referat ppok

37
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya. Di Amerika kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakit serebro vascular. Biaya yang dikeluarkan untul penyakit ini mencapai $ 24 milyar pertahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat. (IPD) Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronchial menduduki peringkat ke enam. 1.2. Batasan Masalah Refrat ini membahas mengenai PPOK Eksaserbasi akut yang pembahasannya kami batasi mengenai definisi, epidemiologi, factor risiko, diagnosis, tatalaksana, dan komplikasi. 1.3. Tujuan Penulisan 1

Upload: puti-leviana

Post on 14-Feb-2015

349 views

Category:

Documents


118 download

DESCRIPTION

PPOK/COPD

TRANSCRIPT

Page 1: Referat PPOK

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik

adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau

reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya.

Di Amerika kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5

juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000.

Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung,

kanker dan penyakit serebro vascular. Biaya yang dikeluarkan untul penyakit ini mencapai $ 24

milyar pertahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun

2020 prevalensi PPOK akan meningkat. (IPD)

Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama

asma bronchial menduduki peringkat ke enam.

1.2. Batasan Masalah

Refrat ini membahas mengenai PPOK Eksaserbasi akut yang pembahasannya kami

batasi mengenai definisi, epidemiologi, factor risiko, diagnosis, tatalaksana, dan komplikasi.

1.3. Tujuan Penulisan

Penulisan refrat ini bertujuan untuk memahami serta menambah pengetahuan tentang

PPOK Eksaserbasi Akut.

1.4. Metode Penulisan

Penulisan refrat ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu pada

berbagai literatur.

1

Page 2: Referat PPOK

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PPOK

2.1.1. Definisi PPOK

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik

adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau

reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang

berbahaya1.

2.1.2 Epidemiologi

Di Amerika kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5

juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000.

Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung,

kanker dan penyakit serebro vascular. Biaya yang dikeluarkan untul penyakit ini mencapai $ 24

milyar pertahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun

2020 prevalensi PPOK akan meningkat. 2

Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama asma

bronchial menduduki peringkat ke enam. 2

Prevalensi PPOK berdasarkan SKRT 1995 adalah 13 per 1000 penduduk, dengan

perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 3 banding 1. Penderita PPOK umumnya

berusia minimal 40 tahun, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan PPOK terjadi pada usia kurang

dari 40 tahun3. Menurut hasil penelitian Setiyanto dkk. (2008) di ruang rawat inap RS.

Persahabatan Jakarta selama April 2005 sampai April 2007 menunjukkan bahwa dari 120

pasien, usia termuda adalah 40 tahun dan tertua adalah 81 tahun. Dilihat dari riwayat merokok,

hampir semua pasien adalah bekas perokok yaitu 109 penderita dengan proporsi sebesar 90,83%.

Kebanyakan pasien PPOK adalah laki-laki. Hal ini disebabkan lebih banyak ditemukan perokok

pada laki-laki dibandingkan pada wanita.4 Hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional)

tahun 2001 menunjukkan bahwa sebanyak 62,2% penduduk laki-laki merupakan perokok dan

hanya 1,3% perempuan yang merokok. Sebanyak 92,0% dari perokok menyatakan kebiasaannya

2

Page 3: Referat PPOK

merokok di dalam rumah, ketika bersama anggota rumah tangga lainnya, dengan demikian

sebagian besar anggota rumah tangga merupakan perokok pasif. 5

Menurut hasil penelitian Shinta (2007) di RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2006

menunjukkan bahwa dari 46 penderita yang paling banyak adalah penderita pada kelompok

umur lebih dari 60 tahun sebesar 39 penderita (84,8%), dan penderita yang merokok sebanyak 29

penderita dengan proporsi 63,0%. 6

2.1.3. Faktor Risiko

Faktor risiko PPOK adalah hal-hal yang berhubungan dan atau yang menyebabkan

terjadinya PPOK pada seseorang atau kelompok tertentu. Faktor risiko tersebut meliputi faktor

pejamu, faktor perilaku merokok, dan faktor lingkungan. Faktor pejamu meliputi genetik,

hiperesponsif jalan napas dan pertumbuhan paru. Faktor genetik yang utama adalah kurangnya

alfa 1 antitripsin, yaitu suatu serin protease inhibitor. Hiperesponsif jalan napas juga dapat terjadi

akibat pajanan asap rokok atau polusi. Pertumbuhan paru dikaitan dengan masa kehamilan, berat

lahir dan pajanan semasa anak-anak. Penurunan fungsi paru akibat gangguan pertumbuhan paru

diduga berkaitan dengan risiko mendapatkan PPOK7

Merokok merupakan faktor risiko terpenting terjadinya PPOK. Prevalensi tertinggi

terjadinya gangguan respirasi dan penurunan faal paru adalah pada perokok. Usia mulai

merokok, jumlah bungkus per tahun dan perokok aktif berhubungan dengan angka kematian.

