referat ruptur uretra not fixed

Upload: nita-ty

Post on 14-Oct-2015

201 views

Category:

Documents


27 download

TRANSCRIPT

BAB 1PENDAHULUANDari semua cedera yang terdapat dalam unit gawat darurat, 10 % diantaranya merupakan cedera sistem urogenitalia. Kebanyakan dari cedera tersebut terabaikan dan sulit untuk mendiagnostik dan memerlukan keahlian diagnostik yang baik. Diagnosis awal sangat perlu untuk mencegah komplikasi lanjut . Cedera uretra merupakan cedera yang jarang dan paling sering terjadi pada laki-laki, biasanya bersamaan dengan terjadinya fraktur pelvis atau saddle injury. Cedera uretra jarang terjadi pada wanita. Beberapa bagian dari uretra dapat mengalami laserasi, terpotong, atau memar. Penatalaksaannya bermacam-macam tergantung pada derajat cedera. Menurut anatomisnya, uretra dibedakan menjadi dua, uretra posterior terdiri atas pars prostatika dan pars membranasea dan uretra anterior yang terdiri atas pars bulbosa dan pars pendulosa. Secara klinis traumauretra dibedakan menjadi trauma uretra anterior dan trauma uretra posterior, hal ini karena keduanya menunjukkan perbedaan dalam hal etiologi trauma, tanda klinis, pengelolaan serta prognosisnya. 1,2,3

