referat peb

40
1 BAB I PENDAHULUAN Indonesia saat ini sedang menghadapi krisis tantangan global yang tidak ringan, maka dari itu Indonesia berkomitmen mencapai Millenium Development Goals (MDGs) dengan maksud manusia sebagai fokus utama program pembangunan. Dari semua target yang ingin dicapai MDGs, khususnya tentang kinerja penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) secara global masih rendah, sehingga perlu target dimasa mendatang pada tahun 2015 dimana AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup. Diharapkan dengan mengetahui sedini mungkin faktor-faktor risiko untuk terjadinya komplikasi selama kehamilan dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi. Hal ini masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus menerus untuk mewujudkan MDGs. 1 Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tentang angka kematian ibu di seluruh dunia, ternyata terdapat 5 keadaan obsetrik yang menjadi penyebab kematian ibu, yaitu perdarahan post partum, sepsis, preeklampsia-eklampsia, jalan lahir sempit dan aborsi. Angka kejadian terjadinya preeklampsia diperkirakan

Upload: farah-dibah

Post on 25-Jul-2015

666 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT PEB

1

BAB I

PENDAHULUAN

Indonesia saat ini sedang menghadapi krisis tantangan global yang tidak

ringan, maka dari itu Indonesia berkomitmen mencapai Millenium Development

Goals (MDGs) dengan maksud manusia sebagai fokus utama program

pembangunan. Dari semua target yang ingin dicapai MDGs, khususnya tentang

kinerja penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan penurunan Angka Kematian

Bayi (AKB) secara global masih rendah, sehingga perlu target dimasa mendatang

pada tahun 2015 dimana AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB

sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup. Diharapkan dengan mengetahui sedini

mungkin faktor-faktor risiko untuk terjadinya komplikasi selama kehamilan dapat

menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi. Hal ini masih membutuhkan

komitmen dan usaha keras yang terus menerus untuk mewujudkan MDGs.1

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tentang angka

kematian ibu di seluruh dunia, ternyata terdapat 5 keadaan obsetrik yang menjadi

penyebab kematian ibu, yaitu perdarahan post partum, sepsis, preeklampsia-

eklampsia, jalan lahir sempit dan aborsi. Angka kejadian terjadinya preeklampsia

diperkirakan 3,2% dari di setiap angka kelahiran. Angka ini memberikan total

sekitar lebih dari 4 miliar kasus per tahunnya di seluruh dunia. Berdasarkan studi

yang dilakukan oleh WHO tahun 2011, dengan peserta wanita yang hamil atau

wanita hamil yang mengakhiri kehamilannya di periode antara tahun 1997-2002,

terdapat sekitar 14,9% wanita meninggal dengan preeklampsia. Selain itu

preeklampsia merupakan pembunuh nomor satu penyebab kematian ibu di

Amerika Latin sebanyak 25,7%, disusul oleh Afrika dan Asia sebanyak 9,1%.

Penelitian ini menjadi salah satu bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab

kematian ibu yang paling serius, selain perdarahan di seluruh negara, terutama

negara yang sedang berkembang.2,3,4

Di Indonesia sendiri tingginya angka kematian ibu menjadi agenda

kesehatan yang paling utama. Berdasarkan Maternal Mortality Ratio, perkiraan

Page 2: REFERAT PEB

2

terjadi 300–400 kematian ibu per 100,000 kelahiran, ini artinya wanita Indonesia

meninggal setiap jamnya karena kehamilan. Hal ini juga diperkuat menurut Survei

Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2007 angka kematian ibu adalah 228

per 100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan target yang ingin dicapai

oleh pemerintah pada tahun 2015 dimana AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran

hidup, angka tersebut masih tergolong tinggi.3,5

Beragam pendapat telah diutarakan dalam pemahaman preeklampsia secara

mendasar dan telah dilakukan pula berbagai peneltian untuk memperoleh

penatalaksanaan yang dapat dipakai sebagai dasar pengobatan untuk

preeklampsia. Namun demikian, preeklampsia tetap menjadi satu di antara banyak

penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin di Indonesia, sehingga masih

menjadi kendala dalam penanganannya. Oleh karena itu diagnosis dini

preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta

penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu

dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindrom preeklampsia ringan dengan

hipertensi, edema, dan proteinuri sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan;

pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia

sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia, di

samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.6,7

Untuk menurunkan angka kematian karena eklampsia ini, maka

ketersediaan akses untuk memperoleh Antenatal Care (ANC) minimal secara

rutin dilakukan 4 kali selama periode masa kehamilan sangat penting. Karena hal

ini dapat memberikan pengaruh positif sikap wanita terhadap Antenatal Care

secara benar. Upaya pencegahan, pengamatan dini, dan terapi sangat penting

untuk mencegah angka kematian pada ganguan ini.8

Page 3: REFERAT PEB

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Preeklampsia ialah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan / atau

edema akibat dari kehamilan setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera

