referat keloid

25
REFERAT PENATALAKSANAAN KELOID Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Program Pendidikan Kedokeran Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Falkutas Kedokteran Universtas Trisakti Rumah Sakit Umum Kardinah Tegal Pembimbing: Dr. Sri Primawati Indraswari, Sp. KK Penyusun: Andriati Nadhilah W 030.06.027 Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin i

Upload: andriati-nadhila

Post on 04-Aug-2015

777 views

Category:

Documents


23 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Keloid

REFERAT

PENATALAKSANAAN KELOID

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Program Pendidikan Kedokeran

Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Falkutas Kedokteran Universtas Trisakti

Rumah Sakit Umum Kardinah Tegal

Pembimbing:

Dr. Sri Primawati Indraswari, Sp. KK

Penyusun:

Andriati Nadhilah W

030.06.027

Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Rumah Sakit Umum Kardinah Tegal

Periode 8 Oktober – 10 November 2012

Falkutas Kedokteran Universitas Trisakti

i

Page 2: Referat Keloid

LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

PENATALAKSANAAN KELOID

Oleh:

Andriati Nadhilah W

030.06.027

Menyetujui:

Tegal, 2012

Pembimbing Koordinator Kepanitraan Klinik

Dr. Sri Primawati Indraswari, Sp. KK Dr. Hj. Erna Khaeriyah

ii

Page 3: Referat Keloid

Kata Pengantar

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya,

penyusun dapat menyelesaikan Referat tentang “Penatalaksanaan Keloid” ini tepat pada

waktunya.

Referat ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas kepanitraan klinik bagian

Ilmu Penyakit Kulitdan Kelamin Falkutas Kedokteran Universitas Trisakti di RSU Kardinah

Tegal periode 8 Oktober – 10 November 2012.

Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Sri Primawati Indraswari, Sp. KK atas

bimbingannya dalam menyusun referat ini serta teman-teman dan semua pihak yang ikut

membantu dalam menyeesaikan referat ini sehingga dapat selesai pada waktunya.

Saya menyadari bahwa Referat ini masih jauh dari sempurna, dan atas segala

keterbatasan yang kami miliki, maka semua saran dan kritik yang membangun akan kami terima

dengan lapang hati. Besar harapan saya semoga referat yang saya susun ini dapat memberikan

manfaat yang besar bagi teman-teman klinik, pembaca dan saya sendiri.

Tegal, 20 Oktober 2012

Penyusun

iii

Page 4: Referat Keloid

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………………………………….i

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………....ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………….iii

BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………………………………..1

BAB II

Definisi ….………………………………………………………………………………………...2

Epidemiologi …………………………………………………………………………………..….2

Etiologi ……………………………………………………………………………………………3

Patofisiologi………………………………………………………………………………...……..3

Manifestasi Klinik ………………………………………………………………………...............5

Penatalaksanaan ………………………………………………………………………………......6

Konservatif………………………………………………………………………………...7

Silicone Gel Sheet…………………………………………………………………………8

Pembedahan……………………………………………………………………………….8

Bedah beku………………………………………………………………………………..9

Laser……………………………………………………………………………………...10

Radioterapi……………………………………………………………………………….10

Pencegahan………………………………………………………………………………………11

BAB III

Kesimpulan………………………………………………………................................................12

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………...13

iv

Page 5: Referat Keloid

BAB I

PENDAHULUAN

Keloid adalah pertumbuhan jaringan ikat padat hiperproliferatif jinak akibat respon

penyembuhan luka abnormal. Keloid terjadi karena sintesis dan penumpukan kolagen yang

berlebihan dan tidak terkontrol pada kulit yang sebelumnya terjadi trauma dan mengalami

penyembuhan luka. (Robles & Berg, 2007; Harting dkk, 2008) Keloid berbeda dengan skar

hipertrofik karena keloid menyebar melewati garis batas luka awal, menginvasi kulit normal di

sekitarnya, tumbuh mirip pseudotumor dan cenderung rekuren setelah eksisi. (Urioste dkk, 1999;

Harting dkk, 2008)

Penanganan keloid merupakan tantangan bagi dermatolog, terutama karena respon

terhadap pengobatan yang bervariasi. Berbagai metoda terapi telah dilakukan untuk mengobati

keloid. Metoda terapi keloid yang banyak digunakan saat ini adalah kortikosteroid, pembedahan,

radiasi, laser dan silicone gel sheets. Beberapa metoda lain, masih dalam taraf eksperimen,

seperti interferon, bleomisin dan 5-fluorouracil. (Durani & Bayat, 2007) Keloid sering timbul

kembali walaupun telah diterapi dengan berbagai teknik. (Jackson dkk, 2001) Sampai saat ini

pun, belum ada baku emas penanganan keloid. (Sridharani dkk, 2010) Oleh karena itu,

pemahaman mendasar tentang patogenesis, berbagai metoda penanganan dan pencegahan

kekambuhan keloid penting untuk dimiliki oleh dokter yang akan menangani kondisi ini.

