referensi n o 1

8
PENDAHULUAN Pedagogik singkatnya ada yang mengatakan ilmu pendidikan ada juga yang men-spesifikkannya sebagai ilmu pendidikan anak. Dari dua  pengertian sederhana tersebut ada satu kata yang sama di bagian awalnya yaitu “ilmu”. Terkait kata “ilmu” ini, memunculkan pertanyaan:  benarkah pedagogik itu ilmu (ilmu otonom) seperti ilmu -ilmu lainnya? Kelanjutannya, apakah pedagogik juga sebuah tatanan praksis? Untuk menjawab hal tersebut, kali ini dikaji-uraikan tentang pengertian ilmu, karakteristik ilmu, syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi agar suatu sistem pengetahuan dapat digolongkan sebagai suatu ilmu yang otonom. Dengan pemahaman yang komprehensif tentang itu, kemudian  pedagogik sebagai praksis dapat pula terjawab. Namun, sebelum mengkaji dua hal tersebut, pada bagian awal disajikan bahasan tentang  pengertian pedagogik. PENGERTIAN PEDAGOGIK  Istilah pedagogik (bahasa Belanda: paedagogiek , bahasa Inggris: pedagogy) berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani kuno, yaitu paedos yang  berarti anak dan agogos yang berarti mengantar, membimbing atau memimpin. Dari dua kata tersebut terbentuk beberapa istilah yang masing- masing memiliki arti tertentu. Istilah-istilah yang dimaksud yakni paedagogos, pedagogos (  paedagoog  atau pedagogue),  paedagogia, pedagogi (  paedagogie), dan pedangogik (  paedagogiek ). Dari kata  paedos dan agogos terbentuk istilah  paedagogos yang berarti seorang pelayan atau  pembentu pada zaman Yunani kuno yang tu gasnya men gantar dan menjemput anak majikannya ke sekolah, selain juga bertugas untuk selalu membimbing atau memimpin anak-anak majikannya. Selanjutnya terjadi perubahan istilah, yang dulunya sebagai pelayanan atau pembantu menjadi pedagog yang memiliki arti sebagai ahli didik atau pendidik. Namun secara prinsipil, bahwa dalam pendidikan anak ada kewajiban untuk membimbing hingga mencapai kedewasaan (Syaripudin & Kurniasih, 2008). Di sisi lain, ada juga paedagogia, yaitu pergaulan dengan anak-anak yang kemudian berubah menjadi  paedagogie atau pedagogi yang berarti praktik pendidikan anak atau praktik mendidik anak; dan terbentuklah istilah paedagogiek  atau pedagogik yang berarti ilmu pendidikan anak atau ilmu mendidik anak. Dalam beberapa literatur, ditemukan di antara pendidik dan ahli ilmu pendidikan menyatakan pedagogik sebagai ilmu pendidikan atau ilmu mendidik. Berdasarkan perspektif pengertian pendidikan secara “luas”, maka tujuan itu tidak terbatas, tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup (Mudyaharjo dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008). Oleh karena itu, pendidikan dapat berlangsung pada tahapan anak usia dini, anak, dewasa dan bahkan tahapan usia lanjut. Mengacu pada asumsi ini, maka terdapat beberapa cabang ilmu pendidikan yang dikembangkan oleh para ahli, yaitu pedagogik , andragogi, dan gerogogi (Sudjana dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008). Jadi, mengacu pada pengertian pendidikan dalam arti luas, yang benar dalam konteks ini, bahwa Pedagogik adalah ilmu pendidikan anak. Akan tetapi, Langeveld (Syaripudin & Kurniasih, 2008) dalam bukunya “  Beknopte Theoritiche Paedagogiek ” pendidikan dalam arti yang hakiki ialah proses pemberian bimbingan dan bantuan rohani kepada orang yang belum dewasa; dan mendidik adalah tindakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian,  pendidikan adalah suatu u paya yang dilakukan secara sengaja oleh orang dewasa untuk membantu atau membimbing anak (orang yang belum

Upload: edison-mohammad-zun

Post on 18-Oct-2015

