referat kpp

Upload: nia

Post on 05-Oct-2015

67 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

ketuban pecah prematur

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKetuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan tanpa disertai tanda-tanda persalinan.1 KPD adalah suatu kejadian obstetrik yang cukup sering ditemukan, dengan insidens 10.7% dari seluruh persalinan dimana 94% diantaranya terjadi pada kehamilan cukup bulan.2 Insidensi KPD di Indonesia bervariasi, menurut penelitian di Rumah Sakit di beberapa kota besar sebagai berikut : RS dr. Pirngadi Medan: 2.27%, dari 1786 kehamilan yang datang ke kamar bersalin RSU Dr. Soetomo Surabaya selama 6 bulan (tanggal 1 Desember 2003 s/d 6 Juni 2004), didapatkan angka kejadian KPD 7,1% (126 kasus) dengan 13,5% merupakan kehamilan prematur.3 Faktor risiko terjadinya KPD bermacam-macam, termasuk diantaranya ras, status sosioekonomi rendah, merokok, riwayat koitus 24 jam sebelumnya, infeksi, status nutrisi, ibu penderita diabetes mellitus dan atau hipertensi.4 Di antara semua ini, faktor yang paling signifikan adalah adanya infeksi bakteri dari traktus genitalis.5KPD sampai saat ini merupakan penyebab morbiditas serta mortalitas yang penting baik maternal maupun perinatal. Efek pada ibu adalah korioamnionitis, tindakan operatif, dan sepsis puerperal, sedangkan pada janin komplikasi yang sering terjadi ialah prematuritas, gawat janin ataupun kematian janin akibat penekanan tali pusat.4.6Penatalaksanaan ketuban pecah dini sampai saat ini masih kontroversial. Ada dua pendapat yaitu secara konservatif dan cara aktif. Cara konservatif adalah menunggu terjadi persalinan dalam 24 jam. Induksi persalinan baru dikerjakan bila dalam waktu tersebut belum timbul his. Cara aktif yaitu segera mengakhiri kehamilan dengan melakukan induksi persalinan setelah diagnosa ketuban pecah dini ditegakkan.7

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiAda bermacam-macam batasan, teori dan definisi mengenai KPP/KPD. Beberapa penulis mendefinisikan Ketuban pecah prematur adalah pecahnya selaput ketuban sebelum ada tanda- tanda persalinan. Dimana memiliki batasan yaitu ketuban pecah, 1 jam kemudian tidak diikuti tanda-tanda awal persalinan. Sedangkan pengertian KPD menurut WHO yaitu pecahnya ketuban sebelum waktu persalinan. Normalnya selaput ketuban pecah pada akhir kala I atau awal kala II persalinan. 102.2 Anatomi dan Fisiologi2.2.1 Anatomi Amnion manusia terdiri dari lima lapisan yang berbeda. Lapisan ini tidak mengandung pembuluh darah maupun saraf, sehingga nutrisi disuplai melalui cairan amnion. Lapisan paling dalam dan terdekat pada fetus ialah epithelium amniotik. Epitel amniotik ini mensekresikan kolagen tipe III dan IV dan glikoprotein non kolagen ( laminin , nidogen dan fibronectin ) dari membrane basalis, lapisan amnion disebelahnya. Secara mikroskopis, selaput ketuban merupakan suatu struktur berlapis lapis yang didominasi dengan jaringan penyangga dan jaringan epitel. Jaringan-jaringan penyangga terdiri dari substrat matriks ekstraseluler kolagen dan non kolagen, seperti fibronectin, integrin, febrilin, laminin dan proteoglican. Dibawah ini digambarkan struktur selaput ketuban yang membentuk kantong kehamilan, yaitu:

1.Lapisan khorion, merupakan lapisan yang terluar berhubungan langsung dengan jaringan desidua maternal. Berfungsi sebagai kerangka dari selaput. Terdiri 4 lapisan : Lapisan Trophoblas. Lapisan ini melekat dengan lapisan sel desidua maternal, terdiri dari 210 sel tropoblas dan akan mengalami penipisan sesuai dengan usia kehamilan. Lapisan Pseudobasement membrane.Lapisan tipis jaringan retikulin yang berada antara trophoblas dengan lapisan reticular. Lapisan Reticular. Lapisan jaringan retikulin ini merupakan bagian utama dari membrane khorion yang terdiri dari sel-sel fibroblast dan sel Hofbauer yang bertugas dalam proses transport metabolit aktif dan sebagai makrofag. Lapisan Celular. Merupakan lapisan paling dalam dari membran khorion, berbatasan dan melekat langsung dengan lapisan amnion.2.Lapisan amnion, merupakan lapisan bagian dalam selaput ketuban serta paling elastis dibandingkan Lapisan khorion. Lapisan ini memiliki 5 lapisan. Spongy layer. Lapisan yang berbatasan langsung dengan khorion. Merupakan lapisan reticular yang terdiri dari jaringan kolagen dan mucus. Mempunyai kemampuan bergeser dan meregang. Merupakan lapisan stress absorber yang terdiri kolagen tipe III. Walaupun lapisan amnion lebih tipis dbanding lapisan korion, lapisan tersebut lebih elastis. Fibroblast layer. Lapisan ini terdiri dari sel-sel mesenkimal yang berasal dari mesoderm discus embrionik. Didapat banyak makrofag yang sering terlibat dalam proses penipisan selaput ketuban. Compact layer. Merupakan bagian yang paling tebal dan mengandung kolagen interstisiial tipe I, kolagen tipe III dan kolagen tipe V. Bersama dengan membran basal merupakan kerangka jaringan ikat yang kokoh. Basement membrane. Merupakan bagian yang terdiri dari jaringan fibroblast kompleks dalam jaringan retikulin. Memisahkan lapisan epithelial dengan jaringan selaput ketuban lainnya. Didapatkan sel Hofbauer. Sangat kaya serabut kolagen tipe III dan IV. Epithelial lining. Merupakan lapisan terdalam dari selaput ketuban. Terdiri dari selapis sel kuboid yang tidak bersilia. Permukaan bebas dari sel ini ditutupi oleh mikrovili. Antar sel dihubungkan dengan desmosom. Embriologis berasal dari ektoderm. Pada lapisan ini disekresi kolagen tipe III, IV dan glikoprotein nonkolagen (laminin, nidogen, fibronektin) yang membentuk membran basal.6.112.2.2 FisiologiVolume likuor amnii pada kehamilan cukup bulan 1000-1500 ml, warnanya putih, agak keruh serta mempunyai bau yang khas, agak amis dan manis. Berat jenis 1,008 terdiri atas 98% air. Sisanya terdiri atas garam anorganik serta bahan organik, lanugo, sel-sel epitel dan verniks kaseosa. Protein ditemukan rata-rata 2,6% g/ltr dan sebagian besar sebagai albumin. Terdapatnya lesitin dan sfingomielin amat penting untuk mengetahui apakah janin mempunyai paru-paru yang sudah siap untuk berfungsi. Dengan peningkatan kadar lesitin permukaan alveolus paru-paru diliputi oleh zat yang dinamakan surfaktan dan yang merupakan syarat untuk berkembangnya paru-paru dan untuk bernafas, untuk menilai hal ini dipakai perbandingan antara lesitin dan sfingomielin.Asal likuor amnii belum diketahui secara pasti, beberapa teori mengatakan berasal dari lapisan amnion terutama dari bagian pada plasenta. Teori lain mengatakan kemungkinan berasal dari plasenta. Selain itu juga ada yang mengatakan berasal dari kencing janin (fetal urine), transudasi dari darah ibu, sekresi dari epitel amnion, asal campuran.Peredaran air ketuban dengan darah ibu cukup lancar dan perputarannya cepat, kira-kira 350-500 cc. Fungsi air ketuban sendiri antara lain untuk: Untuk proteksi janin, Mencegah perlekatan janin dengan amnion, Agar janin dapat bergerak dengan bebas, Regulasi terhadap panas dan perubahan suhu, Mungkin untuk menambah suplai cairan janin dengan cara ditelan atau diminum yang kemudian dikeluarkan melalui kencing janin, Meratakan tekanan intra uterine dan membersihkan jalan lahir bila ketuban pecah.1.9.112.3 EtiologiEtiologi ketuban pecah prematur belum diketahui. Faktor predisposisi ketuban pecah prematur ialah :1. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini.2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, kuretase).3. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)misalnya tumor, hidramnion, gemelli.4. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amnosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi5. Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.6. Keadaan sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas perawatan antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh Chlamydia trachomatis dan Neischeria gonorhoe.7. Faktor lain yaitu: Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum Defisiensi gizi dari tembaga dan vitamin

