referat dina final edit oke

47
1 I. PENDAHULUAN Kehamilan manusia berlangsung selama durasi rata-rata 280 hari (dihitung dari periode menstruasi terakhir), dengan durasi normal antara 259 dan 294 hari. Kelahiran sebelum usia kehamilan ini dianggap kelahiran prematur dan jika terus berlanjut melewati periode ini disebut dengan post-term. Dalam praktik modern, kelahiran post- term langka terjadi karena persalinan seringkali diinduksi pada atau sebelum 14 hari terakhir taksiran persalinan. Sebaliknya, kelahiran prematur adalah penyebab terbesar morbiditas dan mortalitas neonatal, yang angkanya semakin meningkat di semua negara maju dengan prevalensi saat ini 12% di Amerika Serikat dan 8% di Inggris. Namun, meskipun telah banyak kemajuan dalam pengetahuan medis, faktor – faktor yang bertanggung jawab atas inisiasi persalinan manusia baik dalam persalinan aterm dan prematur tidak dipahami dengan baik, sehingga membatasi pilihan terapi. 1 Para ilmuwan awalnya telah mempelajari regulasi hormonal dalam kelahiran domba. Pada domba kortisol janin memicu partus dengan menginduksi enzim plasenta yang memungkinkan konversi progesteron (P4) konversi ke estradiol (E2). Peningkatan E2/P4 merangsang reseptor oksitosin miometrium, memproduksi prostaglandin, dan

Upload: meidina-rachma-amanda

Post on 31-Dec-2015

63 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

1

I. PENDAHULUAN

Kehamilan manusia berlangsung selama durasi rata-rata 280 hari (dihitung dari

periode menstruasi terakhir), dengan durasi normal antara 259 dan 294 hari.

Kelahiran sebelum usia kehamilan ini dianggap kelahiran prematur dan jika terus

berlanjut melewati periode ini disebut dengan post-term. Dalam praktik modern,

kelahiran post-term langka terjadi karena persalinan seringkali diinduksi pada atau

sebelum 14 hari terakhir taksiran persalinan. Sebaliknya, kelahiran prematur

adalah penyebab terbesar morbiditas dan mortalitas neonatal, yang angkanya

semakin meningkat di semua negara maju dengan prevalensi saat ini 12% di

Amerika Serikat dan 8% di Inggris. Namun, meskipun telah banyak kemajuan

dalam pengetahuan medis, faktor – faktor yang bertanggung jawab atas inisiasi

persalinan manusia baik dalam persalinan aterm dan prematur tidak dipahami

dengan baik, sehingga membatasi pilihan terapi.1

Para ilmuwan awalnya telah mempelajari regulasi hormonal dalam kelahiran

domba. Pada domba kortisol janin memicu partus dengan menginduksi enzim

plasenta yang memungkinkan konversi progesteron (P4) konversi ke estradiol

(E2). Peningkatan E2/P4 merangsang reseptor oksitosin miometrium,

memproduksi prostaglandin, dan memicu sintesis dan pelepasan oksitosin di

hipofisis, dan pada akhirnya menyebabkan persalinan. Sementara itu pada manusia

masih menjadi teka-teki apakah yang diaktifkan adalah jalur yang sama dengan

domba. Penelitian mengenai mekanisme ini telah dimulai seiring dengan

penemuan oksitosin pada awal 1900-an, prostaglandin, faktor pertumbuhan

(growth factor), sitokin, oksida nitrat, endothelins, dan, yang terbaru, cortisol-

releasing factor plasenta telah dianggap sebagai mekanisme yang mungkin

terlibat.2

Pada awal kehamilan, pertumbuhan uterus disebabkan oleh hiperplasia sel otot

polos, dengan hipertrofi (mungkin disebabkan oleh peregangan) menyebabkan

kehamilan bisa terus berlanjut. Asal usul miosit baru tidak diketahui, tetapi

mungkin timbul dari populasi sel induk miometrium. Dengan semakin

2

berkembangnya kehamilan, miometrium dipertahankan dalam keadaan ”tenang”,

memungkinkan janin untuk tetap bertahan di dalam uterus. Serviks uterus tetap

tertutup, menjaga janin dalam rahim meskipun berat badan janin terus meningkat

ditambah dengan plasenta dan amnion. Menjelang akhir kehamilan, serviks mulai

mengalami perubahan, mengalami pembukaan sebagai akibat kontraksi uterus.

