referat rehab
DESCRIPTION
rehab medikTRANSCRIPT
Lab/SMF Ilmu Rehabilitasi Medik REFERAT
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
KELAINAN TULANG BELAKANG PADA BIDANG ORTOPEDIK ANAK
oleh:
Nadila Lupita Puteri 0910015046
Dinar Wulan Haeruddin 0910015051
Chika Ahsanu Amala 0910015052
Finda Rahmanisa 0910015053
M.Rozaki Ishaq 0910015056
Pembimbing:
dr. Myrna Rita, Sp.RM
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Pada Laboratorium/SMF Ilmu Rehabilitasi Medik
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tulang belakang sangat penting untuk membentuk dan menopang tubuh juga dapat
menutupi dan melindungi medula spinalis. Berdasarkan Merril’s Atlas, tulang belakang pada
dewasa tersusun atas 24 vertebrae dan terbagi 3 segment berdasarkan lokasinya di tubuh.
Segmen servikal pada leher terdiri atas 7 vertebrae. Segmen Thoraks pada bagian terdiri dari 12
vertebrae dan segmen lumbal terdiri 5 vertebrae. Kolumna vertebrae dibantu oleh ligamen dan
sendi. Juga terbagi pada kolumna vertebrae berupa sakrum dan koksigis dan merupakan bagian
dari tulang panggul.
Berdasarkan pencintraan medis kita dapat mengetahui bahwa kolumna vertebrae tidak
terlalu kuat, bila dilihat secara anterior dan posterior. Bila dilihat dengan pencintraan tulang
belakang berbentuk huruf ‘S’ dan kelengkungan itu normal dan membantu dalam melakukan
aktivitas sehari-hari sehingga dapat menjaga kita tetap stabil dan fleksibel dalam beraktivitas.
Kelengkungan itu juga dapat membantu meredam tekanan yang mengenai tubuh kita yang
diakibatkan oleh akitivitas seperti berlari atau meloncat. Kelengkungan tulang belakang yang
normal terbentuk dari pertumbuhan dan latihan motorik.
Skoliosis dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan radiologi.
Insiden skoliosis meliputi dari bayi hingga dewasa. Namun yang paling sering ditemukan
adalah pada saat dewasa didapatkan keluhan-keluhan akibat skoliosis yang tidak terdeteksi sejak
lahir dan remaja.
B. Tujuan
Referat ini bertujuan untuk mengetahui jenis, cara mendiagnosa dan jenis terapi pada
kelainan tulang belakang terutama skoliosis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KELAINAN TULANG BELAKANG PADA ORTHOPEDIK ANAK-ANAK
Kelainan pada tulang belakang merupakan kelainan yang mungkin terabaikan oleh para
ortopedic selama setengah abad pertama. Namun, dalam 35 tahun terakhir ini telah terjadi
kemajuan yang pesat dibidang ini. Pendekatan dan peralatan terbaru telah memungkinan operasi
yang lebih baik pada deformitas yang lebih berat dan pengobatan nonoperative yang lebih baik
pada yang mengalami deformitas yang lebih ringan. Meskipun terdapat penemuan- penemuan
baru, dasar dasarnya tetap sama, perawatan pasien dengan deformitas tulang belakang harus
didekati dengan teliti dan memperhatikan detail-detail kecil lainnya.
Klasifikasi
Berdasarkan Scoliosis Research Society, klasifikasi dari skoliosis adalah :
1. Idiopatik
1.1. Infantil (0-3 tahun)
1.2. Anak (4 - menjelang pubertas)
1.3. Remaja (setelah pubertas - epiphysial plate mulai menutup)
1.4. Dewasa
2. Neuromuscular
2.1. Neuropatic
a. Lesi pada Upper motor neuron
- Cerebral Palsy
- Spinocerebellar degeneration
- Syringomyelia
- Trauma medula spinalis
- Tumor medula spinalis
b. Lesi pada Lower motor neuron
- Poliomyelitis
- Traumatik
- Atropi otot spinalis
2.2. Myopatic
a. Arthrogryposis
b. Distorfi otot
c. Hipotonia kongenital
3. Kongenital
1.1. Skoliosis kongenital
1.2. Kegagalan pembentukan
a. Wedge vertebrae
b. Hemivertebrae
c. Kegagalan segmentasi
d. Campuran
4. Neurofibromatosis
5. Mesenchymal
1.3. Marfans
1.4. Homocysinuria
1.5. Ehler’s Danlos
6. Traumatic
1.1. Fraktur atau dislokasi
1.2. Postirradiation
7. Soft Tissue Contractures
1.1. Post empyema
1.2. Burns
8. Osteochondrodystrophyies
1.1. Achondroplasia
1.2. Sphondyloepiphyseal dysplasia
9. Tumor
1.1. Tumor jinak
1.2. Tumor ganas
10. Rheumatoid Disease
11. Metabolic
1.1. Rickets
1.2. Juvenile osteophorosis
1.3. Osteogenesis imperfecta
12. Related to Lumbosacral Area
1.1. Spondylolysis
1.2. Spondylolisthesis
13. Thoracogenic
1.1. Post thoracoplasty
1.2. Post thoracotomy
14. Hysterical
15. Functioanal
1.1. Postural
1.2. Efek sekunder dari panjang kaki
1.3. Spasme otot
PEMERIKSAAN FISIK
Anamnesa riwayat penyakit
Pada semua bidang kedokteran, mencari riwayat penyakit pasien dengan adekuat adalah
hal yang penting untuk mendiagnosa penyakit. Tanpa terkecuali untuk mendiagnosa skoliosis
dan penyakit tulang belakang lainnya. Diagnosa dan terapi yang tepat akan dihasilkan dari cara
mencari riwayat penyakit pasien yang baik.
Beberapa pertanyaan yang penting untuk mendiagnosa skoliosis antara lain :
1. Kapan pertama kali kelainan pada tulang belakang tersebut muncul?
2. Apa yang membuat pertama kali, pasien menyadari adanya kelainan? Apakah nyeri,
adanya bahu yang lebih tinggi dari sebelahnya, pinggang yang menonjol dan lain - lain?
3. Apakah kelaianannya bersifat progresif atau tidak?
4. Apakah terdapat nyeri?
5. Apakah ada riwayat anggota keluarga yang mengalami kelainan pada tulang
belakangnya?
