referat kulit.pdf
DESCRIPTION
mmmTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Proses penuaan kulit mempunyai dua fenomena yang saling berkaitan yaitu proses
penuaan intrinsik (chronologic aging) dan proses penuaan ekstrinsik. Proses penuaan intrinsik
merupakan proses penuaan yang berlangsung secara alamiah yang disebabkan berbagai faktor
dari dalam tubuh sendiri, seperti genetik, hormonal, dan ras. Proses penuaan ekstrinsik terjadi
akibat berbagai factor dari luar tubuh seperti sinar matahari/ultraviolet, kelembaban udara, suhu,
asap rokok, dan berbagai faktor eksternal lainnya yang dapat mempercepat proses penuaan kulit
sehingga terjadi penuaan dini. Proses ini dapat dicegah dengan menghindari faktor-faktor yang
mempercepat proses tersebut[1]
.
Sinar ultraviolet (UV) merupakan faktor luar yang paling berperan sebagai penyebab
terjadinya proses penuaan kulit. Penuaan kulit yang dipicu oleh pajanan sinar UV kronik dan
repetitif yang disebut photoaging yang dapat memperberat proses penuaan alami yang terjadi[2]
.
Sinar ultraviolet merupakan salah satu bagian dari sinar matahari yang memiliki efek buruk pada
kulit. Para ahli fotobiologi lingkungan dan dermatologi membagi sinar ultraviolet menjadi tiga
jenis berdasarkan panjang gelombangnya yaitu UVA (400-320 nm), UVB (320-290 nm), dan
UVC (290-200 nm). Sebenarnya sinar UV hanya merupakan sebagian kecil saja dari spektrum
sinar matahari namun sinar ini paling berbahaya bagi kulit karena reaksi yang ditimbulkannya
berpengaruh buruk terhadap kulit manusia baik berupa perubahan-perubahan akut seperti
eritema, pigmentasi dan fotosensitivitas, maupun efek jangka panjang berupa penuaan dini dan
keganasan kulit[3]
.
Beberapa tahun terakhir ini para peneliti di Amerika Serikat melaporkan bahwa akibat
radiasi ultraviolet yang meningkat di Antartika tampak pada spesies yang tingkat kehidupanny
sederhana yaitu plankton, kerangkerangan, siput, dan bintang laut.Embrio bintang laut
berkembang cacat dan mati sebelum dilahirkan. Mustofa K.Tolba dari program PBB untuk
lingkungan (UNEP) mengungkapkan akibat radiasi ultraviolet yang meningkat produksi
pertanian menurun, terdapat gangguan rantai makanan di perairan dan kasus kanker kulit
meningkat setiap tahun[4]
.
Indonesia adalah negara yang terletak di daerah tropis dengan paparan sinar matahari
sepanjang musim. Sebagian penduduknya bekerja di luar ruangan sehingga mendapat banyak
paparan sinar matahari bahkan pada saat matahari sedang terik. Radiasi sinar matahari dapat
mempengaruhi kesehatan kulit semua individu[5]
.
Saat ini kesadaran untuk berpenampilan lebih baik, salah satunya memiliki kulit wajah
yang sehat dan tampak muda sudah menjadi kebutuhan dan berdampak pada kualitas hidup
seseorang.Kelainan-kelainan kulit akibat proses penuaan yang dulu dianggapbukan masalah
kosmetik sekarang sering dikeluhkan dan dikhawatirkan masyarakat. Di Amerika Serikat
puluhan juta dolar dikeluarkan setiap tahunnya untuk perawatan dan pengobatan dengan produk
antipenuaan[1]
.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sinar ultraviolet
Sinar ultraviolet adalah radiasi elektromagnit pada panjang gelombang antara 100 nm sampai
400 nm. Menurut para ahli fotobiologi radiasi ultraviolet dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan
pajang gelombangnya yaitu sinar UVA (>315–400 nm), UVB (>280–315 nm) and UVC (>100–
280 nm)[3]
.
Sinar UVA Sinar UVB Sinar UVC
Sinar UV-A memiliki
panjang gelombang
320-400 nm
Paparan pada kulit
akan diabsorpsi 50%
di epidermis
sedangkan 50%
berdifusi ke dermis
sehingga
menyebabkan
pigmentasi akut pada
kulit tanpa didahului
dengan inflamasi
Efek eritema UV-A
jauh lebih kecil
daripada UV-B
Tidak seperti UV-B,
UV-A berpenetrasi
pada lapisan dermis
bagian dalam dan
Sinar UV-B memiliki
panjang gelombang
290-320 nm yang
merupakan daerah
eritemogenik
Sinar UV-B
diabsorpsi di
epidermis dan
berdifusi sehingga
menyebabkan
vasodilatasi didermis.
Absorpsi sinar UV-B
dapat menyebabkan
pelepasan mediator
inflamasi yaitu
prostaglandin.
Sinar UV-C memiliki
panjang gelombang
200-290 nm
Sinar UV-C
diabsorpsi sebesar
99% di stratum
korneum dan sebesar
1% bersifusi ke
dermis, sehingga
menyebabkan eritema
dan kerusakan kulit
namun tidak
meninggalkan bekas
pigmentasi.
bersifat sunburn
2.2 Sumber Radiasi Ultraviolet
2.2.1 Radiasi Matahari
Matahari merupakan sumber utama pajanan terhadap sinar UV. Sinar matahari terdiri dari
sinar yang tampak (400-700 nm), sinar inframerah (>700 nm), dan sinar ultraviolet. Kualitas
(spektrum) dan kuantitas (intensitas) sinar matahari mengalami perubahan ketika melewati
atmosfer. Lapisan strastosfer menyerap hampir semua sinar UV <290 nm (UVC) dan sebagian
besar sinar UVB (70-90%). Sehingga ketika sampai di permukaan bumi, radiasi UV hanya 5%
dari energi matahari dengan spektrum yang berkisar antara 290-400 nm[3]
.