Perubahan serviks ini dikenal sebagai pematangan serviks, dan perubahan

struktural ini dapat diidentifikasi pada pemeriksaan beberapa hari sebelum onset

persalinan.1,2,3

Tanda-tanda persalinan yang paling jelas adalah timbulnya kontraksi reguler

miometrium, yang dapat disertai dengan pecahnya ketuban. Bukti ini

menunjukkan bahwa proses ini lebih banyak dipicu reaksi inflamasi. Beberapa

kelompok peneliti mulai tertarik dengan hipotesis ini dan menyelidiki apakah agen

anti-inflamasi yang dapat digunakan sebagai terapi persalinan prematur. Baru-baru

ini, prokineticins telah terbukti menginduksi mediator pro-inflamasi dalam

jaringan kehamilan manusia.1

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menelaah peranan prokineticin

dalam menginflamasi miometrium dan menginisiasi persalinan.

II. TEORI INISIASI PERSALINAN

A. Faktor Endokrin

Mekanisme persalinan manusia tidak sepenuhnya dipahami. Mekanisme

partus yang telah dipahami dengan baik adalah mekanisme pada domba, dan

penerapan mekanisme ini pada manusia cukup memuaskan. Prinsip dasar

persalinan adalah adanya aktivasi adrenal janin yang menyebabkan

peningkatan produksi kortisol, lalu kortisol akan menginduksi peningkatan

aktivitas 17-m-hidroksilase plasenta dan C-17 lyase, dan pergeseran plasenta

dari memperoduksi progesteron ke estrogen. Akibatnya, tingkat estrogen

dalam plasma janin dan ibu meningkat dan progesteron menurun. Perubaan

mendasar lingkungan hormon steroid dihubungkan dengan peningkatan

3

produksi prostaglandin oleh kotiledon ibu (plasenta), miometrium dan selaput

janin, 'dan juga dengan semakin meningkatnya aktivitas oksitosin.4

Sementara estrogen merangsang produksi prostaglandin intrauterin,

penurunan progesteron meningkatkan sintesis prostaglandin. Pada peneleitian

yang dilkuakn oleh Schwartz, dkkdengan mengamati perubahan hormonal

pada domba selama masa kehamilan didapatkan formasi penurunan

progesteron dan peningkatan estrogen pada domba berhubungan dengan

pembentukan miosit, sehingga meningkatkan kepekaan miometrium.

