refleksi kasus afasia · tanggal masuk rs : 26 agustus 2019, pasien rawat inap masuk dari igd rsa...

21
REFLEKSI KASUS AFASIA Pembimbing: dr. Farida Niken Astari N.H, M.Sc, Sp.S Disusun oleh : Orisativa Kokasih 14/363109/KU/17024 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN SARAF RUMAH SAKIT AKADEMIK UGM FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT, DAN KEPERAWATAN UNIVERSITAS GADJAH MADA 2019

Upload: others

Post on 29-Oct-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: REFLEKSI KASUS AFASIA · Tanggal masuk RS : 26 Agustus 2019, pasien rawat inap masuk dari IGD RSA UGM B. Data Dasar Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 10.30

REFLEKSI KASUS

AFASIA

Pembimbing:

dr. Farida Niken Astari N.H, M.Sc, Sp.S

Disusun oleh :

Orisativa Kokasih

14/363109/KU/17024

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN SARAF

RUMAH SAKIT AKADEMIK UGM

FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT, DAN

KEPERAWATAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2019

Page 2: REFLEKSI KASUS AFASIA · Tanggal masuk RS : 26 Agustus 2019, pasien rawat inap masuk dari IGD RSA UGM B. Data Dasar Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 10.30

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. K

Tanggal Lahir : 31 Desember 1953 (65th)

Jenis Kelamin : Perempuan

Status perkawinan : Menikah

Pekerjaan : IRT

Alamat : Popongan, Sinduadi, Sleman

No CM : 06-**-**

Tanggal masuk RS : 26 Agustus 2019, pasien rawat inap masuk dari IGD RSA UGM

B. Data Dasar

Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 10.30 WIB di IGD RSA UGM.

Keluhan Utama:

Tidak bisa bicara

Riwayat Penyakit Sekarang:

1HSMRS keluarga mengatakan bahwa pasien mulai bicara tidak nyambung.

Pengucapan kata masih jelas namun bila ditanya X dijawab dengan kalimat yang tidak ada

hubungannya sama sekali dengan pertanyaan. HMRS pasien tidak bisa mengeluarkan kata-

kata sama sekali, pasien masih membuka mata namun tidka bisa diajak bicara lalu pasien

dibawa ke IGD RSA. Keluarga menyangkal keluhan pingsan, nyeri kepala, mual, muntah,

kejang, pelo, perot.

Riwayat Penyakit Dahulu:

1. Riwayat mengalami keluhan serupa sebelumnya : disangkal

2. Riwayat trauma sebelumnya : disangkal

3. Riwayat vertigo : disangkal

4. Riwayat penyakit paru : disangkal

5. Riwayat penyakit jantung : disangkal

Page 3: REFLEKSI KASUS AFASIA · Tanggal masuk RS : 26 Agustus 2019, pasien rawat inap masuk dari IGD RSA UGM B. Data Dasar Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 10.30

6. Riwayat hipertensi : (+) terkontrol

7. Riwayat kejang : disangkal

8. Riwayat DM : (+) terkontrol

9. Riwayat stroke : (+) 1 tahun yang lalu (kelemahan di

tangan dan kaki kanan)

10. Riwayat rawat inap : (+) 1 tahun yang lalu

11. Riwayat alergi : disangkal

12. Riwayat mengkonsumsi obat-obatan : obat rutin HT dan DM

13. Riwayat Keganasan : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:

1. Riwayat keluhan serupa pada keluarga : disangkal

2. Riwayat hipertensi : disangkal

3. Riwayat diabetes mellitus : disangkal

4. Riwayat jantung : disangkal

5. Riwayat stroke : disangkal

Anamnesis Sistem

Sistem serebrospinal : tidak bisa bicara (+), riw sakit kepala (-), kelemahan anggota gerak

kanan (+), pingsan (-), pelo (-), perot (-), vertigo (-).

