referat obgyn mola oke

Upload: pop-stuff-shop

Post on 19-Jul-2015

646 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Yang disebut penyakit trofoblas ialah penyakit yang mengenai sel-sel trofoblas. Di dalam tubuh wanita sel trofoblas hanya ditemukan bila wanita itu hamil. Di luar kehamilam sel-sel trofoblas dapat ditemukan pada teratoma dari ovarium, karena itu penyakit trofoblas yang berasal dari kehamilan disebut sebagai Gestasional Trophoblastic Disease, sedangkan yang berasal dari teratoma disebut Gestasional Thropoblastic Disease. 4 Non

Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Seringkali

perkembangan kehamilan mendapat gangguan yang dapat terjadi pada berbagai tahap. Tergantung pada tahap mana gangguan itu terjadi, maka hasil kehamilan dapat berupa keguguran, kehamilan ektopik, prematuritas, kematian janin dalam rahim atau kelainan kongenital. Kesemuanya merupakan kegagalan fungsi reproduksi. Demikian pula dengan penyakit trofoblas, pada hakikatnya merupakan kegagalan reproduksi. Di sini kehamilan tidak berkembang dengan sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama dari kehamilan, berupa degenerasi hidropik dari jonjot-jonjot korion, sehingga menyerupai gelembung yang disebut mola hidatidosa. Pada umumnya penderita mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi diantaranya ada yang kemudian mengalami degenerasi keganasan berupa koriokarsinoma. Jadi yang termasuk penyakit trofoblas itu adalah mola hidatidosa yang jinak dan koriokarsinoma yang ganas.(2)

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI Mola berasal dari bahasa Latin yang berarti massa, sedangkan hidatidosa berasal dari kata hydatis (Yunani) yang berarti tetesan air. 3 Kehamilan mola (mola hidatidosa) ialah kehamilan yang berkembang tidak wajar yang ditandai secara histologis dengan abnormalitas dari villi koriales yang berupa proliferasi trofoblas dan edema struma villi. 1 Jaringan trofoblast pada villus, berploriferasi, dan mengeluarkan hormon yaitu hCG dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa. Gambaran yang diberikan ialah seperti buah anggur.

B. EPIDEMIOLOGI Dari semua jenis penyakit trofoblastik gestasional, mola hidatidosa adalah jenis yang paling sering dijumpai. Penyakit ini banyak ditemui di negara-negara Asia dan Mexico, sedangkan di negara barat lebih jarang. Penyakit ini baik dalam bentuk jinak atau ganas, banyak ditemukan di negara Asia dan Mexico, sedangkan di negara barat lebih jarang. Angka di indonesia umumnya merupakan angka rumah sakit, untuk mola hidatidosa berkisar antara 1:50 sampai 1:141 dari kehamilan, sedangkan untuk koriokarsinoma 1:297 sampai 1: 1035 dari kehamilan. (2) Biasanya penyakit ini ditemukan pada usia reproduktif (15-45 thn) dan pada multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas kemungkinan menderita mola lebih besar.(4)

Selain itu penyakit ini juga ditemukan pada golongan sosioekonomi

rendahm serta usia kehamilan dibawah 29 dan diatas 34 tahun. (2)

2

C. KLASIFIKASI Klasifikasi Penyakit Trofoblastik Gestasional menurut WHO berdasarkan histology, dibagi atas: Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah : 1. Penyakit trofoblas jinak : a) mola hidatidosa b) mola hidatidosa parsial 2. Penyakit trofoblas ganas : a) koriokarsinoma villosum b)koriokarsinoma non villosum c)koriokarsinoma klinis

ad.1.a Mola hidatidosa komplet 2,9 Yang dimaksud dengan Mola Hidatidosa ialah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis mengalami perubahan hidropik. Dala, hal demikian disebut Mola Hidatidosa atau Complete Mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian dari janin disebut Mola parsialis atau Partial mole. Menurut Vassilakos, Complete Mole dan Partial Mole merupakan kesatuan yang berbeda, antara keduanya ada perbedaan klinik, histopatologik, sitogenetik maupun prognostik. Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembunggelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai satu atau dua sentimeter. Gambaran histopatologik yang khas dari mola hidatidosa ialah: edema stroma villi, tidak ada pembuluh darah pada villi dan proliferasi sel-sel trofoblas, sedangkan gambaran sitogenetiknya pada umumnya berupa xx 46. Pada kehamilan mola dilakukan penelitian sitogenik dan ditemukan komposisi kromosom yang paling sering adalah 46xx, dengan kromosom seluruhnya berasal dari ayah sehingga secara keseluruhan menggantikan kontribusi dari ibu. Biasanya hal ini terjadi sebagai hasil dari fertilisasi telur yang kosong oleh satu spermatozoa. Meskipun jarang, dapat juga dijumpai komposisi kromosom 46xy. Dalam hal ini, dua spermatozoa telah membuahi satu ovum yang mengalami kekurangan kromosom.

3

Ad.2. Mola hidatidosa parsial2,9 Secara makroskopik tampak gelembung mola yang disertai janin atau bagian dari janin. Umumnya janin mati pada bulan pertama tetapi ada juga yang hidup sampai cukup besar atau bahkan aterm. Pada pemeriksaan histopatologik tampak di berberapa tempat villi yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu berploriferasi, sedangkan di tempat lain masih tampak villi yang normal. Umumnya mola parsialis mempunyai kariotip triploid. Pada perkembangan selanjutnya jenis mola ini jarang menjadi ganas. Bila ada mola yang disertai janin kejadiannya ada dua kemungkinan. Pertama kehamilan kembar, dimana satu janin tumbuh normal dan hasil konsepsi yang satu lagi menjadi mola hidatidosa. Kedua, hamil tunggal yang berupa mola parsialis. Mola parsialis memiliki kariotip triploid (69 xxx, 69 xxy, atau 69xyy) yang komposisinya terdiri dari satu set kromosom maternal dan dua set kromosom paternal

Tabel karakteristik mola hidatidosa bentuk komplet dan parsial 1 No. Gambaran Mola komplet tidak ada difus difus tidak ada tidak ada Paternal 46xx (96%) 46xy (4%) 7. Neoplasia trofoblastik 20 % Mola parsial ada fokal fokal ada ada Paternal & maternal 69xxy 5% (koriokarsinoma jarang)

1. Jaringan embrio atau janin 2. Pembengkakan hidatidosa pada villi 3. Hiperplasia trofoblastik 4. Inklusi stroma 5. Lekukan vilosa 6. Kariotipe

4

Ad.2.a Koriokarsinoma villosum = invasive mole Penyakit ini termasuk ganas tetapi derajat keganasannya lebih rendah. Sifatnya seperti mola, tetapi daya penetrasinya besar. Sel-sel trofoblas dengan villi korialis akan menyusup ke dalam miometrium kemudian tidak jarang mengadakan perforasi pada dinding uterus dan menyebabkan perdarahan intra abdominal. Dapat pula masuk ke dalam vena uterina dan terus ke vena iliaka interna. penyakit ini jarang disertai metastasis. Invasive mole selalu berasal dari mola hidatidosa. Nama lainnya adalah mola destruens.

