referat leonita tht-kl

55
BAB I PENDAHULUAN Hoarseness (Parau) adalah Suatu keadaan dimana terdapat kesulitan dalam memproduksi suara ketika mencoba berbicara, atau perubahan suara pada nada dan kualitasnya. Suara tersebut mungkin terdengar lemah, berat, kasar atau parau. Produksi suara sendiri merupakan suatu hasil dari koordinasi diantara sistem pernapasan, fonasi dan artikulasi, dimana masing-masing dipengaruhi oleh teknik bersuara dan status emosianal setiap individu. 12 Ada beberapa kelainan atau gangguan bicara, antaralain : kelainan artikulasi (dislalia, disatria, gangguan irama); gangguan simbolisasi (afasia), gangguan suara (disfonia). 15,16 Disfonia yaitu merupakan istilah umum untuk setiap gangguan suara untuk yang disebabkan kelainan pada organ-organ fonasi, terutama laring, baik yang bersifat organik maupun fungsional. Disfonia bukan penyakit melainkan merupakan gejala penyakit atau kelainan pada laring. Gangguan suara atau disfonia ini dapat berupa suara parau atau serak yaitu suara terdengar kasar (roughness) dengan nada lebih rendah dari biasanya, suara lemah (hipofonia), hilang suara (afonia), suara 1

Upload: leonita-budi-utami

Post on 13-Dec-2014

184 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

referat THT- HOARSENESS

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Leonita  THT-KL

BAB I

PENDAHULUAN

Hoarseness (Parau) adalah Suatu keadaan dimana terdapat kesulitan

dalam memproduksi suara ketika mencoba berbicara, atau perubahan suara pada

nada dan kualitasnya. Suara tersebut mungkin terdengar lemah, berat, kasar atau

parau. Produksi suara sendiri merupakan suatu hasil dari koordinasi diantara

sistem pernapasan, fonasi dan artikulasi, dimana masing-masing dipengaruhi oleh

teknik bersuara dan status emosianal setiap individu.12

Ada beberapa kelainan atau gangguan bicara, antaralain : kelainan

artikulasi (dislalia, disatria, gangguan irama); gangguan simbolisasi (afasia),

gangguan suara (disfonia).15,16 Disfonia yaitu merupakan istilah umum untuk

setiap gangguan suara untuk yang disebabkan kelainan pada organ-organ fonasi,

terutama laring, baik yang bersifat organik maupun fungsional. Disfonia bukan

penyakit melainkan merupakan gejala penyakit atau kelainan pada laring.

Gangguan suara atau disfonia ini dapat berupa suara parau atau serak yaitu

suara terdengar kasar (roughness) dengan nada lebih rendah dari biasanya, suara

lemah (hipofonia), hilang suara (afonia), suara tegang dan susah keluar (spastik),

suara terdiri dari beberapa nada (diplofonia), nyeri saat bersuara (odinofonia) atau

ketidakmampuan mencapai nada atau intensitas tertentu.17

Hoarseness (suara parau) adalah hal yang sering dikeluhkan oleh pasien

yang mengalami perubahan pada suara. Penyebab suara parau baru dapat

diketahui setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan

dapat dilihat kondisi pita suara dengan menggunakan indirect laryngoscopy,

flexible nasolaryngoscopy atau strobovideolaryngoscopy.

Penyebab suara parau dapat bermacam macam yang prinsipnya menimpa

laring dan sekitarnya. Penyebab ini secara garis besar dapat diklasifikasikan

berupa adanya kelainan kongenital, proses infeksi, proses inflamasi, adanya tumor

baik jinak ataupun ganas, adanya trauma serta penyakit sistemik. Penyalahgunaan

suara adalah satu dari beberapa banyak penyebab umum suara parau dan

1

Page 2: Referat Leonita  THT-KL

merupakan penyebab terjadinya vocal nodule. Higiene vokal yang baik dapat

mencegah dan mengobati suara parau dan terapi suara merupakan pengelolaan

penting pada beberapa kasus suara parau.10

Perkembangan berbagai profesi yang mengandalkan suara untuk bekerja

seperti penyiar, presenter, penyanyi merupakan profesi yang akhir-akhir ini

berkembang pesat. Suara parau pada profesi tersebut cukup ditemukan

pravelensinya 9,7-13%. Dengan penatalaksanaan yang kurang baik ternyata

pravelensinya meningkat menjadi 73%.1 Di Inggris sekitar 50.000 pasien per

tahun dirujuk ke bidang THT karena bermasalah dengan suaranya.10

BAB II

2

Page 3: Referat Leonita  THT-KL

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Suatu keadaan dimana terdapat kesulitan dalam memproduksi suara

ketika mencoba berbicara, atau perubahan suara pada nada dan kualitasnya.

Suara tersebut mungkin terdengar lemah, berat, kasar, atau terjadi perubahan

volume atau pitch (tinggi rendah suara).17

Perubahan dari suara biasanya berkaitan dengan gangguan pada pita

suara yang merupakan bagian pembentuk suara yang terdapat di larynx

(gambar A). Selama bernafas, pita suara saling menjauh (gambar B). ketika

berbicara atau bernyanyi, pita suara saling mendekat (gambar C), dan udara

keluar dari paru, getaran udara menghasilkan suara.7 Semakin tebal dan

semakin kecil ukuran pita suara, getaran yang dihasilkan semakin cepat.

Semakin cepat getaran suara yang dihasilkan semakin tinggi. Pembengkakan

pada pita suara dapat mengakibatkan tidak menyatunya kedua pita suara

sehingga dapat terjadi perubahan pada suara.1

Gambar1. Laring dan posisi pita suara

3

Page 4: Referat Leonita  THT-KL

Suara parau bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan gejala

dari suatu penyakit. Keluhan suara parau tidak jarang kita temukan dari klinik,

suara parau ini digambarkan dengan pasien yang mengeluarkan suara yang

kasar lebih rendah dari suara aslinya walaupun suara serak merupakan suatu

gejala tetapi jika prosesnya berlangsung lama maka merupakan tanda awal

dari penyakit yang serius di daerah tenggorok.6

B. ANATOMI

Terdapat 3 sistem organ pembentuk suara yang saling berintegrasi untuk

menghasilkan kualitas suara yang baik, yaitu : sistem pernapasan, laring, dan

traktus vokalis supraglotis.

Sistem respirasi berfungsi sebagai pompa yang menghasilkan aliran

udara spontan dan terus-menerus melalui glotis. Hal ini didukung oleh otot-

otot dada, perut, diafragma yang berperan dalam pernapasan. Selama bersuara,

udara yang terpompa menghasilkan perbedaan takanan melalui celah glottis

yang sempit yang menandai suatu efek Bernaulli. Mengikuti inhalasi, otot

dinding perut berkontrasi untuk memudahkan aliran udara yang tetap melalui

glottis.8

Sistem pernapasan menghasilkan sebuah aliran udara tetap yang

mendukung sebuah nada suara biasa dan ketika meningkat akan

mengahasilkan volume suara yang lebih keras. Lemahnya otot dinding perut,

penyakit pada paru atau sebab umum lain dapat mempengaruhi pengaturan

kapasitas sistem pernapasan yang nantinya akan mempengaruhi kualitas dari

suara yang dihasilkan.8

Laring merupakan organ pembentuk suara yang kompleks yang terdiri

dari beberapa tulang rawan serta jaringan otot yang dapat menggerakan pita

suara. Laring merupakan bagian terbawah dari saluran napas bagian atas.

Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih

besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring, batas

bawah adalah kaudal kartilago krikoid. Bangunan kerangka laring tersusun

dari satu tulang, yaitu tulang hioid, dan beberapa buah tulang rawan. Tulang

4

Page 5: Referat Leonita  THT-KL

hioid berbentuk seperti huruf U, permukaan atas dihubungkan dengan lidah,

mandibula, dan tengkorak oleh otot dan tendo. Sewaktu menelan, kontraksi

otot-otot ini menarik laring keatas, sedangkan jika diam, maka otot ini bekerja

membuka mulut dan membantu menggerakan lidah.3,7

Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis,

kartilago krikoid, kartilago aritaenoid, kartilago kornikulata, dan kartilago

tyroid. Kartilago krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid dengan

ligamentum krikotiroid. Bentuk kartilago krikoid berupa lingkaran

membentuk sendi dengan kartilago tiroid membentuk artikulasi krikotiroid.

Terdapat 2 buah (sepasang) kartilago aritenoid yang terletak dekat permukaan

belakang laring, dan membentuk sendi dengan kartilado krikoid, disebut

artikulasi krikoaritenoid. Sepasang kartilago kornikulata (kiri dan kanan)

melekat pada kartilago aritenoid di daerah apeks, sedangkan sepasang

kartilago kuneiformis terdapat di dalam lipatan ariepiglotik, dan kartilago

triticea terletak di dalam ligamentum hiotiroid lateral. 3,7

Gambar 2. Anatomi laring menggambarkan muskulus dan kartilago utama.

A. gambaran posterior laring B. Gambaran superior laring

Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum

seratokrikoid (anterior, lateral, dan posterior), ligamentum krikotiroid medial,

5

Page 6: Referat Leonita  THT-KL

ligamentum krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringeal, ligamentum

hiotiroid lateral, ligamentum hiotiroid medial, ligamentum hioepiglotika,

ligamentum ventrikularis, ligamentum vokale yang menghubungkan kartilago

aritenoid dengan kartilago tiroid, dan ligamentum tiroepiglotika.

Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot ekstrinsik dan intrinsik.

Otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan,

sedangkan otot-otot intrinsik menyebabkan gerak bagian-bagian laring sendiri.

Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak di atas tulang hioid (suprahioid)

dan ada yang terletak di bawah tulang hioid (infrahioid). Otot-otot ekstrinsik

yang suprahioid adalah m.digastrikus, m.geniohioid, m.stilohioid,

m.milohioid. Otot-otot yang infrahioid adalah m. sternohioid, m.omohioid,

m.tirohioid. Otot-otot ekstrinsik laring yang suprahioid berfungsi menarik

laring ke bawah, sedangkan yang infrahioid berfungsi menarik laring keatas.

Otot-otot intrinsik laring adalah m.krikoaritenoid lateral,

m.tiroepiglotika, m.vokalis, m.tiroaritenoid, m.ariepiglotika, dan

m.krikotiroid. otot-otot ini terletak pada bagian lateral laring. Otot-otot

intrinsik laring yang terletak di posterior, adalah m.aritenoid transversum,

m.aritenoid oblik, m.krikoaritenoid posterior. 3,7

Rongga laring. Batas atas rongga laring (cavum laringeus) adalah aditus

laringeus, batas bawahnya adalah bidang yang melalui pinggir bawah

kartilago krikoid. Batas depannya adalah permukaan belakang epiglotis,

tuberkulum epiglotik, ligamentum tiroepiglotik, sudut antara kedua belah

lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid. Batas lateralnya adalah

membrana kuadrangularis, kartilago aritenoid, konus elastikus, dan arkus

kartilago krikoid, sedangkan batas belakangnya adalah M.Aritenoid

transversus dan lamina kartilago krikoid. Dengan adanya lipatan mukosa pada

ligamentum vokale dan ligamentum ventrikulare, maka terbentuklah plika

vokalis (pita suara asli) dan plika ventrikularis (pita suara palsu). 3,7

6

Page 7: Referat Leonita  THT-KL

Gambar 3. Potongan midsagital memperlihatkan dasar laring

Dalam menilai tingkat pembukaan rima glotis dibedakan dalam 5 posisi

pita suara, yaitu posisi median, posisi paramedian, intermedian, abduksi

ringan dan abduksi penuh. Pada posisi median kedua pita suara terdapat di

garis tengah, pada posisi paramedian pembukaan pita suara berkisar 3-5 mm

dan pada posisi intermedian 7 mm. Pada posisi abduksi ringan pembukaan pita

suara kira-kira 14 mm dan pada abduksi penuh kira-kira 18-19 mm. 3,7

Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan, disebut rima glotidis,

sedangkan antara plika ventrikularis, disebut rima vestibuli. Plika vokalis dan

plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian, yaitu vestibulum

laring, glotik dan subglotik. Vestibulum laring adalah rongga laring yang

terdapat di atas plika ventrikularis. Daerah ini disebut daerah supraglotik.

Antara plika vokalis dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya disebut

ventrikulus laring morgagni. Rima glottis terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian

intermembran dan bagian interkartilago. Bagian intermembran adalah ruang

antara kedua plika vokalis, dan terletak di bagian anterior, sedangkan bagian

interkartilago terletak antara kedua puncak kartilago aritenoid, dan terletak di

bagian posterior. Daerah subglotik adalah rongga laring yang terletak di

7

Page 8: Referat Leonita  THT-KL

bawah pita suara (plika vokalis).3 Pada orang dewasa dua pertiga bagian pita

suara adalah membran sedangkan pada anak-anak bagian membran ini hanya

setengahnya. Membran pada pita suara terlibat dalam pembentukan suara dan

bagian kartilago terlibat dalam proses penapasan. Jadi kelainan pada pita suara

akan berefek pada proses bersuara dan atau pernapasan, tergantung lokasi

kelainannya.8

Traktus vokalis supraglotis merupakan organ pelengkap yang sangat

penting karena suara yang dibentuk pada tingkat pita suara akan diteruskan

melewati traktus vokalis supraglotis. Di daerah ini suara dimodifikasi oleh

beberapa struktur oral faringeal (seperti lidah, bibir, palatum dan dinding

faring), hidung dan sinus. Organ tersebut berfungsi sebagai articulator dan

resonator.3 Perubahan pada posisi, bentuk, atau kekakuan pada dinding faring,

lidah, palatum, bibir dan laring akan merubah dari produksi kualitas suara.8

Persarafan laring. Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus,

yaitu n. laringis superior dan n. laringis inferior. Kedua saraf ini merupakan

campuran saraf motorik dan sensorik. Nervus laringis superior mempersarafi

m. krikotiroid, memberikan sensasi pada mukosa laring di bawah pita suara.3

Saraf ini mula-mula terletak di atas m. konstriktor faring medial, di

sebelah medial a. karotis interna dan eksterna, kemudian menuju ke kornu

mayor tulang hioid, dan setelah menerima hubungan dengan ganglion servikal

superior, membagi diri menjadi 2 cabang, yaitu ramus eksternus dan ramus

internus. Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m. konstriktor faring

inferior dan menuju ke m. krikotiroid, sedangkan ramus internus tertutup oleh

m. tirohioid terletak di sebelah medial a. tiroid superior, menembus membrane

hiotiroid dan bersama-sama a. laringis superior menuju ke mukosa laring.3

Nervus laringis inferior merupakan lanjutan dari n. rekuren setelah saraf

itu memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren

merupakan cabang dari n. vagus. Nervus rekuren kanan akan menyilang a.

