referat (file asli)
TRANSCRIPT
1
Gangguan Pendengaran Akibat Bising
Oleh
Sri Sofhia Wahyuni
Departemen/ SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Bedah Kepala dan Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo Surabaya
PENDAHULUAN
Suara yang dihasilkan oleh suatu sumber bunyi bagi seseorang atau sebagian
orang merupakan suara yang disenangi tetapi bagi beberapa orang dianggap sangat
mengganggu bahkan dapat menimbulkan bahaya. Secara definisi, suara yang tidak
dikehendaki dapat dikatakan sebagai bising. Bising yang didengar sehari-hari berasal
dari berbagai sumber baik dekat maupun jauh seperti suara mesin, suara lalu lintas
dan sebagainya. 1
Bising merupakan salah satu penyebab kurang pendengaran dan gangguan
pendengaran akibat bising (GPAB) adalah penurunan pendengaran tipe
sensorineural. Pada awalnya tidak disadari karena belum mengganggu percakapan
sehari-hari. Sifat gangguannya adalah tuli sensorineural tipe koklea dan umumnya
terjadi pada kedua telinga. Faktor risiko yang berpengaruh terhadap derajat parahnya
ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama pajanan perhari, lama masa kerja,
kepekaan individu, umur dan faktor lain yang dapat berpengaruh. 2
Bising lingkungan kerja merupakan masalah utama pada kesehatan kerja di
berbagai negara. Sedikitnya 7 juta orang atau 35 % dari total populasi industri di
Amerika dan Eropa terpajan bising dengan intensitas 85 dB atau lebih. Ketulian yang
terjadi dalam industri menempati urutan pertama dalam daftar penyakit akibat kerja di
Amerika dan Eropa. 2,3
2
Kemajuan peradaban telah menggeser perkembangan industri ke arah
penggunaaan mesin-mesin, alat transportasi berat dan sebagainya. Akibatnya
kebisingan semakin dirasakan mengganggu dan memberikan dampak pada
kesehatan. 1
Bising industri merupakan masalah yang sampai saat ini belum bisa
ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi pendengaran
para pekerja karena dapat menyebabkan kehilangan pendengaran yang bersifat
permanen. Untuk itu, tenaga kesehatan perlu mengenali pengaruh bising terhadap
kesehatan tenaga kerja, melakukan deteksi dini dan pengendalian bising di tempat
kerja. 1,4
Pada tinjauan pustaka ini akan dikaji tentang diagnosis, penatalaksanaan dan
pencegahan terhadap gangguan pendengaran akibat bising.
1. DEFINISI
Bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising
dengan intensitas 85 dB atau lebih dapat mengakibatkan kerusakan pada reseptor
pendengaran Corti di telinga dalam. Yang sering mengalami kerusakan adalah alat
Corti untuk reseptor bunyi dengan frekuensi 3000 Hz sampai dengan 6000 Hz dan
terberat pada frekuensi 4000 Hz. 5
Gangguan pendengaran akibat bising (GPAB) atau noise induced hearing loss
adalah gangguan pendengaran akibat pajanan bising yang cukup keras dalam waktu
yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. 5
2. EPIDEMIOLOGI
Tuli akibat bising merupakan tuli sensorineural yang paling sering dijumpai
setelah presbikusis. Lebih dari 28 juta orang Amerika mengalami ketulian dengan
berbagai macam derajat, dimana 10 juta orang diantaranya mengalami ketulian akibat
terpapar bunyi yang keras di tempat kerjanya. Di Amerika lebih dari 5,1 juta pekerja
terpapar bising dengan intensitas lebih dari 85 dB 4.