Sistem kardiovaskular : riwayat hipertensi (+), riwayat penyakit jantung (-)

Sistem respirasi : sesak nafas (-), batuk (-)

Sistem gastroinstestinal : mual (-), muntah (-), BAB (+) normal tidak ada keluhan

Sistem musculoskeletal : kelemahan anggota gerak (+) bagian kanan

Sistem neurologi : kelemahan anggota gerak (+) bagian kanan, kesemutan (-), baal (-),

tidak dapat bicara (+), perot (-), penglihatan ganda (-), telinga

berdenging (-)

Sistem integument : ruam (-)

Sistem urogenital : BAK (+) normal, tidak ada keluhan

Page 4: REFLEKSI KASUS AFASIA · Tanggal masuk RS : 26 Agustus 2019, pasien rawat inap masuk dari IGD RSA UGM B. Data Dasar Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 10.30

C. Resume Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis. Ny. K, perempuan, usia 65 tahun datang ke IGD RSA

UGM karena tidak bisa berbicara. 1HSMRS pasien bicara tidak nyambung kemudian HMRS pasien tidak

bisa berbicara sama sekali. Terdapat kelemahan anggota gerak bagian kanan. Pasien memiliki riwayat

stroke 1 tahun yang lalu dan mengalami kelemahan anggota gerak kanan. Pasien memiliki riwayat

hipertensi dan diabetes mellitus tipe II dalam terapi.

Siriraj Stroke Score: -3 (susp. Ischemic)

Gajahmada Stroke Algorithm: Nyeri kepala (+), muntah (-), Babinski (-) -> susp. Hemorrhagic stroke

D. DIAGNOSIS SEMENTARA

a. Diagnosis klinis

Aphasia global cum hemiplegia dextra.

b. Diagnosis Topik

Susp. Lobus temporalis superior sinistra et dextra dd Lobus frontalis Inferior dd gyrus

cyngulate

c. Diagnosis Etiologi

Susp. SNH dd SH

E. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 10.30 WIB

E.1 Pemeriksaan Umum

a. Kesan umum : Compos mentis, E4MxVx

b. Tanda-Tanda Vital :

Tekanan darah : 100/70 mmHg

Frekuensi nadi : 66x/menit, reguler, isi cukup, kuat angkat

Frekuensi nafas : 22x/menit, regular

Suhu tubuh : 36,6 °C

Saturasi : 98 %

E.2 Pemeriksaan Umum

a. Kepala

Page 5: REFLEKSI KASUS AFASIA · Tanggal masuk RS : 26 Agustus 2019, pasien rawat inap masuk dari IGD RSA UGM B. Data Dasar Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 10.30

Bentuk kepala normocephal, rambut hitam, terdistribusi merata, tidak

mudah dicabut, CA (-), SI (-), Pupil isokor diameter 3mm/3mm, RC (+/+), RK (+/+)

b. Leher

Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening pada leher. Kaku kuduk (-), burdzinsky I (-)

c. Wajah

Raut muka pasien baik dan tidak terdapat kelainan facies.

d. Mata

Edema palpebra (-/-), alis mata hitam dan tersebar merata, konjungtiva anemis (-), sklera

ikterik (-)

e. Telinga

AD: Bentuk telinga normal, membran timpani tidak dinilai, nyeri tekan (-).

AS: Bentuk telinga normal, membrane timpani tidak dinilai, nyeri tekan (-)

f. Hidung

Bentuk hidung normal. Tidak tampak deviasi. Tidak tampak adanya sekret. Tidak tampak

nafas cuping hidung.

g. Mulut

Mukosa gusi dan pipi tidak hiperemis, ulkus (-) , perdarahan gusi (-), sianosis (-), Perot (-),

hipersalivasi (-).

h. Thoraks

i. Pulmo :

1. Inspeksi : bentuk dada normal, gerak dada simetris, retraksi suprasternal dan

supraclavicula (-)

2. Palpasi : Taktil fremitus sama pada paru kanan dan kiri

3. Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru

4. Auskultasi: Suara nafas vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Kesan: Paru dalam batas normal

ii. Cor :

1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

2) Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

3) Perkusi : Batas kanan bawah:ICS 5 mid axilaris anterior sinistra, Batas kanan atas: ICS

3 mid clavicularis sinistra, Batas kanan bawah: ICS 4 parasternal dekstra, Batas kanan

atas: ICS 2 parasternal dekstra

4) Auskultasi: S1-S2 reguler, intensitas normal, murmur (-), gallop (-).