Keloid dapat muncul pada daerah dada, bahu, punggung, leher belakang, dan daun

telinga.4 Lebih sering muncul pada orang kulit hitam, Hispanik, dan Asia, dan jarang dijumpai

pada Kaukasian. Pada wanita lebih sering dijumpai dari pada pria. Keloid lebih sering muncul

pada 5ecade ketiga. Walaupun sering muncul pada daerah yang terkena trauma, namun dapat

muncul secara spontan.4

v

Page 6: Referat Keloid

BAB II

Definisi

Keloid adalah pembentukan jaringan parut berlebihan (pertumbuhan proliferatif) diatas

permukaan kulit yang disebabkan oleh trauma atau luka dan bekas operasi karena sintesis dan

deposisi yang tidak terkontrol dari jaringan kolagen pada dermis.1, 2

Gambar. Keloid

Luka pada kulit seperti luka bakar, insisi pembedahan, ulkus dan lain-lain diperbaiki

melalui deposisi dari komponen yang akan membentuk kulit baru. Komponen tersebut meliputi

pembuluh darah, saraf, serat elastin (memberelastisitas kulit), serat kolagen (memberi

ketegangan kulit), dan gliko-saminoglikan yang membentuk matriks di mana serat-serat

struktural, saraf dan pembuluh darah berada.1,2

Pada beberapa orang, jaringan parut yang terbentuk akibat proses penyembuhan luka

tumbuh secara abnormal menghasilkan jaringan parut hipertrofik atau keloid. Jaringan parut

abnormal tersebut dapat menyebabkan gangguan psikis dan fungsional pada pasien dan

penatalaksanaannya relatif sulit.1,2.

Epidemiologi

Keloid dapat diturunkan dominan dan resesif autosom. Meskipun dapat terjadi pada

semua kelompok usia, jarang ditemukan pada bayi baru lahir atau orang tua dan memiliki

kejadian tertinggi di individu yang berusia 10-20 tahun. Pada keloid tingkat kolagen lebih tinggi

dibandingkan rata-rata jaringan parut. Keloid terletak di lokasi yang sebagian besar menjadi

perhatian kosmetik, beberapa keloid dapat menyebabkan kontraktur, yang dapat mengakibatkan

vi

Page 7: Referat Keloid

hilangnya fungsi jika diatasnya bersama atau dalam pengrusakan signifikan jika terletak di

wajah. Keloid bentuk yang lebih sering pada orang Polinesia dan Cina daripada orang India dan

Malaysia. Sebanyak 16% dari orang dalam sampling acak dari Afrika hitam dilaporkan memiliki

keloid. Orang putih setidaknya umumnya terkena. Prevalensi ini telah dilaporkan lebih tinggi

pada wanita muda dari pada laki-laki muda. Keloid mempengaruhi kedua jenis kelamin sama-

sama dalam kelompok usia lainnya. Onset terjadi paling sering pada individu usia 10-30 tahun.

Etiologi

Selain trauma, faktor penyebab yang mungkin untuk terjadinya keloid masih belum bisa

dijelaskan. Keloid biasanya berhubungan dengan faktor penyembuhan luka yang tidak baik

seperti infeksi, luka bakar, inflamasi kronis, penutupan luka yang tidak adekuat, tegangan yang

berlebihan, benda asing dan trauma berulang, namun dapat muncul pada luka yang bersih. 8

Beberapa faktor lain yang diketahui berpengaruh adalah herediter dan ras, umur dan faktor

endokrin, jenis luka dan lokasi trauma seperti yang telah dijelaskan diatas.

