran 25x15 cm, perdarahan aktif (-) dan di regio

femur dekstra ukuran 20x10 cm, perdarahan aktif (-)

-         Dilakukan debridemen dan cuci dengan NaCl 0,9%+H2O2+ povidone iodine

-         Dilakukan reposisi terbuka

-         Dipasang fiksasi eksterna dengan screw pada os tibia 3 buah, pasang screw 6 buah (3

proksimal dan 3 distal) pada os femur dan difiksasi dengan bar+ wire+acrylic

-         Luka dijahit situasi

-         Tutup dengan kasa steril

Instruksi pasca operasi:

-         IVFD RL:D5%=2:2 28 gtt/m

-         Meropenem 2x1 g IV (ST)

-         Ranitidin 3x1 amp IV

-         Ketorolac 3% 3x1 amp in D5% 100cc drips

-         Asam traneksamat 3x500 mg IV

-         Observasi tanda vital dan status distalis

-         Bila sudah sadar betul boleh minum bertahap

Diagnosis pasca operasi: Fraktur femur dekstra 1/3 tengah terbuka derajat  IIIB +Fraktur

plateau tibia Schatzker tipe VI terbuka derajat IIIB + fraktur fibula 1/3 proksimal terbuka

derajat IIIB

Page 6: Refleksi Kasus Fraktur Femur

Follow up

2/10/2008

S          :nyeri tungkai kanan (+)

O         : T:130/80 mmHg N: 82x/m R:20x/m S: 36.9oC

R. femur dekstra + cruris dekstra: luka operasi basah, pus (-), terpasang fiksasi    eksternal

A         : pasca debridemen + OREF hari I ec fraktur femur dekstra 1/3 tengah terbuka derajat IIIB +

fraktur  plateau tibia Schatzker tipe VI terbuka derajat III B + fraktur fibula dekstra 1/3

proksimal terbuka derajat IIIB

P          :  - IV line RL: NS 0.9%: D5%=2:1:1 28 gtt/m

- Meropenem 2x1 g IV

- Metronidazole 3x500 mg drips IV

- Asam traneksamat 3x500 mg IV

- Ranitidin 3x1 amp IV

- Ketorolac 3% in D5% 100cc drips IV/8 jam

- Transfusi whole blood sampai Hb ≥ 10 g/dL

- Rawat luka

- Diet TKTP

- Periksa DL, albumin

   - X-foto femur dan cruris dekstra AP & lateral (foto kontrol)

Hasil laboratorium: Hb 5.1, leukosit 5600/mm3, trombosit 112000/mm3, albumin 2.4 g/dl

3/10/2008

S          : nyeri pada tungkai kanan berkurang

O         : T:130/80 mmHg N: 82x/m R:20x/m S: 36.9oC

R. femur dekstra + cruris dekstra: luka operasi basah, pus (-), terpasang fiksasi   eksternal

A         : pasca debridemen + OREF hari III ec fraktur femur dekstra 1/3 tengah terbuka derajat IIIB

+ fraktur  plateau tibia Schatzker tipe VI terbuka derajat III B + fraktur fibula dekstra 1/3

proksimal terbuka derajat IIIB

P          :

- Terapi lanjut kecuali asam traneksamat

- Transfusi WB sampai   Hb≥10 g/dL

- Diet TKTP

- Rawat luka

Page 7: Refleksi Kasus Fraktur Femur

- Mobilisasi

5/10/2008 (pasca pasang OREF hari IV)

S          : nyeri pada tungkai kanan berkurang

O         : T:130/80 mmHg N: 82x/m R:20x/m S: 36.9oC

  R. femur dekstra + cruris dekstra: luka operasi basah, pus (-), terpasang fiksasi   eksternal

A         : pasca debridemen + OREF hari III ec fraktur femur dekstra 1/3 tengah terbuka derajat IIIB