BAB IITINJAUAN PUSTAKA1. 2.1. ANATOMI Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin keluar dari buli-buli melalui proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Uretra anterior memiliki panjang 18-25 cm (9-10 inchi). Saluran ini dimulai dari meatus uretra, pendulans uretra dan bulbus uretra. Uretra anterior ini berupa tabung yang lurus, terletak bebas diluar tubuh, sehingga kalau memerlukan operasi atau reparasi relatif mudah. Uretra posterior memiliki panjang 3-6 cm (1-2 inchi). Uretra yang dikelilingi kelenjar prostat dinamakan uretra prostatika. Bagian selanjutnya adalah uretra membranasea, yang memiliki panjang terpendek dari semua bagian uretra, sukar untuk dilatasi dan pada bagian ini terdapat otot yang membentuk sfingter. Sfingter ini bersifat volunter sehingga kita dapat menahan kemih dan berhenti pada waku berkemih. Uretra membranacea terdapat dibawah dan dibelakang simpisispubis, sehingga trauma pada simpisis pubis dapat mencederai uretra membranasea. 1,2,3Uretra pada pria juga berfungsi dalam menyalurkan cairan mani. Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatik sehingga pada saat buli-buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot lurik dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat miksi sfingter ini tetap terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan miksi (Daller, 2003). Panjang uretra laki-laki dewasa sekitar 18 cm, dengan perbandingan uretra posterior 3 cm dan uretra anterior 15 cm, titik baginya berada antara 2 lokasi pada membran perineal. Uretra dapat dibedakan ke dalam 5 segmen yaitu :a. Uretra posterior Uretra pars prostatika Uretra pars membranaseab. Uretra anterior Uretra pars bulbosa Uretra pars pendulosa Fossa naviculare7Uretra pars prostatika berjalan menembusi prostat, mulai dari basis prostat sampai pada apeks prostat. Panjang kira-kira 3 cm. Mempunyai lumen yang lebih besar daripada di bagian lainnya. Dalam keadaan kosong dinding anterior bertemu dengan dinding posterior. Dinding anterior dan dinding lateral membentuk lipatan longitudinal. Pada dinding posterior di linea mediana terdapatcrista urethralis, yang kearah cranialis berhubungan dengan uvula vesicae, dan ke arahcaudalmelanjutkan diri pada pars membranasea. Pada crista urethralis terdapat suatu tonjolan yang dinamakancollicus seminalis (verumontanum), berada pada perbatasan segitiga bagian medial dan sepertiga bagian caudal uretra pars prostatika. Padapuncakdari colliculus terdapat sebuah lubang, disebut utriculus prostaticus, yang merupakan bagian dari suatu diverticulum yang menonjol sedikit ke dalam prostat. Bangunan tersebut tadi adalah sisa dari pertemuan kedua ujung caudalis ductus paramesonephridicus (pada wanita ductus ini membentuk uterus dan vagina). Di sisi-sisi utriculus prostaticus terdapat muara dari ductus ejaculatorius (dilalui oleh semen dansecretdari vesicula seminalis). Saluran yang berada di sebelah lateral utriculus prostaticus, disebut sinus prostaticus, yang pada dinding posteriornya bermuara saluran-saluran dari glandula prostat (kira-kira sebanyak 30 buah).6Uretra pars membranasea berjalan kearah caudo-ventral, mulai dari apeks prostat menuju ke bulbus penis dengan menembusi diaphragma pelvis dan diaphragma urogenitale. Merupakan bagian yang terpendek dan tersempit, serta kurang mampu berdilatasi. Ukuran panjang 1 2 cm, terletak 2,5 cm di sebelah dorsal tepi caudal symphysis osseum pubis. Dikelilingi oleh m.sphincter urethrae membranasea pada diaphragma urogenitale. Tepat di caudalis diaphragma urogenitale, dinding dorsal urethra berjalan sedikit di caudalis diaphragma. Ketika memasuki bulbus penis urethra membelok ke anterior membentuk sudut lancip. Glandula bulbourethralis terletak di sebelah cranial membrana perinealis, berdekatan pada kedua sisi uretra. Saluran keluar dari kelenjar tersebut berjalan menembusi membrana perinealis, bermuara pada pangkal uretra pars spongiosa.6Uretra pars spongiosa berada di dalam corpus spongiosum penis, berjalan di dalam bulbus penis, corpus penis sampai pada glans penis. Panjang kira-kira 15 cm, terdiri dari bagian yang fiks dan bagian yang mobil. Bagian yang difiksasi dengan baik