referat omsk

57
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) ialah infeksi kronik di telinga tengah dengan adanya perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah (FKUI, 2007). OMSK di dalam masyarakat Indonesia dikenal dengan istilah congek, teleran atau telinga berair (Nursiah, 2003). Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8 % dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang (Aboet, 2007). Kebanyakan penderita OMSK menganggap penyakit ini merupakan penyakit yang biasa yang nantinya akan sembuh sendiri. Penyakit ini pada umumnya tidak memberikan rasa sakit kecuali apabila sudah terjadi komplikasi (Nursiah, 2003). OMSK mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya, namun demikian OMSK tipe aman pun dapat menyebabkan suatu komplikasi apabila terinfeksi kuman yang

Upload: fathul-yasin

Post on 03-Oct-2015

56 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

Semoga bermanfaat

TRANSCRIPT

BAB I

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) ialah infeksi kronik di telinga tengah dengan adanya perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah (FKUI, 2007). OMSK di dalam masyarakat Indonesia dikenal dengan istilah congek, teleran atau telinga berair (Nursiah, 2003). Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8 % dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang (Aboet, 2007).Kebanyakan penderita OMSK menganggap penyakit ini merupakan penyakit yang biasa yang nantinya akan sembuh sendiri. Penyakit ini pada umumnya tidak memberikan rasa sakit kecuali apabila sudah terjadi komplikasi (Nursiah, 2003). OMSK mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya, namun demikian OMSK tipe aman pun dapat menyebabkan suatu komplikasi apabila terinfeksi kuman yang virulen (FKUI, 2007). Komplikasi ke intrakranial merupakan penyebab utama kematian pada OMSK di negara sedang berkembang, yang sebagian besar kasus terjadi karena penderita mengabaikan keluhan telinga berair. Berdasarkan data WHO pada tahun 2004, meningitis atau radang selaput otak adalah komplikasi intrakranial OMSK yang paling sering ditemukan di seluruh dunia, biasanya mempunyai gejala demam, sakit kepala serta adanya tanda-tanda perangsangan meningen seperti kejang. Kematian terjadi pada 18,6 % kasus OMSK dengan komplikasi intrakranial (Aboet, 2007).Beberapa hal tersebut di atas menyebabkan pentingnya mengenal pola penyakit yang berhubungan dengan komplikasi ini. Perburukan penyakit dan komplikasi akibat OMSK harus dihindari, dengan demikian perlu ditegakkan diagnosis yang tepat dan dini pada penderita OMSKsehingga penatalaksanaan yang tepat pun dapat segera dilakukan.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1. Anatomi Telinga Tengah dan Fisiologi PendengaranTelinga adalah indra pendengaran. Pendengaran merupakan indra mekanoreseptor karena memberikan respon terhadap getaran mekanik gelombang suara yang terdapat di udara. Telinga menerima gelombang suara yang frekuensinya berbeda, kemudian menghantarkan informasi pendengaran kesusunan saraf pusat. Telinga dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.

Gambar Anatomi TelingaTelinga tengah terdiri dari : membran timpani, kavum timpani, prosesus mastoideus, dan tuba eustachius.

Gambar Penampang Telinga TengahII.1.1. Membran TimpaniMembran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membrana ini panjang vertical rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira -kira 8-9 mm, ketebalannya rata-rata 0,1 mm.Letak membrana timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar kemuka dalam dan membuat sudut 450 dari dataran sagital dan horizontal. Membrana timpani merupakan kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol kearah kavum timpani, puncak ini dinamakan umbo. Dari umbo kemuka bawah tampak refleks cahaya (cone of light).Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :1. Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.3. Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan mukosum. Lamina propria yang terdiri dari dua lapisan anyaman penyabung elastic yaitu: bagian dalam sirkuler, dan bagian luar radier.Secara Anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian :1. Pars tensaMerupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu permukaan yang tegang dan bergetar sekeliling menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.2. Pars flasida atau membran Shrapnell, Terletak dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :a. Plika maleolaris anterior (lipatan muka).b. Plika maleolaris posterior (lipatan belakang).Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang dinamakan sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus ini dan bagian ini disebut insisura timpanika (Rivini).Permukaan luar dari membrana timpani disarafi oleh cabang n. aurikulotemporalis dari nervus mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam disarafi oleh n. timpani cabang dari nervus glosofaringeal.Aliran darah membrana timpani berasal dari permukaan luar dan dalam. Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang dalam cabang dari arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh timpani anterior cabang dari arteri maksilaris interna dan oleh stylomastoid cabang dari arteri aurikula posterior.

Gambar Penampang Membran Timpani

II.1.2. Kavum TimpaniKavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, dinding posterior.

