referat gangguan bipolar mia

39
SATUAN ACARA PENYULUHAN GANGGUAN BIPOLAR Pokok Bahasan : Gangguan Bipolar Sub Pokok Bahasan : Mengenal lebih dalam tentang Gangguan Bipolar Sasaran : Pasien dan keluarga pasien rawat jalan Tempat : Ruang RSIJ Klender Hari / Tanggal : Senin, 21 September 2015 Waktu : 10.00 – 10.30 WIB A. Tujuan Instruksional Umum Setelah mendapatkan penyuluhan, sasaran mampu memahami dan mengaplikasikan materi penyuluhan dalam kehidupan sehari- hari. B. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mendapatkan penyuluhan sasaran mampu : 1.Definisi gangguan bipolar 2.Faktor penyebab gangguan bipolar 3.Gejala gangguan bipolar 4.Kriteria diagnosis gangguan bipolar 5.Penatalaksanaan gangguan bipolar C. Media 1. Laptop 2. LCD 3. Mikrofon 1

Upload: tamimiahmia

Post on 03-Dec-2015

266 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

psikiatri

TRANSCRIPT

SATUAN ACARA PENYULUHAN

GANGGUAN BIPOLAR

Pokok Bahasan : Gangguan Bipolar

Sub Pokok Bahasan : Mengenal lebih dalam tentang Gangguan Bipolar

Sasaran : Pasien dan keluarga pasien rawat jalan

Tempat : Ruang RSIJ Klender

Hari / Tanggal : Senin, 21 September 2015

Waktu : 10.00 – 10.30 WIB

A. Tujuan Instruksional Umum

Setelah mendapatkan penyuluhan, sasaran mampu memahami dan mengaplikasikan

materi penyuluhan dalam kehidupan sehari-hari.

B. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah mendapatkan penyuluhan sasaran mampu :

1. Definisi gangguan bipolar

2. Faktor penyebab gangguan bipolar

3. Gejala gangguan bipolar

4. Kriteria diagnosis gangguan bipolar

5. Penatalaksanaan gangguan bipolar

C. Media

1. Laptop

2. LCD

3. Mikrofon

4. Leaflet

D. Metode

1. Ceramah

2. Diskusi

3. Tanya jawab

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan

ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya

rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup. Setiap episode dipisahkan sekurangnya

dua bulan tanpa gejala penting mania atau hipomania. Kelainan fundamental pada

kelompok gangguan ini adalah perubahan suasana perasaan (mood) atau afek,

biasanya ke arah depresi (dengan atau tanpa ansietas yang menyertainya), atau ke arah

elasi (suasana perasaan yang meningkat). Perubahan suasana perasaan ini biasanya

disertai dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas, dan kebanyakan

gejala lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu, atau mudah dipahami

hubungannya dengan perubahan tersebut. Ada empat jenis gangguan bipolar tertera di

dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV-Text Revision (DSM-IV TR)

yaitu gangguan bipolar I (GB I), gangguan bipolar II (GB II), gangguan siklotimia,

dan gangguan bipolar yang tak dapat dispesifikasikan.

Gangguan bipolar adalah gangguan yang lebih jarang dibandingkan dengan

gangguan depresif berat. Prevalensi gangguan bipolar di Indonesia hanya sekitar 2%.

Prevalensi antara laki-laki dan wanita sama besar. Onset gangguan bipolar adalah dari

masa anak-anak (usia 5-6 tahun) sampai 50 tahun atau lebih. Rata-rata usia yang

terkena adalah usia 30 tahun. Gangguan bipolar cenderung mengenai semua ras.

Penelitian yang mengikuti kohort keturunan pasien dengan gangguan bipolar

dapat membantu untuk mengklarifikasi tanda-tanda awal pada anak-anak. Onset mania

setelah usia 60 kurang mungkin terkait dengan riwayat keluarga gangguan bipolar dan

lebih mungkin untuk dihubungkan dengan diidentifikasi faktor medis umum, termasuk

stroke atau lainnya pusat sistem saraf lesi.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menambah pengetahan masyarakat tentang

gangguan bipolar dan memberi informasi kepada masyarakat mengenai penanganan

gangguan bipolar.

2

BAB II

GANGGUAN BIPOLAR

2. 1 DEFINISI

Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh

gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat

berlangsung seumur hidup. Setiap episode dipisahkan sekurangnya dua bulan tanpa gejala

penting mania atau hipomania. Kelainan fundamental pada kelompok gangguan ini adalah

perubahan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya ke arah depresi (dengan atau tanpa

ansietas yang menyertainya), atau ke arah elasi (suasana perasaan yang meningkat).

Perubahan suasana perasaan ini biasanya disertai dengan suatu perubahan pada keseluruhan

tingkat aktivitas, dan kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu, atau

mudah dipahami hubungannya dengan perubahan tersebut. Ada empat jenis gangguan bipolar

tertera di dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV-Text Revision (DSM-IV

TR) yaitu gangguan bipolar I (GB I), gangguan bipolar II (GB II), gangguan siklotimia, dan

gangguan bipolar yang tak dapat dispesifikasikan.

2.2 ETIOLOGI

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan gangguan bipolar antara lain :

1. Faktor biologi

Hingga saat ini neurotransmiter monoamin seperti norepinefrin, dopamin,

serotonin, dan histamin menjadi fokus teori dan masih diteliti hingga saat ini. Sebagai

biogenik amin, norepinefrin dan serotonin adalah neurotransmiter yang paling

berpengaruh dalam patofisiologi gangguan mood ini.

- Norepinefrin

Teori ini merujuk pada penurunan regulasi dan penurunan sensitifitas dari reseptor

β adrenergik dan dalam klinik hal ini dibuktikan oleh respon pada penggunaan anti

depresan yang cukup baik sehingga mendukung adanya peran langsung dari sistem

noradrenergik pada depresi. Bukti lainnya melibatkan reseptor β2 presinaps pada

depresi karena aktivasi pada reseptor ini menghasilkan penurunan dari pelepasan

norepinefrin. Reseptor β2 juga terletak pada neuron serotoninergik dan berperan

dalam regulasi pelepasan serotonin.