2.4Faktor ResikoBerbagai faktor risiko berhubungan dengan timbulnya ketuban pecah prematur. Ras kulit hitam cenderung memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan ras kulit putih. Pasien dengan status sosioekonomi rendah, perokok, riwayat penyakit menular seksual, riwayat persalinan preterm sebelumnya, perdarahan pervaginam atau distensi uteri (misal polihidramnion dan gemelli) memiliki risiko tinggi. Tindakan prosedural seperti amniosentesis juga dapat memicu ketuban pecah prematur.Beberapa faktor risiko yang memicu terjadinya ketuban pecah prematur ialah :1. Kehamilan multipel: kembar dua (50%), kembar tiga (90%).2. Riwayat persalinan preterm sebelumnya: resiko 2 - 4x.3. Tindakan sanggama: tidak berpengaruh kepada risiko, kecuali jika higiene buruk, predisposisi terhadap infeksi 4. Perdarahan pervaginam: trimester pertama (resiko 2x), trimester kedua/ketiga (20x).5. Bakteriuria: resiko 2x (prevalensi 7%).6. pH vagina di atas 4.5: resiko 32% 7. Servix tipis/kurang dari 39 mm: resiko 25% 8. Flora vagina abnormal: resiko 2-3x.9. Fibronectin > 50 ng/ml: risiko 83% (vs. 19%).10. Kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm.10.122.5 Patofisiologi Faktor-faktor yang memudahkan pecahnya selaput ketuban adalah :1. Korio amnionitis, menyebabkan selaput ketuban jadi rapuh2. Inkompentensia serviks, yakni kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan atau tindakan kuret).3. Kelainan letak, sehingga tidak ada bagian terendah anak yang menutup PAP (pintu atas Panggul), yang dapat mengurangi tekanan terhadap membran bagian bawah.4. Trauma, yang menyebabkan tekanan intra uterin (intra amniotik) mendadak meningkat.Penyebab terjadinya KPD biasanya multifaktorial, tetapi diduga yang paling sering adalah akibat proses infeksi dalam kehamilan sebelum terjadi KPD. Didapatkan 3 cara hingga terjadi invasi dan kolonisasi kuman dalam kehamilan, Pertama naiknya (ascending ) kuman yang berasal dari serviks dan vagina Kedua melalui transplasenta ( hematogen ) dan Ketiga karena iatrogenik instrumentasi mekanik pada prosedur invasif (Amniosentesis, Funipuncture dan pengambilan contoh plasenta)

Dari ketiga cara yang memungkinkan pemicu proses infeksi maka cara dengan naik dan invasinya kuman patogen yang berasal dari bibir leher rahim dan liang senggama merupakan faktor yang paling sering terjadi. Pada kehamilan normal, banyak faktor yang mencegah terjadinya kontaminasi kuman seperti: Selaput ketuban yang utuh, Adanya lendir serviks yang bertugas sebagai penghalang fisik dan Kimiawi karena mengandung substansi antibakteri (lisosim dan immunoglobulin), Keseimbangan perkembangan pertumbuhan flora normal dalam liang senggama serta suasana pH rendah yang ditimbulkan oleh bakteri Lactobacillus.