3
Pada tahun 1987 Sataloff yang dikutip Rambe menemukan sebanyak 35 juta
orang Amerika menderita ketulian dan 8 juta orang diantaranya merupakan tuli akibat
kerja. 4 Barrs melaporkan pada 246 orang tenaga kerja yang memeriksakan telinga
untuk keperluan ganti rugi asuransi, ditemukan 85 % menderita tuli saraf dan dari
jumlah tersebut 37 % didapatkan gambaran takik pada frekuensi 4000 Hz dan 6000
Hz. 2,4,6
Di Polandia diperkirakan 600.000 dari 5 juta pekerja industri mempunyai
risiko terpapar bising dengan perkiraan 25 % dari jumlah yang terpapar terjadi
gangguan pendengaran akibat bising. Dari seluruh penyakit akibat kerja dapat
diidentifikasi penderita tuli akibat bising lebih dari 36 kasus baru dari 100.000
pekerja setiap tahun. 2,6
Di Indonesia penelitian tentang gangguan pendengaran akibat bising telah
banyak dilakukan sejak lama. Survai yang dilakukan oleh Hendarmin dalam tahun
yang sama pada Manufacturing Plant Pertamina dan dua pabrik es di Jakarta
didapatkan hasil adanya gangguan pendengaran pada 50% jumlah karyawan disertai
peningkatan ambang dengar sementara sebesar 5-10 dB pada karyawan yang telah
bekerja terus-menerus selama 5-10 tahun. 2
Sundari pada penelitiannya di pabrik peleburan besi baja di Jakarta,
menemukan 31,55 % pekerja menderita tuli akibat bising dengan intensitas bising
antara 85 – 105 dB dan masa kerja rata-rata 8,99 tahun. Lusianawaty menemukan 7
dari 22 pekerja atau 31,8% di perusahaan kayu lapis Jawa Barat mengalami tuli
akibat bising, dengan intensitas bising lingkungan antara 84,9 – 108,2 dB. 7,8
Oetomo A dkk dalam penelitian yang dilakukan di Semarang pada tahun
1993 terhadap 105 karyawan pabrik dengan intensitas bising 79-100 dB menemukan
sebanyak 74 telinga belum terjadi pergeseran nilai ambang sedangkan sebanyak 136
telinga mengalami pergeseran nilai ambang dengar dengan hasil derajat ringan
sebanyak 116 telinga ( 55,3% ), derajat sedang 17 ( 8% ) dan derajat berat 3 (1,4% ). 4
3. PATOFISIOLOGI
4
Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama sel-sel
rambut. Daerah pertama yang mengalami kerusakan adalah sel-sel rambut luar
dengan degenerasi yang meningkat sesuai dengan intensitas dan lama paparan.
Stereosilia pada sel-sel rambut luar menjadi kurang kaku sehingga mengurangi
respon terhadap stimulasi. Semakin bertambah intensitas dan durasi paparan akan
ditemukan lebih banyak kerusakan seperti hilangnya stereosilia dimana daerah yang
pertama kali terkena adalah daerah basal. Dengan hilangnya stereosilia, sel-sel
rambut mati dan digantikan oleh jaringan parut. Semakin tinggi intensitas paparan
bunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-sel penunjang juga rusak. Semakin luasnya
kerusakan pada sel-sel rambut, dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga dapat
ditemukan pada nukleus pendengaran di batang otak. 4,6
3.1 Perubahan anatomi yang berhubungan dengan paparan bising
Dari sudut makromekanikal, ketika gelombang suara lewat maka membran
basilaris meregang sepanjang sisi ligamentum spiralis, dimana bagian tengahnya
tidak disokong. Pada daerah ini terjadi penyimpangan yang maksimal. Sel-sel
penunjang disekitar sel rambut dalam juga sering mengalami kerusakan akibat
paparan bising yang sangat kuat dan hal ini kemungkinan merupakan penyebab
mengapa baris pertama sel rambut luar yang bagian atasnya bersinggungan dengan
phalangeal process dari sel pilar luar dan dalam merupakan daerah yang paling
sering rusak. 4
Saluran transduksi berada pada membran plasma pada masing-masing silia,
baik didaerah tip atau sepanjang tangkai (shaft) yang dikontrol oleh tip links, yaitu
jembatan kecil diantara silia bagian atas yang berhubungan satu sama lain. Gerakan
mekanis pada barisan yang paling atas membuka ke saluran menyebabkan influks K+
dan Ca++ yang menghasilkan depolarisasi membran plasma. Pergerakan daerah
yang berlawanan akan menutup saluran serta menurunkan jumlah depolarisasi
membran. Apabila depolarisasi mencapai titik kritis dapat memacu peristiwa
intraseluler. 4
5
Telah diketahui bahwa sel rambut luar memiliki sedikit afferen dan banyak
efferen. Gerakan mekanis membran basilaris merangsang sel rambut luar untuk
berkontraksi sehingga meningkatkan gerakan pada daerah stimulasi dan
meningkatkan gerakan mekanis yang akan diteruskan ke sel rambut dalam dimana
neurotransmisi terjadi. Kerusakan sel rambut luar mengurangi sensitifitas dari bagian
koklea yang rusak. 3,4
Kekakuan silia berhubungan dengan tip links yang dapat meluas ke daerah
basal melalui lapisan kutikuler sel rambut. Pada tahun 1987 Liberman dan Dodds
seperti yang dikutip Rambe memperlihatkan keadaan akut dan kronis pada awal
kejadian dan kemudian pada stimulasi yang lebih tinggi terjadi fraktur daerah basal
dan berhubungan dengan hilangnya sensitifitas saraf akibat bising. Fraktur daerah
basal menyebabkan kematian sel.4
Paparan bising dengan intensitas rendah menyebabkan kerusakan minimal
silia, tanpa fraktur daerah basal atau kerusakan tip links yang luas. Tetapi suara
dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan kerusakan tip links sehingga
menyebabkan kerusakan yang berat, fraktur daerah basal dan perubahan-perubahan
sel yang irreversibel. 4
3.2 Perubahan Histopatologi Telinga Akibat Kebisingan
Lokasi dan perubahan histopatologi yang terjadi pada telinga akibat
kebisingan adalah sebagai berikut :
3.2.1 Kerusakan pada sel sensoris
a. Degenerasi pada daerah basal dari duktus koklearis.