dimulai dari permukaan inferior membrane perinealis, berjalan di dalam bulbus penis. Bulbus penis menonjol kira-kira 1,5 cm di sebelah dorsal uretra. Bagian yang mobil terletak di dalam bagian penis yang mobil. Dalam keadaan kosong, dinding uretra menutup membentuk celah transversal dan pada glans penis membentuk celah sagital. Lumen uretra pars spongiosa masing-masing di dalam bulbus penis, disebut fosssa intrabulbaris, dan pada glans penis, dinamakan fossanavicularis urethrae. Lacunae urethrales(= lacuna morgagni) adalah cekungan-cekungan yang terdapat pada dinding uretra di dalam glans penis yang membuka kearah ostium uretra eksternum, dan merupakan muara dari saluran keluar dari glandula urethrales. Ostium uretra eksternum terdapat pada ujung glans penis dan merupakan bagian yang paling sempit.6Uretra pars bulbosa bermula di proksimal setinggi aspek inferior dari diafragma urogenitalia, yang menembus dan berjalan melalui korpus spongiosum. Korpus spongiosum merupakan jaringan serabut otot polos dan elastin yang kaya akan vaskularisasi. Kapsul fibrosa yang dikenal sebagai tunika albuginea mengelilingi korpus spongiousum. Korpus spongiosum dan korpus kavernosum bersama-sama ditutupi oleh dua lapisan berurutan. Lapisan ini antara lain fascia bucks dan fascia dartos, fascia bucks merupakan lapisan paling tebal terdiri dari dua lapisan dan masing-masing terdiri atas lamina interna dan eksterna. Dua lamina dari fascia bucks membagi diri untuk menutupi korpus spongiosum. Fascia dartos merupakan lapisan jaringan ikat longgar subdermal yang berhubungan dengan fascia colles di perineum.4Lumen uretra terletak di tengah bagian posterior korpus spongiosum melalui uretra pars bulbosa, tetapi terpusat pada uretra pars pendulosa. Berdasarkan defenisinya, uretra pars bulbosa tidak hanya ditutupi oleh korpus spongiosum, tetapi juga oleh penggabungan garis tengah dari otot ischiokavernosus. Otot bulbospongiosum berakhir hanya pada proksimal sampai penoskrotal junction, dimana uretra berlanjut ke distal sebagai uretra pars pedunlosa. Uretra pars pendulosa dekat dengan korpus korporal di bagian dorsal. Di distal sebagian besar bagian dari uretra anterior adalah fossa naviculare, yang dikelilingi oleh jaringan spongiosa dari glans penis.4Uretra wanita dewasa berukuran panjang sekitar 4 cm dan berjalan uretrovesikal junction pada kollumna vesika urinaria ke vestibulum vagina. Dua lapisan otot polos berjalan ke distal dari kollumna vesika urinaria mengelilingi bagian proksimal uretra lapisan dalam merupakan bagian sirkuler, sedangkan lapisan luar berjalan secara longitudinal. Otot polos dikelilingi oleh lapisan otot lurik yang paling tebal setinggi pertengahan uretra dan berkurang pada aspek posteriornya.4Vaskularisasi dan aliran limfe Pada uretra maskulina, pars prostatika mendapat suplai darah terutama dari arteri vesikalis inferior dan arteri rektalis media. Uretra pars membranasea diberi suplai darah dari cabang-cabang arteri dorsalis penis dan arteri profunda penis. Aliran darah venous menuju pleksus venosus prostatikus dan ke vena pudenda interna. Aliran limfe dari uretra pars prostatika dan pars membranasea dibawa oleh pembuluh-pembuluh limfe yang berjalan mengikuti vasa pudenda interna menuju ke lymphonodus iliaka interna (sebagian besar) dan ke lymphonodus iliaka eksterna (sebagian kecil). Aliran limfe dari uretra pars spongiosa, sebagian besar dibawa menuju lymphonodus inguinalis profunda dan sebagian besar dibawa menuju ke lymphonodus iliaka interna.6 Uretra feminine pars kranialis mendapatkan vaskularisasi dari arteri vesikalis. Pars medialis mendapatkannya dari arteri vesikalis inferior dan cabang-cabang dari arteri uterine, sedangkan pars kaudalis disuplai oleh arteri pudenda interna. Pembuluh darah vena membawa aliran darah venous menuju ke plexus venosus vesikalis dan vena pudenda interna.6Innervasi Uretra maskulina, pars prostatika menerima persarafan dari pleksus nervosus prostatikus. Uretra pars membranasea dipersarafi oleh nervus kavernosus penis, pars sponsiosa dipersarafi oleh pleksus nervosus vesikalis dan pleksus nervosus uretrovaginalis, pars kaudalis dipersarafi oleh nervus pudendus.6

