referat pterigium reni
TRANSCRIPT
-
7/21/2019 Referat Pterigium Reni
1/12
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pterigium adalah suatu pertumbuhan dari epitel konjungtiva bulbi dan
jaringan ikat subkonjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif yang terdapat
dicelah kelopak mata bagian medial atau nasal berbentuk segitiga puncaknya
mengarah kebagian tengah dari kornea. Pterigium ini lebih sering tumbuh di
bagian nasal daripada dibagian temporal.1Dapat juga terjadi pertumbuhan nasal
dan temporal pada satu mata disebut double pterigium. Pterigium dapat mengenai
kedua mata dengan derajat pertumbuhannya yang berbeda. Bila terdapat pada
kedua mata berbagai kombinasi dapat terjadi, yang lebih sering nasal dan nasal
daripada temporal-temporal.2Pterigium dapat menutupi seluruh kornea atau bola
mata.1
Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga suatu neoplasma,
radang ataupun degenerasi. Dapat disebabkan iritasi yang terus menerus karena
terpapar oleh angin, sinar matahari, udara panas dan debu. Pada tahap awal
penderita pterigium sering merasa matanya panas, menganjal seperti ada benda
asing, merah dan terjadi penurunan penglihatan akibat astigmat kornea.1 Bila
mencapai sentral kornea dapat terjadi kebutaan. Pada saat itu tindakan intervensi
melalui pembedahan berupa eksisi jaringan pterigium harus dilakukan. Sering
akibat tindakan tersebut menimbulkan jaringan parut dikornea sehingga dapat
mengganggu penglihatan secara permanen.2
B.Rumusan Masalah
Bagaimana diagnosis dan penatalaksanaan pada pterigium?
C.Tujuan
Untuk mengetahui diagnosis dan penatalaksanaan pada pterigium
-
7/21/2019 Referat Pterigium Reni
2/12
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Definisi Pterigium
Pterigium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskuler berbentuk segitiga
yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalpebra.
Pterigium tumbuh berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Asal kata pterigium
adalah dari bahasa yunani yaitu pteron yaitu sayap.2
B.Epidemiologi
Kasus pterigium yang tersebar diseluruh dunia sangat bervariasi,
tergantung pada lokasi geografisnya, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas
dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi yaitu daerah yang dekat dengan
ekuator. Prevalensi juga tinggi pada daerah berdebu dan kering. Prevalensinya
berkisar kurang dari 2% untuk daerah di atas 40
o
lintang utara sampai 5-15%untuk daerah garis lintang 28-36o.3
Di indonesia yang melintas dibawah khatulistiwa, kasus-kasus pterigium
lebih sering ditemukan.dan dapat di pengaruhi oleh paparan alergen, iritasi
berulang. Insiden tertinggi terjadi pada pasien dengan rentang umur 20-49
tahun. Rekuren lebih sering terjadi pada pasien yang usia muda dibandingkan
dengan pasien tua. Laki-laki lebih berisiko 2 kali daripada perempuan.2
C.Faktor Risiko
1. Radiasi ultraviolet
Faktor risiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya
pterigium adalah terpapar sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea
dan konjungtiva menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel.
2. Faktor Genetik
-
7/21/2019 Referat Pterigium Reni
3/12
3
Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan
pterigium dan berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat
keluarga dengan pterigium, kemungkinan diturunkan autosom dominan.
3. Faktor lain
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea
merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal
defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis dari pterigium. Wong
juga menunjukkan adanya pterigium angiogenesis factor dan penggunaan
pharmacotherapy antiangiogenesis sebagai terapi. Debu, kelembaban yang
rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry eye dan virus
papilloma juga penyebab dari pterigium.4
D.Etiologi
Konjungtiva bulbi berhubungan dengan dunia luar misalnya kontak
dengan ultraviolet, debu, kekeringan mengakibatkan terjadinya penebalan dan
pertumbuhan konjungtiva bulbi yang menjalar ke kornea.Etiologi pterigium
tidak diketahui dengan jelas. Karena penyakit ini lebih sering pada yangbertempat tinggal didaerah beriklim panas, kemungkinan hal ini disebabkan
oleh respon terhadap faktor-faktor lingkungan seperti paparan terhadap sina
UV, daerah kering, inflamasi, debu dan faktor iritan lainnya. Diduga faktor
risiko ini menyebabkan terjadinya degenerasi elastis jaringan kolagen dan
proliferasi fibrovaskuler. Dan progresivitasnya diduga hasil dari kelainan
lapisan bowman kornea. Beberapa studi mengatakan adanya predisposisi
genetik terhadap terjadinya pterigium.2
E.Patofisiologi
Etiologi dari pterigium belum diketahui dengan jelas. Pterigium lebih
sering pada orang yang tinggal di daerah beriklim panas, berdebu, kering.
