referat jeratan
DESCRIPTION
REFERAT JERATANTRANSCRIPT
REFERAT ILMU KEDOKTERAN
FORENSIK DAN STUDI MEDIKOLEGAL
KEMATIAN AKIBAT JERAT
Ditujukan untuk memenuhi syarat menempuh ujian Kepaniteraan di bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Studi Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
Disusun oleh:
No Nama NIM Universitas
1. Giovanno rachmanda M 030.08.110 FK TRISAKTI2. Ni luh ayudi martini 030.08.176 FK TRISAKTI3. Silminati nur sa’adah 030.08.227 FK TRISAKTI4. Sodiqa aksiani 030.08.228 FK TRISAKTI5. Sanabilla 030.07.231 FK TRISAKTI6. Wahyu rintiyani 030.07.269 FK TRISAKTI
Dosen Penguji:
dr. L. Bambang Prameng N, Sp.F
Residen Pembimbing:
dr. Istiqomah
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN STUDI MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONOGORO
RSUP DR. KARIADI SEMARANG
PERIODE 17 DESEMBER 2012 s.d 12 JANUARI 2013
LEMBAR PENGESAHAN
Telah disetujui oleh dosen penguji, referat dari:
No Nama NIM Universitas
1. Giovanno 030.08.110 FK TRISAKTI2. Ni luh ayudi martini 030.08.176 FK TRISAKTI3. Silminati nur sa’adah 030.08.227 FK TRISAKTI4. Sodiqa aksiani 030.08.228 FK TRISAKTI5. Sanabilla 030.07.231 FK TRISAKTI6. Wahyu rintiyani 030.07.269 FK TRISAKTI
Fakultas : Kedokteran Umum
Universitas : Universitas Trisakti Jakarta
Bagian : Ilmu Kedokteran Forensik dan Studi Medikolegal
Dosen Penguji : dr. L. Bambang Prameng N, Sp.F
Residen Pembimbing : dr. Istiqomah
Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Forensik dan Studi
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
Semarang, Januari 2012
Dosen Penguji, Residen Pembimbing
dr. L. Bambang Prameng N, Sp.F dr. istiqomah
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang
berjudul “Kematian Akibat Jerat”. Tugas ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
dalam mengikuti program Profesi dokter di bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Studi
Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponogoro Semarang. Pada penulisan dan
penyusunan referat ini, penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak secara langsung maupun
tidak langsung, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. L. Bambang Prameng N, Sp.F selaku dosen penguji
2. dr. Istiqomah selaku residen pembimbing
Penulis sadar bahwa dalam tugas ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis
berharap agar para pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun dalam
perbaikan referat ini.
Penulis berharap agar referat ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan bagi pihak yang memerlukan khususnya bagi Penulis sendiri.
Januari 2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang melalui
pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan itu akan tejadi
dengan mulai terhentinya suplai oksigen.1,2 Manifestasinya akan dapat dilihat setelah
beberapa menit atau beberapa jam. Dalam kasus tertentu, salah satu kewajiban dokter adalah
membantu penyidik menegakan keadilan. Untuk itu dokter sedapat mungkin membantu
menentukan beberapa hal seperti saat kematian dan penyebab kematian.
Saat kematian seseorang belum dapat ditunjukan secara tepat karena tanda-tanda dan
gejala setelah kematian sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantarannya umur, kondisi fisik pasien, penyakit fisik sebelumnya maupun penyebab
kematian itu sendiri.2
Salah satu penyebab kematian adalah terjadinya gangguan pertukaran udara
pernafasan yang mengakibatkan suplai oksigen berkurang. Hal ini sering dikenal dengan
istilah asfiksia, asfiksia menempati urutan ketiga setelah kecelakaan lalu lintas dan traumatik
mekanik sebagai penyebab kematian. Etiologi asfiksia ada tiga macam, yaitu alamiah,
mekanik, keracunan.1,2 Salah satu bentuk asfiksia mekanik adalah sumbatan atau halangan
pada saluran nafas. Sumbatan atau halangan pada saluran nafas bisa terjadi akibat penutupan
saluran pernafasan atau dapat pula penekanan dinding saluran pernafasan (strangulasi).1
Strangulasi merupakan salah satu bentuk mati lemas, dimana terjadi penekanan pada
leher dengan tangan atau benda lain, yang menyebabkan dinding saluran nafas bagian atas
tertekan dan terjadi penyempitan saluran nafas sehingga udara pernafasan tidak dapat lewat.
