referat judi patologis

36
BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER, 2014 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR JUDI PATOLOGIS OLEH : EZA AGUSALAM JONGA 10542 PEMBIMBING: dr. 1

Upload: rusmin-usman

Post on 26-Dec-2015

92 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

n

TRANSCRIPT

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA REFERATFAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER, 2014UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

JUDI PATOLOGIS

OLEH :

EZA AGUSALAM JONGA

10542

PEMBIMBING:

dr.

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKBAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHMAKASSAR

2014

1

DAFTAR ISI ............................................................................................................. 1

KATA PENGANTAR .................................................................................................. 2

PENDAHULUAN ....................................................................................................... 3

EPIDEMIOLOGI ......................................................................................................... 4

KOMORBIDITAS ....................................................................................................... 4

ETIOLOGI .................................................................................................................. 4

DIAGNOSIS DAN GAMBARAN KLINIS ..................................................................... 5

UJI PSIKOLOGIS DAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM ....................................... 7

DIAGNOSIS BANDING ............................................................................................... 7

PERJALANAN GANGGUAN DAN PROGNOSIS ......................................................... 7

TERAPI ....................................................................................................................... 8

KESIMPULAN ............................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 13

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan

anugerah-Nya, sehingga referat Ilmu Kesehatan Jiwa yang berjudul “Judi Patologis” dapat

diselesaikan dengan baik. Referat ini dibuat berdasarkan salah satu syarat untuk

menyelesaikan kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas kedokteran Universitas

Muhammadiyah Makassar di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

Saya berharap dengan referat ini, dapat menjadi media untuk memberikan informasi

yang berguna bagi para pembacanya baik teman-teman sejawat, kalangan medis lain,

maupun lapisan masyarakat umum.

Saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu

kritik dan saran sangat dibutuhkan untuk menambah kekurangan dari referat ini. saya

mohon maaf, bila ada kesalahan kata dalam penulisan. Atas perhatiannya, saya ucapkan

terima kasih.

Makassar, September 2014

Penulis

3

PEDAHULUAN

Menurut Undang-undang Hukum Pidana Pasal 303 ayat (3) menjelaskan “Yang

disebut permainan judi adalah tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan

mendapat untung bergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih

terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan

perlombaan atau permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut

berlomba atau bermain,demikian juga segala pertaruhan lainnya”.1

Secara detail diketahui bahwa di dalam penjelasan pelaksanaan UU nomor 7 tahun

1974 mengenai penertiban judi, yaitu: rolet, poker, hwa-hwe, sabung ayam, pacuan kuda,

nalo, dll. 2

Judi Patologis ditandai dengan judi maladaptif yang berulangdan menetap dan

menimbulkan masalah ekonomi serta gangguan yang signifikan di dalam fungsi pribadi,

sosial dan pekerjaan. Aspek perilaku maladaptif mencakup (1) preokupasi terhadap judi; (2)

kebutuhan untuk berjudi dengan jumlah uang yang semakin bertambah untuk memperoleh

kegairahan yang diinginkan; (3) upaya berulang yang tidak berhasil untuk mengendalikan,

mengurangi atau menghentikan judi; (4) berjudi sebagai cara untuk melarikan diri dari

masalah; (5) berjudi untuk membalas kekalahan; (6) berbohong untuk menutupi tingkat

keterlibatan dengan perjudian; (7) melakukan tindakan ilegal untuk membiayai judi; (8)

membahayakan atau kehilangan hubungan baik pribadi maupun pekerjaan karena judi; dan

(9) mengandalkan orang lain untuk membayar hutang.3

4

A. DEFINISI

Gangguan terdiri dari episode berjudi yang berulang dan sering, yang mendominasi

kehidupan individu yang merusak nilai dan ikatan sosial, perkerjaan, material dan

keluarga.4

Penderita gangguan ini mungkin mempertaruhkan pekerjaannya, mempunyai banyak

hutang, berbohong dan melakukan pelanggaran hokum untuk memperoleh uang dan

menghindari pelunasan hutang. Gangguan ini disebut juga “judi kompulsif”, tetapi

istilah ini kurang tepat, karena perilakunya bukan kompulsif dalam arti teknis, maupun

tidak berhubungan dengan neurosis obsesif-kompulsif.

