referat jeratan

48
REFERAT ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN STUDI MEDIKOLEGAL KEMATIAN AKIBAT JERAT Ditujukan untuk memenuhi syarat menempuh ujian Kepaniteraan di bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Studi Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang Disusun oleh: No Nama NIM Universitas 1. Giovanno rachmanda M 030.08.110 FK TRISAKTI 2. Ni luh ayudi martini 030.08.176 FK TRISAKTI 3. Silminati nur sa’adah 030.08.227 FK TRISAKTI 4. Sodiqa aksiani 030.08.228 FK TRISAKTI 5. Sanabilla 030.07.231 FK TRISAKTI 6. Wahyu rintiyani 030.07.269 FK TRISAKTI Dosen Penguji: dr. L. Bambang Prameng N, Sp.F Residen Pembimbing: dr. Istiqomah

Upload: spica-adhara

Post on 14-Dec-2014

70 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

REFERAT JERATAN

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT JERATAN

REFERAT ILMU KEDOKTERAN

FORENSIK DAN STUDI MEDIKOLEGAL

KEMATIAN AKIBAT JERAT

Ditujukan untuk memenuhi syarat menempuh ujian Kepaniteraan di bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Studi Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

Disusun oleh:

No Nama NIM Universitas

1. Giovanno rachmanda M 030.08.110 FK TRISAKTI2. Ni luh ayudi martini 030.08.176 FK TRISAKTI3. Silminati nur sa’adah 030.08.227 FK TRISAKTI4. Sodiqa aksiani 030.08.228 FK TRISAKTI5. Sanabilla 030.07.231 FK TRISAKTI6. Wahyu rintiyani 030.07.269 FK TRISAKTI

Dosen Penguji:

dr. L. Bambang Prameng N, Sp.F

Residen Pembimbing:

dr. Istiqomah

KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN STUDI MEDIKOLEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONOGORO

RSUP DR. KARIADI SEMARANG

PERIODE 17 DESEMBER 2012 s.d 12 JANUARI 2013

Page 2: REFERAT JERATAN

LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui oleh dosen penguji, referat dari:

No Nama NIM Universitas

1. Giovanno 030.08.110 FK TRISAKTI2. Ni luh ayudi martini 030.08.176 FK TRISAKTI3. Silminati nur sa’adah 030.08.227 FK TRISAKTI4. Sodiqa aksiani 030.08.228 FK TRISAKTI5. Sanabilla 030.07.231 FK TRISAKTI6. Wahyu rintiyani 030.07.269 FK TRISAKTI

Fakultas : Kedokteran Umum

Universitas : Universitas Trisakti Jakarta

Bagian : Ilmu Kedokteran Forensik dan Studi Medikolegal

Dosen Penguji : dr. L. Bambang Prameng N, Sp.F

Residen Pembimbing : dr. Istiqomah

Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Forensik dan Studi

Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

Semarang, Januari 2012

Dosen Penguji, Residen Pembimbing

dr. L. Bambang Prameng N, Sp.F dr. istiqomah

Page 3: REFERAT JERATAN

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang

berjudul “Kematian Akibat Jerat”. Tugas ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat

dalam mengikuti program Profesi dokter di bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Studi

Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponogoro Semarang. Pada penulisan dan

penyusunan referat ini, penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak secara langsung maupun

tidak langsung, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. L. Bambang Prameng N, Sp.F selaku dosen penguji

2. dr. Istiqomah selaku residen pembimbing

Penulis sadar bahwa dalam tugas ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis

berharap agar para pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun dalam

perbaikan referat ini.

Penulis berharap agar referat ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan ilmu

pengetahuan bagi pihak yang memerlukan khususnya bagi Penulis sendiri.

Januari 2013

Penulis

Page 4: REFERAT JERATAN

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang melalui

pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan itu akan tejadi

dengan mulai terhentinya suplai oksigen.1,2 Manifestasinya akan dapat dilihat setelah

beberapa menit atau beberapa jam. Dalam kasus tertentu, salah satu kewajiban dokter adalah

membantu penyidik menegakan keadilan. Untuk itu dokter sedapat mungkin membantu

menentukan beberapa hal seperti saat kematian dan penyebab kematian.

Saat kematian seseorang belum dapat ditunjukan secara tepat karena tanda-tanda dan

gejala setelah kematian sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantarannya umur, kondisi fisik pasien, penyakit fisik sebelumnya maupun penyebab

kematian itu sendiri.2

Salah satu penyebab kematian adalah terjadinya gangguan pertukaran udara

pernafasan yang mengakibatkan suplai oksigen berkurang. Hal ini sering dikenal dengan

istilah asfiksia, asfiksia menempati urutan ketiga setelah kecelakaan lalu lintas dan traumatik

mekanik sebagai penyebab kematian. Etiologi asfiksia ada tiga macam, yaitu alamiah,

mekanik, keracunan.1,2 Salah satu bentuk asfiksia mekanik adalah sumbatan atau halangan

pada saluran nafas. Sumbatan atau halangan pada saluran nafas bisa terjadi akibat penutupan

saluran pernafasan atau dapat pula penekanan dinding saluran pernafasan (strangulasi).1

Strangulasi merupakan salah satu bentuk mati lemas, dimana terjadi penekanan pada

leher dengan tangan atau benda lain, yang menyebabkan dinding saluran nafas bagian atas

tertekan dan terjadi penyempitan saluran nafas sehingga udara pernafasan tidak dapat lewat.

