referat putro

46
Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 1 BAB I PENDAHULUAN Menua (Aging) adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya. Proses ini berlangsung terus-menerus sepanjang hidup seseorang. Tidak seperti kondisi patologis, setiap manusia pasti akan mengalami proses menua. Aging sudah terprogram dalam genetik masing-masing individual, tapi faktor eksternal sangat berperan dalam memodifikasi proses ini, sehingga proses menua-pun berlangsung dengan tingkat kecepatan yang berbeda pada tiap orang. Hal inilah yang menjelaskan mengapa beberapa orang dapat tampak lebih tua/muda dari usia kronologisnya. Untuk dapat mengatakan suatu kemunduran fungsi tubuh disebabkan suatu penyakit yang menyertai proses menua,ada 4 kriteria yang harus dipenuhi: 1. Kemunduran fungsi dan kemampuan tubuh tadi harus bersifat universal, artinya umum terjadi pada setiap orang. 2. Proses menua disebabkan oleh faktor intrinsik, yang berarti perubahan fungsi sel dan jaringan disebabkan oleh penyimpangan yang terjadi di dalam sel dan bukan oleh faktor dari luar.

Upload: bayu-agustinus

Post on 20-Jan-2016

20 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ggggg

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 1

BAB I

PENDAHULUAN

Menua (Aging) adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan

untuk memperbaiki atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan

fungsi normalnya. Proses ini berlangsung terus-menerus sepanjang hidup

seseorang. Tidak seperti kondisi patologis, setiap manusia pasti akan mengalami

proses menua. Aging sudah terprogram dalam genetik masing-masing individual,

tapi faktor eksternal sangat berperan dalam memodifikasi proses ini, sehingga

proses menua-pun berlangsung dengan tingkat kecepatan yang berbeda pada tiap

orang. Hal inilah yang menjelaskan mengapa beberapa orang dapat tampak lebih

tua/muda dari usia kronologisnya.

Untuk dapat mengatakan suatu kemunduran fungsi tubuh disebabkan

suatu penyakit yang menyertai proses menua,ada 4 kriteria yang harus dipenuhi:

1. Kemunduran fungsi dan kemampuan tubuh tadi harus bersifat universal,

artinya umum terjadi pada setiap orang.

2. Proses menua disebabkan oleh faktor intrinsik, yang berarti perubahan

fungsi sel dan jaringan disebabkan oleh penyimpangan yang terjadi di

dalam sel dan bukan oleh faktor dari luar.

3. Proses menua terjadi secara progresif, berkelanjutan, berangsur lambat

dan tidak dapat kembali seperti semula.

4. Proses menua bersifat proses kerusakan atau kemunduran.

Konsekuensi dari proses penuaan ialah penurunan secara perlahan fungsi

tubuh dan menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki, mengganti

diri, dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya.

BAB II

Page 2: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 2

PENURUNAN FUNGSI PENGLIHATAN

A . PERUBAHAN PADA JARINGAN DALAM BOLA MATA YANG MENYERTAI

USIA LANJUT

Gangguan penglihatan merupakan masalah penting yang menyertai

lanjutnya usia. Akibat dari masalah ini seringkali tidak disadari oleh masyarakat,

para ahli, bahkan oleh para lanjut usia sendiri. Dengan berkurangnya penglihatan,

para lanjut usia seringkali kehilangan rasa percaya diri, berkurang keinginan

untuk pergi keluar, untuk lebih aktif atau bergerak ke sana kemari. Mereka akan

kehilangan kemampuan untuk membaca atau melihat televisi. Kesemua ini akan

menurunkan aspek sosialisasi dari para lanjut usia, mengisolasi mereka dari

dunia luar yang pada gilirannya akan menyebabkan depresi dan berbagai

akibatnya. Atas berbagai alasan itulah maka masalah gangguan penglihatan

merupakan topik penting bagi disiplin geriatri.

1. Perubahan Refraksi

PRESBIOPIA

2. Perubahan Struktur Kelopak Mata

ENTROPION

EKTROPION

BLEFAROPTOSIS AKUISITA

DERMATOKALASIS

3. Perubahan Sistem Lakrimal

DACRYOSTENOSIS AKUISITA

4. Perubahan Kornea

ARCUS SENILIS

PENURUNAN SENSITIVITAS KORNEA

5. Perubahan Produksi Aqueous Humor

Pada mata sehat dengan pemeriksaan fluorofotometer diperkirakan

produksi Aqueous Humor 2,4 ± 0,06 µL/menit. Beberapa faktor

Page 3: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 3

berpengaruh pada produksi Aqueous Humor. Dengan pemeriksaan

fluorofotometer menunjukkan bahwa dengan bertambahnya usia terjadi

penurunan produksi Aqueous Humor 2% (0,06 µL/menit) tiap dekade.

Penurunan ini tidak sebanyak yang diperkirakan, oleh karena dengan

bertambahnya usia sebenarnya produksi Aqueous Humor lebih stabil

dibanding perubahan tekanan intra okuler atau volume COA.

6. Perubahan Iris

Pada usia lanjut iris akan mengalami proses degenerasi, menjadi

kurang cemerlang dan mengalami depigmentasi tampak ada bercak

berwarna muda sampai putih.

7. Perubahan Pupil

Pupil mengalami konstriksi, mula-mula berdiameter 3 mm, pada

usia lanjut terjadi penurunan 1 mm dan refleks cahaya langsung melemah.

8. Perubahan Lensa

Pada usia muda lensa tidak bernukleus, pada usia 20 tahun nukleus

mulai terbentuk. Semakin bertambah umur nukleus semakin membesar

dan padat, sedangkan volume lensa tetap, sehingga bagian korteks

semakin menipis, elastisitas jadi berkurang (membias sinar jadi lemah).

Lensa yang mula-mula bening transparan, menjadi tampak keruh

(Sklerosis).

9. Perubahan Badan Kaca ( Vitreous Humor )

Terjadi degenerasi, konsistensi lebih encer (Synchisis), dapat

menimbulkan keluhan Photopsia (melihat kilatan cahaya saat ada

perubahan posisi bola mata).

10. Perubahan Retina

Terjadi degenerasi ( Senile Degeneration ). Gambaran fundus mata

mula-mula merah jingga cemerlang, menjadi suram dan ada jalur-jalur

berpigment ( Tygroid Appearance ) terkesan seperti kulit harimau. Jumlah

sel fotoreseptor berkurang sehingga adaptasi gelap dan terang memanjang

dan terjadi penyempitan lapangan pandang.

Page 4: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 4

BAB III

PENURUNAN FUNGSI PENDENGARAN

A. PATOFISIOLOGI

Di telinga dalam terdapat alat pendengaran dan alat keseimbangan.

Gangguan pendengaran dibagi menjadi tiga, yaitu tuli saraf (perseptif/ sensory

neural healing loss/ SNHL), tuli konduktif, dan tuli campuran (mixed deafness).

Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara di telinga luar atau

telinga tengah. Kelainan di telinga luar yang menyebabkan tuli konduktif adalah

atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumskripta,

osteoma liang telinga. Kelainan di telinga tengah adalah tuba katar/ sumbatan

tuba eustachius, otitis media, otosklerosis, timpanosklerosis, hemotimpanum, dan

dislokasi tulang pendengaran.