Perubahan yang disebabkan oleh steroid ini menyebabkan persalinan pada

domba.2,4

Pada wanita hamil, sebelum persalinan terjadi peningkatan glukokortikoid

janin dan estrogen plasenta, namun, tidak ada perubahan tingkat progesteron

dalam plasma perifer ibu yang terukur. Berbeda dengan plasenta domba, tidak

mungkin untuk memicu 17-a-hidroksilase atau Cl 7,20 lyase dalam plasenta

manusia. Progesteron dapat dibentuk oleh plasenta manusia baik dari

lipoprotein low-density ibu atau dari pregnenolon-sulfat janin, tetapi tidak

dikonversi langsung menjadi estrogen dalam plasenta. Sebaliknya, estrogen

plasenta terbentuk dari prekursor CL9 yang disediakan baik oleh adrenal janin

atau ibu. Akibatnya, penurunan progesterone plasenta yang memicu

persalinan di domba betina hamil tidak terjadi pada wanita. 4

Meskipun ada perbedaan biokimia dasar sebelum persalinan pada

manusia dan domba, peningkatan produksi prostaglandin intrauterine terjadi

pada kedua spesies selama persalinan. Bahkan, peningkatan produksi

prostaglandin intrauterine adalah sebuah temuan yang konsisten dalam setiap

penelitian inisiasi kelahiran mamalia. Pada kehamilan manusia, prostaglandin

dapat menginduksi persalinan setiap saat selama kehamilan, inhibitor sintesis

prostaglandin dapat memperpanjang kehamilan, dan prostaglandin ampuh

berperan sebagai agen kontraktil miometrium agen kontraktil, sehingga

memiliki peran kunci inisiasi persalinan.2,3,4

4

Berikut ini adalah ulasan mengenai peran sumbu hipotalamus-

pituitary-adrenal diikuti oleh peran zat-zat kunci dalam mekanisme persalinan,

yaitu progesteron, estrogen, oksitosin, dan prostaglandin.

1. Aksis Hipotalamus-Hipofisis-Adrenal

Pematangan dan aktivasi sumbu hypothalamicpituitary- adrenal pada

janin domba telah banyak diulas. Secara sederhana, mekanisme adalah :

peningkatan sekresi corticotropin- releasing hormone (CRH)

berhubungan dengan peningkatan produksi hormon adrenocorticotropin

(ACTH) yang menyebabkan pematangan dan peningkatan cortisol janin.

