referat tht

Upload: charisma-tiara-ressya

Post on 07-Mar-2016

239 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

lhiyigkuhlnl

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI PENDENGARAN

A. ANATOMI TELINGA

1. Anatomi Telinga LuarTelinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus, dipisahkan dari telinga tengah oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membrana timpani. 1Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen. Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar telinga. Serumen nampaknya mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit. 2

Telinga bagian Luar

2. Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kotak dengan enam isi. Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior sehingga kotak tersebut berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke lateral ke arah umbo dari membran timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian tengah.1,2Telinga tengah berbentuk kubus dengan:

Batas luar

: membran timpani

Batas depan: tuba eustachius

Batas bawah: vena jugularis (bulbus jugularis)

Batas belakang: auditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

Batas atas

: tegmen timpani (meningen/ otak)

Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah, kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window), dan promontorium. 3 Telinga dan pembagiannya

Sketsa telinga tengah

Dinding superior telinga tengah berbatasan dengan lantai fossa kranii media. Pada dinding bagian atas dinding posterior terdapat auditus ad antrum tulang mastoid dan dibawahnya adalah saraf fasialis. Otot stapedius timbul pada daerah saraf fasialis dan tendonnya menembus melalui suatu piramid tulang menuju ke leher stapes. Saraf korda timpani timbul dari saraf fasialis di bawah stapedius dan berjalan ke lateral depan menuju inkus tetapi di medial maleus, untuk keluar dari telinga tengah lewat sutura petrotimpanika. Korda timpani kemudian bergabung dengan saraf lingualis dan menghantarkan serabut-serabut sekretomotorik ke ganglion submandibularis dan serabut-serabut pengecap dari duapertiga anterior lidah. 1,2Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis yang berada di sebelah superolateral menjadi sinus sigmoideus dan lebih ke tengah menjadi sinus transversus. Keduanya adalah aliran vena utama rongga tengkorak. Cabang aurikularis saraf vagus masuk ke telinga tengah dari dasarnya. Bagian bawah dinding anterior adalah kanalis karotikus. Di atas kanalis tersebut, muara tuba eustakius dan otot tensor timpani yang menempati daerah superior tuba kemudian membalik, melingkari prosesus cochleariformis dan berinsersi pada leher maleus.1,2Dinding lateral dari telinga tengah adalah tulang epitimpanum di bagian atas, membrana timpani, dan dinding tulang hipotimpanum di bagian bawah. Bangunan yang paling menonjol pada dinding medial adalah promontorium yang menutup lingkaran cochlea yang pertama. Saraf timpanikus berjalan melintas promontorium. Kanalis falopii bertulang yang dilalui saraf fasialis terletak di atas fenestra ovalis mulai dari prosesus cochleariformis di anterior hingga piramid stapedius di posterior. 1,2Rongga mastoid berbentuk seperti piramid dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fossa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fossa kranii posterior. Sinus sigmoideus terletak di bawah dura mater pada daerah tersebut. pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Tonjolan kanalis semi sirkularis lateralis menonjol ke dalam antrum. Di bawah kedua patokan ini berjalan saraf fasialis dalam kanalis tulangnya untuk keluar dari tulang temporal melalui foramen stilomastoideus di ujung anterior krista yang dibentuk oleh insersio otot digastrikus. Dinding lateral mastoid adalah tulang subkutan yang dengan mudah dapat dipalpasi di posterior aurikula.1Membrana Timpani

Membrana timpani adalah suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncaknya, umbo, mengarah ke medial. Membrana timpani umumnya bulat. Penting untuk disadari bahwa bagian dari rongga telinga tengah yaitu epitimpanum yang mengandung korpus maleus dan inkus, meluas melampaui batas atas membrana timpani, dan bahwa ada bagian hipotimpanum yang meluas melampaui batas bawah membrana timpani. Membrana timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di bagian tengah di mana tangkai maleus dilekatkan dan lapisan mukosa bagian dalam lapisan fibrosa tidak terdapat diatas prosesus lateralis maleus dan ini menyebabkan bagian membrana timpani yang disebut membrana Shrapnell menjadi lemas (flaksid). 1,2,3

