referat sn

43
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN SINDROMA NEFROTIK PADA DIABETES MELLITUS PEMBIMBING: Dr. Arif Gunawan, Sp.PD Disusun oleh: Samudra Hadi S. 030.05.201 Tyas Natasya C 030.06.262 Yuriko Dwityaningsih 030.05.285 1

Upload: shyl-alviodita

Post on 04-Oct-2015

22 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sind. nefrotik

TRANSCRIPT

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN SINDROMA NEFROTIK PADA DIABETES MELLITUS

PEMBIMBING:

Dr. Arif Gunawan, Sp.PDDisusun oleh:

Samudra Hadi S. 030.05.201

Tyas Natasya C 030.06.262Yuriko Dwityaningsih 030.05.285

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAMRSUD KARAWANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

KARAWANG

2011KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas referat dalam kepanitraan klinik Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Karawang. Referat kami membahas mengenai diagnosis dan penatalaksanaan sindroma nefrotik pada diabetes mellitus, kami mengambil referensi dari literatur dan jaringan internet.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Arif Gunawan, Sp.PD selaku pembimbing kami. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan coass Trisakti yang sedang menjalankan kepanitraan klinik ilmu penyakit dalam di RSUD Karawang dan semua pihak yang membantu pembuatan referat ini.

Kami menyadari bahwa referat ini masih banyak terdapat kekurangan baik mengenai isi, tata bahasa maupun informasi ilmiah yang terdapat didalamnya. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Karawang, Februari 2011 Penulis

DAFTAR ISI

Kata pengantar...............................................................................................................2Daftar isi........................................................................................................................3BAB I. PENDAHULUAN............................................................................................4BAB II. PEMBAHASAN.............................................................................................62.1. SINDROMA NEFROTIK.......................................................62.1.1. Definisi...62.1.2. Patogenesis dan Patofisiologi.72.2. DIABETES MELLITUS ......................................................................102.2.1. Definisi.102.2.2. Patogenesis dan Patofisiologi...112.3. DIAGNOSIS SINDROMA NEFROTIK PADA DIABETES MELLITUS............................................................................................................142.4. PENATALAKSANAAN SINDROMA NEFROTIK PADA DIABETES MELLITUS............................................................................................................15BAB III. KESIMPULAN..........................................................................................20Daftar pustaka.............................................................................................................22BAB I

PENDAHULUAN

Nefropati diabetik adalah penyebab sekunder paling umum pada sindrom nefrotik dewasa. Lebih lanjut, ini memicu penyebab penyakit ginjal stadium akhir pada daerah barat dan bertanggung jawab pada lebih dari 30% kasus penyakit ginjal stadium akhir yang memerlukan dialisis. Nefropati diabetik merupakan komplikasi 30% kasus diabetes tipe 1 dan hampir 50% kasus diabetes tipe 2. Nefropati diabetik dikarakteristikan oleh peningkatan progresif eksresi albumin urin dikombinasi dengan meningkatanya tekanan darah dan menurunnya laju filtrasi glomerular.

Diagnosis nefropati diabetik didefinisikan oleh adanya proteinuria melebihi 500 mg/24 jam. Perubahan paling awal terdeteksi dalam proses nefropati diabetik adalah penebalan di glomerulus. Pada tahap ini, ginjal dapat mulai memungkinkan lebih serum albumin (protein plasma) dari biasanya dalam urin (albuminuria), dan ini dapat dideteksi dengan tes medis sensitif untuk albumin. Tahap ini disebut "mikroalbuminuria", yang didefinisikan sebagai 30 sampai 300 mg albumin pada pengumpulan urin 24 jam. Sebagai nefropati diabetes berlangsung, peningkatan jumlah glomeruli yang dirusak oleh glomerulosclerosis nodular. Sekarang jumlah albumin yang diekskresikan dalam urin meningkat, dan dapat dideteksi dengan teknik urinalisis biasa. Pengukuran albumin dapat mengekspresikan rasio albumin urin/kreatinin (mg/g); rasio normal kurang dari 30. Pada tahap ini, ginjal biopsi jelas menunjukkan nefropati diabetes, seperti penebalan pada membrane basal glomerular, perluasan mesangial, dan perluasan nodular pada matriks ekstraselular.Nefropati diabetik terus mendapatkan bertahap parah. Komplikasi kegagalan ginjal kronis lebih mungkin terjadi sebelumnya, dan kemajuan yang lebih cepat, ketika itu disebabkan oleh diabetes dibandingkan penyebab lainnya. Bahkan setelah inisiasi dialisis atau setelah transplantasi, penderita diabetes cenderung lebih buruk dibandingkan pasien tanpa diabetes.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. SINDROMA NEFROTIK