Tingkat panjanan terhadap radiasi UV matahari bervariasi pada setiap individu
tergantung dari garis lintang, ketinggian, musim, time of day, adanya awan di langit, dan
komponen atmosfer lainnya seperti polusi udara[3]
. Daerah dekat equator, mempunyai intensitas
tertinggi dibandingkan belahan bumi utara maupun selatan[6]
.
Keberadaan awan dan polusi udara (berupa asap atau partikel uap air), dapat menurunkan
UVB. Untuk awan pekat, radiasi ultraviolet turun hingga 44% untuk radiasi langsung. Perkiraan
penurunan radiasi ultraviolet B (UVB) karena awan berdasarkan pengukuran dengan satelit dari
hamburan batik UVB yaitu 30% pada 60° garis lintang, 10% pada 20° dan 20% pada equator.
Intensitas relatif radiasi ultraviolet B dari waktu ke waktu tidak teap, maksimum pada siang hari
(pukul 12.00) dan minimum pada pagi dan sore hari (jam 06.00 dan 19.00) [6]
.
Gambar Faktor-faktor yang mempengaruhi radiasi UV
2.2.2 Radiasi UV Buatan
Sumber radiasi UV buatan dapat mengeluarkan sinar UV dengan spektrum yang
berbeda-beda tergantung sumbernya. Sumber radiasi UV buatan meliputi berbagai jenis lampu
UV yang digunakan dalam bidang kesehatan, industri, bisnis, dan penelitian baik untuk tujuan
domestik maupun kosmetik[3]
.
2.3 Photoaging
2.3.1 Definisi
Photoaging adalah Penuaan kulit yang dipicu oleh pajanan sinar UV kronik dan repetitif
yang dapat memperberat proses penuaan alami yang terjadi[2]
2.3.2 Mekanisme Kerusakan Kulit Akibat Sinar UV
Sinar UVB menginduksi perubahan terutama pada lapisan epidermis. Sinar ini merusak
DNA di keratinosit dan melanosit, dan menginduksi produksi soluble epidermal factor (ESF)
serta enzim proteolitik yang dapat ditemukan pada dermis setelar terpajan sinar UV. UVB
bertanggung jawab terhadap pembentukan thymidine dimers yang merupakan ikatan kovalen
kuat antara dua molekul thymidine. Karena proses penuaan, ikatan ini sulit untuk dipisahkan
sehingga terjadi akumulasi mutasi DNA. Sel yang terkena akan mengalami sunburn dalam 8-12
jam dan terjadi pngurangan sintesis DNA dalam 12 jam selanjutnya. Keratosis acitinik, lentigo,
karsinoma, dan melanoma merupakan akibat lanjut dari proses ini[7]
.
Sinar UVA dapat mempenetrasi kulit lebih dalam sampai ke lapisan dermis dan dapat
merusak baik lapisan epidermis maupun dermis. Sinar UVA berperan penting dalam
pathogenesis photoaging. Mekanisme pasti bagaimana UVA menyebabkan penuaan kulit masih
belum jelas. Matriks ekstraseluler dermis terdiri dari kolagen tipe I dan III, elastin, proteoglikan,
fibronektin, dan fibril kolagen yang mengencangkan kulit. Radiasi UV meningkatkan enzim
yang mendegradasi kolagen (MMPs), dan xeroderma pigmentosum factor(XPF). XPF
menginduksi invaginasi lapisan dermis dan epidermis sehingga tampak sebagai keriput[7]
.
Mekanisme molekuler dari photoaging dapat dijabarkan sebagai berikut :
Membrane/nuclear signaling
Radiasi UV, melalui pembentukan ROS, menghambat fosfatase yang berfungsi untuk
mempertahankan reseptor-reseptor pada keadaan tidak aktifnya; mengaktifkan reseptor
permukaan sel (fosforilasi) termasuk reseptor epidermal growth factor, interleukin-1 (IL-1) dan
tumor necrosing factor-α(TNF-α);menginduksi sinyal intraselular yang mengakibatkan
pengaktifan kompleks AP-1 nuklear transkripsi yang terdiri dari protein c-jun dan c-fos. Di kulit
manusia yang utuh, dosis sub-eritemogenik yang tetap dari sinar UVB (0.1 dosis minimal
eritema) secara transkripsi dapat meningkatkan pengaturan dan pengaktifan AP-1. Peningkatan
aktivitas AP-1 dapat menghalangi sintesis kolagen dermal utama I dan III dengan cara
menghambat efek dari TGF-β, yaitu suatu sitokin yang meningkatkan transkripsi gen-gen
kolagen. Aktivator protein-1 juga menurunkan kadar reseptor TGF-β, menghambat transkripsi
kolagen, dan juga menimbulkan efek antagonis retinoid intrinsik di kulit. Mekanisme ini
mengarah kepada suatu defisiensi fungsi retinoid dan penurunan sintesis kolagen yang secara
normal dipromosikan oleh ikatan asam retinoid terhadap reseptor nuklearnya. Sebagai tambahan,
sinar UV yang menginduksi sintesis dan sekresi dari cysteine-rich growth regulatory factor
(CYR61) mampu mengurangi sintesis prokolagen tipe I, meningkatkan kadar MMP-1,
menurunkan kadar reseptor TGF-β, dan menginduksi pengaktifan AP-1. Oleh sebab itu, pada
kulit yang mengalami kerusakan karena radiasi UV terdapat suatu penurunan yang menyeluruh
pada sintesis kolagen. Bertambahnya aktivitas AP-1 juga dapat meningkatkan kadar dan
aktivitas beberapa enzim yang mendegradasi komponen matriks ekstraselular, khususnya MMP-
1 (kolagenase), MMP-3 (stromelisin-1), dan MMP-9 (92-kd gelatinase). Pada manusia telah
dibuktikan bahwa MMP terutama kolagenase dan gelatinase diinduksi dalam beberapa jam
setelah paparan sinar UVB. Jalur ini dapat dihambat dengan antioksidan[8]
.