B. EPIDEMIOLOGI

Hingga 3 % populasi umum dapat digolongkan sebagai penjudi patologis. Di samping

itu, menurut DSM-IV-TR, prevalensi penjudi patologis dilaporkan sebanyak 2,8 - 8,0 %

remaja dan mahasiswa. Gangguan ini lebih lazim pada laki-laki daripada perempuan,

dan angkanya sangat tinggi di lokasi-lokasi yang melegalkan perjudian. Kira-kira

seperempat penjudi patologis memiliki orangtua dengan masalah perjudian; baik ayah

dari seorang laki-laki penjudi maupun ibu dari seorang perempuan penjudi lebih

cenderung memiliki gangguan tersebut dibandingkan populasi luas. Ketergantungan

alkohol juga lazim ditemukan di antara orantua dari penjudi patologis dibandingkan

keseluruhan populasi. Perempuan dengan gangguan ini lebih cenderung menikah

dengan laki-laki alkoholik yang jarang di rumah dibandingkan dengan perempuan yang

tidak terlalu terganggu dengan gangguan ini.3

5

C. KOMORBIDITAS

Angka gangguan pengendalian impuls lainnya, gangguan penggunaan zat, gangguan

mood, gangguan defisit atensi/hiperaktivitas, serta gangguan kepribadian antisosial,

ambang, dan narsistik meningkat pada orang dengan judi patologis. Gangguan terkait

lainnya mencakup gangguan panik, agorafobia, gangguan obsesif-kompulsif, dan

gangguan Tourette.3

D. ETIOLOGI

1. Faktor Psikososial

Beberapa faktor dapat menjadi predisposisi seseorang dapat mengalami gangguan

ini : kehilangan orang tua karena meninggal, perpisahan, perceraian, atau

ditinggalkan sebelum anak berusia 15 tahun; disiplin orantua yang tidak tepat (tidak

ada, tidak konsisten, atau kasar); pajanan terhadap, dan ketersediaan, aktivitas

perjudian untuk remaja; tekanan keluarga terhadap materi dan simbol keuangan;

serta tidak adanya dorongan keluarga untuk menabung, merencanakan dan

manganggarkan.

Teori psikoanalitik berfokus pada sejumlah kesulitan karakter inti. Freud

memperkirakan bahwa penjudi impulsif memiliki keinginan yang tidak disadari

untuk kalah, dan mereka berjudi untuk meredakan rasa bersalah yang tidak disadari.

Perkiraan lainnya adalah bahwa penjudi merupakan orang dengan narsisme yang

memiliki khayalan kebesaran serta kekuasaan yang dapat membuat mereka yakin

bahwa mereka dapat mengendalikan peristiwa dan bahkan meramalkan hasilnya.

6

Ahli teori pembelajaran memandang judi yang tidak terkendali terjadi akibat

persepsi yang keliru mengenai pengendalian impuls.3

2. Faktor Biologis

Beberapa studi mengesnakan bahwa perilaku mengambil-risiko pada para penjudi

mungkin memiliki penyebab neurobiologis yang mendasari. Teori ini berpusat pada

sistem reseptor serotonergik dan nradrenergik. Penjudi patologis laki-laki dapat

memiliki kadar MPHG subnormal dalam plasma, meningkatnya kadar MPHG di

dalam cairan serebrospinal, dan meningkatnya keluaran norepinefrin di dalam urin.

Bukti juga mengaitkan disfungsi pengaturan serotonergik pada penjudi patologis.

Penjudi kronis memiliki aktivitas monoamin oksidase (MAO) trombosit yang

rendah, suatu penanda aktivitas serotonin, juga terkait dengan kesulitan inhibisi.

Studi lebih lanjut dibutuhkan untuk meyakinkan temuan ini.3

Faktor-faktor Lain Pendorong Perilaku Judi

Dari berbagai hasil penelitian lintas budaya dari para ahli sosial diperoleh lima

faktor yang amat berpengaruh dalam memberikan kontribusi pada perilaku berjudi.