b. Pembengkakan dan robekan dari sel-sel sensoris.
c. Anoksia.
3.2.2 Kerusakan pada stria vaskularis
Suara dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan kerusakan stria vaskularis
karena penurunan bahkan penghentian aliran darah pada stria vaskularis dan
ligamen spiralis sesudah terjadi rangsangan suara dengan intensitas tinggi.
3.2.3 Kerusakan pada serabut saraf dan ujung saraf
6
Keadaan ini masih banyak diperdebatkan, tetapi pada umumnya kerusakan
ini merupakan akibat sekunder dari kerusakan-kerusakan sel-sel sensoris.
3.2.4 Hidrops endolim.
A B
Gambar 1. Sel rambut normal (A) dan sel rambut rusak akibat GPAB (B) 6
4. DIAGNOSIS
Diagnosis GPAB ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan otoskopi
dan pemeriksaan audiometri. 5
4.1 Anamnesis
Anamnesis meliputi pernah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan yang
bising dalam jangka waktu yang cukup lama biasanya lima tahun atau lebih, lama
gejala, riwayat skrining pendengaran sebelumnya, riwayat keluar cairan dari telinga,
penggunaan obat yang berpotensi ototoksik, riwayat keluarga dan trauma kepala. 5,7
Pada awalnya penurunan pendengaran tidak disadari karena belum
mengganggu percakapan sehari-hari kemudian penurunan pendengaran memburuk
secara bertahap. Penderita mengalami kesulitan berkomunikasi di tempat ramai
karena sulit mendengar dan mengerti pembicaraan, dimana keadaan ini disebut
sebagai cocktail party deafness. Biasanya suara bising mempunyai bias pada
frekuensi rendah yang akan menutupi spektrum pendengaran yang masih normal dan
kemudian akan memperburuk pemahamannya. Penurunan pendengaran terjadi pada
7
frekuensi tinggi sehingga terjadi distorsi suara percakapan saat mendengar suara
melengking. Secara kasar, gradasi GPAB dapat ditentukan menggunakan parameter
percakapan sehari-hari. 5,8,12 (Tabel 1)
Tabel 1. Gradasi GPAB berdasarkan parameter berkomunikasi
Gradasi Parameter
Normal Tidak mengalami kesulitan dalam percakapan biasa (6 m)
Sedang Kesulitan dalam percakapan sehari-hari mulai jarak > 1,5 m
Menengah Kesulitan dalam percakapan keras sehari-hari mulai jarak > 1,5 m
Berat Kesulitan dalam percakapan keras/berteriak pada jarak > 1,5 m
Sangat berat Kesulitan dalam percakapan keras/berteriak pada jarak < 1,5 m
Tuli total Kehilangan kemampuan pendengaran dalam berkomunikasi
Keluhan lain adalah tinitus, dimana pada umumnya penderita mengeluh
mendengar suara nada tinggi seperti dering, kadang-kadang mendengar suara nada
rendah seperti dengung, hembusan atau bisikan atau bahkan tanpa nada seperti bunyi
klik atau grebek. 7
4.2 Pemeriksaan
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah : 4,6,7
4.2.1 Pemeriksaan otoskopi
Pada pemeriksaan ini tidak ditemukan kelainan.
4.2.2 Pemeriksaan audiologi dengan garpu tala didapatkan hasil Rinne positif,
Weber lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik dan Schwabach
memendek dengan kesan tuli sensorineural.