Sinar ultra violet juga mengaktifkan nuclear factor kappa B (NF-κB), yaitu faktor
transkripsi yang mempengaruhi ekspresi berbagai protein dan memperburuk degradasi matriks
kulit dengan cara meningkatkan kadar MMP-1 dan MMP-9. Penurunan matriks selanjutnya
diperburuk dengan MMP-8 (kolagenase) dari sumber neutrofil yang masuk ke dalam kulit yang
terpapar sinar UV setelah infiltrasi neutrofil. Walaupun demikian, terdapat juga suatu up
regulation yang bersamaan dari tissue inhibitors of metalloproteinases (TIMPs) membatasi
degradasi matriks. TIMPs diduga tidak efektif mengatasi hal tersebut[8]
.
Peningkatan degradasi kolagen dan penurunan sintesis kolagen adalah hal yang utama
pada photoaging. Setiap paparan sinar UV menginduksi respon jejas dengan penyembuhan yang
tidak sempurna, dan meninggalkan invisible solar scar. Paparan sinar UV yang repetitif
sepanjang hidup dapat mendorong perkembangan visible solar scar yang bermanifestasi sebagai
kerutan (wrinkle)[1]
.
Berbeda dengan kulit tua yang terlindungi dari sinar matahari yang memperlihatkan
hiposelularitas, kulit yang rusak karena sinar sering menunjukkan suatu peningkatan jumlah
fibroblas hiperplastik bersama-sama dengan meningkatnya sel-sel radang termasuk sel mast,
histiosit, dan sel-sel mononuklear lainnya, yang diistilahkan dengan “heliodermatitis” (inflamasi
kulit karena sinar matahari). Penelitian secara imunohistologi menunjukkan adanya peningkatan
sel-sel T CD4+ pada dermis[9]
.
Kerusakan Mitokondria
Mitokondria merupakan organelle sluler yang memproduksi energy dengan
mengkonsumsi oksigen. Transport electron mitokondria menghasilkan ROS dalam jumlah
banyak sehingga menyebabkan kerusakn mtDNA. Kerusakan DNA dapat mempengaruhi
pembentukan energi untuk memenuhi kebutuhan sel. Mutasi mtDNA ditemukan pada fibroblast
dermal yang terpapar sinar UVA. Kerusakan mtDNA pada kulit yang mengalami photoaging
tidak ditemukan pada kulit yang mengalami penuaan intrinsic. Hal ini memperlihatkan kerusakan
mtDNA merupakan petanda molekuler dari photoaging. Selain itu, penurunan fungsi
mitokondria dihubungkan dengan peningkatan jumlah MMP-1 sehingga memperburuk degradasi
kolagen[8]
.
Kerusakan telomere
Telomer dapat mengalami kerusakan akibat radiasi sinar UV. Pemendekan telomer
mengaktivasi protein supresor tumor p53 dan respon kerusakan DNA lainnya yang menginduksi
apoptosis[8]
.
Oksidasi protein
Protein dapat terpengaruh oleh kerusakan oksidatif. Kulit yang mengalami photoaging
memperlihatkan kerusakan upper dermal protein yang diinduksi oleh ROS. Kerusakan oksidatif
yang dialami protein meliputi pembentukan rantai-samping aldehid dan keton (karbonil protein),
cross-link tirosin, interkonversi asam amino, dan oksidari asam amino. Kerusakan protein akibat
reaksi oksidatif menyebabkan hilangnya fungsi protein dan meningkatnya kerentanan terhadap
degradasi. Penelitian secara in vitro, UVA merupakan contributor utama dalam proses oksidasi
protein[8]
.
2.3.3 Manifestasi Klinis Dan Histologis Photoaging
Kelainan kulit yang terjadi pada photoaging baik mikroskopis maupun
makroskopis(kelainan klinis) berbeda dari kelainan kulit yang terjadi pada penuaan intrinsik
(penuaan karena bertambahnya usia)[4]
. Secara garis besar perbedaan penuaan kulit intrinsic dan
photoaging adalah sebagai berikut[10]
:
Penuaan intrinsik Photoaging
Kulit tipis dan halus
Kulit kering
Kerut halus, garis ekspresi lebih dalam
Kulit kendur
Dapat timbul tumor jinak
Kulit menebal dan kasar
Kulit kering
Kerut lebih dalam dan nyata
Bercak pigmentasi tidak teratur
Pelebaran pembuluh darah (telangiektasis)
Dapat timbul tumor jinak, prakanker,
maupun kanker kulit.
Kelainan Mikroskopik
Derajat kerusakan kulit tergantung dosis komulatif radiasi ultraviolet dan genetik tipe
kulit. Tipe kulit yang putih mempunyai lebih sedikit pigmen melanin daripada kulit yang hitam
sehingga lebih peka terhadap radiasi ultraviolet. Kulit makin putih makin peka tetapi kulit yang
berwarna gelappun akan mengalami perubahan bila dosis radiasinya sangat besar[4]
.
Table I. Tipe kulit menurut fitzpatrick
Tipe
Kulit
Warna Kulit Reaksi Terhadap Radiasi
Matahari
Kepekaan
Terhadap UV
I
Putih, sangat terang,
rambut merah atau
pirang, mata biru,
berbintik-bintik
Mudah terbakar dan berat
(painful bruns); tanpa
kehitam-hitaman.
Sangat peka
II Putih, terang, rambut
merah atau pirang, mata
biru atau hijau
Mudah terbakar; kehitam-
hitaman minimal
Sangat peka
III Putih krim, terang Kadang terbakah minimal;
pigmentasi gradual
Peka
IV Coklat muda, tipe kulit
orang mediterania dan
kaukasian
Jarang terbakar; mudah
menjadi kehitaman
Cukup peka
V Coklat tua, tipe kulit
timur tengah
Sangat jarang terbakar;
sangat mudah kehitaman
Kurang peka
VI Hitam Tidak terbakar; sangat
mudah kehitaman
Tidak peka
Pada photoaging, epidermis mengalami hiperplasia karena proliferasi sel-selnya
meningkat, kemudian bila paparan sinar mataharinya lebih hebat maka diferensiasi sel epidermis
terganggu (menjadi atipik). Sel seluruh lapisan ini bervakuola, terutama sel stratum basal dan
melanosit. Terdapat sel-sel yang mati dan hampir mati. Sel stratum korneum mengandung
vakuola besar yang berisi suatu protein. Di bawah membran basal terlihat jelas lapisan berbusa
yang tidak mengalami photoaging. Jumlah melanosit meningkat tetapi penyebarannya tidak
merata. Sel Langerhans menjadi lebih sedikit[4]
.