setelah persalinan.9, 10,11

Sebelumnya, edema termasuk ke dalam salah satu kriteria diagnosis

preeklampsia, namun sekarang tidak lagi dimasukkan ke dalam kriteria

diagnosis, kecuali edema anasarka yang bisa ditandai dengan kenaikan berat

badan >500 gr/minggu.12

Hipertensi umumnya timbul terlebih dahulu dari pada tanda-tanda

lain. Kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik ≥140/90 mmHg dapat

membantu ditegakkannya diagnosis hipertensi. Penentuan tekanan darah

dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 4 jam pada keadaan

istirahat.12,13

Proteinuria ditandai dengan ditemukannya protein dalam urin 24 jam

yang kadarnya melebihi 0.3 gram/liter atau pemeriksaan kualitatif

menunjukkan 1+ atau 2+ atau 1 gram/liter atau lebih dalam urin yang

dikeluarkan dengan kateter atau midstream yang diambil minimal 2 kali

dengan jarak waktu 6 jam. Umumnya proteinuria timbul lebih lambat,

sehingga harus dianggap sebagai tanda yang serius.10,11

Walaupun edema tidak lagi menjadi bagian kriteria diagnosis pre-

eklampsia, namun adanya penumpukan cairan secara umum dan berlebihan

di jaringan tubuh seperti pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah dan

tangan harus tetap diwaspadai. Edema dapat menyebabkan kenaikan berat

badan tubuh. Normalnya, wanita hamil mengalami kenaikan berat badan

sekitar 500 gr per minggu, 2000 gr per bulan, atau 13 kg selama kehamilan.

Apabila kenaikan berat badannya lebih dari normal, perlu dicurigai

timbulnya pre-eklampsia.10,11,13

Page 4: REFERAT PEB

4

Preeklampsia pada perkembangannya dapat berkembang menjadi

eklampsia, yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Eklampsia

dapat menyebabkan terjadinya DIC (Disseminated intravascular

coagulation) yang menyebabkan jejas iskemi pada berbagai organ, sehingga

eklampsia dapat berakibat fatal.10,13

Dikatakan sebagai preeklampsia-eklampsia apabila memiliki salah

satu atau lebih dari gejala dan tanda-tanda yang ada dibawah ini :14

1. Preeklampsia ringan, adalah suatu keadaan pada ibu hamil disertai

kenaikan tekanan darah sistolik 140/90 mm/Hg atau kenaikan

diastolik 15 mm/Hg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mm/Hg atau

setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat tekanan darah normal

dan adanya proteinuria kuantitatif >3 gr perliter atau kuantitatif 1+

atau 2+ pada urin kateter atau midstream.

2. Preeklamsia berat, adalah suatu keadaan pada ibu hamil bila disertai

kenaikan tekanan darah 160/110 mm/Hg atau lebih, adanya

proteiunuria 5 gr atau lebih per liter dalam 24 jam atau kuantitatif 3+

atau kuantitatif 4+, adanya oliguria (jumlah urin kurang dari 500cc

per jam, adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, rasa nyeri

di epigastrium, adanya tanda sianosis, edema paru, trombositopeni,

gangguan fungsi hati, serta yang terakhir adalah pertumbuhan janin

terhambat.

3. Eklampsia merupakan preeklampsia yang disertai kejang dan disusul

dengan koma.

Terdapat empat jenis penyakit hipertensi, antara lain :9,12

1. Hipertensi kronik, dengan gejala yaitu tekanan darah >140/90 mm/Hg

sebelum hamil atau didiagnosa sebelum usia gestasi 20 minggu , atau

bila terdapat hipertensi didiagnosa setelah usia gestasi 20 minggu dan

persisten 12 minggu setelah melahirkan.

2. Hipertensi gestasional dengan gejala yaitu tekanan darah >140/90

mm/Hg untuk pertama kalinya ketika hamil, bila tidak terdapat

Page 5: REFERAT PEB

5

proteinuria, dan tekanan darah kembali normal kurang dari 12 minggu

setelah melahirkan.

3. Preeklampsia-eklampsia dengan gejala yaitu tekanan darah >140/90

mm/Hg setelah usia gestasi 20 minggu pada wanita yang sebelumnya

memiliki tekanan darah yang bormal dan adanya proteinuria (0,3 gr

protein dalam specimen urin dalam 24 jam), sedangkan eklampsia

didefinisikan sebagai kejang yang tidak dapat dihubungkan dengan

kasus lain pada wanita dengan preeklampsia.

4. Superimposed Preeclampsia (preeklampsia pada pengidap hipertensi

kronis) dengan gejala yaitu onset baru proteinuria dengan jumlah

proteinuria > 300 mg/24 jam pada ibu hamil dengan hipertensi, tetapi

tidak ada proteinuria sebelum usia gestasi 20 minggu.