6. Apakah terdapat kelemahan , rasa kebas, kesemutan atau cara berjalan yang tidak biasa?
7. Apakah terdapat riwayat penyakit saraf pada keluarga?
8. Apa saja penyakit lain terdahulu?
9. Apakah sebelumnya sudah di foto rontgen?
10. Ada sesak nafas?
Aspek lain yang juga penting adalah kelainan dari pertumbuhan tulang belakang. Sehingga
status perkembangan dari pasien juga penting untuk diketahui, seperti :
1. Apakah masih dalam masa pertumbuhan?
2. Apakah sudah mengalami menstruasi jika sudah kapan pertama kali mengalami
menstruasi?
3. Kapan rambut pubis mulai tumbuh?
4. Sejak kapan payudara mulai tumbuh?
5. Kapan rambut pubis mulai tumbuh, terjadi perubahan suara dan rambut di wajah muncul?
(laki - laki)
Selain itu, juga penting untuk menanyakan penanganan apa yang telah didapatkan oleh
pasien , misalnya:
1. Apakah sudah pernah ke dokter lain?
2. Jika sudah, apa pendapat dokter tersebut?
3. Apa saja terapi yang telah diberikan?
4. Apakah sudah di foto rontgen?
5. Apa pernah ke dukun?
6. Apakah sudah memakai brace?
7. Apakah telah dilakukan operasi?
8. Apa jenis operasinya?
9. Apakah pernah mengikuti operasi pada tempat lain selain di tulang belakang?
10. Apa penanganannya, berapa lama dan apakah terdapat komplikasi atau tidak?
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien skoliosis tidak hanya meliputi pemeriksaan dari tulang
belakang saja. Pasien dengan skoliosis pada pemeriksaan lebih lanjut didapatkan dislokasi dari
lensa mata ,suara murmur pada jantung, dan jari tangan yang panjang dan kurus merupakan ciri
dari Marfan’s syndrome dengan skoliosis.
Patut diketahui bahwa skoliosis, kifosis dan lordosis adalah gejala pennyakit yang
mendasarinya. Penyebab skoliosis pada umumnya adalah idiopatik (tidak diketahui). Namun,
tidak jarang seseorang yang didiagnosa mengalami tumor medula spinalis, atau syringomyelia
atau Friedrich’s ataxia memiliki gejala yang pertama kali muncul adalah skoliosis.
Pemeriksaan pada tulang belakang
Pemeriksaan fisik pada tulang belakang antara lain pemeriksaan bentuk kurvanya (right
thoracis, double roght thoracis and left lumbar ), ukuran besar kelengkungan dengan menarik
garis lurus dari kepala atau dari vertebra cervikalis ke-7 (dalam centimeter) dan ada tidaknya
peninggian pada salah satu bahu pasien. Ada tidaknya penonjolan pada pinggang patut
diperhatikan. Jika ada, berapa ketinggianya. Apakah terdapat deviasi lain yang dapat dihitung.
Selanjutnya, pasien membelakangi pemeriksa, lalu pasien diminta untuk membungkuk
dengan kedua tangan lurus ke bawah. Pemeriksa mengamati bentuk dari punuk tulang rusuk
pasien secara lurus dari belakang pasien. Derajat punuk pada tulang rusuk dapat sangat sedang
maupun sangat berat. Besar dari punuk pada tulang rusuk pasien dapat diukur dalam centimeter
maupuan dalam derajat deviasi dari arah horizontal. Penggaris vertikal diletakkan pada bagian
yang cekung dengan jarak yang sama dari garis tengah titik maksimal dari puncak punuk tulang
rusuk ke garis tengah sisi yang cembung.
Gambar 1. The spine: (a) the successive lordosis and kyphosis of the cervical, thoracic, lumbar and
sacral regions; (b) scoliosis can be seen with the patient standing but is more marked when the patient
leans forward.
Pada pemeriksaan tersebut, jika terdapat deviasi yang persisten maka menunjukkan adanya
iritasi pada medula spinalis atau pada cauda equina. Scanning pada tulang dan myelography
diindikasikan pada pasien yang mengalami tumor.
Dari arah depan, pemeriksa memeriksa apakah terdapat penonjolan pada tulang rusuk atau
perkembangan payudara yang asimetris, apakah terdapat pectus excavatum dan keadaan
perkembangan payudara pada wanita.
Harus penting diperhatikan apakah yang dialami pasien hanya skoliosis murni, kifosis
murni, lordosis murni atau kombinasi dari hal - hal tersebut. Pasien yang mengalami kifosis dan
skoliosis sekaligus disebut dengan kyphoscoliosis. Beberapa pasien dengan adolescent idiopathic
scoliosis megalami lordosis juga.
Pemeriksaan pada daerah lain.
Pemeriksaan pada permukaan kulit untuk mengetahui apakah terdapat kelainan atau tidak
di daerah tulang belakang seperti lipoma, dermal sinuses, pertumbuhan rambut, hemangiomas,
atau nevi. Selain itu, kulit pasien secara keseluruhan juga diamati, terutama cafe-au-lait spot
(tanda dari neurofibromatosis) dan hiperelastisitas dari kulit mengarah ke Ehler-Danlos
syndrome.
Pemeriksaan pada telinga dilakukan untuk mengamati apakah terdapat kelaianan
kongenital atau tidak seperi preauricular skin tags yang merupakan tanda dari Goldenhar’s
syndrome (oculoauricular-lovertebral dysplasia).
Palatum pasien juga diperiksa, palatum yang melengkung tinggi mengarah ke Marfan’s
syndrome dan jika terdapat celah pada palatum menunjukan adanya kongenital deformitas.
Pada tangan juga diamati apaakah terdapat kelainan kongenital seperti hiperelastisitas sendi
(Ehler’s Danlos dan Marfan’s syndrome) dan kelemahan pada otot (gambaran jari seperti cakar
pada syringomelia).
Pada tulang panggul, diperiksa pergerakannya terutama untuk mencari apakah terdapat
kontraktur atau tidak. Pada gangguan paralitik, lihat apakah terdapat kekauan pada otot
ekstensor, fleksor, adduktor, abduktor, dan iliotibial bands.
Pada kaki, lengkungan yang tinggi mengarahkan diagnosa ke Friedreich’s ataxia atau
Charcot-Marie-Tooth syndrome. Clubfeet, vertical tali, atau heel varus menunjukkan kelainan
pada tulang belakang. Kelainan yang muncul pada kedua kaki pasien yang juga mengalami
kelainan tulang belakang mengarah ke gangguan neurologic yang luas atau kelainan kongenital
pada tulang belakang (diastematomyelia, intraspinal lipoma, fillum terminale).