Kesan : Jantung dalam batas normal

Page 6: REFLEKSI KASUS AFASIA · Tanggal masuk RS : 26 Agustus 2019, pasien rawat inap masuk dari IGD RSA UGM B. Data Dasar Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 10.30

i. Abdomen

1) Inspeksi : Datar, supel.

2) Auskultasi : Bising usus (+), normal (2-6 x menit)

3) Perkusi : Timpani di semua kuadran abdomen

4) Palpasi : Dinding perut supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan

(-), turgor baik

Kesan : Abdomen dalam batas normal

j. Ekstremitas

Simetris, sianosis (-/-), akral hangat (+/+), CRT < 2detik

E3. Neurobehaviour

Status Psikiatri

a. Tingkah Laku : Normoaktif

b. Perasaan Hati : Normotimik

c. Orientasi : Sulit dinilai

d. Kecerdasan : Sulit dinilai

e. Daya Ingat : Sulit dinilai

Status Neurobehaviour

a. Sikap tubuh : Simetris

b. Gerakan Abnormal : Tidak ada

c. Cara berjalan : sulit dinilai

d. Ekstremitas : kelemahan di ekstremitas kanan

E4. Status Neurologis

Nervus Pemeriksaan Kanan Kanan

N. I. Olfaktorius

Daya penghidu TDN TDN

N. II. Optikus

Daya penglihatan TDN TDN

Page 7: REFLEKSI KASUS AFASIA · Tanggal masuk RS : 26 Agustus 2019, pasien rawat inap masuk dari IGD RSA UGM B. Data Dasar Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 10.30

Pengenalan warna TDN TDN

Lapang pandang TDN TDN

N. III. Okulomotor

Ptosis - -

Gerakan mata ke medial TDN TDN

Gerakan mata ke atas TDN TDN

Gerakan mata ke bawah TDN TDN

Ukuran pupil 3 mm 3 mm

Bentuk pupil Bulat Bulat

Refleks cahaya langsung + +

N. IV. Troklearis

Strabismus divergen - -

Gerakan mata ke lat-bwh TDN TDN

Strabismus konvergen - -

N. V. Trigeminus

Menggigit TDN TDN

Membuka mulut TDN TDN

Sensibilitas muka TDN TDN

Refleks kornea + +

Trismus - -

N. VI. Abdusen

Gerakan mata ke lateral TDN TDN

Strabismus konvergen - -

N. VII. Fasialis

Page 8: REFLEKSI KASUS AFASIA · Tanggal masuk RS : 26 Agustus 2019, pasien rawat inap masuk dari IGD RSA UGM B. Data Dasar Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 10.30

Kedipan mata + +

Lipatan nasolabial - -

Sudut mulut Dbn Dbn

Mengerutkan dahi TDN TDN

Menutup mata + +

Meringis TDN TDN

Menggembungkan pipi TDN TDN

Daya kecap lidah 2/3 ant TDN TDN

N. VIII.

Vestibulokoklearis

Mendengar suara bisik TDN TDN

Tes Rinne Tdk dilakukan Tdk dilakukan

Tes Schwabach Tdk dilakukan Tdk dilakukan

N.IX (GLOSSOFARINGEUS) Keterangan

Arkus Faring Simetris

Daya Kecap 1/3 Belakang TDN

Reflek Muntah TDN

Sengau TDN

Tersedak TDN

N. X (VAGUS) Keterangan

Arkus faring Dalam batas normal

Reflek muntah TDN

Page 9: REFLEKSI KASUS AFASIA · Tanggal masuk RS : 26 Agustus 2019, pasien rawat inap masuk dari IGD RSA UGM B. Data Dasar Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 10.30