Gambar Kavum Timpania. Atap kavum timpani.Dibentuk oleh lempengan tulang yang tipis disebut tegmen timpani. Tegmen timpani memisahkan telinga tengah dari fosa kranial dan lobus temporalis dari otak. Bagian ini juga dibentuk oleh pars petrosa tulang temporal dan sebagian lagi oleh skuama dan garis sutura petroskuama. Dinding ini hanya dibatasi oleh tulang yang tipis atau ada kalanya tidak ada tulang sama sekali (dehisensi).Pada anak-anak, penulangan dari sutura petroskuamosa belum terbentuk pada daerah tegmen timpani, sehingga memungkinkan terjadinya penyebaran infeksi dari kavum timpani ke meningen dari fosa kranial media. Pada orang dewasa bahkan vena-vena dari telinga tengah menembus sutura ini dan berakhir pada sinus petroskuamosa dan sinus petrosal superior dimana hal ini dapat menyebabkan penyebaran infeksi dari telinga tengah secara langsung ke sinus-sinus venosus kranial.b. Lantai kavum timpaniDibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan lantai kavum timpani dari bulbus jugularis, atau tidak ada tulang sama sekali hingga infeksi dari kavum timpani mudah merembet ke bulbus vena jugularis.

c. Dinding medial.Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini juga merupakan dinding lateral dari telinga dalam. Dinding ini pada mesotimpanum menonjol kearah kavum timpani, yang disebut promontorium Tonjolan ini oleh karena didalamnya terdapat koklea. Didalam promontorium terdapat beberapa saluran-saluran yang berisi saraf-saraf yang membentuk pleksus timpanikus.Dibelakang dan atas promontorium terdapat fenestra vestibuli atau foramen ovale (oval windows), bentuknya seperti ginjal dan berhubungan pada kavum timpani dengan vestibulum, dan ditutupi oleh telapak kaki stapes dan diperkuat oleh ligamentum anularis. Foramen ovale berukuran 3,25 mm x 1,75 mm. Diatas fenestra vestibuli, sebagai tempat jalannya nervus fasialis. Kanalis ini didalam kavum timpani tipis sekali atau tidak ada tulang sama sekali (dehisensi).Fenestra koklea atau foramen rotundum (round windows), ditutupi oleh suatu membran yang tipis yaitu membran timpani sekunder, terletak dibelakang bawah. Foramen rotundum ini berukuran 1,5 mm x 1,3 mm pada bagian anterior dan posterior 1,6 mm.Kedua lekukan dari foramen ovale dan rotundum berhubungan satu sama lain pada batas posterior mesotimpanum melalui suatu fosa yang dalam yaitu sinus timpanikus. Suatu ruang secara klinis sangat penting ialah sinus posterior atau resesus fasial yang didapat disebelah lateral kanalis fasial dan prosesus piramidal.Dibatasi sebelah lateral oleh anulus timpanikus posterosuperior, sebelah superior oleh prosesus brevis inkus yang melekat kefosa inkudis. Lebar resesus fasialis 4,01 mm dan tidak bertambah semenjak lahir. Resesus fasialis penting karena sebagai pembatas antara kavum timpani dengan kavum mastoid sehingga bila aditus asantrum tertutup karena suatu sebab maka resesus fasialis bisa dibuka untuk menghubungkan kavum timpani dengan kavum mastoid.d. Dinding posteriorDinding posterior dekat keatap, mempunyai satu saluran disebut aditus, yang menghubungkan kavum timpani dengan atrum mastoid melalui epitimpanum. Dibawah aditus terdapat lekukan kecil yang disebut fosa inkudis yang merupakan suatu tempat prosesus brevis dari inkus dan melekat pada serat-serat ligamen. Dibawah fosa inkudis dan dimedial dari korda timpani adalah piramid, tempat terdapatnya tendon muskulus stapedius, tendon yang berjalan keatas dan masuk ke dalam stapes. Diantara piramid dan anulus timpanikus adalah resesus fasialis.Dibelakang dinding posterior kavum timpani adalah fosa kranii posterior dan sinus sigmoid. Disebelah dalam dari piramid dan nervus fasialis merupakan perluasan kearah posterior dari mesotimpani adalah sinus timpani. Perluasan sel-sel udara kearah dinding posterior dapat meluas seperti yang dilaporkan Anson dan Donaldson (1981), bahwa apabila diukur dari ujung piramid, sinus dapat meluas sepanjang 9 mm kearah tulang mastoid. Dinding medial dari sinus timpani kemudian berlanjut ke bagian posterior dari dinding medial kavum timpani dimana berhubungan dengan dua fenestra dan promontorium.e. Dinding anteriorDinding anterior kavum timpani agak sempit tempat bertemunya dinding medial dan dinding lateral kavum timpani. Dinding anterior bawah adalah lebih besar dari bagian atas dan terdiri dari lempeng tulang yang tipis menutupi arteri karotis pada saat memasuki tulang tengkorak dan sebelum berbelok ke anterior.Dinding ini ditembus oleh saraf timpani karotis superior dan inferior yang membawa serabut-serabut saraf simpatis kepleksus timpanikus dan oleh satu atau lebih cabang timpani dari arteri karotis interna.Dinding anterior ini terutama berperan sebagai muara tuba eustachius. Tuba ini berhubungan dengan nasofaring dan mempunyai dua fungsi. Pertama menyeimbangkan tekanan membran timpani pada sisi sebelah dalam, kedua sebagai drainase sekresi dari telinga tengah, termasuk sel-sel udara mastoid. Diatas tuba terdapat sebeuah saluran yang berisi otot tensor timpani. Dibawah tuba, dinding anterior biasanya tipis dimana ini merupakan dinding posterior dari saluran karotis.f. Dinding lateralDinding lateral kavum timpani adalah bagian tulang dan membran. Bagian tulang berada diatas dan bawah membran timpani.