Gambar 1: Potongan sagital organ pelvis pada pria dan wanita

2.2. RUPTUR URETRARuptur uretra adalah trauma yang terjadi pada uretra baik anterior maupun posterior. Ruptur uretra merupakan suatu kegawatdaruratan bedah yang sering terjadi oleh karena fraktur pelvis akibat kecelakaan lalulintas atau jatuh dari ketinggian. Sekitar 70% dari kasus fraktur pelvis yang terjadi akibat dari kecelakaan lalulintas/kecelakaan kendaraan bermotor, 25% kasus akibat jatuh dari ketinggian, dan 90% kasus cedera uretra akibat trauma tumpul. Secara keseluruhan pada fraktur pelvis akan terjadi pula cedera uretra bagian posterior (3,5%-19%) pada pria, dan (0%-6%) pada uretra perempuan.1,2 Fraktur pada daerah pelvis biasanya karena cedera akibat terlindas ( crush injury), dimana kekuatan besar mengenai pelvis. Trauma ini juga seringkali disertai dengan cedera pada anggota tubuh lainnya seperti cedera kepala, thorax, intra abdomen, dan daerah genitalia. Angka kematian sekitar 20 % kasus fraktur pelvis akibat robekan pada vena dan arteri dalam rongga pelvis.2Fraktur pelvis yang tidak stabil atau fraktur pada ramus pubis bilateral merupakan tipe fraktur yang paling memungkinkan terjadinya cedera pada urethra posterior. Dilaporkan, cedera pada urethra posterior sekitar 16% pada fraktur pubis unilateral dan meningkat menjadi 41% pada fraktur pubis bilateral. Cedera urethra prostatomembranaceus bervariasi mulai dari jenis simple ( 25%), ruptur parsial ( 25%) dan ruptur komplit ( 50%).2 2.3. ETIOLOGITerjadinya ruptur uretra dapat disebabkan oleh cedera eksternal yang meliputi fraktur pelvis atau cedera tarikan ( shearing injury). Selain itu, juga dapat disebabkan oleh cedera iatrogenik, seperti akibat pemasangan kateter, businasi, dan bedah endoskopi.3,7Ruptur uretra anterior biasanya terjadi karena trauma tumpul (paling sering) atau trauma tusuk. Dan terdapat sekitar 85% kasus rupture uretra anterior pars bulbosa akibat trauma tumpul.11 1. Fraktur pelvisCedera urethra posterior utamanya disebabkan oleh fraktur pelvis. Yang menurut kejadiannya, terbagi atas 3 tipe, yaitu : Cedera akibat kompresi anterior-posterior Cedera akibat kompresi lateral Cedera tarikan vertikal. Pada fraktur tipe I dan II mengenai pelvis bagian anterior dan biasanya lebih stabil bila dibandingkan dengan fraktur tipe III dengan tipe tarikan vertical. Pada fraktur tipe III ini seringkali akibat jatuh dari ketinggian, paling berbahaya dan bersifat tidak stabil. Fraktur pelvis tidak stabil (unstable) meliputi cedera pelvis anterior disertai kerusakan pada tulang posterior dan ligament disekitar articulation sacroiliaca sehingga salah satu sisi lebih ke depan dibanding sisi lainnya (Fraktur Malgaigne). Cedera urethra posterior terjadi akibat terkena segmen fraktur atau paling sering karena tarikan ke lateral pada uretra pars membranaceus dan ligamentum puboprostatika.72. Cedera tarikan ( shearing injury)Cedera akibat tarikan yang menimbulkan rupture urethra di sepanjang pars membranaceus (5-10%). Cedera ini terjadi ketika tarikan yang mendadak akibat migrasi ke superior dari buli-buli dan prostat yang menimbulkan tarikan di sepanjang urethra posterior. Cedera ini juga terjadi pada fraktur pubis bilateral (straddle fraktur) akibat tarikan terhadap prostat dari segmen fraktur berbentuk kupu-kupu sehingga menimbulkan tarikan pada urethra pars membranaceus.73. Cedera uretra karena pemasangan kateterCedera uretra karena kateterisasi dapat menyebabkan obstruksi karena edema atau bekuan darah. Abses periuretral atau sepsis dapat mengakibatkan demam. Ekstravasasi urin dengan atau tanpa darah dapat lebih meluas. Pada ekstravasasi ini, mudah timbul infiltrate urin yang mengakibatkan sellulitis dan septisemia bila terjadi infeksi.32.4. KlasifikasiBerdasarkan anatomi, rupture uretra dibagi menjadi:31. Rupture uretra posteriorTerletak di proksimal diafragma urogenital, hampir selalu disertai fraktur tulang pelvis. Akibat fraktur tulang pelvis, terjadi robekan pars membranasea karena prostat dengan uretra prostatika tertarik ke cranial bersama fragmen fraktur, sedangkan uretra membranasea terikat di diafragma urogenital. Ruptur uretra posterior dapat terjadi total atau inkomplit. Pada rupture total, uretra terpisah seluruhnya dan ligamentum puboprostatikum robek sehingga buli-buli dan prostat terlepas ke kranial.3