Bersuara -

Menelan Sulit menelan

N. XI (AKSESORIUS) Keterangan

Memalingkan Kepala Dalam batas normal

Sikap Bahu Dalam batas normal

Mengangkat Bahu TDN

Trofi Otot Bahu Tidak

N. XII (HIPOGLOSUS) Keterangan

Sikap lidah TDN

Artikulasi TDN

Tremor lidah Tidak ada tremor

Menjulurkan lidah TDN

Kekuatan lidah TDN

Trofi otot lidah Dalam batas normal

Fasikulasi lidah Dalam batas normal

E.5 Fungsi Motorik

Gerakan

Kekuatan

bebas

bebas

terbatas

terbatas

0/0/0 5/5/5

normal Tonus

normal

normal

normal

Trofi eutrofi eutrofi

Page 10: REFLEKSI KASUS AFASIA · Tanggal masuk RS : 26 Agustus 2019, pasien rawat inap masuk dari IGD RSA UGM B. Data Dasar Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 10.30

Clonus -/-

Lateralisasi ke kanan

E.6 Refleks Fisiologis

Refleks Biceps +3 +2

Refleks Triceps +3 +2

Refleks Patella +3 +2

Refleks Achilles +3 +2

E.7 Refleks Patologis

Babinski + -

Chaddock - -

Oppenheim - -

Gordon - -

Schaeffer - -

Mendel Bachterew - -

Rosollimo - -

Gonda - -

Hofman Trommer - -

E.8 Fungsi Sensorik

Kanan Kanan

0/0/0 5/5/5 eutrofi eutrofi

Page 11: REFLEKSI KASUS AFASIA · Tanggal masuk RS : 26 Agustus 2019, pasien rawat inap masuk dari IGD RSA UGM B. Data Dasar Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 10.30

Rasa nyeri TDN TDN

Rasa raba TDN TDN

Rasa suhu TDN TDN

Propioseptif TDN TDN

E.9 Rangsang Meningeal

Kaku kuduk : negatif

Kernig sign : negatif

Brudzinski I : negatif

Brudzinski II : negatif

Brudzinski III : negatif

Brudzinski IV : negatif

E.10 Fungsi Luhur

a. Fungsi Luhur: TDN

b. Fungsi Vegetatif: BAK lancar dengan pispot, BAB belum

E.11 Temuan Lain

Bicara (-), Pemahaman (-), Kemampuan mengulangi kalimat (-)

F. Hasil Pemeriksaan Penunjang

Parameter Hasil Normal Value

Leukosit 9.0 4.0-11.0

Eritrosit 4.5 3.8-5.8

Hemoglobin 12.3 11.5-16.5

Hematokrit 36.6 37.0-47.0

MCV 82.2 76.0-98.0

MCH 27.7 27.0-32.0

MCHC 33.7 30.0-35.0

Page 12: REFLEKSI KASUS AFASIA · Tanggal masuk RS : 26 Agustus 2019, pasien rawat inap masuk dari IGD RSA UGM B. Data Dasar Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 10.30

Trombosit 341 150-450

GDS 199 60-199

Natrium (Na) 138 135-145

Kalium (K) 3.7 3.5-5.1

Klorida (Cl) 106 95-115

Ureum 24 10.7-42.8

Kreatinin 0.71 0.60-1.20

LDL 102 Optimal: <100

HDL 58 >=60

TGL 67 <150

Asam urat 4.0 2.4-6.0

Hasil MSCT Head

Hasil: dilakukan MSCT 128 slice, kepala tanpa kontras. Potongan axial, coronal,dan sagital.