Kavum timpani dibagi menjadi 3 bagian yaitu :1. Epitimpanum.Berada dibagian atas membran timpani. Merupakan bagian superior kavum timpani, disebut juga atik karena terletak diatas membran timpani. Sebagian besar atik diisi oleh maleus inkus. Dibagian superior epitimpanum dibatasi oleh suatu penonjolan tipis os posterior. Dinding medial atik dibentuk oleh kapsul atik yang ditandai oleh penonjolan kanalis semisirkularis lateral.Pada bagian anterior terdapat ampula kanalis superior, dan lebih anterior ada ganglion genikulatum, yang merupakan tanda ujung anterior ruang atik. Dinding anterior terpisah dari maleus oleh suatu ruang yang sempit, disini dapat dijumpai muara sel-sel udara yang membuat pneumatisasi pangkal tulang pipi (zygoma). Dinding lateral atik dibentuk oleh os skuama yang berlanjut kearah lateral sebagai dinding liang telinga luar bagian tulang sebelah atas. Diposterior, atik menyempit menjadi jalan masuk ke antrum mastoid, yaitu aditus ad antrum.2. MesotimpanumTerletak kearah medial dari membran timpani. Disebelah medial dibatasi oleh kapsul otik, yang terletaknya lebih rendah dari pada nervus fasialis pars timpani. Dinding anterior mesotimpani terdapat orifisium timpani tuba eustachius pada bagian superior dan membentuk bagian tulang dinding saluran karotis asendens pada bagian inferior. Dinding ini biasanya mengalami pneumatisasi yang baik dan dapat dijumpai bagian-bagian tulang lemah.3. Hipotimpanum atau resesus hipotimpanikusTerletak dibawah membrana timpani, berhubungan dengan bulbus jugulare.

Kavum timpani terdiri dari :1. Tulang-tulang pendengarana. Malleus (hammer/martil).Malleus adalah tulang yang paling besar diantara semua tulang-tulang pendengaran dan terletak paling lateral, lehe r, prosesus brevis (lateral), prosesus anterior, lengan (manubrium). panjangnya kira-kira 7,5 sampai 9,0 mm. kepala terletak pada epitimpanum atau didalam rongga atik, sedangkan leher terletak dibelakang pars flaksida membran timpani. Manubrium terdapat didalam membrane timpani, bertindak sebagai tempat perlekatan serabut-serabut tunika propria. Ruang antara kepala dari maleus dan membran Shrapnell dinamakan Ruang Prussak. Maleus ditahan oleh ligamentum maleus anterior yang melekat ke tegmen dan juga oleh ligamentum lateral yang terdapat diantara basis prosesus brevis dan pinggir lekuk Rivinus.

Gambar os malleusb. Inkus (anvil/landasan)Inkus terdiri dari badan inkus ( corpus) dan 2 kaki yaitu : prosesus brevis dan prosesus longus. Sudut antara prosesus brevis dan longus membentuk sudut lebih kurang 100 derajat. Inkus berukuran 4,8 mm x 5,5 mm pada pinggir dari corpus, prosesus longus panjangnya 4,3 mm-5,5 mm.Inkus terletak pada epitimpanum, dimana prosesus brevis menuju antrum, prosesus longus jalannya sejajar dengan manubrium dan menuju ke bawah. Ujung prosesus longus membengkok kemedial merupakan suatu prosesus yaitu prosesus lentikularis. Prosesus ini berhubungan dengan kepala dari stapes.Maleus dan inkus bekerja sebagai satu unit, memberikan respon rotasi terhadap gerakan membran timpani melalui suatu aksis yang merupakan suatu garis antara ligamentum maleus anterior dan ligamentum inkus pada ujung prosesus brevis. Gerakan-gerakan tersebut tetap dipelihara berkesinambungan oleh inkudomaleus. Gerakan rotasi tersebut diubah menjadi gerakan seperti piston pada stapes melalui sendi inkudostapedius.

Gambar os incusc. Stapes (stirrup/pelana)Merupakan tulang pendengaran yang teringan, bentuknya seperti sanggurdi beratnya hanya 2,5 mg, tingginya 4mm-4,5 mm. Stapes terdiri dari kepala, leher, krura anterior dan posterior dan telapak kaki ( foot plate), yang melekat pada foramen ovale dengan perantara ligamentum anulare.Tendon stapedius berinsersi pada suatu penonjolan kecil pada permukaan posterior dari leher stapes. Kedua krura terdapat pada bagian leher bawah yang lebar dan krura anterior lebih tipis dan kurang melengkung dari pada posterior.Kedua berhubungan dengan foot plate yang biasanya mempunyai tepi superior yang melengkung, hampir lurus pada tepi posterior dan melengkung di anterior dan ujung posterior. panjang foot plat e 3 mm dan lebarnya 1,4 mm, dan terletak pada fenestra vestibuli dimana ini melekat pada tepi tulang dari kapsul labirin oleh ligamentum anulare Tinggi stapes kira-kira 3,25 mm.