Membrana timpani

Tuba Eustachius

Tuba eustachius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Bagian lateral tuba eustakius adalah bagian yang bertulang. Sementara duapertiga bagian medial bersifat kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak di sebelah atas bagian bertulang, sementara kanalis karotikus terletak di bagian bawahnya. Bagian bertulang rawan berjalan melintasi dasar tengkorak untuk masuk ke faring di atas otot levator palatinum dan tensor palatinum yang masing-masing disarafi pleksus faringeal dan saraf mandibularis. Tuba eustachius berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membrana timpani. 23. Anatomi Telinga DalamTelinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk pendengaran (cochlea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga nervus kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus cochlea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari komplek anatomi. Cochlea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirin. Ketiga kanalis posterior, superior dan lateral terletak membentuk sudut 90o satu sama lain dan mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ akhir reseptor ini distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang. 2Cochlea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ Corti. Di dalam tulang labirin, namun tidak sempurna mengisinya, labirin membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus cochlearis. 1

Koklea

Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus cochlearis, dan organan Corti. Labirin membranosa memegang cairan yang dinamakan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam, banyak kelainan telinga dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis dan merang-sang sel-sel rambut labirin membranosa. Akibatnya terjadi aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang vestibular nervus kranialis VIII ke otak. Perubahan posisi kepala dan percepatan linear merangsang sel-sel rambut utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus cochlearis, yang muncul dari cochlea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus cochlearis (nervus kranialis VIII). Yang bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus fasialis (nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus membawa nervus tersebut batang otak. 2B. FISIOLOGI PENDENGARAN

Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran udara yang merambat dari daerah daerah bertekanan tinggi karena kompresi (pemadatan) molekul molekul udara yang berselang seling dengan daerah daerah bertekanan rendah karena penjarangan (rafaction) molekul tersebut. 3Suara ditandai oleh nada, intensitas, dan timbre. Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin tinggi frekuensi maka semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang suara dengan frekuensi dari 20 20000 siklus per detik, tetapi paling peka terhadap frekuensi antara 1000 4000 siklus per detik. Intensitas atau kepekaan suatu suara bergantung pada amplitude gelombang suara, atau perbedaan tekanan antara daerah pemampatan yang bertekanan tinggi dan daerah penjarangan yang bertekanan rendah. 3Kepekakan dinyatakan dalam desibel (dB). Timbre atau kualitas suara bergantung pada nada tambahan yaitu frekuensi tambahan yang menimpa nada dasar. 3

Proses pendengaran dimulai dari masuknya gelombang suara melalui pinna lalu dibawa ke dalam meatus auditus eksterna hingga mencapai membran timpani. Gelombang suara yang mencapai membran timpani akan menggetarkan membran timpani. Telinga tengah akan memindahkan gerakan bergetar membran timpani ke cairan telinga dalam. Perpindahan ini dipermudah dengan adanya rantai yang terdiri dari tulang tulang pendengaran ( maleus, inkus, stapes) yang berjalan melintasi telinga tengah. Ketika membran timpani bergetar maka rantai tulang tersebut akan melanjutkan gerakan dengan frekuensi yang sama ke jendela oval. Tekanan di jendela oval akibat setiap getaran yang dihasilkan menimbulkan getaran seperti gelombang pada cairan telinga dalam frekuensi yang sama dengan frekuensi gelombang suara semula. Namun, karena dibutuhkan tekanan yang lebih besar untuk menggerakkan cairan terdapat dua mekanisme yang berkaitan dengan sistem tulang pendengaran untuk memperkuat tekanan gelombang suara dari udara untuk menggetarkan cairan di cochlea. 3

Pertama, karena luas permukaan membran timpani jauh lebih besar dibandingkan luas permukaan dari jendela oval, terjadi peningkatan tekanan ketika gaya yang bekerja di membran timpani disalurkan ke jendela oval. 3Rumus (tekanan=gaya/ luas permukaan).