Jerat merupakan bagian dari strangulasi, dimana jerat ini menggunakan benda asing
seperti ikat pinggang, tali, kaus kaki dan lain-lain. Data statistik mengenai frekuensi dan
distribusi kasus jerat di Indonesia masih sangat langka. Penelitian tentang jerat di Indonesia
juga masih sangat terbatas jumlahnya. Data yang dihimpun dari Polda Metro Jaya diketahui
bahwa pada tahun 2009 ada 90 kasus gantung diri, tahun 2010 ada 101 kasus dan tahun 2011
ada 82 kasus jerat.1, 2, 9
Dalam Ilmu Kedokteran Forensik disebutkan bahwa pemeriksaan makroskopis, data-
data klinis, dan pemeriksaan secara mikroskopis merupakan cara identifikasi yang lebih baik
untuk meminimalisasi kemungkinan-kemungkinan lain yang dapat terjadi. Ada tiga hal yang
penting kita lakukan pada pemeriksaan otopsi kasus jerat : mencari penyebab kematian,
tanda-tanda asfiksia, kekerasan dan jenis luka.8, 9
2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Asfiksia
b. Apa yang dimaksud dengan strangulasi
c. Apa yang dimaksud dengan jerat dan bagaimana terjadi kematian akibat jerat
d. Bagaimana Gambaran post mortem kematian akibat jerat
3. Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah:
a. Mengetahui apa yang dimaksud dengan asfiksi
b. Mengetahui apa yang dimaksud dengan strangulasi
c. Mengetahui apa yang dimaksud dengan jerat bagaimana terjadi kematian akibat
jerat
d. Mengetahui gambaran post mortem kematian akibat jerat
4. Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wawasan kepada
mahasiswa/mahasiswi yang sedang menjalani kepanitraan di bagian forensik dan studi
medikolegal mengenai kematian akibat jerat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.ASFIKSIA
Asfiksia berasal dari bahasa Yunani, yaitu terdiri "a" yang berarti tidak, dan "sphinx"
yang artinya "nadi", Jadi secara harfiah asfiksia diartikan sebagai "tidak ada nadi" atau "tidak
berdenyut".2
a. Definisi Asfiksia
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran
udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan
peningkatan karbondioksida (hiperkapneu). Dengan demikian organ tubuh mengalami
kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian. Secara klinis keadaan
asfiksia sering disebut anoksia atau hipoksia.2, 3
Target organ dari asfiksia adalah otak dan didalam otak sel targetnya adalah neuron
yang memperlihatkan kerentanan yang berbeda terhadap defisiensi oksigen. Kerentanan
bergantung pada pembuluh darah dan jenis neuron yang berbeda.2,4,5
b. Etiologi 2, 3, 5
Dari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut:
1. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasan seperti
laringitis difteri atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru.
2. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang
mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral; sumbatan
atau halangan pada saluran pernafasan, penekanan leher atau dada, dan sebagainya.
3. Keracunan bahan kimiawi yang menimbulkan depresi pusat pernafasan, misalnya
karbon monoksida (CO) dan sianida (CN) yang bekerja pada tingkat molekuler dan
seluler dengan menghalangi penghantaran oksigen ke jaringan. Keracunan bahan
kimiawi yang menimbulkan depresi pusat pernafasan, misalnya karbon monoksida
(CO) dan sianida (CN) yang bekerja pada tingkat molekuler dan seluler dengan
menghalangi penghantaran oksigen ke jaringan.
c. Jenis anoksia
Secara fisiologi dapat dibedakan 4 bentuk anoksia, yaitu:2, 4, 6
1. Anoksia Anoksik (Anoxic anoxia)
Pada tipe ini O2 tidak dapat masuk ke dalam paru-paru karena:
Tidak ada atau tidak cukup O2. Bernafas dalam ruangan tertutup, kepala di tutupi
kantong plastik, udara yang kotor atau busuk, udara lembab, bernafas dalam
selokan tertutup atau di pegunungan yang tinggi. Ini di kenal dengan asfiksia
murni atau sufokasi.
Hambatan mekanik dari luar maupun dari dalam jalan nafas seperti pembekapan,
gantung diri, penjeratan, pencekikan, pemitingan atau korpus alienum dalam
tenggorokan. Ini di kenal dengan asfiksia mekanik.
2. Anoksia Anemia (Anemia anoxia)
Di mana tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen. Ini didapati pada anemia
berat dan perdarahan yang tiba-tiba. Keadaan ini diibaratkan dengan sedikitnya kendaraan
yang membawa bahan bakar ke pabrik.
3. Anoksia Hambatan (Stagnant anoxia)
Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini bisa karena gagal
jantung, syok dan sebagainya. Dalam keadaan ini tekanan oksigen cukup tinggi, tetapi
sirkulasi darah tidak lancar. Keadaan ini diibaratkan lalu lintas macet tersendat jalannya.
4. Anoksia Jaringan (Hystotoxic anoxia)
Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau tubuh tidak dapat
menggunakan oksigen secara efektif. Tipe ini dibedakan atas:
Ekstraseluler
Anoksia yang terjadi karena gangguan di luar sel. Pada keracunan Sianida terjadi
perusakan pada enzim sitokrom oksidase, yang dapat menyebabkan kematian segera.
Pada keracunan Barbiturat dan hipnotik lainnya, sitokrom dihambat secara parsial
sehingga kematian berlangsung perlahan.
Intraselular
Di sini oksigen tidak dapat memasuki sel-sel tubuh karena penurunan permeabilitas
membran sel, misalnya pada keracunan zat anastetik yang larut dalam lemak seperti
kloform, eter dan sebagainya.
Metabolik
Di sini asfiksia terjadi karena hasil metabolik yang mengganggu pemakaian O2 oleh
jaringan seperti pada keadaan uremia.
d. Patofisiologi Asfiksia2, 3, 4
Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam 2 golongan,
yaitu:
1. Primer (akibat langsung dari asfiksia)
Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung pada tipe dari
asfiksia. Sel-sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen. Bagian-bagian otak
tertentu membutuhkan lebih banyak oksigen, dengan demikian bagian tersebut lebih
rentan terhadap kekurangan oksigen. Perubahan yang karakteristik terlihat pada sel-
sel serebrum, serebellum, dan basal ganglia. Di sini sel-sel otak yang mati akan
digantikan oleh jaringan glial, sedangkan pada organ tubuh yang lain yakni jantung,
paru-paru, hati, ginjal dan yang lainnya perubahan akibat kekurangan oksigen
langsung atau primer tidak jelas.