Gambar os stapes

2. Dua otot.Terdiri dari : otot tensor timpani ( muskulus tensor timpani) dan otot stapedius ( muskulus stapedius)Otot tensor timpani adalah otot kecil panjang yang berada 12 mm diatas tuba eustachius. Otot ini melekat pada dinding semikanal tensor timpani. Kanal ini terletak diatas liang telinga bagian tulang dan terbuka kearah liang telinga sehingga disebut semikanal. Serabut -serabut otot bergabung dan menjadi tendon pada ujung timpanisemikanal yang ditandai oleh prosesus kohleoform. Prosesus ini membuat tendon tersebut membelok kearah lateral kedalam telinga tengah. Tendon berinsersi pada bagian atas leher maleus. Muskulus tensor timpani disarafi oleh cabang saraf kranial ke 5. kerja otot ini menyebabkan membran timpani tertarik kearah dalam sehingga menjadi lebih tegang dan meningkatkan frekuensi resonansi sistem penghantar suara serta melemahkan suara dengan freksuensi rendah.Otot stapedius adalah otot yang relatif pendek. Bermula dari dalam kanalnya didalam eminensia piramid, serabut ototnya melekat ke perios kanal tersebut.Serabut-serabutnya bergabung membentuk tendon stapedius yang berinsersi pada apek posterior leher stapes. M. Stapedius disarafi oleh salah satu cabang saraf kranial ke 7 yang timbul ketika saraf tersebut melewati m. stapedius tersebut pada perputarannya yang kedua. Kerja m.stapedius menarik stapes ke posterior mengelilingi suatu pasak pada tepi posterior basis stapes. Keadaan ini stapes kaku, memperlemah transmisi suara dan meningkatkan frekuensi resonansi tulang-tulang pendengaran.

Gambar penampang otot pada telinga bagian tengah

3. Saraf korda timpani.Merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke kavum timpani dari kanalikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral dan posterior. Korda timpani memasuki telinga tengah bawah pinggir posterosuperior sulkus timpani dan berjalan keatas depan lateral keprosesus longus dari inkus dan kemudian ke bagian bawah leher maleus tepatnya diperlekatan tendon tensor timpani. Setelah berjalan kearah medial menuju ligamentum maleus anterior, saraf ini keluar melalui fisura petrotimpani.Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi parasimpatetik yang berhubungan dengan kelenjar ludah sublingual dan submandibula melalui ganglion submandibular. Korda timpani memberikan serabut perasa pada 2/3 depan lidah bagian anterior.

4. Saraf pleksus timpanikus.Adalah berasal dari n. timpani cabang dari nervus glosofaringeus dan dengan nervus karotikotimpani yang berasal dari pleksus simpatetik disekitar arteri karotis interna. Saraf dari pleksus ini dan kemudian berlanjut pada :a. Cabang-cabang pada membrana mukosa yamg melapisi kavum timpani, tuba eustachius, antrum mastiod dan sel-sel mastoid.b. Sebuah cabang yang berhubungan dengan nervus petrosus superfisial mayor.Pada nervus petrosus superfisial minor, yang mengandung serabut-serabut parasimpatis dari N. IX. Saraf ini meninggalkan telinga tengah melalui suatu saluran yang kecil dibawah m. tensor timpani kemudian menerima serabut saraf parasimpatik dari N. VII dengan melalui cabang dari ganglion genikulatum. Secara sempurna saraf berjalan melalui tulang temporal, dilateral sampai nervus petrosus superfisial mayor, diatas dasar fosa kranial media, diluar durameter.Kemudian berjalan melalui foramen ovale dengan nervus mandibula dan arteri meningeal assesori sampai ganglion otik. Kadang-kadang saraf ini tidak berjalan pada foramen ovale tetapi melalui foramen yang kecil sampai foramen spinosum. Serabut post ganglion dari ganglion otik menyuplai serabut-serabut sekremotor pada kelenjar parotis melalui nervus aurikulotemporalis.

Saraf fasialMeninggalkan fosa kranii posterior dan memasuki tulang temporal melalui meatus akustikus internus bersamaan dengan N. VIII. Saraf fasial terutama terdiri dari dua komponen yang berbeda, yaitu :1. Saraf motorik untuk otot-otot yang berasal dari lengkung brankial kedua (faringeal) yaitu otot ekspresi wajah, stilohioid, posterior belly m. digastrik dan m. stapedius.2. Saraf intermedius yang terdiri dari saraf sensori dan sekretomotor parasimpatetis preganglionik yang menuju ke semua glandula wajah kecuali parotis.Saraf kranial VII mencapai dinding medial kavum timpani melalui auditori meatus diatas vestibula labirin tulang. Kemudian membelok kearah posterior dalam tulang diatas feromen ovale terus ke dinding posterior kavum timpani. Belokan kedua terjadi dinding posterior mengarah ke tulang petrosa melewati kanal fasial keluar dari dasar tengkorak melewati foramen stilomastoidea. Pada belokan pertama di dinding medial dari kavum timpani terdapat ganglion genikulatum, yang mengandung sel unipolar palsu. Sel ini adalah bagian dari jaringan perasa dari 2/3 lidah dan palatum. Saraf petrosa superfisial yang besar bercabang dari saraf cranial VII pada ganglion genikulatum, masuk ke dinding anterior kavum timpani, terus ke fosa kranial tengah. Saraf ini mengandung jaringan perasa dari palatum dan jaringan sekremotor dari glandula atap rongga mulut, kavum nasi dan orbita. Bagian lain dari saraf kranial VII membentuk percabangan motor ke otot stapedius dan korda timpani. Korda timpani keluar ke fosa intra temporal melalui handle malleus, bergerak secara vertikal ke inkus dan terus ke fisura petrotimpanik. Korda timpani mengandung jaringan perasa dari 2/3 anterior lidah dan jaringan sekretorimotor dari ganglion submandibula. Sel jaringan perasanya terdapat di ganglion genikulatum.