Jerat merupakan bagian dari strangulasi, dimana jerat ini menggunakan benda asing

seperti ikat pinggang, tali, kaus kaki dan lain-lain. Data statistik mengenai frekuensi dan

distribusi kasus jerat di Indonesia masih sangat langka. Penelitian tentang jerat di Indonesia

juga masih sangat terbatas jumlahnya. Data yang dihimpun dari Polda Metro Jaya diketahui

bahwa pada tahun 2009 ada 90 kasus gantung diri, tahun 2010 ada 101 kasus dan tahun 2011

ada 82 kasus jerat.1, 2, 9

Page 5: REFERAT JERATAN

Dalam Ilmu Kedokteran Forensik disebutkan bahwa pemeriksaan makroskopis, data-

data klinis, dan pemeriksaan secara mikroskopis merupakan cara identifikasi yang lebih baik

untuk meminimalisasi kemungkinan-kemungkinan lain yang dapat terjadi. Ada tiga hal yang

penting kita lakukan pada pemeriksaan otopsi kasus jerat : mencari penyebab kematian,

tanda-tanda asfiksia, kekerasan dan jenis luka.8, 9

2. Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan Asfiksia

b. Apa yang dimaksud dengan strangulasi

c. Apa yang dimaksud dengan jerat dan bagaimana terjadi kematian akibat jerat

d. Bagaimana Gambaran post mortem kematian akibat jerat

3. Tujuan

Tujuan penulisan referat ini adalah:

a. Mengetahui apa yang dimaksud dengan asfiksi

b. Mengetahui apa yang dimaksud dengan strangulasi

c. Mengetahui apa yang dimaksud dengan jerat bagaimana terjadi kematian akibat

jerat

d. Mengetahui gambaran post mortem kematian akibat jerat

4. Manfaat

Penulisan referat ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wawasan kepada

mahasiswa/mahasiswi yang sedang menjalani kepanitraan di bagian forensik dan studi

medikolegal mengenai kematian akibat jerat.

Page 6: REFERAT JERATAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.ASFIKSIA

Asfiksia berasal dari bahasa Yunani, yaitu terdiri "a" yang berarti tidak, dan "sphinx"

yang artinya "nadi", Jadi secara harfiah asfiksia diartikan sebagai "tidak ada nadi" atau "tidak

berdenyut".2

a. Definisi Asfiksia

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran

udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan

peningkatan karbondioksida (hiperkapneu). Dengan demikian organ tubuh mengalami

kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian. Secara klinis keadaan

asfiksia sering disebut anoksia atau hipoksia.2, 3

Target organ dari asfiksia adalah otak dan didalam otak sel targetnya adalah neuron

yang memperlihatkan kerentanan yang berbeda terhadap defisiensi oksigen. Kerentanan

bergantung pada pembuluh darah dan jenis neuron yang berbeda.2,4,5

b. Etiologi 2, 3, 5

Dari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut:

1. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasan seperti

laringitis difteri atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru.

2. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang

mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral; sumbatan

atau halangan pada saluran pernafasan, penekanan leher atau dada, dan sebagainya.

Page 7: REFERAT JERATAN

3. Keracunan bahan kimiawi yang menimbulkan depresi pusat pernafasan, misalnya

karbon monoksida (CO) dan sianida (CN) yang bekerja pada tingkat molekuler dan

seluler dengan menghalangi penghantaran oksigen ke jaringan. Keracunan bahan

kimiawi yang menimbulkan depresi pusat pernafasan, misalnya karbon monoksida

(CO) dan sianida (CN) yang bekerja pada tingkat molekuler dan seluler dengan

menghalangi penghantaran oksigen ke jaringan.

c. Jenis anoksia

Secara fisiologi dapat dibedakan 4 bentuk anoksia, yaitu:2, 4, 6

1. Anoksia Anoksik (Anoxic anoxia)

Pada tipe ini O2 tidak dapat masuk ke dalam paru-paru karena:

Tidak ada atau tidak cukup O2. Bernafas dalam ruangan tertutup, kepala di tutupi

kantong plastik, udara yang kotor atau busuk, udara lembab, bernafas dalam

selokan tertutup atau di pegunungan yang tinggi. Ini di kenal dengan asfiksia

murni atau sufokasi.

Hambatan mekanik dari luar maupun dari dalam jalan nafas seperti pembekapan,

gantung diri, penjeratan, pencekikan, pemitingan atau korpus alienum dalam

tenggorokan. Ini di kenal dengan asfiksia mekanik.

2. Anoksia Anemia (Anemia anoxia)

Di mana tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen. Ini didapati pada anemia

berat dan perdarahan yang tiba-tiba. Keadaan ini diibaratkan dengan sedikitnya kendaraan

yang membawa bahan bakar ke pabrik.

Page 8: REFERAT JERATAN

3. Anoksia Hambatan (Stagnant anoxia)

Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini bisa karena gagal

jantung, syok dan sebagainya. Dalam keadaan ini tekanan oksigen cukup tinggi, tetapi

sirkulasi darah tidak lancar. Keadaan ini diibaratkan lalu lintas macet tersendat jalannya.

4. Anoksia Jaringan (Hystotoxic anoxia)

Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau tubuh tidak dapat

menggunakan oksigen secara efektif. Tipe ini dibedakan atas:

Ekstraseluler

Anoksia yang terjadi karena gangguan di luar sel. Pada keracunan Sianida terjadi

perusakan pada enzim sitokrom oksidase, yang dapat menyebabkan kematian segera.

Pada keracunan Barbiturat dan hipnotik lainnya, sitokrom dihambat secara parsial

sehingga kematian berlangsung perlahan.

Intraselular

Di sini oksigen tidak dapat memasuki sel-sel tubuh karena penurunan permeabilitas

membran sel, misalnya pada keracunan zat anastetik yang larut dalam lemak seperti

kloform, eter dan sebagainya.

Metabolik

Di sini asfiksia terjadi karena hasil metabolik yang mengganggu pemakaian O2 oleh

jaringan seperti pada keadaan uremia. 