5

Penentuan diagnosis koriokarsinoma villosum tidak selalu mudah. Sering pasien masuk dalam keadaan gawat dan disangka sebagai kehamilan ektopik yang terganggu. Pada sediaan histerektomi tampak gelembung mola di dalam lapisan otot miometrium. Diagnosis yang tepat dibuat secara histopatologik. Pemgobatan sitostatika seperti methotrexate dapat menyebabkan kesembuhan yang total, tetapi bila disertai tanda perdarahan abdomen sering kita harus mengangkat uterus dengan kedua adneksa ditinggalkan. Sekarang dianjurkan agar tindakan histerektomi bersifat selektif, terutama pada wanita muda. Kalau mungkin hanya dilakukan reseksi parsial saja selanjutnya diberi sitostatika.

Ad.2.b Koriokarsinima non villosum = Koriokarsinoma Penyakit ini merupakan jenis yang terganas dari penyakit trofoblas. Sebagian besar didahului oleh mola hidatidosa (83.3%) tetapi dapat pula didahului abortus atau persalinan biasa, masing-masing 7,6%. Tumbuhnya sangat cepat dan sering menyebabkan metastasis ke organ-organ lain, seperti paru-paru, vulva, vagina, hepar, dan otak. Bila tidak diobati biasanya pasien meninggal dalam satu tahun. Bila dibandingkan dengan jenis kanker ginekologik lainnya koriokarsinoma mempunyai sifat yang berbeda, misalnya : 1) koriokarsinoma mempunyai periode laten yang dapat diukur, yaitu jarak waktu antara akhir kehamilan dan terjadinya keganasan; 2) sering menyerang wanita muda; 3) dapat sembuh secara tuntas tanpa kehilangan fungsi reproduksi, dengan pengobatan sitostatika; 4) dapat sembuh tanpa pengobatan melalui proses regresi spontan. Bila setelah akhir suatu kehamilan terjadi perdarahan-perdarahan yang tidak teratur, disertai tanda-tanda subinvolusi uterus, kita harus curiga adanya koriokarsinoma. Menurut Acosta Sison mengajukan istilah HBEs sebagai tanda adanya kemungkinan keganasan, yang berarti. H : having expelled a product of conception; B: Bleeding ; Es : Enlargement and softness of the uterus. Apalagi bila disertai

6

kenaikan HCG dan adanya metastasis. Dengan kuret kadang-kadang kita dapat menemukan adanya koriokarsinoma di kavum uteri, tetapi bila hasil kuret negatif, tidak berarti tidak ada keganasan, sebab bisa saka tumor massanya terletak dalam miometrium. Di sini pun diagnosis ditegakkan secara histopatologik. Penentuan diagnosis secara histopatologik memang merupakan yang terbaik, tetapi kerugiannya adalah, kadang-kadang untuk mendapat jaringan tersebut kita harus melakukan operasi seperti histerektomi, yang bukan saja bersifat invasif tetapi juga menghilangkan fungsi reproduksi.

KORIOKARSINOMA KLINIK Pada umumnya, setelah dilakukan pengeluaran jaringan, penderita mola akan sehat kembali. Sel-sel trofoblas yang aktif ternyata pada kadar hormon HCG yang makin lama makin menurun sampai akhirnya normal kembali. Dikatakan normal bila kadar HCG sudah dibawah 10 mlU/ml dan hal ini biasanya tercapai dalam 2 minggu setelah evakuasi jaringan mola. Bila setelah pengeluaran jaringan mola hidatidosa kadar HCG turun lambat, apalagi menetap atau meningkat, maka kasus ini dianggap sebagai penyakit trofoblas ganas. Oleh karena hal ini berarti ada sel-sel trofoblas yang aktif tumbuh lagi di uterus atau di tempat lain (metastasis) dan menghasilkan HCG. Jadi di sini diagnosis keganasan tidak ditentukan oleh pemeriksaan histopatologik tetapi oleh tingginya kadar HCG dan adanya metastassi. Penentuan adanya keganasan dengan cara ini berbeda dari satu klinik ke klinik lain. Ada yang menganggap ganas, bila dua minggu setelah mola hidatidosa kadar HCG tetap masih positif, Nama lain yang digunakan untuk jenis penyakit ialah Persistent Thropoblastic Disease atau Malignant Thropoblastic Disease with or without metastasis. Pada saat sekarang diagnosis koriokarsinoma klinik lebih diutamakan, karena dengan cara ini kita dapt menghindarkan operasi dan mempertahankan fungsi reproduksi, Syaratny adalah ppemantauan yang baik setelah mola hidatidosa.

7

Berdasarkan jauhya penyebaran, koriokarsinoma dibagi 4 Stadium, Stadium 1 : terbatas pada uterus, Stadium II : metastasis ke parametrium, serviks, dan vagina; Stadium III : metastasis ke paru-paru, Stadium IV : metastasi ke organ lain, seperti usus, hepar, atau otak.

Seperti dikatakan diatas sel-sel trofoblas dapat menyebar ke tempat lain, kemudian tumbuh sebagai metastasis. Penyebaran ini umumnya bersifat hematogen, karena itu organ yang paling sering dikenai adalah paru-paru. Metastasis ke serviks dan sekitarnya bisa secara limfogen atau perkontinuitatum. Terapi utama untuk koriokarsinoma ialah sitostatika, karena dengan demikian dapat mempertahankan fungsi eproduksi, terutama untuk wanita muda. Jenis sitostatika yang digunakan bermacam-macam misalnya methotrexate, actinomycin D, adriamycin, chloroambucil, vincristin, dan lain-lain.Hammond memberikan

pengobatan berdasarkan faktor risiko. Dia membagi dalam dua golongan, yaitu good prognosis, bial periode laten kurang dari 4bulan, kadar HCG waktu masuk kurang dari 100.000mlU/ml dan ,metastasis hanya sampai paru-paru. Selebihnya

