referat septum deviasi

20
Referat DEVIASI SEPTUM NASI Oleh : Herlinda Gustia Puteri NIM. 1808436722 Pembimbing : dr. Loriana Ulfa, Sp.THT-KL KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN

Upload: herlindagustia

Post on 30-Sep-2020

0 views

Category:

Health & Medicine


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Septum Deviasi

Referat

DEVIASI SEPTUM NASI

Oleh :

Herlinda Gustia Puteri

NIM. 1808436722

Pembimbing :

dr. Loriana Ulfa, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2019

Page 2: Referat Septum Deviasi

DEVIASI SEPTUM NASI

I. DEFINISI

Deviasi septum nasi adalah suatu keadaan dimana terjadinya

peralihan posisi septum nasi dari letaknya yang berada di garis medial

tubuh, membentuk deviasi ke salah satu rongga hidung atau kedua rongga

hidung yang mengakibatkan penyempitan pada rongga hidung.1

II. ANATOMI

Septum nasi merupakan dinding medial rongga hidung. Septum

dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina

perpendikularis os etmoid, vomer, krista nasalis os maksila dan krista nasalis

os palatina. Sedangkan bagian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina

kuadrangularis) dan kolumela.2

Gambar 1. Anatomi septum nasi3

Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan

periosteum pada bagian tulang, sedangkan diluarnya dilapisi oleh mukosa hidung.

Septum nasi adalah bagian paling menonjol pada wajah, paling mudah dan sering

terkena trauma. Di bagian posterior, septum berartikulasi dengan lamina

1

Page 3: Referat Septum Deviasi

perpendikularis os etmoid, os nasal dan vomer. Artikulasi menyebabkan tekanan

yang diarahkan pada ujung hidung akan ditransmisikan ke kranium yang lebih

tebal sehingga daerah kribiform akan terlindungi.4

Septum nasi diperdarahi oleh arteri etmoidalis anterior dan posterior, arteri

sfenopalatina, arteri palatina mayor dan arteri labialis superior. Arteri etmoidalis

anterior dan posterior memperdarahi bagian anterosuperior septum nasi dan

dinding lateral. Sedangkan bagian posteroinferior septum nasi diperdarahi oleh

arteri sfenopalatina dan arteri maksilaris interna.2

Pada bagian kaudal terdapat Pleksus Kiesselbach yang terletak tepat di

belakang vestibulum. Pleksus ini merupakan anastomosis dari arteri sfenopalatina,

arteri etmoidalis anterior dan arteri palatina mayor. Area ini paling sering menjadi

sumber perdarahan atau epistaksis. Vena-vena hidung mempunyai nama yang

sama dan berjalan berdampingan dengan arteri.2

Gambar 2. Perdarahan hidung3

Bagian anterosuperior hidung bagian dalam dipersarafi oleh nervus

etmoidalis anterior dan posterior, sedangkan cabang dari nervus maksilaris dan

ganglion pterigopalatina mempersarafi bagian posterior dan sensasi pada bagian

anteroinferior septum nasi dan dinding lateral.2

2

Page 4: Referat Septum Deviasi

Gambar 3. Persarafan hidung3

III. EPIDEMIOLOGI

Studi klinis menunjukkan bahwa prevalensi deviasi septum nasi

meningkat seiring dengan usia. Van der Veken menunjukkan bahwa

prevalensi deviasi septum pada anak-anak meningkat dari 16% sampai 72%

secara linear dari usia 3 hingga 14 tahun, sedangkan Gray melaporkan diantara

2100 orang dewasa, kejadian deviasi septum adalah 79%.5 Pernah juga

dilaporkan di Brazil pada tahun 2004, dimana insiden deviasi septum nasi

mencapai 60,3 % disertai dengan keluhan hidung tersumbat sebanyak 59,9%.6

IV. ETIOLOGI

Umumnya deviasi septum nasi disebabkan oleh trauma langsung pada

hidung. Pada sebagian pasien yang tidak disebabkan oleh riwayat trauma,

terdapat teori birth moulding yaitu posisi intra uterin yang abnormal yang

menyebabkan tekanan pada hidung dan rahang atas, sehingga dapat terjadi

pergeseran septum. Selain itu, tekanan torsi pada hidung saat kelahiran dapat

juga menyebabkan trauma pada septum.1

Deviasi septum nasi juga dapat disebabkan oleh gangguan

pertumbuhan yang tidak seimbang antara kartilago dengan tulang septum.