subklavia kanan di bawahnya, sedangkan n. rekuren kiri akan menyilang arkus

aorta. Nervus laringis inferior berjalan di antara cabang-cabang a. tiroid

inferior, dan melalui permukaan mediodorsal kelenjar tiroid akan sampai pada

8

Page 9: Referat Leonita  THT-KL

permukaan medial m. krikofaring. Di sebelah posterior dari sendi

krikoaritenoid, saraf ini bercabang 2 menjadi ramus anterior dan ramus

posterior. Ramus anterior akan mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian

lateral, sedangkan ramus posterior mempersarafi otot-otot intrinsik laring

bagian superior dan mengadakan anastomose dengan n. laringis superior

ramus internus.3

Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu a.laringis superior

dan a. laringis inferior. Arteri laringis superior merupakan cabang dari a. tiroid

superior. Arteri laringis superior berjalan agak mendatar melewati bagian

belakang membrana tirohioid bersama-sama dengan cabang internus dari

n.laringis superior kemudian menembus membrana ini untuk berjalan ke

bawah di submukosa dari dinding lateral dan lantai dari sinus pirifomis, untuk

mempendarahi mukosa dan otot-otot laring. Arteri laringis inferior merupakan

cabang dari a.tiroid inferior dan bersama-sama dengan n. laringis inferior

berjalan ke belakang sendi krikotiroid, masuk laring melalui daerah pinggir

bawah dari m.konstriktor faring inferior. 3,7

Di dalam laring arteri itu bercabang-cabang, mempendarahi mukosa dan

otot serta beranastomosis dengan a.laringis superior. Pada daerah setinggi

membran krikotiroid a.tiroid superior juga memberikan cabang yang berjalan

mendatari sepanjang membrane itu sebagai sapai mendekati tiroid. Kadang-

kadang arteri ini mengirimkan cabang yang kecil melalui membrane

krikotiroid untuk mengadakan anastomosis dengan a.laringis superior. Vena

laringis superior dan vena laringis inferior letaknya sejajar dengan a.laringis

superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior dan

inferior. 3,7

Pembuluh limfe untuk laring banyak, kecuali di daerah lipatan vocal. Di

sini mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah

lipatan vocal pembuluh limfa dibagi dalam golongan superior dan inferior.

Pembuluh eferen dari golongan superior berjalan lewat lantai sinus piriformis

dan a.laringis superior, kemudian ke atas, dan bergabung dengan kelenjar dari

bagian superior rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari golongan inferior

9

Page 10: Referat Leonita  THT-KL

berjalan ke bawah dengan a.laringis inferior dan bergabung dengan kelenjar

servikal dalam, dan beberapa di antaranya menjalar sampai sejauh kelenjar

supraklavikular. 2,3,7

Gambar 4. pembuluh darah dan persyarafan laring

C. FISIOLOGI

Laring berfungsi untuk proteksi, respirasi, sirkulasi, menelan, emos serta

fonasi, dapat digambarkan sebagai berikut : 2,7

1. Fungsi Proteksi

Adalah untuk mencegah makanan dan benda asing masuk kedalam

trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glottis secara

bersamaan. Terjadinya penutupan aditus laring ialah karena

pengangkatan laring keatas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring.

Dalam hal ini kartilago aritenoid bergerak kedepan akibat kontraksi m.

tiroaritenoid dan m. aritenoid. Selanjutnya, m. ariepiglotika berfungsi

sebagai sfingter. Penutupan rima glottis terjadi karena adduksi plika

10

Page 11: Referat Leonita  THT-KL

vokalis. Kartilago aritenoid kiri dan kanan mendekan karena adduksi

otot-otot ekstrinsik. Selain itu dengan reflek batuk, benda asing yang

telah masuk kedalam trakea dapat dibatukkan keluar. Demikian juga

dengan bantuan batuk, sekret yang berasal dari paru dapat dikeluarkan.

2. Fungsi Respirasi

Adalah dengan mengatur besar kecilnya rima glottis. Bila

m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus

vokalis kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glotis

terbuka.

3. Fungsi Sirkulasi

Dengan terjadinya perubahan tekanan udara didalam traktus

trakebronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus,

sehingga mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian

laring berfungsi juga sebagai alat pengatur sirkulasi darah.

4. Fungsi laring dalam membantu proses menelan

Dengan 3 mekanisme, yaitu gerakan laring bagian bawah keatas,

menutup aditus laringis dan mendorong bolus makanan turun ke

hipofaring dan tidak mungkin masuk ke dalam laring.

5. Fungsi untuk mengekspresikan emosi

Seperti berteriak, mengeluh, menangis, dan lain-lain.

Untuk fonasi, membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada.

Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis. Bila plika

vokalis dalam aduksi, maka m. krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid

ke bawah dan depan, menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan

m. krikoaritenoid posterior akan menahan atau menarik kartilago aritenoid ke

belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan yang efektif untuk berkontraksi.

Sebaliknya kontraksi m. krikoaritenoid akan mendorong kartilago aritenoid ke

depan, sehingga plika vokalis akan mengendor. Kontraksi serta mengendornya

plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada.

11

Page 12: Referat Leonita  THT-KL

D. PROSES PEMBENTUKAN SUARA

Sistem produksi suara, pusat kontrol suara dan penghubung keduanya

mempengaruhi kualitas suara yang dihasilkan.10

1. Sistem produksi suara

Laring (voice box) terdiri atas kartilago dan otot-otot serta memiliki

sepasang pita suara yang akan saling menjauh saat inspirasi dan

mendekat saat ekspirasi. Pita suara dapat saling mendekat dan menjauh

sehingga dapat mengatur jumlah udara yang melewatinya. Frekuensi

getaran yang melalui pita suara dapat berubah secara cepat oleh karena

otot di sekitar pita suara dan tekanan udara saat bernafas, sehingga

timbul nada pada suara yang diproduksi. Pharynx dan cavum oris

keduanya bertindak sebagai resonator.

Suara yang dihasilkan merupakan hasil koordinasi dari lidah, rahang

bawah, palatum mole. Proses ini dinamakan artikulasi.

2. Pusat kontrol suara

Kontrol suara berada pada otak yang menerima dan mengirimkan

kembali rangsang dari berbagai tempat yang berbeda seperti

diafragma, otot-otot dinding dada, abdomen, larynx, pharynx, cavum

oris, palatum mole dan rahang bawah serta mengkoordinasi seluruh

bagian tersebut

3. Neuron penghubung

Syaraf yang berperan penting dalam membawa sinyal dari otak menuju

otot-otot penghasil suara adalah n. laryngeus, yang merupakan cabang

langsung dari n. vagus.7

Gambar 5. Proses Pembentukan Suara

12

Page 13: Referat Leonita  THT-KL

Pita suara saat menarik nafas dalam, posisi respirasi

Pita suara tertutup, posisi fonasi

Pita suara terbuka, terdapat celah sempit antara bagian interkartiloago,

posisi berbisik

E. ETIOLOGI

13

Page 14: Referat Leonita  THT-KL

Setiap keadaan yang menimbulkan gangguan getaran, ketegangan dan

pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan akan menimbulkan suara parau.

Kelelahan suara merupakan keadaan kompleks dan melibatkan banyak organ

tubuh sesuai dengan hambatan yang terjadi pada fisiologi pembentukan suara

serta sifat biomekanis pita suara.

Penyebab suara parau dapat bermacam macam yang prinsipnya

menimpa laring dan sekitarnya. Penyebab ini secara garis besar dapat

diklasifikasikan berupa adanya kelainan kongenital (laringomalasia, laryngeal

webs); proses infeksi baik yang disebabkan oleh bakteri, virus ataupun jamur

(laryngitis akut, laryngitis kronis); proses inflamasi (nodules, polip, kista,

LPR); adanya tumor jinak (papilloma, hemangioma, limphangioma) ataupun

tumor ganas; adanya trauma serta penyakit sistemik.