3

- Serotonin

Teori ini didukung oleh respon pengobatan SSRI (selective serotonin reuptake

inhibitor) dalam mengatasi depresi. Rendahnya kadar serotonin dapat menjadi

faktor presipitat depresi, beberapa pasien dengan dorongan bunuh diri memiliki

konsentrasi serotonin yang rendah dalam cairan serebrospinalnya dan memiliki

kadar konsentrasi rendah uptake serotonin pada platelet.

- Dopamine

Selain dari norepinefrin dan serotonin, dopamine juga diduga memiliki peran. Data

memperkirakan bahwa aktivitas dopamine dapat mengurangi depresi dan

meningkat pada mania. Dua teori mengenai dopamin dan depresi adalah bahwa

jalur mesolimbik dopamin tidak berfungsi terjadi pada depresi dan dopamin

reseptor D1 hipoaktif pada keadaan depresi.

- Kelainan di otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini.

Terdapat perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita

bipolar. Melalui pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-

emission tomography (PET), didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah

yang berkurang pada korteks prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk

dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan volume yang kecil pada

amigdala dan hipocampus. Korteks prefrontal, amigdala, dan hipocampus

merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan afek).

Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-mielin berkurang pada otak

penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran mielin

yang membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar

saraf. Bila jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi

antar saraf tidak berjalan lancar.

2. Faktor genetik

- Studi pada keluarga.

Data dari studi ini mengatakan 1 orang tua dengan gangguan mood, anaknya akan

memiliki risiko antara 10-25% untuk menderita gangguan mood. Jika kedua orang

tuanya menderita gangguan mood, maka kemungkinannya menjadi 2 kali lipat.

Risiko ini meningkat jika ada anggota keluarga dari 1 generasi sebelumnya

daripada kerabat jauh. Satu riwayat keluarga gangguan bipolar dapat

4

meningkatkan risiko untuk gangguan mood secara umum, dan lebih spesifik pada

kemungkianan munculnya bipolar.

- Studi pada anak kembar.

Studi ini menunjukan bahwa gen hanya menjelaskan 50-70% etiologi dari

gangguan mood. Studi ini menunjukan rentang gangguan mood pada monozigot

sekitar 70-90% dibandingkan dengan kembar dizigot sekitar 16-35%.

3. Faktor psikososial

- Stress dari lingkungan dan peristiwa dalam hidup seseorang.

Penelitian telah membuktikan faktor lingkungan memegang peranan penting

dalam gangguan perkembangan bipolar. Faktor lingkungan yang sangat berperan

pada kehidupan psikososial dari pasien dapat menyebabkan stress yang dipicu oleh

faktor lingkungan. Stress yang menyertai episode pertama dari gangguan bipolar

dapat menyebabkan perubahan biologik otak yang bertahan lama. Perubahan

bertahan lama tersebut dapat menyebabkan perubahan keadaan fungsional

berbagai neurotransmiter dan sistem pemberian signal intraneuronal. Perubahan

mungkin termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar dalam kontak sinaptik.

Hasil akhir perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang berada pada resiko

yang lebih tinggi untuk menderita gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa

adanya stressor eksternal.

- Faktor kepribadian.

Tidak ada bukti yang mengindikasikan bahwa gangguan kepribadian tertentu

berhubungan dengan berkembangnya gangguan bipolar I, walaupun pasien dengan

gangguan distimik dan siklotimik berisiko untuk dapat berkembang menjadi

depresi mayor atau gangguan bipolar I. Kejadian tiba-tiba yang memicu stress

yang kuat adalah prediktor dari onset episode depresi.

2.3 GEJALA KLINIS

Terdapat dua pola gejala dasar pada gangguan bipolar yaitu, episode depresi dan

episode mania.

Episode Manik :

5

Paling sedikit satu minggu (bisa kurang, bila dirawat) pasien mengalami mood yang

elasi, ekspansif, atau iritabel. Pasien memiliki, secara menetap, tiga atau lebih gejala berikut

(empat atau lebih bila hanya mood iritabel) yaitu:

a. Grandiositas atau percaya diri berlebihan

b. Berkurangnya kebutuhan tidur

c. Cepat dan banyaknya pembicaraan

d. Lompatan gagasan atau pikiran berlomba

e. Perhatian mudah teralih

f. Peningkatan energy dan hiperaktivitas psikomotor

g. Meningkatnya aktivitas bertujuan (sosial, seksual, pekerjaan dan sekolah)

h. Tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa perhitungan yang

matang).

Gejala yang derajatnya berat dikaitkan dengam penderitaan, gambaran psikotik,

hospitalisasi untuk melindungi pasien dan orang lain, serta adanya gangguan fungsi sosial dan

pekerjaan. Pasien hipomania kadang sulit didiagnosa sebab beberapa pasien hipomania justru

memiliki tingkat kreativitas dan produktivitas yang tinggi. Pasien hipomania tidak memiliki

gambaran psikotik (halusinasi, waham atau perilaku atau pembicaraan aneh) dan tidak

memerlukan hospitalisasi.

Episode Depresi Mayor

Paling sedikit dua minggu pasien mengalami lebih dari empat simptom atau tanda

yaitu :

a. Mood depresif atau hilangnya minat atau rasa senang

b. Menurun atau meningkatnya berat badan atau nafsu makan

c. Sulit atau banyak tidur

d. Agitasi atau retardasi psikomotor

e. Kelelahan atau berkurangnya tenaga

f. Menurunnya harga diri

g. Ide-ide tentang rasa bersalah, ragu-ragu dan menurunnya konsentrasi

h. Pesimis

i. Pikiran berulang tentang kematian, bunuh diri (dengan atau tanpa rencana)

atau tindakan bunuh diri.

