referat laser dermatologi

22
REFERAT LASER DERMATOLOGI Oleh : Friskiandi, S. Ked (N 101 10 061) Pembimbing Klinik : dr. NURHIDAYAT, Sp.KK KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RSUD UNDATA PALU DAN UNIVERSITAS TADULAKO 2014

Upload: andhy

Post on 24-Dec-2015

156 views

Category:

Documents


24 download

DESCRIPTION

kulkel

TRANSCRIPT

REFERAT

LASER DERMATOLOGI

Oleh :

Friskiandi, S. Ked

(N 101 10 061)

Pembimbing Klinik :

dr. NURHIDAYAT, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

RSUD UNDATA PALU DAN UNIVERSITAS TADULAKO

2014

BAB I

PENDAHULUAN

Kata laser adalah singkatan dari Light Amplification by Stimulated Emission of

Radiation. Laser merupakan cahaya koheren monokromatik dan lurus. Laser bekerja sesuai

dengan prinsip optik dan elektronik. Laser diciptakan berdasarkan quantum theory of

radiation yang menyatakan bahwa atom atau molekul berada dalam keadaan istirahat pada

keadaan normal. Jika terpajan sinar, maka atom akan tereksitasi dari keadaan stabil menjadi

tidak stabil. Atom atau molekul yang tidak stabil akan kembali ke keadaan stabil dengan

memancarkan radiasi spontan. 1

Untuk menghasilkan laser harus ada sumber energi (lazim disebut pompa energi

media aktif) dan resonator optik dengan cermin. Energi yang terlepas diserap oleh atom

dalam bentuk foton. Saat atom melepaskan foton, energi juga lepas dalam bentuk sinar. Flash

lamp adalah salah satu contoh sumber tenaga laser. Media aktif yang dipakai beragam

termasuk gas, cairan, dan zat padat (CO2, fluorescent dyes, ruby). 2

 Mula-mula diintroduksi oleh Einstein pada tahun 1917 yang dikembangkan oleh

Maiman pada tahun 1960 menjadi laser pertama yaitu laser Ruby. Tahun 1963 Leon

Goldman, seorang spesialis penyakit kulit pertama kali mengaplikasi laser pada kulit

manusia. Beliau dapat disebut sebagai Bapak Laser Kedokteran di Amerika. 2

Sejak ditemukannya alat laser pada tahun 1960 oleh T.H. Maiman dari The Hughes

Research Laboratories California, USA alat ini telah berkembang dengan sangat pesat dan

meliputi berbagai disiplin ilmu kedokteran dan bidang-bidang di luar kedokteran. Di bidang

kedokteran, selain penyakit kulit juga dipakai dalam bidang penyakit mata, THT, urologi,

gigi-mulut, bedah, saraf, kebidanan, dan lain-lain. Di bidang lain, laser dipakai dalam

industry, fotografi, kemiliteran, komunikasi, dan hampir semua bidang teknologi. Di bidang

dermatologi, laser berkembang menjadi bedah laser dan laser kosmetik. 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. SISTEM LASER

Sistem laser terdiri atas:

1. Medium laser dapat berupa padat (Ruby), cair (zat warna organik) dan gas (Argon dan

CO2).

2. Ruang gema optik. Sebagai usaha untuk memperoleh cahaya koheren, dibutuhkan

satu ruang gema optik. Ruang ini merupakan tempat amplifikasi cahaya serta tempat

untuk menyeleksi foton, agar berjalan pada arah yang dikehendaki. Ruang gema optik

ini di bagian depan dibatasi oleh cermin yang mempunyai daya pantul terbatas

(partially reflecting mirror), sedangkan di bagian belakang juga terdapat cermin

dengan daya pantul total. Letak cermin sedemikian rupa sehingga cahaya dapat

berjalan sejajar dengan sumbu ruang gema optik. Di dalam ruang ini terdapat medium

laser yang biasanya berbentuk tabung atau batang.