- Retrobulbar tidak tampak kelainan

- Lesi dengan densitas lebih rendah di ganglia basalis dan frontalis kiri

- Tidak tampak lesi perdarahan dan tumor

- Gyri dan sulci berkurang di frontotemporalis kiri

- Gyri dan sulci hemisphere kanan prominen

- Ventrikel lateralis kanan lebih lebar

Kesan: Sugestive infark di ganglia basalis kiri dan frontalis kiri

Page 13: REFLEKSI KASUS AFASIA · Tanggal masuk RS : 26 Agustus 2019, pasien rawat inap masuk dari IGD RSA UGM B. Data Dasar Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 10.30

G. Diagnosis Akhir

Diagnosis klinis : Aphasia Global

Diagnosis topis : Ganglia basalis sinistra et lobus frontalis sinistra

Diagnosis etiologi : Stroke Non Hemmorhagic

H. Tatalaksana

H.1 Non Medikamentosa

Edukasi keluarga mengenai penyakitnya:

Diagnosis pasien

Tatalaksana yang akan dilakukan

Prognosis dari penyakit yang diderita pasien

O2 via nasal kanul 3lpm

Pasang NGT

H.2 Medikamentosa

IVFD NaCl 0.9% : titofusin (1:1) 20 tpm

Inj. Ranitidine 1A/12 jam

Miniaspi 1x80mg

CPG 1x75mg

Inj. Vit B12 1A/12 jam

I. Plan

Rawat Bangsal

J. Prognosis

1. Death : Dubia ad bonam

2. Disease : Dubia ad malam

3. Dissability : Dubia ad malam

4. Discomfort : Dubia ad malam

5. Dissatisfaction : Dubia ad malam

6. Distutition : Dubia ad bonam

Page 14: REFLEKSI KASUS AFASIA · Tanggal masuk RS : 26 Agustus 2019, pasien rawat inap masuk dari IGD RSA UGM B. Data Dasar Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 10.30

PEMBAHASAN

Afasia adalah gangguan bahasa akibat cedera otak (hilangnya kemampuan untuk

menghasilkan dan / atau memahami bahasa). Biasanya bermanifestasi sebagai kesulitan

berbicara atau memahami bahasa lisan, kesulitan membaca dan menulis.

Pusat bahasa diatur oleh beberapa bagian pada otak, yakni: Area Broca (area Brodmann

44) terletak di girus frontal posterior inferior yang berperan dalam pengucapan bahasa

(motorik). Area Wernicke (area Brodmann 22), yang terdiri dari dua pertiga posterior gyrus

temporal superior berfungsi menerima informasi dari korteks pendengaran dan mengakses

jaringan asosiasi kortikal untuk memberikan makna kata. Gyrus angularis pada lobus parietal

inferior berperan dalan persepsi bahasa tertulis, serta fungsi pemrosesan bahasa lainnya. Insula

berfungsi untuk mengatur artikulasi. Dan terdapat beberapa daerah lobus frontal dan temporal

yang mendukung pemrosesan tingkat kalimat serta korteks temporal, oksipital, dan parietal

yang mendukung pengetahuan kata-kata serta artinya.

ETIOLOGI

Kerusakan atau disfungsi jaringan bahasa dapat menyebabkan afasia. Etiologi yang

paling umum adalah stroke iskemik. Penyebab struktural lainnya termasuk stroke hemoragik,

neoplasma, cedera otak traumatis, multiple sclerosis, ensefalomielitis akut, abses serebral,

ensefalitis, atau infeksi sistem saraf pusat lainnya. Kerusakan struktural menyebabkan afasia

yang akut dan menetap. Namun, ada beberapa kondisi dimana afasia bersifat sementara seperti

pada transient cerebral ischemia (TIA), migrain, dan kejang. Sementara afasia progresif dapat

menjadi manifestasi penyakit neurodegeneratif seperti degenerasi frontotemporal, Alzeimer,

penyakit Creutzfeldt-Jakob, atau bentuk lain dari demensia neurodegeneratif.