Di dermis kelainan histologik yang utama adalah berkumpulnya jalinan pita-pita tebal
yang berserat-serat, berwarna biru. Pita-pita ini pada umumnya terdapat di stratum papilar dan
bagian atas stratum retikular. Bila kerusakannya hebat bisa terdapat sampai ke bagian lebih
dalam dari stratum retikular dan pita-pita ini menjadi amorf, tidak berbentuk serat-serat lagi.
Materi yang berwarna biru ini khas dapat diwarnai dengan pewarnaan dengan jaringan elastin
maka disebut elastosis dan terjadi karena sinar matahari jadi disebut solar elastosis. Materi ini
adalah serat-serat elastin yang menebal, lebih banyak dari keadaan normal, berkumpul dan
terjerat satu dengan lainnya, makin lama makin banyak akhirnya berdegenerasi menjadi massa
yang amorf. Serat kolagen berkurang jumlahnya dan strukturnya abnormal. Solar elastosis ini
sambil bertambah banyak mendesak serat kolagen, akhirnya serat kolagen ini teresorpsi. Jumlah
glikosaminoglikan meningkat. Terdapat hipertrofi dan hiperplasi kelenjar sebasea sedangkan
kelenjar keringat mengalami atrofi[4]
.
Pembuluh darah berdilatasi dan berkelok-kelok terlihat pada kulit sebagai telangiektasia.
Akhirnya kapiler yang terletak di bagian bawah dermis terputus-putus. Terdapat 2 hipotesis yang
menerangkan terjadinya solar elastosis terbentuk dari transformasi serat kolagen atau dari
transformasi serat elastin atau dari transformasi keduanya. Hipotesis yang kedua mengatakan
bahwa fibroblast diaktifkan oleh sinar ultraviolet sehingga menghasilkan serat yang abnormal
yang kemudian berdegenerasi[4]
.
Terdapat bukti bahwa peradangan kronik karena sinar ultraviolet (heliodermatitis)
kemungkinan mempunyai peranan untuk terjadinya solar elastosis. Lavker dan Kligman (1988)
melaporkan bahwa histiosit dan limfosit banyak terdapat pada heliodermatitis. Mereka juga
menemukan sel mast dan fibroblas lebih banyak dari biasa sehingga mereka menyimpulkan
bahwa sel mast menghasilkan zat yang bersama enzim dari histiosit dan limfosit menyebabkan
kehancuran serat kolagen dan elastin sehingga terbentuk solar elastosis. Kerusakan kulit yang
lebih berat dari solar elastosis adalah neoplasma jinak dan neoplasma ganas[4]
.
Kelainan Makroskopis Kulit
Gambaran klinik photoaging bervariasi dari kerusakan kulit yang ringan, yang lebih berat
yaitu manifestasi solar elastosis sampai neoplasma jinak dan neoplasma ganas. Kerusakan kulit
yang paling ringan adalah kelainan pigmentasi yaitu lentigo (makula hiperpigmentasi) dan
hipomelanosis (macula hipopigmentasi). Kelainan ini timbul karena melanin lebih banyak
diproduksi sebagai pertahanan kulit terhadap sinar ultraviolet tetapi penyebaran melanin tidak
merata. Kelainan kulit ini dapat timbul pada semua bagian kulit yang tidak tertutup pakaian[4]
.
Manifestasi solar elastosis yang paling khas dan umum adalah kulit yang berkerut-kerut,
tidak elastis, tebal, beraneka warna yaitu warna kuning bercampur dengan makula
hipopigmentasi dan hiperpigmentasi. Ini disebut Milian’s citrine skin. Biasa timbul pada kulit
muka. Bisa juga terlihat variasi dari Milian’s citrine skin yaitu atrofi kulit yang hebat dengan
terlihat jelas gambaran kelenjar sebasea yang hipertrofik karena kulit menjadi tembus cahaya.
Juga jelas terlihat telangiektasi dan peradangan tetapi kulit licin.
Bila kerusakan terjadi pada kulit dada atas terlihat kelenjar sebasea yang hiperplastik
tersusun sebagai garis-garis sejajar yang berdekatan satu dengan lainnya denganlatar belakang
kulit yang sangat atrofi. Bila kulit yang rusak daerah tengkuk (kulit petani dan pelaut) terlihat
kerut-kerut yang bercorak jajaran genjang yang geometris. Kelainan ini disebut Cutis
rhomboidalis nuchae. Pada kerusakan yang lebih berat juga timbul kista dan komedo[4]
.
Solar elastosis di kulit muka dapat terlihat sebagai lesi berbentuk cincin yang dibagian
tengahnya gambaran kulit normal atau sedikit atrofi dan di bagian pinggirnya kulit menebal
berukuran 0,2–0,5 cm. Lesi ini disebut Actinic granulom. Manifestasi berbentuk nodul-nodul
pada kulit sekitar mata dan bagian lateral atas pipi akibat solar elastosis disebut Cutaneous
nodular elastoidosis. Bila juga terdapat kista dan komedo disebut sindrom Favre- Racouchot.
Bila keadaan lebih berat dapat terbentuk nodul-nodul kistik yang bersatu membentuk tonjolan
lebar yang berwarna kuning[4]
.