Beberapa literatur asing yang mengulas tentang kasus KPD, menunjukkan bahwa robeknya selaput ketuban adalah akibat keterlibatan multifaktorial dari faktor-faktor resiko secara bersamaan dan sinergis. Terutama paling menonjol adalah keterlibatan faktor-faktor mediator inflamasi. Fisiologis pada kehamilan, kadar lekosit darah sebelum hamil berkisar 5000 12000/l, akan naik setelah hamil menjadi berkisar 14000 16000/l. Pada proses infeksi didapatkan aktivasi sistim imun, baik spesifik maupun non spesifik. Maka akan terjadi peningkatan produksi sel leukosit dan aktivasi sel marofag untuk melepaskan mediator-mediator inflamasi serta menyebabkan sel-sel radang tertarik dan berkumpul pada tempat terjadinya proses inflamasi. Bila terjadi proses infeksi, kadar lekosit darah akan berada diatas batas tersebut. Pada proses infeksi selain didapatkan peningkatan kadar lekosit darah, klinis didapatkan juga kenaikan suhu tubuh. Kenaikan suhu tubuh tersebut akibat interaksi antara sel makrofag dan sel imunitas lain dengan endotoksin dan sel mikroba yang sudah hancur. Sel imun selain melakukan tugas memfagositosis bahan-bahan tersebut juga akan melepas sitokin IL-1 yang selanjutnya akan terlarut dalam darah dan terbawa menuju reseptornya di Nukleus Preopticus yang selanjutnya memicu pembentukkan prostaglandin. Kadar prostaglandin yang tinggi akan mengubah dan meningkatkan set point di Hypothalamus. Salah atau pemicu pelepasan mediator inflamasi adalah adanya proses infeksi akibat invasi dan kolonisasi bakteri patogen pada cairan ketuban serta dinding selaput ketuban kantong kehamilan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam cairan ketuban sendiri secara fisiologis didapatkan keseimbangan antara enzyme Matriks metalloproteinase dan inhibitornya (TIMPs). Enzim-enzim tersebut juga berada pada sitoplasma sel selaput ketuban dan sel permukaan endometrium lainnya, dan sangat terlibat aktif saat terjadi proses proteolitik jaringan kolagen. Dalam keadaan tertentu misalnya terjadi proses infeksi khorioamnionitis, enzim matriks metalloproteinase tersebut akan diaktifkan dan selanjutnya terjadi proses proteolitik pada jaringan-jaringan kolagen membran. Akibatnya selaput ketuban menjadi lemah dan mudah robek. Pelepasan mediator-mediator inflamasi kedalam cairan ketuban dan jaringan penunjang lapisan selaput ketuban akan mengaktifkan pembentukkan enzim-enzim kolagenase [Matrix Metalloproteinase (MMP), Elastase] serta merangsang terbentuknya Prostaglandin (PGE2 dan PGF2). Beberapa bakteri patogen terutama bakteri gram negatif dapat menghasilkan ensim Protease dan Phospolipase A2 sendiri. Enzim-enzim asing tersebut selain memicu pelepasan mediator-mediator radang oleh sel-sel sistim imun dari host juga akan mengurai jaringan kolagen yang merupakan struktur kerangka secara langsung dan menyebabkan struktur fisik selaput ketuban tersebut menjadi rapuh hingga mudah robek. Ditemukan hubungan yang kuat antara KPD dengan kejadian infeksi pada ibunya. Banyak bakteri patogen yang berada dalam vagina mempunyai atau menghasilkan enzim Phospolipase A2, seperti Fusobacteri, Peptostreptococcus, Streptococcus viridans, Bacteroides fragilis dan lain-lain. Bila enzim ini dilepaskan dan masuk kedalam cairan ketuban, akan merangsang sel-sel desidua dan sel-sel amnion menghasilkan Prostaglandin yang selanjutnya menginduksi proses persalinan prematur.Pada proses Penuaan usia kehamilan, secara fisiologis disertai juga dengan tercapainya proses kematangan hormonal yang akan menyebabkan berkurangnya komposisi jaringan penunjang dan elastisitas dari selaput ketuban. Hal ini merupakan salah satu kenyataan alamiah menjelang proses persalinan bayi cukup bulan. Pada grafik diatas ini digambarkan bahwa selama masa hamil keterlibatan hormonal dibagi atas 4 tahap 1. Selama kehamilan, uterus dalam fase tenang (phase 0/ Quiescence), dimana pada fase ini banyak terlibat hormon-hormon antara lain : Progesteron, Prostasiklin, Relaksin, Oksida Nitrat, hormon parathyroid, calsitonin, HPL dan Corticotropin Releasing Hormone (CRH). Sebelum usia kehamilan cukup bulan, uterus mengalami fase 1 (aktivasi) dan fase 2 (stimulasi), fase aktivasi terjadi akibat respon terhadap hormon estrogen yang menyebabkan peningkatan pembentukan reseptor prostaglandin dan oksitosin dalam sel sel miometrium serta connexin (komponen gap junction). Selanjutnya setelah mengalami aktivasi, sel-sel miometrium menjadi peka dan terstimulasi oleh prostaglandin hingga kontraksi menjadi teratur dan sering saat menjalani proses persalinan. Tahap berikutnya adalah fase terakhir yaitu fase 3 yang merupakan fase involusi dari sel-sel miometrium dimana pada fase ini yang dominan adalah pengaruh oksitosin. Dengan bertambahnya usia kehamilan, maka pada selaput ketuban akan selalu mengalami remodeling dalam upaya mengikuti dan menyesuaikan dengan pertambahan volume dari kehamilan. Dengan demikian ketebalan selaput ketubanpun makin berkurang elastisitasnya. Sejalan dengan makin menuanya usia kehamilan, fungsi-fungsi hormonal yang sebelumnya bertugas untuk menjaga kehamilan agar tidak terjadi persalinan prematur mengalami penurunan. Terjadi pergeseran keseimbangan menuju persiapan untuk inisiasi persalinan. Hal ini dapat dilihat dengan berkurangnya kadar progesteron dan adanya peningkatan kadar estrogen, prostaglandin serta oksitosin. Normal selaput ketuban sangat elastis pada usia kehamilan muda dan makin tua usia kehamilan maka kekuatan dan kelenturannya makin berkurang dan semakin mudah terjadi robekan. Selaput ketuban mengalami peningkatan resiko robek seiring dengan pertambahan usia kehamilan dan volume isi rahim, akibat gerakan aktif dari janin dan adanya his yang adekuat.