Pemeriksaan neurologi dilakukan pada tendon biceps, triceps, patella dan tendon Achilles.
Pemeriksaan refleks Babinski seharunya dilakukan pada semua pasien. Pemeriksaan motorik dan
sensorik dasar juga dilakukan pada keempat ekstremitas. Pemeriksaan Romberg dan
pemeriksaan finger-to-nose dilakukan jika dicurgai adanya masalah nerusomuscular.
Pengangkatan kaki lurus kedepan harus dilakukan untuk melihat adanya iritasi pada cauda
equina atau kekauan pada otot hamstring.
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Pengukuran kelengkungan
Salah satu kemajuan dibidang skoliosis dan deformitas pada tulang belakang adalah
pengembangan teknik pengukuran dari deformitas. Banyak teknik pengukuran yang telah
berkembang namu, teknik pengukuran yang secara luas diterima dan telah direkomendasikan
oleh Scoliosis Research Society adalah Teknik Cobb.
Gambar 2. Pengukuran sudut Cobb
Teknik ini harus dipahami dan diaplikasikan dengan baik dan tepat, jika tidak akan
menimbulkan kesalahan dalam terapi. Dan harus diperhatikan apakah kelengkungannya bersifat
progresif atau tidak. Hanya pengukuran yang tepat yang dapat memberikan hasilnya. Tanpa
pengukuran, kita tidak akan dapat membandingkan antara dua foto rontgen secara tepat.
Pada teknik Cobb menggunakan foto rontgen posisi tegak (berdiri atau duduk bagi yang
mengalami kelemahan pada kaki) . Pertama – tama tentukan ruas tulang yang paling miring di
bagian atas kurva dan menarik garis sejajar dengan end-plate ruas tulang belakang, lalu cari ruas
tulang yang paling miring di bagian bawah kurva dan menarik garis sejajar dengan end-plate
ruas tulang belakang. Buat garis siku dari garis yang dibuat pada point pertama dan point
kedua.Sudut yang terbentuk antara dua garis paralel tersebut adalah sudut Cobb.
Jika terdapat kesulitan untuk menentukan end-plate bawah dari vertebra, garis ditarik
sepanjang end-plate dari masing-masing vertebra dan diproyeksikan ke foto rontgen. Garis
tersebut akan dicatat bahwa garis dari vertebra pada kurva akan bertemu pada sisi cekung pada
kurva. Vertebra diluar kurva yang diukur akan menyimpang.
Ketika tampak adanya double curve, kedua kurva harus diukur. Didapatkan satu vertebra
yang menjadi bagian atas dari end vertebrae untuk kurva bawah dan bagian bawah dari end
vertebrae untuk kurva atas yang dinamakan transitional vertebrae. Hanya satu garis yang
ditempatkan pada vertebra ini karena biasanya bagian atas dan bawah letaknya sejajar.
Gambar 2. Radiographs of the patient's spine. A) Anteroposterior view. B) Lateral view. The
following are noted: scoliosis (double major — with a right thoracic and a left thoracolumbar curve —
white arrows), biconcave deformities of the upper and lower endplates (fishbone deformity — black
arrows) of many vertebras and decreased bone density.
Ketika end vertebrae telah ditentukan, pengukuran harus selalu dimulai dari vertebra yang
sama. Foto rontgen posisi supine dan membungkuk juga harus dilakukan pengukuran dari end
vertebrae yang sama dengan foto rontgen posisi tegak walaupun pada foto rontgen posisi supine
dan membungkuk bagian end vertebrae tersebut bukan vertebra yang paling miring.
Kadang – kadang, seseorang akan melihat kurva yang memiliki end-plate dari vertebranya
sulit ditentukan karena ada dua atau lebih vertebra yang letaknya sejajar. Jika seperti itu, pilih
diantara vertebra yang sejajar tersebut yang letaknya paling jauh dari puncak kurva.
Biasanya, end-plate dari vertebra mudah dilihat, namun, pada skoliosis kongenital end-
plate dari vertebra sulit untuk dilihat, dalam hal ini diperbolehkan untuk menggunakan garis
yang ditarik di sepanjang batas bawah dari masing-masing pedikel. Acuan yang sama harus
digunakan pada film-film berikutnya.
Pemeriksaan radiologik lain
Laminografi (Tomografi), biasanya digunakan untuk masalah khusus. Umumnya
digunakan untuk memberikan gambaran yang lebih baik pada kelainan kongenital. Pada foto
polos biasa mungkin akan mengalami kesulitan untuk menentukan secara tepat masa yang
bertumpuk, tapi pada laminografi dapat dengan tepat membedakan dengan tepat kelainan
tersebut. Laminografi juga dapat digunakan untuk mendeteksi osteoid osteomas, dimana jika
terjadi pada tulang belakang akan menimbulkan skoliosis dan untuk memberikan gambaran yang
lebih baik pada patah tulang tertentu.
Myelografi, biasa digunakan untuk kasus yang lebih komplek. Myelografi biasa digunakan
untuk kecurigaan terjadinya tumor tulang belakang, beberapa kecurigaan dari spinal dysraphism,
atau beberapa masalah neurologis sekunder berhubungan dengan kelengkungan. Jika
menggunakan myelografi harus selalu memeriksa seluruh bagian tulang belakang, tidak hanya
tulang belakang bagian bawah. Jika terdapat kifosis, pasien memerlukan high volum myelogram
atau posisi supine untuk melihat dengan jelas medula spinalis di puncak kurva.
Water-soluble myelography telah menggantikan pewarnaan berbahan dasar minyak untuk
menggambarkan area lumbal terutama untuk dysraphic lesions harus menggunakan water
soluble myelography.
Computed Tomography (CT Scan) jarang digunakan untuk mengevaluasi masalah
kelengkungan tapi sangat berguna pada tumor tulang, infeksi, spinal stenosis, dan patah tulang.
Ct scan dapat dikombinasikan dengan water-soluble myelography untuk masalah dysraphic,
tumor dan lesi kistik.
Evaluasi rotasi
Penting untuk menyadari rotasi pada rontgen karena panjang dari arthrodesis ditentukan
dari rotasi tulang belakang. Kuantitas atau jumlah rotasi dapat diukur dan dinilai. tetapi pada saat
ini, tampaknya tidak terlalu bermakna.
Pemeriksaan fungsi paru
Salah satu alasan yang paling banyak menyebabkan penanganan pada skoliosis terutama
skoliosis pada daerah thorax adalah untuk mempertahankan kapasitas paru. Penting untuk
mengetahui apakah fungsi paru mengalami gangguan akibat kelengkungan tersebut atau tidak.