Tidak semua perokok akan menderita PPOK, hal ini mungkin berhubungan juga dengan

faktor genetik. Perokok pasif dan merokok selama hamil juga merupakan faktor risiko PPOK.

Pada perokok pasif didapati penurunan VEP1 tahunan yang cukup bermakna pada orang muda

yang bukan perokok.7 Hubungan antara rokok dengan PPOK menunjukkan hubungan dose

response, artinya lebih banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan

merokok tersebut maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar. Hubungan dose

response tersebut dapat dilihat pada Indeks Brigman, yaitu jumlah konsumsi batang rokok per

hari dikalikan jumlah hari lamanya merokok (tahun), misalnya bronkitis 10 bungkus tahun

artinya jika seseorang merokok sehari sebungkus, maka seseorang akan menderita bronkitis

kronik minimal setelah 10 tahun merokok8.

Polusi udara terdiri dari polusi di dalam ruangan (indoor) seperti asap rokok, asap kompor,

asap kayu bakar, dan lain-lain, polusi di luar ruangan (outdoor), seperti gas buang industri, gas

3

Page 4: Referat PPOK

buang kendaraan bermotor, debu jalanan, dan lain-lain, serta polusi di tempat kerja, seperti

bahan kimia, debu/zat iritasi, gas beracun, dan lain-lain. Pajanan yang terus menerus oleh polusi

udara merupakan faktor risiko lain PPOK. Peran polusi luar ruangan (outdoor polution) masih

belum jelas tapi lebih kecil dibandingka n asap rokok. Polusi dalam ruangan (indoor polution)

yang disebabkan oleh bahan bakar biomassa yang digunakan untuk keperluan rumah tangga

merupakan faktor risiko lainnya. Status sosioekonomi merupakan faktor risiko untuk terjadinya

PPOK, kemungkinan berkaitan dengan polusi, ventilasi yang tidak adekuat pada tempat tinggal,

gizi buruk atau faktor lain yang berkaitan dengan sosioekonomi7.

2.1.4. Patogenesis

Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen untuk

keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme.

Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses

masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara

alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah

teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan

paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter yang

sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk

gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan

rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/KVP)9.

Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok

merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi

bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada

sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan

menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran

napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan

menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi

terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan

sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan1.

Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada paru.

Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru.

4

Page 5: Referat PPOK

Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang.

Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan

(recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif,

maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps1.

Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil, komposisi

seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh neutrofil. Asap

rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase,

yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan10. Selama

eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi

perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema,

bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus. Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi

hipoksik pada arteriol11.

2.1.5. Diagnosis

Diagnosis PPOK dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan foto toraks dapat menentukan PPOK

Klinis. Apabila dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri akan dapat menentukan diagnosis

PPOK sesuai derajat penyakit.

A. Anamnesis

a. Ada faktor risiko

Faktor risiko yang penting adalah usia (biasanya usia pertengahan), dan adanya riwayat

pajanan, baik berupa asap rokok, polusi udara, maupun polus i tempat kerja. Kebiasaan

merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting

dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan

apakah pasien merupakan seorang perokok aktif, perokok pasif, atau bekas perokok.

Penentuan derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah

rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun. Interpretasi

hasilnya adalah derajat ringan (0-200), sedang (200-600), dan berat (>600) 12.

b. Gejala klinis

5

Page 6: Referat PPOK

Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasi ini harus diperiksa

dengan teliti karena seringkali dianggap sebagai gejala yang biasa terjadi pada proses

penuaan. Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang

dengan pengobatan yang diberikan. Kadang-kadang pasien menyatakan hanya berdahak

terus menerus tanpa disertai batuk. Selain itu, sesak napas merupakan gejala yang

sering dikeluhkan pasien terutama pada saat melakukan aktivitas. Seringkali pasien

sudah mengalami adaptasi dengan sesak napas yang bersifat progressif lambat sehingga

sesak ini tidak dikeluhkan. Untuk menilai kuantitas sesak napas terhadap kualitas hidup

digunakan ukuran sesak napas sesuai skala sesak menurut British Medical Research

Council (MRC)1.