Solar elastosis pada kulit daerah hidung terlihat sebagai sebuah papula tebal berwarna
kekuningan, lesi ini disebut Diffusi elastoma of Dubreulih. Nodul elastolis yang timbul pada
kulit depan telinga berbentuk papula-papula yang berbatas tegas berukuran 5 mm dan sedikit
tembus cahaya disebut Elastotic nodules of the ear[4]
.
Acrokeratoelastoidosis marginalis tampak sebagai sekelompok papula mengkilap
tersusun memanjang, sering membentuk penebalan yang lebar sepanjang pinggir jari-jari tangan.
Histologis lesi ini adalah solar elastosis yang mengenai sebagian besar stratum retikular dermis.
Plak komedo yang juga merupakan manifestasi solas elastosis adalah lesi bewarna merah sampai
biru terdiri dari nodul dan plak, kelainan ini biasanya terjadi di lengan bawah bagian luar disebut
Actinic comedonal plaque[4]
.
Lesi hipopigmentasi berbentuk bintang yang terdapat di daerah lengan kulit bawah
bagian luar pada orang tua berumur 70-90 tahun adalah manifestasi elastosis berat, ini disebut
Stellate pseudoscar. Kelainan ini terbentuk setelah trauma yang berdarah (purpura senilis)[4]
.
Venous lake sering terjadi pada kulit telinga dan bibir bawah yang rusak berat karena
sinar ultraviolet. Lesi ini berdiameter 5 mm dan berwarna biru tua, bila ditekan mnghilang. Bila
kerusakan kulit lebih berat timbul neoplasma jinak dan neoplasma ganas[4]
.
Keganasan pada kulit mudah timbul selain karena gangguan pada DNA juga karena
jumlah sel Langerhans yang berkurang sehingga imunitas kulit menurun. Neoplasma jinak dapat
berupa hiperplasia sebasea, keratosis seboroik atau keratosis aktinik. Neoplasma ganas dapat
berupa karsinoma sel basal, karsinoma sel skuamosa, lentigo maligna atau melanoma lentigo
maligna[4]
.
2.3.4 Klasifikasi Photoaging
Glogau 1994 mengembangkan klasifikasi pasien photoaging menjadi empat tipe. Tipe
kulit I umumnya memperlihatkan perubahan atrofi kulit dengan keriput yang lebih sedikit dan
depigmentasi fokal (hipermelanosis gutate) dan perubahan displastik seperti keratosis acitinik
dan keganasan epidermis. Sebaliknya, respon hipertrofi seperti keriput yang dalam, kekasaran,
dan lentigen tampak pada individu dengan tipe kulit III dan IV[8]
.
Tipe I Tipe II Tipe III Tipe IV
Photoaging ringan
(umur 20-30
tahun)
Tidak ada/sedikit
kerut
Sedikit perubahan
pigmen
Tidak ada tumor
kulit
Photoaging
sedang (30-40
tahun)
Kerut pada
kontraksi otot
wajah, lekuk
senyum lebih
dalam
Mulai ada bercak
kehitaman
Mulai ada tumor
kulit
Photoaging berat
(umur 50 tahunan)
Kerut walau
dalam keadaan
istirahat
Perubahan warna
kulit dan
pelebaran
pembuluh darah
(telangiektasis)
Adanya tumor-
tumor kulit
Photoaging lebih
berat
Hamper tidak ada
kulit normal,
semuanya kerut
Adanya tumor-
tumor kulit.
2.4 Pencegahan
Pencegahan photoaging dapat dilakukan dengan memberikan perlindungan pada
permukaan kulit salah satunya adalah dengan menggunakan tabir surya pada daerah yang sering
terpapar dengan sinar matahari.
2.4.1 Tabir Surya
Tabir surya merupakan sediaan topikal yang dapat mengurangi dampak radiasi ultraviolet
dengan cara menyerap, memantulkan atau menghamburkan radiasi ultraviolet. Dampak radiasi
ultraviolet dapat dicegah dengan menggunakan tabir surya sebelum terpapar sinar matahari.10
Tabir surya mencegah terbentuknya formasi karsinoma skuamus sel. Penggunaan regular
tabir surya diketahui dapat mengurangi keratosis aktinik, elastosis akibat paparan sinar matahari,
dan karsinoma skuamus sel. Penggunaan rutin tabir surya dapat menurunkan risiko melanoma.11
Tabir suryasendiridapatmemberikan perlindunganmemadaidari radiasi UV. Tabir
suryamemiliki fungsiterbaik untuk mencegahkulit terbakardariradiasi UV-B. Tabir
suryamemberikan perlindungan yang lebihterbatas dariradiasi UV-A. Ketergantungantunggal
padatabir suryadapatmemiliki efekyang tidak diinginkandaripeningkatanwaktupaparan di luar
ruangan, terutama padaorang-orang yang kulitnya rentan mudah terbakar. Beradadi dalam
ruanganmerupakan caraterbaik untuk menghindari paparan sinar matahari. Akan lebih praktis
jika menghindari paparan matahari pada puncak intensitas sinar matahari yakni dengan mengatur
jadwal saat berada di luar ruangan dengan berkegiatan pada saat intensitas sinar matahari pada
intensitas puncaknya. Penggunaan pakaian yang tertutupbisamenjadibentuk perlindungan
paparan sinarmatahari yang sangat baik.11
Tabir surya digunakan 15-30 menit sebelum terkena paparan sinar matahari
untukmemberikan waktu yang cukupuntuk lapisan pelindung untuk berkembang. Tabir surya
dapat digunakan lagi setelah penggunaan pagi hari atau sebelumnya terutama jika beraktivitas
yang terkena paparan matahari yang cukupo tinggi seperti berenang. Dalam kondisi paparan
UVR terus menerus, tabir surya harus dioleskan kembali setiap beberapa jam. Perhatian khusus
perlu diberikan pada bagian belakang leher, telinga, dan daerah kulit kepala dengan rambut tipis.