Pada pasien dengan deformitas yang signifikan, penting untuk mengetahui sejauh mana
kerusakan telah terjadi, karena akan mempengaruhi teknik saat pembedahan dan mempengaruhi
risiko dari operasi. Pada keadaan borderline, keputusan untuk dilakukan atau tidaknya tindakan
pembedahan didasarkan dari pemeriksaan fungsi paru. Jika terjadi penurunan fungsi paru,
pembedahan harus dilakukan. Jika fungsi paru dalam batas normal, mungkin pembedahan tidak
perlu dilakukan.
Ketika dilakukan pemeriksaan paru pada pasien dengan skoliosis, kesalahan serius dapat
terjadi jika tinggi badan pasien yang sebernya digunakan dalam pengukuran. Skoliosis
menyebabkan pengurangan dari tinggi badan dan kesalahan dalam pengukuruan tinggi badan.
Untuk menghilangkan masalah tersebut, kita dapat menggunakan rentang konversi.
Analisis volum, laju aliran darah dan gas darah patut dievaluasi. Pemeriksaan gas darah
lebih diandalkan daripada pemeriksan volum darah karena gas darah tidak tergantung pada
ketinggian dan kegiatan yang dilakukan secara sadar.
Hati - hati dengan pasien yang mengalami thoracic lordosis. Pasien ini mengalami
penurunan fungsi paru yang lebih jauh. Sehingga jika terdapat lordosis pada daerah thoraks maka
pasien diindikasikan untuk menjalani operasi.
KEKAMBUHAN PADA USIA DEWASA PADA DEFORMITAS TULANG BELAKANG
YANG TIDAK TERTANGANI
Penelitian yang telah dilakukan oleh Nillsone dan Lundgren, pada 113 pasien dengan
skoliosis idiopatik yang rata-rata berusia 50 tahun di klinik skoliosis dari tahun 1913 sampai
1918. 45 % telah meninggal dimana tingkat mortalitasnya dua kali lipat lebih tinggi dari pada
usia ini. Kebanyakan pasien meninggal akibat mengalami penyakit jantung dan paru. Pada
wanita, 76% tidak pernah menikah, tidak ada satupun yang terlibat dalam pekerjan berat, dan
47% merupakan pensiun cacat, yang 30% terutama disebabkan kelainan dari tulang belakang
mereka.
Dalam artikel yang serupa, Nachemsom mengamati 130 pasien dengan berbagai tipe
skoliosis, rata - rata berusia 35 tahun. Penelitian ini juga menunjukkan tingkat mortalitas
meningkat menjadi dua kali lipat untuk usia ini. Tingkat mortalitas meningkat 4 kali lipat pada
skkoliosis thoraks. Selain itu tingkat mortalitas meningkat pada paralitik dan kurva kongenital.
40 % dari pasien mengalami nyeri tulang belakang, dan tidak ada satupun yang bekerja berat.
Penelitian ketiga mengenai skoliosis idiopatik yang tidak ditangani sampai usia dewasa
dilakukan oleh Collis dan Ponseti. Mereka memeriksa secara personal 105 pasien lalu menambah
100 pasien untuk diberikan kuesioner. Dengan usia rata-rata 24 tahun ke atas. Kelengkungan
pada tulang belakang kebanyakan meningkat setelah kematuran pada tulang. Derajat
kelengkungan tulang belakang sebesar 60o-90o adalah yang paling progresif yaitu bertambah
sekitar 28o, sedangkan yang kelengkungannya kurang dari 60o hanya bertambah 9o. Untuk
lumbar curve yang lebih dari 30o bertambah sekitar 18o sedangkan yang kurang dari 30o tidak
mengalami pertambahan.
Rasio mortalitas lebih kecil dari kedua pasien Swedia diatas. Tetapi panjang dari follow up
lebih pendek dan dengan tingkat kematian yang rendah. Kapasitas vital menurun pada kurva
thoraks yang lebih dari 600. Dyspneu ditemukan pada 40% pasien, terutama pada mereka yang
memiliki sudut kurva thoraks diatas 850. Sedangkan pada 54% pasien mengeluhkan back pain,
dan penulis sendiri tidak mengetahui bahwa kejadian ini lebih tinggi pada seluruh populasi.
Hanya 8 dari 205 pasien yang masuk rumah sakit akibat nyeri punggungnya. Dan sangat
disayangkan sekitar 148 (42%) pasien tidak dapat ditemukan.
Pelajaran terbesar dari penelitian ini adalah skoliosis tidak selalu statis ketika
pertumbuhan sudah berhenti. Beberapa perkembangan, terutama pada orang yang memiliki
kurva thoraks diatas 600, dan akan mengakibatkan penurunan fungsi pernapasan dan kematian
prematur akibat gagal nafas. Kurva thoraks yang diatas 500 memiliki kemungkinan besar untuk
semakin bertambah , tetapi peningkatan rasio kejadian back pain tidak diketahui.
Cara lain untuk mengetahui ada atau tidaknya masalah pada orang dewasa yang
mengalami skoliosis adalah dengan bertanya pada tenaga medis yang telah bertemu dengan
pasien pada masa dewasa. Jika tidak ada orang dewasa yang datang pada tenaga medis maka
dapat disimpulkan tidak terdapat masalah yang signifikan. Tapi ini bukanlah masalah utama,
tetapi banyak pasien dewasa datang ke internis maupun dokter spesialis paru akibat gagal nafas
dengan atau tanpa gagal jantung sekunder. Patodinamik dari “gagal jantung skoliotik” telah di
jelaskan oleh Bergofsky and associates pada 1959.
Hal yang sama juga terjadi pada spesialis ortopedi yang tertarik pada skoliosis karena
mereka banyak melihat berbagai macam masalah pada orang dewasa. Beberapa pasien yang
dilakukan penanganan pada masa dewasa dilaporkan bahwa masalah utama yang dialami adalah
nyeri terutama pada kurva lumba. Beberapa pasien datang pada spesialis ortopedi karena
dyspnea. Mereka berharap bahwa kurva pada tulang punggung mereka dapat diluruskan dan
pernapasan mereka dapat kembali normal. Beberapa dari mereka mengkhawatirkan dari sisi
kosmetik dimana tampak adanya “hump”(punuk).
Dan yang terakhir, terdapat juga sekelompok kecil pasien yang datang akibat paralysis
akibat dari deformitas tulang belakang. Terutama pada pasien yang mengalami kifosis berat.