PEMERIKSAAN

Pasien yang mengalami afasia dapat memiliki gangguan kefasihan, konten, repetition,

naming, comprehension, membaca, dan menulis. Kefasihan dapat dilihat output yang jarang

(jumlah kata yang berkurang per menit), frasa singkat (biasanya lima kata atau kurang),

agrammatisme, jeda pencarian kata, gagal praksis. Gangguan konten dapat dilihat dari

paraphasic dan neologisme (paraphasic: substitusi seluruh kata (misalnya, "kursi" menjadi

Page 15: REFLEKSI KASUS AFASIA · Tanggal masuk RS : 26 Agustus 2019, pasien rawat inap masuk dari IGD RSA UGM B. Data Dasar Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 10.30

"meja") atau substitusi fonemis (misalnya, "becek" menjadi "bebek”). Gangguan pengulangan

diuji dengan meminta pasien untuk mengulangi frase yang kompleksitasnya meningkat (seperti

"satu, dua, tiga" atau "A, B, C" atau ular melingkar di pagar). Gangguan penamaan diuji

dengan pasien diminta memberikan nama benda nyata yang tersedia untuk pemeriksa, seperti

"kunci," "lubang kancing," "alis". Selain penamaan konfrontatif, penamaan dapat diuji dengan

meminta pasien untuk "menyebutkan dengan definisi," yaitu, pemeriksa memberikan definisi

dari suatu objek atau tindakan, dan pasien memberikan nama yang sesuai. Gangguan

pemahaman dievaluasi dengan memberikan urutan perintah yang tidak melewati sumbu tenga

tubuh, dimulai dengan satu langkah, ("Tutup mata Anda", “julurkan lidah”), dan lanjut ke

perintah multistep dan yang melibatkan ekstremitas ("angkat dua jari", “tunjuk jendela lalu

tutup mata”, “Berdiri, berputar, tepuk tangan dua kali, lalu duduk"). Dilanjtkan dengan perintah

yang melewati sumbu tengah tubuh (mis., "Sentuh telinga kanan Anda dengan ibu jari kiri").

Perintah yang melibatkan struktur tata bahasa yang semakin kompleks juga dapat digunakan

(misalnya, "Sentuh koin dengan pensil"; "Dengan sisir, sentuh koin"). Pertanyaan yang lebih

kompleks (misalnya, "Apakah sebuah batu tenggelam dalam air?") dilanjutkan dengen

menggunakan struktur tata bahasa yang rumit seperti("Apakah paman bibiku pria atau

wanita?”, "Jika seekor singa dibunuh oleh harimau, yang mana yang masih hidup?"). gangguan

membaca dapat diuji dengan meminta pasien membaca keras-keras dari surat kabar atau dari

daftar kata tunggal. Pemahaman membaca dapat diuji dengan perintah tertulis (misalnya,

"Lipat kertas ini menjadi dua dan letakkan di atas meja"). Gengguan menulis dites dengan

meminta pasien untuk menulis kalimat secara spontan.

Page 16: REFLEKSI KASUS AFASIA · Tanggal masuk RS : 26 Agustus 2019, pasien rawat inap masuk dari IGD RSA UGM B. Data Dasar Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 10.30

KLASIFIKASI

Afasia Broca - lesi di lobus frontal. Afasia Broca ditandai ketidakfasihan bicara (output

jarang dan agrammatisme), gangguan pengulangan, gangguan pemahaman relatif khususnya

untuk tata bahasa yang kompleks. Seringkali terjadi pada pasien dengan hemiparesis kanan dan

apraxia oral yang mencerminkan cedera pada struktur yang berdekatan pada area motorik.

Afasia Wernicke - lesi di gyrus temporal superior posterior (area Wernicke). Afasia

Wernicke ditandai dengan kefasihan yang baik, namun terdapat gangguan pemahaman. Pasien

dapat berkata-kata dengan baik namun tidak berarti, biasanya paraphasic dan terdapat

neologisme. Pasien tampak tidak menyadari gangguan yang ada.

Aphasia konduksi - lesi pada gyrus supramarginal atau white matter parietal. Aphasia

konduksi menyebabkan gangguan kefasihan, pengulangan, kesalahan paraphasic (biasanya

fonemik), tetapi pemahaman masih baik. Pasien sering mencoba berulang kali untuk

memperbaiki kesalahan mereka. Bahasa tertulis mungkin juga terpengaruh. Kondisi ini dapat

terjadi selama pemulihan dari afasia Wernicke.