2.1.1. Definisi sindroma nefrotik

Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari), hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria, hiperkoagulabilitas(1-3). Berdasarkan etiologinya, SN dapat dibagi menjadi SN primer (idiopatik) yang berhubungan dengan kelainan primer glomerulus dengan sebab tidak diketahui dan SN sekunder yang disebabkan oleh penyakit tertentu(1,2).Saat ini gangguan imunitas yang diperantarai oleh sel T diduga menjadi penyebab SN. Hal ini didukung oleh bukti adanya peningkatan konsentrasi neopterin serum dan rasio neopterin/kreatinin urin serta peningkatan aktivasi sel T dalam darah perifer pasien SN yang mencerminkan kelainan imunitas yang diperantarai sel T(4). Kelainan histopatologi pada SN primer meliputi nefropati lesi minimal, nefropati membranosa, glomerulo-sklerosis fokal segmental, glomerulonefritis membrano-proliferatif(2,5,6).Penyebab SN sekunder sangat banyak, di antaranya penyakit infeksi, keganasan, obat-obatan, penyakit multisistem dan jaringan ikat, reaksi alergi, penyakit metabolik, penyakit herediter-familial, toksin, transplantasi ginjal, trombosis vena renalis, stenosis arteri renalis, obesitas massif(1,2).

Di klinik (75%-80%) kasus SN merupakan SN primer (idiopatik)(1). Pada anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi minimal(75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih banyak daripada wanita. Pada orang dewasa paling banyak nefropati membranosa(30%-50%), umur rata-rata 30-50 tahun dan perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1(2,3,6,7). Kejadian SN idiopatik 2-3 kasus/100.000 anak/tahun sedangkan pada dewasa 3/1000.000/tahun(8).

Sindrom nefrotik sekunder pada orang dewasa terbanyak disebabkan oleh diabetes mellitus(2,3). Pada SN primer ada pilihan untuk memberikan terapi empiris atau melakukan biopsi ginjal untuk mengidentifikasi lesi penyebab sebelum memulai terapi. Selain itu terdapat perbedaan dalam regimen pengobatan SN dengan respon terapi yang bervariasi dan sering terjadi kekambuhan setelah terapi dihentikan. 2.1.1. Patogenesis dan patofisiologi sindroma nefrotikPemahaman patogenesis dan patofisiologi sangat penting dan merupakan pedoman pengobatan rasional untuk sebagian besar pasien SN(1).

ProteinuriProteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular)(1). Perubahan integritas membrane basalis glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin(2).

Derajat proteinuri tidak berhubungan langsung dengan keparahan kerusakan glomerulus(9). Pasase protein plasma yang lebih besar dari 70 kD melalui membrana basalis glomerulus normalnya dibatasi olehcharge selective barrier(suatu polyanionic glycosaminoglycan) dansize selectivebarrier(3).

Pada nefropati lesi minimal,proteinuri disebabkan terutama oleh hilangnyacharge selectivitysedangkan pada nefropati membranosa disebabkan terutama oleh hilangnyasize selectivity(10).

HipoalbuminemiHipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan katabolisme albumin di ginjal(2).

Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau menurun(1,10).

HiperlipidemiKolesterol serum,very low density lipoprotein(VLDL), low density lipoprotein(LDL), trigliserida meningkat sedangkanhigh density lipoprotein(HDL) dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron danintermediate density lipoproteindari darah)(1,2).

Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik(1,3,10).

LipiduriLemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin. Sumber lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis glomerulus yang permeabel(1).