Gejala utama pada deviasi septum nasi adalah hidung tersumbat, biasanya

3

Page 5: Referat Septum Deviasi

unilateral dan intermitten, hiposmia atau anosmia dan sakit kepala dengan

derajat yang bervariasi.1

V. KLASIFIKASI

Deviasi septum men urut Mladina dibagi atas beberapa klasifikasi

berdasarkan letak deviasi, yaitu:7

- Tipe I : Benjolan unilateral yang belum mengganggu aliran udara.

- Tipe II : Benjolan unilateral yang sudah mengganggu aliran udara,

namun masih belum menunjukkan gejala klinis yang bermakna.

- Tipe III : Deviasi pada konka media / area osteomeatal.

- Tipe IV : Disebut juga tipe S dimana septum bagian posterior dan

anterior berada pada sisi yang berbeda.

- Tipe V : Tonjolan besar unilateral pada dasar septum, sementara di

sisi lain masih normal.

- Tipe VI : Tipe V ditambah sulkus unilateral dari kaudal-ventral,

sehingga menunjukkan rongga yang asimetri.

- Tipe VII : Kombinasi lebih dari satu tipe, yaitu tipe I - tipe VI.

Gambar 4. Klasifikasi Deviasi Septum Nasi Menurut Mladina7

Jin RH dkk membagi deviasi septum berdasarkan lokasinya, yaitu:8

4

Page 6: Referat Septum Deviasi

1. Spina dan Krista

Merupakan penonjolan tajam tulang atau tulang rawan septum yang dapat

terjadi pada pertemuan vomer di bawah dengan kartilago septum dan atau

os ethmoid di atasnya. Bila memanjang dari depan ke belakang disebut

krista, dan bila sangat runcing dan pipih disebut spina. Tipe deviasi

ini biasanya merupakan hasil dari kekuatan kompresi vertikal.

2. Deviasi

Lesi ini lebih karakteristik dengan penonjolan berbentuk “C” atau

“S” yang dapat terjadi pada bidang horizontal atau vertikal dan biasanya

mengenai kartilago maupun tulang.

3. Dislokasi

Batas bawah kartilago septum bergeser dari posisi medialnya dan

menonjol ke salah satu lubang hidung. Septum deviasi sering disertai

dengan kelainan pada struktur sekitarnya.

4. Sinekia

Bila deviasi atau krista septum bertemu dan melekat dengan konka di

hadapannya. Bentuk ini akan menambah beratnya obstruksi.

Jin RH dkk juga membagi deviasi septum berdasarkan berat atau ringannya

keluhan, yaitu:8

1. Ringan: deviasi kurang dari setengah rongga hidung dan belum ada

bagian septum yang menyentuh dinding lateral hidung.

2. Sedang: deviasi kurang dari setengah rongga hidung tetapi ada sedikit

bagian septum yang menyentuh dinding lateral hidung.

3. Berat: deviasi septum sebagian besar sudah menyentuh dinding lateral

hidung.

VI. GEJALA KLINIS

Deviasi septum dapat menyebabkan satu atau lebih dari gejala berikut

ini:9

- Sumbatan pada salah satu atau kedua nostril

- Kongesti nasalis biasanya pada salah satu sisi

5

Page 7: Referat Septum Deviasi

- Perdarahan hidung (epistaksis)

- Infeksi sinus (sinusitis)

- Nyeri pada wajah, sakit kepala, dan postnasal drip.

- Mengorok saat tidur (noisy breathing during sleep), terutama pada bayi

dan anak.