B. Epidemiologi

Angka kejadian preeklampsia – eklampsia berkisar antara 2% dan

10% dari kehamilan di seluruh dunia. Kejadian preeklampsia merupakan

penanda awal dari kejadian eklampsia, dan diperkirakan kejadian

preeklampsia menjadi lebih tinggi di negara berkembang. Angka kejadian

preeklampsia di negara berkembang, seperti di negara Amerika Utara dan

Eropa adalah sama dan diperkirakan sekitar 5-7 kasus per 10.000 kelahiran.

Disisi lain kejadian eklampsia di negara berkembang bervariasi secara luas.

Mulai dari satu kasus per 100 kehamilan untuk 1 kasus per 1700 kehamilan.

Rentang angka kejadian preeklampsia-eklampsia di negara berkembang

seperti negara Afrika seperti Afrika selatan, Mesir, Tanzania, dan Ethiopia

bervariasi dari 1,8% sampai 7,1%. Di Nigeria angka kejadiannya berkisar

antara 2% sampai 16,7% Dan juga preeklampsia ini juga dipengaruhi oleh

ibu nullipara, karena ibu nullipara memiliki resiko 4-5 kali lebih tinggi dari

pada ibu multipara .4,7,15

Angka kejadian dari preeklampsia di Indonesia sekitar 7-10%, ini

merupakan bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab kematian

Page 6: REFERAT PEB

6

nomor dua di Indonesia bagi ibu hamil, sedangkan no.1 penyebab kematian

ibu di Indonesia adalah akibat perdarahan.5

Penelitian berbagai faktor risiko terhadap hipertensi pada kehamilan /

preeklampsia /eklampsia.9,12,13

a. Usia

Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua.

Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat.

Pada wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi

laten

b. Paritas

Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida

tua risiko lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat.

c. Ras/golongan etnik

Mungkin ada perbedaan perlakuan/akses terhadap berbagai etnik di

banyak Negara

d. Faktor keturunan

Jika ada riwayat pre-eklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor

risiko meningkat sampai + 25%

e. Faktor gen

Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang ditentukan genotip

ibu dan janin.

f. Diet/gizi

Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu (WHO).

Penelitian lain : kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian

yang tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang

obese/overweight.

g. Iklim / musim

Di daerah tropis insidens lebih tinggi

h. Tingkah laku/sosioekonomi

Page 7: REFERAT PEB

7

Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun

merokok selama hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan

janin terhambat yang jauh lebih tinggi.

Aktifitas fisik selama hamil : istirahat baring yang cukup selama hamil

mengurangi kemungkinan/insidens hipertensi dalam kehamilan.

i. Hiperplasentosis

Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan

kembar, dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik.

j. Hidrops fetalis : berhubungan, mencapai sekitar 50% kasus

k. Diabetes mellitus : angka kejadian yang ada kemungkinan patofisiologinya

bukan preeklampsia murni, melainkan disertai kelainan ginjal/vaskular

primer akibat diabetesnya.

l. Mola hidatidosa : diduga degenerasi trofoblas berlebihan berperan

menyebabkan preeklampsia. Pada kasus mola, hipertensi dan proteinuria

terjadi lebih dini/pada usia kehamilan muda, dan ternyata hasil

pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan pada pre-eklampsia.

m. Riwayat pre-eklampsia.

n. Kehamilan pertama

o. Usia lebih dari 40 tahun dan remaja

p. Obesitas

q. Kehamilan multiple

r. Diabetes gestasional

s. Riwayat diabetes, penyakit ginjal, lupus, atau rheumatoid arthritis.

C. Etiologi

Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara

pasti, sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”.

Beberapa faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah : 6,7,9,13,16,17

1. Faktor Trofoblast

Page 8: REFERAT PEB

8

Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkinan

terjadinya Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan

Molahidatidosa. Teori ini didukung pula dengan adanya kenyataan

bahwa keadaan preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.

2. Faktor Imunologik

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul

lagi pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan

bahwa pada kehamilan pertama pembentukan “Blocking Antibodies”

terhadap antigen plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun

yang tidak menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada

kehamilan berikutnya, pembentukan “Blocking Antibodies” akan lebih

banyak akibat respon imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti

respons imunisasi.

3. Faktor Hormonal

Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron

antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang

menyebabkan retensi air dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan

Edema.

4. Faktor Genetik

Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia / eklampsia

bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal.2 Beberapa bukti yang

menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian Preeklampsia-

Eklampsia antara lain:

a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.

b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-

Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-

Eklampsia.

c. Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada

anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan

bukan pada ipar mereka.

5. Faktor Gizi

Page 9: REFERAT PEB

9

Menurut Chesley (1978) bahwa faktor nutrisi yang kurang mengandung

asam lemak essensial terutama asam Arachidonat sebagai precursor

sintesis Prostaglandin akan menyebabkan “Loss Angiotensin

Refraktoriness” yang memicu terjadinya preeklampsia.

6. Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel

vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang

pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan

fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin

akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin.

Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan

serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.