Gambar saraf facialis, korda timpani, dan fleksus timpanikus

Perdarahan Kavum TimpaniPembuluh-pembuluh darah yang memberikan vaskularis asi kavum timpani adalah arteri-arteri kecil yang melewati tulang yang tebal. Sebagian besar pembuluh darah yang menuju kavum timpani berasal dari cabang arteri karotis eksterna.Pada daerah anterior mendapat vaskularisasi dari a. timpanika anterior, yang merupakan cabang dari a. maksilaris interna yang masuk ke telinga tengah melalui fisura petrotimpanika.Pada daerah posterior mendapat vaskularisasi dari a. timpanika psoterior, yang merupakan cabang dari a. mastoidea yaitu a. stilomastoidea. Pada daerah superior mendapat perdarahan dari cabang a. meningea media juga a. petrosa superior, a. timpanika superior dan ramus inkudomalei.Pembuluh vena kavum timpani berjalan bersama-sama dengan pembuluh arteri menuju pleksus venosus pterigoid atau sinus petrosus superior.Pembuluh getah bening kavum timpani masuk ke dalam pembuluh getah bening retrofaring atau ke nodulus limfatikus parotis.

II.1.3. Tuba EustachiusTuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani. bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah 13 dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.

Gambar perbandingan penampang tuba auditori pada bayi dan dewasa

Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :1. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).2. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).Bagian tulang sebelah lateral berasal dari dinding depan kavum timpani, dan bagian tulang rawan medial masuk ke nasofaring. Bagian tulang rawan ini berjalan kearah posterior, superior dan medial sepanjang 2/3 bagian keseluruhan panjang tuba (4 cm), kemudian bersatu dengan bagian tulang atau timpani.Tempat pertemuan itu merupakan bagian yang sempit yang disebut ismus. Bagian tulang tetap terbuka, sedangkan bagian tulang rawan selalu tertutup dan berakhir pada dinding lateral nasofaring. Pada orang dewasa muara tuba pada bagian timpani terletak kira-kira 2-2,5 cm, lebih tinggi dibanding dengan ujungnya nasofaring. Pada anak-anak, tuba pendek, lebar dan letaknyamendatar maka infeksi mudah menjalar dari nasofaring ke telinga tengah. Tuba dilapisi oleh mukosa saluran nafas yang berisi sel-sel goblet dan kelenjar mucus dan memiliki lapisan epitel bersilia didasarnya. Epitel tuba terdiri dari epitel selinder berlapis dengan sel selinder. Disini terdapat silia dengan pergerakannya ke arah faring. Sekitar ostium tuba terdapat jaringan limfosit yang dinamakan tonsil tuba.Otot yang berhubungan dengan tuba eustachius yaitu :1. M. tensor veli palatini2. M. elevator veli palatini3. M. tensor timpani4. M. salpingofaringeusFungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu mempertahankan keseimbangan tekanan udara didalam kavum timpani dengan tekanan udara luar, drenase sekret dari kavum timpani ke nasofaring dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke kavum timpani.

II.1.4. Prosesus MastoideusRongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah ini.Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Aditus antrum mastoid adalah suatu pintu yang besar iregular berasal dari epitisssmpanum posterior menuju rongga antrum yang berisi udara, sering disebut sebagai aditus ad antrum. Dinding medial merupakan penonjolan dari kanalis semisirkularis lateral. Dibawah dan sedikit ke medial dari promontorium terdapat kanalis bagian tulang dari n. fasialis. Prosesus brevis inkus sangat berdekatan dengan kedua struktur ini dan jarak rata-rata diantara organ : n. VII ke kanalis semisirkularis 1,77 mm; n.VII ke prosesus brevis inkus 2,36 mm : dan prosesus brevis inkus ke kanalis semisirkularis 1,25 mm.Antrum mastoid adalah sinus yang berisi udara didalam pars petrosa tulang temporal. Berhubungan dengan telinga tengah melalui aditus dan mempunyai sel-sel udara mastoid yang berasal dari dinding-dindingnya. Antrum sudah berkembang baik pada saat lahir dan pada dewasa mempunyai volume 1 ml, panjang dari depan kebelakang sekitar 14 mm, daria atas kebawah 9mm dan dari sisi lateral ke medial 7 mm. Dinding medial dari antrum berhubungan dengan kanalis semisirkularis posterior dan lebih ke dalam dan inferiornya terletak sakus endolimfatikus dan dura dari fosa kranii posterior. Atapnya membentuk bagian dati lantai fosa kranii media dan memisahkan antrum dengan otak lobus temporalis. Dinding posterior terutamadibentuk oleh tulang yang menutupi sinus. Dinding lateral merupakan bagian dari pars skumosa tulang temporal dan meningkat ketebalannya selama hidup dari sekitar 2 mm pada saat lahir hingga 12-15 mm pada dewasa. Dinding lateral pada orang dewasa berhubungan dengan trigonum suprameatal ( Macewens) pada permukaan luar tengkorak. Lantai antrum mastoid berhubungan dengan otot digastrik dilateral dan sinus sigmoid di medial, meskipun pada aerasi tulang mastoid yang jelek, struktur ini bisa berjarak 1 cm dari dinding antrum inferior. Dindinganterior antrum memiliki aditus pada bagian atas, sedangkan bagian bawah dilalui n.fasialis dalam perjalanan menuju ke foramen stilomastoid. Gambar penampang Prosesus Mastoideus