Beberapa penyebab suara parau yang jarang terjadi antara lain alergi,

masalah pada tiroid, gangguan pada syaraf, dan trauma pada area pita suara.1

Suara parau dapat terjadi dalam waktu lama apabila seseorang

menggunakan suara berlebihan, terlalu keras, atau menggunakan suara dalam

waktu yang sangat lama.

1. Kelainan Kongenital

a. Laringomalasia

Merupakan penyebab tersering suara parau saat bernafas pada bayi

baru lahir. Kelainan kongenital laring pada laringomalasia

kemungkinan merupakan akibat dari kelainan genetik atau kelainan

embriologik. Walaupun dapat terlihat pada saat kelahiran, beberapa

kelainan baru nampak secara klinis setelah beberapa bulan atau tahun.

Dua teori besar mengenai penyebab kelainan ini adalah bahwa

kartilago imatur kekurangan struktur kaku dari kartilago matur,

sedangkan yang kedua mengajukan teori inervasi saraf imatur yang

menyebabkan hipotoni. Sindrom ini banyak terjadi pada golongan

sosio ekonomi rendah, sehingga kekurangan gizi mungkin merupakan

salah satu faktor etiologinya.

14

Page 15: Referat Leonita  THT-KL

b. Laringeal webs

Merupakan suatu selaput jaringan pada laring yang sebagian

menutup jalan udara. 75 % selaput ini terletak diantara pita suara,

tetapi selaput ini juga dapat terletak diatas atau dibawah pita suara.

2. Infeksi

a. Infeksi virus

Infeksi paling banyak yang menyebabkan suara parau dikarenakan

oleh infeksi virus. Virus penyebab yang paling sering yaitu rhinovirus

(common cold virus) , adenovirus, influenza virus dan parainfluenza

virus.

b. Infeksi bakteri

Infeksi bakteri pada daerah laring bisa terjadi, epiglottitis bakterial

oleh Hemophilus influenzae type B (HiB) merupakan salah satu yang

sering terjadi dan kadang dapat menimbulkan infeksi yang fatal.

Bakteri penyebab yang lain yaitu Staphylococcus aureus dan

Streptococcus pneumoniae tetapi jarang.

c. Infeksi jamur

Infeksi jamur candida pada mulut dan tenggorokan kadang bisa

menyebabkan suara parau pada anak yang sehat, tetapi ini merupakan

komplikasi yang jarang terjadi kecuali anak dengan imunosupresi

(kemoterapi, HIV, atau Immune deficiency syndrome).

Laringitis merupakan penyebab tersering suara parau yang dapat

diakibatkan infeksi virus atau bakteri dan biasanya terjadi bersamaan

dengan common cold. Inflamasi menyebabkan pembengkakan jaringan-

jaringan laring.

15

Page 16: Referat Leonita  THT-KL

Pembengkakan korda vokalis terjadi pada infeksi saluran napas atas,

common cold, atau pemakaian suara berlebihan. Radang laring dapat akut

atau kronik.1

Laringitis Akut

Laringitis akut merupakan radang mukosa pita suara dan laring

kurang dari tiga minggu. Penyebab radang ini adalah bakteri. Pada radang

ini terdapat gejala radang umum seperti demam, malaise, dan gejala lokal

seperti suara parau sampai tidak bersuara sama sekali (afoni), nyeri

menelan atau berbicara serta gejala sumbatan laring.

Pada pemeriksaan tampak mukosa laring hiperemis, membengkak,

terutama di atas dan bawah pita suara. Terapi yang diberikan berupa

istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari., menghirup udara

lembab, menghindari iritasi pada laring dan faring. Antibiotika diberikan

jika peradangan berasal dari paru.1,3

Laringitis Kronik

Penyakit ini ditemukan pada orang dewasa. Sebagai faktor yang

mempermudah terjadinya radang kronis ini ialah intoksikasi alkohol atau

tembakau, inhalasi uap atau debu yang toksik, radang saluran napas dan

penyalahgunaan suara (vocal abuse).

Pada laringitis kronis terdapat perubahan pada selaput lendir,

terutama selaput lendir pita suara. Pada mikrolaringoskopi tampak

bermacam-macam bentuk, tetapi umumnya yang kelihatan ialah edema,

pembengkakan serta hipertrofi selaput lendir pita suara atau sekitarnya.

Terdapat juga kelainan vaskular, yaitu dilatasi dan proliferasi, sehingga

selaput lendir itu tampak hiperemis.

Bila peradangan sudah sangat kronis, terbentuklah jaringan fibrotik

sehingga pita suara tampak kaku dan tebal, disebut laringitis kronis

hiperplastik. Kadang-kadang terjadi keratinisasi dari epitel, sehingga

tampak penebalan pita suara yang di suatu tempat berwarna keputihan

16

Page 17: Referat Leonita  THT-KL

seperti tanduk. Pada tempat keratosis ini perlu diperhatikan dengan baik,

sebab mungkin di bawahnya terdapat tumor yang jinak atau yang ganas.4

Suara parau juga dapat disebabkan oleh tuberkulosis (TB) dan lues.1,3

Gambar 6. laring dan pita suara pada laringitis

3. Inflamasi

Berkembangnya nodul, polip atau granuloma pada pita suara dapat

diakibatkan oleh iritasi dan inflamsi yang kronis pada pita suara yang

berasal dari merokok, batuk, penyalahgunaan suara dan terpapar racun dari

lingkungan.

a. Nodules

Nodule paling sering didapatkan pada anak-anak dan wanita. Pada

laki-laki jarang. Terdapat berbagai sinonim klinis untuk nodul vokal

termasuk screamer’s nodule, singer’s node, atau teacher’s node.

Nodulus jinak dapat terjadi unilateral dan timbul akibat penggunaan

korda vokalis yang tidak tepat dan berlangsung lama. Letaknya sering

pada sepertiga anterior atau di tengah pita suara, unilateral atau

bilateral.

Klinis yang ditimbulkan adalah suara parau, kadang-kadang

disertai batuk. Pada pemeriksaan terdapat nodul di pita suara sebesar

kacang hijau atau lebih kecil, berwarna keputihan. Diagnosis

ditegakkan dengan pemeriksaan laring tidak langsung / langsung.

Beberapa pasien berespon baik dengan pembatasan dan reedukasi

17

Page 18: Referat Leonita  THT-KL

vokal, namun banyak juga yang memerlukan pembedahan

endoskopik.6,8

Gambar 7. Vocal Nodule

b. Polip

Polip laring ditemukan pada orang dewasa, lebih banyak pada pria

dari pada wanita, dan sangat jarang didapatkan pada anak. Pada

pemeriksaan, polip paling sering ditemukan di sekitar komisura

anterior, tampak bulat, kadang-kadang berlobul, berwarna pucat,

mengkilat dengan dasarnya yang lebar di pita suara, dan tampak kapiler

darah sangat sedikit serta ditemukan dapat tunggal atau multipel namun

paling sering unilateral.

Pada polip yang besar, meskipun dasarnya di pita suara, polip ini

ditemukan di subglotik. Epitel di sekitar polip tidak berubah, tidak ada

tanda radang. Polip dengan vaskularisasi yang banyak akan berwarna

merah, kadang-kadang terjadi fibrotik, sehingga tidak tampak mengkilat

lagi.

Pengangkatan bedah harus dilakukan pada satu sisi berturut-turut,

untuk mencegah pembentukan sinekia pada komisura anterior.

Pembedahan harus diikuti menghentikan merokok dan reedukasi vokal.