D. Gejala Klinis

Gejala preeklampsia adalah :10

1. Hipertensi

2. Edema

3. Proteinuria

4. Gejala subjektif : sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan.

E. Patogenesis

Belum diketahui dengan pasti, secara umum pada Preeklampsia terjadi

perubahan dan gangguan vaskuler dan hemostatis. Sperof (1973)

menyatakan bahwa dasar terjadinya Preeklampsia adalah iskemik

uteroplasenta, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta

yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang

berkurang.

Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga

terjadi penurunan kadar 1 α-25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen

(HPL), akibatnya terjadi penurunan absorpsi kalsium dari saluran cerna.

Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada janin, terjadi

Page 10: REFERAT PEB

10

perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon

(PTH) disertai penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan

absorpsi kalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel.

Peningkatan kadar kalsium intra sel mengakibatkan peningkatan kontraksi

pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.

Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat

menyatakan prostaglandin berperan sebagai mediator poten reaktivitas

vaskuler. Penurunan sintesis prostaglandin dan peningkatan pemecahannya

akan meningkatkan kepekaan vaskuler terhadap Angiotensin II. Angiotensin

II mempengaruhi langsung sel endotel yang resistensinya terhadap efek

vasopresor berkurang, sehingga terjadi vasospasme. Penyempitan vaskuler

menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan hambatan aliran

darah yang menyebabkan tejadinya hipertensi arterial yang membahayakan

pembuluh darah karena gangguan aliran darah vasavasorum, sehingga

terjadi hipoksia dan kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

dilepasnya Endothelin – 1 yang merupakan vasokonstriktor kuat. Semua ini

menyebabkan kebocoran antar sel endotel, sehingga unsur-unsur

pembentukan darah seperti thrombosit dan fibrinogen tertimbun pada

lapisan subendotel yang menyebabkan gangguan ke berbagai sistem organ.18

Fungsi organ-organ lain :12,13,19

a. Otak

Pada hamil normal, perfusi serebral tidak berubah, namun pada pre-

eklampsia terjadi spasme pembuluh darah otak, penurunan perfusi dan

suplai oksigen otak sampai 20%. Spasme menyebabkan hipertensi serebral,

faktor penting terjadinya perdarahan otak dan kejang / eklampsia.

b. Hati

Terjadi peningkatan aktifitas enzim-enzim hati pada pre-eklampsia, yang

berhubungan dengan beratnya penyakit.

c. Ginjal

Page 11: REFERAT PEB

11

Pada pre-eklampsia, arus darah efektif ginjal berkurang + 20%, filtrasi

glomerulus berkurang + 30%. Pada kasus berat terjadi oligouria, uremia,

sampai nekrosis tubular akut dan nekrosis korteks renalis. Ureum-kreatinin

meningkat jauh di atas normal. Terjadi juga peningkatan pengeluaran

protein (”sindroma nefrotik pada kehamilan”).

d. Sirkulasi uterus , koriodsidua

Perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta adalah

patofisiologi yang terpenting pada pre-eklampsia, dan merupakan faktor

yang menentukan hasil akhir kehamilan.

- Terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara

massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi

yang berkurang.

- hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta,

yang mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga

meningkatkan kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain

(angiotensin, aldosteron) sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang

lebih tinggi.

- karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai

oksigen dan nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi dari gangguan

pertumbuhan janin sampai hipoksia dan kematian janin.

F. Diagnosis

Dikatakan preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala

berikut :10,11,18

1. TD ≥ 160 / 110 mmHg

2. Proteinuria > 5 gr / 24 jamatau kualitatif 3+ / 4+

3. Oliguria ≤ 500 ml / 24 jam disertai kenaikan kadar kreatinin darah

4. Peningkatan kadar enzim hati dan / atau ikterus

5. Gangguan visus dan cerebral

6. Nyeri epigastrium

7. Edema paru atau sianosis

Page 12: REFERAT PEB

12

8. Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat (IUFGR)

9. HELLP Syndrom (H = Hemolysis, E = Elevated, L = Liver enzyme, LP =

Low Platelet Counts)

Impending eklampsia bila dijumpai tanda/ gejala berikut :10,11

1. Nyeri kepala hebat

2. Gangguan visual

3. Muntah-muntah

4. Nyeri epigastrium

5. TD naik secara progresif

G. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik harus diketahui :16

a. Tekanan darah harus diukur dalam setiap ANC

b. Tinggi fundus harus diukur dalam setiap ANC untuk mengetahui adanya

retardasi pertumbuhan intrauterin atau oligohidramnion

c. Edema pada pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah dan tangan yang

memberat

d. Peningkatan berat badan lebih dari 500 gr per minggu atau peningkatan

berat badan secara tiba-tiba dalam 1-2 hari.

H. Pemeriksaan Penunjang

Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan efektif

untuk preeklampsia. Dulu, kadar asam urat digunakan sebagai indikator

preeklampsia, namun ternyata tidak sensitif dan spesifik sebagai alat

diagnostik. Namun, peningkatan kadar asam urat serum pada wanita yang

menderita hipertensi kronik menandakan peningkatan resiko terjadinya

preeklampsia superimpose.

Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan

pada wanita dengan faktor resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari

Page 13: REFERAT PEB

13

pemeriksaan kadar enzim hati, hitung trombosit, kadar kreatinin serum,

protein total, reduksi bilirubin, sedimen pada urin 24 jam.

Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan

juga pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu

perdarahan dan pembekuan serta untuk mengetahui keadaan janin perlu

dilakukan pemeriksaan USG. Semua pemeriksaan ini harus dilakukan

sesering mungkin untuk memantau progresifitas penyakit.13,20

I. Prognosis

Penentuan prognosis ibu dan janin sangat bergantung pada umur

gestasi janin, ada tidaknya perbaikan setelah perawatan, kapan dan

bagaimana proses bersalin dilaksanakan, dan apakah terjadi eklampsia.

Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%.9,13

J. Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi, yaitu :13,18

1. Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.

2. Hipofibrinogenemia

3. Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis

periportal hati pada penderita pre-eklampsia.

4. Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal

penderita eklampsia.

5. Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi.

Perdarahan pada retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat

yang menunjukkan adanya apopleksia serebri.

6. Edema paru

7. Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme

arteriol umum. Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama

dengan enzim.

8. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low

platelet).

9. Prematuritas

Page 14: REFERAT PEB

14

10. Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan

sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur

lainnya. Bisa juga terjadi anuria atau gagal ginjal.

11. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila

telah mencapai tahap eklampsia.

K. Diagnosis Banding

Diagnosis banding preeklampsia berat , yaitu :6,16

1. Kehamilan dengan sindrom nefrotik

2. Kehamilan dengan payah jantung,

3. Hipertensi Kronis

4. Penyakit Ginjal

5. Edema Kehamilan

6. Proteinuria Kehamilan,

L. Penatalaksanaan

1. Penanganan di Puskesmas

Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di puskesmas, maka secara

prinsip, kasus-kasus preeklampsia berat dan eklampsia harus dirujuk ke tempat

pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan-persiapan

yang dilakukan dalam merujuk penderita adalah sebagai berikut :7

1. Menyiapkan surat rujukan yang berisikan riwayat penderita.

2. Menyiapkan partus set dan tongue spatel (sudip lidah).

3. Menyiapkan obat-obatan antara lain: valium injeksi, antihipertensi, oksigen,

cairan infus dextrose/ringer laktat.

4. Pada penderita terpasang infus dengan blood set.

5. Pada penderita eklampsia, sebelum berangkat diinjeksi valium 20 mg/iv,

dalam perjalanan diinfus drip valium 10 mg/500 cc dextrose dalam

maintenance drops. Selain itu diberikan oksigen, terutama saat kejang, dan

terpasang tongue spatel.

Page 15: REFERAT PEB

15

2. Penanganan di Rumah Sakit

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre

eklampsia berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi:10,11,19

1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah

pengobatan medisinal.

2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah

pengobatan medisinal.

1. Perawatan Aktif

Perawatan aktif yang dilakukan, yaitu :10,11,16

a. Indikasi

- Keadaan Ibu:

Kehamilan aterm ( > 37 minggu)

Adanya gejala-gejala impending eklampsia

Perawatan konservatif gagal ( 6 jam setelah pengobatan medisinal

terjadi kenaikan TD, 24 jam setelah pengobatan medisinal gejala tidak

berubah)

Adanya Sindrom Hellp

- Keadaan Janin

Adanya tanda-tanda gawat janin

Adanya pertmbuhan janin terhambat dalam rahim

b. Pengobatan Medisinal

- Segera MRS.

- Tirah baring miring ke satu sisi.

- Infus D5 : RL 2:1 (60-125 ml/jam)

- Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.

- Antasida.

- Obat-obatan :

Anti kejang:

i. Sulfas Magnesikus (MgSO4)

Syarat-syarat pemberian MgSO4

Page 16: REFERAT PEB

16

a) Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1

gram (10% dalam 10 cc) diberikan I.V pelan dalam 3 menit.

b) Refleks patella positif kuat

c) Frekuensi pernapasan > 16 kali per menit, tanda distress

pernafasan (-)

d) Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5

cc/kgBB/jam).

Cara Pemberian:

a) Jika ada tanda impending eklampsi dosis awal diberikan IV +

IM, jika tidak ada, dosis awal cukup IM saja. Dosis awal sekitar

4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 4 menit (1

gr/menit) atau kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4

(dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gram di bokong kiri dan 4

gram di bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan jarum no 21

panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc

xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan

IM.

b) Dosis ulangan diberikan setelah 6 jam pemberian dosis awal,

dosis ulangan 4 gram MgSO4 40% diberikan secara

intramuskuler setiap 6 jam, bergiliran pada bokong kanan/kiri

dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.

Penghentian MgSO4 :

1. Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi,

refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi

SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan

kematian karena kelumpuhan otot-otot pernapasan karena ada

serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7

mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10

mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot

pernapasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi kematian jantung.