Pathogenesis

Secara umum, keloid timbul setelah cedera atau inflamasi kulit pada individu

yang beresiko. Keloid dapat terjadi dalam jangka waktu satu bulan sampai satu tahun setelah

trauma atau inflamasi. Trauma kulit pada dermis retikuler atau lapisan kulit lebih dalam lagi

cenderung berpotensi menjadi skar hipertrofik dan keloid. Beberapa penyebab keloid yang sering

dilaporkan adalah: akne, folikulitis, varicella, vaksinasi, tindik telinga, luka robek dan luka

operasi. Luka kecil sekalipun, bahkan bintil bekas gigitan serangga dapatmenjadi keloid. Injeksi

menggunakan jarum ukuran kecil, seperti injeksi anestesi lokal, biasanya tidak menimbulkan keloid.

Keloid dapat terjadi pada injeksi yang memprovokasi inflamasi, seperti vaksinasi. Penelitian di

Taiwan mendapatkan bahwa 10% remaja mendapat keloid pada tempat bekas injeksi vaksin

Bacil Calmette Guerin (BCG). (Robles& Berg, 2007) Setelah terjadi trauma/luka, pada lokasi luka

terjadi degranulasi platelet, aktifasifaktor pembekuan dan komplemen, mengakibatkan

pembentukan bekuan fibrin untuk hemostasis. Bekuan ini selanjutnya berperan sebagai rangka

untuk penyembuhan luka. Degranulasi platelet menyebabkan pelepasan dan aktifasi sitokin poten

termasuk transforming growth factor-β (TGF-β), epidermal growth factor (EGF), insulin

like growth factor-1 (IGF-1) dan  platelet-derived growth factor (PDGF). Growth

vii

Page 8: Referat Keloid

factor berfungsi merekrut dan mengaktifkan sel netrofil, epitel, endotel makrofag, sel mast dan

fibroblas. 2

Penelitian lain tentang patogenesis keloid mendapatkan bahwa pada keloid terjadi down-

regulation gen yang terkait apoptosis. Selain itu pada biakan fibroblas keloid didapatkan

produksi kolagen dan matriks metalloproteinase lebih besar dibandingkan fibroblas dermal

normal. 8 Berikut beberapa teori yang sering dianggap sebagai patogenesis keloid:

Aktifitas Fibroblas Abnormal

Fibroblas yang terdapat pada keloid memproduksi type I procollagen secara berlebihan.

Secara in vitro, fibroblas keloid juga mengekspresikan lebih banyak vascular endothelial growth

factor (VEGF), transforming growth factor-(TGF-)β1/β2, reseptor platelet derived growth factor –

α (PDGF-α) dan mengalami penurunan kebutuhan growth factor . Ladin dkk melaporkan bahwa

fibroblas keloid mengalami penurunan frekuensi apoptosis. 9

Fibroblas keloid (FK) menghasilkan kolagen dalam jumlah banyak. Selain itu FK  juga

menghasilkan elastin, fibronektin, dan proteoglikan serta chondroitin 4 sulfat (C4S)lebih banyak

dibanding fibroblas normal. Fibroblas keloid menghasilkan kolagen tipe I dan memiliki kapasitas

untuk berproliferasi 20 kali lebih besar dibandingkan dengan fibroblasnormal.

Reaksi Imunitas Abnormal

Beberapa teori menyatakan bahwa keloid disebabkan oleh reaksi imun spesifik.

Immunoglobin (Ig) yang meningkat pada keloid, adalah: IgA, IgG dan IgM. Pelepasan produk sel

mast yang dimediasi oleh IgE juga berperan pada pembentukan keloid.Histamin berhubungan dengan

sintesis kolagen karena menghambat enzim lysil oksidase kolagen yang berperan terhadap cross-

linking  kolagen, sehingga mengakibatkan peningkatan jumlah kolagen pada keloid. Aktifitas

metabolik sel mast juga berperan danmendasari terjadinya rasa gatal yang sering menyertai

kondisi ini. (Urioste dkk, 1999)4

Peningkatan Produksi Asam Hyaluronat

Asam hyaluronat merupakan glikosaminoglikan yang terikat pada reseptor di permukaan

fibroblas dan memiliki peranan penting dalam mempertahankan sitokin tetap terlokalisir dalam

viii

Page 9: Referat Keloid

sel. Salah satu sitokin yang dimaksud adalah TGF-α1. Produksi asam hyaluronat meningkat pada

fibroblas keloid, dan kadarnya kembali normal setelah pengobatan dengan triamsinolon.