+ fraktur  plateau tibia Schatzker tipe VI terbuka derajat III B + fraktur fibula dekstra 1/3

proksimal terbuka derajat IIIB

P          : Periksa DL

Hasil laboratorium: Hb 10.0 g/dL, Leukosit 9300/mm3, Trombosit 150000/mm3

6/10/2008

S          : nyeri pada tungkai kanan berkurang

O         : T:130/80 mmHg N: 82x/m R:20x/m S: 36.9oC

R. femur dekstra + cruris dekstra: luka operasi basah, pus (-), terpasang fiksasi   eksternal

A         : pasca debridemen + OREF hari V ec fraktur femur dekstra 1/3 tengah terbuka derajat IIIB +

fraktur  plateau tibia Schatzker tipe VI terbuka derajat III B + fraktur fibula dekstra 1/3

proksimal terbuka derajat IIIB

P          : kultur pus + tes sensitivitas

8/10/2008

S          : -

O         : T:130/80 mmHg N: 82x/m R:20x/m S: 36.9oC

R. femur dekstra + cruris dekstra: luka operasi basah, pus (+),jaringan nekrotik (+)

A         : pasca debridemen + OREF hari VII ec fraktur femur dekstra 1/3 tengah terbuka derajat IIIB

+ fraktur plateau tibia Schatzker tipe VI terbuka derajat III B + fraktur fibula dekstra 1/3

proksimal terbuka derajat IIIB

P          : nekrotomi

  kultur pus + tes sensitivitas

  periksa DL, albumin, ureum, creatinin, GOT, GPT

  terapi lanjut

  Hasil: Hb:12,8 leukosit:18800, albumin 2,6

Page 8: Refleksi Kasus Fraktur Femur

14/10

S          : -

O         : T:130/80 mmHg N: 82x/m R:20x/m S: 36.9oC

R. femur dekstra + cruris dekstra: luka operasi basah, pus (+),jaringan nekrotik (+) tulang nekrotik (+)

A         : pasca debridemen + OREF hari XXI ec fraktur femur dekstra 1/3 tengah terbuka  derajat

IIIB + fraktur plateau tibia Schatzker tipe VI terbuka derajat III B + fraktur fibula dekstra 1/3

proksimal terbuka derajat IIIB

P          : hasil kultur: streptokokus gram positif

              tes sensitivitas: fosfomycin

  rencana debridemen ulang + osteotomi

DISKUSI

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan

epifisis yang bersifat total maupun parsial. Secara klinis, dibagi menjadi fraktur terbuka, yaitu

jika patahan tulang itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur

tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar atau kulit di lokasi

fraktur masih intak.4,5 

Pada anamnesis perlu diketahui ada riwayat trauma atau tidak. Bila tidak, berarti

fraktur patologis. Trauma harus terperinci kapan terjadinya, di mana terjadinya, jenisnya,

berat-ringan trauma, arah trauma, dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan

(mekanisme trauma). Perlu diteliti kembali trauma di tempat lain secara sistematik dari

kepala, leher, dada, perut, dan keempat ekstremitas. Pada anamnesis diperoleh penderita laki-

laki, usia 31 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan luka dan nyeri tungkai kanan akibat

kecelakaan lalu lintas. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa penyebab tersering dari

fraktur adalah kecelakaan lalu lintas (70/%), jatuh dari ketinggian (11%), terkena tembakan

(8%), dan lain-lain.8 Kebanyakan terjadi pada laki-laki dengan rasio laki-laki:perempuan =

6:1 pada usia 15-40 tahun.2

Pemeriksaan fisik terdiri atas status generalis, status lokalis, dan status distalis. Pada

status lokalis dinilai:4

a.       Inspeksi (Look)

1.  Kulit (warna dan tekstur), jaringan lunak, tulang, sendi

2.      Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, translasi, dan

pemendekan

b. Palpasi (Feel)

Page 9: Refleksi Kasus Fraktur Femur

            1. Nyeri tekan dan lokalisasi, apakah nyeri setempat atau nyeri alih

            2. Pengukuran panjang anggota gerak

c. Move, untuk mencari:

1.   Evaluasi gerakan sendi yang aktif maupun pasif

2.   Stabilitas sendi

3.   Pemeriksaan ROM (Range of Joint Movement)

Pemeriksaan status distalis mencakup penilaian pulsasi a. dorsalis pedis, pemeriksaan

sensibilitas kedua, dan waktu pengisian kapiler pada kedua tungkai. Pada pemeriksaan fisik,

pada inspeksi di regio femoralis dekstra tampak luka terbuka berukuran 20x10 cm, tepi tidak

rata, dasar tulang, perdarahan aktif tidak ada, dan terdapat deformitas yaitu angulasi ke

lateral. Di regio cruris dekstra, tampak luka terbuka ukuran 25x15 cm, tepi tidak rata, dasar

tulang, perdarahan aktif tidak ada, dan terdapat deformitas yaitu displacement berupa

translasi ke lateral. Pada palpasi didapatkan adanya nyeri tekan pada regio femoris 1/3 tengah

dan regio cruris 1/3 proksimal. Pergerakan terbatas karena nyeri. Pada status distalis

didapatkan pulsasi a.dorsalis pedis sama pada kaki kiri dan kanan, sensibilitas normal pada

kedua tungkai, dan waktu pengisian kapiler <2 detik.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ini adalah pemeriksaan radiologis

berupa foto thoraks, pelvis, femur posisi AP dan lateral, dan cruris posisi AP dan lateral.  Foto

thoraks dan pelvis tampak dalam batas normal. Pada foto femur tampak fraktur femur dekstra

1/3 tengah dan pada foto cruris tampak fraktur tibia 1/3 proksimal Schatzker tipe VI dan

fraktur fibula dekstra 1/3 proksimal.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologis didiagnosis

sebagai fraktur femur 1/3 tengah terbuka derajat IIIb, fraktur plateau tibia Schatzker tipe VI

terbuka derajat IIIb dan fraktur fibula dekstra 1/3 proksimal. Fraktur pada femur dapat

mengenai collum femur, intertrochanter, subtrochanter, diafisis femur (berdasarkan lokasi

dibagi menjadi 1/3 proksimal, 1/3 tengah dan 1/3 distal), dan suprakondilar. Pada kasus ini

fraktur terjadi pada diafisis femur 1/3 tengah. Dikatakan fraktur diafisis femur apabila fraktur

terjadi pada diafisis femur 5 cm distal terhadap trochanter minor sampai 5 cm proksimal dari

tuberkulum adduktor.13 Fraktur pada tibia dapat terjadi pada plateau tibia, tuberkel tibia,

eminentia tibia, diafisis tibia, dan plafond tibia. Fraktur plateau tibia dibagi menjadi 6 tipe

menurut Schatzker, tipe 1 yaitu terdapat wedge fracture pada plateau tibia lateral, tipe 2

yaitu wedge fracture pada plateau tibia lateral disertai depresi pada permukaan artikular

lateral, tipe 3 terdapat depresi tibia lateral tanpa wedge fracture, tipe 4 yaitu fraktur tibia

Page 10: Refleksi Kasus Fraktur Femur

plateau medial, tipe 5 yaitu fraktur bicondylar pada medial maupun lateral plateau, dan tipe 6

terdapat pemisahan metafisis dan diafisis.

 Pada kasus ini terjadi fraktur jenis terbuka derajat IIIB. Tabel berikut merupakan

klasifikasi fraktur terbuka menurut Gustilo danAnderson: 7,12

Derajat Luka Kontaminasi Kerusakan jaringan lunak Kerusakan tulang

I <1 cm Bersih Minimal Minimal

II >1 cm Sedang Sedang Sedang

III

A >10 cm Hebat Hebat Kominutif, jaringan lunak cukup menutup tulang

B >10 cm Hebat Sangat hebat, perlu rekonstruksi jaringan lunak

Kominutif, jaringan lunak tidak cukup untuk menutup tulang

C >10 cm Hebat Sangat hebat disertai cedera vaskuler yang harus diperbaiki

Bervariasi

TetaglPenanganan fraktur terdiri atas penanganan preoperatif, intraoperatif dan pascaoperatif.