Pada tuli saraf disebabkan gangguan di telinga dalam. Tuli saraf dibagi atas

tuli koklea dan tuli retrokoklea (N. VIII atau di pusat pendengaran). Tuli saraf

koklea disebabkan oleh aplasia (kongenital), labirintitis (oleh bakteri atau virus),

trauma kapitis, tuli mendadak (sudden deafness), trauma akustik, pajanan bising,

dan intoksikasi obat seperti streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina,

asetosal, atau alkohol. Tuli retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor

cerebello pontine angle (tumor sudut pons serebelum), mieloma multipel, cedera

otak, perdarahan otak, dan kelainan otak lainnya.

Tuli campuran dapat merupakan satu penyakit, misalnya radang di telinga

tengah dengan komplikasi ke telinga dalam atau dua penyakit yang berlainan,

misalnya tumor N. VII (tuli saraf) dan radang telinga tengah (tuli konduktif).

Gangguan pada vena jugularis berupa aneurisma dapat menyebabkan

telinga berbunyi sesuai dengan denyut jantung. Trauma atau radang di telinga

tengah dapat menyebabkan terjepitnya korda timpani sehingga timbul gangguan

pengecapan.

Page 5: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 5

Telinga Luar

Akibat proses penuaan akan terjadi perubahan alami pada kulit dan

kelenjar serumen yang ada pada telinga luar dan saluran pendengaran. Kelenjar

serumen merupakan modifikasi dari kelenjar keringat, kelenjar apokrin, serta

kelenjar sebum pada saluran telinga. Sekresi dari kelenjar ini ditambah

deskuamasi kulit membentuk serumen. Atrofi kelenjar sebasea menyebabkan

penurunan pada pelumasan epitelia dan hidrasi kulit. Kekeringan pada kulit

memberikan kontribusi terjadinya pruritus pada saluran pendengaran. Kulit

sering mengalami atrofi dan terluka akibat insersi ujung cotton applicator pada

saat mengurangi rasa gatal, tetapi jarang berlanjut menjadi infeksi pada pasien

usia lanjut. Untuk menghilangkan berbagai infeksi dan dermatitis, dapat diberikan

baby oil secara rutin.

Telinga Tengah

Efektifitas dari hantaran konduksi telinga tengah tergantung dari

integritas cincin ossicular dan pergerakan persendian ossicularnya. Proses

degeneratif pada permukaan persendian dan badan tulang dapat menyebabkan

gangguan hantaran. Persendian incudomaleal dan incudostapedial adalah sinovial

yang dilapisi jaringan rawan persendian dibungkus oleh kapsul jaringan elastik.

Secara histologik bertambahnya usia akan meningkatkan kalsifikasi bahkan

obliterasi pada ruang sendi. Penelitian menunjukkan bahwa perubahan artritik

yang signifikan akan mempengaruhi transmisi suara.

Telinga Dalam

Sel – sel pendengaran mempunyai fungsi yang tinggi dan kemampuan

regenerasi yang rendah. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap proses

degenerasi dari elemen sensorik dan saraf, seperti diet dan nutrisi, metabolisme

kolesterol, arteriosklerosis, dan respon organisme pada stres fisik. Sedang pada

yang mengalami presbikusis pada usia muda faktor yang berperan adalah faktor

genetik.

Page 6: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 6

B. GANGGUAN PENDENGARAN PADA GERIATRI

a. Tuli Konduktif pada Geriatri

Proses degenerasi pada telinga luar dan tengah dapat menyebabkan

perubahan berupa berkurangnya elastisitas dan bertambah besarnya ukuran

daun telinga, atrofi dan bertambah kakunya liang telinga, penumpukan

serumen, membran timpani bertambah tebal dan kaku, kekakuan sendi

tulang – tulang pendengaran.

Pada lanjut usia, kelenjar – kelenjar serumen akan mengalami atrofi

sehingga produksi serumen berkurang dan liang telinga menjadi kering.

Akibatnya mudah terjadi serumen prop yang akan menyebabkan tuli

konduktif. Membran timpani yang bertambah kaku dan tebal dan kekakuan

sendi tulang pendengaran juga akan menyebabkan tuli konduktif.

b. Tuli saraf pada Geriatri (Presbikusis)

Presbikusis adalah tuli saraf sensori – neural frekuensi tinggi, umumnya

terjadi mulai usia 65 tahun, simetris kanan dan kiri. Presbikusis dapat mulai

pada frekuensi 100 Hz atau lebih. Penurunan pendengaran yang progresif

lebih cepat pada jenis kelamin laki-laki daripada wanita.

Page 7: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 7

BAB IV

PENURUNAN FUNGSI KARDIOVASKULAR

A. PERUBAHAN-PERUBAHAN FISIOLOGIS JANTUNG AKIBAT PENUAAN

Proses menua akan menyebabkan perubahan pada sistem kardiovaskular.

Hal ini pada akhirnya juga akan menyebabkan perubahan pada fisiologi jantung.

Perubahan fisiologi jantung ini harus kita bedakan dari efek patologis yang terjadi

karena penyakit lain, seperti pada penyakit coronary arterial disease yang juga

sering terjadi dengan meningkatnya umur.

Ada sebuah masalah besar dalam mengukur dampak menua terhadap

fisiologi jantung, yaitu mengenai masalah penyakit laten yang terdapat pada

lansia. Hal ini dapat dilihat dari prevalensi penyakit CAD pada hasil autopsi,

dimana ditemukan lebih dari 60% pasien meninggal yang berumur 60 tahun atau

lebih, mengalami 75% oklusi atau lebih besar, pada setidaknya satu arteri

koronaria. Sedangkan pada hasil pendataan lain tercatat hanya sekitar 20%

pasien berumur >80 tahun yang secara klinis mempunyai manifestasi CAD. Jelas

hal ini menggambarkan bahwa pada sebagian lansia, penyakit CAD adalah

asimptomatik .

Hal ini sangat menyulitkan bagi kita dalam mengadakan penelitian

mengenai efek fisiologis menua pada jantung. Kita harus terlebih dahulu

menyingkirkan kemungkinan penyakit lain seperti CAD pada sekelompok lansia

yang sepertinya sehat. Akan tetapi, tidak semua penelitian dilakukan dengan

terlebih dahulu menyingkirkan penyakit laten yang mungkin terdapat. Hal inilah

yang sering menyebabkan terdapatnya perbedaan dalam hasil pendataan pada

sejumlah penelitian.

Page 8: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 8

1. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Jantung :

Pada miokardium terjadi brown atrophy disertai akumulasi lipofusin (aging

pigment) pada serat-serat miokardium.

Terdapat fibrosis dan kalsifikasi dari jaringan fibrosa yang menjadi rangka dari

jantung. Selain itu pada katup juga terjadi kalsifikasi dan perubahan

sirkumferens menjadi lebih besar sehingga katup menebal. Bising jantung

(murmur) yang disebabkan dari kekakuan katup sering ditemukan pada lansia.

Terdapat penurunan daya kerja dari nodus sino-atrial yang merupakan pengatur

irama jantung. Sel-sel dari nodus SA juga akan berkurang sebanyak 50%-75%

sejak manusia berusia 50 tahun. Jumlah sel dari nodus AV tidak berkurang,

tapi akan terjadi fibrosis. Sedangkan pada berkas His juga akan ditemukan

kehilangan pada tingkat selular. Perubahan ini akan mengakibatkan penurunan

denyut jantung.

Terjadi penebalan dari dinding jantung, terutama pada ventrikel kiri. Ini

menyebabkan jumlah darah yang dapat ditampung menjadi lebih sedikit

walaupun terdapat pembesaran jantung secara keseluruhan. Pengisian darah ke

jantung juga melambat.