8

dimasukkan dalam golongan poor prognosis. Untuk good prognosis cukup diberi terapi tunggal dengan methotrexate, 20mg/hari selama 5 hari berturut-turut, berhenti satu minggu kemudian diulangi lagi sampai kadar HCG mencapai nilai normal tiga kali berturut-turut. Untuk golongan poor prognosis diberikan pengobatan kombinasi. Untuk mengurangi efek samping diberikan leucovorin. Untuk kasus-kasus dengan perdarahan yang hebat atau uterus yang besar, histerektomi masih mempunyai tempat , tetapi harus diteruskan dengaan sitostatika. Harahap menganggap bahwa gabungan antara Histerektomi dan sitostatika memberikan hasil yang lebih baik. Hal ini dapat diterima bila penderita tidak muda lagi dan telah cukup mempunyai anak. Walaupun sitostatika ini sangat berharga dalam pengobatan koriokarsinoma, tetapi harus dipahami bahwa obat ini berbahaya bahkan dapat menimbulkan kematian jika tidak diawasi dengan benar. Karena itu sebelum dan sesudah pemberian sitostatika harus diperiksa hemopoetis, fungsi hepardan fungsi ginjal. Pada negara berkembang kematian masih tinggi karena biasanya

pasien datang dalam stadium lanjut, dan karena terbatasnya obat-obat sitostatika. D. FAKTOR RESIKO Penyebab mola hidatidosa belum diketahui. Faktor-faktor yang menyebabkan mola hidatidosa, antara lain : 4 1. Faktor Ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan 2. 3. 4. 5. Keadaan sosioekonomi yang rendah Paritas tingg Kekurangan protein Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas Berbagai teori telah diajukan, misalnya teori infeksi, defisiensi zat makanan, terutama protein tinggi. Teori yang paling cocok dengan keadaan adalah teori dari Acosta Sison, yaitu defisiensi protein, karena kenyataan membuktikan bahwa dapat

9

penyakit ini lebih banyak ditemukan pada wanita dari golongan sosio ekonomi rendah. Akhir-akhir ini dianggap bahwa kelainan tersebut terjadi karena pembuahan sebuah sel telur dimana intinya telah hilang atau tidak aktif lagi oleh sebuah sel sperma yang mengandung 23x (haploid) kromosom, kemudian membelah menjadi 46xx, sehingga mola hidatidosa bersifat homozigot, wanita dan androgenesis. Kadang-kadang terjadi pembuahan oleh 2 sperma, sehingga terjadi 46xx atau 46xy.2 Telah diketahui bahwa penyakit ini banyak ditemukan pada golongan sosio ekonomi rendah, umur di bawah 20 tahun dan di atas 34 tahun, dan dengan paritas tinggi. insiden penyakit ini dapat diturunkan dengan suatu upaya preventif berupa pencegahan kehamilan di bawah 20 tahun dan di atas 34 tahun dengan jumlah anak tidak lebih dari tiga1,2,3 Juga disebutkan defisiensi lemak hewani dan karotene, kebiasaan merokok, pemakaian pil kontrasepsi kombinasi merupakan faktor resiko. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa peran graviditas, paritas, faktor reproduksi lain, status estrogen, kontrasepsi oral dan faktor makanan dianggap sebagai faktor resiko walaupun masih belum jelas hubungannya. 1E.

PATOLOGI 1,2,4

Secara mikroskopik pada mola komplet terlihat trias : 1. 2. 3. Proliferasi dari trofoblast bersifat difus Degenerasi hidrofik dari stroma villi bersifat difus Hilangnya pembuluh darah dan stroma bersifat difus

Sedangkan pada mola parsialis struktur histologisnya bersifat: 1. campuran dari sel villi besar dan kecil; jumlahnya tidak menentu. Meningkatnya inklusi pseudovilli. Kemudian akan terlihat pembuluh darah angioma melingkari villi avaskular lainnya. stroma villi mempunyai struktur retikular, beberapa villi bersifat fibrotik.

10

2. Proliferasi trofoblastik Lebih sedikit bila dibandingkan dengan mola hidatidosa komplit, biasanya fokal dan kadang-kadang tidak ada. 3. Perubahan hidropik bersifat fokal, membesar pada trimester kedua. Pada trimester pertama biasanya kecil, ireguler dan mempunyai villi fibrotik. Pada mola yang telah lama terdapat sisterna yang besar, jarang terlihat pada aborsi hidropik. 4. Adanya fetus atau bagian janin yang nekrotik atau sel merah bernukleus juga amnion.

F. PATOGENESIS 1,2 Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis penyakit ini. Pertama , teori missed abortion. Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-5 minggu, saat di mana seharusnya sirkulasi fetomaternal sudah terbentuk, menyebabkan gangguan peredaran darah. Sekresi dari sel-sel yang mengalami

hiperplasia dan menghasilkan substansi-substansi yang berasal dari sirkulasi darah

11

ibu, diakumulasikan ke dalam stroma villi sehingga terjadi kista villi yang kecil-kecil. Cairan yang terdapat dalam kista tersebut adalah cairan interstitial yang menyerupai cairan ascites atau edema, tetapi kaya akan hCG. 2 Kedua, adalah teori neoplasma dari Park, yang mengatakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang mempunyai fungsi yang abnormal pula, dimana terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian mudigah. Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola parsialis kadang-kadang ditemukan janin. Gelembung-gelembung ini sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh kavum uterus. Pada pemeriksaan kromosom didapat poliploidi dan hampir pada semua kasus mola susunan kromatin seksnya adalah wanita ( 46xx). Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa millimeter sampai satu atau dua sentimeter. Secara mikroskopis terlihat: Secara makroskopis terlihat : proliferasi dari trofoblas, degenerasi hidropik dari stroma villi, terhambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma. G. DIAGNOSIS(1,2,4) 1. Anamnesis 1,2,4 - terdapat gejala-gejala hamil muda yang kehamilan biasa - terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli tua atau kecoklatan - pembesaran rahim yang tidak sesuai (lebih besar) bila dibandingkan dengan usia kehamilan seharusnya - keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada) yang merupakan diagnosa pasti kadang-kadang lebih nyata dari