Hampir seluruh permukaan dinding selaput ketuban mempunyai ketebalan lapisan dan elastisitas yang sama kecuali pada tempat bakal terjadinya robekan. Hal ini dapat diartikan bahwa kemungkinan penyebab penipisan, melemahnya elastisitas struktur dinding selaput ketuban berasal dari luar. Ini bisa disebabkan karena peningkatan mendadak tegangan mekanins. Beberapa penelitian mengatakan bahwa terjadinya penipisan tersebut karena aktifasi enzim kolagenase (MatrixMetalloproteinase) menguraikan serabut-serabut kolagen tipe III yang terdapat pada selaput ketuban. Berkurangnya kadar kolagen pada selaput ketuban sampai 1520% mengakibatkan struktur selaput ketuban menjadi lemah dan mudah robek. Penelitian lain mengatakan sebelum terjadi KPD pada kehamilan prematur, telah terjadi proses infeksi dalam rahim yang menyebabkan melemahnya konstruksi fisik dinding selaput ketuban melalui pelepasan ensim protease yang selanjutnya akan menguraikan dan melemahkan struktur dinding selaput ketuban serta mempermudah timbulnya robekan. Pada awalnya saat usia kehamilan cukup bulan sudah terjadi kontraksi kecil-kecil tidak teratur yang menyebabkan selaput ketuban mengalami proses remodeling dan menjadi lebih rapuh. Pada tahap ini, didukung dengan adanya perubahan lingkungan dalam liang senggama yang menyebabkan tumbuhnya kuman patogen kemudian memungkinkan invasi naik menuju rahim dan melakukan kolonisasi dalam jaringan khorion atau invasi kedalam cairan ketuban, akan memicu terjadinya proses radang dan mengakibatkan pelepasan mediator inflamasi dan menyebabkan bertambah tipisnya selaput ketuban yang sebelumnya memang sudah rapuh. Jadi kadar lekosit darah ibu hamil normal cukup bulan memang tinggi dan akan lebih meningkat pada keadaan proses persalinan yang berlangsung berlarut-larut dan disertai komplikasi. Jadi seperti yang digambarkan pada gambar disamping ini secara fisiologis pecahnya selaput ketuban terjadi saat usia kehamilan mencapai waktunya. Timbulnya perubahan akibat proses multifaktorial yang berlangsung sejak usia kehamilan dini hingga cukup bulan. Dengan timbulnya kontraksi uterus yang berulang-ulang dan peregangan dari selaput ketuban yang juga sudah mengalami penipisan akibat proses penuaan kehamilan disertai peningkatan tekanan hidrostatik, akhirnya selaput ketuban tersebut pecah. Pada kejadian infeksi, diperkirakan telah terjadi penipisan selaput ketuban mendahului proses inisiasi persalinan.10.13.14