Terjadi iskemia subendokardial dan fibrosis jaringan interstisial. Hal ini

disebabkan karena menurunnya perfusi jaringan akibat tekanan diastolik menurun.

2. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Pembuluh darah :

Hilangnya elastisitas dari aorta dan arteri-arteri besar lainnya. Ini

menyebabkan meningkatnya resistensi ketika ventrikel kiri memompa sehingga

tekanan sistolik dan afterload meningkat. Keadaan ini akan berakhir dengan

yang disebut “Isolated aortic incompetence”. Selain itu akan terjadi juga

penurunan dalam tekanan diastolik.

Menurunnya respons jantung terhadap stimulasi reseptor ß-adrenergik. Selain

itu reaksi terhadap perubahan-perubahan baroreseptor dan kemoreseptor juga

menurun. Perubahan respons terhadap baroreseptor dapat menjelaskan

terjadinya Hipotensi Ortostatik pada lansia.

Page 9: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 9

Dinding kapiler menebal sehingga pertukaran nutrisi dan pembuangan

melambat.

3. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Darah :

Terdapat penurunan dari Total Body Water sehingga volume darah pun menurun.

Jumlah Sel Darah Merah (Hemoglobin dan Hematokrit) menurun. Juga terjadi penurunan jumlah Leukosit yang sangat penting untuk menjaga imunitas tubuh. Hal ini menyebabkan resistensi tubuh terhadap infeksi menurun

Page 10: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 10

BAB V

PENURUNAN FUNGSI PERNAFASAN

A. PERUBAHAN ANATOMIK FISIOLOGIK SISTEM PERNAFASAN LANJUT USIA

Perubahan fungsi fisiologik paru selama proses menua kemungkinan

disebabkan oleh perubahan gaya hidup daripada perubahan fungsi berbagai

organ. Inhalasi asap rokok atau polusi industri yang berlangsung dalam

jangka waktu lama dapat mempercepat perubahan jaringan yang

berhubungan dengan fungsi paru pada lanjut usia :

1. Perubahan anatomik sistem pernapasan

a. Dinding dada: tulang-tulang mengalami osteoporosis, tulang-tulang

rawan mengalami osifikasi, terjadi perubahan bentuk dan ukuran dada.

Sudut epigastrik relatif mengecil dan volume rongga dada mengecil.

b. Otot-otot pernapasan: mengalami kelemahan akibat atrofi, sehingga

menurunkan inspirasi maksimal dan ekspirasi maksimal.

c. Saluran napas: akibat kelemahan otot, berkurangnya jaringan elastis

bronkus dan alveoli menyebabkan lumen bronkus mengecil. Cincin-

cincin tulang rawan bronkus mengalami perkapuran.

d. Struktur jaringan parenkim paru: bronkiolus, duktus alveolaris dan

alveolus membesar secara progresif, terjadi emfisema senilis. Struktur

kolagen dan elastin dinding saluran napas perifer kualitasnya berkurang

sehingga menyebabkan elastisitas jaringan parenkim paru berkurang.

Penurunan elastisitas jaringan parenkim paru pada lanjut usia dapat

karena menurunnya tegangan permukaan akibat pengurangan daerah

permukaan alveolus.

2. Perubahan fisiologik sistem pernapasan

a. Gerak pernapasan: adanya perubahan bentuk, ukuran dada, maupun

volume rongga dada akan merubah mekanika pernapasan, amplitudo

Page 11: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 11

pernapasan menjadi dangkal, dan timbul keluhan sesak napas.

Kelemahan otot pernapasan menimbulkan penurunan gerakan paru-

paru untuk bernapas, apalagi jika terdapat deformitas rangka dada

akibat penuaan.

b. Distribusi gas: perubahan struktur anatomik saluran napas akan

menimbulkan penumpukan udara dalam alveolus (air-trapping)

ataupun gangguan distribusi udara dalam cabang-cabang bronkus.

Aliran udara intra-parenkim berkurang, dan pertukaran udara alveolus

berkurang sehingga tekanan saturasi oksigen berkurang.

c. Volume dan kapasitas paru menurun: hal ini disebabkan karena

beberapa faktor yaitu kelemahan otot napas, elastisitas jaringan

parenkim paru menurun, resistensi saluran napas yang menurun

sedikit. Secara umum dikatakan bahwa pada lanjut usia terdapat

pengurangan ventilasi paru.

d. Gangguan transport gas: pada lanjut usia terjadi penurunan Pa O2

secara bertahap, yang disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan

ventilasi-perfusi. Selain itu diketahui bahwa pengambilan O2 oleh darah

dari alveoli dan transport O2 ke jaringan berkurang, terutama terjadi

pada saat melakukan olah raga. Penurunan pengambilan O2 maksimal

disebabkan antara lain oleh berbagai perubahan pada jaringan paru

yang menghambat difusi gas dan karena berkurangnya aliran darah ke

paru akibat turunnya curah jantung.

Tes fungsi paru-paru standar menunjukkan perubahan sebagai berikut :

a. Volume ekspirasi paksa dalam detik pertama (FEV1/FVC) menurun

seiring bertambahnya usia (pada usia diatas 70 tahun FEV1/FVC 65%

dari normal).

b. Ventilasi maksimal, menurun sekitar 1% per tahun antara usia 30 dan 70

tahun

c. Kapasitas difusi CO2 berkurang 0,20 – 0,30 ml/menit/mmHg/tahun;

perubahan ini kemungkinan berkaitan dengan hubungan antara usia

dengan penurunan luas permukaan kapiler paru

Page 12: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 12

d. Penurunan FEV1 pada orang yang tidak merokok ±30 ml/tahun dan

penurunan FVC ±20 ml/tahun dimulai pada usia 30 tahun

e. Kapasitas paru total tidak dipengaruhi oleh usia

Tabel : Perubahan fungsi paru berhubungan dengan usia

Fungsi perubahan akibatnyakomplians rongga toraks

menurun peningkatan kerja pernapasan, peningkatan volume residual, peningkatan diameter anteroposterior dinding toraks

volume akhir meningkat penurunan rasio ventilasi-perfusi pada paru yang terlibat, pelebaran gradien O2 alveolar-arterial

FEV1 menurun menurunnya rasio FEV1/FVCventilasi volunter maksimum

menurun penurunan respon yang nyata terhadap hipoksia dan hiperkapnia

kapasitas difusi CO2 menurun peningkatan transport 02 dan CO2 yang nyata

respon pusat pernapasan terhadap hipoksia dan hiperkapnia

menurun peningkatan sensitivitas terhadap hipoksia dan hiperkapnia

Kontrol pernapasan dan tidur

Terjadi penurunan respon ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapnia ±

50% pada usia diatas 65 tahun dibandingkan pada usia 20 tahun.

Kemampuan untuk mengetahui peningkatan elastisitas dan muatan

restriktif juga menurun. Efisiensi tidur pada lanjut usia menurun. Hal ini

mungkin berhubungan dengan peningkatan obstruksi pusat apnea,

umumnya pada fase I dan II tidur (sekunder terhadap penurunan respon

ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapnia), yang menyebabkan

peningkatan periode terjaga di malam hari. Jumlah waktu yang dihabiskan

dalam satu gelombang tidur juga menurun dengan bertambahnya usia.