Beberapa peneliti tidak setuju dengan teori ini, berdasarkan temuan kadar asam hyaluronat yang

lebih rendah dalam dermis keloidal dibandingkan dermis normal.5

Pengaruh Melanin terhadap Reaksi Kolagen-kolagenase

Peningkatan kadar melanin berpengaruh terhadap terjadinya akumulasi kolagen melalui

mekanisme penurunan pH menjadi lebih asam sehingga kemampuan enzim kolagenase

mendegradasi kolagen menjadi berkurang. Penelitian ini juga menjelaskan kejadian keloid pada

kulit berwarna disebabkan karena keberadaan melanin yang lebih banyak akan mengganggu

keseimbangan sintesis dan degradasi kolagen pada penyembuhan luka.4

Manifestasi klinik

Secara klinis keloid merupakan nodul fibrosa, papul atau plak, keras, elastis, berkilat,

tidak teratur, berbatas tegas, terdapat telangiektasis dan berwarna merah muda, merah sampai

coklat gelap.2,3 Pasien sering mengeluhkan rasa gatal dan nyeri.3,5 Keloid cenderung tumbuh

lambat lebih dari beberapa bulan sampai tahun. Secara histopatologis menunjukkan adanya

hialinisasi serabut kolagen yang tersusun melingkar. Keloid biasanya diagnosis banding dengan

skar hipertrofi, dermatofibroma dan dermatofibrosarkoma protuberans.2 Skar hipertrofi sama

dengan keloid, namun secara klinis tinggi skarnya tidak tumbuh melebihi batas dari lukanya.3

Keloid tidak mengalami resolusi spontan, tetapi dengan pengobatan yang sesuai

progresinya dapat dihambat. Keloid dapat menyebabkan terganggunya pasien secara fisik

maupun psikologis dan menyebabkan dampak negatif pada kualitas hidupnya.2

Walaupun prevalensi keloid ini tinggi pada populasi umum, namun masih menjadi

tantangan bagi dermatolog untuk menanganinya karena kekambuhan sering terjadi setelah

penanganan. Penanganan kombinasi sepertinya merupakan stategi yang optimal.4 Terdapat

beberapa penanganan pada keloid. Namun, tidak ada penanganan keloid yang dinyatakan 100%

efektif.3 Ada beberapa penanganan keloid seperti kompresi, kortikosteroid intralesi, penggunaan

silikon, vitamin dan bahan farmakologi secara topikal, pembedahan, bedah beku, laser,

radioterapi, penanganan kombinasi dan beberapa penanganan keloid lainnya.1,3,6

Penatalaksanaan Keloid

ix

Page 10: Referat Keloid

Penanganan keloid merupakan tantangan bagi dermatolog. Beberapa metoda terapi telah

digunakan dengan tingkat keberhasilan bervariasi. Berdasarkan pemahaman tentang patogenesis

keloid yang ada saat ini, terdapat tiga pendekatan terapi yang dapat digunakan:manipulasi

terhadap aspek mekanis penyembuhan luka, koreksi terhadap ketidakseimbangan antara sintesis

dan degradasi kolagen, dan perubahan responimun/inflamasi.2 Penanganan keloid merupakan

masalah yang sulit, karena rendahnya respon penyembuhan terhadap berbagai terapi dan

cenderung kambuh. Keloid yang hanya diterapi dengan pembedahan memiliki angka kekambuhan

sampai 80%. Pada algoritma yang terdapat dalam referat ini, ukuran dan jumlah lesi keloid harus

diukur dalam merencanakan penanganan keloid. Penggolongan ini penting karena lesi yang kecil

(dini) dapat diterapi secara radikal dengan cara pembedahan dan terapi adjuvant. Terapi laser

sebagai monoterapi juga efektif untuk terapi radikal keloid dini. Terapi konservatif  non bedah,  tidak

efektif  jika digunakan sebagai monoterapi.5 Diskusi dengan pasien untuk menentukan tujuan akhir

terapi merupakan hal penting yang harus dilakukan dalam menangani keloid yang besar dan

multipel. Pasien dengan keloid berukuran besar biasanya disertai infeksi dan nyeri, sehingga

pengurangan ukuran massa keloid dan terapi simtomatik dengan berbagai modalitas terapi harus

dipertimbangkan.5

Penanganan keloid yang paling sering digunakan dan paling sering dilaporkan efikasinya

adalah injeksi kortikosteroid intralesi, bedah eksisi, 5-fluoruorasil, cryotherapy, laser, radiasi dan