Kelima faktor tersebut antara lain:

1. Faktor Sosial dan Ekonomi

Bagi masyarakat dengan status sosial dan ekonomi yang rendah, perjudian sering

kali dianggap sebagai suatu sarana untuk meningkatkan taraf hidup mereka.

2. Faktor Situasional

7

Situasi yang bisa dikategorikan sebagai pemicu perilaku berjudi, di antaranya

adalah tekanan dari teman-teman kelompok lingkungan untuk berpartisipasi dalam

perjudian serta metode-metode pemasaran yang dilakukan oleh pengelola perjudian.

3. Faktor Belajar

Faktor belajar memiliki efek yang besar terhadap perilaku berjudi, terutama

menyangkut keinginan untuk terus berjudi. Apa yang pernah dipelajari

menghasilkan sesuatu yang menyenangkan maka hal tersebut akan terus tersimpan

dalam pikiran seseorang dan sewaktu-waktu ingin diulangi lagi.

4. Faktor Persepsi tentang Kemungkinan Kemenangan

Persepsi yang dimaksud di sini adalah persepsi pelaku dalam membuat evaluasi

terhadap peluang menang yang akan diperolehnya jika ia melakukan perjudian.

5. Faktor Persepsi terhadap Keterampilan

Penjudi yang merasa dirinya sangat terampil dalam salah satu atau beberapa jenis

permainan judi akan cenderung menganggap bahwa keberhasilan/kemenangan

dalam permainan judi karena keterampilan yang dimilikinya.

E. DIAGNOSIS DAN GAMBARAN KLINIS

Di samping gambaran yang telah dijelaskan, penjudi patologis sering tampak terlalu

percaya diri, terkadang kasar, energik, dan boros. Mereka sering menunjukkan tanda-

tanda stres diri yang jelas, cemas, dan depresi. Mereka lazim memiliki sikap bahwa

uang merupakan penyebab dari, dan solusi bagi, semua masalah mereka. Mereka tidak

melakukan upaya yang serius untuk menganggarkan atau menghemat uang. Jika

sumber peminjaman mereka tertahan, mereka cenderung terlibat di dalam perilaku

8

antisosial guna mendapatkan uang untuk berjudi. Perilaku kriminalnya secara khas

tidak mengandung kekerasan, seperti pemalsuan, penggelapan, serta penipuan dan

mereka secara sadar berniat untuk mengembalikan atau membayar kembali uang itu.

Komplikasinya mencakup diasingkan oleh anggota keluarga dan teman, hilangnya

pencapaian kehidupan, upaya bunuh diri, dan hbungan dengan kelompok pinggir dan

ilegal. Penahanan terhadap kriminalitas yang tidak mengandung unsur kekerasan dapat

menyebabkan orang tersebut di penjara.3

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR judi Patologis

A. Perilaku judi yang berulang dan menetap seperti yang ditunjukkan oleh 5 (atau lebih)

hal berikut:

1) Preokupasi terhadap perjudian (contoh. Preokupasi terhadap menghidupkan

kembali pengalaman berjudi sebelumnya, kegagalan atau merencanakan

spekulasi berikutnya, atau memikirkan cara untuk mendapatkan uang, yaitu

dengan berjudi)

2) Kebutuhan untuk berjudi dengan jumlah uang yang semakin meningkat

memperoleh kegairahan yang diinginkan

3) Memiliki upaya berulang yang tidak berhasil untuk mengendalikan,

mengurangi, atau menghentikan judi

4) Gelisah atau mudah marah ketika mencoba mengurangi atau menghentikan judi

5) Berjudi sebagai cara untuk melarikan diri dari masalah atau untuk melegakan

mood disforik (contoh, rasa tidak berdaya, bersalah, ansietas, depresi)

9

6) Setelah kehilangan uang berjudi, sering kembali esok harinya untuk membalas

(“mengejar” kekalahan dirinya)