Olahraga dan kondisi tubuh

Konsumsi oksigen maksimum menurun sejajar dengan usia ± 0,4

ml/kg/menit/tahun. Hal ini terutama berhubungan dengan perubahan

kondisi tubuh dan perubahan pada sistem kardiovaskuler (penurunan detak

Page 13: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 13

jantung dan stroke volume). Konsumsi oksigen dapat ditingkatkan dengan

melakukan olahraga atau latihan fisik yang teratur.

BAB VI

PENURUNAN FUNGSI PENCERNAAN

A. Rongga Mulut

Gigi geligi mulai banyak yang tanggal, di samping juga terjadi kerusakan

gusi karena proses degenerasi. Kedua hal ini sangat mempengaruhi proses

mastikasi makanan sehingga mengurangi intake kalori. Lanjut usia mulai sukar

untuk makan makanan berkonsistensi keras, lama kelamaan menjadi malas

makan.

Kelenjar saliva menurun produksinya, sehingga mempengaruhi proses perubahan

kompleks karbohidrat menjadi disakarida (karena enzim ptialin menurun),

mempengaruhi refluks asam pada lansia, juga fungsi ludah sebagai pelicin

makanan berkurang, sehingga proses menelan lebih sukar.

Sensasi rasa berkurang sejalan dengan proses penuaan. Lansia

menunjukkan adanya ketidakmampuan dalam merasakan makanan. Indera

pengecap di ujung lidah menurun jumlahnya, terutama untuk rasa asin, sehingga

lanjut usia cenderung untuk makan makanan yang lebih asin. Beberapa obat-

obatan dan penyakit dapat juga mempengaruhi rasa, tetapi ketidakmampuan

dalam merasakan makanan tersebut dipercaya hanya sementara saja.

Page 14: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 14

Gambar 2.1. Penampang Gigi pada Manusia

B. Faring dan Esofagus

Banyak lanjut usia sudah mengalami kelemahan otot polos, sehingga

proses menelan menjadi sukar. Kelemahan otot esofagus sering menyebabkan

proses patologis yang disebut hiatus hernia.

Pada orang sehat, proses penuaan hanya memberi sedikit pengaruh terhadap

motilitas esofagus. Tekanan sfingter esofagus bagian atas menurun sesuai dengan

proses penuaan (disertai keterlambatan menelan yang diinduksi oleh keadaan

relaksasi), tetapi tekanan sfingter esofagus bagian bawah tidak banyak berubah.

Peristaltik kedua sedikit bereaksi terhadap distensi esofagus yang bisa

menimbulkan kegagalan dalam bersihan refluks asam dan empedu. Laporan

terdahulu dikatakan bahwa presbyesofagus (keadaan yang berhubungan dengan

abnormalitas peristaltik esofagus) paling sering disebabkan oleh gangguan

neurologi dan vaskuler, yang mempengaruhi fungsi esofagus dan tidak

berhubungan dengan usia.

Refluks gastrointestinal sepertinya mempunyai prevalensi yang sama

antara lansia dengan orang muda, meskipun dapat menimbulkan gejala ringan

yang berhubungan dengan penyakit yang lebih berat yang sering disebabkan oleh

kegagalan bersihan asam. Panjang sfingter esofagus bagian bawah juga berkurang

pada lansia dan meningkatkan insiden hiatus hernia.

Obat-obatan seperti AINS, potassium chlorida, tetrasiklin, kuinidin,

alendronate, sulfas ferosus dan teofilin bisa menimbulkan kerusakan esofagus.

Lansia berisiko tinggi terhadap esofagitis yang diinduksi oleh obat dan

komplikasinya sebab mereka meminum obat dalam jumlah besar dan cenderung

mengalami keterlambatan transit esofagus dan menjadi imobilitas. Seharusnya

pasien menelan obat dalam posisi setengah duduk dengan dibantu segelas air.

Page 15: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 15

C. Lambung

Pada lambung dapat terjadi atrofi mukosa. Atrofi dari sel kelenjar, sel

parietal dan sel chief akan menyebabkan sekresi asam lambung, pepsin dan faktor

intrinsik berkurang. Ukuran lambung pada lanjut usia menjadi lebih kecil,

sehingga daya tampung makanan menjadi berkurang. Proses perubahan protein

menjadi pepton terganggu. Sekresi asam lambung berkurang, sehingga rangsang

lapar juga berkurang.

Meskipun proses penuaan tidak memiliki efek signifikan terhadap sekresi

asam dan pepsin, tetapi sering terjadi situasi dimana produksi asamnya

berkurang. Berkurangnya produksi asam waktu basal dan turunnya

perangsangan sekresi asam lambung oleh karena proses penuaan ( Hipoklorida )

sering disebabkan oleh Gastritis atrofican, yang prevalensinya meningkat pada

infeksi Helicobacter pylori. Pada saat atrofi, mukosa lambung sedang absen

dimana jumlah sekresi asam oleh sel parietal biasanya meningkat sejalan dengan

proses penuaan.

Penelitian menunjukkan proses penuaan mengurangi kapasitas mukosa

lambung dalam melindungi diri dari kerusakan. Faktor-faktor penting dari

cytoprotection adalah aliran darah lambung, sekresi prostaglandin, glutation,

bicarbonate dan berkurangnya mukus sejalan dengan proses penuaan.

Perubahan ini terlihat dari kegagalan fungsi barier mukosa lambung dan

meningkatnya risiko ulkus lambung dan duodenum pada lansia, yang sebagian

besar disebabkan oleh AINS. Perubahan ini juga meningkatkan insiden terjadinya

ulkus lambung dan duodenum pada lansia, yang diinduksi oleh Helicobacter

pylori.

Proses penuaan berhubungan dengan perlambatan pengosongan lambung

sehingga memperlama distensi lambung, selanjutnya makanan menjadi penuh di

Page 16: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 16

dalam lambung, sehingga intake makanan pun berkurang, yang semakin lama

dapat menurunkan berat badan.

D. Hepar

Hepar berfungsi penting dalam proses metabolisme karbohidrat, protein,

dan lemak. Di samping itu hepar juga memegang peranan besar dalam proses

detoksikasi, sirkulasi, penyimpanan vitamin, konjugasi bilirubin, dan lain

sebagainya.

Dengan meningkatnya usia, secara histologik dan anatomik akan terjadi

perubahan akibat atrofi sebagian besar sel kemudian berubah bentuk menjadi

jaringan fibrous. Hal ini akan menyebabkan penurunan fungsi hati dalam berbagai

aspek yang telah disebutkan tadi. Hal ini harus diingat terutama dalam pemberian

obat-obatan. Pengaruh penuaan terhadap hepar adalah perubahan berat hepar,

histologi, biokimia ataupun aliran darah hepar. Perubahan hepar yang

dipengaruhi oleh metabolisme obat sering tidak tampak secara klinis.

Perubahan berat hepar yang manifestasinya berupa hepar menjadi coklat

dan volumenya serta beratnya berkurang. Perubahan warna disebabkan

akumulasi lipofusin (pigmen coklat) dalam hepatosit yang diproduksi oleh

metabolisme lemak dan protein. Fibrosis kapsular dan parenkimal juga

meningkat tapi tidak mempengaruhi fungsi dan tidak mengindikasikan sirosis.

Volume hepatik berkurang antara 17-28% pada usia 40-65 tahun, beratnya

berkurang 25% pada 20-70 tahun.

Secara histologi, hepatosit melebar dan bertambah sejalan dengan

penuaan dan beberapa kejadian meningkatkan polipoid pada inti sel hepar serta

menambah ukurannya. Jumlah mitokondria per volume hepar berkurang disertrai

penambahan ukuran dan vakuolisasi mitokondria. Jumlah lisosom dan densitas

tubuh juga meningkat.