3. Sumber energi, atau “pompa” dapat berupa listrik, mekanik, atau zat kimiawi.3

Prinsip pembangkit laser menggunakan teori dasar atom. Normalnya semua atom

berada pada tingkat energi yang paling rendah. Keadaan tersebut dinamakan ground level.

Bila energi luar diabsorpsi oleh atom tersebut, elektron yang mempunyai tingkat energi

tertentu menjadi tidak stabil dan akan berubah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Atom

tersebut dalam keadaan excited state. Atom yang dalam keadaan excited state ini bersifat

sementara dan segera kembali ke ground state dengan melepaskan photon. Kejadian

tersebut dinamakan spontaneous emission. Photon adalah energi sinar yang

ditransmisikan ke dalam ruang dan mempunyai panjang gelombang tertentu. Photon dari

atom yang excited state tadi akan menstimulasi atom excited state yang lain sehingga

mengeluarkan photon yang identik dalam hal energi, panjang gelombang dan frekuensi

dan berjalan ke arah yang sama dan mempunyai fase yang sama. Kejadian tersebut

dinamakan stimulated emission of radiation, yang mendasari terjadinya sinar laser.4

B. INTERAKSI SINAR LASER DENGAN JARINGAN

Untuk memahami bagaimana memilih laser yang ideal dari segudang perangkat yang

tersedia saat ini untuk pengobatan kondisi kulit, penting untuk pertama memahami

bagaimana cahaya menghasilkan efek biologis dalam interaksi dengan kulit. Agar energi

laser menghasilkan efek apapun di kulit pertama kali harus diserap. Penyerapan adalah

transformasi energi radiasi (cahaya) ke bentuk energi yang berbeda (biasanya panas) oleh

interaksi tertentu dengan jaringan. Jika cahaya direfleksikan dari permukaan kulit atau

ditransmisikan tanpa adanya penyerapan, maka tidak akan ada efek biologis. Jika cahaya

diserap secara tidak tepat oleh sasaran atau kromofor di kulit maka efeknya juga akan

tidak tepat. Hanya ketika cahaya diserap secara tepat oleh komponen tertentu dari kulit

yang akan ada efek. Sementara ini mungkin terlihat sulit untuk secara akurat

mengantisipasi, pada kenyataannya, hanya ada tiga komponen utama kulit yang menyerap

sinar laser (kromofor) : melanin, hemoglobin, dan cairan intraseluler atau ekstraseluler.

Produsen laser mengambil informasi ini dan merancang perangkat teknologi saat ini yang

menghasilkan cahaya yang mana warna atau panjang gelombang yang tepat untuk secara

tepat diserap oleh salah satu komponen kulit. Hal ini meminimalkan cedera atas kulit

normal sekitarnya.5

Sinar akan berinteraksi dengan jaringan melalui 4 cara, yaitu refleksi, absorbsi,

berpendar (scattering), dan transmisi. Refleksi adalah pemantulan sinar pada permukaan

jaringan tanpa masuk ke dalam jaringan. Sekitar 4-7% sinar direfleksikan pada stratum

korneum. Jumlah sinar yang direfleksikan meningkat sesuai dengan bertambah besarnya

sudut sinar ketika mengenai jaringan dan paling minimal saat sinar jatuh tegak lurus

terhadap jaringan. Sinar laser diabsorbsi oleh sel target yang spesifik (kromofor).