Dari semua hal diatas dapat di nyatakan bahwa skoliosis tidak selalu pada kondisi yang
benign. Kematian yang dini akibat gagal nafas sering ditemukan pada pasien dengan kurva
thoraks diatas 600, jika hal ini tidak di lakukan penanganan. Kurva lumbal, terutama pada
mereka yang memiliki kurva diatas 500, selalu ditemukan adanya progresivitas pada usia lanjut.
Dan pada pasien ini akan sering ditemukan penyakit diskus degeneratif dan nyeri.
SKOLIOSIS NONSTRUKTURAL
Skoliosis Postural
Walaupun tulang belakang yang normal tampak lurus pada potongan frontal, tetapi
terdapat beberapa anak yang berdiri tidak lurus sempurna secara volunter. Mereka dapat
membungkuk dan menyebabkan satu atau lebih kurva yang tampak. Yang sering terjadi adalah
kifosis thoraks dan lordosis lumbal. Tetapi ada juga yang menampakkan skoliosis derajat sedang.
Biasanya hal ini mudah untuk ditemukan perbedaan antara skoliosis postural dengan skoliosis
struktural dengan pemeriksaan fisik dan radiologis yang cermat. Skoliosis postural tidak
ditemukan adanya hump pada saat pasien disuruh membungkuk ke depan. Hal ini akan
menghilang pada saat pasien telungkup atau pasien berdiri sangat tegak. Pada pemeriksaan
radiologis, kurva skoliosis postural sangat berbeda dengan skoliosis struktural karena terdapat
kurva yang panjang, biasanya dari ujung tulang belakang inferior sampai superior dan hal ini
tidak berpengaruh terhadap rotasi. Foto radiologi pada posisi supine biasanya selalu tampak
tegak dan pada foto membungkuk tidak tampak adanya area yang kontraktur. Kurva macam ini
tidak menyebabkan ke arah skoliosis struktural atau sudut kurvanya semakin besar.
Perbedaan Panjang Kaki
Perbedaan panjang kaki dapat pula menyebabkan kurva pada tulang belakang pada saat
berdiri. Hal ini merupakan kurva fungsional atau nonstruktural yang dimana tidak terjadi
kekakuan intrinsik akibat dari kurva pada tulang belakang. Ketika pasien duduk atau tidur, kurva
ini menghilang. Ketika perbedaan panjang kaki ini dilakukan penanganan pun maka kurva akan
menghilang pula. Hal yang dapat terjadi dari perbedaan panjang kaki yang lama dan tidak
dilakukan koreksi akan menyebabkan terjadinya perubahan kurva dari fungsional ke struktural.
Hal ini juga masih diperdebatkan karena kita menggunakan kedua kaki kita untuk berdiri
hanyalah sebentar. Ketika kita berjalan berat badan kita akan teralihkan bergantian dari satu kaki
ke kaki sebelahnya. Pada saat duduk, perbedaan panjang kaki ini akan hilang dan kebanyakan
kita menghabiskan sisanya dengan tidur.
Skoliosis Histerik
Skoliosis histerik telah dilaporkan oleh Blount. Hal ini mungkin terjadi pada anak-anak
muda yang secara emosional terganggu akan menyebabkan munculnya kurva pada tulang
belakang. Dan kurva ini konstan pada saat berdiri maupun pada saat duduk, tetapi dapat juga
tidak muncul pada posisi supine dan prone. Kurva ini akan hilang pada saat tidur dan pada saat
kondisi dibawah anastesi. Skoliosis histerik ini memiliki karakter yaitu kurva yang panjang,
besar dan aneh yang tidak berhubungan dengan rotasi pada rotasi foto radiologis dan “true
hump” pada saat membungkuk. Pada foto radiologis posisi supine atau prone hal ini akan
menyebabkan kurva tersebut hilang. Jika perlu foto diambil pada saat pasien berada dibawah
pengaruh anastesi. Sebelum mendiagnosis pasien dengan skoliosis histerik, dokter harus yakunt
bahwa tidak ada spinal cord tumor ataupun gangguan neurologis lainnya. Untuk pengobatannya,
skoliosis histerik ini tidak perlu dilakukan penanganan oleh ortopedi, dan jangan pernah dengan
operasi karena hal ini akan memperparah histeria dari pasien tersebut. Dan masalah psikiatri
utamanya ini harus ditangani oleh psikiater.
SKOLIOSIS IDIOPATIK
Pendahuluan
Skoliosis idiopatik merupakan skoliosis yang sering terjadi. Sayangnya, tidak ada bukti
konkrit penyebab dari kelainan ini. Biasanya anak lahir dalam kondisi normal dan tidak terdapat
kelainan pada tulang belakang pada saat lahir tapi dapat muncul skoliosis pada saat anak tersebut
tumbuh. Biasanya pada usia 9 dan 12 tahun. Kejadian skoliosis idiopatik ini sedikit lebih banyak
terjadi pada wanita, tetapi pada wanita progresi kurva akan mencapai poin dimana membutuhkan
penanganan. Pada skoliosis idiopatik ini terdapat pola genetik yang khas tetapi asal dari pola ini
masih belum diketahui.
SKOLIOSIS IDIOPATIK INFANTIL
Skoliosis ini muncul pada saat lahir hingga usia 3 tahun, paling banyak terjadi di daerah
eropa terutama di Inggris raya.
Skoliosis idiopatik infantil lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita dan
biasanya kurva yang terbentuk mengarah ke kiri; kurvanya adalah kurva thorakolumbal. Pada
skoliosis ini, 85% akan hilang secara spontan. Menurut Lloyd-Roberts dan Pilcher, mereka
menunjukkan bahwa terdapat regresi spontan pada skoliosis ini walau tanpa penanganan.
15% dari kurva skoliosis ini yang tidak kembali normal akan mengalami progresivitas.
Hal ini telah didokumentasikan oleh James. Penting untuk mengetahui bahwa skoliosis idiopatik
infantil ini progresif atau tidak. Hal ini dapat diketahui dengan pemeriksaan yang rutin dan serial
roentgenograms. Mehta menciptakan cara untuk mengukur perbedaan dalam sudut dimana costa
bertemu dengan tulang belakang pada apex dari kurva. Metode ini dinamakan RVAD (rib-
vertebral angle difference). Jika sudut ini lebih dari 200, maka anak tersebut akan memiliki
skoliosis idiopatik infantil yang progresif.
Penanganan
Untuk skoliosis idiopatik infantil yang tidak progresif tidak diperlukan penanganan.