19 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENDAHULUANPedagogik singkatnya ada yang mengatakan ilmu pendidikan ada juga yang men-spesifikkannya sebagai ilmu pendidikan anak. Dari dua pengertian sederhana tersebut ada satu kata yang sama di bagian awalnya yaitu ilmu. Terkait kata ilmu ini, memunculkan pertanyaan: benarkah pedagogik itu ilmu (ilmu otonom) seperti ilmu-ilmu lainnya? Kelanjutannya, apakah pedagogik juga sebuah tatanan praksis? Untuk menjawab hal tersebut, kali ini dikaji-uraikan tentang pengertian ilmu, karakteristik ilmu, syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi agar suatu sistem pengetahuan dapat digolongkan sebagai suatu ilmu yang otonom. Dengan pemahaman yang komprehensif tentang itu, kemudian pedagogik sebagai praksis dapat pula terjawab. Namun, sebelum mengkaji dua hal tersebut, pada bagian awal disajikan bahasan tentang pengertian pedagogik.PENGERTIAN PEDAGOGIKIstilah pedagogik (bahasa Belanda: paedagogiek, bahasa Inggris: pedagogy) berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani kuno, yaitu paedos yang berarti anak dan agogos yang berarti mengantar, membimbing atau memimpin. Dari dua kata tersebut terbentuk beberapa istilah yang masing-masing memiliki arti tertentu. Istilah-istilah yang dimaksud yakni paedagogos, pedagogos (paedagoog atau pedagogue), paedagogia, pedagogi (paedagogie), dan pedangogik (paedagogiek). Dari kata paedos dan agogos terbentuk istilah paedagogos yang berarti seorang pelayan atau pembentu pada zaman Yunani kuno yang tugasnya mengantar dan menjemput anak majikannya ke sekolah, selain juga bertugas untuk selalu membimbing atau memimpin anak-anak majikannya. Selanjutnya terjadi perubahan istilah, yang dulunya sebagai pelayanan atau pembantu menjadi pedagog yang memiliki arti sebagai ahli didik atau pendidik. Namun secara prinsipil, bahwa dalam pendidikan anak ada kewajiban untuk membimbing hingga mencapai kedewasaan (Syaripudin & Kurniasih, 2008). Di sisi lain, ada juga paedagogia, yaitu pergaulan dengan anak-anak yang kemudian berubah menjadi paedagogie atau pedagogi yang berarti praktik pendidikan anak atau praktik mendidik anak; dan terbentuklah istilah paedagogiek atau pedagogik yang berarti ilmu pendidikan anak atau ilmu mendidik anak.Dalam beberapa literatur, ditemukan di antara pendidik dan ahli ilmu pendidikan menyatakan pedagogik sebagai ilmu pendidikan atau ilmu mendidik. Berdasarkan perspektif pengertian pendidikan secara luas, maka tujuan itu tidak terbatas, tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup (Mudyaharjo dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008). Oleh karena itu, pendidikan dapat berlangsung pada tahapan anak usia dini, anak, dewasa dan bahkan tahapan usia lanjut. Mengacu pada asumsi ini, maka terdapat beberapa cabang ilmu pendidikan yang dikembangkan oleh para ahli, yaitu pedagogik, andragogi, dan gerogogi (Sudjana dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008). Jadi, mengacu pada pengertian pendidikan dalam arti luas, yang benar dalam konteks ini, bahwa Pedagogik adalah ilmu pendidikan anak. Akan tetapi, Langeveld (Syaripudin & Kurniasih, 2008) dalam bukunya Beknopte Theoritiche Paedagogiek pendidikan dalam arti yang hakiki ialah proses pemberian bimbingan dan bantuan rohani kepada orang yang belum dewasa; dan mendidik adalah tindakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian, pendidikan adalah suatu upaya yang dilakukan secara sengaja oleh orang dewasa untuk membantu atau membimbing anak (orang yang belum dewasa) agar mencapai kedewasaan. Lanjut Langeveld, pendidikan