2. Setelah 24 jam pasca persalinan

Page 17: REFERAT PEB

17

3. 6 jam pasca persalinan normotensif, selanjutnya dengan luminal

3x30-60 mg

Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat

a) Hentikan pemberian magnesium sulfat

b) Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc)

secara IV dalam waktu 3 menit.

c) Berikan oksigen.

d) Lakukan pernapasan buatan.

ii. Diazepam

Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian

MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml,

max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada

perbaikan, rawat di ruang ICU.

iii. Diuretika

Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema

paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka, serta kelainan

fungsi ginjal. Diberikan furosemid injeksi (Lasix 40mg/im).

iv. Anti hipertensi

Indikasi pemberian antihipertensi bila TD sistolik >160 mmHg

diastolik > 110 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan

diastolis < 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan

menurunkan perfusi plasenta. Dosis antihipertensi sama dengan

dosis antihipertensi pada umumnya.

- Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat

diberikan obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu),

catapres (clonidine) injeksi 1 ampul = 0,15 mg/ml 1 amp + 10

ml NaCl flash/ aquades masukkan 5 ml IV pelan 5 mnt, 5

mnt kemudian TD diukur, tak turun berikan sisanya (5ml pelan

IV 5 mnt). Pemberian dapat diulang tiap 4 jam sampai TD

normotensif.

Page 18: REFERAT PEB

18

- Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan

tablet antihipertensi secara sublingual atau oral. Obat pilihan

adalah nifedipin yang diberikan 4 x 10 mg sampai diastolik 90-

100 mmHg

v. Kardiotonika

Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan

digitalisasi cepat dengan cedilanid.

vi. Lain-lain :

- Konsul bagian penyakit dalam / jantung, dan mata

- Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal > 38,5 oC dapat

dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau

xylomidon 2 cc IM.

- Antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6

jam/IV/hari.

- Analgetik bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi

uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja,

selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.

- Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1x80 mg/hari.

Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm)

c. Pengobatan obstetrik

Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu :

i. Induksi persalinan :

- amniotomi

- tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan

dengan fetal heart monitoring.

ii. Seksio sesaria bila :

- Fetal assesment jelek

- Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5)

atau adanya kontraindikasi tetesan oksitosin.

- 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif.

Page 19: REFERAT PEB

19

- Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan

seksio sesaria.

Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu :

Kala I

i. Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria.

ii. Fase aktif :

- Amniotomi saja

- Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka

dilakukan seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin).

Kala II

Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus

buatan vakum ekstraksi/forcep ekstraksi. Amniotomi dan tetesan oksitosin

dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan

medisinal. Pada kehamilan <37 minggu; bila keadaan memungkinkan,

terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk maturasi paru janin dengan

memberikan kortikosteroid.

2. Perawatan Konservatif

a. Indikasi perawatan konservatif

- bila kehamilan preterm kurang dari 37 minggu

- tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia

- keadaan janin baik.

b. Pengobatan medisinal :

- Awal diberikan 8 g SM 40% IM bokong kanan- bokong kiri

dilanjutkan dengan 4 g IM setiap 6 jam

- Bila ada perbaikan atau tetap diteruskan 24 jam

- Apabila setelah 24 jam ada tanda-tanda perbaikan maka pengobatan

diteruskan sbb : beri tablet luminal 3 x 30 mg/p.o

- Anti hipertensi oral bila TD masih > 160/110 mmHg.

Page 20: REFERAT PEB

20

c. Pengobatan obstetri :

- Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti

perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.

- MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre

eklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.

- Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan

konservatif gagal dan harus diterminasi.

- Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih

dahulu MgSO4 20% 2 gram intravenous.

d. Penderita dipulangkan bila :

- Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia ringan

dan telah dirawat selama 3 hari.

- Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan :

penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan

(diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).

3. Penatalaksanaan Eklampsia

Eklampsia merupakan kelanjutan dari preeklampsia berat disertai

semakin tingginya angka kematian maternal dan perinatal. Tambahan gejala

eklampsia adalah menurunnya kesadaran sampai dengan koma dan terjadi

konvulsi. Terapi eklampsia dengan konvulsi bertujuan untuk mencegah terjadi

konvulsi terlalu lama, mencegah agar konvulsi berkurang, menyelamatkan jiwa

maternal dengan pengobatan Magnesium sulfat.10,11,18

a. Prinsip pengobatan :

- Menghentikan dan mencegah kejang-kejang

- Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin

- Mencegah komplikasi

- Terminasi kehamilan/ persalinan dengan trauma seminimal mungkin

pada ibu.

i. Obat untuk anti kejang

- Mg SO4

Page 21: REFERAT PEB

21

Dosis awal : 4 g 20% IV pelan-pelan selama 3 menit atau lebih,

disusul 8 g 40% IM terbagi pada bokong kanan dan kiri.

Dosis ulangan : tiap 6 jam diberikan 4 g 40% IM diteruskan sampai

24 jam paska persalinan atau 24 jam bebas kejang.