Karena akan menghilang dengan sendirinya seiring anak tersebut tumbuh dewasa. Untuk yang
tipe progresif harus dilakukan penanganan. Secara umum, jika pasien dengan nonprogresif
skoliosis idiopatik infantil, mereka tidak memiliki sudut yang lebih dari 350. Dan untuk
penanganan harus diberikan pada tipe progresif dimana memiliki sudut diatas 350 atau dengan
RVAD diatas 200.
Pilihan penanganan pada skoliosis dengan tipe progresif adalah serial casting dengan
menggunakan Millwaukee brace. Tetapi, membuat brace untuk anak kecil berusia 1 tahun
sangatlah sulit. Penggunaan brace ini harus secara terus menerus sampai kurva terkoreksi secara
maksimal atau permanen atau sampai kurva memerlukan tindakan operatif. Kurva ini tidak boleh
melebihi dari 600. Jika penggunaan Milwaukee brace tidak menunjukkan kemajuan, penggunaan
Risser localizer cast akan memberikan hasil yang lebih baik dari penggunaan brace. Jika kurva
tidak menunjukkan kemajuan untuk koreksi maka bisa dilakukan arthrodesis pada usia 12 tahun
pada wanita dan 14 tahun pada laki-laki.
SKOLIOSIS IDIOPATIK JUVENILE
Dari definisi, skoliosis idiopatik juvenile adalah salah satu dari skoliosis yang terjadi
setelah usia 3 tahun, tetapi sebelum masa pubertas. Perbedaan usia antara skoliosis idiopatik
juvenile late onset dengan skoliosis idiopatik adolescent early onset sangatlah tipis.dan keduanya
bercampur satu dengan yg lainnya. Tetapi, terdapat perbedaan yang signifikan antara deformitas
yang muncul pada usia 6-7 tahun dan yang muncul pada usia 10-11 tahun. Skoliosis idiopatik
juvenil cukup berbeda dengan skoliosis idiopatik infantile karena kurva skoliosisnya tidak
kembali secara spontan. Kurva tersebut biasanya akan semakin parah dan menyebabkan
deformitas yang semakin parah juga, hal ini sama dengan skoliosis idiopatik infantile. Beberapa
kurva akan tetap kecil dan statis pada tahun-tahun pertama akan tetapi menjadi parah pada tahun-
tahun berikutnya. Maka, pasien dengan skoliosis idiopatik yang progresif harus mendapat
penanganan. Dan semua pasien yang memiliki sudut kurva lebih dari 200 harus dilakukan
penanganan karena kemungkinan untuk progresivitas sangat tinggi. Sangatlah tidak bijak jika
melihat skoliosis idiopatik juvenil dengan sudut diatas 200 yang tidak ditangani karena hal ini
golden opportunity untuk koreksi permanen akan hilang.
Penanganan
Penanganan yang terbaik untuk skoliosis idiopatik juvenil dengan sudut dibawah 600
adalah penggunaan Milwaukee brace. Pada usia juvenil (6-7 tahun), tulang belakang lebih
fleksibel dan lebih mudah untuk dikoreksi. Hasil dari penggunaan Millwaukee brace sangatlah
bagus. Terkadang dilakukan koreksi permanen dapat dilakukan pada usia muda dan brace dapat
ditinggalkan. Tetapi penggunaan brace ini tetap dilakukan selama pasien masih dalam usia
pertumbuhan.
SKOLIOSIS IDIOPATIK ADOLESENS
Skoliosis idiopatik adolesens merupakan penyebab tersering terjadinya deformitas tulang
belakang. Sekitar 80% dari pasien anak-anak yang mengalami skoliosis akan mengalami kondisi
ini. Secara definisi, onset terjadinya pada saat pubertas atau sesaat setelah pubertas. Pada
kenyataannya, onset dari skoliosis tipe ini susah untuk di ketahui, beberapa pola kurva dapat
terjadi dan paling sering terjadi pada tulang belakang bagian thoraks kanan, kedua tersering
adalah pada thoraks kanan dan lumbal kiri, ketiga tersering adalah thorakolumbal, keempat
tersering adalah double thoraks, dan kelima tersering adalah kurva lumbal ke kiri yang
tersisolasi.
Etiologi dari kondisi ini tidak diketahui hingga saat ini. Dan telah banyak spekulasi yang
diduga menjadi penyebab skoliosis tipe ini, tetapi bukti nyatanya masih kurang. Tetapi, genetik
memegang peranan penting dalam pembentukan skoliosis dan pada wanita lebih sering terjadi
progresivitas yang memerlukan penanganan. Rasio wanita dibanding laki-laki sekitar 8:1 pada
operasi tulang belakang pada skoliosis, survey pada masa sekolah ditemukan rasio wanita
banding laki-laki 1.5:1.0.
Kurva biasanya muncul pada usia 10 atau 11 tahun. Pada saat ini, kurva yang muncul
sangat kecil dan susah untuk dideteksi. Pada saat pubertas ini, progresivitas kurva ini sering
terjadi pada beberapa pasien. Pasien dengan skoliosis ini biasanya sehat dan tidak memiliki
kelainan medis lainnya. Syringomyelia adalah kondisi yang akan timbul tanpa diketahui, karena
hal ini sering menyebabkan kurva yang menyerupai skoliosis idiopatik adolesens. Perubahan
neurologis yang halus terjadi pada syringomyelia. Dan spinal cord tumour dapat mensimulasi
skoliosis idiopatik.
Riwayat dari skoliosis idiopatik adolesens ini, beberapa pasien tidak mengalami progresi
sama sekali. Mereka mungkin akan muncul kurva dengan sudut 100 pada usia 10 tahun, yang
mungkin menetap atau hilang sempurna bahkan mungkin terjadi progresivitas pada kurva
tersebut. Tenaga medis pada kejadian ini harus mengobservasi apakah kurva tersebut akan
progresif atau tidak.
Kemungkinan skoliosis untuk menjadi progresif tergantung dari beberapa faktor. Jenis
kelamin, skeletal age, letak kurva dan besar kurva akan mempengaruhi progresivitas. Dimana
riwayat keluarga, kompensasi, kuantitas lordosis atau kifosis tidak mempengaruhi preogresivitas.
Seorang perempuan yang memiliki skoliosis pada thoraks dengan besar 200-290 dan memiliki
Risser sign 0-1 akan mengalami progresivitas dengan kemungkinan 68%. Dan pada laki-laki
yang memiliki sudut kurva 100-190 dan Risser’s sign 2, 3, atau 4 memiliki progresivitas dengan
kemungkinan 2%.