6

Gejala-gejala diatas menyebabkan penderitaan atau mengganggunya fungsi personal, sosial,

pekerjaan.

Episode Campuran

Paling sedikit satu minggu pasien mengalami episode mania dan depresi yang terjadi

secara bersamaan. Misalnya, mood tereksitasi (lebih sering mood disforik), iritabel, marah,

serangan panic, pembicaraan cepat, agitasi, menangis, ide bunuh diri, insomnia derajat berat,

grandiositas, hiperseksualitas, waham kejar dan kadang-kadang bingung. Kadang-kadang

gejala cukup berat sehingga memerlukan perawatan untuk melindungi pasien atau orang lain,

dapat disertai gambaran psikotik, dan mengganggu fungsi personal, sosial dan pekerjaan.

Episode Hipomanik

Paling sedikit empat hari, secara menetap, pasien mengalami peningkatan mood,

ekspansif atau irritable yang ringan, paling sedikit terjadi gejala (empat gejala bila mood

irritable) yaitu:

a. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri

b. Berkurangnya kebutuhan tidur

c. Meningkatnya pembicaraan

d. Lompat gagasan atau pemikiran berlomba

e. Perhatian mudah teralih

f. Meningkatnya aktifitas atau agitasi psikomotor

g. Pikiran menjadi lebih tajam

h. Daya nilai berkurang

Tidak ada gambaran psikotik (halusinasi, waham, atau prilaku atau pembicaraan aneh)

tidak membutuhkan hospitalisasi dan tidak mengganggu fungsi personal, sosial, dan

pekerjaan. Sering kali dilupakan oleh pasien tetapi dapat dikenali oleh keluarga.

Sindrom Psikotik

Pada kasus berat, pasien mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik yang paling sering

yaitu:

a. Halusinasi (auditorik, visual, atau bentuk sensasi lainnya)

b. Waham

7

Misalnya, waham kebesaran sering terjadi pada episode mania sedangkan

waham nihilistik terjadi pada episode depresi. Ada kalanya simtom psikotik

tidak serasi dengan mood. Pasien dengan gangguan bipolar sering didiagnosis

sebagai skizofrenia. Ciri psikotik biasanya merupakan tanda prognosis yang

buruk bagi pasien dengan Gangguan bipolar. Faktor berikut ini telah

dihubungkan dengan prognosis yang buruk seperti: durasi episode yang lama,

disosiasi temporal antara Gangguan mood dan gejala psikotik, dan riwayat

penyesuaian social pramorbid yang buruk. Adanya ciri-ciri psikotik yang

memiiki penerapan terapi yang penting, pasien dengan symptom psikotik

hampir selalu memerlukan obat anti psikotik di samping anti depresan atau anti

mania atau mungkin memerlukan terapi antikonvulsif untuk mendapatkan

perbaikan klinis.

2.4 KRITERIA DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria yang terdapat dalam DSM-IV atau ICD-10.

Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi simptom gangguan

bipolar adalah The Structured clinical Interview for DSM-IV (SCID).

Pembagian menurut DSM-IV:

1. Gangguan mood bipolar I

Gangguan mood bipolar I, episode manik tunggal

A. Hanya mengalami satu kali episode manic dan tidak ada rwayat depresi mayor

sebelumnya.

B. Tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, skizoafektif,

Gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat

diklasifikasikan.

C. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi medic

umum

D. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna

atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan aspek fungsi penting

lainnya.

Gangguan mood bipolar I, episode manik sekarang ini

8

A. Saat ini dalam episode manic

B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu kali episode manik,

depresi, atau campuran.

C. Episode mood pada kriteria A dan B bukan skizoafektif dan tidak bertumpang

tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham, atau dengan

Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.

D. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi

medik umum.

E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna

atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan aspek fungsi penting

lainnya.

Gangguan mood bipolar I, episode campuran saat ini

A. Saat ini dalam episode campuran

B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik, depresi atau

campuran

C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan skizoafektif dan

tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizifreniform, Gangguan waham,

atau Gangguan psikotik yang tidak diklasifikasikan

D. Gejala-gejala tidak disebabkan efek oleh fisiologik langsung zat atau kondisi

medik umum

E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna

atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting

lainnya

Gangguan mood bipolar I, episode hipomanik saat ini

A. Saat ini dalam episode hipomanik

B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manic atau

campuran

C. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau

hendaya social, pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya

D. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai

skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,

9

Gangguan waham, dan dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat

diklasifikasikan.

Gangguan mood bipolar I, episode depresi saat ini

A. Saat ini dalam episode depresi mayor

B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik dan campuran

C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai

skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,

Gangguan waham, dan dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat

diklasifikasikan.

D. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik

umum

E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna

atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting

lainnya.

Gangguan mood bipolar I, episode yang tidak dapat diklasifikasikan saat ini

A. Kriteria, kecuali durasi, saat ini, memenuhi kriteria untuk manik, hipomanik,

campuran atau episode depresi.

B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manik atau

campuran.

C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai

skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,

Gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat

diklasifikasikan di tempat lain.

D. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna

atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting

lainnya.

2. Ganggguan Mood Bipolar II

Satu atau lebih episode depresi mayor yang disertai dengan paling sedikit satu episode

hipomanik.

10

Gangguan Siklotimia

A. Paling sedikit selama dua tahun, terdapat beberapa periode dengan gejala-

gejala hipomania dan beberapa periode dengan gejala-gejala depresi yang

tidak memenuhi criteria untuk Gangguan depresi mayor. Untuk anak-anak

dan remaja durasinya paling sedikit satu tahun.