2. Rupture uretra anteriorTerletak di distal dari diafragma urogenital. Terbagi atas 3 segmen, yaitu:8a. Bulbous urethrab. Pendulous urethrac. Fossa navicularis Namun, yang paling sering terjadi adalah rupture uretra pada pars bulbosa yang disebabkan oleh Saddle Injury, dimana robekan uretra terjadi antara ramus inferior os pubis dan benda yang menyebabkannya.3Gambar 2: Uretra pada laki-laki.6Menurut Collpinto dan McCallum tahun 1977 cedera uretra posterior dapat diklasifikasikan berdasarkan luas dari cederanya, menjadi:1,10,11Tipe I: Cedera tarikan uretraTipe II: Cedera pada proksimal diafragma genitourinariaTipe III: Cedera uretra pada proksimal dan distal diafragma genitourinaria2.5. DiagnosisDapat diduga terjadi cedera urethra dari anamnesis atau trauma yang nyata pada pelvis atau perineum. Pada penderita yang sadar , riwayat miksi perlu diketahui untuk mengetahui waktu terakhir miksi, pancaran urine, nyeri saat miksi dan adanya hematuria.1. Ruptur uretra posteriorRupture uretra posterior harus dicurigai jika terdapat tanda fraktur pelvis.12 Perdarahan per uretraMerupakan tanda utama dari rupture uretra posterior, ditemukan pada 37%-93% penderita dengan cedera urethra posterior .Dengan timbulnya darah, setiap instrumentasi terhadap urethra ditunda sampai keseluruhan urethra sudah dilakukan pencitraan (uretrografi). Darah di introitus vagina ditemukan pada 80% penderita perempuan dengan fraktur pelvis dan cedera urethra.12 Retensi urin 12 Pada pameriksaan Rectal Toucher didapatkan Floating prostat yakni prostat seperti mengapung karena tidak terfiksasi lagi pada diafragma urogenital.12 Pada pemeriksaan uretrografi didapatkan ekstravasasi kontras dan terdapat fraktur pelvis.12

2. Ruptur uretra anteriorTrauma uretra anterior yang terdiri dari uretra pars glanularis, pars pendulans, dan pars bulbosa.12Pada ruptur uretra anterior, didapatkan:12, 14 Perdarahan per-uretra/ hematuri. Kadang terjadi retensi urine. Hematom kupu-kupu/butterfly hematom/ jejas perineum.Uretra anterior terbungkus di dalam korpus spongiosum penis. Korpus spongiosum bersama dengan corpora kavernosa penis dibungkus oleh fasia Buck dan fasia Colles. Jika terjadi rupture uretra beserta korpus spongiosum darah dan urin keluar dari uretra tetapi masih terbatas pada fasia Buck, dan secara klinis terlihat hematoma yang terbatas pada penis. Namun jika fasia Buck ikut robek, ekstravasasi urin dan darah hanya dibatasi oleh fasia Colles sehingga darah dapat menjalar hingga skrotum atau ke dinding abdomen. Oleh karena itu robekan ini memberikan gambaran seperti kupu-kupu sehingga disebut butterfly hematoma atau hematoma kupu-kupu.14,15