Jika tidak demikian, mungkin terjadi kekambuhan jaringan polipoid

yang tebal sepanjang korda vokalis.8

18

Page 19: Referat Leonita  THT-KL

Gambar 8. Polip pada pita suara

c. Kista

Kista pita suara merupakan massa yang terdiri dari membran

(sakus). Kista dapat berlokasi dekat permukaan pita suara atau lebih

dalam, dekat ligament. Sama seperti nodul dan polip, ukuran dan

lokasi mengganggu getaran dari pita suara dan menyebabkan suara

parau. Terapi pembedahan diikuti terapi vokal merupakan terapi yang

disarankan.1

Gambar 9. Kista pada pita suara

d. Laringofaringeal Refluks

19

Page 20: Referat Leonita  THT-KL

Laringofaringeal refluks adalah suatu keadaan dimana kembalinya

isi perut kedalam esofagus dan masuk kedalam tenggorokan (laring

dan faring). Beberapa sinonim untuk LPR dari beberapa literature

kedokteran: reflux laryngitis, laryngeal reflux, gastropharyngeal reflux,

pharyngoesophageal reflux, supraesophageal reflux, extraesophageal

reflux, atypical reflux. Dan yang paling diterima dari berbagai sinonim

terrsebut adalah extraesophageal reflux.12

Penyebab LPR adalah adanya refluks secara retrograde dari asam

lambung atau isinya (pepsin) ke supraesofagus dan menimbulkan

cidera mukosa. Sehingga terjadi kerusakan silia yang menibulkan

pembentukan mucus, aktivitas mendehem (throat clearing) dan batuk

kronis yang berakibat iritasi dan inflamasi pada faring.

Patofisiologi tentang LPR masih menjadi kajian banyak para

ilmuan. Sampai saat ini dua hipotesis yang diterima dikalangan ilmuan

untuk proses terjadinya LPR. Hipotesis yang pertama yaitu asam

lambung secara langsunng menciderai laring dan jaringan sekitarnya.

Hipotesis yang kedua menyatakan bahwa asam lambung dalam

esofagus distal merangsang reflex vagal yang mengakibatkan

bronkokonstriksi dan gerakan mendehem (throat clearing) dan batuk

kronis, yang pada akhirnnya menimbulkan lesi pada mukosa saluran

nafas.

Pasien dengan LPR bisanya mempunyai gejala yang tidak spesifik

seperti globus sensation, kelelahan vocal, suara serak, batuk kronis,

tenggorokan terasa kering, sakit tenggorokan dan disfagia.

Gejala tersebut bukan merupakan gejala yang harus ada pada LPR,

namun gejala lain yang biasanya menyertai adalah: eksaserbasi asma,

otalgia, lender tenggorakan berlehihan, halitosis (bauk mulut), sakit

leher, odinofagia, postnasal drip dan gangguan pada suara.12

4. Tumor

Tumor Jinak

20

Page 21: Referat Leonita  THT-KL

a. Papilloma

Papiloma laring adalah suatu tumor jinak pada laring yang berasal

dari jaringan epitel skuamosa.4 Papiloma laring adalah tumor jinak

yang sering dijumpai pada anak-anak 80% pada usia kelompok usia di

bawah 7 tahun, sedangkan pada orang dewasa 20-40 tahun.4

Tumor ini dapat digolognkan dalam 2 jenis :

1. Papiloma laring juvenile

Ditemukan pada anak-anak biasanya berbentuk multipel dan

mengalami regresi pada waktu dewasa.

2. Pada orang dewasa

Biasanya berbentuk tunggal, tidak akan mengalami resolusi dan

merupakan prakanker dan menjadi ganas bila dijumpai subtype

yang spesifik yaitu HVP 16. Pada pasien dengan papilloma laring,

mukosa normalnya terdapat HVP pada 20% kasus, sebaliknya pada

mukosa jalan nafas yang normal ditemukan HVP 4% kasus.4

Gejala klinis yang timbul tergantung pada letak dan besarnya

tumor. Gejala yang paling sering dijumpai adalah perubahan suara.

Cohen (1980) menemukan 90% kasus terjadi perubahan suara.11 Suara

serak merupakan gejala dini dan keluhan yang paling sering

dikemukakan apabila tumor tersebut terletak di pita suara. Papilloma

laring dapat membesar, Kadang-kadang dapat mengakibatkan

sumbatan jalan nafas yang mengakibatkan stridor dan sesak.

Secara makroskopik dapat terlihat papiloma laring berupa lesi

eksofitik, seperti kembang kol, berwarna abu-abu atau kemerahan

dan mudah berdarah. Tipe lesi ini bersifat agresif dan mudah kambuh,

tetapi dapat hilang sama sekali secara spontan, letak dapat diadaerah

glottis, sub ataupun supraglotis.

Gambar 10. Papilloma Pada Pita Suara

21

Page 22: Referat Leonita  THT-KL

Papilloma pada pita suara sebelah kiri

Bilateral papilloma

b. Hemangioma

Merupakan tumor jinak pembuluh darah, mungkin timbul pada daerah

jalan nafas dan menyebabkan suara parau atau lebih sering stridor.

c. Limphangioma ( higroma kistik)

Merupakan tumor pembuluh limfa. Sering timbul didaerah kepala dan

leher dan dapat mengenai pada jalan nafas yang menyebabkan stridor

atau suara parau.

Tumor ganas

Tumor Ganas laring lebih sering mengenai laki-laki dibanding

perempuan, dengan perbandingan 11 : 1. Terbanyak pada usia 56-69

tahun.4 Penyebab pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan

beberapa hal yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring

22

Page 23: Referat Leonita  THT-KL

yaitu : rokok, alkohol, sinar radio aktif, polusi udara, radiasi leher dan

asbestosis.

Karsinoma sel skuamosa meliputi 95 – 98% dari semua tumor

ganas laring, dengan derajat difrensiasi yang berbeda-beda.

Karsinoma Verukosa. Adalah satu tumor yang secara histologis

kelihatannya jinak, akan tetapi klinis ganas. Insidennya 1 – 2% dari

seluruh tumor ganas laring, lebih banyak mengenai pria dari wanita

dengan perbandingan 3 : 1. Tumor tumbuh lambat tetapi dapat membesar

sehingga dapat menimbulkan kerusakan lokal yang luas. Tidak terjadi

metastase regional atau jauh. Pengobatannya dengan operasi, radioterapi

tidak efektif dan merupakan kontraindikasi. Prognosanya sangat baik.4,5

Adenokarsinoma. Angka insidennya 1% dari seluruh tumor ganas

laring. Sering dari kelenjar mukus supraglotis dan subglotis dan tidak

pernah dari glottis. Sering bermetastase ke paru-paru dan hepar. two years

survival rate-nya sangat rendah. Terapi yang dianjurkan adalah reseksi

radikal dengan diseksi kelenjar limfe regional dan radiasi pasca operasi.4,5

Kondrosarkoma. Adalah tumor ganas yang berasal dari tulang

rawan krikoid 70%, tiroid 20% dan aritenoid 10%. Sering pada laki-laki

40 – 60 tahun. Terapi yang dianjurkan adalah laringektomi total.4,5

Berdasarkan Union International Centre le Cancer (UICC) 1982,

klasifikasi dan stadium tumor ganas laring terbagi atas :

1. Supraglotis

Terbatas pada daerah mulai dari tepi atas epiglottis sampai batas atas

glottis termasuk pita suara palsu dan ventrikel laring.

2. Glotis

Mengenai pita suara asli. Batas inferior glottis adalah 10 mm dibawah tepi

bebas pita suara, 10 mm merupakan batas inferior otot – otot intrinsic pita

suara. Batas superior adalah ventrikel laring. Oleh karena itu, tumor glottis

dapat mengenai satu atau kedua pita suara, dapat meluas ke subglotis

23

Page 24: Referat Leonita  THT-KL

sejauh 10 mm, dan dapat mengenai komisura anterior atau posterior atau

prosesus vokalis kartilago arytenoid.