Gejala yang sering timbul biasanya adalah sumbatan hidung yang

unilateral atau juga bilateral. Hal ini terjadi karena pada sisi hidung yang

mengalami deviasi terdapat konka yang hipotrofi, sedangkan pada sisi

sebelahnya terjadi konka yang hipertrofi sebagai akibat mekanisme

kompensasi. Keluhan lainnya ialah rasa nyeri di kepala (sefalgia) dan di

sekitar mata. Studi klinis menunjukkan bahwa septum nasi yang berdeviasi

dapat memberikan tekanan pada saraf sensoris ataupun struktur yang sensitif

dari dinding lateral hidung dan menyebabkan nyeri trigeminal.10 Selain itu,

penciuman juga bisa terganggu apabila terdapat deviasi pada bagian atas

septum. Deviasi septum juga dapat menyumbat ostium sinus sehingga

merupakan faktor predisposisi terjadinya sinusitis.9

Pada beberapa kasus, seseorang dengan deviasi septum yang

ringan hanya menunjukkan gejala ketika mengalami infeksi saluran

pernapasan atas, seperti common cold. Dalam hal ini, adanya infeksi

respiratori akan mencetuskan terjadinya inflamasi pada hidung dan secara

perlahan lahan menyebabkan gangguan terjadilah obstruksi yang juga

terkait dengan deviasi septum nasi. Namun, apabila common cold telah

sembuh dan proses inflamasi mereda, maka gejala obstruksi dari deviasi

septum nasi juga akan menghilang.9

VII. DIAGNOSIS

Deviasi septum biasanya sudah dapat dilihat melalui inspeksi

langsung pada batang hidung pasien. Dari pemeriksaan rinoskopi anterior,

dapat dilihat penonjolan septum ke arah deviasi jika terdapat deviasi yang

berat, tetapi pada deviasi yang ringan, hasil pemeriksaan biasanya normal.

Penting untuk pertama - tama melihat vestibulum nasi tanpa spekulum,

karena ujung spekulum dapat menutupi deviasi bagian kaudal. 1

6

Page 8: Referat Septum Deviasi

Pemeriksaan juga dilakukan terhadap dinding lateral hidung untuk

menentukan besarnya konka. Piramid hidung, palatum dan gigi juga diperiksa

karena pada struktur - struktur ini sering terjadi gangguan yang berhubungan

dengan deviasi septum. Pada pemeriksaan rontgen kepala posisi antero

posterior, tampak septum nasi yang bengkok. Pemeriksaan nasoendoskopi

dilakukan bila memungkinkan untuk menilai deviasi septum bagian

posterior atau untuk melihat robekan mukosa. Bila dicurigai terdapat

komplikasi sinus paranasal, dilakukan pemeriksaan radiologi sinusparanasal.1

Selain berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik juga diperlukan

pemeriksaan pengukuran sumbatan hidung. Skor sumbatan hidung untuk

mendiagnosis dan mengevaluasi gejala sumbatan hidung diantaranya adalah

Nasal Inspiratory Peak Flowmetry (NIPF), Rinomanometri dan Rinometri

Akustik.11

a) Nasal Inspiratory Peak Flowmetry (NIPF)

NIPF merupakan alat untuk mengukur aliran udara hidung saat inspirasi.

NIPF terdiri dari tiga bagian yaitu face mask, konektor dan tabung silinder

yang berisi diafragma yang bergerak apabila ada aliran udara. Alat ini

mempunyai skala 30-370 l/menit. Sebelum melakukan pemeriksaan pasien

terlebih dahulu melakukan adaptasi terhadap suhu ruangan selama 20

menit. Alat ini digunakan dengan meletakan “face mask” menutupi hidung

dan mulut. Udara inspirasi dihirup melalui hidung dengan memastikan

mulut tertutup. Pemeriksaan dilakukan sebanyak 3 kali dengan hasil

tertinggi yang didapat akan dipakai.11

Hasil NIPF Hidung Derajat Sumbatan

< 50 Berat

50 - 80 Sedang

80 - 120 Ringan

>120 Normal

Tabel 1. Nilai sumbatan hidung pada NIPF11

b) Rinomanometri11

7

Page 9: Referat Septum Deviasi

Rinomanometri digunakan untuk mengukur hambatan aliran udara nasal

dengan pengukuran kuantitatif pada aliran dan tekanan udara nasal. Tes ini

berdasarkan prinsip bahwa aliran udara melalui suatu tabung hanya bila

terdapat perbedaan tekanan yang melewatinya. Perbedaan ini dibentuk dari

usaha respirasi yang mengubah tekanan ruang posterior nasal relatif

terhadap atmosfir eksternal dan menghasilkan aliran udara masuk dan

keluar hidung. European Committee for Standardization of

Rhinomanometry menetapkan rumus aliran udara nasal : R = ΔP:V pada

tekanan 150 P.

R = Tahanan terhadap aliran udara (Pa/cm/det)

P = Tekanan transnasal (Pa atau CmH2O)

V = Aliran udara (Lt/det atau CmH20)

Rinomanometri dapat dilakukan secara aktif atau pasif dan dengan

pendekatan anterior atau posterior. Rinomanometri anterior aktif lebih

sering digunakan dan lebih fisiologis. Tekanan dinilai pada satu lubang

hidung dengan satu kateter yang dihubungkan dengan pita perekat,

sementara aliran udara diukur melalui lubang hidung lain yang terbuka.