baru terjadi ketika anak mengenal kewibawaan. Syaratnya anak mengenal kewibawaan adalah ketika anak memiliki kemampuan dalam memahami bahasa. Oleh karena itu, batas bawah pendidikan atau pendidikan mulai berlangsung yakni ketika anak mengenal kewibawaan. Sedangkan batas atas pendidikan atau saat akhir pendidikan adalah ketika tujuan pendidikan telah tercapai, yaitu kedewasaan. Bila anak belum mengenal kewibawaan, pendidikan belum dapat dilaksanakan, dan dalam kondisi ini yang dapat dilaksanakan adalah pra-pendidikan atau pembiasaan. Dengan demikian, menurut tinjuaan pedagogik tidak ada pendidikan untuk orang dewasa, apalagi untuk manusia lanjut. Pendidikan hanyalah bagi anak. Jadi, apabila mencau pada pengertian pendidikan menurut tinjauan pedagogik, maka pernyataan pedagogik adalah ilmu pendidikan anak sama maknanaya dengan pedagogik adalah ilmu pendidikan. Tetapi ketika mengacu pada pengertian pendidikan secara luas di awal, tidak benar apabila pedagogik dimaknai sebagai ilmu pendidikan.PEDAGOGIK SEBAGAI ILMUPentingnya kejelasan tentang pedagogik sebagai ilmu atau bukan ada dua kepentingan. Sebagai penegasan terhadap status (posisi) dan memperkuat keyakinan terhadap sifat kebenaran dan keguanaan dari sistem teori dalam pedagogik tersebut. Untuk mengawali kajian pada subbab ini, diuraikan terlebih dahulu tentang pengertian ilmu.Pengertian Ilmu Definisi IlmuSecara etimologis ilmu berasal dari kata alama (bahasa Arab) yang berarti tahu. George Thomas White Patrick dalam bukunya Introduction to Philosophy menyatakan bahwa dalam bahasa Latin dikenal pula kata scio, scire (sebagai asal kata science) yang juga berarti tahu. Berdasarkan asal usul katanya itu, maka ilmu atau science berarti pengetahuan. Kneller (Syaripudin & Kurniasih, 2008) mengklasifikasikan pengetahuan menjadi revealed knowledge, intuitive knowledge, rational knowledge, empirical knowledge, dan authoritative knowledge; di samping ada juga yang mengklasifikasikan menjadi commonsense knowledge, scientific knowledge, philosophical knowledge, dan religious knowledge.Secara etimologis dan secara umum istilah ilmu (sebagaimana dipahami masyarakat umum dalam kehidupan sehari-hari), maka semua pengetahuan sebagaimana telah dikemukakan di atas tergolong ilmu. Namun, dalam konteks studi akademik, sejak zaman modern sebagaimana dirintis oleh Francis Bacon (1560-1662), Galileo Galilei (1564-1642), Newton (1642-1727) dan lain-lain, istilah ilmu atau science telah mengalami perubahan arti. Ilmu mempunyai arti yang spesifik, yaitu hanya berkenaan dengan pengetahuan ilmiah (scientific knowledge). Sebagaimana yang dikemukakan Titus et. al. (Syaripudin & Kurniasih, 2008) terdapat tiga kemungkinan penggunaan istilah ilmu (science). Pertama, istilah ilmu digunakan untuk menunjuk bodies of knowledge, misal: fisika, kimia, psikologi dan lain-lain. Kedua, istilah ilmu untuk menunjuk a body of systematic knowledge, yaitu konsep-konsep, hipotesis-hipotesi, hukum-hukum, teori-teori, dan sebagainya yang tersusun secara sistematis dan dibangun melalui kerja para ilmuwan selama bertahun-tahun. Ketiga, istilah ilmu digunakan untuk menunjuk cara kerja tertentu, yaitu scientific method atau metode ilmiah. Dari pernyataan Titus et. al. tersebut, dapat dipahami bahwa pengertian istilah ilmu pada dasarnya mempunyai dua dimensi, yaitu (1) sebagai hasil studi (sebagaimana terkandung dalam penggunaan istilah ilmu yang pertama dan kedua seperti dikemukakan Titus et. al.), dan (2) sebagai metode studi, yaitu metode ilmiah (sebagaimana yang diungkap dalam yang ketiga oleh Titus