3. Subglotis

Tumbuh lebih dari 10 mm dibawah tepi bebas pita suara asli sampai batas

inferior krikoid.

Suara parau yang persisten atau perubahan suara yang lebih dari 2-

4 minggu ada perokok perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengenali

apakah terdapat kanker laring.

Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak

tumor. Apabila tumor tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan gejala

dini dan menetap. Apabila tumor tumbuh di daerah ventrikel laring, di

bagian bawah plika ventrikularis, atau di batas inferior pita suara, serak

akan timbul kemudian. Pada tumor supraglotis dan subglotis, serak dapat

merupakan gejala akhir atau tidak timbul sama sekali. Pada kelompok ini,

gejala pertama tidak khas dan subjektif, seperti perasaan tidak nyaman,

rasa ada yang mengganjal di tenggorok. Tumor hipofaring jarang jarang

menimbulkan serak, kecuali tumornya eksentif. Fiksasi dan nyeri

menimbulkan suara bergumam (hot potato voice).

Pilihan terapi yang diberikan meliputi pembedahan, radiasi dan

atau kemoterapi. Ketika kanker laring ditemukan lebih awal maka pilihan

terapi berupa pembedahan atau radiasi dengan angka kesembuhan tinggi,

lebih dari 90%.5

Gambar 11. Karsinoma Sel Squamosa pada Laring

24

Page 25: Referat Leonita  THT-KL

5. Trauma

Trauma laring merupakan suatu keadaan dimana laring mengalami

suatu kerusakan yang dapat disebabkan oleh trauma tumpul, trauma tajam,

dan penyebab lainnya. Hal ini menyebabkan fungsi laring sebagai proteksi

jalan nafas, pengaturan pernafasan dan penghasil suara terganggu,

sehingga dapat menimbulkan resiko kecacatan bahkan kematian.3

Pada trauma laring, gejala dan tanda klinis yang biasanya didapatkan

adalah sesak nafas. Batuk, batuk darah, emfisema subkutis (pada leher,

kepala, dada), sianosis, gangguan suara juga merupakan tanda dan gejala

klinis yang mengarah ke perlukaan jalan nafas.

a. Endotracheal intubasi pada pembedahan atau resusitasi bisa

menyebabkan suara parau.

b. Benda asing

Benda asing yang termakan oleh anak-anak bisa masuk ke laring dan

menyebabkan suara parau dan kesulitan bernafas.

c. Fraktur pada laring

Trauma langsung pada laring dapat menyebakan fraktur kartilago

laring yang menyebabkan lokal hematoma atau mengenai saraf.

6. Paralisis pita suara

Paralis berarti terganggunya kemampuan anggota tubuh untuk

bergerak dan berfungsi, yang biasanya diakibatkan karena kerusakan saraf.

Paralisis dapat terjadi juga pada pita suara. Paralisis pita suara terjadi

ketika salah satu atau kedua pita suara tidak dapat membuka ataupun

menutup dengan semestinya.13

Pada daerah laring, secara anatomis terdapat nervus vagus dan

cabangnya yaitu nervus laringeus rekurens yang mempersarafi pita suara.

Jika terjadi penekanan maupun kerusakan terhadap nervus ini maka akan

terjadi paralisis pita suara, di mana pita suara tidak dapat beradduksi.

Secara normal, ketika berfonasi, kedua pita suara beradduksi, tetapi karena

25

Page 26: Referat Leonita  THT-KL

terjadi paralisis salah satu atau kedua pita suara, maka vibrasi yang

dihasilkan oleh pita suara tidak maksimal. 9, 12,13,14

Gambar 12. Paralisis Pita Suara

7. Penyakit sistemik

a. Endokrin: hypothyroidisme, acromegaly

b. Rheumatoid arthritis berdampak pada kaitan antar sendi pada laring

c. Penyakit Granulomatous contoh. sarcoid, Wegener's, syphilis, TB

Tabel.1Penyebab Suara parau pada umumnya3

Disfoni fungsional

Secaraanatomi normal, tetapi terjadi penggunaan yang abnormal dari mekanisme suara. Kondisi ini terkait dengan stress, gangguan psikologi atau kompensasi dari infeksi saluran napas atas.

Laryngeal papilloma

Pertumbuhan massa di laring yang disebabkan oleh infeksi HPV

Disfoni akibat ketegangan otot

Gangguan suara sebagai akibat dari tekanan yang berlebihan atau tidak seimbang saat bicara. Kondisi ini diakibatkan oleh teknik bicara yang tidak tepat dan biasanya berhubungan dengan refluk laryngitis.

Reflux laryngitis Inflamasi laring yang disebabkan iritasi asam lambung.

Reinke's.d.e edema

Akumulasi cairan pada pita suara. Kondisi ini berkaitan dengan merokok dan penyalahgunaan suara. Dapat juga pada refluk laringitis.

Disfoni Spasmodik

Suatu kondisi di mana suara terhenti tiba-tiba dan bicara yang terputus-putus. Hal ini merupakan disfonia yang terjadi secara fokal pada otot-otot laring.

26

Page 27: Referat Leonita  THT-KL

Paralysis pita suara

Kelemahan atau tidak bergeraknya satu atau kedua pita suara.

Vocal nodules Pembentukan jaringan fibrotik pada pita suara. Biasa disebut ”nodes”

F. EPIDEMIOLOGI

Di dunia barat sekitar sepertiga penduduk yang menggunakan suaranya

untuk bekerja. Di Inggris sekitar 50.000 pasien per tahun dirujuk ke bidang

THT karena bermasalah dengan suaranya.10

G. FAKTOR RESIKO

Faktor resiko terjadinya suara parau :

1. Bernafas pada lingkungan yang tidak bersih

2. Pubertas berkaitan dengan pelebaran laring

3. Merokok (juga merupakan faktor resiko utama terjadinya karsinoma

Laring)

4. Penyalahgunaan obat-obatan

5. Stres, gelisah, depresi dapat menyebabkan tremor pita suara

6. Laringofaringeal refluk

7. Penggunaan steroid dalam jangka waktu lama

8. Minum alkohol, kopi berlebihan

9. Berteriak pada acara olahraga atau tempat ramai seperti bandara dan bar

10. Pekerjaan yang menggunakan suara sebagai modal utama misal : guru,

aktor, penyanyi

H. GEJALA KLINIS

Keluhan yang menyertai suara parau bervariasi pada setiap orang

tergantung intensitas dan etiologi yang mendasari suara parau tersebut, dapat

dirasakan sementara atau intermiten maupun terus-menerus atau kontinu.

27

Page 28: Referat Leonita  THT-KL

Gejala klinis yang umum, antara lain : 6

1. Rasa gatal di tenggorokan

2. Perasaan adanya benda asing di tenggorokan

3. Suara tercekat di tenggorokan

4. Ketidakmampuan menghasilkan suara yang jernih

5. Perubahan suara baik disertai nyeri tenggorokan atau tidak

6. Nyeri dan sulit menelan

7. Batuk

Gejala klinis spesifik timbul berkaitan dengan etiologi yang mendasari :

1. Radang laring akut biasanya disertai gejala lain seperti demam, dedar

(malaise) nyeri menelan atau berbicara, batuk, di samping suara parau.