Tabir surya hanya mewakili satu komponen dari program total fotoproteksi.11
Tabir surya secara tradisional telah dibagi menjadi peredam kimia dan fisika berdasarkan
mekanisme aksinya. Tabir surya kimia umumnya senyawa aromatik terkonjugasi dengan gugus
karbonil. Bahan kimia ini menyerap intensitas tinggi sinar UV dengan eksitasi ke energi yang
lebih tinggi. Energi yang hilang hasil dalam konversi dari energi yang tersisa menjadi panjang
gelombang energi yang lebih rendah lagi dengan kembali ke keadaan dasar. 11
Blocker Fisik memantulkan pancaran radiasi UV. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
bentuk-bentuk barudari microsized blockerfisik juga dapat berfungsi sebagian sebagai
penyerapan. Kadang-kadangdisebut sebagai tabir surya nonchemical, bahan-bahan ini mungkin
lebih tepat ditunjuk sebagai bahan tabir surya partikulat anorganik. Jumlah bahan dan
konsentrasi maksimum yang diijinkan,seperti yang tercantum dalam monografi FDA,
ditunjukkan pada Tabel dibawah ini. Bahan tabir surya juga dapat diklasifikasikan berdasarkan
porsi UVR yang secara efektif terserap.11
Nama Bahan Konsentrasi Maksimal Absorban
Aminobenzoic acid 15 UV-B
Avobenzone 3 UV-A I
Cinoxate 3 UV-B
Dioxybenzone 3 UV-B, UV-A II
Ecamsule* 2 UV-A II
Ensulizole 4 UV-B
Homosalate 15 UV-B
Meradimate 5 UV-A II
Octocrylene 10 UV-B
Octinoxate 7.5 UV-B
Octisalate 5 UV-B
Oxybenzone 6 UV-B, UV-A II
Padimate O 8 UV-B
Sulisobenzone 10 UV-B, UV-A II
Titanium dioxide 25 Physical
Trolamine salicylate 12 UV-B
Zinc oxide 25 Physical
*Hanya tersedia di Amerika Serikat
Sumber: Sunscreens and Photoprotection. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1119992-overview
Pembagian Tabir Surya Menurut Mekanisme Kerjanya
1. Pemblok Fisik (Physical blockers)
Tabir surya yang merupakan pemblok fisik bekerja dengan memantulkan atau
menghamburkan radiasi ultraviolet. Contoh tabir surya yang bersifat pemblok fisik
adalah petrolatum, senyawa anorganik seperti zink oksida dan titanium oksida. Senyawa-
senyawa ini apabila terdapat dalam jumlah yang mencukupi dapat memantulkan semua
spektrum ultraviolet, visibel, dan sinar infra merah. Ukuran partikel dari logam oksida
dengan diameter kurang dari 300 amstrong dinyatakan mempunyai tingkat perlindungan
terhadap sinar matahari yang lebih tinggi tanpa menimbulkan opasitas yang secara
estetika mengganggu penampilan dan pembentukan aglomerat yang dapat mengurangi
efektivitas tabir surya. Pemblok fisik efektif untuk melindungi kulit terhadap pemaparan
radiasi UV A maupun UV B. Dua senyawa pemblok fisik yang paling umum digunakan
adalah zink oksida dan titanium oksida dimana keduanya inert secara kimia, tidak bersifat
iritan dan memberikan perlindungan sempurna terhadap seluruh spektrum UV (Shaat,
2005).
2. Penyerap Kimia (Chemical absorbers)
Tabir surya yang merupakan penyerap kimia bekerja dengan menyerap secara spesifik
radiasi UV. Contoh tabir surya yang bersifat sebagai penyerap kimia adalah turunan para
aminobenzoat (PABA), turunan sinamat, dan turunan salisilat. Senyawa-senyawa tersebut
merupakan senyawa yang tersusun atas struktur aromatik yang terkonjugasi dengan
gugus karbonil dan dengan gugus pelepas elektron (amin atau metoksi) yang berada pada
posisi para atau orto terhadap gugus karbonil dalam cincin aromatik. Senyawa kimia
dengan konfigurasi tersebut dapat menyerap radiasi UV berenergi tinggi dengan panjang
gelombang pendek yaitu 250 – 340 nm dan merubah energi yang tersisa menjadi radiasi
dengan panjang gelombang yang lebih panjang (energi rendah) yaitu 380 nm yang relatif
tidak berbahaya. Energi yang diabsorbsi dari radiasi UV A dan UV B besarnya sama
dengan energi resonansi yang dibutuhkan untuk delokalisasi elektron pada komponen
aromatik (Shaat, 2005).
Bahan-Bahan Tabir Surya
Ultraviolet B
Padimate O
Para- aminobenzoic acid (PABA) adalah tabir surya yang secara luas tersedia. Jenis tabir surya
ini membutuhkan vehikulum alcohol, dapat mewarnai pakaian, dan dapat membrikan efek yang
merugikan. Padimate O adalah absorber UVB yang poten.
Octinoxate
Sinamat secara luas dapat menggantikan derivate PABA sebagai generasi tabir surya yang poten
terhadap UVB. Octinoxate atau Octyl methoxycinnamate adalah bahan tabir surya yang sering
digunakan. Octinoxate adalah golongan yang memiliki potensi yang lebih kecil dibandingkan
dengan padimate O.
Octisalate
Octisalate atau octyl salicylate digunakan untuk memperkuat proteksi terhadap UVB dalam tabir
surya. Salicylate merupakan absorber UVB yang lemah dan umumnya digunakan dengan filter
UV lainnya. Salisilat harus digunakan dalam konsentrasi yang tinggi. Salisilat aman untuk
digunakan.
Octocrylene
Octocrylene digunakan dalam kombinasi dengan absorber UV untuk mendapatkan formula SPF
yang lebih besar. Octocrylene digunakan dalam kombinasi dengan bahan tabir surya lainnya ,
seperti avobenzon. Octocrylene juga dapat ditambahkan pada semua bahan tabir surya dalam
formula yang spesifik.
Ensulizole
Hamper seluruh bahan tabir surya adalah minyak dan larut dalam fase minyak dalam emulsi.