et. al.). kedua dimensi pengertian yang terkandung dalam istilah ilmu tersebut sesungguhnya tidak dapat dipisahkan, karena antara kedua-duanya berhubungan erat dalam membangun satu pengertian ilmu. Sejalan dengan hal ini Lenzen (Syaripudin & Kurniasih, 2008) menyatakan bahwa batasan ilmu menunjukkan suatu aktivitas kritis penemuan dan juga sebagai pengetahuan yang sistematis yang didasarkan kepada aktivitas kritis penemuan tersebut. Akhirnya dapat disimpulkan, bahwa dewasa ini secara operasional dan substansial istilah ilmu mengandung arti sebagai cara kerja ilmiah dan hasil kerja ilmiah. Ilmu adalah pengetahuan ilmiah yang dihasilkan melalui metode ilmiah.Syarat-syarat (Kriteria) Ilmu Terdapat tiga syarat pokok yang harus dipenuhi oleh suatu disiplin ilmu yang otonom. Ketiga syarat yang dimaksud, yaitu; (1) memiliki objek studi (objek formal) tersendiri yang membendakannya dari objek studi disiplin ilmu yang lainnya; (2) metodis, yaitu menggunakan metode (metode penelitian ilmiah) tertentu yang tepat dalam rangka mempelajari objek studinya; dan (3) sistematis, artinya bahwa hasil studinya merupakan satu kesatuan pengetahuan mengenai objek studinya yang tersusun saling berhubungan secara terpadu. Ada yang berpendapat bahwa selain ketiga syarat atau kriteria di atas masih terdapat satu syarat lagi yang harus dipenuhi oleh suatu disiplin ilmu yang otonom. Satu syarat yang dimaksud adalah terjadinya progres, artinya bahwa sistem pengetahuan yang dimaksud mengalami kemajuan atau terus berkembang. Namun demikian, ada pula yang menentang pendapat tersebut. Alasannya, bahwa bertambah tidaknya pengetahuan sebagai isi suatu ilmu atau maju tidaknya suatu ilmu, akan tergantung kepada ada atau tidaknya ilmuwan yang melibatkan diri untuk mengembangkan ilmu yang bersangkutan adapun hal tersebut tidak akan turut menemukan status keilmuan, melaikan hanya akan menemukan hidup tidaknya ilmu yang bersangkutan.Rumpun dan Cabang-cabang ilmuPerkembangan ilmu yang begitu pesat menimbulkan berbagai disiplin ilmu baru, sebab itu struktur/sistematika ilmu pada saat ini menjadi begitu kompleks. Dalam kesempatan ini dikemukakan rumpun dan cabang ilmu yang pokok, yang diperlukan dalma rangka memahami status keilmuan pedagogik. Suriasumantri (Syaripudin & Kurniasih, 2008) mengatakan, sampai dengan abad ke 20 diketahui telah berkembang kurang lebih 650 cabang ilmu. Adapun semua cabang ilmu itu pada awalnya berasal dari dua cabang utama, yaitu filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam (the natural sciences) dan filsafat moral yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu sosial (the social sciences). Senada dengan itu, Wilhelm Dilthey (Syaripudin & Kurniasih, 2008) mengelompokkan ilmu menjadi dua rumpun, yaitu (1) ilmu kemanusiaan (human sciences) yang mencakup ilmu-ilmu sosial, dan (2) ilmu kealaman (natural sciences).Status Keilmuan PedagogikDiantara para ilmuwan telah banyak yang menyatakan bahwa pedagogik berstatus sebagai suatu ilmu yang otonom. Menurut banyak ahli, pandangan ilmiah tentang gejalan pendidikan itu (pedagogik) merupakan ilmu tersendiri, sejajar dengan ilmu-ilmu tentang humanisme (human sciences) seperti ekonomoi, hukum, sosiologi, dan sebagainya (Drikarya dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008). Pendapat di atas dapat dikaji dengan mengacu pada tiga persyaratan (kriteria) keilmuan sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, yaitu berkenaan dengan (1) objek studinya; (2) metode studinya; dan (3) sifat sistematis dari hasil studinya.Objek Studi Pedagogik Dapat dirumuskan bahwa objek