Tabel 2.1 Skala Sesak menurut British Medical Research Council (MRC)

B. Pemeriksaan Fisik

Temuan pemeriksaan fisik mulai dari inspeksi dapat berupa bentuk dada seperti tong

(barrel chest), terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang meniup), terlihat

penggunaan dan hipertrofi otot-otot bantu napas, pelebaran sela iga, dan bila telah terjadi

gagal jantung kanan terlihat distensi vena jugularis dan edema tungkai. Pada perkusi

biasanya ditemukan adanya hipersonor. Pemeriksaan auskultasi dapat ditemukan fremitus

melemah, suara napas vesikuler melemah atau normal, ekspirasi memanjang, ronki, dan

mengi 12.

C. Pemeriksaan Penunjang

a. Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)

6

Page 7: Referat PPOK

Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%). VEP1

merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan

memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin

dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan

memantau variabilitas harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.1

b. Radiologi (foto toraks)

Hasil pemeriksaan radiologis dapat ditemuk an kelainan paru berupa hiperinflasi

atau hiperlusen, diafragma mendatar, corakan bronkovaskuler meningkat, jantung

pendulum, dan ruang retrosternal melebar. Meskipun kadang-kadang hasil

pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis

ini berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya atau

menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien1.

c. Laboratorium darah rutin

d. Analisa gas darah

PaO2 < 8,0 kPa (60 mmHg) dan atau Sa O2 < 90% dengan atau tanpa PaCO2 > 6,7 kPa

(50 mmHg), saat bernafas dalam udara ruangan, mengindikasikan adanya gagal nafas.

PaO2 < 6,7 kPa (50 mmHg), PaCO2 > 9,3 kPa (70 mmHg) dan pH < 7,30, member

kesan episode ang mengancam jiwa dan perlu monitor ketat serta penanganan intensif. 2

e. Mikrobiologi sputum 12

Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan spirometri dapat ditentukan klasifikasi

(derajat) PPOK, yaitu 1:

Tabel 2.2. Klasifikasi PPOK

7

Page 8: Referat PPOK

2.1.6. Diagnosis Banding

PPOK lebih mudah dibedakan dengan bronkiektasis atau sindroma pasca TB paru, namun

seringkali sulit dibedakan dengan asma bronkial atau gagal jantung kronik. Perbedaan klinis

PPOK, asma bronkial dan gagal jantung kronik dapat dilihat pada Tabel 2.3 12

Tabel 2.3. Perbedaan klinis dan hasil pemeriksaan spirometri pada PPOK, asma bronkial dan

gagal jantung kronik

8

Page 9: Referat PPOK

2.1.7. Penatalaksanaan 12

Tujuan penatalaksanaan :

- Mengurangi gejala

- Mencegah eksaserbasi berulang

- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

- Meningkatkan kualiti hidup penderita

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

1. Edukasi

2. Obat - obatan

3. Terapi oksigen

4. Ventilasi mekanik

5. Nutrisi

6. Rehabilitasi

1. Edukasi

Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK

stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah

penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan

keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan

9

Page 10: Referat PPOK

asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat

adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.

Tujuan edukasi pada pasien PPOK :

1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan

2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal

3. Mencapai aktiviti optimal

4. Meningkatkan kualiti hidup

Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang

pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi

dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU

dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik

konseling, karena memerlukan waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi

yang tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan

semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktiviti. Penyesuaian aktiviti dan pola

hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK.

Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat

penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita.

Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah

1. Pengetahuan dasar tentang PPOK

2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya

3. Cara pencegahan perburukan penyakit

4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)

5. Penyesuaian aktiviti

Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan

skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut :

1. Berhenti merokok

Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK

ditegakkan

2. Pengunaan obat – obatan

- Macam obat dan jenisnya

10

Page 11: Referat PPOK

- Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )

- Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau

perlu saja )

- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya

3. Penggunaan oksigen

- Kapan oksigen harus digunakan

- Berapa dosisnya

- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen

4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen

5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya

Tanda eksaserbasi :

- Batuk atau sesak bertambah

- Sputum bertambah

- Sputum berubah warna

6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi

7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti

Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima, langsung

ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi sebaiknya

diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali

pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada

PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang ireversibel

11

Page 12: Referat PPOK

Tabel 3. Pemberian Edukasi berdasarkan derajat penyakit

2. Obat - obatan

a. Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan

disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan

inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat

diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long

acting ).