Afasia global - cedera perisylvian yang luas yang mempengaruhi daerah Broca dan

Wernicke . Afasia global termasuk defisit dalam semua fungsi bahasa. Pasien sering bisu atau

hanya menghasilkan ucapan tanpa kata. Pasien tidak dapat mengikuti perintah.

Aphasia motor transkortikal - Ditandai dengan keluaran bicara, pemahaman dan

pengulangan yang baik. Pasien dengan jenis aphasia ini mengalami kesulitan memulai bicara,

serta menyelesaikan pemikiran. Kondisi ini dapat terjadi selama pemulihan dari afasia Broca.

Afasia sensorik transkortikal – lesi yang berdekatan dengan daerah Wernicke di

daerah temporal-oksipital atau parietal-oksipital (misalnya, gyrus angularis). Ditandai dengan

kefasihan yang baik, namun kesalahan paraphasic yang sering dan gangguan pemahaman yang

nampak mirip dengan afasia Wernicke. Salah satu perbedaannya adalah pengulangan utuh yang

bisa berbentuk echolalia. Pasien sering dapat membaca dengan keras (kadang-kadang dengan

kesalahan), tetapi tanpa pemahaman.

Afasia campuran transkortikal - Pasien dengan afasia campuran transkortikal

memiliki semua fitur afasia global kecuali pengulangan yang masih baik. pasien tidak dapat

Page 17: REFLEKSI KASUS AFASIA · Tanggal masuk RS : 26 Agustus 2019, pasien rawat inap masuk dari IGD RSA UGM B. Data Dasar Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 10.30

mengucapkan kata verbal secara spontan, tetapi dapat mengulangi apa yang baru saja

dikatakan. Pemahaman bahasa tulisan dan lisan sangat terganggu.

Afasia anomik- lesi terkait di lobus temporal basal, lobus temporal inferior anterior, temporo-

parieto-oksipital junction, dan lobus parietal inferior .Pasien dengan afasia anomik tidak dapat

memberi nama (atau menulis) kata untuk item tertentu. Seringkali, mereka dapat menyatakan

arti dan mengambil kata-kata yang berkaitan dengan yang mereka cari. Pasien dapat mengucap

kata secara spontan namun berjeda, circumlocution (substitusi kata-kata atau frasa terkait), dan

kesalahan paraphasic sesekali, tetapi sebaliknya fasih dengan pengulangan dan pemahaman

kalimat yang utuh.

Page 18: REFLEKSI KASUS AFASIA · Tanggal masuk RS : 26 Agustus 2019, pasien rawat inap masuk dari IGD RSA UGM B. Data Dasar Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 10.30

DIAGNOSIS BANDING

Ensefalopati metabolik atau delirium dapat bermanifestasi sebagai kesulitan

penamaan dan gagal mengikuti perintah, dan kesalahan paraphasic. Kondisi ini dapat dikenali

dengan perhatian dan tingkat kesadaran yang berfluktuasi, adanya agitasi, halusinasi, dan/atau

asteriks.

Page 19: REFLEKSI KASUS AFASIA · Tanggal masuk RS : 26 Agustus 2019, pasien rawat inap masuk dari IGD RSA UGM B. Data Dasar Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 10.30

Mutisme akinetik dapat terjadi akibat lesi pada daerah frontal mesial. Pasien

menunjukkan kurangnya keluaran bicara dan respons yang buruk terhadap perintah. Hipofonia

sering terjadi pada mutisme akinetik, tetapi tidak pada afasia. Pasien dapat menunjukkan tanda

katatonia (fleksibilitas berlilin).

Depresi -Pasien yang mengalami depresi mungkin enggan untuk berbicara dan

diperiksa, dan karena itu tampaknya memiliki kesulitan dalam memahami atau memberi nama.

Skizofrenia -Pasien dengan skizofrenia mungkin memiliki konten bicara abnormal

yang dapat mencakup neologisme

Disartria

Apraxia of speech adalah gangguan bicara motorik yang ditandai dengan kemampuan

bicara yang lambat dan keras yang memiliki irama yang tidak normal dan kesalahan artikulasi.