Prosesus mastoid sangat penting untuk sistem pneumatisasi telinga. Pneumatisasi didefinisikan sebagai suatu proses pembentukan atau perkembangan rongga-rongga udara didalam tulang temporal, dan sel-sel udara yang terdapat didalam mastoid adalah sebagian dari sistem pneumatisasi yang meliputi banyak bagian dari tulang temporal. Sel-sel prosesus mastoid yang mengandung udara berhubungan dengan udara didalam telinga tengah. Bila prosesus mastoid tetap berisi tulang-tulang kompakta dikatakan sebagai pneumatisasi jelek dan sel-sel yang berpneumatisasi terbatas pada daerah sekitar antrum. Prosesus mastoid berkembang setelah lahir sebagai tuberositas kecil yang berpneumatisasi secara sinkron dengan pertumbuhan antrum mastoid. Pada tahun pertama kehidupan prosesus ini terdiri dari tulang-tulang seperti spon sehingga mastoiditis murni tidak dapat terjadi. Diantara usia 2 dan 5 tahun pada saat terjad i pneumatisasi prosesus terdiri atas campuran tulang-tulang spon dan pneumatik. Pneumatisasi sempurna terjadi antara usia 6 12 tahun. Luasnya pneumatisasi tergantung faktor herediter konstitusional dan faktor peradangan pada waktu umur muda. Bila ada sifat biologis mukosa tidak baik maka daya pneumatisasi hilang atau kurang. Ini juga terjadi bila ada radang pada telinga yang tidak menyembuh. Maka nanti dapat dilihat pneumatisasi yang terhenti atau pneumatisasi yang tidak ada sama sekali (teori dari Wittmack).Menurut derajatnya, pneumatisasi prosesus mastoideus ini dapat dibagi atas :1. Proesesus Mastoideus Kompakta (sklerotik), diomana tidak ditemui sel-sel.2. Prosesus Mastoideus Spongiosa, dimana terdapat sel-sel kecil saja.3. Prosesus Mastoideus dengan pneumatisasi yang luas, dimana sel-sel disini besar.Sellulae mastoideus seluruhnya berhubungan dengan kavum timpani. Dekat antrum sel-selnya kecil tambah keperifer sel-selnya bertambah besar. Oleh karena itu bila ada radang pada sel-sel mastoid, drainase tidak begitu baik hingga mudah terjadi radang pada mastoid (mastoiditis).Menurut tempatnya sel-sel ini dapat dibedakan :1. Terminal 2. Zygomatic3. Perisinus 4. Facial5. Sudut petrosal 6. Periantral7. Sub dural 8. Perilabirinter

II.1.5. Fisiologi PendengaranProses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara / tulang. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah (tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang akan menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfe pada skala vestibuli nergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfe, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pengelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan kenukleus auditorius sampai kekorteks pendengeran (area 39-40) di lobus temporalisII.2.Otitis Media Supuratif KronikII.2.1.DefinisiOtitis Media Supuratif Kronik (OMSK) ialah infeksi kronik di telinga tengah dengan adanya perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah (FKUI, 2007). OMSK di dalam masyarakat Indonesia dikenal dengan istilah congek, teleran atau telinga berair (Nursiah, 2003).

II.2.2. EpidemiologiOtitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak ditemukan di negara sedang berkembang. Secara umum insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh, dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang.Survei prevalensi di seluruh dunia menunjukkan bahwa beban dunia akibat OMSK melibatkan 65330 juta orang dengan telinga berair, dimana 60% di antaranya (39200 juta) menderita kurangnya pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam klasifikasi tinggi dalam tingkatan klasifikasi insidensi. Pasien OMSK meliputi 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia. Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran oleh Departemen Kesehatan R.I tahun 1994-1996, angka kesakitan (morbiditas) Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6% dengan prevalensi morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan gangguan pendengaran yaitu sebesar 38,6% dan prevalensi otitis media supuratif kronis antara 2,1-5,2%.4 Data poliklinik THT RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2006 menunjukkan pasien OMSK merupakan 26% dari seluruh kunjungan pasien.II.2.3. Etiologi Penyebab terbesar otitis media supuratif kronis adalah infeksi campuran bakteri dari meatus auditoris eksternal, kadang berasal dari nasofaring melalui tuba eustachius saat infeksi saluran nafas atas. Organisme-organisme dari meatus auditoris eksternal termasuk staphylococcus, pseudomonas aeruginosa, B.proteus, B.coli dan aspergillus. Organisme dari nasofaring diantaranya streptococcus viridans (Streptococcus A hemolitikus, streptococcus B hemolitikus dan pneumococcus).Kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK ialah Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%, Proteus sp. 20% dan Staphylococcus aureus 25%.