Kromofor mengabsorbsi secara selektif panjang gelombang tertentu, meskipun terdapat

beberapa panjang gelombang yang diabsorbsi secara tumpang tindih. Hal ini merupakan

dasar utama penggunaan laser dalam klinis. 6,7

Kromofor endogen terdiri atas melanin, hemoglobin, air dan kolagen, sedangkan

kromofor eksogen contohnya adalah tinta tato. Menurut hukum Grothus-Draper, sinar

harus diabsorbsi oleh jaringan untuk terjadinya efek pada jaringan. Absorbsi foton dari

sinar laser menimbulkan efek pada jaringan. Absorbsi energi oleh kromofor akan

mengubah energi tersebut menjadi energi termal. Pendaran (scattering) terutama

disebabkan oleh struktur heterogen dalam jaringan. Pada kulit terutama disebabkan

karena kolagen dermis. Pendaran sinar laser diperlukan untuk mengurangi secara cepat

fluence yang diabsorbsi oleh kromofor target dan juga menyebabkan efek klinis pada

jaringan sekitar. Pendaran sinar laser akan menurun dengan bertambahnya panjang

gelombang. Namun aturan ini tidak berlaku untuk sinar laser di luar daerah mid-infrared

dalam spektrum elektromagnetik. Selanjutnya sebagian sinar akan ditransmisi ke jaringan

subkutan tanpa mempengaruhi jaringan yang dilewati dan tidak mengubah komponen

sinar. Semakin besar panjang gelombang, semakin banyak sinar yang ditransmisikan

karena pendaran sinar laser yang terjadi berkurang.6,7

C. MACAM-MACAM LASER

Laser sejak tahun 1960 merupakan alat yang selalu dan perlu dipakai pada berbagai

kelainan kulit. Terdapat sekian banyak sistem laser kedokteran pada saat ini, tetapi

semuanya berdasarkan pada selective photo-thermolysis (SPTL) yaitu fototermolisis

selektif yang berarti memakai energi laser yang tepat, untuk secara selektif mengobati

atau merusak khusus jaringan saja dan tidak merusak jaringan yang lain di sekelilingnya.

Sistem laser yang beredar pada saat ini antara lain:

1. Laser Ruby (panjang gelombang 684 nm). Merupakan laser pertama yang dibuat pada

tahun 1960 oleh T.H. Maiman. Laser Ruby diabsorpsi oleh pigmen biru dan hitam

oleh melanin di kulit dan rambut. Karena hanya menembus kurang dari 1 mm ke

dalam kulit RL digunakan untuk lesi superficial. Karena afinitasnya yang tinggi

terhadap melanin dan kemungkinan risiko hipopigmentasi, RL tidak

direkomendasikan untuk pasien dengan tipe kulit gelap.

2. Laser argon (panjang gelombang 488 dan 514 nm). Sinar ini akan diabsorpsi bila

menyentuh kelainan kulit yang berpigmen dan mengeluarkan energi yang berupa

panas sehingga mengevaporasi pigmen tersebut. Laser argon berkemampuan secara

selektif menghilangkan pigmen yang berada dalam kulit. Indikasinya adalah untuk

telangiektasis, akne rosacea, granuloma piogenikum, keratosis senilis, nevus

pigmentosus, xantoma, lentigo, giant hairy nevus, tato dan lain-lain.

3. Laser CO2 (panjang gelombang 10.600 nm). Diabsorpsi sempurna oleh cairan dan

benda padat. Laser CO2 berkhasiat selain menghancurkan sel dapat pula memotong

kulit dan  jaringan disebut sebagai “pisau sinar”. Perdarahan umumnya sedikit oleh

karena terjadi koagulasi sel-sel darah merah dan penutupan kapiler-kapiler yang

terpotong. Banyak dipakai oleh bagian bedah, THT, bedah saraf, ginekologi, pediatri,

dan bedah mulut. Dibagian kulit dipakai untuk lesi kulit jinak seperti veruka, nevus,

keratosis, laser kosmetik untuk resurfacing kerutan-kerutan di kulit. Laser CO2

fractional photothermolysis telah terbukti efektif terhadap mengobati banyak kondisi

kulit yang sama dengan laser CO2 ablatif tradisional. Beberapa studi telah

menunjukkan karbon dioksida fractional photothermolysis efektif terhadap rhytids,

hiperpigmentasi post inflamasi, melasma, nevus Ota, bekas luka hypopigmentasi dan

hiperpigmentasi, dyschromia, laser-induced hipopigmentasi dan hiperpigmentasi, dan

poikiloderma Civatte. Laser CO2 fractional ultrapulsed telah terbukti sangat efektif

terhadap bekas luka pasca trauma dan patologis. Selain itu, perangkat laser CO2

fractional telah terbukti memperbaiki rhytids periorbital dengan mengencangkan kulit

danelevasi dari alis.