Kadang-kadang dapat terjadi sumbatan laring dengan gejala stridor serta

cekungan di epigastrium, sela iga dan sekitar klavikula. Pada pasien dengan

laryngitis akut ada satu keadaan yang disebut disfoni ventricular, yaitu

keadaan plika ventricular yang mengambil alih fungsi fonasi dari pita suara,

misalnya sebagai akibat pemakaian suara yang terus-menerus. Inilah

pentingnya istirahat berbicara (vocal rest) pada pasien laryngitis akut,

disamping pemberian obat-obatan.

2. Radang laring kronik tidak spesifik, dapat disebabkan oleh sinusitis kronis

atau bronchitis kronis atau karena penggunaan suara seperti berteriak-teriak

atau biasa berbicara keras (vocal abuse). Radang kronik spesifik misalnya

tuberkulosa dan lues. Gejalanya selain suara parau, terdapat juga gejala

penyakit penyebab atau penyakit yang menyertainya.

3. Tumor laring dapat jinak atau ganas. Gejala tergantung dari lokasi tumor,

misalnya tumor pita suara segera timbul suara parau dan bila tumor tumbuh

menjadi besar menimbulkan sumbatan jalan nafas. Tumor ganas biasanya

28

Page 29: Referat Leonita  THT-KL

tumbuh lebih cepat. Tumor ganas sering disertai gejala lain, misalnya batuk

(kadang batuk darah), berat badan menurun, keadaan umum memburuk.

4. Paralisis otot laring dapat disebabkan oleh gangguan persarafan, baik

sentral maupun perifer, dan biasanya paralisis motorik bersama dengan

paralisis sensorik. Kejadiannya dapat unilateral atau bilateral. Lesi

intracranial biasanya mempunyai gejala lain dan muncul sebagai kelainan

neurologic selain dari gangguan suaranya. Penyebab sentral, misalnya

paralisis bulbair, siringomelia, tabes dorsalis, multiple sklerosis. Penyebab

perifer, misalnya struma, pasca strumektomi, limfadenopati koli, trauma

leher, tumor oesofagus dan mediastinum, aneurisma aorta dan arteria

subklavia dextra.

5. Paralisis pita suara merupakan kelainan otot intrinsic laring yang sering

ditemukan dalam klinik. Gambaran posisi pita suara dapat bermacam-

macam tergantung otot mana yang terkena. Karena saraf laring superior dan

inferior bersifat motorik dan sensorik, maka biasanya paralisis motorik

terdapat bersamaan paralisis sensorik pada laring. Paralisis motorik otot

laring dapat digolongkan menurut lokasi, jenis otot yang terkena dan

jumlah otot yang terkena. Penggolongan menurut lokasi, misalnya dikenal

paralisis unilateral dan bilateral. Menurut jenis otot yang terkena dikenal

paralisis aduktor atau paralisis abductor atau paralisis tensor. Sedangkan

penggolongan menurut jumlah otot yang terkena, paralisis sempurna atau

tidak sempurna. Secara klinik paralisis otot laring dikenal unilateral midline

paralysis, unilateral incomplete paralysis, bilateral midline paralysis,

bilateral incomplete paralysis, complete paralysis, adductor paralysis,

thyroarythenoid muscle paralysis dan cricothyroidmuscle paralysis.

I. DIAGNOSIS BANDING

TABEL.2DIAGNOSIS BANDING

29

Page 30: Referat Leonita  THT-KL

Kualitas Suara Differential diagnosis

Breathy Paralisis pita suara, disfoni karena Spasme abductor, disfoni fungsional

Hoarse Paralisis pita suara, disfoni karena ketegangan otot, laryngitis karena refluk

Low-pitched

Oedema Reinke, penyalahgunaan suara, refluk laryngitis, paralysis pita suara, disfoni karena ketegangan otot

Strained Disfoni karena spasme m. adductor, disfoni karena ketegangan otot, refluk laryngitis

Tremor Parkinson, tremor essential pada kepala dan leher, disfonia karena spasme, disfoni karena ketegangan otot

Vocal fatigue

Disfoni karena ketegangan otot, paralysis pita suara, refluk laryngitis, penyalahgunaan suara

J. PEMERIKSAAN KLINIS

Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan umum (status generalis),

pemeriksaan THT termasuk pemeriksaan laring tak langsung untuk melihat

laring melalui kaca laring, maupun pemeriksaan laring langsung dengan

laringoskop atau dengan mikroskop, mikrolaringoskopi dan bedah mikro

laring. Visualisasi laring mungkin diperlukan untuk menentukan kondisi dari

pita suara apakah ada lesi atau gerakan yang abnormal yang mendasari

kelainan suara. Secara umum, pemeriksaan laring harus dilakukan jika suara

parau menetap selama lebih dari 2 minggu.14

K. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk mendiagnosis suara parau diperlukan evaluasi lanjut (pemeriksaan

penunjang) yang mendetail karena sebagian besar penderita dengan suara

parau tidak mencari pertolongan medis karena keluhan ini biasanya

berlangsung singkat. Beberapa pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis

suara parau :

30

Page 31: Referat Leonita  THT-KL

1. Pemeriksaan laboratorium darah (rutin, hitung eosinofik dan Ig E) untuk

mengetahui adanya infeksi dan alergi yang mendasari).

2. Pemeriksaan rontgen, CT scan, MRI untuk mengetahui adanya sinusitis,

deformitas struktur fonasi.

3. Laringostomi untuk melihat pita suara apakah ada nodul, kista, polip, dan

kanker tenggorokan.

4. Stroboskop digunakan untuk melihat pita suara untuk mendiagnosa

kondisi yang menimbulkan suara serak. Pasien mendengung atau berbicara

pada sebuah mikrofon yang meng-aktifkan stroboskop pada frekuensi

yang sama atau sedikit berbeda. Sumber cahaya dan kamera diposisikan

oleh endoskopi.

5. Pemeriksaan mikrobiologik dengan kultur usap tenggorok.

6. Evaluasi

L. PENATALAKSANAAN

Karena akibat yang timbul akibat kelelahan bersuara, maka perlu

beberapa langkah pencegahan maupun terapi. Bila belum timbul keluhan,

pencegahan merupakan hal yang terpenting. Beberapa peneliti menyarankan

untuk minum air setiap beberapa saat setelah berbicara. Laki-laki yang minum

air akan dapat membaca dengan kualitas suara yang baik dalam waktu yang

lebih lama dibandingkan dengan yang tidak diberi minum air. Hal yang sama

didapatkan pada penyanyi karaoke amatir. Istirahat bersuara merupakan salah

satu tehnik untuk mengistirahatkan organ-organ pembentuk suara. 8

31

Page 32: Referat Leonita  THT-KL

Faktor-faktor lain yang menjadi faktor risiko terjadinya kelelahan

bersuara juga harus diperhatikan. Penggunaan alkohol, merokok, dan obat-

obatan tertentu sebaiknya dihindari karena dapat mempengaruhi kondisi

permukaan plika vokalis. Salah satu penyebab iritasi laring adalah refkuks dari

esofagus. Hal ini dapat mempercepat kelelahan bersuara karena akan

mengakibatkan hilangnya lapisan mukus permukaan pita suara serta

terkelupasnya epitel. Beberapa hal yang dianjurkan untuk mencegah refluks

antara lain, pertama menghindari konsumsi kafein dan coklat karena akan

mengakibatkan relaksasi spinkter esofagus. Kedua, hindari makan dan minum

pada jam tidur dan sebaiknya tunggu 2-3 jam setelah makan baru kemudian

tidur atau posisi ditinggikan. Bila sudah ada gejala refluks mungkin

diperlukan obat-obatan untuk menetralisir asam lambung atau mengurangi

produksinya. 4,8

Ada beberapa pendekatan penatalaksanaan. Pertama, terapi suara dengan

komponen utama berupa edukasi dasar anatomi dan fisiologi produksi suara.