Preoperatif berupa pertolongan pertama (bantuan hidup dasar) yang dikenal dengan singkatan

ABC. Proses ini dikenal dengan singkatan ABC. ABC pada trauma meliputi A

untuk airway atau jalan napas yaitu pembebasan jalan napas; B untuk breathing atau

pernapasan yaitu dengan pemberian O2,memperhatikan adakah tanda-tanda hemothoraks,

pneumothoraks, flail chest; C untuk circulation atau sirkulasi/fungsi jantung untuk mencegah

atau menangani syok; D untuk disability yaitu evaluasi status neurologik secara cepat dengan

metode AVPU (Alert, Vocal stimuli, Pain stimuli, Unresponsive); dan E

untuk exposure/environment yaitu melakukan pemeriksaan secara teliti, pakaian penderita

harus dilepas, selain itu perlu dihidari terjadinya hipotermi.4,7,9 Setelah stabilisasi tanda vital,

penderita harus diberi antibiotik intravena, tetanus profilaksis dan pembidaian sementara.

Fraktur terbuka tergolong dalam kegawatan bedah sehingga memerlukan operasi secepatnya

untuk mengurangi risiko infeksi yang sebaiknya dilakukan dalam 6-8 jam pertama. Dikatakan

dalam 2 jam pertama sesudah terjadi cedera, sistem pertahanan tubuh berusaha mengurangi

pertumbuhan bakteri yang berlangsung dalam jumlah besar. Dalam 4 jam berikutnya, jumlah

bakteri relatif konstan oleh karena jumlah pertumbuhan bakteri baru sama dengan jumlah

bakteri yang dimatikan oleh tubuh. Enam jam pertama ini disebut sebagai golden period,

dimana sesudah periode ini, dengan adanya jaringan nekrotik yang luas, mikroorganisme

Page 11: Refleksi Kasus Fraktur Femur

akan bereplikasi sampai tercapai kondisi infeksi secara klinis. Luka yang terkontaminasi

umumnya dikatakan terinfeksi setelah 12 jam, akan lebih singkat pada luka dengan

kontaminasi dan kerusakan jaringan lunak yang hebat. Oleh karena itu debridemen sebaiknya

dilakukan dalam 6-8 jam pertama. Sayangnya, di negara-negara berkembang dimana fasilitas

kesehatan masih kurang, ketidaktahuan masyarakat, kemiskinan, penderita lambat ke rumah

sakit. Akan tetapi dari penelitian, diperoleh hasil yang cukup memuaskan pada kasus fraktur

terbuka derajat IIIB walaupun penanganan dilakukan telah melewati golden period. Hasil ini

ditunjang oleh debridemen agresif, antibiotik profilaksis, yang diikuti dengan rekonstruksi

jaringan lunak serta bone graftingbeberapa waktu sesudahnya. Selanjutnya prinsip dalam

penanganan pertama pada patah tulang adalah jangan membuat keadaan lebih jelek (do no

harm) dengan menghindari gerakan-gerakan/gesekan-gesekan pada bagian yang patah.

Tindakan ini dapat dilakukan pembidaian/ pasang spalk sementara dengan menggunakan

kayu atau benda yang dapat menahan agar kedua fraksi yang patah tidak saling

bergesekan.4,10,11,16 Sesuai kepustakaan, kasus ini ditangani sebagai suatu kegawatan, setelah

stabilisasi tanda vital dilakukan pembidaian sementara dengan spalk dan pemberian antibiotik

dan antitetanus. Debridemen tidak dilakukan dalam golden period, dimana penderita tiba di

rumah sakit 8 jam setelah kejadian, dirujuk dari RS Bethesda.