studi ilmu meliputi berbagai hal sebatas yang dapat dialami manusia. Objek studi ilmu dibedakan menjadi: (1) objek material, dan (2) objek formal. Objek material adalah seseuatu yang dipelajari oleh suatu ilmu dalam wujud materinya, sedangkan objek formal adalah suatu bentuk yang khas atau spesifik dari objek material yang dipelajari oleh suatu ilmu. Setiap disiplin ilmu memiliki objek material dan objek formal tertentu. Beberapa disiplin ilmu mungkin memimiliki objek material yang berbeda, tetapi mungkin pula mempunyai objek material yang sama. Namun demikian, sebagai ilmu yang ototnom setiap ilmu harus mempunyai objek formal yang spesifik dan berbeda daripada objek formal ilmu yang lainnya. Objek meterial pedagogik adalah manusia, objek material pedagogik ini adalah sama halnya dengan objek material psikologi, sosiologi, ekonomi dan sebagainya. Namun demikian, pedagogik memiliki objke formal tersendiri, atau mempunya objek formal yang spesifik dan berbeda daripada objek formal psikologi, ekonomi dan sebagainya. Objek formal spikologi adalah proses mental dan tingkah laku manusia; objek formal ekonomi adalah pemenuhan kebutuhan hidup manusia, melalui proses produksi, distribusi dan pertukaran; sedangkan objek formal pedagogik adalah fenomena pendidikan atau situasi pendidikan (Drikarya, 1980 & Langeveld, 1980 dalam Syaripudin & Kurniasih, 2008).Metode Studi (Penelitian) PedagogikSemua disiplin ilmu dalam mempelajari objek studinya tentu menggunakan metode ilmiah, demikian pula pedagogik. Dalam rangka operasinya, metode ilmiah dijabarkan ke dalam metode penelitian ilmiah. Adapun metode penelitian ilmiah tersebut dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: (1) metode penleitian kualitatif dan (2) metode penelitian kuantitatif. Yang tergolong metode penelitian kualitatif antara lain fenomenologi, hermeneutika, dan etnometodologi, sedangkan yang tergolong metode penelitian kuantitatif antara lain metode eksperimen, metode kuasi eksperimen, metode korelasional dan sebagainya. Kelompok filsuf dan ilmuan tertentu berpendapat bahwa metode penelitian kualitatif merupakan metode penelitian ilmu-ilmu kemanusiaan, sedangkan metode penelitian kuantitatif merupakan penelitian ilmu kealaman. Sebaliknya, pada zaman keemasan sains modern (modern science), yaitu zamah keemasa ilmu-ilmu yang dilandasi filsafat positivisme dan pradigman Newtodian, ada di antara para filsuf dan ilmuan yang berpendapat bawa ilmu-ilmu kealaman maupun ilmu kemanusiaan adau ilmu sosial termasuk di dalamnya pedagogik, dalam rangka studinya seharusnya menggunakan metode kuantitatif atau metode penelitian kealaman. Menurut mereka, sesuatu ilmu (termasuk pedagogik) apabila tidak menggunakan metode penelitian ilmu kealaman (metode kuantitatif) maka diragukan status keilmuannya.Para ahli di bidang ilmu-ilmu kemanusiaan, termasuk di dalamnya ahli-ahli pedagogik, meyakini bahwa objek material ilmu kemanusiaan (yaitu manusia) berbeda dengan objek material ilmu-ilmu kealaman. Sebagaimana dikemukakan Verrhak & Imam (Syaripudin & Kurniasih, 2008) bahwa ilmu-ilmu kemanuasiaan memiliki ciri khas mengenai objek penelitiannya. Kekhasannya tersebut antara lain: pertama, objek penelitian ilmu-ilmu kemanusiaan, yaitu manusia, bukanlah benda jasmani saja, melainkan manusia sebagai keseluruhan. Secara hakiki manusia melampaui status objek benda-benda di sekitarnya; kedua, kekhasan objek penelitian ini berkaitan dengan konsep ruang dan waktu (spation-temporal). Dalam ilmu-ilmu alam, ruang dan waktu bisa diukur dengan jelas memakai sistem statistik, satuan dan