7) Berbohong terhadap anggota keluarganya, terapis, atau yang lainnya untuk

menutupi sejauh mana keterlibatannya dengan perjudian

8) Melakukan tindakan ilegal, seperti pemalsuan, penipuan, pencurian, atau

penggelapan untuk emmbiayai judi

9) Merusak atau kehilangan hubungan, pekerjaan, pendidikan, atau kesempatan

karir yang bermakna karena judi

10) Mengandalkan orang lain untuk memberikan uang guna memulihkan situasi

keuangan yang disebabkan oleh judi

B. Perilaku berjudi ini sebaiknya tidak disebabkan oleh episode manik

Untuk memahami apakah perilaku berjudi termasuk perilaku yang patologis,

diperlukan suatu pemahaman tentang kadar atau tingkatan penjudi tersebut. Hal ini penting

mengingat bahwa perilaku berjudi termasuk dalam kategori perilaku yang memiliki

kesamaan dengan pola perilaku adiksi. Menurut Papu (2002), pada dasarnya ada tiga

tingkatan atau tipe penjudi, yaitu:

1) Social Gambler

Penjudi tingkat pertama adalah para penjudi yang masuk dalam kategori "normal"

atau seringkali disebut social gambler, yaitu penjudi yang sekali-sekali pernah ikut

membeli lottery (kupon undian), bertaruh dalam pacuan kuda, bertaruh dalam

pertandingan bola, permainan kartu atau yang lainnya.

10

Penjudi tipe ini pada umumnya tidak memiliki efek yang negatif terhadap diri

maupun komunitasnya, karena mereka pada umumnya masih dapat mengontrol

dorongan-dorongan yang ada dalam dirinya. Perjudian bagi mereka dianggap sebagai

pengisi waktu atau hiburan semata dan tidak mempertaruhkan sebagian besar

pendapatan mereka ke dalam perjudian. Keterlibatan mereka dalam perjudian pun

seringkali karena ingin bersosialisasi dengan teman atau keluarga.

2) Problem Gambler

Penjudi tingkat kedua disebut penjudi "bermasalah" atau problem gambler, yaitu

perilaku berjudi yang dapat menyebabkan terganggunya kehidupan pribadi, keluarga

maupun karir, meskipun belum ada indikasi bahwa mereka mengalami suatu gangguan

kejiwaan (National Council on Problem Gambling USA, 1997). Penjudi jenis ini

seringkali melakukan perjudian sebagai cara untuk melarikan diri dari berbagai masalah

kehidupan.

Penjudi ini sebenarnya sangat berpotensi untuk masuk ke dalam tingkatan penjudi

yang paling tinggi yang disebut penjudi patologis jika tidak segera disadari dan diambil

tindakan terhadap masalah-masalah yang sebenarnya sedang dihadapi. Menurut

penelitian Shaffer, Hall, dan Vanderbilt (1999) yang dimuat dalam website Harvard

Medical School ada 3,9% orang dewasa di Amerika Bagian Utara yang termasuk dalam

kategori penjudi tingkat kedua ini dan 5% dari jumlah tersebut akhirnya menjadi

penjudi patologis.

3) Pathological Gambler

11

Penjudi tingkat ketiga disebut sebagai penjudi "patologi" atau pathological gambler

atau compulsive gambler. Ciri-ciri penjudi tipe ini adalah ketidakmampuannya

melepaskan diri dari dorongan-dorongan untuk berjudi. Mereka sangat terobsesi untuk

berjudi dan secara terus-menerus terjadi peningkatan frekuensi berjudi dan jumlah

taruhan, tanpa dapat mempertimbangkan akibat-akibat negatif yang ditimbulkan oleh

perilaku tersebut, baik terhadap dirinya sendiri, keluarga, karir, hubungan sosial atau

lingkungan disekitarnya.

Meskipun pola perilaku berjudi ini tidak melibatkan ketergantungan terhadap suatu

zat kimia tertentu, namun perilaku berjudi yang sudah masuk dalam tingkatan ketiga

dapat digolongkan sebagai suatu perilaku yang bersifat adiksi (addictive disorder).

DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-fourth edition) yang

dikeluarkan oleh APA menggolongkan pathological gambling ke dalam gangguan

mental yang disebut Impulse Control Disorder.