2.6. PenatalaksanaanPertama kali yang perlu dilakukan dalam mengatasi kegawatan yang mungkin timbul setelah trauma utamanya gangguan hemodinamik .Syok sering terjadi akibat perdarahan rongga pelvis. Bila hal ini terjadi, maka ditangani dengan pemberian cairan maupun transfuse darah, obat-obat koagulansia, analgetik dan antibiotika.9,10Terdapat beberapa kontroversi akan penaganan ruptur urethra posterior akibat fraktur pelvis, pilihan penanganan yang dapat dilakukan yaitu : Realignment primerAwalnya teknik ini dilakukan repair secara open dengan mengeluarkan hematom, jaringan dan melakukan jahitan secara langsung. Teknik ini tidak dilakukan lagi karena dilaporkan menimbulkan banyak kehilangan darah selama operasi, meningkatkan impotensi, striktur dan inkontinensia. Kemudian teknik ini berubah yaitu melakukan stenting dengan kateter secara indirect maupun endoskopik tanpa melakukan jahitan atau diseksi pelvis.1,2Diskontinuitas uretra dapat dijembatani dengan beberapa variasi. Dapat dilakukan open sistostomy dan melihat buli-buli untuk adanya kemungkinan rupture, bila cedera penyerta lainnya tidak massif dapat dilakukan realignment. Pertama kateter uretra dimasukkan dengan panduan jari kedalam buli-buli. Kemudian dilakukan perabaan pada anterior prostat sehingga kateter dapat diposisikan.Bila hal ini gagal dapat dilakukan dengan sistoskopi fleksibel. Ada pula yang menggunakan teknik dengan memasang tube sonde no 8 secara antegrade sampai tube keluar di meatus kemudian diikatkan dengan kateter utnuk kembali dimasukkan ke buli-buli. Pemasangan kateter secara retrograde dapat pula dilakukan dengan panduan melalui jari pada bladder neck.1,2Pada penderita politrauma dengan fraktur pelvis yang berat paling mungkin dilakukan teknik dengan memasukkan sistoskopi fleksibel melalui jalur suprapubik, sistoskopi rigid melalui uretra dan kawat pemandu diantara keduanya sehingga kateter dapat lewat melalui kawat pemandu. Pasien ditempatkan dalam posisi litotomy rendah dengan tetap memperhatikan adanya segmen fraktur pelvis.1Dengan stenting menggunakan kateter dilakukan lebih awal, kemungkinan untuk timbulnya komplikasi striktur berkurang bila dibandingkan dengan hanya memasang sistostomi saja. Keuntungan lainnya yaitu urethra yang avulse dan prostat yang awalnya berjauhan kembali didekatkan sehingga akan memudahkan saat dilakukan uretroplasty. Beberapa penulis menilai dengan pemasangan kateter dini dapat memperpendek panjang striktur. Realignment ini sebaiknya dilakukan sesegera mungkin (dalam 72 jam setelah cedera). Kateter urethra dipertahankan selama 6 minggu, dan dilanjutkan dengan pemeriksaan uretrosistografi, bila tidak didapatkan ekstravasasi maka kateter dapat dikeluarkan dengan tetap mempertahankan kateter suprapubik.1 Uretroplasty PrimerRepair primer dengan end-to-end anastomosis hanya dapat dilakukan pada penderita non trauma atau tidak disertai dengan fraktur pelvis, pasien dalam keadaan optimal dan terbukti mengalami ruptur urethra posterior.7 Standar baku dalam penanganan rekonstruksi uretra posterior adalah kateterisasi suprapubik selama 3 bulan dan dilanjutkan anastomosis end-to-end bulboprostatika. Setelah 3 bulan, jaringan scar pada tempat disrupsi urethra sudah stabil dan matang menjadi indikasi untuk dilakukaknnya prosedur rekonstruksi. selain itu cedera penyerta lainnya telah stabil dan pasien sudah rawat jalan.1Sebelum rekonstruksi dilakukan, dilakukan pencitraan uretrosistografi retrograde untuk mengetahui karakteristik defek uretra. Saat dilakukan pencitraan ini pasien diminta untuk berusaha berkemih sehingga bladder neck terbuka dan defek rupture dapat dievaluasi lebih akurat. Pemeriksaan yang lebih akurat yaitu dengan MRI. Teknik yang digunakan yaitu transperineal, dimana pasien ditempatkan pada posisi litotomi dan insisi midline atau flap inverted. Urethra bulbosa dibebabaskan dan disisihkan menjauhi defek urethra ke mid-scrotum. Jaringan skar defek rupture uretra dieksisi dan urethra prostatica diidentifikasi pada apex prostat. Untuk membuat anastomosis yang non tension atau karena ujung-ujung defek berjauhan, dapat dilakukan beberapa maneuver seperti pemisahan krus, pubektomi inferior dan re-routing uretra untuk mendekatkan gap.1,7