Sungkup wajah yang transparan di pasang menutupi hidung. Alat ini

dihubungkan dengan suatu pneumotokografi, amplifier dan perekam. Hasil

ini ditampilkan secara grafik sebagai kurva “S” dimana masing-masing

lobang hidung dilakukan lima kali pemeriksaan. Kemudian diambil nilai

rata-rata lima kali pemeriksaan . Sebelum diperiksa, pasien harus relaksasi

selama 30 menit pada suhu kamar yang tetap.

Rinomanometri tidak bisa digunakan jika terjadi sumbatan hidung

yang berat atau ketika terdapat perforasi septum. Alat ini juga tidak dapat

menilai lokasi obstruksi. Pada rinomanometri posterior aktif, kateter

dimasukkan melalui mulut dengan bibir ditutup agar dapat mengukur

tekanan faring. Aliran melalui kedua kavum nasi diukur secara bersamaan.

Digunakan sungkup hidung transparan yang sama dengan rhinomanometri

anterior. Teknik ini kurang invasif dan cenderung mendistorsi rongga

hidung.

c) Rinometri akustik

8

Page 10: Referat Septum Deviasi

Rinometri akustik ini memberikan nada suara yang dapat didengar (150-

10000 hz) yang dihasilkan oleh klik elektronik dan dibangkitkan oleh

tabung suara. Alat ini dimasukan ke hidung dan aliran udara hidung

direfleksikan oleh perubahan lokal pada akuistik impedansi. Bunyi yang

direfleksikan ditangkap oleh mikrofon, diteruskan ke komputer dan

dianalisa. Terdapat berbagai ukuran “nosepiece” untuk menghubungkan

tabung suara ke hidung. Sangat perlu untuk menyesuaikan “nosepiece”

dengan lubang hidung tanpa menyebabkan deformitas. Pemeriksaan

diulang lima kali dan dihitung nilai rata-ratanya.11

VIII. PENATALAKSANAAN

Bila gejala tidak ada atau keluhan sangat ringan, tidak perlu dilakukan

tindakan koreksi septum.1

- Analgesik: digunakan untuk mengurangi rasa sakit.

- Dekongestan: digunakan untuk mengurangi sekresi cairan hidung.

- Pembedahan :

a) Septoplasty (Reposisi Septum)

Septoplasty merupakan operasi pilihan pada anak-anak, dapat

dikombinasi dengan rhinoplasty dan dilakukan bila terjadi

dislokasi pada bagian kaudal dari kartilago septum. Operasi ini

juga dapat dikerjakan bersama dengan reseksi septum bagian

tengah atau posterior. Pada operasi ini, tulang rawan yang bengkok

direposisi. Hanya bagian yang berlebihan saja yang dikeluarkan.

Dengan cara operasi ini dapat dicegah komplikasi yang mungkin

timbul pada operasi reseksi submukosa, seperti terjadinya perforasi

septum dan saddle nose. Operasi ini juga tidak berpengaruh banyak

terhadap pertumbuhan wajah pada anak-anak.1

b) SMR (Sub-Mucous Resection)

Pada operasi ini, muko-perikondrium dan muko-periosteum kedua

sisi dilepaskan dari tulang rawan dan tulang septum. Bagian tulang

atau tulang rawan dari septum kemudian diangkat, sehingga muko-

9

Page 11: Referat Septum Deviasi

perikondrium dan muko-periosteum sisi kiri dan kanan akan

langsung bertemu di garis tengah.

Reseksi submukosa dapat menyebabkan komplikasi, seperti

terjadinya hidung pelana (saddle nose) akibat turunnya puncak

hidung, oleh karena bagian atas tulang rawan septum terlalu

banyak diangkat. Tindakan operasi ini sebaiknya tidak dilakukan

pada anak-anak karena dapat mempengaruhi pertumbuhan wajah

dan menyebabkan runtuhnya dorsum nasi.1

IX. KOMPLIKASI

a) Sinusitis

Adanya deviasi septum dapat menyebabkan penyempitan pada satu ataupun kedua sisi hidung dan akan terjadi perubahan pola aliran udara pada proses bernafas dan akhirnya mengganggu fungsi organ pernapasan, selain itu deviasi septum dapat menyumbat