Macam - macam bronkodilator :

- Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator

juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).

- Golongan agonis beta - 2

Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah

penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan

sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat

digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka

panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

12

Page 13: Referat PPOK

- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2

Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena

keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat

kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.

- Golongan xantin

Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,

terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi

sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.

Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.

b. Antiinflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,

berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau

prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji

kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat >

20% dan minimal 250 mg.

c. Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :

- Lini I : amoksisilin

makrolid

- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat

sefalosporin

kuinolon

makrolid baru

Perawatan di Rumah Sakit : dapat dipilih

- Amoksilin dan klavulanat

- Sefalosporin generasi II & III injeksi

13

Page 14: Referat PPOK

- Kuinolon per oral ditambah dengan yang anti pseudomonas

- Aminoglikose per injeksi

- Kuinolon per injeksi

- Sefalosporin generasi IV per injeksi

d. Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N -

asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak

dianjurkan sebagai pemberian yang rutin

e. Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat

perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous.

Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai

pemberian rutin.

f. Antitusif

Diberikan dengan hati - hati

14

Page 15: Referat PPOK

3. Terapi Oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan

kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting

untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot

maupun organ - organ lainnya.

Manfaat oksigen

- Mengurangi sesak

- Memperbaiki aktiviti

- Mengurangi hipertensi pulmonal

- Mengurangi vasokonstriksi

15

Page 16: Referat PPOK

- Mengurangi hematokrit

- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri

- Meningkatkan kualiti hidup

Indikasi :

Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90% - Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2

> 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal

jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain

Macam terapi oksigen :

- Pemberian oksigen jangka panjang

- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti

- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

- Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas

Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi

oksigen di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal

napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut

di unit gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita

PPOK yang dirawat di rumah dibedakan :

- Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy = LTOT)

- Pemberian oksigen pada waktu aktiviti

- Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil

terutama bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian

oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan

mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur.

Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak napas dan

meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah atau

pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.

16

Page 17: Referat PPOK

Alat bantu pemberian oksigen

- Nasal kanul

- Sungkup venturi

- Sungkup rebreathing

- Sungkup nonrebreathing

Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi analisis gas

darah pada waktu tersebut.

4. Ventilasi Mekanik

Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut,

gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan

napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di

rumah.

Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :

- ventilasi mekanik dengan intubasi

- ventilasi mekanik tanpa intubasi

Ventilasi mekanik tanpa intubasi

Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik dan

dapat digunakan selama di rumah. Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah

Nonivasive Intermitten Positif Pressure (NIPPV) atau Negative Pessure Ventilation

(NPV).

NIPPV dapat diberikan dengan tipe ventilasi :

- Volume control

- Pressure control

- Bilevel positive airway pressure (BiPAP)

- Continous positive airway pressure (CPAP)

NIPPV bila digunakan bersamaan dengan terapi oksigen terus menerus (LTOT / Long

Tern Oxygen Theraphy) akan memberikan perbaikan yang signifikan pada :

- Analisis gas darah

17

Page 18: Referat PPOK

- Kualiti dan kuantiti tidur

- Kualiti hidup

- Analisis gas darah

Indikasi penggunaan NIPPV

- Sesak napas sedang sampai berat dengan penggunaan muskulus respirasi dan

abdominal paradoksal

- Asidosis sedang sampai berat pH < 7,30 - 7, 35

- Frekuensi napas > 25 kali per menit

NPV tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas, disamping

harus menggunakan perlengkapan yang tidak sederhana.