2.7. KomplikasiKomplikasi dari cedera pada pelvis sulit dibedakan dengan komplikasi akibat pasca uretroplasti atau cedera buli-buli. Komplikasi dini yang dapat terjadi setelah rekonstruksi uretra adalah infeksi, hematoma, abses periuretral, fistel uretrokutan. dan epididimitis.3Sedangkan komplikasi lanjut yang sering terjadi, yaitu:1,2,7,91. ImpotensiDitemukan 13-30% dari penderita dengan fraktur pelvis dan pada cedera uretra yang dirawat dengan pemasangan kateter. Cedera pada saraf parasimpatis penil merupakan penyebab terjadinya impotensi setelah fraktur pelvis.2. InkontinesiaInsiden terjadinya inkontinensia urine rendah ( 2-4 %), dan disebabkan oleh kerusakan pada Bladder Neck. Oleh karena itu, inkontinensia meningkat pada penderita yang dilakukan Open Bladder Neck sebelum dilakukan operasi.3. StrikturSetelah dilakukan rekonstruksi rupture uretra posterior, 12-15% penderita terbentuk striktur. Biasanya 96% kasus berhasil ditangani dengan dilakukan penangan secara endoskopi.

DAFTAR PUSTAKA1. Daller M, Carpinto G. Genitourinary trauma and emergencies. In : Siroky MB, Oates RD, Babayan RK, editors. Handbook of urology diagnosis and therapy. 3rdEdition. Philadelpia : Lippincott William & Wilkins; 2004. p. 165-822.Purnomo B. Dasar-dasar urologi. Edisi 3. Jakarta : Sagung Seto; 2003. p.97-93.Tanagho EA, et al. Injuries to the genitourinary tract. In : McAninch, editor. Smiths general urology. 17thEdition. United States of America : Mc Graw Hill; 2008. p.278-934.Rosentein DI, Alsikafi NF . Diagnosis and classification of urethral injuries. In : McAninch JW, Resinck MI, editors. Urologic clinics of north america. Philadelpia : Elseivers Sanders; 2006 . p. 74-835.Schauberger JS. Male reproductive system anatomy & histology. 2010. [cited 2011 October 20]. Available from: URL:http://legacy.owensboro.kctcs.edu/gcaplan/anat2/notes/APIINotes2%20male%20reproductive%20anatomy.htm6.Datu AR. Diktat Urogenitalia. Makassar : FKUH; 20037.Schreiter F, et al. Reconstruction of the bulbar and membranous urethra. In : Schreiter F, et al, editors. Urethral reconstructive surgery. Germany : Springer Medizin Verlag Heidelberg; 2006 . p.107-208.Smith JK, Kenney P. Urethra trauma. 2009. [cited 2011 October 11]. Available from :URL :www.emedicine.com9. Brandes S. Initial management of anterior and posterior urethral injuries . In : McAninch JW, Resinck MI, editors. Urologic clinics of north america. Philadelpia : Elseivers Sanders; 2006. p. 87-9510. Sjamsuhidajat R, Jong WM. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC; 2005. p. 770-211. Reksoprodjo S, et al. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta : FK UI; 2004. p. 149-5212. Reynard J, Brewster S, Biers S. Oxford handbook of urology. England: Oxford University; 2006. p. 442-713. Kawashima A, Sandler CM, Wasserman NF, et al. Imaging of urethral disease: a pictorial review. 2004. [cited 2011 October 20]. Available from: URL :http://radiographics.rsna.org/content/24/suppl_1/S195.full.pdf+html14. Palinrungi AM. Lecture notes on urological emergencies & trauma. Makassar: Division of Urology, Departement of Surgery, Faculty of Medicine, Hasanuddin University; 2009. p. 131-615. Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA. Campbell-walsh urology. 9thEdition. Philadelphia : Saunders elsevier; 200714