B. Selama periode dua tahun di atas penderita tidak pernah bebas dari gejala-

gejala pada kriteria A lebih dari dua bulan pada suatu waktu.

C. Tidak ada episode depresi mayor, episode manik, episode campuran,

selama dua tahun Gangguan tersebut

Catatan: setelah dua tahun awal, siklotimia dapat bertumpang tindih

dengan manic atau episode campuran (diagnosis GB I dan Gangguan

siklotimia dapat dibuat) atau episode depresi mayor (diagnosis GB II

dengan Gangguan siklotimia dapat ditegakkan)

D. Gejala-gejala pada criteria A bukan skizoafektif dan tidak

bertumpangtindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham,

atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.

E. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau

kondisi medic umum

F. Gejala-gejala di atas menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup

bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan atau aspek

fungsi penting lainnya..

Pembagian menurut PPDGJ III:

F31 Gangguan Afek bipolar

a. Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua

episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada

waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi

dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa

penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang

khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode.

Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsug antara 2

minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih

lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali

pada orang usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah

11

peristiwa hidup yang penuh stress atau trauma mental lainnya (adanya

stress tidak esensial untuk penegakan diagnosis).

b. Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif

Tidak termasuk: Gangguan bipolar, episode manic tunggal (F30).

F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Klinik Hipomanik

a. Episode yang sekarang harus memenuhi criteria untuk hipomania (F30);

dan

b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,

manik, depresif, atau campuran) di masa lampau.

F31.1 Gangguan afektif Bipolar, Episode kini Manik Tanpa Gejala Psikotik

a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala

psikotik (F30.1); dan

b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,

manik, depresif, atau campuran) di masa lampau.

F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan gejala psikotik

a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala

psikotik (F30.2); dan

b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,

manik, depresif atau campuran) di masa lampau.

F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau Sedang

a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi

ringan (F32.0) atau pun sedang (F32.1); dan

b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau

campuran di masa lampau.

F31.4 gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala

psikotik

a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif

berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan

b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,

atau campuran di masa lampau.

F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala

Psikotik

12

a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif

berat dengan gejala psikotik (F32.3);dan

b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,

atau campuran dimasa lampau.

F31.6 Gangguan Afektif Bipolar Campuran

a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanik, dan

depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala

mania/hipomania dan depresif yang sama-sama mencolok selama masa

terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung

sekurang-kurangnya 2 minggu); dan

b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau

campuran di masa lampau.

F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, kini dalam Remisi

Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa

bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu

episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau dan

ditambah sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,

depresif atau campuran).

F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya

F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT.

2.5 PEMERIKSAAN FISIK

Penampilan

Orang yang menunjukkan suatu periode depresi mungkin menunjukkan sedikit sampai

tidak ada kontak mata. Pakaian mereka mungkin tidak terawat, kotor, berlubang,

kumal, serta tidak cocok dengan ukuran badan. Bila seseorang kehilangan berat badan

secara signifikan, ukuran pakaiannya tidak akan cocok. Kebersihan diri tercermin dari

mood mereka yang rendah, yang ditunjukkan dengan badan yang kurus, tidak

bercukur, dan tidak membersihkan diri. Pada wanita, kuku jari tangannya mungkin

terdapat lapisan warna yang berbeda atau sebagian warna yang rusak pada kuku

mereka, bahkan cenderung kotor juga pada tangannya. Rambut mereka juga tidak

terurus. Bila orang ini bergerak, afek depresi jelas terlihat. Mereka bergerak dengan

lambat dan sangat sedikit yang menunjukkan retardasi psikomotor. Mereka juga

berbicara dengan suara yang pelan atau suara yang monoton.

13

Afek/Suasana Perasaan

Afek depresi. Kesedihan mendominasi suasana hati seseorang dalam episode depresi. 

Penderita merasa sedih, tertekan, kehilangan, kosong dan terisolasi. 

Pikiran

Penderita mempunyai pemikiran yang mencerminkan kesedihan mereka. Gagasan

yang negatif, perhatian nihilistik, dan mereka mempunyai suatu istilah bahwa “mereka

bagaikan gelas yang separuh kosong”. Pemikiran mereka lebih berfokus tentang

kematian dan tentang bunuh diri.

Persepsi

Terdapat 2 format dari tipe depresi yang dijelaskan. Dengan psikotik dan tanpa

psikotik. Dengan psikotik, penderita mempunyai khayalan dan halusinasi yang sesuai

atau tidak dengan suasana hati. Penderita merasa telah berdosa, bersalah, dan

merasakan penyesalan yang sangat dalam.

Bunuh Diri

Angka kejadian bunuh diri banyak terjadi pada penderita depresi. Mereka adalah

individu yang mencoba dan berhasil dalam usaha bunuh diri.

Pembunuhan/Kekerasan

Pembunuhan yang dilakukan oleh penderita biasanya diikuti dengan bunuh diri. Pada

beberapa penderita depresi biasanya merasa dunia sudah tidak berguna lagi untuknya

dan untuk orang terdekatnya/orang lain.

Tilikan (Insight)

Depresi dapat mempengaruhi penilaian seseorang mengenai dirinya sendiri. Penderita

biasanya gagal dalam melakukan tindakan yang penting sebab mereka sangat jatuh

dan menurun dalam mengenali diri mereka sendiri. Meraka memiliki sedikit

pengertian terhadap diri mereka sendiri.

Kognitif

Pada depresi dan manik yang berat, penderita dapat mengalami kesulitan dalam

berkonsentrasi dan memusatkan perhatiannya.

2.6 DIAGNOSIS BANDING

14

Terdapat beberapa gangguan mental lainnya yang memiliki gejala yang sama dengan

gangguan bipolar seperti skizofrenia, skizoafektif, depresi berat, intoksikasi obat, gangguan

skizofreniform, dan gangguan kepribadian ambang.