sebagainya. Sebalinya, dalam rangka hidup manusia, ruang dan waktu sebagai ukuran semata-mata tidaklah memadai dan tidak sesuai dengan pengalaman manusia itu sendiri. Manusia menghayati ruang dalam lingkungan pergaulannya (masyarakat), sedangkan waktu dialami, dihayati dan dipandang sebagai sejarah yang jauh melampaui rangkaian peristiwa semata-mata. Lebih spesifik lagi, fenomena pendidikan sebagai objek formal studi pedagogik yang tergolong ilmu sosial atau ilmu kemanusiaan, berbeda dengan fenomena alam yang dijadikan objek formal ilmu-ilmu kealaman. Impikasinya, maka metode penelitian kualitatiflah yang dipandang tepat untuk digunakan sebagai metode dalam studi pedagogik. Adapun jenis metode penelitian kualitatif yang umum digunakan dalma studi pedagogik adalah fenomenologi. Hal ini sebagaimana dipraktikkan oleh Langeveld dalam rangka melakukan studi mengenai Pedagogik Teoretis. Sejalan dengan pendapat di atas, Drikarya (Syaripudin & Kurniasih, 2008) menyatakan bahwa sesuai dengan sifat ilmu pendidikan (maksudnya pedagogik) yang tergolong dalam kelompok science humaines pada pokoknya digunakan metode yang disebut fenomenologi. Di sana tampaklah kepada kita, bahwa dalam penelitiannya pedagogik telah menggunakan metode ilmiah dengan suatu landasan filsafat tertentu dapat dipertanggungjawabkan. Sesungguhnya, perbedaan keyakinan mengenai jenis metode penelitian mana yang tepat digunakan pedagogik dalam rangka studi mengenai fenomena pendidikan (situasi pendidikan) berakar pada perbedaan landasan filsafat keilmuan yang dianut masing-masing filsuf dan ilmuan, yaitu meliputi asumsi-asumsi filsafati mengenai hakikat objek studi ilmu, hakikat cara-cara memperoleh pengetahuan, dan mengenai bebas tidaknya suatu ilmu dari nilai. Namun demikian, lepas dari perbedaan pendapat di atas, bahwa studi ilmiah tentang fenomena pendidikan (situasi pendidikan) telah berlangsung dan memang harus terus berlangsung. Yang penting diperhatikan, gunakanlah metode penelitian yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan hakikat objek penelitian yang dihadapi.Keterpaduan Hasil Studi Pedagogik (Sistematis)Hasil penelitian ilmiah yang dilakukan para ilmuwan pedagogik dalam rentang waktu yang cukup panjang telah membangun suatu bangunan pengetahuan yang cukup panjang telah membangun suatu bangunan pengetahuan yang sitematis. Contohnya, melalui studi terhadap fenomena pendidikan dengan menggunakan metode fienomenologi, Langeveld (Syaripudin & Kurniasih, 2008) membangun teori pendidikan anak (pedagogik teoretis) yang berisikan berbagai konsep esensial yang saling berhubungan secara terpadu, sehingga memberikan kejelasan pemahaman mengenai makna pendidikan anak sebagai suatu tindakan/perbuatan insani yang tidak mekanistik.Berdasarkan seluruh uraian pada di atas, kiranya dapat dinilai bahwa pedagogik telah memenuhi ketiga persyaratan (kriteria) sebagai ilmu yang otonom. Sebab pedagogik memiliki objek formal tersendiri yang berbeda daripada objek formal ilmu lainnya, menggunakan metode penelitian tertentu yang dipandang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan, serta telah menghasilkan pengetahuan yang tersusun secara sistematis mengenai objek studinya itu.Karakteristik Keilmuan Pedagogik Fungsi/Tugas Pedagogik Sebagaimana ilmu pada umumnya, pedagogik mempunyai fungsi tertentu. Pedagogik mempunyai lima fungsi, kelima fungsi pedagogik yang dimaksud adalah: (1) menyatupadukan temuan hasil studi mengenai objek tertentu; (2) menjelaskan dan memberikan petunjuk (deskriptif dan preskriptif); (3) memprediksi; (4) mengontrol; dan (5) mengembangkan.Fungsi menyatupadukan temuan hasil studi. Suatu ilmu merupakan suatu sistem pengetahuan yang teratur. Sekelompok pengetahuan yang tidak tersusun secara sitematis dan tidak tersusun secara sistematis dan tidak teratur dalam menjelaskan suatu objek tidak dapat dikatakan sebagai ilmu. Sebab itu, sebagai suatu ilmu, salah satu fungsi atau tugas pedagogik adalah menyatupadukan temuan hasil studi mengenai fenomena pendidikan sehingga merupakan suatu sistem pengetahuan yang teratur mengenai pendidikan anak.Fungsi deskriptif dan preskriptif. Maksudnya bahwa pedagogik, selain berfungsi untuk menggambarkan atau menjelaskan mengenai apa, mengapa dan bagaimana sesunggunya pendidikan anak (deskriptif), juga berfungsi untuk memberikan petunjuk tentang siapa seharunya pendidik dan bagaimana seharusnya pendidik bertindak dalam rangka mendidik anak.Fungsi memprediksi. Penggambaran atau penjelasan mengenai pendidikan anak sebagai suatu hasil studi dalma pedagogik mengimplikasikan bahwa pedagogik akan dapat memberikan prediksi-prediksi tertentu tentang apa yang mungkin terjadi dalam rangka pendidikan anak.Fungsi mengontrol. Berdasarkan prediks-prediksi seperti dijelaskan di atas, maka dengan pedagogik itu dapat dilakukan kontrol (pengendalian) agar sesuatu yang baik/yang diharapkan berkenaan dengan pendidikan anak dapat terjadi, sedangkan sesuatu yang tidak baik/yang tidak diharapkan yang berkenaan dengan pendidikan anak tidak terjadi.Fungsi mengembangkan. Maksudnya bahwa pedagogik mempunyai fungsi untuk melanjutkan hasil penemuan yang lalu dan berupaya untuk menghasilakan temuan-temuan yang baru.Bila dibandingkan dengan ilmu-ilmu yang berlandaskan positivisme atau paradigma Newtonian yang menggunakan metode penelitian kuantitatif, Pedagogik mempunyai karakteristik tersendiri, yaitu memiliki fungsi preskriptif.Pedagogik sebagai Ilmu Empiris, Ilmu Kemanusiaan, Ilmu Normatif, dan Ilmu PraktisPedagogik sebagai Ilmu empiris. Sebagaimana telah diketahui, bahwa objek formal Pedagogik adalah fenomena pendidikan (situasi pendidikan) fenomena pendidikan (situasi pendidikan) tersebut berada dalam pergaulan antara orang dewasa dengan anak yang berlangsung di berbagai lingkungan seperti dalam lingkunga keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Fenomena pendidikan tersebut jelas terdapat di dalam dunia pengalaman empiris. Bersumber dari fenomena yang berada dalam pengalaman empiris itulah konsep-konsep dan teori-teori pedagogik dibangun. Sebab itu, pedagogik termasuk ilmu empiris.Pedagogik sebagai Ilmu Kemanusiaan. Objek material pedagogik adalah manusia, adapun objek formalnya adalah fenomena pendidikan atau situasi pendidikan. Situasi pendidikan berada dalam pergaualan antara manusia, yaitu dalam pergaulan orang dewasa dengan anak. Seperti telah dikemuakakn dan juga kita yakini, bahwa manusia bukanlah benda, bukan tumbuhan, bukan pula hewan. Sebagi suatu kesatuan badan-rohani, manusia melampaui benda, tumbuhan dan hewan. Sekalipun manusia adalah makhluk sosial, tetapi ia juga adalah pribadi yang memiliki kedirisendirian dan bebas menentukan pilihan. Manusia bukan makhluk yang pasif, melainkan aktif dan kreatif. Pergaulan antar manusia bukanlah suatu interaksi yang bersifat teknis mekanistik yang tunduk kepada hukum-hukum teknis yang berlaku pada benda-benda. Karena situasi pendidikan dilandasi oleh pemahaman tentang manusia sebagai suatu kesatuan yang utuh yang melampuai objek kebendaan, dan karena tujuan pendidikan anak adalah untuk mendewasakan anak yang pada hakikatnya adalah memanusiakan manusia, maka pedagogik tergolong ke