Penanganan
Penanganan skoliosis idiopatik adolesens ini menggunakan brace, electronic stimulator,
atau operasi. Latihan tidak mempengaruhi kurva tersebut kecuali pasien mengkombinasikannya
dengan penggunaan brace. Latihan dan manipulasi tidak menunjukkan bahkan untuk
menghentikan progresivitas dari kurva.
Millwauke brace adalah ortosis standar untuk penanganan pada skoliosis idiopatik
adolesens pada thoraks. Brace ini dibuat di Milwaukee pada tahun 1945 oleh dr. Blount dan dr.
Schmidt dan telah diperbaiki dan disempurnakan hingga sekarang dan telah digunakan di seluruh
dunia. Beberapa pada penahan dapat diberikan pada basic Milwaukee brace untuk memberi
penanganan untuk berbagai jenis kurva. Milwaukee brace sangat efektif. Brace ini tidak dapat
mengoreksi secara efektif atau mengontrol kurva yang sudah parah. Sudut optimal untuk
penggunaan orthosis adalah kurva dengan sudut 200-450. Kurva yang dibawah 200 biasanya non-
progresif atau bisa hilang secara spontan. Dan kebalikannya jika kurva tersebut memiliki sudut
diatas 450 maka penggunaan orthosis tidak terlalu berperan.
Penatalaksanaan Ortosis
Karena deformitas primer pada skoliosis kongenital kebanyakan terjadi pada tulang
daripada di jaringan lunak, sehingga kurvanya cenderung kaku, maka tidak selalu dapat
dilakukan pengunaan ortosis. Meskipun terdapat indikasi untuk dilakukannya pemasangan
ortosis.
Penelitian oleh Winter dan rekan-rekan, membuktikkan bahwa ada beberapa pasien
tertentu yang membaik dengan pemaikaian brace Milwaukee selama bertahun-tahun dan
beberapa bahkan secara permanen dapat ditangani dengan ortosis. Pasien yang telah membaik
dengan ortosis memilki fleksibilitas yang baik pada kurvanya.
Sangat penting untuk klinisi mengejar tujuan dari penggunaan brace, yaitu mengontrol
kurva pada posisi yang pantas. Indikasi utama dari pemasangan brace adalah menunda operasi
sampai pasien mencapai usia yang optimal untuk dilakukan tindakan operatif. Hal ini berlaku
terutama pada kurva panjang yang membutuhkan fusi yang panjang. Apabila terjadi kerusakan
yang lebih lanjut selama penggunaan brace maka harus segera dilakukan fusi tanpa harus
menunggu usia optimal pasien.
Kesalahan yang paling sering terjadi pada skoliosis kongenital dengan penggunaan brace
Milwaukee adalah penggunaan brace Milwaukee secara terus-menerus padahal terdapat indikasi
operasi segera pada pasien. Kesalahan terbesar kedua adalah kurangnya monitoring dari
penggunaan brace dimana brace tidak dapat lagi mengontrol kurva dengan baik, maka
diperlukannya pemantauan secara mendalam selama penggunaan brace.
Tindakan Operatif
Operasi merupaka tindakan yang terbaik. Tindakan dasar yang dapat dilakukan adalah
fusi tulang belakang posterior dan dapat dilakukan dengan instrumentasi, tetapi risiko kerusakan
neuron lebih tinggi.
Tindakan operatif sebaiknya dilakukan pada skoliosis yang berat terutama yang tidak
berespon terhadap penggunaan brace. Apabila terdapat kurva 25° pada anak 3 tahun dapat
berkembang menjadi kurva 35° ketika mnginjak usia 6 tahun maka harus segera dilakukan
operasi. Banyak yang menganggap bahwa operasi dapat menghambat pertumbuhan anak namun
kenyataannya anak akan tumbuh lebih tinggi pada kurva yang di fusi. Fusi posterior harus
melapisi seluruh kurva yang telah diukur. Perbaikan dapat dilakukan dengan menggunakan gips
Risser. Bone graft dapat ditambahkan, karena massa fusi yang tebal diperlukan untuk
menghindari fusi menjadi bengkok oleh lempeng pertumbuhan anterior.
Anterior dan posterior hemiartrodesis dan hemiepifiseodesis yang cembung didisain
untuk menghambat deformitas progresif yang lebih lanjut dan mencegah bengkoknya massa fusi.
Jika pertumbuhan yang cekung masih terjadi, maka terjadi pula kerusakan progresif pada kurva
yang lebih parah.
Eksisi pada hemivertebra sangat susah dilakukan dan dapat membahayakan fungsi korda
spinalis atau serabut saraf, namun berguna bagi pasien yang memilki dekompensasi berat
dikarenakan hemivertebrae di daerah lumbosacral. Perlu diingat bahwa eksisi hemivertebra
adalah osteotomi di kurva apex dan seluruh kurva harus di selalu fusi.
SKOLIOSIS MARFAN
Skoliosis merupakan bentuk manifestasi umum pada penderita Marfan’s Syndrome.
Dilaporkan terdapat antara 30-70% insidensi skoliosis pada penderita Marfan’s Syndrome.
Penderita Marfan’s Syndrome memiliki defek pada connective tissue sehingga sering terjadi
deformitas pada vertebra.
Manifestasi Klinis
Banyak bentuk skoliosis Marfan sering kali sama bentuknya dengan skoliosis yang
idiopatik. Pasien biasanya memiliki struktur ganda pada daerah thorakal kanan, kurva pada
lumbal kiri; sebuah kurva di thorakal kanan; atau sebuah kurva di thorakolumbar yang dimana
secara radiologis gambaran-gambaran ini sama dengan skoliosis idiopatik.
Kurvatura pada skoliosis Marfan bervariasi dari yang ringan sampai sangat berat. Karena
tingginya kejadian skoliosis pada penderita Marfan’s Syndrome, maka harus dilakukan
pemeriksaan teratur pada tulang belakang. Pemeriksa selain mencari skoliosisnya juga harus
melihat adanya manifestasi klasik dari Marfan’s Syndrome yaitu dislokasi lensa mata, murmur
pada jantung, dan arachnodaktili. Sebaiknya dilakukan juga EKG karena tingginya kejadian
prolaps katup jantung pada penderita Marfan’s Syndrome.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan skoliosis Marfan sangat persis dengan skoliosis idiopatik. Skoliosis yang sangat
ringan dengan derajat kurva 15° atau kurang tidak diperlukan penatalaksanaan, namun harus
selalu dipantau dan dipastikan agar tidak berkembang menjadi skoliosis yang lebih parah.