2.7 PENATALAKSANAAN

Pengobatan bertujuan untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat

gangguan bipolar. Pertama-tama psikiater harus melakukan penilaian diagnosis yang tepat

untuk keamanan pasien untuk mendapat pengobatan yang optimal. Kedua tujuan spesifik

penanganan dan terapi termasuk merawat pasien, memonitor status mental pasien,

menyediakan edukasi mengenai gangguan bipolar, meningkatkan kepatuhan terapi,

meningkatkan pola aktivitas yang teratur dan pola tidur, mengantisipasi stresor,

mengidentifikasi episode baru secara dini, dan meminimalisir kegagalan fungsi lainnya.

1. Terapi Psikososial

- Terapi kognitif (Aaron Beck)

Tujuannya :

a. Menghilangkan episode depresi dan mencegah rekurennya dengan

membantu pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif.

b. Mengembangkan cara berpikir alternatif, fleksibel dan positif, serta melatih

kembali respon kognitif dan perilaku yang baru.

- Terapi interpersonal (Gerrad Kleman)

Memusatkan pada masalah interpersonal yang sekarang dialami oleh pasien

dengan anggapan bahwa masalah interpersonal sekarang mungkin terlibat dalam

mencetuskan atau memperberat gejala depresi sekarang. Terapi ini difokuskan

pada problem interpersonal yang ada. Diasumsikan bahwa, pertama, problem

interpersonal yang ada saat ini merupakan akar terjadinya disfungsi hubungan

interpersonal. Problem interpersonal saat ini berperan dalam terjadinya gejala

depresi. Biasanya sesi berlangsung antara 12 sampai 16 minggu dan ditandai

dengan pendekatan terapeutik yang aktif. Tidak ditujukan pada fenomena

intrapsikik seperti mekanisme defensi dan konflik internal. Keterbatasan asertif,

gangguan kemampuan sosial, serta penyimpangan pola berpikir hanya ditujukan

bila memang mempunyai efek pada hubungan interpersonal tersebut.

15

- Terapi perilaku

Terapi didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif menyebabkan

seseorang mendapatkan sedikit umpan balik positif dari masyarakat dan

kemungkinan penolakan yang palsu. Dengan demikian pasien belajar untuk

berfungsi di dunia dengan cara tertentu dimana mereka mendapatkan dorongan

positif.

- Terapi berorientasi-psikoanalitik

Mencapai kepercayaan dalam hubungan interpersonal, keintiman, mekanisme

penyesuaian, kapasitas dalam merasakan kesedihan serta kemampuan dalam

merasakan perubahan emosional secara luas.

- Terapi keluarga

Diindikasikan untuk gangguan yang membahayakan perkawinan pasien atau

fungsi keluarga atau jika gangguan mood dapat ditangani oleh situasi keluarga.

Terapi keluarga meneliti peran suasana hati teratur dalam keseluruhan

kesejahteraan psikologis dari seluruh keluarga, tetapi juga mengkaji peran seluruh

keluarga dalam pemeliharaan gejala pasien. Pasien dengan gangguan mood

memiliki tingkat tinggi perceraian, dan sekitar 50 persen dari semua pasangan

melaporkan bahwa mereka tidak akan menikah atau memiliki anak jika mereka

tahu bahwa pasien akan mengembangkan gangguan mood.

- Rawat Inap

Yang pertama dan paling penting keputusan dokter harus dibuat adalah apakah

untuk memutuskan pasien rawat inap atau pasien rawat jalan. Jelas indikasi untuk

rawat inap adalah risiko bunuh diri atau pembunuhan, pasien yang sangat

berkurang kemampuannya untuk makan dan kebutuhan untuk prosedur

diagnostik. Suatu onset yang berkembang cepat gejala juga dapat menjadi indikasi

untuk rawat inap. Seorang dokter dapat dengan aman mengobati depresi ringan

atau hypomania dengan rawat jalan jika evaluasi pasien terus rutin dilakukan.

Tanda-tanda klinis dari gangguan penilaian, penurunan berat badan, atau insomnia

harus minimal. Sistem pendukung pasien harus kuat, tidak ada menarik diri dari

pasien. Setiap perubahan negatif dalam gejala-gejala pasien atau perilaku mungkin

cukup untuk menjadi indikasi rawat inap. Pasien dengan gangguan mood sering

16

tidak mau masuk rumah sakit secara sukarela, dan mungkin harus sengaja

dimasukan. Pasien-pasien ini sering tidak dapat membuat keputusan karena

pemikiran mereka melambat, Weltan schauung negatif (pandangan dunia), dan

keputusasaan. Pasien yang manik sering memiliki seperti kurangnya wawasan

gangguan mereka yang rawat inap tampaknya benar-benar tidak masuk akal bagi

mereka.

2. Terapi Fisik : Electro Convulsive Therapy (ECT)

Terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak melalui 2 elektrode yang ditempatkan

pada bagian temporal kepala. Sering digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai

risiko bunuh diri yang besar dan respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik (dengan

dosis yang sudah adekuat).

3. Farmakoterapi

Pendekatan farmakoterapeutik terhadap gangguan bipolar telah menimbulkan

perubahan besar dalam pengobatannya dan secara dramatis telah mempengaruhi perjalanan

gangguan bipolar dan menurunkan biaya bagi penderita.

Episode mania atau hipomania :

1. Mood Stabilizer

2. Antipsikotik atipikal

3. Mood stabilizer + antipsikotik atipikal

Episode depresi :

1. Antidepresan

2. Mood stabilizer

3. Antipsikotik atipikal

4. Mood stabilizer + antidepresan

5. Antipsikotik atipikal + antidepresan

Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan pada gangguan bipolar :

1. Mood stabilizer

Litium

17

Litium sudah digunakan sebagai terapi mania akut sejak 50 tahun yang lalu. Memiliki

efek akut dan kronis dalam pelepasan serotonin dan norepineprin di neuron terminal

sistem saraf pusat.