2. Sekunder (berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari tubuh)
Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang rendah dengan
mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan vena meninggi. Karena oksigen
dalam darah berkurang terus dan tidak cukup untuk kerja jantung, maka terjadi gagal
jantung dan kematian berlangsung dengan cepat. Keadaan ini didapati pada:
o Penutupan mulut dan hidung (pembekapan).
o Obstruksi jalan napas seperti pada mati gantung, penjeratan, pencekikan dan
korpus alienum dalam saluran napas atau pada tenggelam karena cairan
menghalangi udara masuk ke paru-paru.
o Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan (Traumatic
asphyxia).
o Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat pernafasan,
misalnya pada luka listrik dan beberapa bentuk keracunan.
e. Gejala Klinis
Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul 4 (empat) fase gejala klinis,
yaitu:2,3,7
1. Fase Dispnea :
Terjadi karena kekurangan O2 disertai meningkatnya kadar CO2 dalam plasma akan
merangsang pusat pernafasan di medulla oblongata, sehingga gerakan pernafasan
(inspirasi dan ekspirasi) yang ditandai dengan meningkatnya amplitude dan frekuensi
pernapasan disertai bekerjanya otot-otot pernafasan tambahan. Wajah cemas, bibir
mulai kebiruan, mata menonjol, denyut nadi, tekanan darah meningkat dan mulai
tampak tanda-tanda sianosis terutama pada muka dan tangan. Bila keadaan ini
berlanjut, maka masuk ke fase kejang.
2. Fase Kejang
Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan susunan saraf pusat
sehingga terjadi kejang (konvulsi), yang mula-mula berupa kejang klonik tetapi
kemudian menjadi kejang tonik dan akhirnya timbul spasme opistotonik. Pupil
mengalami dilatasi, denyut jantung menurun, dan tekanan darah perlahan akan ikut
menurun. Efek ini berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak,
akibat kekurangan O2 dan penderita akan mengalami kejang.
3. Fase Apnea
Korban kehabisan nafas karena depresi pusat pernafasan, otot pernapasan menjadi
lemah, kesadaran menurun, tekanan darah semakin menurun, pernafasan dangkal dan
semakin memanjang, akhirnya berhenti bersamaan dengan lumpuhnya pusat-pusat
kehidupan. Walaupun nafas telah berhenti dan denyut nadi hampir tidak teraba, pada
fase ini bisa dijumpai jantung masih berdenyut beberapa saat lagi. Dan terjadi
relaksasi sfingter yang dapat terjadi pengeluaran cairan sperma, urin dan tinja secara
mendadak.
4. Fase Akhir
Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernapasan berhenti setelah
berkontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut
beberapa saat setelah pernapasan terhenti. Masa dari saat asfiksia timbul sampai
terjadinya kematian sangat bervariasi.
Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi.
Umumnya berkisar antara 4-5 menit. Fase 1 dan 2 berlangsun g lebih kurang 3-4
menit, tergantung dari tingkat penghalangan oksigen, bila tidak 100% maka waktu
kematian akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas dan lengkap.
2.ASFIKSIA MEKANIK
Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang
memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik), (Ilmu
Kedokteran Forensik, 1997), misalnya:1, 2
1. Penutupan lubang saluran pernapasan bagian atas, seperti pembekapan (smothering)
dan penyumbatan (gagging dan choking).
2. Penekanan dinding saluran pernapasan, seperti penjeratan (strangulation), pencekikan
(manual strangulation, throttling) dan gantung (hanging).
3. Penekanan dinding dada dari luar (asfiksia traumatik)
Korban kematian akibat asfiksia termasuk yang sering diperiksa oleh dokter. Umumnya
urutan ke-3 sesudah kecelakaan lalu - lintas dan trauma mekanik.
3. STRANGULASI
a. DEFINISI
Strangulasi adalah penekanan leher dengan tangan atau benda lain, yang
menyebabkan dinding saluran nafas bagian atas tertekan dan terjadi penyempitan saluran
nafas sehingga udara pernafasan tidak dapat lewat. 8
b. JENIS-JENIS
Strangulasi dikelompokkan menjadi : 8, 9
Strangulasi manual ( menggunakan tangan )
Strangulasi sejati ( menggunakan tali)
Penjeratan (strangulation by ligature)
4. GANTUNG (HANGING)
a. Definisi
Gantung (hanging) adalah suatu keadaan dimana terjadi konstriksi dari leher oleh alat
penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh atau sebagian. Alat penjerat sifatnya
pasif, sedangkan berat badan sifatnya aktif sehingga terjadi konstriksi pada leher.8 Umumnya
gantung melibatkan tali, tapi hal ini tidaklah perlu. Penggantungan yang terjadi akibat
kecelakaan bisa saja tidak terdapat tali. Pada beberapa kasus konstriksi dari leher terjadi
akibat eratnya jeratan tali bukan oleh berat badan yang tergantung. Pada beberapa kasus yang
jarang, jeratan tali dipererat oleh berat tubuh yang tergantung oleh individu dalam keadaan
tegak lurus. Kekuatan tambahan juga kadang dibutuhkan untuk mengeratkan tali.8, 9
b.Jenis- jenis gantung2, 8, 9
1. Berdasarkan cara kematian
a. Suicidal Hanging (Gantung Diri) : Gantung diri merupakan cara kematian
yang paling sering dijumpai pada penggantungan, yaitu sekitar 90% dari
seluruh kasus. Walaupun demikian, pemeriksaan yang teliti harus dilakukan
untuk mencegah kemungkinan lain terutamanya pembunuhan.
b. Accidental Hanging : Kejadian penggantungan akibat kecelakaan lebih banyak
ditemukan pada anak-anak utamanya pada umur antara 6-12 tahun. Tidak
ditemukan alasan untuk bunuh diri karena pada usia itu belum ada tilikan dari
anak untuk bunuh diri. Hal ini terjadi akibat kurangnya pengawasan dari orang
tua. Meskipun tidak menutup kemungkinan hal ini dapat terjadi pada orang
dewasa yaitu ketika melampiaskan nafsu seksual yang menyimpang
(Autoerotic Hanging).