4. Laser Nd Yag (panjang gelombang 1064 nm). Nd:YAG adalah singkatan dari

neodymium: yttrium-aluminum-garnet (Y3Al5O12). Dapat menembus hingga 2 - 3

mm ke dalam dermis sehingga cocok untuk pigmentasi yang lebih dalam di dermis.

Laser ini dapat digunakan dalam bidang kedokteran kosmetik untuk laser hair

removal dan pengobatan untuk defek vascular minor seperti spider vein pada wajah

dan lengan. Akhir-akhir ini juga digunakan untuk diseksi selulitis, penyakit kulit yang

jarang biasanya didapatkan pada kulit kepala. Umumnya dibutuhkan 4-8 sesi untuk

menghilangkan sebagian besar lesi, dengan interval 2-6 bulan antara sesi. Lesi akan

berlanjut menghilang selama waktu ini, mungkin karena melanofag membersihkan

melanin yang berasal dari melanosit sasaran. Kekambuhan dapat terjadi pada 0,6-1,2

% pasien yang lesinya sudah hilang sempurna, mungkin karena sisa melanosit yang

awalnya tak mengandung cukup melanin untuk eradikasi. Antara panjang gelombang

630 dan 1.100 nm absorpsi sinar laser oleh melanin lebih kuat dari pada oleh

hemoglobin, juga penetrasi laser ke dermis yang efektif. Laser lebih baru mempunyai

spot size lebih besar yang memungkinkan penetrasi lebih dalam, sehingga

meminimalkan percikan jaringan (tissue splatter) dan mencegah perubahan tekstur.

5. Laser PDL = Pulse Dye Laser (panjang gelombang 577-585). Sebagai medium laser

di pakai zat warna rodamin. Dipakai terutama pada lesi vaskuler seperti spider vein,

PWS dan lain-lain. Pulsed Dye Laser, atau PDL menggunakan sorotan sinar yang

terkonsentrasi yang menargetkan pembuluh darah di kulit. Cahaya diubah menjadi

panas, menghancurkan pembuluh darah sementara kulit di sekitarnya utuh. Laser

menggunakan cahaya kuning, yang sangat aman dan tidak mengakibatkan kerusakan

kulit jangka panjang.

6. Di samping jenis-jenis laser yang disebut di atas terdapat bermacam-macam jenis lain

namun jarang digunakan, misalnya laser KTP = Potassium-Titanyl-Phosphate, laser

Excumer, Ho yang laser untuk litotripsi danprostat, laser Alexandrite, laser Copper-

Vapor (CVL) dan laser diode. 3,8,9,10

Gambaran hasil terapi laser :

Gambar 2.1 Laser pada lesi vaskuler

Gambar 2.2 Laser pada hair removal

Gambar 2.3 Laser pada tato dan hipopigmentasi

Gambar 2.4 Laser pada Skin resurfacing

D. KEAMANAN LASER

Laser pada umumnya mempunyai bahaya intrinsik. Yang paling sensitif terhadap

sinar laser adalah mata. Kita harus berhati-hati menggunakannya, terutama laser CO2,

jangan sampai langsung mengenai mata karena dapat langsung merusak retina dan

kornea. Sinar laser bersifat kolimasi, yaitu berjalan parallel, sehingga sinar mata akan

memfokuskan sinar ini ke suatu tempat di retina. Laser energy rendah sekalipun, bila

berfokus dapat menyebabkan kerusakan. Jaringan lain yang sensitif terhadap laser adalah

kulit, penyinaran laser voltase tinggidapat menyebabkan kombusio di kulit. Selain itu

dapat menyebabkan kebakaran. Mengingat hal-hal tersebut langkah pengamanan harus

diambil, yakni:

a. Cedera pada mata dihindari dengan memakai kacamata khusus pelindung mata

untuk dokter, petugas, dan pasien

b. Alat-alat bedah yang dapat memantulkan sinar harus disingkirkan

c. Pengamanan instalasi listrik. 