Page 17: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 17

Secara biokimia, serum bilirubin menurun sejalan dengan penuaan,

meskipun dari sekitar <0,2% hasil uji pada lansia menunjukkan hasil dibawah

normal. Sintesis protein menurun sejalan penuaan, meskipun ada beberapa

tingkatan penurunan sintesis protein, misalnya serum protein total dan albumin

menurun secara tajam tapi masih dalam batas normal.

Hepar pada lansia kurang responsif terhadap induksi enzim dari berbagai agen.

Aliran darah hepar berkurang 35% pada usia 40-65 tahun sebab aliran darah

splanikus juga berkurang. Berkurangnya aliran darah hepar sejalan dengan

berkurangnya berat hepar, sehingga menyebabkan berkurangnya eliminasi obat

dalam hepar yang terjadi pada lansia.

E. Pankreas

Produksi enzim amilase, tripsin, dan lipase akan menurun, sehingga kapasitas

metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak juga akan menurun. Pada lanjut usia

sering terjadi pankreatitis yang dihubungkan dengan batu empedu. Batu empedu

yang menyumbat ampula Vateri akan menyebabkan oto-digesti parenkim

pankreas oleh enzim elastase dan fosfolipase-A yang diaktifkan oleh tripsin dan

asam empedu.

Substansi struktur pankreas berubah sejalan dengan penuaan yang terdiri dari

penurunan berat badan, hiperplasia ductus dan fibrosis lobular. Anehnya

perubahan ini tidak mempengaruhi fungsi ekskresi pankreas secara signifikan

dimana enzim pankreas dan bikarbonat hanya turun sedikit dan karbohidrat

tidak berpengaruh terhadap pertambahan usia. Sekresi insulin berkurang

sehingga akibat turunnya respons sel-sel pankreas tehadap glukosa dan

peningkatan resistensi pankreas yang sesuai dengan pertambahan usia, yang

keduanya mempengaruhi tingginya risiko intoleransi glukosa dan diabetes

melitus tipe-2 pada lansia.

F. Usus Halus

Page 18: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 18

Mukosa usus halus mengalami atrofi sehingga luas permukaan berkurang

yang menyebabkan jumlah villi berkurang dan selanjutnya menurunkan proses

absorbsi.

Di daerah duodenum, enzim yang dihasilkan oleh pankreas dan empedu

juga menurun, sehingga metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak menjadi

tidak sebaik sewaktu muda. Keadaan seperti ini sering menyebabkan maldigesti

dan malabsorbsi.

Proses penuaan hanya sedikit mempengaruhi usus halus, yaitu berupa

perubahan pada struktur villus dan berkurangnya persarafan plexus mesenteric.

Proses penuaan tidak banyak memberikan perubahan dalam hal motilitas, transit,

permeabilitas dan absorpsi usus halus. Meskipun bisa terlihat perubahan fungsi

imun usus halus tetapi perubahan itu secara klinis tidak terlalu penting.

Pertumbuhan pesat bakteri dalam usus halus tidaklah normal pada lansia

sehat, biasanya akan menyertai berbagai penyakit yang ada. Hal-hal yang dapat

mencetuskannya adalah hipoklorida, divertikulosis usus halus dan diabetes

melitus. Pertumbuhan pesat bakteri tersebut bisa tanpa gejala atau relatif hanya

menimbulkan gejala non spesifik seperti anoreksia, berat badan menurun dan

menimbulkan malabsorpsi mikronutrien seperti folat, Fe, kalsium, vitamin K dan

B6 serta bisa menyebabkan timbulnya diare.

Pada proses penuaan, absorpsi kalsium berkurang karena terjadi

resistensi usus halus terhadap aksi 1,25-dihidroksivitamin D. Defisiensi vitamin D

juga ikut mempengaruhinya. Malabsorpsi kalsium merupakan faktor utama

pengurangan densitas tulang yang berhubungan dengan pertambahan usia, baik

pada laki-laki maupun perempuan sehingga kebutuhan diet kalsium harus lebih

tinggi pada lansia.

G. Usus Besar dan Rektum

Page 19: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 19

Pada usus besar, kelokan-kelokan pembuluh darah darah meningkat

sehingga motilitas kolon menjadi berkurang. Keadaan ini akan menyebabkan

absorbsi air dan elektrolit meningkat (pada kolon sudah tidak terjadi absorbsi

makanan), feses menjadi lebih keras sehingga keluhan sulit buang air merupakan

keluhan yang sering didapat pada lanjut usia.

Konstipasi juga disebabkan karena peristaltik kolon yang melemah

sehingga gagal mengosongkan rektum. Proses defekasi yang seharusnya dibantu

oleh kontraksi dinding abdomen sudah melemah. Walaupun demikian, harus

dicatat bahwa konstipasi tidak selalu merupakan keadaan fisiologik, pemeriksaan

yang teliti harus dilaksanakan sebelum menentukan penyebab konstipasi.

Penuaan bukanlah faktor terbesar dalam perubahan motilitas colon dan

anorectal. Tahanan rectum dan tonus normal, tapi persepsi distensi anorectal

berkurang pada lansia. Hal ini karena berkurangnya sensitivitas dinding rectal

bersama dengan perlambatan transit colon yang menyebabkan terjadinya

konstipasi.

Inkontinensia alvi tampak pada 50 % penghuni panti werdha. Penyebab

umum konstipasi adalah feses yang keras, penggunaan laxative, penyakit

neurologis misalnya neuropati otonom, operasi anorectal atau riwayat operasi

obstetri sebelumnya dan penyakit colorectal misalnya prolapsus rectal dan

paparan radiasi. Inkontinensia alvi sering dibarengi episode diare tetapi hanya

sebagian kecil saja.

Insiden divertikulosis meningkat sejalan pertambahan usia sebab

kekuatan kontraksi otot polos dinding colon menurun. Kolitis iskemik sering

tampak pada lansia sebagai akibat aterosklerosis mesenterik. Inflammatory

Bowel Disease sering juga tampak pada dewasa muda, dengan insiden puncak

yang kecil pada dewasa usia 50 tahun dibanding usia 80 tahun ( terutama kolitis

ulseratif ) dan lebih terbatas pada segmen colon distal. Begitupun, gejala awal bisa

berat dan berhubungan dengan komplikasinya misalnya megacolon toxic.

Page 20: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 20

H. Kandung Empedu ( Vesica Felea )

Sintesis asam empedu yang berkurang secara signifikan berpengaruh

terhadap pengurangan hidroksilasi kolesterol ( kolesterol-7-hidroxilase ).

Perubahan ini menyebabkan peningkatan insiden kolelitiasis / batu empedu pada

lansia. Selain itu berkurangnya ekstraksi LDL kolesterol dari darah di dalam

hepar dan peningkatan serum kolesterol total dapat mencetuskan Coronary

Arterial Disease pada lansia. Keduanya merangsang peningkatan konsentrasi

kolesistokinin ( suatu hormon peptida yang dikeluarkan mukosa duodenum yang

merangsang kontraksi kandung empedu dan merelaksasi sfingter bilier ) pada

waktu puasa, dengan insiden lebih tinggi pada lansia.

Meskipun begitu, pengosongan kandung empedu pada waktu puasa dan

tidak puasa tidak berubah sejalan dengan pertambahan usia yang dapat

menurunkan sensitivitas kolesistokinin.