c. Homicidal Hanging (Pembunuhan) : Pembunuhan yang dilakukan dengan
metode menggantung korban. Biasanya dilakukan bila korbannya anak-anak
atau orang dewasa yang kondisinya lemah baik oleh karena penyakit atau
dibawah pengaruh obat, alcohol, atau korban sedang tidur. Sering ditemukan
kejadian penggantungan tetapi bukan kasus bunuh diri, namun kejadian diatur
sedemikian rupa hingga menyerupai kasus penggantungan bunuh diri. Banyak
alasan yang menyebabkan pembunuhan terjadi mulai dari masalah sosial,
masalah ekonomi, hingga masalah hubungan sosial.
2. Berdasarkan posisi korban
a. Complete hanging : Dikatakan penggantungan lengkap apabila tubuh korban
tergantung di atas lantai, kedua kaki tidak menyentuh lantai.
b. Partial Hanging : Yaitu apabila sebagian dari tubuh masih menyentuh lantai.
Sisa berat badan 10 - 15 kg pada orang dewasa sudah dapat menyebabkan
tersumbat saluran nafas dan hanya diperlukan sisa berat badan 5 kg untuk
menyumbat arteri karotis. Partial hanging ini hampir selamanya karena bunuh
diri.
3. Berdasarkan letak jeratan, dikelompokkan atas
a. Typical hanging : Yaitu bila titik penggantungan ditemukan di daerah
oksipital dan tekanan pada arteri karotis paling besar.
b. Atypical hanging : Jika titik penggantungan terletak di samping, sehingga
leher sangat miring (fleksi lateral), yang mengakibatkan hambatan pada arteri
karotis dan arteri vertebralis. Saat arteri terhambat, korban segera tidak sadar.
c. Cara Kematian Pada Kasus Gantung:3, 8
Cara kematian pada kasus gantung diantaranya adalah:
1. Bunuh diri
2. Pembunuhan
3. Kecelakaan
Perbedaan Penggantungan Bunuh Diri Penggantungan Pembunuhan
1.
2.
3.
Usia
Jejas Jerat
Simpul Tali
Lebih sering terjadi pada remaja
dan dewasa
Bentuk miring berupa lingkaran
terputus
Biasanya satu simpul pada bagian
samping leher. Simpul biasanya
simpul hidup
Tidak mengenal batasan usia
Lingkaran tidak terputus,
mendatar, letak di tengah leher
Simpul tali lebih dari satu dan
terikat kuat
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Riwayat
Korban
Cedera
Racun
Tangan
Kemudahan
Tempat
kejadian
Lingkar tali
Korban mempunyai riwayat
bunuh diri dengan cara lain
Tidak terdapat luka yang
menyebabkan kematian dan tidak
terdapat tanda-tanda perlawanan
Dapat ditemukan racun dalam
lambung korban, seperti arsen,
sublimat, korosif. Rasa nyeri
mendorong korban melakukan
gantung diri
Tidak dalam keadaan terikat
Tempat kejadian mudah
ditemukan
Jika tempat kejadian merupakan
tempat yang tertutup, atau
didapatkan ruangan dengan pintu
terkunci makan dugaan bunih diri
adalah kuat
Jika lingkar tali dapat keluar
melewati kepala, maka dicurigain
bunuh diri
Korban tidak mempunyai riwayat
upaya bunuh diri
Terdapat luka-luka yang
mengarah ke pembunuhan
Dapat terdapat racun berupa
opium, kalium sianida. Racun ini
tidak menyebabkan efek kemauan
bunuh diri
Tangan terikat mengarah k kasus
pembunuhan
Korban biasa digantung di tempat
yang sulit ditemukan
Bila sebaliknya ditemukan
terkunci dari luar maka
penggantungan biasanya kasus
pembunuhan
Jika lingkar tali tidak dapat keluar
melewati kepala, maka dicurigai
peristiwa pembunuhan
d. Mekanisme Kematian
Mekanisme kematian yang disebabkan oleh gantung akibat penumpuan beban sebagian
atau seluruh beban tubuh di leher diantaranya adalah2, 9
1. Asfiksia
Terjadi akibat terhambatnya aliran udara pernafasan. Merupakan penyebab kematian
yang paling sering.
2. Apopleksia
Tekanan pada pembuluh darah vena menyebabkan kongesti pada pembuluh darahotak
dan mengakibatkan kegagalan sirkulasi
3. Iskemia Serebral
Iskemia serebral disebabkan oleh penekanan dan hambatan pembuluh darah arteri
(oklusi arteri) yang menyebabkan terhambatnya aliran darah ke otak. Gambar
dibawah menunjukkan gambaran rontgen pada wanita yang berupaya bunuh diri
dengan gantung.
4. Syok Vasovagal
Perangsangan pada sinus caroticus menyebabkan refleks vagal yang menyebabkan
henti jantung.