12

2. Gejala klinik a. Perdarahan Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa yang paling umum ditemui. Mulai dari sekedar spotting hingga perdarahan masif. Gejala perdarahan biasanya terjadi antara bulan pertama sampai bulan ke tujuh dengan rata-rata minggu ke 12-14. Dapat dimulai sesaat sebelum aborsi atau lebih sering dapat muncul secara intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak hingga menyebabkan syok atau kematian. Sebagai akibat dari perdarahan tersebut gejala anemia sering dijumpai terutama pada wanita malnutrisi. Efek dilusi dari hipervolemia terjadi pada wanita dengan mola yang lebih besar. Anemia defisiensi Fe sering ditemukan, demikian pula halnya dengan kelainan eritropoiesis megaloblastik, diduga akibat asupan yang tidak mencukupi karena adanya mual dan muntah disertai peningkatan kebutuhan asam folat karena cepatnya proliferasi trofoblas. Perdarahan juga sering disertai pengeluaran jaringan mola. Darah yang keluar berwarna kecoklatan. b. Ukuran uterus bisa lebih besar atau lebih kecil (tidak sesuai usia kehamilan) Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat daripada kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah dari semua pasien mola. Ada pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besarnya dengan kehamilan normal, walaupun jaringannya belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan trofoblas tidak terlalu aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya dying mole. Uterus mungkin sulit untuk diidentifikasikan secara pasti dengan palpasi, terutama pada wanita nullipara. Hal ini disebabkan karena konsistensinya yang lembut di bawah dinding perut yang kaku. Pembesaran uterus karena kista theca lutein multiple akan membuat sulit perbedaaan dengan pembesaran uterus biasa. c. Tidak adanya aktifitas janin

13

Walaupun pembesaran uterus mencapai bagian atas simfisis, tidak ditemukan adanya denyut jantung janin. Meskipun jarang, mungkin terdapat plasenta ganda dengan kehamilan mola komplet yang bertumbuh bersamaan, sementara plasenta yang satu dan janin terlihat normal. Juga walaupun jarang, mungkin terdapat mola inkomplet pada plasenta yang disertai janin hidup. d. Eklamsia dan preeklamsia Preeklampsia pada kehamilan mola timbul pada trisemester ke 2. Eklamsia atau preeklamsia pada kehamilan normal jarang terlihat sebelum usia kehamilan 24 minggu. Oleh karenanya preeklamsia yang terjadi sebelum waktunya harus dicurigai sebagai mola hidatidosa. e. Hiperemesis Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah satu gejala mola hidatidosa. f. Tirotoksikosis Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering meningkat, namun gejala hipertiroid jarang muncul. Menurut Curry insidennya 1%, tetapi Martaadisoebrata menemukan angka lebih tinggi yaitu 7,6%. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan erat dengan besarnya uterus. Makin besar uterus makin besar kemungkinan terjadinya tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan uterus besar masih banyak ditemukan, maka Martaadisoebrata menganjurkan agar pada tiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif. Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek dari estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan normal. Serum bebas tiroksin yang meningkat sebagai akibat thyrotropin-like effect dari Chorionic Gonadotropin hormone. Terdapat

14

korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi hanya kadar hCG yang melebihi 100.000 iu/L yang bersifat tirotoksis. Mola hidatidosa komplet Perdarahan pervaginam : gejala umum dari mola komplet. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus mungkin membesar karena sejumlah besar darah dan cairan gelap masuk ke dalam vagina. Gejala ini muncul pada 97% kasus. Hiperemesis : karena peningkatan secara ekstrem kadar hCG Hipertiroidisme : kira-kira 7% pasien mengalami takikardi, tremor dan kulit yang hangat. Mola hidatidosa parsial Pasien dengan mola hidatidosa parsial tidak memiliki gejala yang sama dengan mola komplet. Pasien ini biasanya mempunyai gejala dan tanda seperti abortus inkomplet atau missed abortion. Perdarahan pervaginam Adanya denyut jantung janin

3. Pemeriksaan fisik 1,2,3,4 Pada pemeriksaan fisik ditemukan: Inspeksi Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-kuningan yang disebut muka mola (mola face) Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat jelas

Palpasi Uterus membesar tidak sesuai dengan usianya, terasa lembek Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen dan juga gerak janin Adanya fenomena harmonika : darah dan gelembung mola keluar, dan fundus uteri turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru

Auskultasi Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin

15

Terdengar bising dan bunyi khas

Pemeriksaan dalam Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evakuasi keadaan serviks.

4. Pemeriksaan Penunjang 1,2,3,4 A. Pemeriksaan laboratorium Pengukuran kadar -hCG tidak lagi digunakan untuk menegakkan diagnosis mola karena sudah digantikan oleh USG. Pemeriksaan serial diperlukan untuk mendeteksi penyakit PTG yang pengeluaran mola. Yang harus diperhatikan di sini adalah hormon -hCG, karena karakteristik yang terpenting dari penyakit ini adalah kemampuannya dalam memproduksi hormon -hCG, sehingga jumlah hormon ini lebih meningkat bila dibandingkan dengan kehamilan normal pada usia kehamilan tersebut. Hormon ini dapat dideteksi di urin maupun dalam serum penderita. Namun pemeriksaan yang dilakukan pada serum terpengaruh oleh lebih sedikit variabel daripada yang di urin. Terdapat tiga jenis pemeriksaan -hCG, yaitu : - -hCG kualitatif serum, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5 10 mIU/ml - -hCG kualitatif urin, yang mIU/ml - -hCG kuantitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5-2 juta mIU/ml Hasilnya harus dibandingkan dengan kadar -hCG serum kehamilan normal pada usia kehamilan yang sama. Bila kadar -hCG kuantitatif dapat mendeteksi kadar hCG > 25-50 persisten setelah

16

>100.000 mIU/L mengindikasikan pertumbuhan ukuran yang berlebihan dari trofoblastik dan meningkatkan kecurigaan adanya kehamilan mola namun kadang-kadang kehamilan mola dapat memiliki nilai hCG normal. Biasanya tes -hCG normal setelah 8 minggu post evakuasi mola. Bila jauh lebih tinggi dari rentangan kadar normal pada tingkat kehamilan tersebut, suatu persangkaan diagnosa mola hidatidosa dibuat. Kadar hormon -hCG sangat tinggi dalam serum, 100 hari atau lebih setelah menstruasi terakhir. Pemantauan secara hati-hati dari kadar -hCG, penting untuk diagnosis, penatalaksanaan dan tindak lanjut pada semua kasus penyakit trofoblastik. Jumlah hormon -hCG yang ditemukan pada serum atau urin berhubungan dengan jumlah sel-sel tumor yang ada. B. Ultrasonografi Pada kehamilan mola, bentuk karakteristik yang ada berupa gambaran seperti badai salju tanpa disertai kantong gestasi atau janin. Pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang pernah mengalami perdarahan pada trisemester awal kehamilan dan memiliki ukuran uterus yang lebih besar daripada usia kehamilannya. USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan antara kehamilan normal dengan mola hidatidosa. Namun harus diingat bahwa beberapa struktur lainnya dapat memperlihatkan gambaran yang serupa dengan mola hidatidosa termasuk myoma uteri dengan kehamilan ini dan kehamilan janin > 1. Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik sehingga seringkali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus incomplitus atau mioma uteri. Pada kehamilan trimester II gambaran mola hidatidosa umumnya lebih spesifik, kavum uteri berisi massa ekogenik bercampur bagian-bagian anekhoik vesikuler berdiameter antara 5-10 mm. Gambaran tersebut dapat

17

dibayangkan seperti gambaran sarang tawon (honey comb) atau badai salju (snow storm).