Kedua, efek pengungkit tulang-tulang pendengaran menghasilkan keuntungan mekanis tambahan. Kedua mekanisme ini bersama-sama meningkatkan gaya yang timbul pada jendela oval sebesar dua puluh kali lipat dari gelombang suara yang langsung mengenai jendela oval. Stapes yang bergetar oleh karena gelombang suara akan menggetarkan jendela oval lalu cairan perilimfe akan bergerak menuju jendela bundar melewati helikotrema dan pada saat stapes tertarik dari jendela oval maka cairan akan kembali menuju jendela oval dari jendela bundar. Gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara mengambil jalan pintas. Gelombang tekanan di skala vestibule akan menembus membran Reissner masuk ke dalam duktus cochlearis dan kemudian melalui membran basiliaris ke skala timpani, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol keluar masuk bergantian. Perbedaan utama jalur ini adalah bahwa transmisi gelombang tekanan melalui membran basiliaris menyebabkan membran ini bergerak naik turun. Pada saat membran basiliaris bergerak naik, maka akan membuka saluran saluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut terbuka sehingga akan menyebabkan Ca2+ dan K+ masuk ke dalam sel sehingga terjadi depolarisasi sedangkan pada saat membran basiliaris bergerak turun, maka akan menutup saluran saluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut tertutup sehingga akan menyebabkan Ca2+ dan K+ tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga terjadi hiperpolarisasi. 3Adanya gerakan naik turun dari membran basiliaris akan menyebabkan depolarisasi hiperpolarisasi secara bergantian sehingga timbullah aksi potensial berjenjang pada sel sel reseptor yang akan menghasilkan neourotansmitter yang bersinaps pada ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf cochlearis. Saraf cochlearis akan bergabung dengan saraf vestibularis menjadi saraf vestibulocochlearis ( N.VIII), dari sini aksi potensial akan disalurkan sebagian ke inferior kollikulus dan sebagian lagi diteruskan ke medulla oblongata lalu ke lemniskus lateralis selanjutnya ke mesensefalon dan terakhir ke korteks pendengaran pada lobus temporalis area Broadmann 41. Di lobus temporalis, informasi dari saraf akan diterjemahkan menjadi persepsi suara. 3,4Fisiologi Pendengaran

C. PEMERIKSAAN PENDENGARAN OBJEKTIF

Antara pemeriksaan pendengaran objektif yang akan dibahas adalah seperti :

1. Otoaccoustic Emission (OAE)

2. Brain Evoked Respon Audiometry (BERA)

3. Audiometri Impedans1. OTOACCOUSTIC EMISSION (OAE)

Suara yang berasal dari dunia luar diproses oleh koklea menjadi stimulus listrik, selanjutnya dikirim ke batang otak melalui saraf pendengaran. Sebagian energi bunyi tidak dikirim ke saraf pendengaran melainkan kembali menuju ke liang telinga. Proses ini mirip dengan peristiwa echo (Kemp echo). Produk sampingan koklea ini selanjutkan disebut sebagai emisi otoakustik (Otoaccoustic emission). Koklea tidak hanya menerima dan memproses bunyi tetapi ojuga dapat memproduksi energi bunyi dengan intensitas rendah yang berasal dari sel rambut luar koklea (outer hair cells).5Terdapat 2 jenis OAE yaitu (1) Spontaneous OAE (SPOAE) dan (2) Evoked OAE. SPOAE adalah mekanisme aktif koklea untuk memproduksi OAE tanpa harus diberikan stimulus, namun tidak semua orang dengan pendengaran normal mempunya SPOAE. EOAE hanya akan timbl bila diberikan stimulus akustik yang dibedakan menjadi (1) Transient Evoked OAE (TEOAE) dan (2) Distortion Product OAE (DPOAE). Pada TEOAE stimulus akustik berupa click sedangkan DPOAE menggunakan stimulus berupa 2 buah nada murni yang berbeda frekuensi dan intensitasnya.5

Pemeriksaan OAE merupakan pemeriksaan elektrofisiologik untuk menilai fungsi koklea yang obyektif, otomatis (menggunakan kriteria pass/ lulus/ dan refer/ tidak lulus), tidak invasif, mudah, tidak membutuhkan waktu lama dan praktis sehingga sangat efisien untuk program skrining pendengaran bayi baru lahir (Universal newborn Hearing Screening).5Pemeriksaan tidak harus di ruang kedap suara, cukup di ruangan yang tenang. Pada mersin OAE generasi terakhir nilai OAE secara otomatis akan dikoreksi dengan noise yang terjadi selama pemeriksaan. Artefak yang terjadi akan diseleksi saat itu juga (real time). Hal tersebut menyebabkan nilai sensitifitas dan spesifitas OAE yang tinggi. Untuk memperoleh hasil yang optimal diperlukan pemilihan probe (sumbat liang telinga) sesuai ukuran liang telinga. Sedatif tidak diperlukan bila bayi dan anak koperatif.5Pemeriksaan OAE juga dimanfaatkan untuk memonitor efek negatif dari obat ototoksik, diagnosis neueropati auditorik, membantu proses pemilihan alat bantu dengar, skrining pemaparan bising (noise induced hearing loss) dan sebagai pemeriksaan penunjang pada kasus kasus yang berkaitan dengan gangguan koklea.6