4.2.3 Pemeriksaan audiometri nada murni adalah pemeriksaan yang paling relevan
untuk diagnosis GPAB. Gambaran audiogram menunjukkan tuli sensorineural
pada frekuensi antara 3000-6000 Hz dan pada frekuensi 4000 Hz sering
terdapat takik (notch) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini. (gambar 2)
4.2.4 Pemeriksaan audiologi khusus seperti SISI (short increment sensitivity index),
ABLB (alternate binaural loudness balance), MLB (monoaural loudness
8
balance), audiometric Bekesy, audiometri tutur (speech audiometry), dimana
hasil menunjukkan fenomena rekrutmen yang patognomonik untuk tuli
sensorineural koklea.
4.2.5 Pemeriksaan OAE (otoacoustic emission) digunakan untuk mendeteksi GPAB
pada penderita dengan hasil audiogram normal. Sel-sel rambut luar
mengalami kerusakan pada awal terjadinya GPAB. TEOAE (transient evoked
OAE) atau DPOAE (distortion product OAE) dapat mendeteksi perubahan
yang ringan dari fungsi sel-sel rambut luar.
Gambar 2. Gambaran audiogram penderita GPAB. 6
5. EFEK BISING TERHADAP PENDENGARAN
Perubahan ambang dengar akibat paparan bising tergantung pada frekwensi
9
bunyi, intensitas dan lama waktu paparan. Secara umum efek bising terhadap
pendengaran dapat berupa : 4-6
5.1 Adaptasi
Reaksi adaptasi merupakan respon kelelahan akibat rangsangan bunyi dengan
intensitas 70 dB SPL atau kurang. Keadaan ini merupakan fenomena fisiologis
pada saraf telinga yang terpapar bising.
5.2 Peningkatan ambang dengar sementara (temporary threshold shift/ TTS)
Peningkatan ambang dengar sementara merupakan keadaan terdapatnya
peningkatan ambang dengar akibat paparan bising dengan intensitas yang
cukup tinggi. Keadaan ini berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam
bahkan sampai beberapa minggu setelah paparan bising. Kenaikan ambang
pendengaran sementara ini mula-mula terjadi pada frekwensi 4000 Hz tetapi
bila paparan berlangsung lama maka kenaikan nilai ambang pendengaran
sementara akan menyebar pada frekwensi sekitarnya. Semakin tinggi
intensitas dan waktu paparan maka semakin besar perubahan nilai ambang
pendengaran. Kenaikan ambang pendengaran sementara secara perlahan lahan
akan sembuh setelah istirahat beberapa jam. Pada TTS di bawah 30 dB
pemulihan akan terjadi dalam 16 jam. Pada TTS di atas 50 dB pemulihan
paling cepat 1 hari dan pada beberapa kasus dapat sampai satu bulan.
5.3 Peningkatan ambang dengar menetap (permanent threshold shift/ PTS)
Peningkatan ambang dengar menetap terjadi akibat paparan bising dengan
intensitas sangat tinggi yang berlangsung singkat (explosif) atau berlangsung
dalam waktu yang cukup lama yang menyebabkan kerusakan pada berbagai
struktur koklea, antara lain kerusakan organ Corti, sel-sel rambut dan stria
vaskularis. Bising dengan intensitas tinggi dalam waktu yang cukup lama
(10 – 15 tahun) akan menyebabkan robeknya sel-sel rambut organ Corti
sampai terjadi destruksi total organ Corti. Proses ini belum jelas terjadinya,
10
tetapi mungkin karena rangsangan bunyi yang berlebihan dalam waktu lama
dapat mengakibatkan perubahan metabolisme dan vaskuler sehingga terjadi
kerusakan degeneratif pada struktur sel-sel rambut organ Corti. Akibatnya
terjadi kehilangan pendengaran yang permanen. Umumnya frekwensi
pendengaran yang mengalami penurunan intensitas adalah antara 3000 – 6000
Hz dan kerusakan alat Corti untuk reseptor bunyi yang terberat terjadi pada
frekwensi 4000 Hz. Keadaan ini merupakan proses yang lambat dan
tersembunyi, sehingga pada tahap awal tidak disadari oleh para pekerja. Hal
ini hanya dapat dibuktikan dengan pemeriksaan audiometri. Apabila bising
dengan intensitas tinggi tersebut terus berlangsung dalam waktu yang cukup
lama, akhirnya pengaruh penurunan pendengaran akan menyebar ke frekwensi
percakapan (500 – 2000 Hz).
6. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pertama dan utama pada kebisingan di lingkungan pekerja
adalah pencegahan. Pelaksanaan program pemeliharaan pendengaran (hearing
program conservation) merupakan upaya pencegahan primer yang dapat dilakukan di
tempat kerja. Survei kebisingan di tempat kerja harus memperhatikan teknik sampling
agar pemeriksaan tingkat kebisingan dapat memberikan gambaran keadaan yang
terjadi, pemeriksaan audiometri berkala juga merupakan upaya deteksi dini pula.
Penggunaan alat pelindung telinga, pengawasan dan pengendalian administrasi
merupakan upaya penatalaksanaan lain yang dapat dilakukan oleh dokter dan tenaga
kesehatan di lingkungan kerja. 1,4
Bila sudah terjadi gangguan pendengaran yang mengakibatkan gangguan
komunikasi maka dapat dipikirkan penggunaan alat bantu dengar. Jika pendengaran
semakin memburuk sehingga komunikasi sangat sulit maka perlu dilakukan
psikoterapi lebih intensif agar pekerja dapat menerima keadaannya. Jika
dipergunakan alat bantu dengar perlu dilakukan latihan pendengaran agar pekerja
dapat menggunakan sisa pendengaran dengan alat bantu dengar secara efisien
11
dibantu dengan membaca ucapan bibir, mimik dan gerakan anggota badan serta
bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi. Selain itu, penderita tuli akibat bising ini
juga sulit mendengar suaranya sendiri sehingga diperlukan rehabilitasi suara agar
dapat mengendalikan volume, tinggi rendah dan irama percakapan. Pada penderita
yang mengalami tuli total bilateral dapat dipertimbangkan pemasangan implan
koklea. 1,9,11
7. PROGNOSIS
Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli saraf koklea yang
sifatnya menetap dan tidak dapat diobati secara medikamentosa maupun
pembedahan, maka prognosisnya kurang baik. Oleh sebab itu yang terpenting adalah
pencegahan terjadinya ketulian. 3
8. PENCEGAHAN
Tujuan utama perlindungan terhadap pendengaran adalah untuk mencegah
terjadinya GPAB yang disebabkan oleh kebisingan di lingkungan kerja.
Program ini terdiri dari 3 bagian yaitu : 9,10
8.1 Pengukuran pendengaran
Test pendengaran yang harus dilakukan ada 2 macam, yaitu :
8.1.1 Pengukuran pendengaran sebelum diterima bekerja.
8.1.2 Pengukuran pendengaran secara periodik.
8.2. Pengendalian suara bising
Pengendalian suara bising dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
8.2.1 Melindungi telinga para pekerja secara langsung dengan memakai tutup
telinga (ear muff), sumbat telinga (ear plugs) dan pelindung kepala
(helmet).
8.2.2 Mengendalikan suara bising dari sumbernya yang dilakukan dengan
cara :
a. Memasang peredam suara.
b. Menempatkan suara bising ( mesin ) didalam suatu ruangan yang
12
terpisah dari pekerja.
8.3. Analisa bising
Analisa bising ini dilakukan dengan menilai intensitas bising, frekwensi
bising, lama dan distribusi pemaparan serta waktu total pemaparan bising.
Untuk mengetahui intensitas bising di lingkungan kerja digunakan sound level
meter dan untuk menilai tingkat paparan pekerja digunakan noise dose meter.12
Selain alat pelindung telinga terhadap bising dapat juga diikuti ketentuan
paparan bising terhadap pekerja di lingkungan bising yang berintensitas lebih dari 85
dB tanpa menimbulkan ketulian berdasarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja tahun
1999. 5 (Tabel 2)
Tabel 2. Batas pajanan bising yang diperkenankan sesuai keputusan Menteri Tenaga Kerja 1999
Waktu Lama pajan (hari) Intensitas (dB)Jam 24 80
16 828 854 882 911 94
Menit 30 9715 100
7,50 1033,75 1061,88 1090,94 112
Detik 28,12 11514,06 1187,03 1213,52 1241,76 1270,88 1300,44 1330,22 1360,11 139
RINGKASAN
13
Bising dengan frekwensi dan intensitas tertentu dapat menyebabkan ketulian
berupa tuli saraf dan sifatnya permanen.
Anamnesis, pemeriksaan otoskopi dan pemeriksaan audiometrik mutlak
diperlukan untuk setiap pekerja yang dilakukan sebelum mulai bekerja dan secara
berkala selama bekerja dengan tujuan untuk mencegah terjadinya gangguan
pendengaran akibat bising terutama bising industri.
Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli saraf koklea yang
sifatnya menetap dan tidak dapat diobati secara medikamentosa ataupun pembedahan,
maka yang terpenting dilakukan adalah pencegahan terjadinya ketulian.