C. Uji sonde Dengan perasat Hanifa Winkjosastro, kita masukkan sonde uterus. Jika sonde masuk ke dalam kavum uteri tanpa tahanan dan dapat diputar 360o dengan deviasi sonde kurang dari 10o, berarti merupakan kehamilan mola.

D. Amniografi Dengan menggunakan bahan radioopague yang dimasukkan ke dalam uterus secara transabdominal, akan memberikan gambaran radiografik yang khas untuk mola hidatidosa. Kavum uterus ditembus dengan jarum amniosentesis. Suntikan 20 ml hypague segera. Dibuat foto anteroposterior 5-10 menit kemudian. Pola sinar X yang terjadi seperti sarang tawon, yang ditimbulkan oleh bahan kontras yang mengelilingi gelombang-gelombang korion. Amniografi ini sekarang sudah jarang digunakan lagi semenjak adanya USG yang lebih mudah.

H. KRITERIA DIAGNOSTIK Pada beberapa kasus, vesikel hidatidosa yang berupa gambaran anggur dikeluarkan sebelum mola secara spontan abortus atau dikeluarkan dengan operasi.

18

Pengeluaran secara spontan umum terjadi pada minggu ke-16 dan jarang setelah 28 minggu. Penemuan klinik berupa perdarahan yang menetap dan pembesaran uterus lebih dari usia kehamilan harus dicurigai sebgai kehamilan mola. Harus juga dipikirkan apakah pembesaran uterus tersebut disebabkan oleh kesalahan data menstruasi, mioma uteri, hidramnion, atau kehamilan ganda. Penegakan diagnosis yang akurat ialah dengan pemeriksaan USG. Umumnya struktur lain mungkin memiliki penampilan serupa dengan mola, termasuk diantaranya mioma uteri dan kehamilan ganda. Sebagai kesimpulan, kriteria diagnostik dari mola hidatidosa komplet sebagai berikut: 1. Perdarahan yang terus-menerus pada kehamilan kurang lebih 12 minggu yang biasanya bersifat masif dan berwarna kecoklatan 2. Pembesaran uterus melebihi usia kehamilan 3. Tidak adanya bagian janin dan denyut jantung janin walaupun uterus membesar setinggi pusat atau lebih. 4. Gambaran USG yang khas : badai salju 5. Kadar serum hCG yang lebih tinggi daripada kadar umum berdasarkan masa kehamilan 6. Preeklamsi dan eklamsi yang muncul sebelum minggu ke-24 7. Hiperemesis gravidarum

Diagnosa pasti ditegakkan bila kita melihat lahirnya gelembung-gelembung mola. Tetapi bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat, karena pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum pasien menurun. Yang baik ialah bila dapat mendiagnosis mola sebelum keluar gelembung.

19

I. DIAGNOSA BANDING 1,2,3 Kehamilan normal Kehamilan dengan mioma uteri Abortus Kehamilan ektopik terganggu

J. KOMPLIKASI 1,2 Perforasi uterus selama kuret hisap sering muncul karena uterus yang membesar. Jika hal ini terjadi prosedur penanganannya harus dalam bimbingan laparaskopi. Perdarahan sering pada evakuasi mola, karenanya oksitosin IV harus diberikan sebelum prosedur dimulai. Methergin atau Hemabase dapat juga diberikan. Penyakit trofoblastik ganas terjadi pada 20 % kehamilan mola, karenanya pemeriksaan kuantitatif hCG serial dilakukan selama 1 tahun post evakuasi sampai hasilnya negatif. DIC, karena jaringan mola melepaskan faktor yang bersifat fibrinolitik. Semua pasien harus diperiksa kemungkinan adanya koagulopati. Emboli trofoblastik dapat menyebabkan insufisiensi pernafasan akut. Faktor resiko terbesar ialah pada ukuran uterus yang lebih besar dari yang diharapkan pada usia kehamilan 16 minggu. Kondisi ini dapat berakhir fatal. kista lutein, baik unilateral maupun bilateral. Kista lutein dapat

menyebabkan pembesaran pada satu atau kedua ovarium dengan ukuran yang beragam, dari diameter mikroskopik sampai ukuran 10 cm atau lebih. Hal ini terjadi pada 25-60% penderita mola. Kista teka lutein multiple pada 15-30% penderita mola menyebabkan pembesaran satu atau kedua ovarium dan menjadi sumber rasa nyeri. Ruptur, perdarahan atau infeksi mudah terjadi. Kista lutein ini diperkirakan terjadi akibat rangsangan elemen lutein yang

20

berlebihan oleh hormon korionik-gonadotropin dalam jumlah besar yang disekresi oleh trofoblas yang berproliferasi dengan pemeriksaan klinis, insiden kista lutein + 10,2%, tetapi bila menggunakan USG angkanya meningkat sampai 50%. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai resiko empat kali lebih besar untuk mendapat degenerasi keganasan di kemudian hari daripada kasus-kasus tanpa kista. Involusi dari kista terjadi setelah beberapa minggu yang biasanya seiring dengan penurunan kadar B-hCG. Tindakan bedah hanya dilakukan bila ada ruptur dan perdarahan atau ovarium yang membesar tadi mengalami infeksi. umumnya ukuran kembali normal dalam 12 minggu. Anemia, karena perdarahan yang berulang-ulang Perdarahan dan syok. Penyebab perdarahan ini mungkin disebabkan oleh pelepasan jaringan mola tersebut dengan lapisan desidua, perforasi uterus oleh karena keganasan, atonia uteri atau perlukaan pada uterus karena evakuasi jaringan mola. Infeksi sekunder

K. PENATALAKSANAAN 1,2,3,4,5,6 Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu: 1. Perbaikan keadaan umum Yang termasuk usaha ini misalnya transfusi darah pada anemia berat dan srok hipovolemik karena perdarahan. Atau menghilangkan penyulit seperti preeklamsia dan tirotoksikosis. Preeklamsia diobati seperti pada kehamilan biasa, sedangkan untuk tirotoksikosis diobati sesuai protokol penyakit dalam, antara lain dengan inderal. 2. Pengeluaran jaringan mola Bila diagnosis telah ditegakkan, kehamilan mola harus segera diakhiri. Ada dua cara evakuasi, yaitu: a) kuret hisap, b) histerektomi a. Kuret hisap