EdemaDahulu diduga edema disebabkan penurunan tekanan onkotik plasma akibat hipoalbuminemi dan retensi natrium (teoriunderfill)(1,3). Hipovolemi menyebabkan peningkatan renin, aldosteron, hormon antidiuretik dan katekolamin plasma serta penurunanatrial natriuretic peptide(ANP)(11). Pemberian infus albumin akan meningkatkan volume plasma, meningkatkan laju filtrasi glomerulus dan ekskresi fraksional natrium klorida dan air yang menyebabkan edema berkurang(12). Peneliti lain mengemukakan teorioverfill. Bukti adanya ekspansi volume adalah hipertensi dan aktivitas rennin plasma yang rendah serta peningkatanANP(3).

Beberapa penjelasan berusaha menggabungkan kedua teori ini, misalnya disebutkan bahwa pembentukan edema merupakan proses dinamis. Didapatkan bahwa volume plasma menurun secara bermakna pada saat pembentukan edema dan meningkat selama fase diuresis(12).

HiperkoagulabilitasKeadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III, protein S, C danplasminogen activating factordalam urin dan meningkatnya faktor V, VII, VIII, X, trombosit, fibrinogen, peningkatan agregasi trombosit, perubahan fungsi sel endotel serta menurunnya faktor zimogen (faktor IX, XI)(2,3,10,13,14).

Kerentanan terhadap infeksiPenurunan kadar imunoglobulin Ig G dan Ig A karena kehilangan lewat ginjal, penurunan sintesis dan peningkatan katabolisme menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi bakteri berkapsul sepertiStreptococcus pneumonia, Klebsiella,Haemophilus(2,3,7) Pada SN juga terjadi gangguan imunitas yang diperantarai sel T. Sering terjadi bronkopneumoni dan peritonitis(2).2.2. DIABETES MELLITUS2.2.1. Definisi diabetes mellitus

Diabetes Melitus berasal dari kata diabetes yang berarti kencing dan melitus dalam bahasa latin yang berarti madu atau mel(15). Penyakit ini merupakan penyakit menahun yang timbul pada seseorang disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula atau glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif(16).Diabetes Mellitus dibedakan menjadi dua yaitu Tipe I atau IDDM ( Insulin-Dependen DM) dan Tipe II atau NIDDM (Non Insulin-Dependent DM). DM tipe I atau IDDM terjadi akibat kekurangan insulin karena kerusakan sel beta pankreas. Sedangkan DM tipe II disebabkan oleh berbagai hal seperti bertambahnya usia harapan hidup, berkurangnya kematian akibat infeksi dan meningkatnya faktor resiko akibat cara hidup yang salah seperti kegemukan, kurang gerak, dan pola makan yang tidak sehat(16).Diabetes mellitus mengambil peran sebesar 30-40% sebagai penyebab utama stadium akhir penyakit ginjal kronis di Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa yang diawalidengan nefropati diabetikum. Progresivitas nefropati diabetikum mengarah stadium akhir penyakit ginjal dipercepat dengan adanya hipertensi. Angka kejadian nefropati diabetikum pada diabetes mellitus tipe 1 dan 2 sebanding, tetapi insiden pada tipe 2 sering lebih besar daripada tipe 1 karena jumlah pasien diabetes mellitus tipe 2 lebih banyak daripada tipe 1.

2.2.2. Patogenesis dan Patofisiologi diabetes mellitus Insulin memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme karbohidrat, yaitu bertugas memasukan glukosa ke dalam sel dan digunakan sebagai bahan bakar. Insulin diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, yang kemudian di dalam sel tersebut glukosa akan dimetabolisme menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk ke sel, yang mengakibatkan glukosa tetap berada di dalam pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat(16).

Pada DM tipe II, jumlah insulin normal atau mungkin jumlahnya banyak, tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat dalam permukaan sel berkurang. Akibatnya glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat(16). Bila glukosa ditahan dalam darah dan tidak diuraikan, glukosa dapat bertindak seperti racun. Kerusakan pada nefron akibat glukosa dalam darah yang tidak dipakai disebut nefropati diabetes.