Adapun perubahan-perubahan dalam fungsi pencernaan pada usia lanjut

akan diperlihatkan secara lebih terperinci dalam tabel berikut:

Page 21: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 21

Tabel 3.1.Perubahan fungsi dalam sistem pencernaan pada usia lanjut

Rongga mulutMastikasiOs mandibulaeKelenjar salivaSensasi rasa

Faring / esophagusOtot faringMotilitas esofagusRefluks gastro-esofageal

Refluks gastro - esofagealLambung

Pengosongan lambungProduksi asam lambungProduksi pepsinProduksi gastrinMukosa lambung

Usus halusWaktu transitMotilitas otot polosPersarafanMukosaAktivitas enzim

(absorbsi) Air / elektrolit Disakaridase Lemak Vitamin larut lemak Vitamin larut air Vitamin D Vitamin B12 / Folat Protein Kalsium Besi

↓↓

↓ (-)↓

↓?

(-)

?↓?↑

↓ (-)

(-)↑↓?

↓↓ (-)(-)↑

(-)↓

(-)(-)↓↓

KolonMukosaMuskulusTransitPenyakit divertikula

Anus / RektumElastisitas dinding ototKontinensiaPersarafan

PankreasBerat / ukuranUkuran duktusKelenjar asinarSekresi

Kandung empeduUkuran duktusPengosongan empeduBatu empedu

HeparUkuranAliran darahJumlah hepatosit

Fungsi metabolik BSP clearance

Oksidasi mikrosom Oksidasi non-mikrosom Demetilasi Konjugasi Katalase Sintesis protein Sintesis albumin

↓↓↓↑

↓↓

↓ ?

(-)↑↓

(-) ?

↑(-)↑

↓↓↓

↓↓

(-)↓

(-)↓↓

? ↓

Keterangan : ↓, penurunan struktur/fungsi ; ↑, peningkatan struktur/fungsi ; (-), tidak berubah ;(?), tidak tentu

Akibat dari berbagai perubahan tersebut dapat menimbulkan berbagai kelainan atau penyakit sehingga pada lanjut usia sering memberikan keluhan terhadap pencernaannya. Kelainan-kelainan tersebut akan dibicarakan di bab berikutnya.

Page 22: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 22

BAB VII

PENURUNAN FUNGSI GINJAL & TRAKTUS URINARIUS

A. PERUBAHAN FUNGSI GINJAL PADA LANJUT USIA

Pada lansia banyak fungsi hemostasis dari ginjal yang berkurang, sehingga

merupakan predisposisi untuk terjadinya gagal ginjal. Meskipun anatomi dan

perubahan fungsi dijelaskan disini, apabila seseorang telah memasuki dekade ke-

9 atau bahkan ke-10 dalam kehidupannya, ginjal yang sudah tua tetap memiliki

kemampuan untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh dan fungsi hemostasis,

kecuali bila timbul beberapa penyakit yang dapat merusak ginjal.

Penurunan fungsi ginjal mulai terjadi pada saat seseorang mulai memasuki

usia 30 tahun dan 60 tahun, fungsi ginjal menurun sampai 50 % yang diakibatkan

karena berkurangnya jumlah nefron dan tidak adanya kemampuan untuk

regenerasi.

Beberapa hal yang berkaitan dengan faal ginjal pada lanjut usia antara lain :

(Cox, Jr dkk, 1985)

Fungsi konsentrasi dan pengenceran menurun.

Keseimbangan elektrolit dan asam basa lebih mudah terganggu bila

dibandingkan dengan usia muda.

Ureum darah normal karena masukan protein terbatas dan

produksi ureum yang menurun. Kreatinin darah normal karena

produksi yang menurun serta massa otot yang berkurang. Maka yang

paling tepat untuk menilai faal ginjal pada lanjut usia adalah dengan

memeriksa Creatinine Clearance.

Renal Plasma Flow ( RPF ) dan Glomerular Filtration Rate (GFR)

menurun sejak usia 30 tahun.

Page 23: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 23

B. PERUBAHAN ALIRAN DARAH GINJAL PADA LANJUT USIA

Aliran darah ginjal berasal dari arteri renalis dari cabang aorta

abdominalis, saat arteri masuk dalam hilus, arteri tersebut bercabang

menjadi arteri interlobaris yang berjalan di antara piramid membentuk

arteriol-arteriol interlobularis yang tersusun secara paralel dalam korteks

yang selanjutnya membentuk arteriola eferen yang bercabang membentuk

sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus, lalu darah dialirkan ke

dalam jalinan vena interlobularis, vena arkuata, vena interlobaris, vena

renalis, dan akhirnya ke vena cava inferior.

Ginjal menerima sekitar 20 % dari alirandarah jantung atau sekitar

1 L/menit darah dari 40 % hematokrit, plasma ginjal mengalir sekitar 600

mL/menit. Normalnya 20 % dari plasma disaring di glomerulus dengan GFR

120 mL/menit atau sekitar 170 L/hari. Penyaringan terjadi di tubular ginjal

dengan lebih dari 99 % yang terserap kembali meninggalkan pengeluaran

urin terakhir 1-1,5 liter per hari.

Dari beberapa penelitian pada lansia yang telah dilakukan,

memperlihatkan bahwa setelah usia 20 tahun terjadi penurunan aliran

darah ginjal kira-kira 10 % per dekade, sehingga aliran darah ginjal pada

usia 80 tahun hanya menjadi sekitar 300 ml/menit. Pengurangan dari aliran

darah ginjal terutama berasal dari korteks. Pengurangan aliran darah ginjal

mungkin sebagai hasil dari kombinasi pengurangan curah jantung dan

perubahan dari hilus besar, arcus aorta dan arteri interlobaris yang

berhubungan dengan usia.

C. PERUBAHAN LAJU FILTRASI GLOMERULUS PADA LANJUT USIA

Salah satu indeks fungsi ginjal yang paling penting adalah laju filtrasi

glomerulus (GFR). GFR memberikan informasi tentang jumlah jaringan yang

berfungsi. Cara yang paling teliti untuk mengukur GFR adalah tes bersihan

Page 24: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 24

insulin. Tetapi cara ini jarang digunakan dalam klinik, karena melibatkan

infus intravena dengan kecepatan konstan dan pengumpulan kemih pada

saat-saat tertentu dengan kateter. Cara yang biasa digunakan adalah tes

bersihan kreatinin endogen (terbentuk di dalam tubuh) yang jauh lebih

sederhana pelaksanaannya. Untuk melakukan tes bersihan kreatinin cukup

mengumpulkan spesimen kemih 24 jam dan satu spesimen darah yang

diambil dalam waktu 24 jam yang sama.

Pada usia lanjut terjadi penurunan GFR. Hal ini dapat disebabkan

karena total aliran aliran darah ginjal dan pengurangan dari ukuran dan

jumlah glomerulus. Pada beberapa penelitian yang menggunakan

bermacam-macam metode, menunjukkan bahwa GFR tetap stabil setelah

usia remaja hingga usia 30-35 tahun, kemudian menurun hingga 8-10

ml/menit/1,73 m2/dekade.

Penurunan bersihan kreatinin dengan usia tidak berhubungan dengan

peningkatan konsentrasi kreatinin serum. Produksi kreatinin sehari-hari

(dari pengeluaran kreatinin di urin) menurun sejalan dengan penurunan

bersihan kreatinin. Beberapa kemunduran dicatat oleh Rowe dkk. bahwa

dengan bertambahnya usia, akan terjadi pengurangan massa otot yang

sejalan dengan penurunan GFR. Hasil observasi ini menunjukkan bahwa

pada usia 80 tahun dengan konsentrasi kreatinin serum 0,8 mg/dl

dibandingkan dengan usia 30 tahun dengan ukuran yang sama

menggambarkan penurunan GFR sebesar 40-50%. Untuk menlai

GFR/creatinine clearance rumus di bawah ini cukup akurat bila digunakan

pada usia lanjut.