Page 9: REFERAT JERATAN

d. Patofisiologi Asfiksia2, 3, 4

Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam 2 golongan,

yaitu:

1. Primer (akibat langsung dari asfiksia)

Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung pada tipe dari

asfiksia. Sel-sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen. Bagian-bagian otak

tertentu membutuhkan lebih banyak oksigen, dengan demikian bagian tersebut lebih

rentan terhadap kekurangan oksigen. Perubahan yang karakteristik terlihat pada sel-

sel serebrum, serebellum, dan basal ganglia. Di sini sel-sel otak yang mati akan

digantikan oleh jaringan glial, sedangkan pada organ tubuh yang lain yakni jantung,

paru-paru, hati, ginjal dan yang lainnya perubahan akibat kekurangan oksigen

langsung atau primer tidak jelas.

2. Sekunder (berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari tubuh)

Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang rendah dengan

mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan vena meninggi. Karena oksigen

dalam darah berkurang terus dan tidak cukup untuk kerja jantung, maka terjadi gagal

jantung dan kematian berlangsung dengan cepat. Keadaan ini didapati pada:

o Penutupan mulut dan hidung (pembekapan).

o Obstruksi jalan napas seperti pada mati gantung, penjeratan, pencekikan dan

korpus alienum dalam saluran napas atau pada tenggelam karena cairan

menghalangi udara masuk ke paru-paru.

o Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan (Traumatic

asphyxia).

Page 10: REFERAT JERATAN

o Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat pernafasan,

misalnya pada luka listrik dan beberapa bentuk keracunan.

e. Gejala Klinis

Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul 4 (empat) fase gejala klinis,

yaitu:2,3,7

1. Fase Dispnea :

Terjadi karena kekurangan O2 disertai meningkatnya kadar CO2 dalam plasma akan

merangsang pusat pernafasan di medulla oblongata, sehingga gerakan pernafasan

(inspirasi dan ekspirasi) yang ditandai dengan meningkatnya amplitude dan frekuensi

pernapasan disertai bekerjanya otot-otot pernafasan tambahan. Wajah cemas, bibir

mulai kebiruan, mata menonjol, denyut nadi, tekanan darah meningkat dan mulai

tampak tanda-tanda sianosis terutama pada muka dan tangan. Bila keadaan ini

berlanjut, maka masuk ke fase kejang.

2. Fase Kejang

Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan susunan saraf pusat

sehingga terjadi kejang (konvulsi), yang mula-mula berupa kejang klonik tetapi

kemudian menjadi kejang tonik dan akhirnya timbul spasme opistotonik. Pupil

mengalami dilatasi, denyut jantung menurun, dan tekanan darah perlahan akan ikut

menurun. Efek ini berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak,

akibat kekurangan O2 dan penderita akan mengalami kejang.

3. Fase Apnea

Korban kehabisan nafas karena depresi pusat pernafasan, otot pernapasan menjadi

lemah, kesadaran menurun, tekanan darah semakin menurun, pernafasan dangkal dan

Page 11: REFERAT JERATAN

semakin memanjang, akhirnya berhenti bersamaan dengan lumpuhnya pusat-pusat

kehidupan. Walaupun nafas telah berhenti dan denyut nadi hampir tidak teraba, pada

fase ini bisa dijumpai jantung masih berdenyut beberapa saat lagi. Dan terjadi

relaksasi sfingter yang dapat terjadi pengeluaran cairan sperma, urin dan tinja secara

mendadak.

4. Fase Akhir

Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernapasan berhenti setelah

berkontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut

beberapa saat setelah pernapasan terhenti. Masa dari saat asfiksia timbul sampai

terjadinya kematian sangat bervariasi.

Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi.

Umumnya berkisar antara 4-5 menit. Fase 1 dan 2 berlangsun g lebih kurang 3-4

menit, tergantung dari tingkat penghalangan oksigen, bila tidak 100% maka waktu

kematian akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas dan lengkap.

2.ASFIKSIA MEKANIK

Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang

memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik), (Ilmu

Kedokteran Forensik, 1997), misalnya:1, 2

1. Penutupan lubang saluran pernapasan bagian atas, seperti pembekapan (smothering)

dan penyumbatan (gagging dan choking).

2. Penekanan dinding saluran pernapasan, seperti penjeratan (strangulation), pencekikan

(manual strangulation, throttling) dan gantung (hanging).

3. Penekanan dinding dada dari luar (asfiksia traumatik)

Page 12: REFERAT JERATAN

Korban kematian akibat asfiksia termasuk yang sering diperiksa oleh dokter. Umumnya

urutan ke-3 sesudah kecelakaan lalu - lintas dan trauma mekanik.

3. STRANGULASI

a. DEFINISI

Strangulasi adalah penekanan leher dengan tangan atau benda lain, yang

menyebabkan dinding saluran nafas bagian atas tertekan dan terjadi penyempitan saluran

nafas sehingga udara pernafasan tidak dapat lewat. 8

b. JENIS-JENIS

Strangulasi dikelompokkan menjadi : 8, 9

Strangulasi manual ( menggunakan tangan )        

Strangulasi sejati ( menggunakan tali)

Penjeratan (strangulation by ligature)

4. GANTUNG (HANGING)

a. Definisi

Gantung (hanging) adalah suatu keadaan dimana terjadi konstriksi dari leher oleh alat

penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh atau sebagian. Alat penjerat sifatnya

pasif, sedangkan berat badan sifatnya aktif sehingga terjadi konstriksi pada leher.8 Umumnya

gantung melibatkan tali, tapi hal ini tidaklah perlu. Penggantungan yang terjadi akibat

kecelakaan bisa saja tidak terdapat tali. Pada beberapa kasus konstriksi dari leher terjadi

akibat eratnya jeratan tali bukan oleh berat badan yang tergantung. Pada beberapa kasus yang

jarang, jeratan tali dipererat oleh berat tubuh yang tergantung oleh individu dalam keadaan

tegak lurus. Kekuatan tambahan juga kadang dibutuhkan untuk mengeratkan tali.8, 9

b.Jenis- jenis gantung2, 8, 9

1. Berdasarkan cara kematian

Page 13: REFERAT JERATAN

a.  Suicidal Hanging (Gantung Diri) : Gantung diri merupakan cara kematian

yang paling sering dijumpai pada penggantungan, yaitu sekitar 90% dari

seluruh kasus. Walaupun demikian, pemeriksaan yang teliti harus dilakukan

untuk mencegah kemungkinan lain terutamanya pembunuhan.