Penanganan intraoperatif pada kasus ini yaitu dengan reduksi terbuka diikuti fiksasi

eksternal (OREF) oleh karena tergolong fraktur terbuka derajat IIIB dengan kerusakan

jaringan hebat dan risiko infeksi yang tinggi. Digunakan 6 screw pada femur dan

3 screwdan wire pada tibia yang kemudian difiksasi eksternal monolateral

menggunakan bar dan acrylic. Dalam menentukan penanganan fraktur, pertama yang harus

ditentukan apakah fraktur tersebut membutuhkan reduksi atau tidak. Bila tidak memerlukan

reduksi maka hanya diimobilisasi dengan bidai eksterna biasanya mempergunakan plaster of

Paris atau dengan bermacam-macam bidai dari plastik atau metal. Diindikasikan pada fraktur

yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan. Atau bisa juga tanpa reduksi

dan imobilisasi yang tujuannya hanya untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan

memberi sling atau tongkat dengan indikasi pada fraktur yang tidak bergeser, fraktur iga yang

stabil, falangs, dan metakarpal, atau fraktur klavikula pada anak. Bila reduksi perlu

dilakukan, selanjutnya perlu ditentukan apakah secara tertutup atau terbuka. Reduksi tertutup

dicapai dengan cara imobilisasi eksterna mempergunakan gips, traksi, atau dengan fiksasi

perkutaneus dengan K-wire. Bila dipilih reduksi terbuka, maka ditentukan apakah fiksasi

secara interna atau eksterna. Reduksi terbuka dilakukan pada fraktur terbuka sebagai lanjutan

dari debridemen atau apabila hasil reduksi tertutup sebelumnya yang tidak memuaskan.

Page 12: Refleksi Kasus Fraktur Femur

Reduksi terbuka dengan fiksasi interna (ORIF=open reduction and internal fixation)

diindikasikan pada kegagalan reduksi tertutup, bila dibutuhkan reduksi dan fiksasi yang lebih

baik dibanding yang bisa dicapai dengan reduksi tertutup misalnya pada fraktur intra-

artikuler, pada fraktur terbuka, keadaan yang membutuhkan mobilisasi cepat, bila diperlukan

fiksasi rigid, dan sebagainya. Sedangkan reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna

(OREF=open reduction and external fixation) dilakukan pada fraktur terbuka dengan

kerusakan jaringan lunak yang membutuhkan perbaikan vaskuler, fasiotomi, flap jaringan

lunak, atau debridemen ulang. Fiksasi eksternal juga dilakukan pada politrauma, fraktur pada

anak untuk menghindari fiksasi pin pada daerah lempeng pertumbuhan, fraktur dengan

infeksi atau pseudoarthrosis, fraktur kominutif yang hebat, fraktur yang disertai defisit tulang,

prosedur pemanjangan ekstremitas, dan pada keadaan malunion dan nonunion setelah fiksasi

internal. Alat-alat yang digunakan berupa pin dan wire (Schanz screw, Steinman pin,

Kirschner wire) yang kemudian dihubungkan dengan batang untuk fiksasi. Ada 3 macam

fiksasi eksternal yaitu monolateral/standar uniplanar, sirkuler/ring (Ilizarov

dan Taylor Spatial Frame), dan fiksator hybrid. Keuntungan fiksasi eksternal adalah memberi

fiksasi yang rigid sehingga tindakan seperti skin graft/flap, bone graft, dan irigasi dapat

dilakukan tanpa mengganggu posisi fraktur. Selain itu, memungkinkan pengamatan langsung

mengenai kondisi luka, status neurovaskular, dan viabilitas flap dalam masa penyembuhan

fraktur. Kerugian tindakan ini adalah mudah terjadi infeksi, dapat terjadi fraktur saat melepas

fiksator, dan kurang baik dari segi estetik

Penanganan pascaoperatif meliputi perawatan luka dan pemberian antibiotik untuk

mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan radiologik serial, darah lengkap, serta

rehabilitasi. Penderita diberi antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi dan dilakukan

kultur pus dan tes sensitivitas. Diet yang dianjurkan tinggi kalori tinggi protein untuk

menunjang proses penyembuhan.Rawat luka dilakukan setiap hari disertai nekrotomi untuk

membuang jaringan nekrotik yang dapat menjadi sumber infeksi. Pada kasus ini

selama follow-upditemukan tanda-tanda infeksi jaringan lunak dan tampak nekrosis pada tibia