21

Kuret hisap merupakan tindakan pilihan untuk mengevakuasi jaringan mola, dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes/menit. Oksitosi diberikan untuk menimbulkan kontraksi uterus mengingat isinya akan dikeluarkan Tindakan ini dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasidan dengan terjadinya retraksi miometrium, dinding uterus akan menebal dan dengan demikian resiko perforasi dapat dikurangi 8.Bila sudah terjadi abortus maka kanalis servikalis sudah terbuka. Bila belum terjadi abortus, kanalis servikalis belum terbuka sehingga perlu dipasang laminaria atau servikalis dilator (setelah 10 jam baru terbuka 2-5 cm). Setelah jaringan mola dikeluarkan secara aspirasi dan miometrium

memperlihatkan kontraksi dan retraksi, biasanya dilakukan kuretase yang teliti dan hati-hati dengan menggunakan alat kuret yang tajam dan besar. Jaringan yang diperoleh diberi label dan dikirim untuk pemeriksaan. Kuretase kedua dilakukan apabila kehamilan seusia lebih dari 20 minggu, atau tidak diyakini bersih. Kuret ke-2 dilakukan kirakira 10-14 hari setelah kuret pertama. Pada waktu itu uterus sudah mengecil sehingga lebih besar kemungkinan bahwa kuret betul-betul menghasilkan uterus yang bersih. Jika terdapat mola hidatidosa yang besar (ukuran uterus >12 minggu, dan dievakuasi dengan kuret hisap, laparatomi harus dipersiapkan, atau mungkin diperlukan ligasi arteri hipogastrika bilateral bila terjadi perdarahan atau perforasi. Sebelum kuret sebaiknya disediakan persediaan darah untuk menjaga kemungkinan terjadi perdarahan masif selama kuretase berlangsung.

22

b. Histerektomi Sebelum kuret hisap digunakan, histerektomi sering dipakai untuk pasien dengan ukuran uterus di luar 12-14 minggu. Namun histerektomi tetap merupakan pilihan pada wanita yang telah cukup umur dan cukup mempunyai anak. Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan paritas tinggi karena hal tersebut merupakan predisposisi timbulnya keganasan. Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan histopatologi sudah tampak adanya tandatanda mola invasif. Ada beberapa ahli yang menganjurkan agar pengeluaran jaringan dilakukan melalui histerektomi. Tetapi cara ini tidak begitu populer dan sudah ditinggalkan. Walau histerektomi tidak dapat mengeliminasi sel-sel tumor trofoblastik, namun mampu untuk mengurangi kekambuhan penyakit ini. 3. Terapi profilaksis dengan sitostatika Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya keganasan di bawah pengawasan dokter.3 Misalnya umur tua dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi, atau kasus dengan hasil histopatologi yang mencurigakan. Biasanya diberikan Methotrexate atau Actinomycin D. Tidak semua ahli setuju dengan cara ini, dengan alasan jumlah kasus mola yang menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika merupakan obat yang berbahaya. Goldstein berpendapat bahwa pemberian sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan metastasis, serta mengurangi terjadinya koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali. Kadar hCG >100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai resiko tinggi untuk perubahan ke arah keganasan, pertimbangan untuk memberikan Methotrexate (MTX) 3-5 mg/kgBB atau 25 mg IM dosis tunggal. Metastasis yang hanya ke paru dapat

23

diobati dengan agen kemoterapi tunggal sedangkan metastasis lainnya memerlukan 3 agen kemoterapi. 4. Pemeriksaan tindak lanjut (follow up) Tujuan utama follow up untuk mendeteksi adanya perubahan yang mengarah keganasan. Metode umum follow up adalah sebagai berikut: Mencegah kehamilan selama periode follow up, minimal 1 tahun, mematuhi jadwal kontrol selama 2-3 tahun (1x pada triwulan pertama, tiap 2 minggu pada triwulan kedua, tiap bulan pada 6 bulan berikutnya,tiap 2 bulan pada tahun berikutnya, selanjutnya tiap 3 bulan Pengukuran kadar serum B-hCG setiap 2 minggu Mempertahankan terapi selama kadar serum menurun. Peningkatan atau pendataran kadar membutuhkan evaluasi dan terapi lanjut Jika kadar normal (mencapai batas rendah dari pengukuran, dilakukan pengukuran setiap bulan sekali selama 6 bulan dan tiap 2 bulan selama 1 tahun Follow up dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan 1 tahun kemudian Setiap periksa ulang penting diperhatikan :4 1. Gejala klinik: keadaan umum, perdarahan, dan lain-lain 2. Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan inspekulo: tentang keadaan serviks, uterus cepat bertambah kecil atau tidak, dan lain-lain 3. Reaksi biologis atau imunologis air seni, 1x seminggu sampai hasil negatif, 1x2 minggu selama triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya, 1x 3 bulan selama tahun berikutnya. Kalau reaksi titer tetap (+) maka harus dicurigai adanya keganasan. Keganasan masih dapat timbul setelah 3 tahun pasca terkenanya mola hidatidosa. Menurut Harahap tumor timbul 34,5% dalam 6 minggu, 62,1% dalam 12 minggu, dan 79,4% dalam 24 minggu serta 97,2% dalam 1 tahun setelah mola keluar. Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun, mengingat kemungkinan terjadi keganasan setelah mola hidatidosa (20%). Gejala-gejala

24

choriocarsinoma yang harus diwaspadai setelah dilakukan kuretase mola: perdarahan yang terus menerus,involusi rahim tidak terjadi, kadang-kadang malahan nampak metastasis di vagina berupa tumor-tumor yang biru ungu, rapuh dan mudah berdarah.2 Selama pengawasan, secara berkala dilakukan ginekologis, kadar -hCG dan ultrasonografi. Cara yang paling peka saat ini adalah dengan pemeriksaan -hCG yang menetap untuk beberapa lama. Jika masih meninggi, hal ini berarti masih ada sel-sel trofoblas yang aktif. Cara yang umum dipakai sekarang ini adalah dengan radioimmunoassay terhadap -hCG sub-unit. Pemeriksaan kadar -hCG

diselenggarakan setiap minggu sampai kadar menjadi negatif selama 3 minggu dan selanjutnya setiap bulan selama 6 bulan. Mungkin juga timbul metastasis di paruparu yang menimbulkan batuk dan haemoptoe, oleh karena itu bila ada gejala-gejala yang mencurigakan harus dibuat foto rontgen paru.1 L. PROGNOSIS 1,5,6 __________________________________________________________________Prognosis baik Kehamilan terakhir B-hCG Kehamilan sebelumnya Terapi sebelumnya Metastase < 4 bulan < 40.000 mola tidak ada tidak ada, kadang paru Prognosis buruk > 4 bulan > 40.000 term gagal otak, hati (4)