silicone gel sheeting.1, 8

A. Konservatif

x

Page 11: Referat Keloid

Kortikosteroid Intralesi

Kortikosteroid intralesi telah lama digunakan untuk terapi keloid karena memiliki respon

yang baik, mudah digunakan dan efek samping yang rendah. Kortikosteroid intralesi

menginhibisi pertumbuhan fibroblas dan produksi mediator inflamasi, mengurangi sintesis

kolagen dan mengubah sintesis glykosaminoglikan sehingga mengurangi jumlah kolagen pada

keloid. Secara klinis mengurangi rasa gatal, melembutkan dan meratakan lesi. Keloid yang besar

memiliki respon yang baik dengan penanganan triamsinolon asetonid intralesi. Dapat

dikombinasi dengan terapi lain untuk meningkatkan respon dan efikasi terapi. Kekambuhan

sering dan dapat muncul dalam beberapa bulan atau tahun. Dosis triamsinolon asetonid yang

diperlukan untuk terapi keloid lebih tinggi daripada untuk penyakit lain. Robles menganjurkan

Dosis yang digunakan untuk kotikosteroid intralesi 10-40 mg/mL dengan interval 4-6 minggu

dan batas dosis perbulan dari triamsinolon asetonid adalah 20 mg, tergantung dari ukuran, lokasi

dan respons keloid. Injeksi KIL menyebabkan keloid jadi mendatar, lebih lunak dan

meringankan gejala nyeri dan gatal. Efek samping kortikosteroid intralesi yang bisa muncul

termasuk hiper-hipopigmentasi, atropi, dan telangiektasi. Sedangkan efek samping sistemik

jarang muncul pada kortikosteroid intralesi. Namun injeksi kostikosteroid ini sering tidak

nyaman bagi pasien, tidak praktis dan sulit dilakukan pada keloid yang besar dan atau keras juga

multipel.3

5-Fluorouracil

5-Fluorouracil (5-FU), merupakan analog pirimidin yang banyak digunakan dalam

pengobatan kanker dan glaukoma. Dalam sel 5-FU dikonversikan menjadi substrat aktif yang

menghambat sintesis DNA dengan cara kompetitif terhadap penggabungan urasil. Penelitian

terbaru mendapatkan bahwa 5-FU memiliki efikasi yang baik untuk menangani keloid.

Kemampuan 5-FU untuk untuk mengganggu TGF-b signaling merupakan dasar penggunaan 5-

FU untuk menghambat pembentukan keloid. Teknik yang digunakan dalam penelitian efikasi 5-

FU terhadap keloid adalah dengan injeksi intralesi atau menempatkan kain yang sebelumnya

direndam dengan 5-FU selama 5 menit sebelum luka ditutup. Efek samping yang sering terjadi

adalah nyeri di lokasi injeksi, ulserasi dan rasa terbakar. 10, 11

Penelitian Kontochristopoulos dkk menggunakan injeksi 5-FU intralesi dengan interval

1 pekan, sebanyak 6 kali, mendapatkan hasil yang baik. Perbaikan secara klinis dibuktikan juga xi

Page 12: Referat Keloid

dengan temuan histopatologi berupa; berkurangnya jumlah hyalinized collagen fibers,

berkurangnya prominent vascularity, pendataran papila dermis tanpa tanda atrofi, pigmentary

incontinence, penurunan ekspresi Ki-67 dan penurunan ekspresi TGF-b. Ki-67 adalah petanda

proliferasi sel. Fitzpatrick juga melaporkan perbaikan klinis pada keloid yang diterapi dengan

injeksi intralesi 5-FU, walaupun bukan sebagai terapi tunggal. 1, 9, 10, 12

Karena terapi 5-FU sistemik dihubungkan dengan anemia, leukopenia dan

trombositopenia, maka pasien harus dimonitor gambaran darah tepinya secara ketat. Terapi

menggunakan 5-FU juka tidak dianjurkan untuk wanita hamil atau menyusui dan pada pasien

dengan bone marrow suppression.9, 10, 12

B. Penggunaan Silikon gel sheeting

Pemberian silikon gel sheeting secara topikal merupakan alternatif lain untuk penanganan

keloid. Silikon ini dapat melembutkan dan menurunkan pruritus, merah dan nyeri.4 Penggunaan

silikon sedikitnya 12 jam perhari atau dua kali sehari dalam beberapa bulan agar efektif. Dapat