Farmakologi

Sejumlah kecil litium terikat dengan protein. Litium diekskresikan dalam bentuk utuh

hanya melalui ginjal.

Indikasi

Episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan bermanfaat sebagai terapi

rumatan gangguan bipolar.

Dosis

Respons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan menitrasi dosis

hingga mencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,0-1,4 mEq/L. Perbaikan terjadi

dalam 7-14 hari. Dosis awal yaitu 20 mg/kg/hari. Dosis untuk mengatasi keadaan akut

lebih tinggi bila dibandingkan dengan terapi rumatan. Untuk terapi rumatan, dosis

berkisar antara 0,4-0,8 mEq/L. Dosis kecil dari 0,4 mEq/L, tidak efektif sebagai terapi

rumatan. Sebaliknya, gejala toksisitas litium dapat terjadi bila dosis 1,5 mEq/L.

Perbaikan klinis

7-14 hari

Efek samping

Efek samping yang dilaporkan adalah mual, muntah, tremor, somnolen, penambahan

berat badan, dan penumpulan kognitif. Neurotoksisitas, delirium, dan ensefalopati dapat

pula terjadi akibat litium. Neurotoksisitas bersifat irreversible. Akibat intoksikasi litium,

defisit neurologi permanen dapat terjadi misalnya, ataksia, deficit memori, dan gangguan

pergerakan. Untuk mengatasi intoksikasi litium, hemodialisis harus segera dilakukan.

Litium dapat merusak tubulus ginjal. Faktor resiko kerusakan ginjal adalah intoksikasi

litium, polifarmasi dan adanya penyakit fisik yang lainnya. Pasien yang mengkonsumsi

litium dapat mengalami poliuri. Oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk banyak

meminum air.

Pemeriksaan laboratorium

Sebelum memberikan litium, fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) dan fungsi tiroid,

harus diperiksa terlebih dahulu. Untuk pasien yang berumur di atas 40 tahun, pemeriksaan

18

EKG harus dilakukan. Fungsi ginjal harus diperiksa Setiap Setiap 2-3 bulan dan fungsi

tiroid dalam enam bulan pertama. Setelah enam bulan, fungsi ginjal dan tiroid diperiksa

sekali dalam 6-12 bulan atau bila ada indikasi.

Wanita hamil

Penggunaan litium pada wanita hamil dapat menimbulkan malformasi janin.

Kejadiannya meningkat bila janin terpapar pada kehamilan yang lebih dini. Wanita

dengan gangguan bipolar derajatnya berat, yang mendapat rumatan litium, dapat

melanjutkan litium selama kehamilan bila ada indikasi klinis. Kadar litium darahnya harus

dipantau dengan seksama. Pemeriksaan USG untuk memantau janin, harus dilakukan.

Selama kehamilannya, wanita tersebut harus disupervisioleh ahli kebidanan dan psikiater.

Sebelum kehamilan terjadi, risiko litium terhadap janin dan efek putus litium terhadap ibu

harus didiskusikan.

Valproat

Valproat merupakan obat antiepilepsi yang disetujui oleh FDA sebagai antimania.

Valproat tersedia dalam bentuk:

1. Preparat oral

a. Sodium divalproat, tablet salut, proporsi antara asam valproat dan sodium

valproat adalah sama (1:1)

b. Asam valproat

c. Sodium valproat

d. Sodium divalproat, kapsul yang mengandung partikel-partikel salut yang dapat

dimakan secara utuh atau dibuka dan ditaburkan ke dalam makanan.

e. Divalproat dalam bentuk lepas lambat, dosis sekali sehari.

2. Preparat intravena

3. Preparat supositoria

Farmakologi

Terikat dengan protein. Diserap dengan cepat setelah pemberian oral. Konsentrasi

puncak plasma valproat sodium dan asam valproat dicapai dalam dua jam sedangkan

sodium divalproat dalam 3-8 jam. Awitan absorbsi divalproat lepas lambat lebih cepat bila

dibandingkan dengan tablet biasa. Absorbsi menjadi lambat bila obat diminum bersamaan

dengan makanan. Ikatan valproat dengan protein meningkat bila diet mengandung rendah

lemak dan menurun bila diet mengandung tinggi lemak.

19

Dosis

Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat dalam serum berkisar

antara 45 -125 mg/mL. Untuk GB II dan siklotimia diperlukan divalproat dengan

konsentrasi plasma < 50 mg/mL. Dosis awal untuk mania dimulai dengan 15-20

mg/kg/hari atau 250 – 500 mg/hari dan dinaikkan setiap 3 hari hingga mencapai

konsentrasi serum 45- 125 mg/mL. Efek samping, misalnya sedasi, peningkatan nafsu

makan, dan penurunan leukosit serta trombosit dapat terjadi bila konsentrasi serum > 100

mg/mL. Untuk terapi rumatan, konsentrasi valproat dalam plasma yang dianjurkan adalah

antara 75-100 mg/mL.

Indikasi

Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor akut, terapi rumatan

gangguan bipolar, mania sekunder, gangguan bipolar yang tidak berespons dengan litium,

siklus cepat, gangguan bipolar pada anak dan remaja, serta gangguan bipolar pada lanjut

usia.

Efek samping

Valproat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dapat terjadi, misalnya

anoreksia, mual, muntah, diare, dispepsia, peningkatan (derajat ringan) enzim

transaminase, sedasi, dan tremor. Efek samping ini sering terjadi pada awal pengobatan

dan bekurang dengan penurunan dosis atau dengan berjalannya waktu. Efek samping

gastrointestinal lebih sering terjadi pada penggunaan asam valproat dan valproat sodium

bila dibandingkan dengan tablet salut sodium divalproat.