WHO SCORING SYSTEMFaktor prognosis 1. Usia 2. Kehamilan sebelumnya 3. Interval 4. B-hCG 5. ABO maternal-paternal 6. Ukiran tumor terbesar 0 < 35 th mola 100000 2 4

25

7. Angka metastase 8. Kemoterapi terdahulu

1-4

4-8 tunggal

>8 multiple

Total score : 0-4 resiko rendah 5-7 resiko sedang > 8 resiko tinggi

Data mortalitas berkurang secara drastis mencapai 0 dengan diagnose dini dan terapi yang adekuat. Dengan kehamilan mola yang lanjut, pasien cenderung untuk menderita anemia dan perdarahan kronis. Infeksi dan sepsis pada kasus-kasus ini dapat menyebabkan tingkat morbiditas yang tinggi. Evaluasi dini tidak menghilangkan kemungkinan berkembangnya tumor persisten. Hampir 20% mola komplet berlanjut menjadi tumor gestasional trofoblastik. Lurain and Colleagues (1987) melaporkan setelah evakuasi mola hidatidosa, 81% mengalami regresi spontan dan 19% berlanjut menjadi tumor trofolastik gestasional. Pemantauan yang dilihat pada pasien mola hidatidosa yang telah menjalani evakuasi mengindikasikan bahwa tindakan ini bersifat kuratif pada lebih dari 80% pasien. Mola hidatidosa yang berulang terjadi pada 0,5 2,6%, dengan resiko yang lebih besar untuk menjadi mola invasif atau koriokarsinoma. Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pasca mola, tetapi yang paling banyak dalam 6 bulan pertama. Kurang lebih 10-20% mola hidatidosa komplet menjadi metastastik koriokarsinoma yang potensial invasif. Kematian pada kasus mola disebabkan karena perdarahan, infeksi, preeklamsia, payah jantung, emboli paru atau tirotoksikosis. Di negara maju, kematian karena mola hampir tidak ada lagi, tetapi di negara berkembang masih cukup tinggi, yaitu berkisar 2,2-5,7%. Kapan pasien mola dianggap sehat kembali? Sampai sekarang belum ada kesepakatan. Curry mengatakan sehat bila kadar hCG dua kali berturut-turut normal. Ada pula yang mengatakan bila sudah melahirkan anak yang normal.

26

SKEMA MANAJEMEN PADA MOLA HIDATIDOSA (6)

Perbaiki keadaan umum

Pasien muda, ingin punya anak

Usia 35 tahun ke atas, sudah memiliki anak minimal 3

Evakuasi

HISTEREKTOMI

Cerviks sudah dilatasi

Cerviks belum berdilatasi

Oxytosin drip Pasang laminaria kemudian beri oxytosin drip

Kuretase

27

BAB III LAPORAN KASUSI. IDENTITAS Nama Jenis Kelamin Umur Pekerjaan Alamat Tgl. Masuk RS No. RM : Ny. M : Perempuan : 42 tahun : Ibu Rumah Tangga : Cemplang : 25-02-2011

: 196277

IDENTITAS SUAMI Nama Umur Pekerjaan Alamat : Tn. S : 50 tahun : Supir : Cemplang

II.

ANAMNESIS A. Keluhan Utama Pasien datang dengan keluhan perdarahan dari vagina sedikit-sedikit selama satu minggu, darah berwarna merah kehitaman. B. Keluhan Tambahan Pasien juga merasa nyeri di perut bawah, dan mual

28

C. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengatakan HPHT: 26 Agustus 2010, kemudian saat kontrol ke dokter di RSMM pada bulan November pasien mengalami perdarahan sedikit-sedikit selama dua hari sudah di USG dan didiagnosis Hamil Anggur maka dilakukan kuret sore hari nya. Kemudian bulan Desember pasien mengatakan juga mengalami perdarahan sedikit-sedikit ternyata terdapat sisa dari hamil anggurnya, lalu tanggal 25 februari 2011 pasien datang lagi kerumah sakit karena sudah mengalami perdarahan selama 5 hari sedikitsedikit maka pasien kembali berobat ke RS

D. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien memiliki penyakit darah tinggi E. Riwayat Penyakit Keluarga (-) F. Riwayat Menstruasi Menarche Siklus Lamanya Banyaknya HPHT : : 14 tahun teratur (28 hari)

: 7 hari : + 2 softex/hari : 27 agustus 2010

G. Riwayat Perkawinan Menikah 1 kali, dan dengan suami sekarang selama 21 tahun. H. Riwayat Kehamilan, Kelahiran

29

G6P4A2 Kehamilan pertama : anak laki-laki BB lahir: lupa, bayi normal sekarang berusia 21 tahunspontan,di paraji. Kehamilan kedua : anak perempuan, BB lahir: lupa, bayi normal sekarang berusia 18 tahun. Kehamilan ketiga : anak laki-laki, BB lahir : 3,1 kg, bayi normal sekarang berusia 11 tahun,lahir di seksio karena sungsang di operasi di RS Karya Bhakti. Kehamilan keempat : anak laki-laki. BB lahir :2,4kg, bayi normal sekarang berusia 9 tahun, lahir normal di RS As-Syifa. Kehamilan ke-lima : janin mati dalam kandunan saat usia 2 bulan (abortus) Kehamilan ke-enam : hamil anggur I. Riwayat Kehamilan Saat ini (-) J. Riwayat KB KB pil sejak di kuret bulan November 2010

K. Riwayat Penyakit Sistemik Hipertensi (-) L. Riwayat Operasi Di seksio 1x. Di kuretase 3x, hasil pemeriksaan PA dari kuretase : sesuai gambaran mola dengan anaplasia trofoblastik M. Riwayat Kebiasaan Diri Pribadi Alkohol (-), rokok (-)

30

III. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 25 Februari 2011) A. Status Generalis Keadaan umum Kesadaran Tanda Vital : Tampak sakit sedang : Compos mentis : TD N RR S Kepala Mata THT Leher : normocephali : Pupil bulat isokor, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. : Dalam batas normal : kelenjar tiroid tidak teraba membesar Kelenjar getah bening tidak teraba membesar. : 130/80 mmHg : 8o x/menit : 20 x/m : 36,5C

Thoraks : Cor Pulmo Abdomen Anogenital Ekstremitas : S1-S2 normal reguler, murmur (-), gallop (-) : Suara nafas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-. : BU (+) normal : tidak ada kelainan : Akral hangat, oedema tungkai -/-, reflex fisiologis +/+, varices (-)

31

B.