Beberapa kejadian memegang peranan penting, yaitu kelainan pada endotel,membrane basalis glomerulus dan mesangium, serta meningkatnya kompleks imun pada penderita diabetes mellitus karena peningkatan glukosa dalam darah(17).

1. Endotel

Hiperglikemia pada diabetes mellitus akan menyebabkan pembengkakan endotel akibat timbunan sorbitol dan fruktosa, sehingga faal endotel terganggu yangmengakibatkan celah endotel bertambah luas dan timbulnya proteinuria. Kerentanan terjadinya agregasi trombosit akibat sintesis Faktor VIII meningkat, phosphoglucoisomerase(PGI) sebagai anti agregan menurun dan aktivator plasminogen yang menurun(17).

2.Membrana basalis glomerulus

Diabetes mellitus dan hiperglikemia juga menyebabkan terjadinya penebalan membrane basalis glomerulus sebagai akibat dari deposisi kolagen tipe I, III, IV danglikoprotein, serta menurunnya kadar glikoaminoglikans dan sistein, sehingga menyebabkan hilangnya sifat anionik dari membrane basalis glomerulus yang mengakibatkan permeabilititasnya meningkat dan terjadi albuminuria. Albuminuria akan meningkat bila tekanan intraglomeruler meningkat, misalnya pada latihan dan hipertensi. Setelah 2 tahun mengidap diabetes mellitus, membrane basalis glomerulus menebalkurang lebih 15%, sesudah 5 tahun 30%, dan setelah 20 tahun penebalan menjadi dua kali lipat(17).

3. Mesangium

Pada diabetes mellitus dan hiperglikemia, produksi matriks mesangium meningkat, sehingga pelebaran mesangium terjadi dengan akibat permukaan filtrasi efektif mengecil. Pada diabetes mellitus dengan gangguan faal ginjal yang lanjut, maka permukaan tersebut semakin mengecil dan akhirnya glomerulus tidak berfungsi lagi(17).

4. Kompleks imun

Kompleks imun (Ag-Ab) pada diabetes mellitus meningkat, dan endapan kompleks Ag-Ab banyak didapatkan pada membrane basalis glomerulus dan mesangium. Dalam keadaan normal, kompleks ini dibersihkan oleh fagosit (RES) dan sel-sel mesangium, sedangkan pada diabetes mellitus dengan kendali glukosa yang rendah, fagosit RES dan sel mesangium kurang mampu membersihkannya, sehingga matriks mesangium bertambah lebar dan permukaan filtrasi efektif bertambah sedikit. Kelebihan kompleks imun di dalam darah juga akan merangsang sistem komplemen dan faktor-faktor koagulasi, sehingga memacu terjadinya mikroangiopati diabetes mellitus dengan akibat munculnya dan bertambah beratnya nefropati diabetikum. Kompleks imun yang berlebihan pada diabetes mellitus juga akan merangsang sintesis Tromboksan A ditrombosit, sehingga mudah terjadi agregasi trombosit. Seperti diketahui, agregasi trombosit adalah bahan dasar untuk terbentuknya mikrotrombus(17).

Defisiensi insulin pada penderita diabetes mellitus akan menyebabkan ginjal bekerja hiperfungsi. Hiperfungsi ini menyebabkan ginjal menjadi hipertropi dan terjadi peningkatan tekanan intrakapiler glomerulus. Peningkatan tekanan intra kapiler menyebabkan kerusakan glomerulus sehingga terjadi glomerulosklerosis. Namun, ketika terjadi glomerulosklerosis arteriol afferen vasodilatasi dan kerusakan ini menginduksi vasokonstriksi pembuluh darah arteri sistemik sehingga terjadi peningkatan tekanan darah sistemik. Hal ini terjadi karena arteriol afferen yang secara patobiologi hipokontraktil memiliki sedikit autoregulasi. Sehingga peningkatan tekanan intraglomerulus menyebabkan peningkatan tekanan darahsistemik dan variasi ini menghasilkan gangguan hemodinamik. 2.3. DIAGNOSIS SINDROMA NEFROTIK PADA DIABETES MELLITUSDiagnosis SN dibuat berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium berupa proteinuri masif (> 3,5 g/1,73m2 luas permukaan tubuh/hari), hipoalbuminemi (