Lamotrigin

Lamotrigin efektif untuk mengatasi episode bipolar depresi. Ia menghambat kanal

Na+. Selain itu, ia juga menghambat pelepasan glutamat.

Farmakokinetik

Lamotrigin oral diabsorbsi dengan cepat. Ia dengan cepat melewati sawar otak dan

mencapai konsentrasi puncak dalam 2-3 jam. Sebanyak 10% lamotrigin dieksresikan

dalam bentuk utuh.

Indikas i

Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik akut maupun rumatan.

Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat.

Dosis

20

Berkisar antara 50-200 mg/hari.

Efek samping

Sakit kepala, mual, muntah, pusing, mengantuk, tremor, dan berbagai bentuk

kemerahan di kulit.

2. Antipsikotika Atipik

Antipsikotika atipik, baik monoterapi maupun kombinasi terapi, efektif sebagai terapi

lini pertama untuk gangguan bipolar. Beberapa antipsikotika atipik tersebut adalah olanzapin,

risperidon, quetiapin, dan aripiprazol.

Risperidon

Risperidon adalah derivat benzisoksazol. Ia merupakan antipsikotika atipik pertama

yang mendapat persetujuan FDA setelah klozapin.

Absorbsi

Risperidon diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral. Ia dimetabolisme oleh

enzim hepar yaitu CYP 2D6.

Dosis

Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan yaitu tablet dan

cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan besoknya dapat dinaikkan

hingga mencapai dosis 4 mg/hari. Sebagian besar pasien membutuhkan 4-6 mg/hari.

Risperidon injeksi jangka panjang (RIJP) dapat pula digunakan untuk terapi rumatan

gangguan bipolar. Dosis yang dianjurkan untuk orang dewasa atau orang tua adalah 25 mg

setiap dua minggu. Bila tidak berespons dengan 25 mg, dosis dapat dinaikkan menjadi

37,5 mg - 50 mg per dua minggu.

Indikasi

Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk terapi rumatan.

Efek samping

Sedasi, fatig, pusing ortostatik, palpitasi, peningkatan berat badan, berkurangnya

gairah seksual, disfungsi ereksi lebih sering terjadi pada risperidon bila dibandingkan

dengan pada plasebo. Meskipun risperidon tidak terikat secara bermakna dengan reseptor

kolinergik muskarinik, mulut kering, mata kabur, dan retensi urin, dapat terlihat pada

beberapa pasien dan sifatnya hanya sementara. Peningkatan berat badan dan prolaktin

dapat pula terjadi pada pemberian risperidon.

21

Olanzapin

Olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin yang memiliki afinitas terhadap

dopamin (DA), D2, D3, D4, dan D5, serotonin 2 (5-HT2); muskarinik, histamin 1(H1),

dan a1- adrenergik.

Indikasi

Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode akut mania dan

campuran. Selain itu, olanzapin juga efektif untuk terapi rumatan GB.

Dosis

Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari.

Efek samping

Sedasi dapat terjadi pada awal pengobatan tetapi berkurang setelah beberapa lama.

Efek antikolinergik dapat pula terjadi tetapi kejadiannya sangat rendah dan tidak

menyebabkan penghentian pengobatan. Risiko terjadinya diabetes tipe-2 relatif tinggi bila

dibandingkan dengan antipsikotika atipik lainnya. Keadaan ini dapat diatasi dengan

melakukan psikoedukasi, misalnya merubah gaya hidup, diet dan latihan fisik.

Quetiapin

Quetiapin merupakan suatu derivat dibenzotiazepin yang bekerja sebagai antagonis 5-

HT1A dan 5 -HT2A, dopamin D1, D2, histamin H1 serta reseptor adrenergik a1 dan a2.

Afinitasnya rendah terhadap reseptor D2 dan relatif lebih tinggi terhadap serotonin 5-

HT2A.

Dosis

Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800 mg/hari. Tersedia dalam

bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis 25 mg, 100 mg, 200 mg, dan 300 mg,

dengan pemberian dua kali per hari. Selain itu, juga tersedia quetiapin-XR dengan dosis

300 mg, satu kali per hari.

Indikasi

Quetiapin efektif untuk gangguan bipolar I dan II, episdoe manik, depresi, campuran,

siklus cepat, baik dalam keadaan akut maupun rumatan.

Efek samping

Quetiapin secara umum ditoleransi dengan baik. Sedasi merupakan efek samping yan

sering dilaporkan. Efek samping ini berkurang dengan berjalannya waktu. Perubahan

22

dalam berat badan dengan quetiapin adalah sedang dan tidak menyebabkan penghentian

pengobatan. Peningkatan berat badan lebih kecil bila dibandingkan dengan antipsikotika

tipikal.

Aripiprazol

Aripiprazol adalah stabilisator sistem dopamin-serotonin.

Farmakologi

Aripiprazol merupakan agonis parsial kuat pada D2, D3, dan 5-HT1A serta antagonis

5- HT2A. Ia juga mempunyai afinitas yang tinggi pada reseptor D3, afinitas sedang pada

D4, 5-HT2c, 5-HT7, a1-adrenergik, histaminergik (H1), dan serotonin reuptake site

(SERT), dan tidak terikat dengan reseptor muskarinik kolinergik.

Dosis

Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg. Kisaran dosis

efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal yang direkomendasikan yaitu antara

10 - 15 mg dan diberikan sekali sehari. Apabila ada rasa mual, insomnia, dan akatisia,

dianjurkan untuk menurunkan dosis. Beberapa klinikus mengatakan bahwa dosis awal 5

mg dapat meningkatkan tolerabilitas.

Indikasi

Aripiprazol efektif pada gangguan bipolar, episode mania dan episode campuran akut.

Ia juga efektif untuk terapi rumatan gangguan bipolar. Aripiprazol juga efektif sebagai

terapi tambahan pada gangguan bipolar I, episode depresi.