D. PERUBAHAN FUNGSI TUBULUS PADA LANJUT USIA

Cratinine Clearance (pria) = (140-umur) X BB (kg) ml/menit72 X serum cretinine (mg/dl)

Cretinine Clearance (wanita) = 0,85 X CC pria

Page 25: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 25

Fungsi tubulus normal adalah untuk reabsorbsi selektif dari cairan

di dalam tubulus dan sekresi zat-zat yang dibentuk oleh sel-sel yang

dibentuk oleh sel-sel tubulus atau yang beredar di dalam kapiler-kapiler

peritubular ke dalam lumen tubulus. Proses ini dipengaruhi oleh berbagai

macam hormon, tekanan gas dan konsentrasi elektrolit plasma.

Tes yang sering dilakukan untuk fungsi tubulus proksimal adalah

tes ekskresi fenolsulfonftalein (PSP) dan paraaminohipurat (PAH).

Sedangkan tes untuk fungsi tubulus distal adalah pemekatan, pengenceran,

pengasaman dan konsentrasi natrium.

Aliran plasma ginjal yang efektif (terutama tes eksresi PAH)

menurun sejalan dari usia 40 ke 90-an. Umumnya filtrasi tetap ada pada usia

muda, kemudian berkurang tetapi tidak terlalu banyak pada usia 70, 80 dean

90 tahunan. Transpor maksimal tubulus untuk tes ekskresi PAH menurun

progresif sejalan dengan peningkatan usia dan penurunan GFR.

Penemuan ini mendukung hipotesis untuk menentukan jumlah

nefron yang masih berfungsi, misalnya hipotesisyang menjelaskan bahwa

tidak ada hubungan antara usia dengan gangguan pada transpor tubulus,

tetapi berhubungan dengan atrofi nefron sehingga kapasitas total untuk

transpor menurun.

Transpor glukosa oleh ginjal dievaluasi oleh Miller, Mc Donald dan

Shiock pada kelompok usia antara 20-90 tahun. Transpor maksimal Glukosa

(TmG) diukur dengan metode clearance. Pengurangan TmG sejalan dengan

GFR oleh karena itu rasio GFR : TmG tetap pada beberapa dekade.

Penemuan ini mendukung hipotesis jumlah nefron yang masih

berfungsi, kapasitas total untuk transpor menurun sejalan dengan atrofi

nefron. Sebaliknya dari penurunan TmG, ambang ginjal untuk glukosa

meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Ketidaksesuaian ini tidak dapat

dijelaskan tetapi mungkin dapat disebabkan karena kehilangan nefron

secara selektif.

Dari suatu penelitian tentang asam basa, dimana diberikan 0,19/kg

NH4CL pada 26 sukarelawan dalam keadaan normal usia 72 - 93 tahun,

semuanya menunjukan peningkatan cepat sekresi asam dari ginjal dan umumnya

pH minimal urin pada usia muda dan tua adalah sama, meskipun pada orang tua

Page 26: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 26

mensekresi hanya 19% dari beban asam selama lebih dari 8 jam dibandingkan

dengan usia muda yang mencapai 35%. Mungkin penurunan kemampuan sekresi

asam berhubungan dengan penurunan GFR dan sebagai hasil dari pengurangan

jumlah nefron.

E. PERUBAHAN PENGATURAN NATRIUM

Pada orang tua, batas dari ekskresi natrium dan penyimpangan natrium

belum dapat dijelaskan secara sistematis. Ginjal pada usia tua yang biasanya

membuang natrium, pada saat kekurangan natrium akan cenderung mengurangi

pembuangan natrium, meskipun mungkin kemampuan untuk homeostatis natrium

berkurang.

Ion Na merupakan yang utama diluar sel. Kadar ion Na di luar sel

adalah 145 meq/I dan di dalam sel adalah 10 meq/I. Keadaan keseimbangan ini

dipertahankan oleh sistem pompa Na-K-ATP-ase. Karena merupakan partikel

dengan jumlah yang terbesar maka kadar ion Na sangat menentukan pengaruhnya

dalam hal osmolitas cairan ekstra sel.

Osmolitas darah juga ditentukan oleh kadar ureum dan glukosa darah.

Ureum sifatnya tidak dapat mengikat cairan ekstra sel, sehingga osmolitas yang

efektif hanya dipengaruhi oleh ion Na, glukosa dan urea adalah kurang dari 10

mosmol/kg sehingga osmolitas darah yang efektif dapat dikatakan hanya

ditentukan oleh kadar ion Na dalam plasma.

Natrium secara normal difiltrasi dalam jumlah besar, tetapi ia bergerak

pasif keluar dari sejumlah bagian nefron serta ditranspor aktif keluar tubulus

proksimal, parsascenden, tubulus distal, dan tubulus colligens. Normalnya 96%

sampai diatas 99% natium yang di filtrasi akan direabsorpsi bersama ion klorida.

Karena natrium merupakan kation yang paling banyak dalam cairan

ekstrasel dan bertanggung jawab bagi lebih dari 90% solut aktif secara osmotik

didalam plasma dan cairan interstitial maka jumlah natrium dalam badan

merupakan penentu utama volume cairan ekstra sel. Melalui mekanisme ini,

jumlah natrium yang diekskresikan disesuaikan dengan jumlah yang dimakan.

Sehingga pengeluaran natrium urin berkisar kurang dari 1 meq/hari atau dapat

lebih bila masukan natrium tinggi.

Page 27: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 27

Defisiensi natrium dapat mengakibatkan hipovolemik dengan gejala

klinik berupa : Takikardi, Hipotensi, Oliguria, dan Azotemia. Kelebihan natrium

dalam tubuh dapat mengakibatkan edema dengan atau tampa gangguan sirkulasi.

Penurunan jumlah natrium pada umumnya disebabkan oleh karena

gangguan pencernaan pada lanjut usia. Penyebab kehilangan natrium dapat

melalui muntah atau diare.

Epstein membandingkan waktu yang dibutuhkan untuk homeostasis

natrium pada usia muda dan lanjut usia dengan diet natrium ( 10 meq ). Waktu

yang dibutuhkan untuk keseimbangan natrium pada usia muda adalah 17,6 jam,

sedangkan pada lanjut usia 31 jam. Meskipun perbedaannya banyak tetapi

implikasi klinisnya tidak jelas.

Konsentrasi natrium serum merupakam indeks yang baik untuk

keseimbangan total cairan tubuh. Hiponatrenia dapat terjadi bila kelebihan cairan

dan sering terjadi indikasi untuk membatasi ekskresi air. Hipernatremia

sebenarnya disebabkan karena kekurangan air.

F. PERUBAHAN PENGATURAN KALIUM

Terjaganya keseimbangan ion K sangat penting untuk berfungsinya

sel dalam tubuh. Berbeda dengan ion Na, kadar ion dalam sel jauh lebih

tinggi daripada di luar sel. Kadar ion K di luar sel berkisar antara 3,5 – 5,5

meq/liter, sedangkan di dalam sel antara 150-160 meq/liter. Perubahan ion

K di dalam dan di luar sel mengakibatkan perubahan potensial listrik

membran sel. Pada hipokalemia, potensial istirahat (resting potential)

membran sel menjadi lebih besar sehingga perbedaan antara potensial

ambang (treshold potential) dengan potensial istirahat bertambah besar.