LEUKOSITOSISBACTERIALCOLLAGENASE(PROTEASE)MACROPHAGEGRANULOCYTEELASTASEMIOMETRIUM KONTRAKSIPELEPASAN SITOKIN (TNF, IL-1).PEMBENTUKAN PGEAKTIFASI MMPSTRUKTUR KOLAGEN BERKURANGPHOSPOLIPASE A2ROBEKNYA SELAPUT KETUBANSELAPUT KETUBAN JADI RAPUHKETUBAN PECAH DINIKOMPLIKASI PADA IBU :KORIOAMNIONITISSOLUSIO PLASENTAENDOMETRITISTINDAKAN SESAR MENINGKATSEPSIS HINGGA MODSKEMATIANKOMPLIKASI PADA JANIN :PREMATURITAS.GANGGUAN PERNAPASANSEPSIS NEONATUSIVHCACAT.KEMATIANBAKTERIEMIABAKTERI PATOGENok gangguan keseimbangan flora normal dalam vaginaTEKANAN INTRA UTERINE (MMP 1 DAN IL-8 )GEMELLIHIDRAMNIONMALPOSISITRAUMAFAKTOR NON INFEKSI :GGN SINTESA KOLAGEN (EHLERS DANLOS SYNDROMA)GGN NUTRISI.MEROKOKSTEROID HORMON APOPTOSIS INVASI KUMAN PADA LAPISAN KHORIODESIDUA KOLONISASI DALAM RONGGA AMNION