Alexia tanpa agraphia - Pasien dengan sindrom ini dapat menulis, tetapi tidak

membaca. Kemampuan mereka untuk memahami dan menghasilkan ucapan lisan tetap utuh.

Aphemia, defisit dalam produksi perkataan lisan dengan retensi pemahaman

pendengaran serta kemampuan untuk menulis. Disartria dan paresis wajah biasanya menyertai

sindrom ini.

DIAGNOSA

Semua pasien dengan afasia harus diminta untuk pemindaian otak struktural, yaitu

dengan magnetic resonance imaging (MRI). Pada transient aphasia harus segera diperiksa

kemungkinan kejang atau transient cerebral ischemia (TIA). Elektroensefalografi (EEG) untuk

mendeteksi aktivitas kejang aktif pada beberapa pasien dengan status epileptikus afasia .

Afasia dengan progresi, terutama pada orang dewasa paruh baya atau lebih tua,

menunjukkan penyakit neurodegeneratif (yaitu, afasia primer progresif) namun harus

mengekslusi apakah ada massa yang tumbuh secara progresif.

MANAGEMEN

Penyebab mendasar dari aphasia harus ditangani secara spesifik, apakah itu bersifat

degeneratif, vaskular, inflamasi, neoplastik, atau epilepsi. Afasia yang karena massa/hematoma

Page 20: REFLEKSI KASUS AFASIA · Tanggal masuk RS : 26 Agustus 2019, pasien rawat inap masuk dari IGD RSA UGM B. Data Dasar Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 10.30

intraparenchymal, massa ekstra-aksial atau pengumpulan cairan, dapat membaik dengan

pengangkatan massa atau dengan steroid (untuk mengurangi edema). Episode aphasia akibat

kejang epilepsi dapat ditangani dengan terapi antikonvulsan yang adekuat.

Afasia dapat sembuh secara spontan, terutama ketika itu disebabkan oleh lesi iskemik

kecil dengan terapi wicara dan bahasa. Teknik terapi bahasa yang lebih baru yang sedang

dikembangkan yakni dengan penggunaan teknik yang dibantu komputer, yang disebut

Constraint-Induced Aphasia Therapy (CIAT; terapi intensitas tinggi yang membatasi

penggunaan komunikasi nonverbal). Terdapat terapi lain seperti Transcranial Magnetic

Stimulation (TMS) yang diyakini dapat menghambat tonik dari belahan otak yang terkena.

Terapi farmakologis aphasia melibatkan penggantian neurotransmitter, meningkatkan

neuroplastisitas, dan meningkatkan aliran darah otak. Tidak ada intervensi farmakologis yang

telah terbukti menghasilkan manfaat jangka panjang. Terapi farmakologis yang dapat diberikan

antara lain: Bromocriptine, Amphetamine, Piracetam, Donepezil, Galantamine, dan

Memantine.

Page 21: REFLEKSI KASUS AFASIA · Tanggal masuk RS : 26 Agustus 2019, pasien rawat inap masuk dari IGD RSA UGM B. Data Dasar Dilakukan alloanamnesis pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 10.30

REFERENSI

Blank SC, Scott SK, Murphy K, et al. Speech production: Wernicke, Broca and beyond.

Brain 2002; 125:1829.

Dronkers NF, Wilkins DP, Van Valin RD Jr, et al. Lesion analysis of the brain areas

involved in language comprehension. Cognition 2004; 92:145.

Dick, A.S. and Tremblay, P., 2012. Beyond the arcuate fasciculus: consensus and

controversy in the connectional anatomy of language. Brain, 135(12), pp.3529-3550

Fridriksson J, den Ouden DB, Hillis AE, et al. Anatomy of aphasia revisited. Brain

2018; 141:848.

Heilman, K.M., 2006. Aphasia and the diagram makers revisited: an update of information

processing models. Journal of Clinical Neurology, 2(3), pp.149-162.