Ensulizole atau phenylbenzimidazole sulfonic acid merupakan zat larut air dan bahan ini
digunakan untuk diformulasikan agar saat digunakan terasa lebih ringan dan kurang berminyak,
seperti dalam penggunaan sehari-hari sebagai pelembab kosmetik. Bahan ini merupakan filter
selektif UVB, memungkinkan juga semua transmisi UVA
Ultraviolet A
Oxybenzone
Meskipun benzophenones merupakan absorber primer UVB, oxybenzone dapat mengabsorbsi
UVA-II. Oxybenzone dapat dipertimbangkan penggunaannya karena merupakan absorber yang
memiliki spectrum luas. Secara signifikan, bahan ini memperkuat proteksi terhadap UVB ketika
digunakan dalam formula yang sudah diberikan.
Meradimate
Anthranilates adalah penyaring UVB yang lemah, dan zat bahan ini diabsorbsi terutama dengan
spectrum yang mendekati porsi spectrum UVB. Anthranilates kurang efektif dalam rentang
spectrum absorbsi dibandingkan dengan benzophenones, dan bahan ini sendiri jarang digunakan
secara luas
Avobenzone
Butyl methoxydibenzoylmethane atau avobenzone memberikanproteksi yang cukup kuat dan
memiliki rentang yang besar dalam proteksi UVA, termasuk UVA-I. Bahan ini merupakan
tambahan signifikan dalam produk tabir surya karena memiliki spectrum perlindungan UV yang
luas. Bahan ini memiliki fotostabilitas yang baik dan memiliki potensi untuk mengurangi bahan
tabir surya lainnya. Untuk memaksimalkan potensi tabir surya, bahan ini dikombinasikan dengan
avobenzone dengan octocrylene atau denganbahan non-tabir suryaseperti diethylhexyl 2,6
napthalate.
Ecamsule
Terephthalylidene dicamphor sulfonic acid atau Mexoryl SX memberikan proteksi yang
mendekati rentang UVA (320- to 340-nm). Bahan ini hanya tersedia dalam merk tertentu yang
sudah dipantenkan (merk dagang: Antihelios). Mexoryl SX merupakan bahan yang larut air.
Bahan ini dikombinasikan dengan octocrylene untuk meningkatkan photostabilitasnya.
Titanium dioxide
Bahan tabir surya yang ideal, tidak memiliki reaksi kimia pada kulit, aman, dan dapat menyerap
atau memantulkan spectrum UV. Bahan ini hanya memiliki satu kekurangan, yakni masalah
estetika karena bahan ini terlihat di permukaan kulit karena memili ukuran partikel yang besar.
Dengan mengurangi ukuran partikel dari pigmen menjadi ukuran mikro, dengan demikian
membuat bahan ini kurang terlihat di permukaan kulit. Bahan ini dapat diklasifikasikan sebagai
agen yang memiliki spectrum luas.
Zinc oxide
Telah digunakan dalam jangka waktu yang lama dalam pembuatan tabir surya dan sudah
disetujui oleh FDA. Seperti titanium dioxide, pengurangan ukuran menjadi ukuran ultra-kecil
telah dikembangkan untuk bahan ini dengan kelebihan bias memberikan spectrum perlindungan
yang lebih luas. Zinc oxide kurang memutihkan (tidak terligat di kulit) dibandingkan titanium
dioxide dan memberikan proteksi terhadap UV-A I.
Faktor Pelindung Surya/Sun Protecting Factor (SPF)
Efektivitas pelindung surya diukur dengan harga faktor pelindung suryanya. Faktor
pelindung surya adalah harga perbandingan antara jumlah energi UVB yang diperlukan untuk
menimbulkah reaksi eritema minimal (MED) pada kulit yang diolesi tabir surya dengan kulit
yang tanpa olesan tabir surya. SPF hanya berdasarkan pada pengukuran sinar UVB bukan sinar
UVA.
Makin besar nilai SPFnya makin besar pula perlindungannya terhadap sinar matahari.
Harga SPF pada setiap saat dapat berkurang bila terdapat : peningkatan suhu, kelembaban,
berkeringat, dan berenang.
SPF 15 mampu menyaring 93% dari radiasi UVB dan SPF 30 mampu menyaring 97%
dari radiasi UVB. Perbedaan 4% tidak terlalu terlihat signifikan pada banyak orang. Metode
standar FDA untuk menguji dengan mengoleskan tabir surya dengan ketebalan 2 mg/cm2.
Beberapa penelitian menyebutkan pada kondisi penggunaannya pada uji laboratorium dengan
ketebalan 0,5-1,0 mg/cm2, bisa menyebabkan menurunnya efektivitas SPF. Saat SPF digunakan
dalam lingkungan luar ruangan, efikasi tabir surya didapatkan lebih rendah dibandingan dengan
yang didapatkan di laboratorium.
Efek Samping Tabir Surya
Pada beberapa orang, pemakaian tabir surya dapat menyebabkan timbulnya efek
samping, misalnya dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergok, dermatitis fotokontak
alergik, dermatitis fototoksik, dan urtikaria. Dapat pula timbul miliaria, folikulitis, dan akne.
Efek samping ini selain disebabkan oleh bahan aktifnya dapat pula disebabkan oleh bahan
dasarnya. Bagi seseorang yang sensitif terhadap benzocaine, procaine, cat rambut, dan
sulfonamide jangan memakai tabir surya yang mengandung PABA dan esternya. Orang tua yang
memakai tabir surya dalam waktu lama harus diperhatikan adanya kekurangan vitamin D.13
2.5. Pengobatan
2.5.1 Asam Retinoat
Retinoid termasuk kelompok alami dan bahan sintetis yang ditandai dengan aktivitas
biologis seperti vitamin A (vitamin A-like). Vitamin A dan retinoid alami lainnya, yaitu trans-
RA, memainkan peran penting dalam embryogenesis, reproduksi, penglihata, regulasi imunitas,
dan diferensiasi sel epitel. Retinoid didapatkan dari makanan, diserap di usus, disimpan di hati
sebagai retinyl ester (REs), dan ditransportasikan ke sirkulasi ke dalam target organ sebagai
ROL. Mobilisais ROL dari sel hati diregulasi oleh konsentrasi plasma retinol binding protein
(RBP) tak terikat. Ketika ROL dilepas ke dalam sirkulasi, ini membuat RBP mengantar ke target
jaringan. Di dalam target sel, ROl disimpan dalam membrane plasma sebagai Res, atau
dikonversi menjadi RA (Asam retinoat).