Akibatnya sel menjadi kurang peka terhadap rangsangan. Sedangkan pada

hiperkalemia terjadi hal sebaliknya sehingga mengakibatkan sel menjadi

kurang peka terhadap rangsangan.

Gejala klinis yang timbul akibat gangguan keseimbangan K ini

tergantung dari kecepatan perubahan rasio ion K di dalam dan di luar sel.

Gejala klinis akan lebih nyata pada perubahan rasio yang terjadi secara tiba-

tiba (akut) dibandingkan perubahan yang kronik.

Keseimbangan ion K diatur oleh :

Page 28: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 28

Distribusi ion K di dalam maupun di luar sel.

Yang dimaksud dengan distribusi ion K di dalam maupun di luar sel

adalah kesanggupan ion K masuk ke dalam dan ke luar dari sel. Dalam

keadaan asidosis, ion H menjadi berlebihan di luar sel sehingga kelebihan

ini masuk ke dalam sel. Untuk menjaga keseimbangan listrik maka Ion K

dan ion Na keluar dari sel sehingga terjadi pada kadar ion K di luar sel

meninggi. Demikian sebaliknya terjadi pada alkalosis.

Insulin merangsang masuknya ion K ke dalam sel. Pada pasien

diabetes mellitus dimana ada kekurangan insulin, lebih mudah terjadi

hiperkalemia disbanding dengan orang normal.

Ekskresi ion K melalui ginjal.

Ekskresi ion K melalui ginjal terutama melalui tubulus distal.

Ekskresi ini terutama dipengaruhi oleh aldosteron, keseimbangan asam

basa, kecepatan cairan melalui tubulus distal, masuknya ion K, diuretik

dan kadar ion K di dalam sel. Aldosteron yang berlebihan akan

menyebabkan ekskresi ion K bertambah sedangkan ion Na diretensi.

Dalam keadaan alkalosis, ekskresi ion K bertambah dan sebaliknya

terjadi pada asidosis. Kecepatan cairan melalui tubulus distal juga

mempengaruhi ekskresi ion K. Bila kecepatan bertambah, ekskresi juga

bertambah. Pemberian infus yang mengandung ion Na dalam jumlah banyak

akan menyebabkan ekskresi ion K bertambah. Bila masukan ion K

bertambah secara akut baik melalui infus maupun melalui makanan sehari-

hari, ekskresi ion K akan bertambah melalui ginjal.

Demikian sebaliknya akan terjadi bila masukan ion K dibatasi.

Diuretik osmotik, asam etakrinik, tiazid, penghambat karbonik anhidrase

dan furosemid menyebabkan peningkantan ekskresi ion K. Sedangkan

spironolakton dan triamteren akan mengurangi ekskresi ion K melalui ginjal.

Kadar ion K dalam sel yang tinggi akan menyebabkan ekskresi ion K melalui

ginjal bertambah. Dalam keadaan alkalosis ion K amsuk ke dalam sel

sehingga kadar dalam sel meningkat, tetapi ekskresi ion K melalui ginjal

bertambah.

Page 29: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 29

G. PERUBAHAN PENGATURAN KESEIMBANGAN AIR

Konsentrasi total cairan tubuh seseorang adalah sangat konstan

meskipun perubahan asupan air dan ekskresi air cukup besar. Kadar plasma

dan cairan tubuh dapat dipertahankan dalam batas normal melalui

pembentukan kemih yang jauh lebih pekat atau lebih encer jika disbanding

dengan plasma tersebut. Banyaknya jumlah cairan yang diminum dapat

menyebabkan kemih menjadi encer dan kelebihan air yang terjadi akan

diekskresikan dengan cepat.

Sebaliknya pada waktu tubuh kehilangan cairan atau terjadi asupan

solut yang berlebihan, akan menyebabkan kemih yang sangat pekat sehingga

solut banyak yang terbuang.

Perubahan fungsi ginjal berhubungan dengan usia, dimana pada

peningkatan usia maka pengaturan metabolisme air menjadi terganggu yang

sering terjadi pada lanjut usia. Jumlah total air dalam tubuh menurun sejalan

dengan peningkatan usia. Massa tubuh memperlihatkan penurunan sejalan

dengan peningkatan usia yaitu dari 35-60 % pada usia 20 tahun menjadi 45-

55 % pada usia 80 tahun.

Penurunan ini lebih berarti pada perempuan daripada laki-laki,

prinsipnya adalah penurunan indeks massa tubuh karena terjadi

peningkatan jumlah lemak dalam tubuh. Pada lanjut usia, untuk mensekresi

sejumlah urin atau kehilangan air dapat meningkatkan osmolaritas cairan

ekstraseluler dan menyebabkan penurunan volume yang mengakibatkan

timbulnya rasa haus subjektif. Pusat-pusat yang mengatur perasaan haus

timbul terletak pada daerah yang menghasilakan ADH di hypothalamus.

Dalam ginjal ADH secara tidak langsung mengakibatkan proses

utama yang terjadi dalam lengkung Henle melalui 2 mekanisme yang

berhubungan satu dengan yang lain yaitu :

Aliran darah di medulla berkurang bila terdapat ADH sehingga

mengurangi pengeluaran solut dari daerah interstitial yang selanjutnya akan

mengakibatkan keadaan yang semakin hiperosmotik.

ADH meningkatkan permeabilitas duktus koligentes dan tubulus distal

sehingga makin banyak air yang berdifusi keluar untuk membentuk

keseimbangan dengan cairan interstitial yang hiperosmotik.

Page 30: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 30

Kedua mekanisme ini bekerja menghasilkan kemih yang pekat sehingga

mengurangi volume ekskresi.

Pada lanjut usia, respon ginjal pada vasopressin berkurang bila

dibandingkan dengan usia muda yang menyebabkan konsentrasi urin juga

berkurang, Kemampuan ginjal pada kelompok lanjut usia untuk mencairkan

dan mengeluarkan kelebihan air tidak dievaluasi secara intensif. Orang

dewasa sehat mengeluarkan 80 % atau lebih dari air yang diminum (20

ml/kgBB) dalam 5 jam.

Page 31: Referat Putro

Perubahan Fungsi Tubuh Pada Lansia 31

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Prof. Dr. H. Sidarta, Sp.M. Ilmu penyakit mata. Edisi kedua. Balai Penerbit

FKUI. Jakarta. 2003

Suwento, R., Hendarmin, H. Gangguan Pendengaran pada Geriatri. Buku Ajar Ilmu

Penyakit THT. Edisi ke-5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Jakarta. Percetakan Gaya Baru, Jakarta, 2001.

Buku Ajar Geriatri ( Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Darmojo R.B, Martono H.H.,

Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2005

Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4, Buku 1. Pricc S.A.,

Wilson L.M. Jakarta : EGC. 1995

Hazzard W.R, Andres R, Bierman E.L, Blass J.P, Principles of Geriatrics Medicine and

Gerontology, Second Edition. United States of America: Mc.Graw Hill Inc,

1996

Noer S. (1999), Ilmu Penyakit Hati, Pankreas, Kandung Empedu dan Peritonium,

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi ketiga, Balai FKUI, Jakarta, Hal.

224-402.

Suyono S. (2001), Gastroenterologi, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II

Edisi ketiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, Hal. 89-224.

Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 17. England Upploten and

Lange, 1998