II.2.4. PatogenesisBanyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah (kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini (otitis media).Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan akan membuka bila kita menelan, mengunyah, dan menguap. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anakakan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan Otitis Media daripada dewasa.

Gambar Anatomi Tuba Eustachius Anak dan Dewasa

Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.

Bagan perjalanan penyakit Otitis Media Supuratif Kronik

Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratifiedrespiratory epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan Otitis Media ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.

II.2.5KlasifikasiOMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu :a) Tipe tubotimpani (tipe jinak/tipe aman/tipe rhinogen/tipe benigna)Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas pada mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Tipe tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah. Disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamosa juga berperan dalam perkembangan tipe ini. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.b) Tipe atikoantral (tipe ganas/tipe tidak aman/tipe tulang/ tipe maligna)Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Perforasi tipe ini letaknya marginal atau di atik yang lebih sering mengenai pars flaksida. Karakteristik utama dari tipe ini adalah terbentuknya kantong retraksi yang berisi tumpukan keratin sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah mengalami nekrotik. Kolesteatom merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman, yang paling sering adalah proteus dan pseudomonas. Hal ini akan memicu respon imun lokal sehingga akan mencetuskan pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Sitokin yang dapat ditemui dalam matrik kolesteatom adalah interleukin-1, interleukin-6, tumor necrosis factor-, dan transforming growth factor. Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom yang bersifat hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ sekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat oleh reaksi asam oleh pembusukan bakteri.

Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:1. Kongenital 2. Didapat.Kolesteatom didapat dapat terbagi atas: Primary acquired cholesteatoma.Kolesteatom yang terjadi tanpa didahului oleh perforasi membran timpani pada daerah atik atau pars flasida. Secondary acquired cholesteatoma.Kolesteatoma yang terbentuk setelah terjadi perforasi membran timpani. Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasia mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlansung lama (teori metaplasia)II.2.6Gejala Klinis1. Telinga berair (otorea)Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.2. Gangguan pendengaranIni tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom dapat menghantar bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat. Hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.3. Otalgia (nyeri telinga)Adanya nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis, subperiosteal abses, atau trombosis sinus lateralis.4. VertigoVertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Pada penderita yang sensitif, keluhan vertigo dapat terjadi karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani.Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :a. Adanya abses atau fistel retroaurikularb. Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum timpani.c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

Gambar 2.3. Perforasi Membran Timpani.

Gambar 2.4. Otitis Media Supuratif Kronik.II.2.7 DiagnosisDiagnosis OMSK ditegakan dengan cara:1. Anamnesis (history-taking) Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering dijumpai adalah telinga berair. Pada tipe tubotimpani sekretnya lebih banyak dan seperti benang, tidak berbau bususk, dan intermiten. Sedangkan pada tipe atikoantral sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, dan sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah. 2. Pemeriksaan otoskopi Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah. 3. Pemeriksaan audiologi Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran tulang dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai speech reception threshold pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran. Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensorineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah. Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen dengan skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI 1969.Derajat ketulian Nilai ambang pendengaranNormal : -10 dB sampai 26 dBTuli ringan : 27 dB sampai 40 dBTuli sedang : 41 dB sampai 55 dBTuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dBTuli berat : 71 dB sampai 90 dBTuli total : lebih dari 90 dB.Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi koklea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu :a. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB b. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi.c. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.d. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian pendengaran dengan menggunakan garpu tala. Audiometri tutur dengan masking adalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur.4. Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis memiliki nilai diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan mastoid yang tampak sklerotik dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang yang berada di daerah atik memberi kesan adanya kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah proyeksi schuller dimana pada proyeksi ini akan memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas.Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom, ada atau tidaknya tulangtulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal.Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom

Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah :a. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral.b. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.c. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat kolesteatom.d. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior menunjukan adanya penyakit mastoid.5. Pemeriksaan bakteriologiWalaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjuan dari mulainya infeksi akut, bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan yang ditemukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Proteus sp. Sedangkan bakteri pada otitis media supuratif akut adalah Streptococcus pneumonie dan H. influenza.Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus paranasal, adenoid, atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah pneumokokus, streptokokus atau H. influenza. Akan tetapi, pada OMSK keadaan ini agak berbeda karena adanya perforasi membran timpani maka infeksi lebih sering berasal dari luar yang masuk melalui perforasi tadi.