Individu yang didiagnosa mengalami gangguan perilaku jenis ini seringkali

diidentifikasi sebagai orang yang sangat kompetitif, sangat memerlukan persetujuan

atau pendapat orang lain dan rentan terhadap bentuk perilaku adiksi yang lain. Individu

yang sudah masuk dalam kategori penjudi patologis seringkali diiringi dengan masalah-

masalah kesehatan dan emosional. Masalah-masalah tersebut misalnya kecanduan obat

(Napza), alkoholik, penyakit saluran pencernaan dan pernafasan, depresi, atau masalah

yang berhubungan dengan fungsi seksual .

12

UJI PSIKOLOGIS DAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pasien dengan judi patologis sering menunjukkan tingkat impulsivitas yang tinggi pada uji

neuropsikologis. Studi di Jerman menunjukkan meningkatnya kadar kortisol di dalam ludah

penjudi saat mereka berjudi, yang disebabkan oleh euforia yang terjadi saat pengalaman

tersebut serta potensi kecanduannya.3

F. DIAGNOSIS BANDING

Judi sosial dibedakan dengan judi patologis dalam hal bahwa judi sosial dilakukan

dengan teman-teman, pada waktu khusus, dan dengan kehilangan yang dapat diterima

serta ditoleransi yang telah ditentukan sebelumnya. Judi yang simptomatik pada

episode manik biasanya dapat dibedakan dengan judi patologis melalui riwayat adanya

perubahan mood yang nyata dan hilangnya penilaian sebelum berjudi.

Perubahan mood mirip-manik lazim ditemukan pada judi patologis, tetapi selalu

menyertai kemenangan dan biasanya digantikan dengan episode depresif karena

kekalahan selanjutnya. Orang dengan gangguan kepribadian antisosial dapat memiliki

masalah dengan judi. Jika kedua gangguan ada, keduanya harus didiagnosis.3

G. PERJALANAN GANGGUAN DAN PROGNOSIS

Judi patologis biasanya dimulai saat remaja untuk laki-laki dan usia lanjut untuk

perempuan. Gangguan ini hilang timbul serta cenderung kronis. 4 fase ditemukan pada

judi petologis:

1. Fase kemenangan, berakhir dengan kemenangan besar, sama dengan kira-kira gaji

satu tahun, yang memancing pasien. Perempuan biasanya tidak menang dalam

jumlah besar tetapi menggunakan judi sebagai pelarian dari masalah mereka

13

2. Fase kehilangan progresif, yaitu pasien menata kehidupan mereka di seputar judi

dan kemudian berganti dari penjudi hebat menjadi penjudi bodoh yang mengambil

risiko besar, uang cadangan, meminjam uang, bolos kerja, dan kehilangan pekerjaan

3. Fase nekat, yaitu pasien berjudi besar-besaran dengan jumlah besar uang, tidak

membayar hutang, terlibat dengan lintah darat, menulis cek yang buruk, dan

mungkin menggelapkan

4. Fase putus asa, yaitu menerima bahwa kekalahan tidak akan pernah terbalaskan,

tetapi judi terus berlanjut karena kegairahan dan rangsangan yang terkait. Gangguan

ini dapat menghabiskan waktu 15 tahun untuk mencapai fase akhir, tetapi dalam 1

atau 2 tahun, pasien telah secara total mengalami perburukan

H. TERAPI

Penjudi jarang datang langsung secara sukarela untuk diterapi. Masalah hukum,

tekanan keluarga, atau keluhan psikiatrik lainnya membawa penjudi pada terapi.

Gamblers Anonymous (GA) didirikan di Los Angeles pada tahun 1957 dan meniru

alcoholics Anonymous (AA); GA merupakan terapi yang efektif, terjangkau,

setidaknya di kota besar, untuk jadi pada sejumlah pasien. GA adalah suatu metode

terapi kelompok inspirasional yang meliputi pengakuan di hadapan publik, tekanan

kelompok sependeritaan, dan adanya penjudi yang telah pulih (seperti pada AA) yang

siap membantu anggota untuk menolak impuls berjudi. Meskipun demikian, angka

drop-out dari GA tinggi. Pada beberapa kasus, perawatan di rumah sakit dapat

membantu dengan memindahkan pasien dari lingkungannya. Tilikan sebaiknya tidak

dicari sampai pasien benar-benar jauh dari perjudian selama 3 bulan. Pada saat ini,

14

pasien yang merupakan penjudi patologis dapat menjadi kandidat yang sangat baik

untuk psikoterapi berorientasi tilikan. Terapi kognitif perilaku (contoh, teknik

relasksasi digabungkan dengan visualisasi penghindaran judi) memiliki beberapa

keberhasilan.