5. Fraktur atau Dislokasi vertebra servikalis.
Fraktur vertebra servikalis sering terjadi pada hukuman gantung. Fraktur atau
dislokasi terjadi pada keadaan dimana tali yang menjerat leher cukup panjang,
kemudian korbannya secara tiba-tiba dijatuhkan dari ketinggian 1,5-2 meter maka
akan mengakibatkan fraktur atau dislokasi vertebra servikalis yang akan menekan
medulla oblongata dan mengakibatkan tehentinya pernafasan. Yang biasa terkena
fraktur adalah vertebra servikalis ke-2 dan ke-3.
e. Gambaran Post Mortem Kasus Gantung1,2,7
1. Pemeriksaan Luar Pada Jenazah
a. Tanda Penjeratan Pada Leher
o Tanda penjeratan jelas dan dalam. Semakin kecil tali maka tanda penjeratan
semakin jelas dan dalam
o Bentuk jeratan berjalan miring.
o Bentuk jeratan pada kasus gantung diri cenderung berjalan kiring (oblique)
pada bagian depan leher, dimulai pada leher bagian atas antara kartilago tiroid
dengandagu, lalu berjalan miring sejajar dengan garis rahang bawah menuju
belakang telinga Alur jeratan pada leher korban penggantungan (hanging)
berbentuk lingkaran (V shape). Ciri-ciri jejas sebagai berikut :
Alur jeratan pucat.
Tepi alur jerat coklat kemerahan.
Kulit sekitar alur jerat terdapat bendungan.
o Tanda penjeratan berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering, keras dan
mengkilat
o Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit bagian bawah
telinga,tampak daerah segitiga pada kulit dibawah telingae.Pinggiran jejas
jerat berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasif.Jumlah tanda
penjeratanTerkadang pada leher terlihat dua buah atau lebih bekas penjeratan.
Hal ini menujukan bahwa tali dijeratkan ke leher sebanyak dua kali
b. Kedalaman Bekas Jeratan
Kedalaman bekas jeratan menujukan lamanya tubuh tergantung.
c. Tanda-tanda Asfiksia
Tanda-tanda umum asfiksia diantaranya adalah sianosis, kongesti vena dan
edema. Sering ditemukan adanya buih halus pada jalan nafas. Pada kasus
penggantungan tanda-tanda asfiksia berupa mata menonjol keluar, perdarahan berupa
petekia pada bagian wajah dan subkonjungtiva. Jika didapatkan lidah terjulur maka
menunjukan adanya penekanan pada bagian bawah leher yaitu bagian bawah kartilago
thyroida.
d. Lebam Mayat
Jika penggantungan setelah kematian berlangsung lama maka lebam mayat
terlihat pada bagian tubuh bawah, anggota badan distal serta alat genitalia distal
e. Sekresi Urin dan Feses
Sekresi urin dan feses terjadi pada fase apneu pada kejadian asfiksia. Pada
stadium apneu pusat pernapasan mengalami depresi sehingga gerak napas menjadi
sangat lemah dan berhenti. Penderita menjadi tidak sadar dan karena kontrol spingter
fungsieksresi hilang akibat kerusakan otak maka terjadi pengeluaran urin dan feses.
2. Pemeriksaan Dalam Pada Jenazah
a. Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun
ruptur.
b. Tanda-tanda Asfiksia
o Terdapat bintik perdarahan pada pelebaran pembuluh darah
o Kongesti pada bagian atas yaitu daerah kepala, leher dan otak
o Ditemukan darah lebih gelap dan encer akibat kadar CO2 yang meninggi.
c. Terdapat resapan darah pada jaringan dibawah kulit dan otot
d. Terdapat memar atau ruptur pada beberapa keadaan. Kerusakan otot ini lebih
banyak terjadi pada kasus pengantungan yang disertai dengan tindak kekerasan.
e. Pada pemeriksaan paru-paru serig ditemui edema paru.
f. Mungkin terdapat patah tulang hyoid atau kartilago cricoid.
g. Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini seringkali terjadi
pada korban hukum gantung dimana korban tergantung secara penuh dan tertitis jauh
dari lantai.
Perbedaan penggantungan antemortem dan postmortem9
No Penggantungan Antemortem Penggantungan Postmortem
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Tanda jejas jerat berupa lingkaran
terputus (non continous) dan letaknya
pada leher bagian atas
Simpul tali biasanya tunggal, terdapat
pada sisi leher
Ekimosis tampak jelas pada salah satu
sisi dari jejas penjeratan.
Lebam mayat tampak diatas jejas jerat
dan pada tungkai bawah
Pada kulit ditempat jejas penjeratan
teraba seperti kertas perkamen yaitu
tanda parchmentisasi
Sianosis pada wajah, bibir, telinga, dll
sangat jelas terlihat terutama jika
kematian karena asfiksia
Wajah membengkak dan mata
Tanda jejas jerat biasanya berbentuk utuh
(continous), agak sirkuler dan letaknya pada
bagian leher tidak begitu tinggi
Simpul tali lebih dari satu biasanya lebih
dari satu, diikatkan dengan kuat dan
diletakan pada bagian depan leher
Ekimosis pada salah satu sisi jejas
penjeratan tidak ada atau tidak jelas.
Lebam mayat terdapat pada bagian tubuh
yang menggantung sesuai dengan posisi
mayat setelah meninggal
Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak
jelas
Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga,
dll, tergantung dari penyebab kematian
Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga,
8.
9.
10.
mengalami kongesti dan agak menonjol,
disertai dengan gambaran pembuluh
darah vena yang jelas pada bagian
kening dan dahi
Lidah bisa terjulur atau tidak sama
sekali
Ereksi penis disertai dengan keluarnya
cairan sperma sering terjadi pada
korban pria. Sering ditemukan
keluarnya feses
Air liur ditemukan menetes dari sudut
mulut, dengan arah yang vertikal
menuju dada.
dll, tergantung dari penyebab kematian
Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus
pencekikan
Ereksi penis dan cairan sperma tidak ada.