sehingga direncanakan untuk debridemen ulang dan osteotomi. Untuk pemantauan

selanjutnya dilakukan pemeriksaan radiologis foto femur dan cruris setelah reduksi dan

imobilisasi untuk menilai reposisi yang dilakukan berhasil atau tidak. Pemeriksaan radiologis

serial sebaiknya dilakukan 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan sesudah operasi untuk

melihat perkembangan fraktur. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah lengkap

rutin.6,7,17,18 Foto kontrol setelah operasi telah dilakukan pada kasus ini,

terlihat screw dan wire terpasang baik. Hasil pemeriksaan laboratorium sesudah operasi Hb

Page 13: Refleksi Kasus Fraktur Femur

5.1 g/dL, jadi penderita ditranfusi whole blood sampai Hb ≥10 g/dL. Penderita juga sudah

dikonsulkan untuk rehabilitasi. Pengertian rehabilitasi adalah melakukan restorasi ke arah

bentuk dan fungsi yang normal setelah suatu trauma atau penyakit. medik untuk diberi

latihan-latihan secara teratur dan bertahap yang sangat penting sehingga ketiga tujuan utama

penanganan fraktur bisa tercapai, yakni union (penyambungan tulang secara sempurna),

sembuh secara anatomis (penampakan fisik organ anggota gerak; baik, proporsional), dan

sembuh secara fungsional (tidak ada kekakuan dan hambatan lain dalam melakukan

gerakan).4,5

Pada fraktur terbuka derajat IIIB perlu tindakan selanjutnya untuk menutup defek

akibat kerusakan jaringan lunak (otot, fasia, subkutis, dan kulit) yang hebat. Penderita

direncanakan untuk dilakukan muscle flap dan skin graft. Skin graft atau tandur alih kulit

adalah penutupan luka dimana kulit dipindahkan dari lokasi donor dan ditransfer ke lokasi

resipien. Beda flap dan graft yaitu suplai darah flap berasal dari jaringan itu sendiri

sedangkan graft tidak memiliki suplai darah sendiri jadi memerlukan suplai darah dari

resipien. Terdapat banyak jenis flap antara lain kutaneus (lokal), fasiokutaneus, otot,

muskulokutaneus dan free flap. Local skin flapmengandung seluruh ketebalan kulit beserta

fasia superfisialnya untuk menutup defek yang kecil. Muscle flap hanya menggunakan otot

untuk menutup defek, digunakan pada keadaan dimana dibutuhkan jaringan lunak dengan

vaskularisasi baik yang relatif resisten terhadap infeksi, membantu penyembuhan luka, dan

dapat memberi vaskularisasi yang baik untuk skin graft.19 Oleh karena terdapat sebagian

tulang tibia yang nekrotik , maka direncanakan untuk dilakukan osteotomi. Setelah osteotomi

perlu dilakukan bone graft (tandur alih tulang). Dikenal tiga sumber jaringan tulang yang

dipakai dalam tandur alih tulang yaitu autograf (berasal dari penderita sendiri-krista iliaka,

kosta, femur distal, tibia proksimal atau fibula), alograft (berasal dari orang lain), dan

xenograft (berasal dari spesies lain).20

Debridemen berulang adalah kunci keberhasilan penanganan fraktur terbuka. Fiksasi

eksternal memberikan stabilisasi fraktur yang baik serta memungkinkan pengamatan

langsung mengenai kondisi luka, status neurovaskular, dan viabilitas flap dalam masa

penyembuhan fraktur. Pemberian antibiotik dan perawatan luka penting dalam pencegahan

infeksi yang dapat mempengaruhi penyembuhan fraktur. Klasifikasi Gustilo merupakan

indikator prognosis pada fraktur terbuka.6,9,16 Semakin tinggi derajat, semakin besar risiko

infeksi dan nonunion. Akan tetapi dengan, penanganan yang tepat diharapkan dapat terjadi

union serta fungsi fisiologis dapat kembali seperti semula.6

DAFTAR PUSTAKA

Page 14: Refleksi Kasus Fraktur Femur

1. Setiap hari 30 orang meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas [online]. 2004 Apr

07 [cited 2008 Oct 12]; Available from: URL:http://www.depkes.go.id/index.php?

option=news&task=viewarticle&sid=415&itemid=2

2. Lateef F. Riding motorcycles: is it a lower limb hazard? Singapore Med J

2002;43(11):566-9.