Pengendalian Sosial Upaya Mencegah dan Merehabilitasi Patologi Sosial

Ada empat cara untuk pengendalian sosial, yaitu persuasif, koersif, penciptaan

situasi yang dapat mengubah sikap dan perilaku, dan penyampaian nilai norma dan aturan

secara berulang-ulang.

a. Persuasif

Cara ini dilakukan dengan penekanan pada usaha membimbing atau mengajak

berupa anjuran. Contoh, penertiban PKL (Pedagang Kaki Lima) dengan memindahkan

ke lokasi- lokasi tertentun yang sudah disiapkan.

b. Koersif

Mestinya langkah ini ditempuh setelah langkah persuasif telah dilakukan. Apabila

dengan anjuran, bujukan tidak berhasil, tindakan dengan kekerasan bisa dilakukan.

Contoh polisi pamong praja, membongkar paksa lapak (termpat berjualan) PKL yang

menurut informasi masyarakat sering dilakukan tempat perjudian.

Aparat kepolisian melakukan pemeriksaan terhadap tempat-tempat yang diduga

melakukan praktek-praktek perjudian, menangkap bandar judi Togel dan sabung ayam

untuk kemudian diproses ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Tindakan seperti

15

itu, bertujuan untuk menerapi pelaku agar merasakan sanksi ketika berperilaku

menyimpang sehingga ada efek jera yang dirasakan, diharapakan dengan efek tersebut

pelaku akan sadar.

c. Penciptaan Situasi yang dapat mengubah sikap dan perilaku (kompulsif)

Pengendalian sosial sangat tepat bila dilakukan dengan menciptakan situasi dan

kondisi yang dapat mengubah sikap dan perilaku seseorang. Misalnya, ketika para

penjudi melakukan perjudian sabung ayam tanpa mau mengindahkan ketentuan

pemerintah, pemerintah, penegak hukum (kepolisian), dan para tokoh agama

memberikan sosialisasi berupa himbauan-himbauan secara intensif berupa implikasi

negatif terhadap kehidupa individu dan keluarga, melalui\ media-media efektif seperti

radio atau tempat yang efektif (misalnya; balai desa, tempat ibadah, atau datangi rumah

warga).

d. Penyampaian nilai, norma dan aturan secara berfulang-ulang (vervasi)

Pengendalian sosial juga dapat dilakukan dengan cara penyampaian nilai, norma,

aturan secara berulang-ulang. Penyampaian inii bisa dengan cara ceramah maupun

dengan dibuatkannya papan informasi mengenai aturan, nilai dan norma yang berlaku.

Dengan cara demikian diharapkan nilai, norma dan aturan dipahami dan melekat pada

diri individu anggota masyarakat.

Metode lain yang dapat dilakukakan, untuk mengendalikan dan mencegah penyakit

atau penyimpangan sosial, maka bentuk-bentuk pengendalian sosial dapat dilakukan

16

melalui cara-cara; menolak perilaku tersebut, teguran, pendidikan, agama, pengucilan,

dan meminta pihak lain menanganinya.

Menolak : seseorang yang melanggar nilai, norma dan aturan mendapat cemoohan

atau ejekan dari masyarakatnya, sehingga ia malu, sungkan, dan akhirnya meninggalkan

perilakunya. Teguran. Orang yang melanggar nilai, norma dan aturan diberikan teguran,

nasehat agar tidak melakukan perbuatan yang melanggar nilai, norma dan aturan.

Pendidikan : melalui pendidikan seorang individu akan belajar nilai, norma dan

aturan yang berlaku. Dengan demikian ia dituntun dan dibimbing untuk berperilaku

sesuai dengan nilai, norma dan aturan yang berlaku. Pendidikan ini bisa dilakukan di

lingkungan keluarga, masyarakat maupun sekolah.