Selain itu pada pintu kamar laser perlu dipasang tanda peringatan bahaya laser.3,11

E. KOMPLIKASI PADA EPIDERMIS

1. Hiperpigmentasi

Masalah ini lebih umum pada pasien dengan jenis kulit lebih gelap. Pasien dengan

kulit cokelat segar juga lebih beresiko. Hiperpigmentasi hampir selalu merupakan

efek sementara yang respon terhadap terapi topikal dan terapi pemutihan dan

membaik dari waktu ke waktu. Hiperpigmentasi relatif umum terjadi setelah ablative

resurfacing (terutama Laser CO2), yang berlangsung rata-rata 3-4 bulan. Resiko

hiperpigmentasi pada penggunaan laser untuk hair removal berkaitan dengan variasi

musiman, kehadiran cokelat, dan pigmen intrinsik mendefinisikan jenis kulit pasien.

Menariknya, meskipun kriogen spray pendingin sistem membatasi hiperpigmentasi

akibat pemanasan epidermis, aplikasi berlebihan pendinginan itu sendiri dapat

menyebabkan kerusakan epidermal dan hiperpigmentasi.12

2. Hipopigmentasi

Hipopigmentasi pasca operasi juga mungkin terjadi, terutama setelah penggunaan

laser dengan melanin sebagai target, atau pigmen khusus iradiasi laser. Dengan

demikian, sangat umum terjadi dalam tato, lesi berpigmen, atau hair removal. Dalam

situasi ini, hipopigmentasi lebih sering diamati setelah beberapa kali perawatan dan

lebih sering terjadi pada pasien dengan jenis kulit lebih gelap. Seperti

hiperpigmentasi, komplikasi ini sering sementara, meskipun hipopigmentasi

permanen juga dapat terjadi. Delayed permanent hypopigmentation telah diakui

sebagai komplikasi khusus untuk laser resurfacing ablatif terutama laser CO2 skin

resurfacing. 12

3. Melepuh (blister) pasca operasi

Terbentuknya blister adalah karena kerusakan termal epidermis dan kadang-kadang

dapat diproduksi oleh hampir semua sistem laser. Penjelasan untuk pengembangan

termasuk penggunaan laser yang berlebihan atau penyerapan tidak sengaja energi

laser disebabkan adanya peningkatan dari kromofor epidermal (misalnya, melanin

pada kulittan). Penggunaan seiring pendinginan jaringan (melalui kriogen semprot)

berfungsi untuk melindungi epidermis dari kerusakan termal berlebihan selama

iradiasi laser, dan penerapan tidak tepat atau penggunaan pendingin tidak tepat juga

dapat menyebabkan kerusakan epidermis. 12

4. Krusta pasca operasi

Efek yang tidak diinginkan ini juga disebabkan oleh laser-mengakibat kerusakan

epidermis. Krusta biasanya terjadi pada laser yang digunakan untuk menghilangkan

tato. Tanpa perawatan pasca operasi yang sesuai, pengerasan kulit tidak bisa dihindari

setelah prosedur laser resurfacing kulit. 12

5. Milia

Milia sering terjadi sebagai peristiwa normal dalam kegiatan pasca operasi pasien

yang telah menjalani karbon dioksida atau erbium laser resurfacing kulit.