Pengeluaran feses juga tidak ada
Air liur tidak ditemukan yang menetes pada
kasus selain kasus penggantungan
3. PENJERATAN
a. Definisi
Penjeratan (strangulation by ligature) adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat
pinggang, rantai, stagen, kawat, kabel, kaos kaki dan sebagainya, melingkari atau mengikat
leher yang makin lama makin kuat, sehingga saluran nafas tertutup. Berbeda dengan gantung
diri yang biasanya merupakan kasus bunuh diri, maka penjeratan biasanya adalah kasus
pembunuhan.1,2
Pada peristiwa gantung, kekuatan jeratnya berasal dari berat tubuhnya, maka pada jeratan
dengan tali kekuatan jeratnya berasal dari tarikan pada kedua ujungnya. Dengan kekuatan
tersebut, pembuluh darah balik atau jalan nafas dapat tersumbat. Tali yang dipakai sering
disilangkan dan sering dijumpai adanya simpul. Jeratan pada bagian depan leher hampir
selalu melewati membran yang menghubungkan tulang rawan hyoid dan tulang rawan
thyroid.2,3
Pada gantung diri, semua arteri leher mungkin tertekan, sedangkan pada penjeratan,
arteri vertebralis biasanya tetap paten. Hal ini disebabkan oleh karena kekuatan atau beban
yang menekan pada penjeratan biasanya tidak besar. 1,2
b. Mekanisme Kematian
Ada tiga penyebab kematian pada jerat (strangulation by ligature), yaitu :1,2,9
1. Asfiksia
Terjadi akibat terhambatnya aliran udara pernafasan. Merupakan penyebab kematian
yang paling sering. Akibat langsung dari asfiksia (primer) adalah kekurangan oksigen
yang ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung pada tipe dari asfiksia. Sel-sel otak
sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen. Bagian-bagian otak tertentu membutuhkan
lebih banyak oksigen, dengan demikian bagian tersebut lebih rentan terhadap kekurangan
oksigen. Perubahan yang karakteristik terlihat pada sel-sel serebrum, serebellum, dan
basal ganglia. Di sini sel-sel otak yang mati akan digantikan oleh jaringan glial,
sedangkan pada organ tubuh yang lain yakni jantung, paru-paru, hati, ginjal dan yang
lainnya perubahan akibat kekurangan oksigen langsung atau primer tidak jelas.
Kekurangan oksigen pada tubuh, akan menimbulkan usaha kompensasi (sekunder) berupa
jantung akan berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang rendah dengan
mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan vena meninggi. Karena oksigen
dalam darah berkurang terus dan tidak cukup untuk kerja jantung, maka terjadi gagal
jantung dan kematian berlangsung dengan cepat.
Kerusakan akibat asfiksia disebabkan oleh gagalnya sel menerima atau menggunakan
oksigen. Kegagalan ini diawali dengan hipoksemia. Hipoksemia adalah penurunan kadar
oksigen dalam darah. Manifestasi kliniknya terbagi dua yaitu hipoksia jaringan dan
mekanisme kompensasi tubuh. Tingkat kecepatan rusaknya jaringan tubuh bervariasi.
Yang paling membutuhkan oksigen adalah sistem saraf pusat dan jantung. Terhentinya
aliran darah ke korteks serebri akan menyebabkan kehilangan kesadaran dalam 10-20
detik. Jika PO2 jaringan dibawah level kritis, metabolisme aerob berhenti dan
metabolisme anaerob berlangsung dengan pembentukan asam laktat.
Tanda dan gejala hipoksemia dibagi menjadi 2 kategori yaitu akibat
ketidakseimbangan fungsi pusat vital dan dan akibat aktivasi mekanisme kompensasi.
Hipoksemia ringan menyebabkan sedikit manifestasi yaitu gangguan ringan dari status
mental dan ketajaman penglihatan, kadang-kadang hiperventilasi. Hal ini karena saturasi
Hb masih sekitar 90% ketika PO2 hanya 60 mmHg. Hipoksemia yang lebih berat bisa
menyebabkan perubahan kepribadian, agitasi, inkoordinasi otot, euphoria, delirium, bisa
sampai stupor dan koma.
Pengerahan mekanisme kompensasi simpatis menyebabkan takikardi, kulit menjadi
dingin (oleh karena vasokonstriksi perifer), diaphoresis dan peningkatan ringan dari
tekanan darah. Hipoksemia akut yang sangat berat bisa menyebabkan konvulsi,
perdarahan retina dan kerusakan otak permanent. Hipotensi dan bradikardi biasanya
merupakan stadium preterminal pada orang dengan hipoksemia, mengindikasikan
kegagalan mekanisme kompensasi
2. Iskemia Serebral
Iskemia serebral disebabkan oleh penekanan dan hambatan pembuluh darah arteri
(oklusi arteri) yang menyebabkan terhambatnya aliran darah ke otak.
3. Refleks Vasovagal
Mekanisme refleks vaso-vagal pada penjeratan akibat adanya perangsangan reseptor
pada badan carotis / carotid bodies. Terjadinya adalah adanya perangsangan pada
nucleus tractus solitarius pada batang otak diaktifkan secara langsung yang menjadi
pemicu, sehingga ada rangsangan terhadap tonus sistem syaraf parasimpatis dan
penurunan tonus sistem syaraf simpatis. Hal ini menghasilkan respon hemodinamik
berupa: yang pertama adalah respon cardioinhibitory, ditandai dengan penurunan denyut
jantung (efek chronotropic negatif) dan kontraktilitas (efek inotropik negatif) yang
mengarah ke penurunan cardiac output yang cukup signifikan untuk menghasilkan
kehilangan kesadaran. Diperkirakan bahwa respons ini terutama berasal dari peningkatan
dalam tonus parasimpatis. Yang kedua adalah respon vasodepressor, disebabkan oleh
penurunan tekanan darah (ke level 80/20) tanpa banyak perubahan denyut jantung.