b. Accidental Hanging : Kejadian penggantungan akibat kecelakaan lebih banyak

ditemukan pada anak-anak utamanya pada umur antara 6-12 tahun. Tidak

ditemukan alasan untuk bunuh diri karena pada usia itu belum ada tilikan dari

anak untuk bunuh diri. Hal ini terjadi akibat kurangnya pengawasan dari orang

tua. Meskipun tidak menutup kemungkinan hal ini dapat terjadi pada orang

dewasa yaitu ketika melampiaskan nafsu seksual yang menyimpang

(Autoerotic Hanging).

c. Homicidal Hanging (Pembunuhan) : Pembunuhan yang dilakukan dengan

metode menggantung korban. Biasanya dilakukan bila korbannya anak-anak

atau orang dewasa yang kondisinya lemah baik oleh karena penyakit atau

dibawah pengaruh obat, alcohol, atau korban sedang tidur. Sering ditemukan

kejadian penggantungan tetapi bukan kasus bunuh diri, namun kejadian diatur

sedemikian rupa hingga menyerupai kasus penggantungan bunuh diri. Banyak

alasan yang menyebabkan pembunuhan terjadi mulai dari masalah sosial,

masalah ekonomi, hingga masalah hubungan sosial.

2. Berdasarkan posisi korban

a.  Complete hanging : Dikatakan penggantungan lengkap apabila tubuh korban

tergantung di atas lantai, kedua kaki tidak menyentuh lantai.

b. Partial Hanging : Yaitu apabila sebagian dari tubuh masih menyentuh lantai.

Sisa berat badan 10 - 15 kg pada orang dewasa sudah dapat menyebabkan

tersumbat saluran nafas dan hanya diperlukan sisa berat badan 5 kg untuk

Page 14: REFERAT JERATAN

menyumbat arteri karotis. Partial hanging ini hampir selamanya karena bunuh

diri.

3. Berdasarkan letak jeratan, dikelompokkan atas

a.  Typical hanging : Yaitu bila titik penggantungan ditemukan di daerah

oksipital dan tekanan pada arteri karotis paling besar.

b. Atypical hanging : Jika titik penggantungan terletak di samping, sehingga

leher sangat miring (fleksi lateral), yang mengakibatkan hambatan pada arteri

karotis dan arteri vertebralis. Saat arteri terhambat, korban segera tidak sadar.

c. Cara Kematian Pada Kasus Gantung:3, 8

Cara kematian pada kasus gantung diantaranya adalah:

1. Bunuh diri

2. Pembunuhan

3. Kecelakaan

Perbedaan Penggantungan Bunuh Diri Penggantungan Pembunuhan

1.

2.

3.

Usia

Jejas Jerat

Simpul Tali

Lebih sering terjadi pada remaja

dan dewasa

Bentuk miring berupa lingkaran

terputus

Biasanya satu simpul pada bagian

samping leher. Simpul biasanya

simpul hidup

Tidak mengenal batasan usia

Lingkaran tidak terputus,

mendatar, letak di tengah leher

Simpul tali lebih dari satu dan

terikat kuat

Page 15: REFERAT JERATAN

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

Riwayat

Korban

Cedera

Racun

Tangan

Kemudahan

Tempat

kejadian

Lingkar tali

Korban mempunyai riwayat

bunuh diri dengan cara lain

Tidak terdapat luka yang

menyebabkan kematian dan tidak

terdapat tanda-tanda perlawanan

Dapat ditemukan racun dalam

lambung korban, seperti arsen,

sublimat, korosif. Rasa nyeri

mendorong korban melakukan

gantung diri

Tidak dalam keadaan terikat

Tempat kejadian mudah

ditemukan

Jika tempat kejadian merupakan

tempat yang tertutup, atau

didapatkan ruangan dengan pintu

terkunci makan dugaan bunih diri

adalah kuat

Jika lingkar tali dapat keluar

melewati kepala, maka dicurigain

bunuh diri

Korban tidak mempunyai riwayat

upaya bunuh diri

Terdapat luka-luka yang

mengarah ke pembunuhan

Dapat terdapat racun berupa

opium, kalium sianida. Racun ini

tidak menyebabkan efek kemauan

bunuh diri

Tangan terikat mengarah k kasus

pembunuhan

Korban biasa digantung di tempat

yang sulit ditemukan

Bila sebaliknya ditemukan

terkunci dari luar maka

penggantungan biasanya kasus

pembunuhan

Jika lingkar tali tidak dapat keluar

melewati kepala, maka dicurigai

peristiwa pembunuhan

d. Mekanisme Kematian

Page 16: REFERAT JERATAN

Mekanisme kematian yang disebabkan oleh gantung akibat penumpuan beban sebagian

atau seluruh beban tubuh di leher diantaranya adalah2, 9

1. Asfiksia

Terjadi akibat terhambatnya aliran udara pernafasan. Merupakan penyebab kematian

yang paling sering.

2. Apopleksia

Tekanan pada pembuluh darah vena menyebabkan kongesti pada pembuluh darahotak

dan mengakibatkan kegagalan sirkulasi

3. Iskemia Serebral

Iskemia serebral disebabkan oleh penekanan dan hambatan pembuluh darah arteri

(oklusi arteri) yang menyebabkan terhambatnya aliran darah ke otak. Gambar

dibawah menunjukkan gambaran rontgen pada wanita yang berupaya bunuh diri

dengan gantung.

4. Syok Vasovagal

Perangsangan pada sinus caroticus menyebabkan refleks vagal yang menyebabkan

henti jantung.