Perkembangan milia dapat dikurangi dengan penerapan tretinoin topikal atau asam

glikolat. Ketika hanya sedikit lesi yang muncul, milia mudah diobati dengan cara

ekstraksi manual. 12

F. KOMPLIKASI PADA DERMIS

1. Purpura

Purpura sering didapatkan pada pasien setelah dilakukan pulsed-dye laser. Saat itu

hampir tak terelakkan dengan generasi pertama 585-nm pulsed-dye laser. Purpura

adalah fenomena sementara yang biasanya berlangsung 7-14 hari. Insiden telah

dikurangi dengan pengembangan pulsed-dye laser dengan memperpanjang pulse

duration, yang memungkinkan pemanasan dari pembuluh darah kulit lebih lambat.

Pengguna sistem ini dapat memilih pengaturan yang meminimalkan atau

menghilangkan purpura. 12

2. Scar

Komplikasi permanen ini mungkin yang paling ditakuti dari komplikasi laser. Akhir-

akhir ini resiko jaringan parut (scar) pada pulsed dan Q-switched laser yang

menggunakan prinsip-prinsip photothermolysis selektif jauh lebih sedikit, tetapi

jaringan parut masih mungkin didapatkan pada pemakaian perangkat apapun. Apakah

atrofi atau hipertrofi, jaringan parut selalu diakibatkan karena kerusakan berlebihan

pada kolagen didermis. 12

Secara umum, risiko jaringan parut lebih rendah dengan penggunaan laser khusus

pigmen,  pulse vascular laser, sistem laser non ablative, dan pulse hair removal laser

sistem. Laser resurfacing kulit (baik karbon dioksida dan erbium) memiliki risiko

tertinggi menyebabkan jaringan parut karena akan merusak jaringan dermal seperti

peningkatan risiko infeksi pada deepitelisasi kulit. Faktor-faktor seperti jumlah energi

yang lewat dan energi yang digunakan dapat mempengaruhi risiko jaringan parut,

sementara teknologi yang menggunakan sistem pendinginan bekerja untuk meminimalkan

risiko ini. 12

G. KOMPLIKASI LAIN

1. Penyembuhan luka yang lambat

Meskipun jarang, penyembuhan luka yang lambat telah diidentifikasi sebagai

komplikasi khusus untuk karbon dioksida atau erbium laser resurfacing kulit. Setelah

infeksi kulit dan kondisi sistemik lain (misalnya, lupus eritematosa) sudah

dihilangkan sebagai faktor penyebab potensial dari respon penyembuhan luka yang

buruk, paling baik dikelola dengan manajemen luka konservatif. Sayangnya, jaringan

fibrosis dan jaringan parut adalah gejala sisa yang umum dari respon penyembuhan

luka tertunda. 12

2. Infeksi pada luka

Infeksi pada luka adalah yang paling sering terjadi setelah skin resurfacing laser.

Infeksi virus, bakteri, dan jamur superfisial mungkin terjadi. Herpes simplex virus

dapat aktif kembali pada pasien selama reepitelisasi setelah perawatan laser kulit,

terutama hair removal dan resurfacing. Profilaksis antiherpes dengan demikian

direkomendasikan untuk semua perioral atau prosedur laser resurfacing seluruh

wajah. Infeksi bakteri biasanya disebabkan oleh stafilokokus atau spesies

pseudomonas dan telah terbukti muncul lebih sering pada pasien yang telah

menggunakan perban luka dalam waktu lama setelah operasi. Demikian pula, infeksi

kandida dapat terjadi. 12

3. Reaksi alergi

Reaksi alergi (termasuk anafilaksis) telah dilaporkan pada penggunaan Q-switched

laser tato dan diduga disebabkan perubahan antigenisitas dari pigmen tato oleh laser.12