digunakan sebagai terapi tambahan seperti pada terapi pembedahan, kortikosteroid intralesi dan

laser. Silokon gel sheet ini merupakan campuran dan kombinasi dari beberapa ekstrak herbal dan

derivate silicone. Oleh ahli international merekomendasikan silikon gel ini sebagai profilaksis

lini pertama setelah bedah eksisi. Namun, ada sebuah penelitian lanjutan yang dilakukan oleh

seorang ahli dari Thailand Muangman dkk tahun 2001, tentang pengunaan gel ini sebagai

penanganan keloid.4

Cybele® Scagel adalah kombinasi dari ekstrak herbal dan turunan silicon dalam bentuk

preparat gel yang terdiri dari 12% A. cepa (0nion extract), 1% allantoin, asiaticoline (ekstrak

daun gotu kola), ekstrak lidah buaya (Aloe barbadensis), Kazinol F (ekstrak paper mulberry),

ekstrak tamarind, dan nano hydroxyproline C yang dibuat untuk mengobati parut hipertrofik.

Pada penelitian sebelumnya telah dilaporkan bahwa penggunaan obat topkal ini dapat

mengurangi rasa nyeri dan gatal-gatal setelah epitelisasi pada luka bakar dan dapat mencegah

terbentuknya parut hipertrofik setelah luka bakar (Muangman dkk., 2011). Penelitian ini

dirancang untuk menilai manfaat dan potensi Cybele ® Scagel dalam pencegahan parut

hipertrofik dan keloid. 4 Sampai saat ini tidak ditemukan ada efek samping dalam penggunaan

gel ini.

C. Pembedahan

xii

Page 13: Referat Keloid

Bedah eksisi merupakan cara penanganan keloid yang pertama kali dikenal. Pertama kali

dilakukan oleh Druit di tahun 1844 dan disempurnakan oleh De Costa pada tahun 1903. Secara

umum pembedahan diperlukan sebagai terapi lini kedua untuk lesi yang tidak berespon terhadap

terapi lain. Selain itu bedah eksisi juga dilakukan pada lesi keloid yang luas sehingga

membutuhkan debulking lebih dahulu sebelum terapi lain dilakukan.

Bedah eksisi merupakan lini kedua dalam penanganan keloid. Penanganan ini bukan

hanya invasif tetapi juga memiliki angka kekambuhan yang tinggi yaitu sekitar 50%. Pada keloid

yang kecil dapat langsung ditutup dan pada keloid yang besar dapat menggunakan skin graf

namun dapat menyebabkan keloid pada daerah donor. Untuk menghindarinya dapat digunakan

autograf. Pada metode ini menggunakan kulit dari keloid untuk menutupi defek setelah

dilakukan pembedahan debulking. 3

Banyak teknik yang berkembang untuk debulking ini, seperti penggunaan suction-

assisted lipectomy, aspirator bedah ultrasonik dan rekonstruksi bedah mikro dengan

menggunakan arthroscopic shaver. Bedah eksisi merupakan prosedur yang sering digunakan

untuk tindakan debulking.3 Pada bedah eksisi dapat dilakukan debulking parsial untuk

mengurangi ketebalan dari tumor. Kuretase sebagai prosedur pada tindakan debulking baik untuk

mengangkat massa tumor nodular yang lembut, namun tidak efektif dilakukan untuk mengangkat

tumor apabila didapati jaringan tumor dan fibrosis bersama-sama. Kuretase jarang dilakukan

sebagai prosedur debulking sedangkan debulking eksisi dilakukan lebih dari 90% pada tumor.

Tindakan debulking digunakan pada tumor yang terlihat oleh mata. Setelah dilakukan

tindakan debulking maka penyuntikan kortikosteroid intralesi akan lebih mudah dan waktu

penyuntikan yang diperlukan pun akan lebih singkat. Tidak ada komplikasi yang terjadi seperti

nekrosis flap, infeksi, bentuk yang irregular, seroma atau hematoma pada salah satu penelitian

dengan penggunaan teknik debulking. Terapi tambahan setelah operasi seperti injeksi steroid

sebaiknya dipertimbangkan.3 Kombinasi tindakan debulking dengan injeksi kortikosteroid

intralesi beberapa waktu setelah pembedahan menjamin tidak terganggunya penutupan defek dan

resolusi yang cepat dibandingkan bila penggunaan teknik secara sendiri-sendiri. Injeksi

triamsinolon asetonid dapat dilakukan 3-4 minggu setelah operasi. Dari kebanyakan penelitian

didapati bedah eksisi dikombinasi dengan injeksi steroid menunjukkan kekambuhan kurang dari