Penatalaksanaan Ortosis
Tindakan ini dapat dilakukan pada skoliosis tingkat sedang yang kurang dari 40°, terutama pada
anak yang lebih muda. Namun tindakan ortosis pada skoliosis Marfan tidak seefektif dengan
tindakan ortosis pada skoliosis idiopatik, hal ini dikarenakan ketidakmampuan jaringan lunak
untuk “menstabilisasikan”. Perbaikan yang baik dapat dilakukan dengan pemakaian brace,
terutama penting pada awal perjalanan penyakit, karena adanya fleksibilitas yang tinggi pada
kurva skoliosis Marfan. Namun, meskipun penggunaan brace secara penuh dalam 2 tahun atau
lebih, bukan hal yang tidak biasa jika meilhat pasien dengan kurvanya kembali ke deformitas
sebelumnya atau malah ke deformitas yang lebih buruk. Beberapa pasien sembuh dengan
ortosis, tetapi insidensi untuk relaps lebih tinggi daripada skoliosis idiopatik.
Tindakan Operatif
Sebagian besar penderita skoliosis Marfan tingkat sedang sampai berat dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan operatif. Kontraindikasi dari tindakan ini hanyalah
dekompensasi kordis atau aneurisma aorta. Karena tingginya defek pada jantung dan aorta pada
penyakit ini, maka harus dilakukan pemeriksaan kardiovaskular secara mendalam. Pemeriksaan
echo sangat membantu dalam hal ini.
Kurva skoliosis tingkat sedang (40°-70°) biasanya dapat diperbaiki dengan instrumentasi
bedah langsung dan fusi. Penderita dengan tingkat kurva yang lebih berat, terutama dengan
kurva 90° atau lebih harus dilakukan disektomi awal diikuti dengan instrumentasi dan fusi.
Masa penyembuhan post operasi dapat dikatakan normal dan biasanya immobilisasi
dilakukan sekitar 6 sampai 9 bulan saja sudah cukup. Dengan fiksasi internal yang baik dengan
instrument Harrington dan fiksasi eksternal yang baik dengan gips atau brace, membuat ambulasi
awal untuk penderita menjadi lebih praktis. Bed rest dalam jangka waktu lama tidak diperlu
dilakukan lagi. Tindakan operatif sebaiknya dilakukan selama kontraindikasi dipastikan tidak
ada.
SKOLIOSIS NEUROMUSKULAR
Hampir semua anak-anak yang menderita penyakit neuromuscular memiliki
kemungkinan trjadinya skoliosis atau beberapa jenis deformitas tulang belakang lainnya. Tingkat
keparahan dari deformitasnya tergantung dari beratnya kelemahan, dan usia pasien saat pertama
kali paralise muncul.
Kurva neuromuscular biasanya bentuknya panjang dan melibatkan lebih banyak vertebra
daripada skoliosis idiopatik. Terdapat beberapa kurva yang terkompensasi. Mungkin terdapat
pelvis oblik yang tidak terdapat pada skoliosis idiopatik. Tulang servikal juga bisa terlibat dan
juga tidak terdapat pada skoliosis idiopatik. Kelemahan pada otot interkosta dapat menurunkan
fungsi dari sistem respirasi, sehingga penderita rentan terserang pneumonia dan atelektasis.
Ortosis dapat digunakan pada penderita deformitas penyakit neuromuscular tetapi
biasanya hanya untuk menunda atau menunggu waktu yang tepat untuk tindaka operatif. Brace
Milwaukee adalah pilihan yang sering dipakai.
Saat fusi dibutuhkan, area fusi lebih panjang, tulang menjadi lebih osteoporotic, risiko
kehilangan darah lebih tingg sehingga komplikasi post operatif lebih tinggi pula. Tindakan
operatif dilakukan untuk mencapai stabilitas dan keseimbangan bukan untuk mengembalikan
deformitas ke bentuk yang normal.
UPPER MOTOR NEURON LESSION
CEREBRAL PALSY
Insiden skoliosis pada penderita CP bervariasi berdasarkan pola dan tingkat keparahan
dari keterlibatan gangguan neuromuscular. Penderita dengan ambulasi hemiparese spastic
biasanya memiliki derajat kurva lebih dari 10°. Di sisi lain penderita yang lebih parah, non-
ambulasi dengan quadriplegi spastic memiliki insidensi kurva yang lebih tinggi.
Penderita ambulasi dengan tingkat keparahan sedang namun progresif, dapat dilakukan
tindakan ortostik konvensional, jika lebih dari 50° harus dilakukan fusi. Terdapat 2 kelompok
penderita yang dilakukan tindakan operatif: 1) penderita dengan kurva di thorakal atau
thorakolumbal yang tidak ada pelvis oblik, 2) penderita dengan tingkat keparahan yang sangat
parah dengan kurva lumbar atau thorakolumbar denga pelvis oblik.
LOWER MOTOR NEURON LESSION
Poliomyelitis merupakan penyebab utama dari paralitik skoliosis. Atrofi otot spinal
muncul sebagai penyebab utama deformitas paralitik pada spinal. Skoliosis yang tidak ditangani
merupakan penyebab utama kematian pada penderita, bukan karena penyakit yang
mendasarinya.
Penopang ortosis sebaiknya segera dipasang ketika pertama kali kurva terdeteksi dan
dilanjutkan selama ortosis dapat mengkontrol kurva tersebut. Jika tindakan ortosis gagal maka
dilakukan tindakan operatif. Pada anak kurang dari 10 tahun dapat dilakukan fusi dengan
instrumentasi, dan dapan dilepas pada usia 12 untuk perempuan dan usia 14 untuk laki-laki.
Penderita dengan tingkat keparahan yang sangat parah dpat dilakukan tindakan operatif dengan
prosedur Luque dan menjadi pilihan yang terbaik untuk pasien ini.
DUCHENNE MUSCULAR DYSTROPHY
Penyakit miopati yangpaling sering menyebabkan skoliosis adalah Duchenne
(pseudihipertrofi) muscular distrofi. Skoliosis muncul ketika penderita berhenti berjalan. 80%
penderita menunukkan skoliosis yang progresif dan sering kali dihubungkan dengan penurunan
fungsi pulmoner dan kelemahan otot intercostalis.
Penggunaan brace bukan pilihan yang tepat untuk skoliosis bentuk ini, maka yang terbaik
adalah tindakan operatif segera karena sifat skoliosisnya yang progresif. Teknik Luque adalah
prosedur yang terbaik.