2.6 Diagnosis KPDBila keluarnya air ketuban banyak dan mengandung mekonium / verniks maka diagnosis dengan inspeksi mudah ditegakkan. Tapi bila keluarnya cairan sedikit, maka diagnosis harus didasarkan pada :1. Anamnesis Diagnosis KPD sebagian besar dapat ditegakkan cukup melalui anamnesis saja, yaitu adanya riwayat keluar cairan dari vagina.2. Inspeksi Keluar air ketuban per vaginam warna putih keruh, jernih, kuning, hijau, atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi3. Periksa dalam Janin mudah diraba, Pada pemeriksaan dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering.4. Inspekulo Tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering. Bila fundus ditekan atau bagian terendah digoyangkan, keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada forniks posterior.5. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan leukosit darah > 15.000/ l bila terjadi infeksi Tes lakmus merah berubah menjadi lakmus biru Amniosentesis, USG : menentukan usia kehamilan, indeks cairan amnion berkurangBila dengan cara diatas ternyata ketuban sudah pecah, maka diambil ketentuan sebagai berikut :1. Saat ketuban pecah ditentukan berdasarkan anamnesis pasti tentang kapan ketuban pecah.2. Kalau anamnesis tidak pasti, maka saat ketuban pecah adalah saat penderita masuk kamar bersalin (MKB).3. Kalau berdasarkan anamnesis pasti bahwa ketuban pecah sudah lebih dari 24 jam, maka setelah MKB dievaluasi 2 jam. Bila setelah 2 jam tidak ada tanda-tanda inpartu maka harus diputuskan untuk terminasi persalinan (induksi / seksio sesarea).2.7 Penatalaksanaan Penatalaksanaan KPD pertama kali adalah dengan memantau secara periodik beberapa parameter, yaitu tanda vital, kelembekan uterus, hitung leukosit, usap vagina untuk melihat pola bakteri dan uji kepekaan terhadap antibiotika, USG untuk melihat volume cairan ketuban, dan kardiotokografi untuk memantau keadaan janin.11 Pasien KPD dengan usia kehamilan > 36 minggu sebaiknya diinduksi. Induksi dapat dimulai segera bila sudah terjadi pematangan serviks. Persalinan spontan dapat ditunggu maksimal 24 jam, karena menurut Davies dkk KPD > 24 jam dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas ibu dan anak.182.7.1 AntibiotikaPemberian antibiotika pada pasien KPD dapat menurunkan angka kejadian infeksi neonatus dan memperpanjang periode laten. Suatu metaanalisis menunjukkan pada pasien KPD yang diberi antibiotika, dibandingkan dengan yang tidak mendapat antibiotika mengalami endometritis paska persalinan yang lama, korioamnionitis, sepsis neonatorum, pneumonia neonatal, dan perdarahan intraventrikular.1Beberapa regimen antibiotika sudah diadvokasi untuk KPD. Regimen yang diteliti oleh National Institute of Child Health and Human Development menggunakan kombinasi dari Ampisillin 2 gram intravena dan 250 mg eritromisin setiap 6 jam, diberikan selama 48 jam, diikuti dengan pemberian 250 mg amoksisilin and 333 mg eritromisin setiap 8 jam selama 5 hari. Wanita yang diberikan kombinasi ini mempunyai kecenderungan untuk tetap bertahan hamil selama 3 minggu walaupun antibiotika hanya diberikan selama 7 hari. Dianjurkan juga untuk memberikan antibiotika yang sesuai untuk profilaksis infeksi intrapartum Streptococcus group B pada wanita karier, walaupun wanita tersebut sebelumnya telah mendapatkan antibiotika untuk KPD.192.7.2 Terapi TokolitikData yang ada untuk menentukan apakah perlu pemberian terapi tokolitik pada KPD prematur masih sangat terbatas. Kombinasi dari pemberian antibiotika, steroid dan tokolitik belum banyak diteliti. Terapi tokolitik dapat memperpanjang periode laten selama beberapa waktu tetapi tidak terbukti dapat memperbaiki keluaran bayi yang lahir. Walaupun data yang ada terbatas, pemberian tokolitik jangka pendek masih dapat dimaklumi untuk memberikan antibiotika dan kortikosteroid yang diperlukan, walaupun hal ini masih kontroversial.20 Pemberian terapi tokolitik jangka panjang pada pasien KPD tidak direkomendasikan, karena belum ada penelitian yang mendukung hal tersebut.2.8Tata Laksana Berdasarkan Usia KehamilanKetuban pecah prematur pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit.A. KPP dengan kehamilan aterm1. Diberikan antibiotic2. Observasi suhu rectal tiap 3 jam,bila ada kecenderungan meningkat >37,6 segera terminasi3. bila suhu rectal tidak meningkat, ditunggu 24 jam, bila belum ada tanda- tanda inpartu dilakukan terminasiB. KPP dengan kehamilan premature1. EFW > 1500 gram ampisilin 4x1 gr/hari, im/iv selama 2 hari dan gentamisin 60-80 mg 2-3x sehari selama 2 hari kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru (betametason 12 mg iv, 2 x selang 24 jam) Observasi 2 x 24 jam, kalau belum inpartu segera terminasi Observasi suhu rectal tiap 3 jam, bila ada kecenderungan meningkat >37,6 segera terminasi2. EFW < 1500 gram Observasi 2x 24 jam Observasi suhu rectal tiap 3 jam Pemberian antibiotik dan kortikosteroid (s.d.a) VT selama observasi tidak dilakukan, kecuali ada his atau inpartu Bila Trectal meningkat >37,6 segera terminasi Bila cairan tidak keluar 2x24 jam : USG : bagaimana jumlah air ketuban :a. bila jumlah air ketuban cukup, kehamilan dilanjutkan, perawatan di ruangan sampai dengan 5 harib. bila jumlah air ketuban minimal segera terminasi bila 2x24 jam cairan ketuban masih tetap keluar, segera terminasi bila konservatif, sebelum pulang penderita diberi nasehat :a. segera kembali ke RS bila ada tanda-tanda demam atau keluar cairan lagib. tidak boleh koitusc. tidak boleh memanipulasi vaginaTerminasi persalinan yang dimaksud di atas adalah : induksi persalinan dengan memakai drip Oxytosin (5u/500 cc D5), bila persyaratan klinis (USG & NST) memenuhi seksio sesar : bila persyaratan untuk drip oxytosin tidak terpenuhi (ada kontra indikasi ) atau drip oksitosin gagalC. KPP yang dilakukan induksi1. bila 12 jam belum ada tanda-tanda awal persalinan dengan atau belum keluar dari fase laten, induksi dinyatakan gagal dan persalinan diselesaikan dengan seksio sesaria2.bila dengan 2 botol (@5u./500cc D5) dengan tetesan maksimal, belum inpartu atau belum keluar dari fase laten, induksi dinyatakan gagal persalinan diselesaikan dengan seksio sesariaD. KPP yang sudah inpartu1.evaluasi, setelah 12 jam harus keluar dari fase laten. Bila belum keluar dari fase laten dilakukan akselerasi persalinan dengan drip oksitosin atau terminasi dengan seksio sesar bila ada kontra indikasi untuk drip oksitosin (evaluasi klinis, USG & NST)2.bila pada fase laten didapatkan tanda-tanda fase laten memanjang, maka dilakukan akselerasi persalinan dengan drip oksitosin atau terminasi seksio sesar bila ada kontraindikasi drip oksitosin