50%.

xiii

Page 14: Referat Keloid

D. Bedah Beku

Bedah beku atau cryotherapy menggunakan refrigerant, sebagai terapi tunggal atau

dikombinasi dengan injeksi KIL telah lama digunakan sebagai terapi keloid. Metoda aplikasi

cryotherapy adalah dengan cara ditempelkan, disemprotkan, dan disuntikkan intralesi.2, 3

Kelebihan dari bedah beku ini secara langsung menyebabkan stasis dan pembentukan

trombus sehingga terjadi nekrosis serta perlunakan dan pendataran keloid. Secara in vitro,

cryotherapy mampu mengubah sintesis kolagen dan differensiasi keloidal collagen menjadi

normal. Kelemahan dari bedah beku cryotherapy adalah nyeri yang ditimbulkan cukup berat

danwaktu penyembuhan yang lama, sehingga pasien sering tidak datang kembali. Metoda

inimemerlukan kombinasi dengan cara pengobatan lain. Pada pasien dengan warna kulitgelap

dapat terjadi efek hipopigmentasi, yang dapat menimbulkan masalah baru.4

E. Laser

Laser memiliki harapan baik untuk penanganan terhadap keloid. Pulsed-dye laser (PDL)

memberikan angka respon yang baik dan menurunkan kekambuhan. Mekanisme kerjanya masih

belum jelas. Diketahui PDL 585 nm memiliki target pembuluh darah yang menyebabkan

fototermolisis selektif. Sehingga pembuluh darah yang berlebihan pada keloid dapat

dihancurkan, selanjutnya terjadi hipoksia lokal. Hasilnya peningkatan asam laktat yang

menstimulasi kolagenase dan penghancuran kolagen.3, 9 Dapat dikombinasi dengan injeksi

kortikosteroid.4, 9 Laser karbondioksida (CO2) merupakan salah satu jenis laser yang pertama

kalidigunakan untuk terapi keloid. Pada tahun 1982 continous wave CO2 laser sukses dalameksisi

keloid. Keuntungan laser adalah bersifat non traumatik dan memiliki efek antiinflamasi. Namun

selanjutnya didapat bahwa eksisi keloid menggunakan continous wave CO2 laser yang dilanjutkan

dengan penyembuhan luka sekunder, gagal menekan pertumbuhan dan mencegah rekurensi

keloid. Saat ini laser CO2 digunakan untuk debulking keloid berukuran besar, sebelum terapi lain

dimulai.2

F. Radioterapi

Penanganan keloid hanya menggunakan radioterapi dinyatakan tidak dapat dipercaya.

Hasil yang lebih baik didapati bila dikombinasi dengan pembedahan dengan tingkat kekambuhan

yang lebih rendah dan merupakan salah satu cara yang efektif.4, 8, 9 Radiasi dilakukan segera

xiv

Page 15: Referat Keloid

setelah pembedahan. Pada salah satu penelitian, pasien mendapat radiasi 1500-2000 rad. Hati-

hati penggunaan luas dari radiasi ini, karena ditakutkan efek karsinogenesisnya. Efek samping

yang sering terjadi adalah transient erythema dan hiperpigmentasi. Terapi radiasi memiliki

resiko karsinogenesis, sehingga walaupun resiko ini kemungkinan kecil terjadi pada keloid,

pasien harus tetap diberitahu agar waspada karena secara teori hal itu mungkin terjadi.

Terapi ini sebaiknya dilakukan pada pasien dewasa dan kecacatan yang bermakna akibat

keloid, yang gagal dengan penanganan keloid lain.9

Pencegahan

Pencegahan pembentukan keloid merupakan faktor penting yang harus diperhatikan

dalam penanganan keloid. Klinisi harus waspada terhadap faktor resiko keloid, termasuk riwayat

keloid, riwayat keloid dalam keluarga, tension di lokasi trauma dan warna kulit gelap. Keloid

timbul jika sebelumnya terjadi cedera kulit walaupun cedera tersebut ringan sekali. Keloid juga

dapat berasal dari proses inflamasi yang lemah, termasuk akne dan injeksi. Perhatian khusus

harus diberikan ketika mengobati pasien dengan riwayat keloid. Faktor yang dapat dikelola

untuk mencegah terjadinya keloid adalah daya mekanik luka (stretching tension), pencegahan

infeksi luka dan reaksi benda asing.7 Beberapa hal penting untuk mencegah keloid adalah:5