Status Ginekologikus Abdomen Inspeksi Palpasi Auskultasi : Menbuncit sedikit : TFU 1 jari bawah pusat, teraba balotement. : Djj (-)

Anogenital Inspeksi : vulva dan uretra tenang, bekuan darah di vulva dan vagina (-), perdarahan tidak aktif Inspekulo VT : portio pucat, flur (-), fluxus (+), ostium tertutup. : massa adneksa (-), nyeri (-), ostium tertutup.

III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Tanggal HCG Hb Ht Leukosit Trombosit : (+) 280.508 (meningkat) : 10,8 gr/dl : 34 % : 8.100 u/l : 210.000 u/l

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG - HCG kuantitatif , Pemeriksaan PA dari jaringan operasi SARAN PEMERIKSAAN PENUNJANG Foto thorax

32

VI. RESUME Pasien dengan keluhan perdarahan per vaginam sedikit-sedikit tetapi terus menerus selama 5 hari , disertai nyeri perut, riwayat hamil anggur sebelumnya pemeriksaan fisik : keadaan umum baik, conjungtiva anemis -/- terdapat pembesaran uterus 1 jari di bawah pusat, djj(-), dari pemeriksaan inspekulo: vulva uretra tenang, perdarahan tidak aktif, ostium menutup, fluksus (+),

VI. DIAGNOSIS Mola Hidatidosa.

VIII.PROGNOSIS Dubia ad bonam

IX. PENATALAKSANAAN - Observasi tanda-tanda vital. - Cek HCG kuantitatif - USG - Pro Histerektomi

Laporan Operasi Dilakukan histerektomi, dimana sempat ditemukan perlengketan-perlengketan antara uterus dengan daerah sekitarnya, pasien sempat kehilangan banyak darah kurang lebih 1000cc maka dilakukan tranfusi 2 labu PRC setelah itu dirawat ddi ICU

33

Resume Follow up setelah HISTEREKTOMI Pasien dirawat di RSMM terpasang drain setelah hari ke 3 drain dilepas karena sudah tidak keluar darah lagi, luka operasi kering, pasien diminta untuk kontrol ke poli dan melakukan pemeriksaan HCG kuantitatif satu minggu kemudian

Kontrol poli Kebidanan Setelah di periksa di poli luka operasi baik, keluhan : (-), hasil pemeriksaan HCG kuantitatif : 1548 (masih diatas normal)

ANALISA KASUS Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan, pada pasien ini, diagnosa mola hidatidosa dapat ditegakkan karena ditemukan hal-hal berikut ini: 1. Perdarahan per vaginam selama 5 hari 2. Tidak ditemukan denyut jantung janin 3. Pada pemeriksaan USG tampak gambaran Snow Storm dengan kesan: Mola Hidatidosa . 4. Pada pemeriksaan Lab. HCG Kuantitatif didapatkan kadar yang melebihi dari 100.000 mIU/L yang mengindikasikan pertumbuhan ukuran yang berlebihan dari trofoblastik dan meningkatkan kecurigaan adanya kehamilan Mola Penanganan yang telah diberikan, yaitu dengan melakukan histerektomi mengingat indikasi yang kuat yaitu pasien sudah beberapa kali di kuretase ditekutkan ruptur, kemudian usia pasien yang sudah 40 tahun dan memiliki cukup anak yakni 4. Setelah itu pasien diminta untuk kontrol kadar beta HcG nya di RSMM. Untuk mefollow up kemungkinan terjadinya keganasan kontrol dilakukan 1 minggu sekali pada

34

3 bulan pertama, tiap 2 minggu pada 3 bulan berikutnya, tiap bulan pada 6 bulan berikutnya,dan tiap 2 bulan pada tahun berikutnya. Jika beta HcG tetap tinggi dicurigai keganasan, daoat dilakukan pengobatan sitistatika.

35

BAB IV KESIMPULAN

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti sehingga tidak dapat diketahui usaha pencegahan yang harus dilakukan, oleh karena itu sangatlah penting untuk dapat mendeteksi dan menangani kasus ini sedini mungkin terutama karena kecenderungannya menjadi ganas. Perdarahan yang terjadi selama kehamilan muda (walaupun tanpa pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan umur kehamilan) harus dicurigai terhadap kemungkinan adanya penyakit mola hidatidosa. Walau tidak tertutup kemungkinan adanya kesalahan HPHT, Abortus imminen, dll. Demikian juga adanya gejala-gejala preeklamsia dan eklamsi dini pada kehamilan yang lebih muda harus diwaspadai adanya mola hidatidosa. Diagnosa ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosa pasti ditegakkan bila adanya gelembung-gelembung mola atau jaringan mola yang keluar. Bila masih terdapat keraguan dalam penegakkan diagnosa, cara yang sangat membantu yaitu pemeriksaan USG yang akan memberikan gambaran badai salju. Pengukuran kadar B-hCG secara serial digunakan dalam mendeteksi penyakit trofoblas ganas yang terjadi setelah evakuasi jaringan mola. Penangan yang cepat dan tepat dibutuhkan karena biasanya pasien datang setelah terjadinya perdarahan. Selain itu informed consent pada pasien dan keluarga pasien juga perlu diperhatikan dalam prosedur tindakan medis. Disarankan kepada penderita untuk kontrol secara teratur dan memeriksakan kadar B-hCGnya secara teratur untuk mengevaluasi adanya kemungkinan keganasan.

36

DAFTAR PUSAKA

1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Gestational Trophoblastic Disease : Williams Obstetrics.21th ed. Conneticut, Appleton & Lange, 2001; 835-843. 2. Winkjosastro H. Mola Hidatidosa ; Ilmu Kebidanan. Edisi ke-3. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 1999 : Hal: 142, 339- 348. 3. Bagian Obstetri Ginekologi FK UNPAD. Penyakit Trofoblas Gestasional; Obstetri Patologi; 1983; 28-33. 4. Rustam Muchtar. Penyakit Trofoblas : Sinopsis Obstetri. Edisi 2, Jilid 1. Penerbit buku Kedokteran. EGC. Hal. 238-243. 5. Errol R. Nowitz. Obsetrics and Gynecology AT A Glance. Chapter 32. Hal : 7072. 6. Berek AS, Adashi EY, Hillard PA. Novaks Gynecology. 20th ed, Wiliams & Wilkins, Baltimore, 1996.

37