Ventilasi mekanik dengan intubasi

Pasien PPOK dipertimbangkan untuk menggunakan ventilasi mekanik di rumah sakit bila

ditemukan keadaan sebagai berikut :

- Gagal napas yang pertama kali

- Perburukan yang belum lama terjadi dengan penyebab yang jelas dan dapat diperbaiki,

misalnya pneumonia

- Aktiviti sebelumnya tidak terbatas

Indikasi penggunaan ventilasi mekanik invasif :

- Sesak napas berat dengan penggunaan muskulus respirasi tambahan dan pergerakan

abdominal paradoksal

- Frekuensi napas > 35 permenit

- Hipoksemia yang mengancam jiwa (Pao2 < 40 mmHg)

- Asidosis berat pH < 7,25 dan hiperkapni (Pao2 < 60 mmHg)

- Henti napas

- Gangguan kesadaran

- Komplikasi kardiovaskuler (hipotensi, syok, gagal jantung)

- Komplikasi lain (gangguan metabolisme, sepsis, pneumonia, emboli paru, barotrauma,

efusi pleura masif)

18

Page 19: Referat PPOK

- Telah gagal dalam penggunaan NIPPV

Ventilasi mekanik sebaiknya tidak diberikan pada pasien PPOK dengan kondisi sebagai

berikut :

- PPOK derajat berat yang telah mendapat terapi maksimal sebelumnya

- Terdapat ko-morbid yang berat, misalnya edema paru, keganasan

- Aktiviti sebelumnya terbatas meskipun terapi sudah maksimal

Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik

- VAP (ventilator acquired pneumonia)

- Barotrauma

- Kesukaran weaning

Kesukaran dalam proses weaning dapat diatasi dengan

- Keseimbangan antara kebutuhan respirasi dan kapasiti muskulus respirasi

- Bronkodilator dan obat-obatan lain adekuat

- Nutrisi seimbang

- Dibantu dengan NIPPV

5. Nutrisi

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya

kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia

kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.

Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan

derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah

Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :

- Penurunan berat badan

- Kadar albumin darah

- Antropometri

- Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)

19

Page 20: Referat PPOK

- Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)

Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan

mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan

CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara

kalori yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan

secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster.

Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat.

Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit

oxigen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada

PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.

Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena

berkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi.

Gangguan elektrolit yang terjadi adalah :

- Hipofosfatemi

- Hiperkalemi

- Hipokalsemi

- Hipomagnesemi

Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian nutrisi dengan

komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering.

6. Rehabilitasi PPOK

Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki

kualiti hidup penderita PPOK

Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah

mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :

- Simptom pernapasan berat

- Beberapa kali masuk ruang gawat darurat

- Kualiti hidup yang menurun

Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin

yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog. Program rehabilitiasi

terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan.

20

Page 21: Referat PPOK

1. Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi oksigen.

Latihan fisis yang baik akan menghasilkan :

- Peningkatan VO2 max

- Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik

- Peningkatan cardiac output dan stroke volume

- Peningkatan efisiensi distribusi darah

- Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery

Latihan untuk meningkatkan kemapuan otot pernapasan

a. Latihan untuk meningkatkan otot pernapasan

b. Endurance exercise

Latihan untuk meningkatkan kemampuan otot pernapasan

Latihan ini diprogramkan bagi penderita PPOK yang mengalami kelelahan pada otot

pernapasannya sehingga tidak dapat menghasilkan tekanan insipirasi yang cukup untuk

melakukan ventilasi maksimum yang dibutuhkan. Latihan khusus pada otot

pernapasanakan mengakibatkan bertambahnya kemampuan ventilasi maksimum,

memperbaiki kualiti hidup dan mengurangi sesak napas.

Pada penderita yang tidak mampu melakukan latihan endurance, latihan otot pernapasan

ini akan besar manfaatnya. Apabila ke dua bentuk latihan tersebut bisa dilaksanakan oleh

penderita, hasilnya akan lebih baik. Oleh karena itu bentuk latihan pada penderita PPOK

bersifat individual. Apabila ditemukan kelelahan pada otot pernapasan, maka porsi

latihan otot pernapasan diperbesar, sebaliknya apabila didapatkan CO2 darah tinggi dan

peningkatan ventilasi pada waktu latihan maka latihan endurance yang diutamakan.

Endurance exercise

Respons kardiovaskuler tidak seluruhnya dapat terjadi pada penderita PPOK.

Bertambahnya cardiac output maksimal dan transportasi oksigen tidak sebesar pada orang

sehat.

Latihan jasmani pada penderita PPOK akan berakibat meningkatnya toleransi latihan

karena meningkatnya toleransi karena meningkatnya kapasiti kerja maksimal dengan

rendahnya konsumsi oksigen. Perbaikan toleransi latihan merupakan resultante dari

21

Page 22: Referat PPOK

efisiensinya pemakaian oksigen di jaringan dari toleransi terhadap asam laktat.