Retinoid dapat memperbaiki terjadinya photoaging dengan cara memperbaiki struktur
kulit yang berhubungan dengan photoaging. Pada penelitian ini, peneliti menunjukkan 6-12
bulan terapi dengan tretinoin 0,05% pada muka dan lengan menginduksi ketebalan atrofi
epidermis, mengeliminasi dysplasia dan atipia, menghasilkan melanin serta membentuk kolagen
dan pembuluh darah baru. Menurut Weiss et al. penggunaan krim tretinoin 0,1% sehari sekali
selam 4 bulan memberikan perbaikan klinis terutama pada kerutan di muka, pucat, kelonggaran
kulit dan hiperpigmentasi macular (liver spot). Dari pemeriksaan histoligi yang menunjukkan
penurunan pigmentasi epidermal pada spesimen biopsy.
Kemampuan retinoid dalam memperbaiki bentuk kolagen berlangsung dalam mekanisme
yang belum diketahui yang menunjukkan adanya perbaikan dalam kerukan kulit akibat cahaya
matahari.
Sekitar 92% pasien yang menggunakan tretinoin di berbagai studi klinis dilaporkan
mengalami “retinoid dermatitis”, contohnya eritema. Kondisi ini biasanya memuncak pada awal
terapi dan menghilang ketika terapi tidak dilanjutkan.
Ketika kulit diterapi dengan RA topical, konsentrasi RA kulit meningkat untuk
mengaktifkan transkripsi gen pada reseptor retinoid. Terapi retinoid pada kulit normal juga
menurunkan sifat kohesif stratum korneum, kerusakan pelindung kulit. Hyperplasia kulit akibat
RA membutuhkan reseptor retinoid fungsional, dan utamanya dimediasi oleh RARs (reseptor
RA). Intensitas iritasi dan scaling berhubungan langsung dengan jumlah RA yang diberikan,
sejak dikurangi konsentrasi RA topical terjadi penurunan iritasi.
2.5.2 Pengisian Botolinum Toxin
Toksin botulinum adalah salah satu bahan toksin paling kuat yang dikenal dalam
toksikologi. Toksin botulinum menghambat parasimpatis asetilkolin (chemodenervation), yang
mencegah fusi dari vesikel asetilkolin dengan membran plasma, dengan demikian juga mencegah
pelepasan asetilkolin ke dalam celah sinaptik. Eksotoksin yang dihasilkan dari Clostridium
botulinum mampu melumpuhkan otot-otot mimik wajah.14
Botulinum toksin, digunakan secara tunggal atau dikombinasikan dengan metode lain
dari peremajaan wajah, seperti penglupasan kulit secara kimiawi, laser resurfacing, dermabrasi,
atau augmentasi jaringan lunak.
Perubahan dinamis disebabkan oleh hipertonisitas otot. Peningkatan hipertonisitas setelah
injeksi intramuskular botulinum pertama muncul setelah 24-72 jam, mencapai puncak dengan 1
bulan setelah injeksi, dan berlangsung biasanya selama 3 - 4 bulan, tapi mungkin bertahan
selama 6-8 bulan atau lebih.14
Komplikasi sistemik jarang terjadi karena dosis klinis toksin botulinium diukur dalam
nanogram, dan seperti yang disuntikkan secara lokal ke otot, dan sangatlah sedikit dari bahan
toksin botulinum yang memasuki sirkulasi sistemik.
Komplikasi dapat digolongkan sebagai lokal, regional, atau sistemik. Komplikasi
sistemik yang mungkin adalah rasa haus, penyakit seperti flu, urtikaria ringan, serta potensiasi
penyakit saraf seperti myasthenia gravis dan amyotrophic lateral sclerosis.
Kontraindikasi untuk injeksi toksin botulinum termasuk kehamilan dan menyusui, penyakit
neuromuskuler, neuropati perifer, dan penggunaan obat seperti kuinin, calcium channel blockers,
penisilamin, atau antibiotik aminoglikosida.14
2.5.3 Bahan Pengisi Lainnya
Filler digunakan untuk mengatasi keriput dalam dan keriput non-dinamis yang berbentuk
alur-laur. Banyak bahan-bahan pengisi telah digunakan, termasuk partikel organik seperti
autolog lemak, dan injeksi kolagen hewani (biasanya sapi). Tren saat ini , filler yang digunakan
biasanya gel silikon cair anorganik, telah digunakan semakin banyak dalam beberapa tahun
terakhir. Tak satu pun dari bahan yang diusulkan telah terbukti seluruhnya memuaskan karena
respon kekebalan host.
Autolog lemak tidaklah permanen dan nasibnya di dalam jaringan yang diisi tersebut
tidak dapat diprediksi. Pengaruh augmentasi jaringan lunak menggunakan pengisi biasanya
berlangsung 6 bulan.
Pencarian untuk bahan baru dan lebih baik menyebabkan pengenalan poliakrilamida,
yang dianggap lembam biologis, namun baru-baru ini melaporkan reaksi granulomatosa parah
pada poliakrilamida. Dalam penyelidikan baru-baru respon host manusia untuk injeksi
intradermal berbagai pengisi jaringan lunak, semua zat diperiksa muncul secara klinis dan
Sebelum injeksi botox di otot orbikularis pada
kelopak mata bawah
Setelah injeksi botox di otot orbikularis pada
kelopak mata bawah
histologis aman, tetapi semua menunjukkan reaksi host yang menyebabkan inflamasi dari
jaringan. 14