1. Hindari gerakan berlebihan yang dapat meregangkan luka

2. Gunakan perban dan kain pembalut luka dengan tepat. 

3. Hindarkan luka dari daya mekanis langsung (misalnya gesekan dan garukan)

4. Gunakan gel sheeting dan plester perekat.

5. Untuk pasien dengan luka di telinga, kurangi kontak dengan bantal ketika tidur,untuk

mencegah gesekan. 

6. Untuk pasien wanita dengan luka di dada, gunakan bra dan pakaian dalam ketatuntuk

mencegah regangan kulit yang disebabkan oleh berat payudara.

7. Untuk pasien dengan luka di supra pubik, dianjurkan untuk memakai korset.

8. Setelah pembedahan dan trauma, luka yang terjadi harus dijaga tetap bersih dengancara

melakukan irrigasi dan mengoleskan obat antibakteri atau antijamur.

9. Setelah pembedahan dan trauma, hindari kontak antara dermis daerah luka (termasuk

lubang tindik telinga) dengan benda asing. 7

xv

Page 16: Referat Keloid

BAB III

KESIMPULAN

Penanganan keloid merupakan tantangan bagi dermatolog. Beberapa metoda terapi telah

digunakan dengan tingkat keberhasilan bervariasi. Berdasarkan pemahaman tentang patogenesis

keloid yang ada saat ini, terdapat tiga pendekatan terapi yang dapat digunakan:manipulasi

terhadap aspek mekanis penyembuhan luka, koreksi terhadap ketidakseimbangan antara sintesis

dan degradasi kolagen, dan perubahan responimun/inflamasi. Terdapat algoritma penanganan

yang cukup baik, namun diskusi dengan pasien untuk menentukan tujuan akhir terapi merupakan

hal penting yang harus dilakukan dalam menangani keloid.

xvi

Page 17: Referat Keloid

DAFTAR PUSTAKA

1. Hartyng M, Hicks MJ, Levy ML. Dermal hypertrophies. In: Wolff K, et al, editor.

Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7 thEdition. New York: Mc. Graw Hill, 2008.

h. 553-4

2. Thompson. Lester. 2001. Skin Keloid. ENT Journal.

3. Butler, P.D., Longaker, M.T., Yang, G.P. Current progress in keloid research and

treatment. J Am Coll Surg. 2008 206:731-41

4. Urioste, S.S., Arndt, K.A., Dover, J.S. Keloids and hypertrophic scars: Review and

treatment strategies. Seminars in Cutaneous Medicine and Surgery 1999, 18(2):159-71

5. Berman, B., Villa A.M., Ramirez, C.C. 2005. Novel opportunities in the treatment and

preventionof scarring. J Cutan Med Surg 32-6.

6. Muangman P, Aramwit P, Palapinyo S, et al. Efficacy of the combination of herbal

extracts and a silicone derivative in the treatment of hypertrophic scar formation after

burn injury. African Journal of Pharmacy and Pharmacology Vol. 5(3), pp. 442 - 446,

March 2011.

7. Ogawa R. The most current algorithms for the treatment and prevention of

hypertrophicscars and keloids. Plast Reconstr Surg.2010, 125:557-68.

8. Steifert O, Mrowietz U. 2009. Keloid scarring: bench and bedside. Arch Dermatol Res

301:259-72

9. Robles, D.T., Berg, D. 2007. Abnormal wound healing: keloids. Clinics in

Dermatology 25:26-32.

10. Robles, DT., Moore, E., Draznin M., Berg D. 2007. Keloids : Pathopysiology and

Management. Dermatology Online Journal 13 (3):9

11. Agung G. I. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; Tumor Kulit: Tumor Jinak kulit; 5th ed, p.

230. ed: Djuanda A, Hamzah M, Aishah S. Falkutas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta. 2009

xvii

Page 18: Referat Keloid

12. Sridharani, S.M., Magarakis, M., Manson, P.N., Singh, N.K., Basdag, B., Rosson,

G.D. The emerging role of antineoplastic agents in the treatment of keloids and

hypertrophic scars. Annals of Plastic Surgery, 2010; 64:355-61

xviii