Sesak napas bukan satu-satunya keluhan yang menyebabkan penderita PPOMJ

menghenikan latihannya, faktor lain yang mempengaruhi ialah kelelahan otot kaki. Pada

penderita PPOK berat, kelelahan kaki mungkin merupakan faktor yang dominan untuk

menghentikan latihannya.

Berkurangnya aktiviti kegiatan sehari-hari akan menyebabkan penurunan fungsi otot

skeletal. Imobilitasasi selama 4 - 6 minggu akan menyebabkan penurunan kekuatan otot,

diameter serat otot, penyimpangan energi dan activiti enzim metabolik. Berbaring

ditempat tidur dalam jangka waktu yang lama menyebabkan menurunnya oxygen uptake

dan kontrol kardiovaskuler.

Latihan fisis bagi penderita PPOK dapat dilakukan di dua tempat :

• Di rumah

- Latihan dinamik

- Menggunakan otot secara ritmis, misal : jalan, joging, sepeda

• Rumah sakit

- Program latihan setiap harinya 15-30 menit selama 4-7 hari per minggu. Tipe latihan

diubah setiap hari. Pemeriksaan denyut nadi, lama latihan dan keluhan subyektif dicatat.

Pernyataan keberhasilan latihan oleh penderita lebih penting daripada hasil pemeriksaan

subyektif atau obyektif. Pemeriksaan ulang setelah 6-8 minggu di laboratorium dapat

memberikan informasi yang obyektif tentang beban latihan yang sudah dilaksanakan.

- Dua bentuk latihan dinamik yang tampaknya cocok untuk penderita di rumah adalah

ergometri dan walking-jogging. Ergometri lebih baik daripada walking jogging. Begitu

jenis latihan sudah ditentukan, latihan dimulai selama 2-3 menit, yang cukup untuk

menaikkan denyut nadi sebesar 40% maksimal. Setelah itu dapat ditingkatkan sampai

mencapai denyut jantung 60%-70% maksimal selama 10 menit. Selanjutnya diikuti

dengan 2-4 menit istirahat. Setelah beberapa minggu latihan ditambah sampai 20-30

menit/hari selama 5 hari perminggu. Denyut nadi maksimal adalah 220 - umur dalam

tahun.

22

Page 23: Referat PPOK

- Apabila petunjuk umum sudah dilaksanakan, risiko untuk penderita dapat diperkecil.

walaupun demikan latihan jasmani secara potensial akan dapat berakibat kelainan fatal,

dalam bentuk aritmia atau iskemi jantung.

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum latihan :

- Tidak boleh makan 2-3 jam sebelum latihan

- Berhenti merokok 2-3 jam sebelum latihan

- Apabila selama latihan dijumpai angina, gangguan mental, gangguan koordinasi

atau pusing latihan segera dihentikan

- Pakaian longgar dan ringan

2. Psikososial

Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan apabila diperlukan dapat

diberikan obat

3. Latihan Pernapasan

Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak napas. Teknik latihan

meliputi pernapasan diafragma dan pursed lips guna memperbaiki ventilasi dan

menyinkronkan kerja otot abdomen dan toraks. Serta berguna juga untuk melatih

ekspektorasi dan memperkuat otot ekstrimiti.

2.1.8. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal napas kronik, gagal napas akut

pada gagal napas kronik, infeksi berulang, dan kor pulmonale. Gagal napas kronik ditunjukkan

oleh hasil analisis gas darah berupa PaO2<60 mmHg dan PaCO2>50 mmHg, serta pH dapat

normal. Gagal napas akut pada gagal napas kronik ditandai oleh sesak napas dengan atau tanpa

sianosis, volume sputum bertambah dan purulen, demam, dan kesadaran menurun. Pada pasien

PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini

memudahkan terjadi infeksi berulang. Selain itu, pada kondisi kronik ini imunitas tubuh

menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah. Adanya kor

pulmonale ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit>50 %, dan dapat disertai gagal

jantung kanan12.

23

Page 24: Referat PPOK

DAFTAR PUSTAKA

1. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2009. Global Strategy for The

Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease.

Barcelona: Medical Communications Resources. Available from:

http://www.goldcopd.org

2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi V, Jakarta : Interna Publishing, 2009

3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2001. Survey Kesehatan Rumah Tangga.

4. Setiyanto, H., Yunus, F., Soepandi, P.Z., Wiyono, W.H., Hartono, S., dan Karuniawati,

A., 2008. Pola dan Sensitivitas Kuman PPOK Eksaserbasi Akut yang Mendapat

Pengobatan Echinacea Purpurea dan Antibiotik Siprofloksasin. Dalam: Wiyono, W.H.