5. Fraktur atau Dislokasi vertebra servikalis.

Fraktur vertebra servikalis sering terjadi pada hukuman gantung. Fraktur atau

dislokasi terjadi pada keadaan dimana tali yang menjerat leher cukup panjang,

kemudian korbannya secara tiba-tiba dijatuhkan dari ketinggian 1,5-2 meter maka

akan mengakibatkan fraktur atau dislokasi vertebra servikalis yang akan menekan

medulla oblongata dan mengakibatkan tehentinya pernafasan. Yang biasa terkena

fraktur adalah vertebra servikalis ke-2 dan ke-3.

e. Gambaran Post Mortem Kasus Gantung1,2,7

1. Pemeriksaan Luar Pada Jenazah

Page 17: REFERAT JERATAN

a. Tanda Penjeratan Pada Leher 

o Tanda penjeratan jelas dan dalam. Semakin kecil tali maka tanda penjeratan

semakin jelas dan dalam 

o Bentuk jeratan berjalan miring.

o Bentuk jeratan pada kasus gantung diri cenderung berjalan kiring (oblique)

pada bagian depan leher, dimulai pada leher bagian atas antara kartilago tiroid

dengandagu, lalu berjalan miring sejajar dengan garis rahang bawah menuju

belakang telinga Alur jeratan pada leher korban penggantungan (hanging)

berbentuk lingkaran (V shape). Ciri-ciri jejas sebagai berikut :

Alur jeratan pucat.

Tepi alur jerat coklat kemerahan.

Kulit sekitar alur jerat terdapat bendungan.

o Tanda penjeratan berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering, keras dan

mengkilat

o Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit bagian bawah

telinga,tampak daerah segitiga pada kulit dibawah telingae.Pinggiran jejas

jerat berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasif.Jumlah tanda

penjeratanTerkadang pada leher terlihat dua buah atau lebih bekas penjeratan.

Hal ini menujukan bahwa tali dijeratkan ke leher sebanyak dua kali

b. Kedalaman Bekas Jeratan

Kedalaman bekas jeratan menujukan lamanya tubuh tergantung.

c. Tanda-tanda Asfiksia

Tanda-tanda umum asfiksia diantaranya adalah sianosis, kongesti vena dan

edema. Sering ditemukan adanya buih halus pada jalan nafas. Pada kasus

penggantungan tanda-tanda asfiksia berupa mata menonjol keluar, perdarahan berupa

Page 18: REFERAT JERATAN

petekia pada bagian wajah dan subkonjungtiva. Jika didapatkan lidah terjulur maka

menunjukan adanya penekanan pada bagian bawah leher yaitu bagian bawah kartilago

thyroida.

d. Lebam Mayat

Jika penggantungan setelah kematian berlangsung lama maka lebam mayat

terlihat pada bagian tubuh bawah, anggota badan distal serta alat genitalia distal

e. Sekresi Urin dan Feses

Sekresi urin dan feses terjadi pada fase apneu pada kejadian asfiksia. Pada

stadium apneu pusat pernapasan mengalami depresi sehingga gerak napas menjadi

sangat lemah dan berhenti. Penderita menjadi tidak sadar dan karena kontrol spingter

fungsieksresi hilang akibat kerusakan otak maka terjadi pengeluaran urin dan feses.

2. Pemeriksaan Dalam Pada Jenazah

a. Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun

ruptur.

b. Tanda-tanda Asfiksia

o Terdapat bintik perdarahan pada pelebaran pembuluh darah

o Kongesti pada bagian atas yaitu daerah kepala, leher dan otak

o Ditemukan darah lebih gelap dan encer akibat kadar CO2 yang meninggi.

c. Terdapat resapan darah pada jaringan dibawah kulit dan otot

d. Terdapat memar atau ruptur pada beberapa keadaan. Kerusakan otot ini lebih

banyak terjadi pada kasus pengantungan yang disertai dengan tindak kekerasan.

e. Pada pemeriksaan paru-paru serig ditemui edema paru.

f. Mungkin terdapat patah tulang hyoid atau kartilago cricoid.

Page 19: REFERAT JERATAN

g. Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini seringkali terjadi

pada korban hukum gantung dimana korban tergantung secara penuh dan tertitis jauh

dari lantai.

Perbedaan penggantungan antemortem dan postmortem9

No Penggantungan Antemortem Penggantungan Postmortem

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Tanda jejas jerat berupa lingkaran

terputus (non continous) dan letaknya

pada leher bagian atas

Simpul tali biasanya tunggal, terdapat

pada sisi leher

Ekimosis tampak jelas pada salah satu

sisi dari jejas penjeratan.

Lebam mayat tampak diatas jejas jerat

dan pada tungkai bawah

Pada kulit ditempat jejas penjeratan

teraba seperti kertas perkamen yaitu

tanda parchmentisasi

Sianosis pada wajah, bibir, telinga, dll

sangat jelas terlihat terutama jika

kematian karena asfiksia

Wajah membengkak dan mata

Tanda jejas jerat biasanya berbentuk utuh

(continous), agak sirkuler dan letaknya pada

bagian leher tidak begitu tinggi

Simpul tali lebih dari satu biasanya lebih

dari satu, diikatkan dengan kuat dan

diletakan pada bagian depan leher

Ekimosis pada salah satu sisi jejas

penjeratan tidak ada atau tidak jelas.

Lebam mayat terdapat pada bagian tubuh

yang menggantung sesuai dengan posisi

mayat setelah meninggal

Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak

jelas

Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga,

dll, tergantung dari penyebab kematian

Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga,

Page 20: REFERAT JERATAN

8.

9.

10.

mengalami kongesti dan agak menonjol,

disertai dengan gambaran pembuluh

darah vena yang jelas pada bagian

kening dan dahi

Lidah bisa terjulur atau tidak sama

sekali

Ereksi penis disertai dengan keluarnya

cairan sperma sering terjadi pada

korban pria. Sering ditemukan

keluarnya feses

Air liur ditemukan menetes dari sudut

mulut, dengan arah yang vertikal

menuju dada.

dll, tergantung dari penyebab kematian

Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus

pencekikan

Ereksi penis dan cairan sperma tidak ada.