Fenomena ini terjadi karena vasodilatasi, mungkin sebagai akibat dari penurunan tonus
sistem saraf simpatik. Kebanyakan orang mendapatkan gabungan dari kedua respon
diatas.
c. Jenis simpul pada penjeratan
Terdapat dua jenis simpul jerat, yaitu simpul hidup (lingkar jerat dapat diperbesar dan
diperkecil) dan simpul mati (lingkar jerat tidak dapat diubah). Jika jerat masih ditemukan
melingkari leher, maka jerat tersebut harus disimpan baik sebab merupakan benda bukti dan
dapat diserahkan kepada penyidik bersama-sama dengan visum et repertum-nya.1
Untuk melepaskan jerat dari leher, jerat harus digunting serong (jangan melintang)
pada tempat yang berlawanan dari letak simpul, sehingga dapat direkonstruksi kembali
dikemudian hari. Kedua ujung jerat harus diikat sehingga bentuknya tidak berubah. 1, 2, 8
d.Jejas Jerat
Jejas jerat pada leher biasanya mendatar, melingkari leher dan terdapat lebih rendah
daripada jejas jerat pada kasus gantung. Jejas biasanya terletak setinggi atau di bawah rawan
gondok. Keadaan jejas jerat pada leher sangat bervariasi. Bila jerat lunak dan lebar seperti
handuk atau selendang sutra, maka jejas mungkin tidak ditemukandan pada otot- otot leher
sebelah dalam dapat atau tidak ditemukan sedikit resapan darah. Tali yang tipis seperti kaos
kaki nylon akan meninggalkan jejas dengan lebar tidak lebih dari dua sampai tiga milimeter. 1,9
Pola jejas dapat dilihat dengan menempelkan transparant scotch tape pada daerah
jejas di leher, kemudian ditempelkan pada kaca objek dan dilihat dengan mikroskop atau
dengan sinar ultraviolet. Bila jerat kasar seperti tali, maka bila tali bergesekan pada saat korban
melawan akan menyebabkan luka lecet di sekitar jejas jerat, yang tampak jelas berupa kulit
yang mencekung berwarna coklat dengan perabaan kaku seperti kertas perkamen (luka lecet
tekan). Pada otot- otot leher sebelah dalam tampak banyak resapan darah. 1,7,9
e. Cara kematian pada penjeratan9
Ada tiga cara kematian pada kasus jeratan (strangulation by ligature), yaitu :
Pembunuhan ( paling sering)
Pembunuhan pada kasus jeratan dapat kita jumpai pada kejadian infaticide dengan
menggunakan tali pusat, psikopat yang saling menjerat, dan hukuma mati (jaman
dahulu)
Kecelakaan
Kecelakaan pada kasus jeratan dapat kita temukan pada bayi yang terjerat oleh tali
pakaian, orang yang bekerja dengan tali di leher dan tali tertarik mesin.
Bunuh diri
Pada kasus bunuh diri dengan jeratan, dilakukan dengan melilitkan tali secara
berulang dimana satu ujung difiksasi dan ujung lainnya ditarik. Antara jeratan dan
leher dimasukan tongkat lalu mereka memutar tongkat tersebut.
Hal- hal penting yang perlu kita perhatikan pada kasus jeratan, antara lain :8
Arah jeratan mendatar / horizontal
Lokasi penjeratan lebih rendah daripada kasus penggantungan
Jenis simpul jerat
Bahan penjerat misalnya tali, kaus kaki, dasi, serbet, dan lain- lain
Pada kasus pembunuhan biasanya kita tidak menemukan alat yang dipakai untuk
menjerat.
f. Gambaran postmortem1,2,7
1. Pemeriksaan Luar Jenazah
Pada pemeriksaan luar hasil gantung diri didapatkan:
a. Tanda Penjeratan Pada Leher
- Tanda penjeratan jelas dan dalamSemakin kecil tali maka tanda penjeratan
semakin jelas dan dalam
- Bentuk jeratan berjalan mendatar/horizontal
Alur jeratan pada leher korban berbentuk lingkaran. Alur jerat biasa disertai luka
lecet atau luka memar disekitar jejas yang terjadi karena korban berusaha
membuka jeratan tersebut.
- Tanda penjeratan berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering, keras dan
mengkilat
- Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit bagian bawah
telinga,tampak daerah segitiga pada kulit dibawah telinga. Pinggiran jejas jerat
berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasif.Jumlah tanda
penjeratanTerkadang pada leher terlihat dua buah atau lebih bekas penjeratan.
Hal ini menujukan bahwa tali dijeratkan ke leher sebanyak dua kali
b. Tanda-tanda Asfiksia
Tanda-tanda umum asfiksia diantaranya adalah sianosis, kongesti vena dan
edema. Sering ditemukan adanya buih halus pada jalan nafas.
c. Lebam Mayat
Lokasi timbulnya lebam mayat tergantung dari posisi tubuh korban setelah mati.
2. Pemeriksaan Dalam Jenazah
Pada pemeriksaan dalam akibat peristiwa jerat didapatkan :
a. Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun
ruptur.
b. Tanda-tanda Asfiksia
Terdapat bintik perdarahan pada pelebaran pembuluh darah,
Terdapat buih halus di mulut
Didapatkan darah lebih gelap dan encer akibat kadar CO2 yang
meninggi.
c. Terdapat resapan darah pada jaringan dibawah kulit dan otot
d. Terdapat memar atau ruptur pada beberapa keadaan. Kerusakan otot ini
lebih sering dihubungkan dengan tindak kekerasan.
e. Pada pemeriksaan paru-paru sering ditemui edema paru.
f. Jarang terdapat patah tulang hyoid atau kartilago cricoid.