Contoh gambar alat OAE

Contoh cara pemeriksaan OAE dilakukan2. BRAINSTEM EVOKED RESPONSE AUDIOMETRY

Istilah lain: Auditory Brainstem Response (ABR). BERA merupakan pemeriksaan elektrofisiologik untuk menilai integritas sistim auditorik, bersifat obyektif, tidak invasif. Dapat memeriksa bayi, anak, dewasa, penderita koma.6BERA merupakan cara pengukuran evoked potential (aktifitas listrik yang dihasilkan n.VIII, pusat pusat neutral dan traktus di dalam batang otak) sebagai respons terhadap stimulus auditorik. Stimulus bunyi yang digunakan berupa bunyi click atau toneburst yang diberikan melalui headphone, insert probe, bone vibrator. Untuk memperoleh stimulus yang paling efisien sebaliknya digunakan insert probe. Stimulus click merupakan impuls listrik dangan onset cepat dan durasi yang sangat singkat (0,1 ms), menghasilkan respons pada average frequency antara 2000 4000 Hz. Tone burst juga merupakan stimulus dengan durasi singkat namun memiliki frekuensi yang spesifik.6

Respons terhadap stimulus auditorik berupa evoked potential yang sinkron, direkam melalui elektroda permukaan (surface electrode) yang ditempelkan pada kulit kepala (dahi dan prosesus mastoid), kemudian diproses melalui program komputer dan ditampilkan sebagai 5 gelombang defleksi positif (gelombang I sampai V) yang terjadi sekitar 2 12 ms setelah stimulus diberikan. Analisis gelombang BERA berdasarkan (1) marfologi gelombang, (2) masa laten dan (3) amplitudo gelombang.6Salah satu faktor penting dalam menganalisa gelombang BERA adalah menentukan masa laten, yaitu waktu (milidetik) yang diperlukan sejak stimulus diberikan sampai terjadi EP untuk masing masing gelombang (gel I sampai V). Dikenal 3 jenis masa laten: (1) masa laten absolut dan (2) masa laten antar gelombang (interwave latency attau interpeak latency) dan (3) masa laten antar telinga (interaural latency). Masa laten absolut gelombang I adalah waktu yang dibutuhkan sejak pemberian stimulus sampai timbultnya gelombang I adalah waktu yang dibutuhkan sejak pemberian stimulus sampai timbulnya gelombang I. Masa laten antar gelombang adalah selisih waktu antar gelombang, misalnya masa laten antar gelombang I III, III V, I V. Masa laten antar telinga yaitu membandingkan masa laten absolut gelombang yang sama pada kedua telinga. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemanjangan masa laten fisiologik yang terjadi billa intensitas stimulus diperkecil. Terdapatkan pemanjanan masa laten pada beberpa frekuensi menunjukkan adanya suatu gangguan konduksi. 5

Perlu dipertimbangkan faktor maturitas jaras saraf auditorik pada bayi dan anak yang usianya kurang dari 12 18 bulan, karena terdapat perbedaan masa laten, amplitudo dan morfologi gelombang dibandingkan dengan anak yang lebih besar maupun orang dewasa.5

Contoh mekanisme pemeriksaan pendengaran dengan BERA

Contoh gambar anak yang sedang dilakukan pemeriksaaan BERA3. AUDIOMETRI IMPEDANS 1Pada pemeriksaan ini di periksa kelenturan membrane timpani dengan tekanan tertentu pada Meatus Acusticus Eksterna

a. Timpanometri yaitu untuk mengetahui keadaan dalam kavum timpani. Misalnya ada cairan , gangguan rangkaian tulang pendegaran, kekakuan pada membrane Timpani dan membrane timpani sangat Lutur

b. Fungsi Tuba Estacius : Untuk mengetahui Fungsi Tuba ( Terbuka atau Tertutup )

c. Refleks stapedius ( Pada telinga Normal Reflek satapedius muncul pada Rangsangan 70 80 db

Pada Lesi koklea ambang rangsang reflex Stapedius Menurun sedangkan pada Lesi Retrokolea ambang rangsang itu naik.