4. Eritema pasca operasi

Beberapa derajat eritema berlangsung kurang dari 24 jam dan muncul pada hampir

semua prosedur laser. Eritema yang lebih lama dapat terjadi sebagai efek samping

yang tidak diinginkan tetapi juga sementara pada hampir semua pasien yang diobati

dengan laser non ablative. Eritema lebih lama didapatkan pada semua pasien setelah

resurfacing kulit laser ablatif. Durasi (dari hari sampai beberapa bulan) tergantung

pada kedalaman dan tingkat kedalaman melukai kulit. Erbium laser biasanya

menghasilkan eritema pasca operasi kurang dari laser karbon dioksida. 12

5. Dermatitis kontak pasca operasi karena obat-obatan topical

Dermatitis kontak alergi atau dermatitis kontak iritan dapat terjadi setelah semua jenis

prosedur laser, umumnya pada antibiotik topikal. Karena kesulitan dalam

membedakan dermatitis kontak dari infeksi pada pasien yang telah melakukan laser

resurfacing, banyak praktisi menghindari penggunaan antibiotik topikal pada pasien

tersebut. 12

BAB III

KESIMPULAN

1. Laser merupakan cahaya koheren monokromatik dan lurus. Di bidang dermatologi, laser

berkembang menjadi bedah laser dan laser kosmetik.

2. Ada tiga komponen utama kulit yang menyerap sinar laser (kromofor) : melanin,

hemoglobin, dan cairan intraseluler atau ekstraseluler.

3. Ada beberapa jenis laser yang sering digunakan di bidang dermatologi, yaitu antara lain

Laser Ruby (panjang gelombang 684 nm), Laser argon (panjang gelombang 488 dan 514

nm), Laser CO2 (panjang gelombang 10.600 nm), Laser Nd Yag (panjang gelombang

1064 nm), dan Laser PDL = Pulse Dye Laser (panjang gelombang 577-585).

4. Secara garis besar, indikasi penggunaan laser ialah untuk lesi vascular, lesi pigmentasi

dan tato,hair removal, dan ablative/non ablative facial resurfacing.

5. Masalah keamanannya, bagian tubuh yang paling sensitive terhadap laser adalah mata

sehingga perlu diperhatikan agar sinar laser tidak terkena mata.

DAFTAR PUSTAKA

1. J.M. Carroll.1970 .The Story of the LASER. FP Dutton & Co, Inc

2. Sakamoto FH, Wall T, Avram MM, Anderson RR. Laser and flashlamps in dermatology.

In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors.

Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill; 2007. p.

2263-79

3. Hamzah M. Laser dalam Dermatologi. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. 2007.

IlmuPenyakit Kulit dan Kelamin. 5th edition. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Page 357-359

4. Nelson JS. An introduction to lasers and laser–tissue interactions in dermatology. Dalam:

Kaminer MS, Arndt KA, Dover JS, editor. Principles and practices in cutaneous laser

surgery. Edisi pertama. Philadelphia: Harcourt Saunders; 2002. h. 59-77.

5. Wheeland RG. Basic Laser Physics and Safety. In: Goldberg DJ. 2005. Laser Dermatology. 1st edition.

New York: Springer Berlin Heidelberg. Page 1-10.

6. Carrol L, Humphreys TR. Laser tissue interaction. Clin Dermatol. 2006;24:2-7.

7. Barlow RJ, Hruza GJ. Laser and light tissue interaction. Dalam: Golberg DJ, editor. Laser

and light. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005. hal. 1-10.

8. Aurangabadkar S, Mysore V. Standard guidelines of care: Lasers for tattoos and

pigmented lesions. 2009; 75 (Suppl 2): 111-26.

9. Drijono AL. Laser treatment of pigmented lesions: Clinical indications. Seminar laser in

pigmented lesions. Semarang 1 Agustus 2009

10. Jones CE, Nouri K. Laser treatment for pigmented lesions: a review. J Cos Dermatol.

2006; 5: 9–13

11. Wolff K. Richard A. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine Seventh Edition.

New York: The McGraw-Hill. 2008.

12. Laser Dermatology. Available at http://emedicine.mediscape.com/article/1120837-

overview#aw2aab6b7. Accessed on 20th November 2014