Agama : memiliki peran yang sangat besar dalam pengendalian sosial. Orang yang

memiliki agama akan memahami bahwa melanggar nilai, norma dan aturan di samping

ada hukuman di dunia juga ada hukuman di akherat. Dengan pemahaman ini maka,

individu akan terkendali untuk tidak melanggar nilai, norma dan aturan yang berlaku.

Menurut Papu menyikapi perilaku berjudi dalam kehidupan sehari-hari, ada

beberapa hal yang krusial untuk diperhatikan:

1. Perjudian amat sulit untuk diberantas, maka hal pertama yg perlu diperhatikan untuk

melindungi anggota keluarga agar tidak terlibat dalam perjudian adalah melalui

penanaman nilai-nilai luhur di mulai dari keluarga, selaku komunitas terkecil dalam

masyarakat. Penanaman nilai-nilai bukan hanya sekedar dilakukan dengan kata-kata

tetapi juga lebih penting lagi melalui keteladanan dari orangtua.

17

2. Perilaku berjudi sangat erat kaitannya dengan pola pikir seseorang dalam memilih

suatu alternatif, maka sangatlah perlu bagi orangtua, pendidik dan para alim ulama

untuk mengajarkan pola pikir rasional. Pola pikir rasional mengajarkan seseorang untuk

melihat segala sesuatu dari berbagai segi, sebelum memutuskan untuk menerima atau

menolak alternatif yang ditawarkan. Dengan memiliki kemampuan berpikir rasional

seseorang tidak akan dengan mudah untuk mengambil jalan pintas.

3. Meminta bantuan orang-orang professional seperti psikiater, psikolog, konselor atau

terapist. Bekerjasamalah dengan mereka untuk melepaskan diri dari masalah perjudian.

4. Jika tidak memiliki pengendalian diri yang tinggi maka jangan sekali-kali anda

mencoba untuk berjudi, sekalipun itu hanya perilaku berjudi tingkat pertama. Jangan

pula menjadikan judi sebagai pelarian dari berbagai masalah kehidupan anda sehari-

hari. Jika memang memiliki masalah mintalah bantuan pada orang-orang professional,

bukan pergi ke tempat-tempat perjudian.

5. Perkuat iman kepada Tuhan dan perbanyak kegiatan-kegiatan yang bersifat religius.

Dengan meningkatkan iman dan selalu mengingat ajaran agama, sesuai dengan

keyakinan masing-masing maka kemungkinan untuk terlibat perjudian secara kompulsif

akan semakin kecil.

Hanya sedikit yang diketahui mengenai efektivitas farmakoterapi untuk menerapi

pasien dengan judi patologis. Satu studi melaporkan bahwa 7 dari 10 pasien tetapi tidak

berjudi selama 8 minggu setelah mengonsumsi fluvoxamine. Juga terdapat laporan

kasus mengenai keberhasilan terapi dengan lithium dan clomipramine (anafranil). Jika

18

judi disertai gangguan depresif, mania, ansietas, atau gangguan jiwa lain,

farmakoterapi dengan antidepresan, lithium, atau agen antiansietas dapat berguna.

Fluvoxamine maleat5

Indikasi : mengatasi segala depresi. Diindikasikan untuk terapi jangka pendek

maupun rumatan

Dosis : 50-100 mg/hari. Maksimal 300 mg/hari. Dosis awal minimal 50

mg/hari, dosis tunggal

Perhatian : insufisiensi hati atau ginjal, diabetes, epilepsi dan kelainan kejang

lainnya, diatese perdarahan, penggunaan bersama obat-obat yang

mempengaruhi fungsi trombosit, lansia, anak-anak, kehamilan, laktasi.