3. Gunjan B, Ganveer, Rajnarayan R, Tiwari. Injury pattern among non-fatal road traffic

accident cases: a cross-sectional study in central India. Indian J Med Sci Jan 2005;59:9-12.

4. Rasjad C. Trauma. Dalam: Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang

Lamumpatue; 2000. h.343-536.

5. Delahay JN, Sauer S. Skeletal Trauma. In: Wiesel S, Delahay JN, editor. Essentials of

orthopedic surgery. 3rd ed.. Washington: Springer; 2007. p.40-83.

6. Patel M. Open tibia fractures [online]. 2006 Mar 30 [cited 2008 Oct 12]; Available

from:URL:http://www.emedicine.com/ortho/TOPIC392.HTM

7. McRae E. The diagnosis of fractures and principles of treatment. In: McRae E, Esser R,

editor. Practical fracture treatment. 4th ed. Churchil Livingstone. p.25-54.

8. Okoro OI, Ohadugha OC. The anatomic pattern of fractures and dislocations among

accident victims in Owerri, Nigeria. Nigerian J of Surg Res 2006;8:54-6.

9. Skinner H, Smith W, Shank J, Diao E, Lowenberg D. Musculoskeletal Trauma Surgery. In:

Skinner H, editor. Current diagnosis and treatment in orthopedics. 3rd ed. New York:

McGraw-Hill; 2003. p.76-150.

10. Quamar A, Sherwani, Mazhar A, Gupta R, Asif N, Sabir. Internal fixation in compound

type III fractures presenting after golden period. Indian J Orthop 2007;41(3):204-8.

11. Buckley R, Panaro CDA. General Principles of Fracture Care [online]. 2007 Jul 19 [cited

2008 Oct 12]; Available from: URL: http://www.emedicine.com/orthoped/topic636.htm

12. Department of Orthopaedic Surgery University of Stellenbosch. External fixator [online].

2008 [cited 2008 Oct 12]; Available from:

URL: http://www0.sun.ac.za/ortho/webct-ortho/general/exfix/exfix.html

13. Koval K, Zuckerman JD. Lower extremity fractures and dislocations. In: Koval K,

Zuckerman JD, editor. Handbook of fractures. 3rd ed. Lippincot Williams & Wlkins; 2006.

p.347-54.

14. Khan A. Tibial plateau fracture [online]. [cited 2008 Oct 12]; Available

from:URL: http://www.e-radiography.net/articles/.htm

15. Sorenson SM. Tibial plateau fractures [online]. 2004 Jan 27 [cited 2008 Oct 12];

Available from:URL:http://www.emedicine.com/radio/TOPIC698.HTM

Page 15: Refleksi Kasus Fraktur Femur

16. Open Fractures and Trauma [online]. 2004 [cited 2008 Oct 12]; Available from:

URL: http://www.limbcenter.com/disorders/index.asp

17. S. Milenkovic, L. Paunkovic, S. Karalejic. Severe open – Gustilo type III – tibial fracture

treated by external fixation and primary soft-tissue coverage. J Hellenic Association Ortho

Trauma 2006; 57(4).

18. Hankemeier S, Gosling T. Application of external fixator. In: Giannoudis P, Pape HC,

editor. Practical procedures in orthopedic trauma

surgery. Cambridge: Cambridge University Press; 2006. p.192-7.

19.  Liu PH. Flaps, Muscle and Musculocutaneous [online]. 2008 Aug 21 [cited 2008 Oct

21]; Available from: URL:http://www.emedicine.com/plastic/topic472.htm

20. American Association of Neurological Surgeons. Bone Grafting. [online]. 2003 [cited

2008 Oct 24]; Available from: URL:http://www.medscape.com/viewarticle/449880_4