Pemeriksaan otopsi pada kasus jeratan (strangulation by ligature mirip kasus penggantungan
(hanging) kecuali pada :
Distribusi lebam mayat yang berbeda
Alur jeratan mendatar/ horizontal
Lokasi jeratan lebih rendah
Perbedaan kasus gantung dan kasus jerat1,8,9
Kasus Gantung
(bunuh diri)
Kasus Jerat
(pembunuhan)
Simpul Simpul hidup Simpul mati
Jumlah lilitan penjerat
Arah
Jarak titik tumpu-simpul
Simpul dapat dikeluarkan
melalui kepala(tidak terikat
kuat)
Bisa lebih dari 1 lilitan
Serong ke atas
Jauh
Berbentuk ‘v’ (lingkaran
terputus)
Simpul sulit dikeluarkan melalui
kepala (terikat kuat)
Biasanya 1 buah lilitan
Mendatar/horizontal
Dekat
Berbentuk lingkaran penuh
Lokasi jejas
Jejas jerat
Luka perlawanan
Luka lain-lain
Lebih tinggi
Meninggi ke arah simpul
-
Biasanya ada, mungkin
terdapat luka percobaan lain
Lebih rendah
Mendatar
+
Ada, sering di daerah leher
Karakteristik simpul Jejas simpul jarang terlihat
Simpul hidup
Simpul dapat dikeluarkan
melalui kepala(tidak terikat
kuat)
Terlihat jejas simpul
Simpul
Simpul sulit dikeluarkan melalui
kepala (terikat kuat)
Lebam mayat Pada bagian bawah tubuh Tergantung posisi tubuh korban
Lokasi
Kondisi
Pakaian
Ruangan
Tersembunyi
Teratur
Rapi dan baik
Terkunci dari dalam
Bervariasi
Tidak teratur
Tidak teratur, robek
Tidak teratur, terkunci dari luar
BAB III
KESIMPULAN
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran
udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang disertai dengan peningkatan
karbon dioksida. Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen dan terjadi
kematian.
Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang
memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan yang bersifat mekanik, misalnya
pembekapan, penyumbatan, penjeratan, pencekikan, gantung diri, dan tenggelam (drowning).
Strangulasi adalah penekanan leher dengan tangan atau benda lain, yang menyebabkan
dinding saluran nafas bagian atas tertekan dan terjadi penyempitan saluran nafas sehingga
udara pernafasan tidak dapat lewat. Strangulasi dibedakan menjadi Strangulasi manual
( menggunakan tangan ), Strangulasi sejati /gantung (menggunakan tali), Penjeratan
(strangulation by ligature).
Penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang, rantai, stagen,
kawat, kabel, kaos kaki dan sebagainya, melingkari atau mengikat leher yang makin lama
makin kuat, sehingga saluran nafas tertutup. Berbeda dengan gantung diri yang biasanya
merupakan kasus bunuh diri, maka penjeratan biasanya adalah kasus pembunuhan.
Ada 3 mekanisme kematian pada jerat , yaitu : Asfiksia,Iskemia Serebral, refleks vagal.
Dalam kasus penjeratan ada beberpa cara kematian pada kasus jerat diantaranya adalah:
Pembunuhan (paling sering), Kecelakaan, dan Bunuh diri.
Pada pemeriksaan luar hasil penjeratan didapatkan:
Tanda Penjeratan Pada Leher
Tanda-tanda Asfiksia
Lebam Mayat : Lokasi timbulnya lebam mayat tergantung dari posisi tubuh korban
setelah mati.
Pada pemeriksaan dalam akibat peristiwa jerat didapatkan :
Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun ruptur.
Tanda-tanda Asfiksia
Terdapat bintik perdarahan pada pelebaran pembuluh darah,
Terdapat buih halus di mulut
Didapatkan darah lebih gelap dan encer akibat kadar CO2 yang meninggi.
Terdapat resapan darah pada jaringan dibawah kulit dan otot
Terdapat memar atau ruptur pada beberapa keadaan. Kerusakan otot ini lebih sering
dihubungkan dengan tindak kekerasan.
Pada pemeriksaan paru-paru sering ditemui edema paru.
Jarang terdapat patah tulang hyoid atau kartilago cricoid.
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto A., Widiatmaka W., Sudiono S, et al., Kematian Karena Asfiksia Mekanik,
Ilmu Kedokteran Forensik Universitas Indonesia, Jakarta: 1997.
2. Dahlan S, Asfiksia, Ilmu Kedokteran Forensik, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang: 2000.
3. Iedris M, dr., Tjiptomartono A.L, dr., Asfiksia., Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik
dalam Proses Penyidikan., Sagung Seto., Jakarta: 2008.
4. Ferris, J.A.J. 2006. Asphyxia.http://www.pathology.ubc.ca/
5. Leonardo, 2008. Asfiksia Kedokteran. http://www.kabarindonesia.com/
6. Anonim, 2007. Asphyxia.http://www.wikipedia.org/wiki/asphyxia
7. Staf Pengajar Bagian Forensik, 2000. Teknik Autopsi Forensik. Ed.4.Bagian
Kedokteran Forensik FK. UI, Jakarta
8. Idries AM. Penggantungan. In: Idries AM, editor. Pedoman ilmu kedokteran forensik.
Edisi 1. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997. p202-207.
9. Ernoehazy W. Hanging injuries and Strangulation. Cited October 23, 2011. Available
at: http://www.emedicine.com/emerg/topic227.htm