4. TIMPANOMETRI1Pemeriksaan ini diperlukan untuk menilai kondisi telinga tengah. Gambaran timpanometri yang abnormal (adanya cairan atau tekanan negative di telinga tengah) merupakan petunjuk adanya gangguan pendengaran konduktif.

Melalui probe tone (sumbat liang telinga) yang dipasang pada liang telinga berdasarkan energy suara yang dipantulkan kembali (ke arah luar) oleh gendang telinga. Pada orang dewasa atau bayi berusia di atas 7 bulan digunakan probe tone frekuensi 226 Hz. Khusus untuk bayi dibawah usia 6 bulan tidak digunakan probe tone 226 Hz karena akan terjadi resonansi pada liang telinga sehingga harus digunakan probe tone frekuensi tinggi (668678 atau 1000 Hz). Contoh gambar hasil timpanometriTerdapat 4 jenis timpanogram yaitu:

1. Tipe A (normal)

2. Tipe Ad (diskontinuitas tulang tulang pendengaran)

3. Tipe As (kekakuan rangkaian tulang pendengaran)

4. Tipe B (cairan di dalam telinga tengah)

5. Tipe C (Gangguan fungsi tuba Eustachius)

Contoh alat timpanometri

Contoh pemeriksaan timpanometri

5. PEMERIKSAAN TULI ANORGANIK1

Pemeriksaan ini diperlukan untuk memeriksa yang pura-pura tuli, misalnya untuk mengklaim asuransi, terdapat beberapa cara pemeriksaan antara lain:

a. Cara Stenger : memberikan 2 nada suara yang bersamaan pada kedua telinga, kemudian pada sisi yang sehat nada dijauhkan.

b. Dengan audiometri nada murni secar berulang dalam satu minggu, hasil audiogramnya berbeda.

c. Dengan impedans

d. Dengan BERA

6. AUDIOLOGI ANAK1

Untuk memeriksa ambang dengar anak dilakukan di dalam ruang khusus (free field).

a. Cara memeriksa ialah dengan beberapa cara :

b. Free field test : menilai kemampuan anak dalam memberikan respons terhadap rangsangan bunyi yang diberikan. Anak diberikan rangsang bunyi sambil bermain, kemudian dievaluasi reaksi pendengarannya. Alat yang digunakan dapat berupa neometer atau Viena tone.c. Audiometri bermain (play audiometri). Pemeriksaan audiometri nada murni pada anak yang dilakukan sambil bermain. Dapat dimulai pada usia 3-4 tahun bila anak cukup kooperatif.

d. BERA (Brainstem Evoke Response Audiometry). Menilai fungsi pendengaran secara objektif, dapat dilakukan pada anak yang tidak kooperatif yang sulit diperiksa dengan pemeriksaan konvesional.

e. Echocheck dan Emisi Otoakustik (Otoacoustic emissions/OAE). Menilai fungsi koklea secara objektif dan dapat dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Sangat bermanfaat untuk program skirning pendengaran pada bayi dan anak.DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi 6. Penerbit FKUI Jakarta, 2011.

2. Boies, Adam. Buku Ajar Penyakit THT edisi 6 cetakan VI. Penerbit Buku Kedokteran EGC : 2010.

3. Guyton,AC, Hall,JE, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 1997, editor: irawati setiawan, ed. 9, 1997, Jakarta: EGC

4. Pearce, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi. Gramedia, Jakarta,20045. Kemp, D.T., 2008. Otoacoustic emissions: concepts and origins. Dalam Manley, G.A., Fay, R.R. & Popper, A.N. Active processes and otoacoustic emissions. New York: Springer.6. Probst R, Grevers G, Iro H. Basic Otorhinolaryngology. George Thieme Verlag. Stuttgart : 2006