Apabila ada kejang lagi, diberikan 2 g MgSO4 20% IV pelan-pelan.

Pemberian IV ulangan ini hanya SEKALI SAJA, apabila timbul

kejang lagi, berikan pentotal 5 mg/KgBB/IV pelan-pelan

Bila ada tanda-tanda keracunan MgSO4 diberikan anti dotum

Glukonas Kalsikus 10g%, 10ml IV pelan-pelan selama 3 menit.

- Apabila sudah diberikan pengobatan diazepam diluar maka : diberikan

MgSO4 secara hati-hati terutama kalu ada kelainan jantung.

- Perawatan kalau kejang :

Kamar isolasi yang cukup terang

Pasang sadep lidah ke dalam mulut

Kepala dierandahkan dan orofaring dihisap

Oksigenisasi yang cukup

Fiksasi badan di tempat tidur harus cukup longgar agar jangan

fraktur

- Perawatan kalau koma : antikejang tidak diberikan

Monitor kesadaran dan dalamnya koma dan tentukan skor tanda vital

Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita

Pada koma yang lama bila nutrisi parenteral tidak mungkin maka

berikan dalam bentuk NGT

ii. Memperbaiki keadaan umum ibu

- Infus D5%

- Pasang CVP untuk :

Pemantauan keseimbangan cairan

Pemberian kalori

Koreksi keseimbangan asam basa

Koreksi keseimbangan elektrolit

iii.Mencegah komplikasi

Page 22: REFERAT PEB

22

- Obat-obat antihipertensi

Diberikan pada penderita TD 160/110 mmHG atau lebih

(nifedipine,catapres)

- Diuretika : hanya diberikan atas indikasi edema paru dan kelainan

fungsi ginjal

- Kardiotonika : diberikan atas indikasi ada tanda-tanda payah jantung,

edema paru, dan nadi > 120x/m, sianosis diberikan digitalis cepat

dengan cedilanid.

- Antibiotika diberikan ampicilin 3x1 g/IV

- Antipiretika : xylomidon 2 ml/IM dan atau kompres alkohol

- Kortikosteroid

iv. Penanganan pada edema paru akut :

- Oksigen

- Morfin

- Furosemid

- Bila TD 160/100 mmHg diberikan antihipertensi

v. Terminasi kehamilan

Stabilisasi : 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan di bawah ini

- Setelah kejang terakhir

- Setelah pemberian anti kejang terakhir

- Setelah pemberiaan anti hipertensi terakhir

- Penderita mulai sadar

- Untuk koma tentukan skor tanda vital

STV > 10 boleh terminas, STV <9 tunda 6 jam kalau ada perubahan

terminasi

Cara pengakhiran kehamilan dan persalinan sama dengan PEB

M. Pencegahan

1. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan

agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.

Page 23: REFERAT PEB

23

2. Mencari pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan

mengobatinya segera apabila ditemukan.

3. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke

atas apabila setelah dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga dapat

dihilangkan.

4. Berdasarkan teori iskemik plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel

yang dapat menyebabkan hipoksia dan iskemik plasenta, yang pada

akhirnya menghasilkan oksidan (radikal bebas) dalam tubuh, sehingga

untuk mencegahnya bisa diberikan antioksidan, yang dibagi menjadi 3

golongan :

- Antioksidan primer

Antioksidan primer berperan untuk mencegah pembentukan radikal

bebas baru dengan memutus reaksi berantai dan mengubahnya

menjadi produk yang lebih stabil. Contoh antioksidan primer,

ialah enzim superoksida dimustase (SOD), katalase, dan glutation

dimustase.

- Antioksidan Sekunder

Antioksidan sekunder berfungsi menangkap senyawa radikal serta

mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh antioksidan sekunder

diantaranya yaitu vitamin E, Vitamin C, dan β-karoten.

- Antioksidan Tersier

Antioksidan tersier berfungsi memperbaiki kerusakan sel dan jaringan

yang disebabkan oleh radikal bebas. Contohnya yaitu enzim yang

memperbaiki DNA pada inti sel adalah metionin sulfoksida

reduktase.13,21

Page 24: REFERAT PEB

24

BAB III

RINGKASAN

Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai

dengan timbulnya tekanan darah tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai

proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.

Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti,

sehingga penyakit ini disebut dengan “The Diseases of Theories”. Beberapa faktor

yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah : Faktor Trofoblast, Faktor

Imunologik, Faktor Gizi, Faktor Genetik, Faktor Hormonal, Peran Prostasiklin

dan Tromboksan. Jumlah Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2%

-48.9%.

Dikatakan preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala

berikut : TD ≥ 160 / 110 mmHg, proteinuria > 5 gr / 24 jamatau kualitatif 3+ / 4+,

Oliguria ≤ 500 ml / 24 jam, peningkatan kadar enzim hati dan / atau ikterus, nyeri

kepala frontal atau gangguan penglihatan, nyeri epigastrium, edema paru atau

sianosis, pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat (IUFGR), HELLP

Syndrom (H = Hemolysis, E = Elevated, L = Liver enzyme, LP = Low Platelet

Counts) dan Koma.