Pengeluaran feses juga tidak ada

Air liur tidak ditemukan yang menetes pada

kasus selain kasus penggantungan

3. PENJERATAN

a. Definisi

Penjeratan (strangulation by ligature) adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat

pinggang, rantai, stagen, kawat, kabel, kaos kaki dan sebagainya, melingkari atau mengikat

leher yang makin lama makin kuat, sehingga saluran nafas tertutup. Berbeda dengan gantung

diri yang biasanya merupakan kasus bunuh diri, maka penjeratan biasanya adalah kasus

pembunuhan.1,2

Pada peristiwa gantung, kekuatan jeratnya berasal dari berat tubuhnya, maka pada jeratan

dengan tali kekuatan jeratnya berasal dari tarikan pada kedua ujungnya. Dengan kekuatan

tersebut, pembuluh darah balik atau jalan nafas dapat tersumbat. Tali yang dipakai sering

Page 21: REFERAT JERATAN

disilangkan dan sering dijumpai adanya simpul. Jeratan pada bagian depan leher hampir

selalu melewati membran yang menghubungkan tulang rawan hyoid dan tulang rawan

thyroid.2,3

Pada gantung diri, semua arteri leher mungkin tertekan, sedangkan pada penjeratan,

arteri vertebralis biasanya tetap paten. Hal ini disebabkan oleh karena kekuatan atau beban

yang menekan pada penjeratan biasanya tidak besar. 1,2

b. Mekanisme Kematian

Ada tiga penyebab kematian pada jerat (strangulation by ligature), yaitu :1,2,9

1. Asfiksia

Terjadi akibat terhambatnya aliran udara pernafasan. Merupakan penyebab kematian

yang paling sering. Akibat langsung dari asfiksia (primer) adalah kekurangan oksigen

yang ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung pada tipe dari asfiksia. Sel-sel otak

sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen. Bagian-bagian otak tertentu membutuhkan

lebih banyak oksigen, dengan demikian bagian tersebut lebih rentan terhadap kekurangan

oksigen. Perubahan yang karakteristik terlihat pada sel-sel serebrum, serebellum, dan

basal ganglia. Di sini sel-sel otak yang mati akan digantikan oleh jaringan glial,

sedangkan pada organ tubuh yang lain yakni jantung, paru-paru, hati, ginjal dan yang

lainnya perubahan akibat kekurangan oksigen langsung atau primer tidak jelas.

Kekurangan oksigen pada tubuh, akan menimbulkan usaha kompensasi (sekunder) berupa

jantung akan berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang rendah dengan

mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan vena meninggi. Karena oksigen

dalam darah berkurang terus dan tidak cukup untuk kerja jantung, maka terjadi gagal

jantung dan kematian berlangsung dengan cepat.

Kerusakan akibat  asfiksia disebabkan oleh gagalnya sel menerima atau menggunakan

oksigen. Kegagalan ini diawali dengan hipoksemia. Hipoksemia adalah penurunan kadar

Page 22: REFERAT JERATAN

oksigen dalam darah. Manifestasi kliniknya terbagi dua yaitu hipoksia jaringan dan

mekanisme kompensasi tubuh. Tingkat kecepatan rusaknya jaringan tubuh bervariasi.

Yang paling membutuhkan oksigen adalah sistem saraf pusat dan jantung. Terhentinya

aliran darah ke korteks serebri akan menyebabkan kehilangan kesadaran dalam 10-20

detik. Jika PO2 jaringan dibawah level kritis, metabolisme aerob berhenti dan

metabolisme anaerob berlangsung dengan pembentukan asam laktat.

Tanda dan gejala hipoksemia dibagi menjadi 2 kategori yaitu akibat

ketidakseimbangan fungsi pusat vital dan dan akibat aktivasi mekanisme kompensasi.

Hipoksemia ringan menyebabkan sedikit manifestasi yaitu gangguan ringan dari status

mental dan ketajaman penglihatan, kadang-kadang hiperventilasi. Hal ini karena saturasi

Hb masih sekitar 90% ketika PO2 hanya 60 mmHg. Hipoksemia yang lebih berat bisa

menyebabkan perubahan kepribadian, agitasi, inkoordinasi otot, euphoria, delirium, bisa

sampai stupor dan koma.

Pengerahan mekanisme kompensasi simpatis menyebabkan takikardi, kulit menjadi

dingin (oleh karena vasokonstriksi perifer), diaphoresis dan peningkatan ringan dari

tekanan darah. Hipoksemia akut yang sangat berat bisa menyebabkan konvulsi,

perdarahan retina dan kerusakan otak permanent. Hipotensi dan bradikardi biasanya

merupakan stadium preterminal pada orang dengan hipoksemia, mengindikasikan

kegagalan mekanisme kompensasi

2. Iskemia Serebral

Iskemia serebral disebabkan oleh penekanan dan hambatan pembuluh darah arteri

(oklusi arteri) yang menyebabkan terhambatnya aliran darah ke otak.

3. Refleks Vasovagal

Mekanisme refleks vaso-vagal pada penjeratan akibat adanya perangsangan reseptor

pada badan carotis / carotid bodies. Terjadinya adalah adanya perangsangan pada

Page 23: REFERAT JERATAN

nucleus tractus solitarius pada batang otak diaktifkan secara langsung yang menjadi

pemicu, sehingga ada rangsangan terhadap tonus sistem syaraf parasimpatis dan

penurunan tonus sistem syaraf simpatis. Hal ini menghasilkan respon hemodinamik

berupa: yang pertama adalah respon cardioinhibitory, ditandai dengan penurunan denyut

jantung (efek chronotropic negatif) dan kontraktilitas (efek inotropik negatif) yang

mengarah ke penurunan cardiac output yang cukup signifikan untuk menghasilkan

kehilangan kesadaran. Diperkirakan bahwa respons ini terutama berasal dari peningkatan

dalam tonus parasimpatis. Yang kedua adalah respon vasodepressor, disebabkan oleh

penurunan tekanan darah (ke level 80/20) tanpa banyak perubahan denyut jantung.