(eds). 2008. Jurnal Respirologi Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarta

28 (3):107-125.

5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002. Profil Kesehatan Indonesia 2001.

Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS).

6. Shinta, dan Wara, D., 2007. Studi Penggunaan Antibiotik pada Eksaserbasi Akut

Penyakit Paru Obstruktif Kronik: Studi pada Pasien IRNA Medik di Ruang Paru Laki dan

Paru Wanita RSU dr. Soetomo Surabaya. Universitas Airlangga. Available from:

http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2008-

shintadewi9128&PHPSESSID=04b240b8e11c4efa33cfe7d5fc244c0d

7. Helmersen, D., Ford, G., Bryan, S., Jone, A., and Little, C., 2002. Risk Factors. In:

Bourbeau, J., ed. Comprehensive Management of Chronic Obstructive Pulmonary

Disease. London: BC Decker Inc, 33-44

8. Suradi. 2009. Pengaruh Rokok Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Tinjauan

Patogenesis, Klinis dan Sosial. Pidato Guru Besar, Fakultas Kedokteran Universitas

Sebelas Maret Surakarta. Available from : http://www.uns.ac.id/2009/penelitian.php?

act=det&idA=263

9. Sherwood, L., 2001. Sistem Pernapasan. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem edisi 2.

Jakarta: EGC, 410-460.

10. Kamangar, N., 2010. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. EMedicine.com.

Available from: http://www.emedicine.medscape.com/article/297664-overview

24

Page 25: Referat PPOK

11. Chojnowski, D., 2003. “GOLD” Standards for Acute Exacerbation in COPD. The Nurse

Practitioner. EBSCO Publishing 28 (5): 26-36.

12. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik),

Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Available from:

http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf

13. Vestbo, J., 2006. Clinical Assessment, Staging, and Epidemiology of Chronic Obstructive

Pulmonary Disease Exacerbations. Proceedings Of The American Thoracic Society.

Proc Am Thorac Soc 3: 252–256.

  

BAB III

KESIMPULAN

1. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik

adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau

reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang

berbahaya

2. PPOK menduduki peringkat ke empat setelah penyakit jantung, kanker dan penyakit

serebro vascular.

3. Kebanyakan pasien PPOK adalah laki-laki. Hal ini disebabkan lebih banyak ditemukan

perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita

4. Merokok merupakan faktor risiko terpenting terjadinya PPOK. Prevalensi tertinggi

terjadinya gangguan respirasi dan penurunan faal paru adalah pada perokok. Usia mulai

merokok, jumlah bungkus per tahun dan perokok aktif berhubungan dengan angka

kematian.

5. Komponen-komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus

bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau

disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan

silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan

mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus

berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi

25

Page 26: Referat PPOK

sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi

terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang

dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan

6. Faktor risiko yang penting adalah usia (biasanya usia pertengahan), dan adanya riwayat

pajanan, baik berupa asap rokok, polusi udara, maupun polusi tempat kerja.

7. Penentuan derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah

rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun. Interpretasi

hasilnya adalah derajat ringan (0-200), sedang (200-600), dan berat (>600)

8. Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi yaitu batuk dan sesak nafas

9. Temuan pemeriksaan fisik mulai dari inspeksi dapat berupa bentuk dada seperti tong

(barrel chest), terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti orang meniup), terlihat

penggunaan dan hipertrofi otot-otot bantu napas, pelebaran sela iga, dan bila telah terjadi

gagal jantung kanan terlihat distensi vena jugularis dan edema tungkai. Pada perkusi

biasanya ditemukan adanya hipersonor. Pemeriksaan auskultasi dapat ditemukan

fremitus melemah, suara napas vesikuler melemah atau normal, ekspirasi memanjang,

ronki, dan mengi

10. PPOK lebih mudah dibedakan dengan bronkiektasis atau sindroma pasca TB paru, namun

seringkali sulit dibedakan dengan asma bronkial atau gagal jantung kronik.

11. Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi : Edukasi, Obat - obatan , Terapi oksigen,

Ventilasi mekanik, Nutrisi dan Rehabilitasi

12. Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal napas kronik, gagal napas akut

pada gagal napas kronik, infeksi berulang, dan kor pulmonale.

26