Pasien harus mengerti hubungan antara gangguan suara dan penyebabnya

sehingga lebih menyadari apa yang boleh dilakukan dan apa yang dihindari.

Kedua, konservasi suara yang prinsipnya lebih praktis dan realistis

dibandingkan terpai suara. Caranya adalah dengan mengurangi penggunaan

suara atau istirahat bersuara (vocal rest) pada pasien dengan laringitis akut,

disamping pemberian obat-obatan, yang bertujuan mengurangi oedem

jaringan. Perlu juga mengurangi sumber penyalahgunaan suara dan

menggunakan alat pengeras suara.

Terapi tingkah laku suara ditujukan untuk meningkatkan aspek teknik

penggunaan suara termasuk pernapasan perut, latihan penggunaan tinggi nada

dan istirahat yang benar, meningkatkan phrasing dan tehnik-tehnik spesifik

lainnya. Para penyanyi yang dilatih selama 3 bulan akan mengalami

penurunan serangan kelelahan bersuara secara bermakna dibandingkan

sebelum dilatih.4,8

Terapi medikamentosa terutama ditujukan untuk mengurangi oedem

jaringan dengan pemberian obat-obat anti inflamasi steroid atau nonsteroid. 4,5

32

Page 33: Referat Leonita  THT-KL

Indikasi penggunaan antibiotik atau dekongestan antihistamin pada pasien

dengan suara parau jarang walaupun pada pasien juga terdapat rhinosinusitis

atau bakterial laringotrakeitis, yang mungkin menyebabkan terjadi komplikasi

pada pasien dengan suara parau.8

Indikasi tindakan bedah dilakukan tergantung penyebab dari suara parau.

Misalnya adanya suatu nodul atau polip yang terdapat pada pita suara maka

tindakan bedah mungkin diperlukan selain juga harus menghilangkan faktor

pencetus terbentuknya nodul atau polip akibat penyalahgunaan suara.8

Pada beberapa kondisi tertentu suaraparau memerlukan terapi yang

spesifik. Akan tetapi penatalaksanaan secara umum dapat dilakukan sebagai

berikut:

1. Terapi konservatif

Setiap tindakan dilakukan untuk mengidentifikasi dan menghilangkan

faktor penyebab seperti stres, merokok, dan alkohol. Minum banyak air

putih dapat mencegah tenggorokan dari kekeringan. Istirahat berbicara

selama dua sampai tiga hari.

2. Terapi Wicara

Speech therapist memegang peranan penting dalam memberikan terapi

terhadap pasien dengan gangguan pada suara, misal oleh karena vocal

nodule dan kesalahan penggunaan suara. Terapi memerlikan waktu

beberapa minggu atau beberapa bulan, sehinggga diperlukan motivasi

kepada pasien.

3. Terapi medikamentosa

Infeksi saluran pernafasan atas seringkali disebabkan oleh infeksi

virus. Tirah baring, pemberian parasetamol atau larutan aspirin gargle

dapat diberikan. Pemberian antibiotik dianjurkan jika terdapat infeksi

bakteri. Nasal spray diberikan pada pasien dengan inflamasi kronik sinus.

Pada pasien dengan gastroesofageal refluk, dapat diberikan medikasi

untuk mengurangi sekresi asam lambung.

4. Pembedahan

33

Page 34: Referat Leonita  THT-KL

Pembedahan dianjurkan untuk diagnosis (contoh:biopsi) dan terapi

(contoh: mengambil massa tumor dan laser surgery). Operasi dapat

dilakukan dengan fibre optic endoscope dengan anestesi

umum.Pembedahan pada penyebab suara parau non-cancer hanya

diindikasikan jika penatalaksanaan dengan cara lain gagal.7

BAB III

KESIMPULAN

Suara serak merupakan suatu gejala tetapi jika prosesnya berlangsung

lama maka merupakan tanda awal dari penyakit yang serius di daerah tenggorok.

Berbagai dampak yang mungkin timbul akibat suara parau, yaitu dampak terhadap

kualitas hidup dan kelainan permanen pada laring. Dampak kualitas hidup

terutama terjadi akibat ketidakmampuan untuk berbicara terus menerus dalam

waktu lama, sehingga dapat mengganggu pekerjan, sosialisasi dengan masyarakat

sekitar dan juga secara ekonomis baik secara langsung maupun tidak langsung.

Hal ini dapat disebabkan oleh kelainan kongenital, infeksi, inflamasi, tumor,

trauma, maupun penyakit sistemik. Penatalaksanaannya terdiri dari terapi

konservatif, terapi suara, terapi medika mentosa dan terapi operatif.

34

Page 35: Referat Leonita  THT-KL

35

Page 36: Referat Leonita  THT-KL

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery. 1994.

http://www.entassociates.com/hoarseness.htm

2. Guyton AC, Hall JE. Fisiologi olahraga. Dalam Setiawan 1 ed. Buku Ajar

Fisiologi Kedokteran ed 9. EGC 1997:1339-1354.

3. Herman B, Kartosudiro S. 2002. Dalam Soepardi EA, Iskandar HN (eds).

Suara parau. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta; pp: 706-9.

4. Hermani B. Tumor Laring. Dalam Soepardi EA,dkk, penyunting. Buku

Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher.

Edisi ke-6. Jakarta:FKUI; 2007; h 194-98.

5. Haryuna Sh, Tumor Ganas Laring. Bagian Patologi Anatomi Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Diunduh dari

www. repository.usu.ac.id (diakses tanggal 23 April 2013).

6. Hull. 2000. Hoarseness. Journal of Respiratory Disease for Pediatricians.

http://www.drhull.com/EncyMaster/H/hoarseness.html. ( 22 April 2013)

7. Kadriyan H. 2008. Hoarseness. Cermin Dunia Kedokteran No. 155, 2007

93. Dari http://www.kalbefarma1. com/cdk

8. Lundy, Donna R; Casiano, Roy R. 1999. Diagnosis and Management of

Hoarseness. Hospital

Physician journal. www.turner-white.com/pdf/hp_oct99_hoarse.pdf. ( 22

April 2013)

9. Paparela MM, Shumrick DA, Otolaryngology Head and Neck vol.3.

Philadelphia: W.B Saunders Company.

36

Page 37: Referat Leonita  THT-KL

10. Rosen, Clark.1998. Evaluating Hoarseness: Keeping Your Patient's Voice

Healthy

11. Siti Hajar HT, “Anastesi Umum pada Penatalaksanaan Papiloma Laring

secara Bedah Mikrolaring”. Bagian Anastesiologi dan Reanimasi. Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 200. Medan. Didapat dari :

www.libraryusu.ca.id

12. Snow Jr JB, Ballenger JJ, Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and

Neck Surgery 16th ed. 2003. Spain: BC Decker Inc.

13. Vocal Cord Paralysis. http://emedicine.medscape.com/article/863779-

overview. (diakses tanggal 23 April 2013).

14. Zeitels SM, Healy GB; Laryngology and phonosurgery. N Engl J Med :

349(9):882-92.

(http://www.jaypeejournals.com/eJournals/ShowText.aspx?

ID=2421&Type=FREE&TYP=TOP&IN=_eJournals/images/

JPLOGO.gif&IID=199&isPDF=YES)

15. http://kinantijethaaa.blogspot.com/2010/06/gangguan-komunikasi.html

(diakses tanggal 29 Maret 2013).

16. http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/03/15/disfonia/

(diakses tanggal 29 Maret 2013).

17. http://sikkahoder.blogspot.com/2012/08/suara-serak-etiologi-dan-

penatalaksanaan.html#.UX12_Uo0nPg (diakses tanggal 29 Maret 2013)

37