Fenomena ini terjadi karena vasodilatasi, mungkin sebagai akibat dari penurunan tonus

sistem saraf simpatik. Kebanyakan orang mendapatkan gabungan dari kedua respon

diatas.

c. Jenis simpul pada penjeratan

Terdapat dua jenis simpul jerat, yaitu simpul hidup (lingkar jerat dapat diperbesar dan

diperkecil) dan simpul mati (lingkar jerat tidak dapat diubah). Jika jerat masih ditemukan

melingkari leher, maka jerat tersebut harus disimpan baik sebab merupakan benda bukti dan

dapat diserahkan kepada penyidik bersama-sama dengan visum et repertum-nya.1

Untuk melepaskan jerat dari leher, jerat harus digunting serong (jangan melintang)

pada tempat yang berlawanan dari letak simpul, sehingga dapat direkonstruksi kembali

dikemudian hari. Kedua ujung jerat harus diikat sehingga bentuknya tidak berubah. 1, 2, 8

d.Jejas Jerat

Jejas jerat pada leher biasanya mendatar, melingkari leher dan terdapat lebih rendah

daripada jejas jerat pada kasus gantung. Jejas biasanya terletak setinggi atau di bawah rawan

gondok. Keadaan jejas jerat pada leher sangat bervariasi. Bila jerat lunak dan lebar seperti

handuk atau selendang sutra, maka jejas mungkin tidak ditemukandan pada otot- otot leher

Page 24: REFERAT JERATAN

sebelah dalam dapat atau tidak ditemukan sedikit resapan darah. Tali yang tipis seperti kaos

kaki nylon akan meninggalkan jejas dengan lebar tidak lebih dari dua sampai tiga milimeter. 1,9

Pola jejas dapat dilihat dengan menempelkan transparant scotch tape pada daerah

jejas di leher, kemudian ditempelkan pada kaca objek dan dilihat dengan mikroskop atau

dengan sinar ultraviolet. Bila jerat kasar seperti tali, maka bila tali bergesekan pada saat korban

melawan akan menyebabkan luka lecet di sekitar jejas jerat, yang tampak jelas berupa kulit

yang mencekung berwarna coklat dengan perabaan kaku seperti kertas perkamen (luka lecet

tekan). Pada otot- otot leher sebelah dalam tampak banyak resapan darah. 1,7,9

e. Cara kematian pada penjeratan9

Ada tiga cara kematian pada kasus jeratan (strangulation by ligature), yaitu :

Pembunuhan ( paling sering)

Pembunuhan pada kasus jeratan dapat kita jumpai pada kejadian infaticide dengan

menggunakan tali pusat, psikopat yang saling menjerat, dan hukuma mati (jaman

dahulu)

Kecelakaan

Kecelakaan pada kasus jeratan dapat kita temukan pada bayi yang terjerat oleh tali

pakaian, orang yang bekerja dengan tali di leher dan tali tertarik mesin.

Bunuh diri

Pada kasus bunuh diri dengan jeratan, dilakukan dengan melilitkan tali secara

berulang dimana satu ujung difiksasi dan ujung lainnya ditarik. Antara jeratan dan

leher dimasukan tongkat lalu mereka memutar tongkat tersebut.

Hal- hal penting yang perlu kita perhatikan pada kasus jeratan, antara lain :8

Arah jeratan mendatar / horizontal

Page 25: REFERAT JERATAN

Lokasi penjeratan lebih rendah daripada kasus penggantungan

Jenis simpul jerat

Bahan penjerat misalnya tali, kaus kaki, dasi, serbet, dan lain- lain

Pada kasus pembunuhan biasanya kita tidak menemukan alat yang dipakai untuk

menjerat.

f. Gambaran postmortem1,2,7

1. Pemeriksaan Luar Jenazah

Pada pemeriksaan luar hasil gantung diri didapatkan:

a. Tanda Penjeratan Pada Leher 

- Tanda penjeratan jelas dan dalamSemakin kecil tali maka tanda penjeratan

semakin jelas dan dalam 

- Bentuk jeratan berjalan mendatar/horizontal

Alur jeratan pada leher korban berbentuk lingkaran. Alur  jerat biasa disertai luka

lecet atau luka memar disekitar jejas yang terjadi karena korban berusaha

membuka jeratan tersebut.

- Tanda penjeratan berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering, keras dan

mengkilat

- Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit bagian bawah

telinga,tampak daerah segitiga pada kulit dibawah telinga. Pinggiran jejas jerat

berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasif.Jumlah tanda

penjeratanTerkadang pada leher terlihat dua buah atau lebih bekas penjeratan.

Hal ini menujukan bahwa tali dijeratkan ke leher sebanyak dua kali

b. Tanda-tanda Asfiksia

Tanda-tanda umum asfiksia diantaranya adalah sianosis, kongesti vena dan

edema. Sering ditemukan adanya buih halus pada jalan nafas.

Page 26: REFERAT JERATAN

c. Lebam Mayat

Lokasi timbulnya lebam mayat tergantung dari posisi tubuh korban setelah mati.

2. Pemeriksaan Dalam Jenazah

Pada pemeriksaan dalam akibat peristiwa jerat didapatkan :

a. Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun

ruptur.

b. Tanda-tanda Asfiksia

Terdapat bintik perdarahan pada pelebaran pembuluh darah,

Terdapat buih halus di mulut

Didapatkan darah lebih gelap dan encer akibat kadar CO2 yang

meninggi.

c. Terdapat resapan darah pada jaringan dibawah kulit dan otot

d. Terdapat memar atau ruptur pada beberapa keadaan. Kerusakan otot ini

lebih sering dihubungkan dengan tindak kekerasan.

e. Pada pemeriksaan paru-paru sering ditemui edema paru.

f. Jarang terdapat patah tulang hyoid atau kartilago cricoid.