Hindari alkohol, mengganggu kemampuan mengemudi dan menjalankan

mesin

Efek samping : mual, muntah, astenia, sakit kepala, malaise, palpitasi, takikardia,

peninggian enzim hati, mulut kering, gangguan gastrointestinal dan saraf,

pusing, berkeringat, hiponatremia

Interaksi obat : penghambat MAO, terfenadin, astemizol, cisaprid, antidepresan

trisiklik, neuroleptika, metadon, mexiletin, warfarin dan obat-obat

antikoagulan lain, phenytoin, teofilin, propanolol, lithium, benzodiazepin,

alkohol

Kemasan : tablet 50 mg (20 tablet)

19

Tablet 100 mg (20 tablet)

Clomipramine 5

Indikasi : depresi akibat berbagai sebab, sindroma obsesif-kompulsif, phobia;

serangan panik

Dosis : depresi, sindroma obsesif-kompulsif, phobia;

Dosis awal 10 mg, dinaikkan bertahap sampai 30-50 mg/hari

Pada kasus parah, sampai maksimal 250 mg/hari

Serangan panik: Dosis awal 10 mg, bila perlu dinaikkan sampai 150

mg. Jangan menghentikan pengobatan untuk sekurang-kurangnya 6

bulan, dan kurangi dosis perlahan-lahan

Kontra indikasi : infark miokard baru, pengobatan bersama penghambat MAO, payah

jantung, aritmia jantung atau blokade jantung, kerusakan hati parah,

glaukoma sudut sempit, mania.

Perhatian : ambang kejang rendah, gangguan berkemih, tumor medula adrenalis,

pengobatan elektrokonvulsif, hipertiroidisme, atau pengobatan dengan

obat-obat tiroid, konstipasi kronik, monitoring hematologi dan fungsi hati,

kehamilan, laktasi, mengganggu kemampuan mengemudi dan

menjalankan mesin.

20

Efek samping : mengantuk, lelah, tremor, nafsu makan bertambah, myoclonus, mulut

kering, gangguan berkemih, gangguan penglihatan, berat badan naik,

kadang-kadang halusinasi, agitasi, gangguan kardiovaskular, peninggian

transaminase, gangguan gastrointestinal,

Jarang; reaksi anafilaktik, hiperpireksia, kejang, ataksia, aritmia

Interaksi Obat : mengurangi efek antihipertensi penghambat adrenergik; meningkatkan

efek noradrenalin dan adrenalin, aktivitas depresan SSP, alkohol dan

antikolinergik

Kemasan : tablet 25 mg (50 tablet)

I. KESIMPULAN

Judi patologis ditandai dengan judi maladaptif yang berulang dan menetap yang

mencakup preokupasi, kebutuhan untuk berjudi; upaya berulang yang tidak berhasil

untuk mengendalikan, mengurangi atau menghentikan judi; berjudi sebagai cara untuk

melarikan diri dari masalah; berjudi untuk membalas kekalahan; berbohong;melakukan

tindakan ilegal; membahayakan atau kehilangan hubungan baik pribadi maupun

pekerjaan; dan mengandalkan orang lain untuk membayar hutang

Pada dasarnya judi patologis dapat diterapi dengan psikofarmaka dan non

psikofarmaka seperti terapi kelompok

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang KUHP pasal 303 ayat 3

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1981 tentang pelaksanaan UU

nomor 7 tahun 1974 tentang penertiban perjudian

3. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Kaplan & Sadock’s synopsis of

psychiatry : behavioral sciences / clinical psychiatry. 10th Edition. Lippincott Williams

& Wilkins. 2007. p. 779

4. Pedoman Penggolongan Dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ-III),

Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayan Medik, 1993. Cetakan Pertama

5. Papu, 2002, perilaku Berjudi,online. Diakses dari

http://www.e-psikologi.com/artikel/sosial/perilaku-berjudi

6. Maramis WF, Maramis AA. (2009). Catatan Buku Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya

: Airlangga University Press

7. Reilly. C, and Nathan Smith, The Evolving Definition of Pathological Gambling in the

DSM-5, http://www.ncrg.org/sites/default/files/uploads/docs/white_papers/

ncrg_wpdsm5_may2013.pdf

8. Hardjosaputra, Purwanto. Purwanto, Listyawati. dkk. Data obat di indonesia. Edisi 11.

Jakarta: PT Muliapurna Jayaterbit. 2008. p. 683

9. First, Michael B. . Tasman, Allan. Clinical Guide To The Diagnosis And Treatment of

Mental Disorders. John Wiley & Sons, Inc.

10. Davison, G.C., Neale, J.M., Kring, A.M. Psikologi Abnormal. Edisi ke-9. Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada; 2006. p611-641.

22