Pengeringan lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan kelainan tear
film menimbulkan pertumbuhan fibroplastik baru merupakan salah satu teori.
-
7/21/2019 Referat Pterigium Reni
4/12
4
Tingginya insidenpterygiumpada daerah dingin, iklim kering mendukung teori
ini.
Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal
basal stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi
dalam jumlah berlebihan dan menimbulkan proses kolagenase meningkat. Sel-
sel bermigrasi dan angiogenesis. Akibatnya terjadi perubahan degenerasi
kolagen dan terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular. Jaringan
subkonjungtiva terjadi degenerasi elastoik proliferasi jaringan vaskular bawah
epithelium dan kemudian menembus kornea. Kerusakan pada kornea terdapat
pada lapisan membran bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular,
sering disertai dengan inflamasi ringan. Epitel dapat normal, tebal atau tipis
dan kadang terjadi displasia.
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan
defisiensi limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada
permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan
konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran
basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada
pterygium dan karena itu banyak penelitian menunjukkan bahwa pterygium
merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi limbal stem cell.
Kemungkinan akibat sinar ultraviolet terjadi kerusakan limbal stem cell di
daerah interpalpebra.
Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan perubahan
phenotype, pertumbuhan banyak lebih baik pada media mengandung serum
dengan konsentrasi rendah dibanding dengan fibroblast konjungtiva normal.
Lapisan fibroblast pada bagian pterygiun menunjukkan proliferasi sel yang
berlebihan. Pada fibroblast pterigium menunjukkan matrix metalloproteinase,
dimana matriks ekstraseluler berfungsi untuk jaringan yang rusak,
penyembuhan luka, mengubah bentuk. Hal ini menjelaskan kenapa pterigium
cenderung terus tumbuh, invasi ke stroma kornea dan terjadi reaksi
fibrovaskular dan inflamasi. Patofisiologi peterigium ditandai dengan degeerasi
elastotik kolagen dan proliferasi fibrovaskuler, dengan permukaan yang
-
7/21/2019 Referat Pterigium Reni
5/12
5
menutupi epitel. Histopatologi kolagen abnormal pada daerah degenerasi
elastotik menunjukkan basofilia bila di cat dengan hematoksin dan eosin.
Terlihat pergantian lapisan bowman oleh jaringan fibrovaskuler. Epitel
diatasnya biasa normal tetapi mungkin ditemukan akantosit, hiperkeratotik atau
bahkan displastik dan sering menunjukkan area hiperplasia dari sel goblet.5,6,7
F.Manifestasi Klinis
Secara klinis muncul selaput tumbuh berbentuk segitiga pada
konjungtiva yang meluas ke kornea pada daerah fissura interpalpebra. Bisa
dibagian nasal maupun bagian temporal.
Keluhan yang dirasakakan diantaranya :
a.
Mata sering berair dan tampak merah
b. Merasa seperti ada benda asing
c. Timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterigium
d.
Pada pterigium grade 3 dan 4 dapat terjadi penurunan tajam penglihatan
e.
Terbatasnya pergerakan mata.
4
G.Pemeriksaan Fisik
Adanya massa jaringan kekuningan terlihat pada lapisan luar mata
(sklera) pada limbus, berkembang ke arah kornea dan pada permukaan kornea.
Sklera dan selaput lendir luar mata (konjungtiva) dapat merah akibat dari iritasi
dan peradangan.
Pterigium dibagi menjadi tiga bagian :
a. Body
Bagian segitiga yang meninggi pada pterigium, dengan dasarnya
kearah kantus
b. Apex
Bagian atas pterigium
c.
Cap
Bagian belakang pterigium
-
7/21/2019 Referat Pterigium Reni
6/12
6
Pterigium dibagi berdasarkan perjalanan penyakit menjadi 2 tipe :
1. Progressif pterigium
Gambaran tebal dan vaskuler dengan beberapa infiltrat di kornea
didepan kepala pterigium.
2. Regressif pterigium
Gambaran tipis, atrofi, sedikit vaskularisasi membentuk membran
tetapi tidak pernah hilang.
Derajat pertumbuhan pterigium ditentukan berdasarkan bagian kornea
yang tertutupi oleh pertumbuhan pterigium dapat dibagi menjadi 4 (menurut
Youngson) :
1. Derajat 1
Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea
2.