Pemeriksaan otopsi pada kasus jeratan (strangulation by ligature mirip kasus penggantungan

(hanging) kecuali pada :

Distribusi lebam mayat yang berbeda

Alur jeratan mendatar/ horizontal

Lokasi jeratan lebih rendah

Perbedaan kasus gantung dan kasus jerat1,8,9

Kasus Gantung

(bunuh diri)

Kasus Jerat

(pembunuhan)

Simpul Simpul hidup Simpul mati

Page 27: REFERAT JERATAN

Jumlah lilitan penjerat

Arah

Jarak titik tumpu-simpul

Simpul dapat dikeluarkan

melalui kepala(tidak terikat

kuat)

Bisa lebih dari 1 lilitan

Serong ke atas

Jauh

Berbentuk ‘v’ (lingkaran

terputus)

Simpul sulit dikeluarkan melalui

kepala (terikat kuat)

Biasanya 1 buah lilitan

Mendatar/horizontal

Dekat

Berbentuk lingkaran penuh

Lokasi jejas

Jejas jerat

Luka perlawanan

Luka lain-lain

Lebih tinggi

Meninggi ke arah simpul

-

Biasanya ada, mungkin

terdapat luka percobaan lain

Lebih rendah

Mendatar

+

Ada, sering di daerah leher

Karakteristik simpul Jejas simpul jarang terlihat

Simpul hidup

Simpul dapat dikeluarkan

melalui kepala(tidak terikat

kuat)

Terlihat jejas simpul

Simpul

Simpul sulit dikeluarkan melalui

kepala (terikat kuat)

Lebam mayat Pada bagian bawah tubuh Tergantung posisi tubuh korban

Lokasi

Kondisi

Pakaian

Ruangan

Tersembunyi

Teratur

Rapi dan baik

Terkunci dari dalam

Bervariasi

Tidak teratur

Tidak teratur, robek

Tidak teratur, terkunci dari luar

Page 28: REFERAT JERATAN

BAB III

KESIMPULAN

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran

udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang disertai dengan peningkatan

karbon dioksida. Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen dan terjadi

kematian.

Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang

memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan yang bersifat mekanik, misalnya

pembekapan, penyumbatan, penjeratan, pencekikan, gantung diri, dan tenggelam (drowning).

Strangulasi adalah penekanan leher dengan tangan atau benda lain, yang menyebabkan

dinding saluran nafas bagian atas tertekan dan terjadi penyempitan saluran nafas sehingga

udara pernafasan tidak dapat lewat. Strangulasi dibedakan menjadi Strangulasi manual

( menggunakan tangan ), Strangulasi sejati /gantung (menggunakan tali), Penjeratan

(strangulation by ligature).

Penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang, rantai, stagen,

kawat, kabel, kaos kaki dan sebagainya, melingkari atau mengikat leher yang makin lama

makin kuat, sehingga saluran nafas tertutup. Berbeda dengan gantung diri yang biasanya

merupakan kasus bunuh diri, maka penjeratan biasanya adalah kasus pembunuhan.

Page 29: REFERAT JERATAN

Ada 3 mekanisme kematian pada jerat , yaitu : Asfiksia,Iskemia Serebral, refleks vagal.

Dalam kasus penjeratan ada beberpa cara kematian pada kasus jerat diantaranya adalah:

Pembunuhan (paling sering), Kecelakaan, dan Bunuh diri.

Pada pemeriksaan luar hasil penjeratan didapatkan:

Tanda Penjeratan Pada Leher 

Tanda-tanda Asfiksia

Lebam Mayat : Lokasi timbulnya lebam mayat tergantung dari posisi tubuh korban

setelah mati.

Pada pemeriksaan dalam akibat peristiwa jerat didapatkan :

Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun ruptur.

Tanda-tanda Asfiksia

Terdapat bintik perdarahan pada pelebaran pembuluh darah,

Terdapat buih halus di mulut

Didapatkan darah lebih gelap dan encer akibat kadar CO2 yang meninggi.

Terdapat resapan darah pada jaringan dibawah kulit dan otot

Terdapat memar atau ruptur pada beberapa keadaan. Kerusakan otot ini lebih sering

dihubungkan dengan tindak kekerasan.

Pada pemeriksaan paru-paru sering ditemui edema paru.

Jarang terdapat patah tulang hyoid atau kartilago cricoid.

Page 30: REFERAT JERATAN

DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto A., Widiatmaka W., Sudiono S, et al., Kematian Karena Asfiksia Mekanik,

Ilmu Kedokteran Forensik Universitas Indonesia, Jakarta: 1997.

2. Dahlan S, Asfiksia, Ilmu Kedokteran Forensik, Badan Penerbit Universitas

Diponegoro, Semarang: 2000.

3. Iedris M, dr., Tjiptomartono A.L, dr., Asfiksia., Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik

dalam Proses Penyidikan., Sagung Seto., Jakarta: 2008.

4. Ferris, J.A.J. 2006. Asphyxia.http://www.pathology.ubc.ca/

5. Leonardo, 2008. Asfiksia Kedokteran. http://www.kabarindonesia.com/

6. Anonim, 2007. Asphyxia.http://www.wikipedia.org/wiki/asphyxia

7. Staf Pengajar Bagian Forensik, 2000. Teknik Autopsi Forensik. Ed.4.Bagian

Kedokteran Forensik FK. UI, Jakarta

8. Idries AM. Penggantungan. In: Idries AM, editor. Pedoman ilmu kedokteran forensik.

Edisi 1. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997. p202-207.

9. Ernoehazy W. Hanging injuries and Strangulation. Cited October 23, 2011. Available

at: http://www.emedicine.com/emerg/topic227.htm