ostium sinus, sehingga merupakan faktor predisposisi terjadinya

sinusitis.10

b) Rhinosinusitis

Hal ini sesuai dengan teori aerodinamik yaitu deviasi septum mengakibatkan peningkatan kecepatan aliran udara dalam kavum nasi yang menyebabkan mukosa kering dan fungsi mukosiliar berkurang yang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya rinosinusitis.10

c) Gangguan Tuba Eustachius

Terdapat beberapa etiologi gangguan fungsi tuba eustachius, salah satunya adalah obstruksi mekanik yang dapat terjadi secara intraluminer maupun ekstraluminer. Obstruksi secara intraluminer seperti pada keadaan alergi atau infeksi dapat menyebabkan edema sepanjang mukosa tuba Eustachius. Sedang

10

Page 12: Referat Septum Deviasi

obstruksi secara ekstraluminer disebabkan oleh struktur yang sangat berdekatan dengan ostium tuba seperti tumor nasofaring, hipertrofi adenoid, deviasi septum dan polip nasi yang meluas ke nasofaring. Deviasi septum nasi sendiri tidak secara langsung menyebabkan obstruksi pada ostium tuba, serta dalam literatur yang ada, belum terdapat pandangan yang seragam mengenai pengaruh deviasi septum terhadap pendengaran terutama terhadap fungsi tuba dan telinga tengah.10

Sedangkan komplikasi post-operasi, diantaranya:9

a) Uncontrolled Bleeding

Hal ini biasanya terjadi akibat insisi pada hidung atau berasal dari

perdarahan pada membran mukosa.

b) Septal Hematoma

Terjadi sebagai akibat trauma saat operasi sehingga menyebabkan

pembuluh darah submukosa pecah dan terjadilah pengumpulan darah.

Hal ini umumnya terjadi segera setelah operasi dilakukan.

c) Nasal Septal Perforation

Terjadi apabila terbentuk rongga yang menghubungkan antara kedua

sisi hidung. Hal ini terjadi karena trauma dan perdarahan pada kedua

sisi membran di hidung selama operasi.

d) Saddle Deformity

Terjadi apabila kartilago septum terlalu banyak diangkat dari dalam

hidung.

e) Recurrence of The Deviation

Biasanya terjadi pada pasien yang memiliki deviasi septum yang berat

yang sulit untuk dilakukan perbaikan

X. PROGNOSIS

Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi peralihan posisi

dari septum nasi dari letaknya yang berada di garis medial tubuh. Prognosis

11

Page 13: Referat Septum Deviasi

pada pasien deviasi septum setelah menjalani operasi cukup baik dan pasien

dalam 10-20 hari dapat melakukan aktivitas sebagaimana biasanya. Hanya

saja pasien harus memperhatikan perawatan setelah operasi dilakukan.

Termasuk juga pasien harus juga menghindari trauma pada daerah hidung.1

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi A, Iskandar N, Bashiruddin J. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta:2017 ; 6(1): 104.

2. Snell, Richard S. Anatomi Klinik. Jakarta: ECG. 2006:9(11); 647-48.

3. Paulsen F, Waschke J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia, Jakarta: ECG.

2010; 23(1):67-68.

4. Bailey BJ, Johnson JT, Head and Neck Surgery-Otolaryngology, Fourth

edition, Volume one. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2006:

307- 334.

5. Harar R, Chadha NK, Rogers G. The role of septal deviation in adult

chronic rhinosinusitis. Rhinology 2004; 42:126-30.

6. Piere de Oliviera AKP, Junior EE, Santos LV. Prevalence of deviated nasal

septum in curitiba, Brazil. Otorhinolaryngology Service of Clinical Hospital

of federal University 2005: 1-8.

7. Baumann I, Baumann H. A New Classification of Septal Deviations.

Department of Otolaryngology, Head and Neck Surgery, University of

Heidelberg : Germany. Journal of Rhinology, 2007; 45 : 220-223.

8. Jin RH, Lee YJ. New description method and classification system for

septal deviation. Journal of Rhinology 2007; 14(1): 27-31.

9. Park JK, Edward IL. Deviated Septum. The Practice of Marshfield Clinic,

American Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery. 2005

10. PL Dhingra. Nasal septum and its disease. In : Disease of ear, nose and

throat. Edisi 4. Elsevier; 2007. 140-44.

11. Skadding GK, Lund VJ. In: Investigative rhinology. Taylor&Francis.

London 2004: 71-6.

12

Page 14: Referat Septum Deviasi

13