Derajat 2
Pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2mm
melewati kornea
3.
Derajat 3
Pterigium sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi tepi pupil
mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm).
4.
Derajat 4
Pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil dan mengganggu
penglihatan.1,2,3
H.Diagnosa
Dapat ditegakkan dari anamnesis diantaranya rasa gatal, berair,
kemerahan, penglihatan terganggu dan ketidaknyamanan dari peradangan dan
iritasi. Sensasi benda asing dan mata tampak lebih kering. Kemudian dari
pemeriksaan fisik adanya massa jaringan kekuningan terlihat pada lapisan luar
mata (sklera) pada limbus, berkembang ke arah kornea dan pada permukaan
kornea.
Uji ketajaman visual dapat dilakukan untuk melihat apakah ada gangguan
visus. Menggunakan slitlamp untuk memvisualisasikan pterigium.5
-
7/21/2019 Referat Pterigium Reni
7/12
7
I. Diagnosa Banding
1. Pinguekula
Bentuk kecil dan meninggi, merupakan massa kekuningan berbatasan
dengan limbus pada konjungtiva bulbi di fissura intrapalpebra dan kadang
inflamasi. Prevalensi dan insiden meningkat dengan meningkatkan usia.
Gambar : Pinguekula
2.
Pseudopterigium
Pertumbuhannya mirip dengan pterigium karena membbentuk sudut
miring atau terriens marginal degeneration. Jaringan parut fibrovaskuler
yang timbul pada konjungtiva bulbi menuju kornea namun berbeda dengan
pterigium. Pseudopterigium merupakan akibat inflamasi permukaan okular
sebelumnya pada trauma, trauma kimia, konjungtivitis sikatrikal, trauma
bedah atau ulkus perifer kornea. Pada pseudopterigium yang
tidak melekat pada limbus korne a, maka probing dengan muscle
hook dapat dengan mudah melewati bagian bawahpseudopterigiumpada
limbus, sedangkan pada pterigium tidak dapat dilakukan. Pada
pseudopterigium tidak didapatkan bagian head, cap, dan body dan
pseudopterigium cendrung keluar dari ruang interpalpebra fissure yang
berbeda dengan pterigium.3
-
7/21/2019 Referat Pterigium Reni
8/12
8
Gambar : pseudopterigium
J.
Penatalaksanaan
1.
Konservatif
Pada pterigium yang ringan tidak perlu di obati. Untuk pterigium
derajat 1-2 yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes
mata kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari.
Penggunaan kortikosteroid tidak dibenarkan pada penderita dengan tekanan
intraokular tinggi atau mengalami kelainan pada kornea. Untuk mencegah
progresifitas, beberapa peneliti menganjurkan penggunaan kacamata pelindung
ultraviolet.
2.
Bedah
Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah. Sudah
mengalami gangguan penglihatan, pertumbuhan yang progresif ke tengah
kornea atau aksis visual, dan adanya gangguan pergerakan bola mata. Adapun
tehnik-tehnik :
a.
Teknik Bare Sclera
Melibatkan eksisi kepala dan tubuh pterygium, sementara
memungkinkan sclera untuk epitelisasi. Tingkat kekambuhan tinggi,
antara 24 persen dan 89 persen, telah didokumentasikan dalam berbagai
laporan.
b.
Teknik Autograft Konjungtiva
Memiliki tingkat kekambuhan dilaporkan serendah 2 persen dan
setinggi 40 persen pada beberapa studi prospektif. Prosedur ini
-
7/21/2019 Referat Pterigium Reni
9/12
9
melibatkan pengambilan autograft, biasanya dari konjungtiva bulbar
superotemporal, dan dijahit di atas sclera yang telah di eksisi pterygium
tersebut. Komplikasi jarang terjadi, dan untuk hasil yang optimal
ditekankan pentingnya pembedahan secara hati-hati jaringan Tenon's dari
graft konjungtiva dan penerima, manipulasi minimal jaringan dan
orientasi akurat dari grafttersebut. Lawrence W. Hirst, MBBS, dari
Australia merekomendasikan menggunakan sayatan besar untuk eksisi
pterygium dan telah dilaporkan angka kekambuhan sangat rendah dengan
teknik.
c.