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre

eklampsia berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi : (1)

Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi ditambah

pengobatan medicinal (segera rawat di ruangan yang terang dan tenang, terpasang

infus Dx/RL, tirah baring miring ke satu sisi, diet cukup protein, rendah KH-

lemak dan garam, berikan anti kejang, anti hipertensi, dll) (2) Perawatan

konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medicinal.

Page 25: REFERAT PEB

25

DAFTAR PUSTAKA

1. BAPPENAS. 2010. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium di Indonesia 2010. Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta, Indonesia, hal 1-74

2. AbouZhar, C. 2003. Global buden of maternal death and disability : “Causes of Maternal deaths and disabilities”. British Medical Bulletin. 60: 1-11. (http://bmb.oxfordjournal.org, diakses 24 April 2012).

3. UNFPA. 2011. Maternal Mortality Ratio. (http://Indonesia.unfpa.org/issues-and-challenges/maternal-mortality-ratio, diakses 24 April 2012).

4. WHO, 2011. Maternal and Perinatal Health. (http://www.who.int/topics/maternal_health/en/, diakses 24 April 2012)

5. Departemen Kesehatan RI [Online]. 2011. (http://www.gizikia.depkes.go.id/wp_content/uploads/downloads/2011/01/Materi-Advokasi-BBL-Pdf, diakses 24 April 2012).

6. Winkjosastro, H, dkk. 2006. Ilmu Kebidanan: “Hipertensi dalam Kehamilan” (edisi ke-3). Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, Indonesia, hal. 281-300.

7. Sudhaberata, Ketut. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia. UPF. Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Rumah Sakit Umum Tarakan Kalimantan Timur. Di unduh dari: (http://www.sidenreng.com/2008/06/penanganan-preeklampsia-beratdaneklampsia/, diakses pada tanggal 25 Maret 2012).

8. Lana, K.,M.D. 2004. Diagnosis and Management of Preeclampsia. The American Family Physician. 70(12). Hal 1-7 (http://wwwaafp.org/afp/2004/1215/p23.h, diakses 24 April 2012).

9. Cunningham, F.G., dkk. 2005. Obstetri Williams : “Gangguan Hipertensi dalam Kehamilan” (edisi ke-21). Terjemahan oleh : Hartono, Suyono, Pendit. EGC, Jakarta, Indonesia, hal. 624-683.

10. Universitas Sriwijaya. Protap Obgyn: “Preeklampsia Berat”, hal.3-10.11. Arga, J., Guick Obgyn: “PEB”. Departemen Obstetri dan Ginekologi Dr.

Mohammad Hoesin, FK UNSRI, Palembang, hal.73-77.12. Angsar, M,D., 2002. Ilmu Kebidanan: “ Hipertensi dalam Kehamilan” (edisi

ke-3). Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, Indonesia, hal. 530-561.

13. Anonim. Preeklampsia Berat / Eklampsia. Di unduh dari : (http://idmgarut.wordpress.com/2009/01/24/preeklampsia-berateklamsia/ Di akses pada tanggal 25 Maret 2012).

14. ACOG, 2002. Practice Bulletin : “Diagnosis and Management of Preeclampsia and Eclampsia.33.

Page 26: REFERAT PEB

26

(http://mail.ny.acog.org/website/SMIPodcast/DiagnosisMgt.pdf, diakses 24 April 2012)

15. Zhang, Jun., dkk. 1997. Epidemiology of Pregnancy-induced hypertension. Epidemiologic Reviews. 19(2). (http://epirev.oxfordjournals.org/, diakses 24 April 2012).

16. Subianto, Teguh. Prosedur Penatalaksanaan Pre-Eklampsia Berat. Di unduh dari: (http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/07/prosedur-penatalaksanaan-pre-eklampsia.html, diakses pada tanggal 25 Maret 2012).

17. Anonim. Penanganan Preeklampsia Berat. Di unduh dari: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_PenangananPreeklampsiaBerat.pdf/10_PenangananPreeklampsiaBerat.html Di akses pada tanggal 25 Maret 2012.

18. Mochtar, R. 1998. Toksemia Gravidarum. Dalam : Lutan, D (Editor). Sinopsis Obstetri (hal. 198-208). EGC, Jakarta, Indonesia.

19. Diyoyen. Preeklampsia Berat. Di unduh dari : http://diyoyen.blog.friendster.com/2008/11/preeklampsia-berat/ Di akses pada tanggal 25 Maret 2012.

20. Mansjoer, A, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran : “ Komplikasi selama Kehamilan” (edisi ke-3). Media Aesculapius, Jakarta, Indonesia, hal. 270-271.

21. Wikipedia.(http://id.wikipedia.org/wiki/Antioksidan, diakses 4 Mei 2012).