1

CATATAN

1. Evaluasi Persalinan setelah masuk fase aktif, sesuai dengan persalinan yang lain (Kurva Friedman)2. Pada keadaan ketuban pecah pada fase laten (inpartu), maka penatalaksanaan seperti KPP inpartu, dihitung mulai saat pecahnya ketuban.2.9 KomplikasiPada KPD risiko korioamnionitis meningkat sekitar 20 % dan peningkatannya berbanding terbalik dengan usia kehamilan.4 KPD sering menyebabkan a. Infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterin.b. Persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm.c. Prolaps tali pusat, bisa sampai gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang)

BAB IIIRESUME

KPD adalah suatu kejadian obstetrik yang cukup sering ditemukan, dengan insidens 10.7% dari seluruh persalinan dimana 94% diantaranya terjadi pada kehamilan cukup bulan.2Faktor risiko terjadinya KPD bermacam-macam, termasuk diantaranya ras, status sosioekonomi rendah, merokok, riwayat koitus 24 jam sebelumnya, infeksi, status nutrisi, ibu penderita diabetes mellitus dan atau hipertensi.4Efek pada ibu adalah korioamnionitis, tindakan operatif, dan sepsis puerperal, sedangkan pada janin komplikasi yang sering terjadi ialah prematuritas, gawat janin ataupun kematian janin akibat penekanan tali pusat.4.6Penatalaksanaan ketuban pecah dini sampai saat ini masih kontroversial. Ada dua pendapat yaitu secara konservatif dan cara aktif.

27