Cangkok Membran Amnion
Mencangkok membran amnion juga telah digunakan untuk
mencegah kekambuhan pterigium. Meskipun keuntungkan dari
penggunaan membran amnion ini belum teridentifikasi, sebagian besar
peneliti telah menyatakan bahwa itu adalah membran amnion berisi
faktor penting untuk menghambat peradangan dan fibrosis dan
epithelialisai.Sayangnya, tingkat kekambuhan sangat beragam pada studi
yang ada, diantara 2,6 persen dan 10,7 persen untuk pterygia primer dan
setinggi 37,5 persen untuk kekambuhan pterygia. Sebuah keuntungan
dari teknik ini selama autograft konjungtiva adalah pelestarian bulbar
konjungtiva. Membran Amnion biasanya ditempatkan di atas sklera ,
dengan membran basal menghadap ke atas dan stroma menghadap ke
bawah. Beberapa studi terbaru telah menganjurkan penggunaan lem
fibrin untuk membantu cangkok membran amnion menempel jaringan
episcleral dibawahnya. Lem fibrin juga telah digunakan dalam autografts
konjungtiva.
Indikasi Operasi :
1. Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus
2. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil
3. Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau
karena astigmatismus
4.
Kosmetik, terutama untuk penderita wanita.2,5
-
7/21/2019 Referat Pterigium Reni
10/12
10
K.Komplikasi
1. Gangguan penglihatan
2. Mata merah
3.
Iritasi
4. Gangguan pergerakan bola mata.
5. Dry eye sindrom
6. Timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan kornea.
7. Timbul jaringan parut pada otot rectus medial yang dapat menyebabkan
diplopia.6
L.Pencegahan
Pada penduduk di daerah tropik yang bekerja diluar rumah yang banyak
kontak dengan debu dan sinar ultraviolet dianjurkan memakai kacamata
pelindung sinar matahari.7
-
7/21/2019 Referat Pterigium Reni
11/12
11
BAB III
KESIMPULAN
Pterigium merupakan salah satu dari sekian banyak kelainan pada mata
dan merupakan yang tersering nomor dua di indonesia setelah katarak, hal ini di
karenakan oleh letak geografis indonesia di sekitar garis khatulistiwa sehingga
banyak terpapar oleh sinar ultraviolet yang merupakan salah satu faktor penyebab
dari piterigium. Pterigium banyak diderita oleh laki-laki karena umumnya
aktivitas laki-laki lebih banyak di luar ruangan, serta dialami oleh pasien di atas
40 tahun karena faktor degeneratif.1
Penderita dengan pterigium dapat tidak menunjukkan gejala apapun
(asimptomatik), bisa juga menunjukkan keluhan mata iritatif, gatal, merah, sensasi
benda asing hingga perubahan tajam penglihatan tergantung dari stadiumnnya.7
Terapi dari pterigium umumnya tidak perlu diobati, hanya perawatansecara konservatif seperti memberikan anti inflamasi pada pterigium yang iritatif.
Pada pembedahan akan dilakukan jika piterigium tersebut sudah sangat
mengganggu bagi penderita semisal gangguan visual, dan pembedahan ini pun
hasilnya juga kurang maksimal karena angka kekambuhan yang cukup tinggi
mengingat tingginya kuantitas sinar UV di Indonesia. Walaupun begitu penyakit
ini dapat dicegah dengan menganjurkan untuk memakai kacamata pelindung sinar
matahari.5,6
-
7/21/2019 Referat Pterigium Reni
12/12
12
DAFTRA PUSTAKA
1.
Tan Donald, 2004. Strategies for Successful Pterygium Surgery. Current
Concept in Ophthalmology, Jakarta: January
2. Ilyas S, Ilyas R, 2008. Penyakit mata ringkasan dan istilah, Jakarta. Grafiti
pers,
3.
Fritz Hollwich. 1992. Ophthalmology : Pterygium.Second edition, Georg
Thieme Verlag.
4. Ilyas S, dkk., 2000. Sari Ilmu penyakit Mata. Cetakan kedua. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI.
5. Tan DTH, 2002. Pterigium. Holland EJ, Mannis MJ. Ocular Surface Disease.
New York, USA. Springer-Verlag New York, Inc.
6.
Suhardjo SU, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Edisi 1. Jogjakarta : Bagian Ilmu
Penyakit Mata FK UGM. 2007
7. Fisher JP, Trattler WB.Pterygium.:http://emedicine.medscape.com/article/ 1192527-
overview.
http://emedicine.medscape.com/%20article/%201192527-overviewhttp://emedicine.medscape.com/%20article/%201192527-overviewhttp://emedicine.medscape.com/%20article/%201192527-overviewhttp://emedicine.medscape.com/%20article/%201192527-overviewhttp://emedicine.medscape.com/%20article/%201192527-overview