Efek samping

Sakit kepala, mengantuk, agitasi, dispepsia, anksietas, dan mual merupakan kejadian

yang tidak diinginkan yang dilaporkan secara spontan oleh kelompok yang mendapat

aripiprazol. Efek samping ekstrapiramidalnya tidak berbeda secara bermakna dengan

plasebo. Akatisia dapat terjadi dan kadang-kadang dapat sangat mengganggu pasien

sehingga sering mengakibatkan penghentian pengobatan. Insomnia dapat pula ditemui.

Tidak ada peningkatan berat badan dan diabetes melitus pada penggunaan aripiprazol.

Selain itu, peningkatan kadar prolaktin juga tidak dijumpai. Aripiprazol tidak

menyebabkan perubahan interval QT.

3. Antidepresan23

1) Derivat trisiklik

• Imipramin (dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai

maksimum 250-300 mg sehari)

• Amitriptilin ( dosis lazim : 25 mg dapat dinaikan secara bertahap sampai dosis

maksimum 150-300 mg sehari).

2) Derivat tetrasiklik

• Maproptilin, Mianserin ( dosis lazim : 30-40 mg malam hari, dosis maksimum 90

mg/ hari).

3) Derivat MAOI (MonoAmine Oksidase-Inhibitor)

• Moclobemide (dosis lazim : 300 mg/ hari terbagi dalam 2-3 dosis dapat dinaikkan

sampai dengan 600 mg/ hari).

4) Derivat SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)

• Sertralin (dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200 mg/hr)

• Fluoxetine ( dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80 mg/hari

dalam dosis tunggal atau terbagi)

• Fluvoxamine (dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya pada malam

hari, maksimum dosis 300 mg)

• Paroxetine, Citalopram (dosis lazim : 20 mg/hari, maksimum 60 mg /hari).

5) Derivat SNRI (Serotonin Norepineprin Reuptake Inhibitor)

Venlafaxine (dosis lazim : 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 150-

250 mg 1x/hari), Duloxetine.

2.8 PROGNOSIS

Pasien dengan gangguan bipolar I memiliki prognosis yang kurang baik dibandingkan

depresi mayor. Sekitar 40-50% pasien dengan bipolar I memiliki kemungkinan mengalami

episode manik kedua dalam 2 tahun episode pertama. Walaupun dnegan penggunaan litium

sebagai profilaksis meningkatkan prognosis bipolar I, kemungninan hanya 50-60% pasien

mencapai control signifikan akan gejala mereka dengan litium. Pasien bipolar I dengan

premorbid status pekerjaan yang tidak mendukung, ketergantungan alkohol, gejala psikotik,

gejala depresi dan jenis kelamin laki-laki juga mempengaruhi prognosis yang kurang baik.

Durasi pendek dari manik, usia yang tidak terlalu muda saat onset menghasilkan prognosis

yang lebih baik. Sekitar 7% pasien dengan gangguan bipolar tidak memiliki gejala rekuren;

45% memilii lebih dari 1 episode, dan 40% memiliki gangguan kronik. Pasien mungkin

memiliki 2 hingga 30 episode, walaupun angka rata-ratanya adalah 9 episode. Sekitar 40%

24

dari keseluruhan pasien mengalami lebih dari 10 episode. Pada follow up jangka panjang 15%

dari seluruh pasien dengan bipolar I dapat hidup dengan baik, 45% hidup dengan baik namun

memiliki multirelaps, 30% pasien dengan remisi parsial, dan 10% pasien dengan sakit kronis.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 KESIMPULAN

Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik ditandai oleh

gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, yang dipisahkan sekurangnya dua

bulan tanpa gejala mania atau hipomania, bersifat rekuren serta dapat berlangsung seumur

hidup.

Kelainan fundamental pada kelompok gangguan ini adalah perubahan suasana

perasaan (mood) atau afek, biasanya ke arah depresi (dengan atau tanpa ansietas yang

menyertainya), atau ke arah elasi (suasana perasaan yang meningkat).

Onset gangguan bipolar adalah dari masa anak-anak (usia 5-6 tahun) sampai 50 tahun

atau lebih. Rata-rata usia yang terkena adalah usia 30 tahun. Gangguan bipolar cenderung

mengenai semua ras.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan gangguan bipolar antara lain faktor biologis

yang melibatkan neurotransmiter norepinefrin, serotonin, dopamin dan beberapa kelainan otak

yang mempengaruhi gangguan mood, faktor genetik serta faktor psikososial yaitu stres yang

dipicu oleh lingkungan dan faktor kepribadian yang dapat menyebabkan gangguan mood.

3.2 SARAN

a) Disarankan untuk menjaga kesehatan dan pikiran dengan cara mengendalikan emosi

dan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT agar dapat mencegah stress yang dapat

memicu gangguan bipolar.

b) Disarankan untuk mengetahui tanda dan gejala dini dari gangguan bipolar agar segera

cepat diberikan terapi cepat dan tepat sehingga memberikan prognosis yang lebih baik.

25

26

DAFTAR PUSTAKA

1. Amir N. Gangguan mood bipolar: kriteria diagnostic dan tatalaksana dengan obat

antipsikotik atipik. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, 2010.

2. Frye, Mark. Bipolar Disorder – A Focus On Depression. The New England Journal Of

Medicine. 2011.

3. Konsesus Nasional Terapi Gangguan Bipolar. Panduan tatalaksana gangguan bipolar.

Jakarta: Konsesus Nasional Terapi Gangguan Bipolar; 2010.hlm.2-21.

4. American Psychiatry Assosiasion. Practice guideline for the treatment of patients with

bipolar disorder. 2nd edition. 2002.

5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan

Penerbit FKUI; 2010.hlm.197-208.

6. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan-sadock sinopsis psikiatri: ilmu pengetahuan

perilaku psikiatri klinis. Jilid satu. Jakarta: Binarupa Aksara; 2010.hlm.791-853.

27