II.2.8PenatalaksanaanPada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat di telinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang dapat dibagi atas: konservatif dan operasiA. Otitis media supuratif kronik benignaa) Otitis media supuratif kronik benigna tenangKeadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.b) Otitis media supuratif kronik benigna aktifPrinsip pengobatan OMSK adalah :1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga)Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme.Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):a) Toilet telinga secara kering (dry mopping).Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat juga dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga kering.

b) Toilet telinga secara basah (syringing).Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian dibersihkan dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke mastoid. Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam boric dengan iodine.c) Toilet telinga dengan pengisapan ( suction toilet)Pembersihan dengan suction pada nanah dengan bantuan mikroskopis operasi adalah metode yang paling populer saat ini. Setelah itu dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang kooperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-anak diperlukan anestesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai sasarannya bila dilakukan dengan displacement methode seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.2. Pemberian antibiotika :a. Antibiotik topikalPemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa dibersihkan dulu adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang atau tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Irigasi dianjurkan dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam yang merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman.Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.

Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :1. Polimiksin B atau polimiksin EObat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif.2. NeomisinObat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif. Toksik terhadap ginjal dan telinga.3. KloramfenikolObat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa.b. Antibiotik sistemik.Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam. Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin) atau golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidin, dan seftriakson) yang juga efektif untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral.Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang bersifat bakterisid. Pada OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.

Penatalaksanaan OMSK MalignaPengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknyadilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain:1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)a. Dilakukan pada OMSK tipe benigna yang tidak sembuh konservatif b. Tujuannya supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi 2. Mastoidektomi radikala. Dilakukan pada OMSK maligna dengan infeksi atau kolesteatoma yang sudah meluas b. Tujuan operasi ini ialah membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial 3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasia. Dilakukan pada OMSK dengan kolesteatoma di daerah atik b. Tujuan operasi ialah membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid 4. Miringoplastia. Dilakukan pada OMSK benigna yang sudah tenang b. Tujuannya adalah mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe benigna dengan perforasi menetap5. Timpanoplastia. Dilakukan pada OMSK benigna dengan kerusakan lebih berat atau OMSK benigna yang tidak bisa dengan konservatif b. Tujuan untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran 6. Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty)a. Dilakukan pada kasus Maligna dan Benigna dengan jaringan granulasi yang luas. b. Tujuan untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal

Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membrantimpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaranyang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.

II.2.9 KomplikasiTendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore. Walaupun demikian organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi.Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom. Adams dkk (1989) mengemukakan sebagai berikut:A. Komplikasi ke telinga tengah :1. Perforasi membran timpani persisten2. Erosi tulang pendengaran3. Paralisis nervus fasialB. Komplikasi ke telinga dalam1. Fistel labirin2. Labirinitis supuratif3. Tuli saraf ( sensorineural)C. Komplikasi ke ekstradural1. Abses ekstradural2. Trombosis sinus lateralis3. Petrositis

D. Komplikasi ke susunan saraf pusat1. Meningitis2. Abses otak3. Hindrosefalus otitisPerjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam lintasan:Dari rongga telinga tengah ke selaput otak Menembus selaput otak Masuk kejaringan otak.

II.2.10 PrognosisPasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan kontrol yang baik terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran bervariasi dan tergantung dari penyebab. Hilangnya fungsi pendengaran oleh gangguan konduksi dapat dipulihkan melalui prosedur pembedahan, walaupun hasilnya tidak sempurna.Keterlambatan dalam penanganan karena sifat acuh dari pasien dapat menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak ditangani dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien karena telah mengalami komplikasi intrakranial yaitu meningitis.

BAB IIIKESIMPULAN1. Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut congek adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. 2. Otitis media supuratif kronik dapat terbagi atas: tipe tubotimpani dan tipe atikoantral dimana tipe ati koantral merupakan tipe paling ganas karena terdapat kolesteatom yang bersifat destruksi.3. Penatalaksanaan OMSK dapat terbagi atas pengobatan konservatif dan operasi4. Otitis media supuratif kronik dapat memiliki komplikasi ke telinga tengah, telinga dalam, ekstradural, dan ke susunan saraf pusat 5. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien karena telah mengalami komplikasi intrakranial yaitu meningitis.

DAFTAR PUSTAKA

Aboet, Askarullah. 2007. Radang Telinga Tengah Menahun dalam: Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher FK USU. Medan: FK-USU. Adams GL,Boeis LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT BOEIS Edisi keenam:Anatomi dan Fisiologi Telinga.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.1997.p; 30-38.Braunwald, Eugene et al. 2009. Harrisons Principles of Internal Medicine. Edisi 17. Amerika Serikat: McGraw-Hill. Ganong, William. 2008. Pendengaran dan Keseimbangan dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC; 179 185. Nursiah, Siti. 2003. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap Beberapa Antibiotika di Bagian THT FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan. Medan: FK-USU.Soepardi, Efiaty Arsyad dkk, Anatomi dan Fisiologi Telinga: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher edisi 7, FK UI, 2012. Soepardi, Efiaty Arsyad dkk, Otitis Media Supuratif Kronis: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher edisi 7, FK UI, 2012. Soepardi, Efiaty Arsyad dkk, Komplikasi Otitis Media Supuratif: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher edisi 7, FK UI, 2012.

39