dalam ilmu kemanusiaan.Pedagogik sebagai ilmu normatif. Pedagogik berfungsi mempelajari fenomena pendidikan (situasi pendidikan) dengan maksud untuk memahami situasi pendidikan (fenomena pendidikan) tersebut sebagai objek studinya. Selain itu, pedagogik juga sekaligus berfungsi untuk mempelajar tentang bagaimana seharusnya pendidik bertindak dalma rangka mendidika anak. Sebab itu, pedagogik tidak hanya berisi deskripsi pemahaman tentang situasi pendidikan apa adanya, melainkan juga berisi tentang bagaimana seharusnya (sebaiknya) tentang pendidikan, bagaimana seharusnya pendidi dan bagaimana seharusnya pendidik bertindak dalam rangka mendidik anak. Dalam hal ini dapat dipahami bahwa pedagogik tidak bebas dari nilai-nilai tertentu. Pedagogik didasarkan pada pemilihan yang membedakan antara mana yang baik dan mana yang baik dalma rangka mendidik anak. Pedagogik berbeda dengan ilmu-ilmu yang menganut asumsi bebas nilai, yang hanya mendekripsikan sesuatu objek apa adanya. Sebab itu, pedagogik termasuk ilmu yang bersifat normatif.Pedagogik sebagai Ilmu Praktis. Apabila dikaji lebih lanjut, di dalam pernyataan pedagogik sebagai ilmu yang bersifat normatif terkandung makna bahwa pedagogik bukanlah ilmu untuk ilmu, pedagogik juga bukanlah ilmu yang bebas nilai. Sebaliknya, bahwa pedagogik merupakan suatu ilmu untuk diamalkan, suatu ilmu yang memberikan pemahaman dan arahan untuk bertindak atau untuk dipraktikkan, sebab itu, pedagogik tergolong ke dalam ilmu yang bersifat praktis atau ilmu praktis.Hubungan Pedagogik dengan Disiplin Lain Pedagogik mengadopsi konsep atau teori dari ilmu-ilmu lain dalam memperlajari fenomena pendidikan. Misalnya, pedagogik mengadopsi teori perkembangan anak dan teori belajar dari psikologi; pedagogik mengadopsi filsafat tentang manusia (antropologi), dan sebagainya. Sekalipun demikian, sebagai ilmu yang bersifat otonom, pedagogik berperan sebagai tuan rumah, sedangkan ilmu-ilmu lain berperan sebagai tamu-nya. Dengan demikian, tidak semua teori dari disiplin ilmu lain atau dari filsafat dapat diadopsi/diterimanya. Pedagogik (ilmuwan pedagogik) mempunyai peranan untuk memiliah dan memilih teori mana dari ilmu-ilmu lain atau dari filsafat tersebut yang cocok/tepat sesuai dengan karakteristik keilmuan pedagogik.Struktur/Sistematika PedagogikSecara umum, pedagogik dapat dikelompokkan menjadi dua cabang utama, yaitu: (1) Pedagogik Teoretis, dan (2) Pedagogik Praktis. Pedagogik Teoretis meurpakan cabang dari pedagogik yang bertugas untuk menyusun pengetahuan yang bersifat teoretis mengenai pendidikan anak. Sedangkan Pedagogik Praktis merupakan cabang dari pedagogik yang bertugas untuk menyusun sistem pengetahuan mengenai cara-cara bertindak dalma praktik mendidik anak. Pedagogik praktis berkenaan dengan cara-cara bertindak dalam situasi pendidikan, yang didasari oleh pedagogik teoretis dan sekaligus tertuju untuk mrealisasikan konsep-konsep (teori) ideal yang tersusun dalam Pedagogik Teoretis. Mengacu pada sistematika pedagogik Langeveld (Syaripudin & Kurniasih, 2008) maka struktur/sistematika pedagogik menjadi sebagai berikut.1. Pedagogik Teoretis, terdiri atas: (1) Pedagogik Sistematis dan (2) Pedagogik Historis. Pedagogik Historis terdiri atas: Sejarah Pendidikan dan Pedagogik Komparatif. Adapun Sejarah Pendidikan dibedakan menjadi Sejarah Teori Pendidikan dan Sejarah Praktik Pendidikan.2. Pedagogik Praktis, terdiri atas: (1) Pedagogik di Keluarga; (2) Pedagogik di Sekolah; dan (3) Pedagogik di Masyarakat. Adapun Pedagogik di Sekolah terdiri atas: administrasi sekolah, didaktik/metodik dan kurikulum.