Namun mekanisme ini kurang jelas dalam persalinan manusia. Janin

anencephaly tanpa oligohidramnion tidak memperpanjang usia

kehamilan. Pengukuran CRH janin, ACTH dan kortisol tidak dapat

diperoleh dalam kehamilan manusia, tetapi data yang tersedia (darah tali

pusat, cairan ketuban) tidak membuktikan korelasi yang sama dengan

mekanisme pada domba. Namun hal yang penting untuk dicatat adalah

bahwa plasenta dan selaput janin dapat menghasilkan CRH dan ACTH. 3,4

2. Progesteron

Progesteron diperlukan untuk pemeliharaan uterus selama kehamilan

di sebagian besar mamalia. Dalam spesies non-primata, persalinan

didahului dengan peningkatan rasio estrogen. Sebelumnya telah

dinyatakan bahwa diperlukan penghilangan blok progesteron untuk

memicu aktivitas uterus yang diperlukan untuk memicu persalinan

manusia. Namun, dalam manusia dan monyet rhesus, konsentrasi plasma

progesterone dan estrogen perifer tidak berubah secara signifikan tepat

sebelum persalinan aterm dan preterm. Sebuah studi baru-baru ini,

mengukur estriol dan progesterone dalam saliva wanita sebelum, selama,

dan setelah persalinan spontan, penelitian ini juga tidak menemukan

5

perubahan konsentrasi steroid yang signifikan segera sebelum atau selama

persalinan. Di sisi lain antagonis RU486, menginduksi aborsi pada wanita

selama trimester pertama dan persalinan aterm. Selain itu, ditemukan

peningkatan estradiol dalam uterus wanita hamil. Pengamatan ini

menunjukkan bahwa perubahan dalam rasio estrogen progesteron

mungkin memainkan peran dalam mengontrol aktivitas uterus. Sebuah

studi di monyet rhesus di akhir kehamilan, telah menunjukkan bahwa

meskipun pemberian RU486 akan menginduksi aktivitas rahim, efeknya

tidak akan menginduksi hingga menyebabkan kelahiran. Selain itu, dari

catatan kehamilan pada wanita dengan hypobetalipoproteinemia di

antaranya ada memiliki penurunan tingkat sirkulasi progesteron.3

Telah dikemukakan bahwa modulasi biosintesis progesteron dan

estrogen dalam membran janin manusia dapat terjadi pada jangka waktu

panjang sehingga daerah penurunan progesteron dan peningkatan

estradiol tidak akan terdeteksi oleh pengukuran konsentrasi di sirkulasi

perifer ibu. Amnion, chorion dan desidua pada manusia adalah jaringan

steroidogenik, estrogen dan progesteron terutama diproduksi dari

precursor sulfat. 3

Mitchell & Challis menemukan bahwa aktivitas sulfohydrolase steroid

di chorion meningkat setelah persalinan spontan. Enzim 17P, 20cL-

hidroksisteroid dehidrogenase (17P, 20a-HSD) juga hadir dalam

membran janin, desidua dan plasenta. Enzim ini mengkatalisis konversi

estron agar membentuk estradiol yang secara biologis lebih aktif,

demikian pula dengan progesteron menjadi progestin tidak aktif 20-a

dihydroprogesterone.3

Ada beberapa bukti bahwa aktivitas 17P, 20a-HSD di plasenta

meningkat dalam jangka waktu panjang. Pengaturan pasokan substrat dan

dan progesteron lokal dalam membran janin. Perubahan estrogen dan

6

progesteron di awal persalinan akan berpengaruh pada produksi

prostaglandin lokal.4

3. Estrogen

Estrogen diperkirakan memainkan peran kunci dalam mekanisme

persalinan di banyak spesies hewan. Pada wanita, seperti yang

disebutkan sebelumnya, pemberian estrogen akan menginduksi aktivitas

uterus. Estrogen diketahui menginduksi reseptor oksitosin, sekresi

oksitosin, dan peningkatan produksi prostaglandin. Namun demikian

tidak ada perubahan dalam tingkat sirkulasi estrogen pada persalinan

wanita. Awal persalinan pada wanita yang diberikan RU486 atau inhibitor

3P-hidroksisteroid dehidrogenase (3p-HSD) tidak menyebabkan

perubahan aktivitas estrogen. Mayoritas wanita dengan defisiensi

sulphatase steroid akan memulai persalinan aterm. Dalam situasi tersebut,

tingkat sirkulasi estrogen unconjugated (yang rendah) tidak meningkat

pada awal persalinan.4

4. Oksitosin

Secara historis oksitosin dianggap bertanggung jawab sebagai faktor

primer onset persalinan. Oksitosin adalah salah agen kontraktil yang

paling ampuh dan spesifik. Oksitosin eksogen diberikan untuk

menginduksi kontraksi persalinan dan efektif dalam mendorong

persalinan di semua spesies mamalia yang dipelajari. Namun, peran

oxytocin endogen dalam inisiasi persalinan manusia tetap meragukan

karena kadarnya dalam plasma ibu tidak meningkat hingga tahap kedua

persalinan. Tingkat oksitosin yang relatif tinggi ditemukan dalam darah

tali pusat (arteri > vena) setelah yang persalinan normal, hal ini

menunjukkan bahwa oksitosin janin mungkin memainkan peran dalam

7

inisiasi persalinan. Tingginya kadar oxytocinase di cairan ketuban dan

plasma ibu dapat membantah perdebatan mengenai hal ini.3,4

Ketidakmampuan untuk menunjukkan peningkatan kadar oksitosin

sebelum persalinan telah menyebabkan keyakinan bahwa oksitosin tidak

penting untuk inisiasi persalinan melainkan berfungsi untuk

mengintensifkan persalinan. Namun, beberapa telah mendalilkan bahwa

meningkatkan sensitivitas miometrium ke tingkat basal oksitosin saat

aterm adalah kunci onset persalinan. Dukungan untuk hipotesis ini berasal

dari pengamatan bahwa jumlah reseptor oksitosin meningkat dalam

miometrium dan desidua wanita selama persalinan. Hingga saat ini belum

diketahui apa yang menginduksi peningkatan jumlah reseptor oksitosin,

tetapi telah diketahui bahwa oksitosin dikendalikan oleh lingkungan

hormon steroid.4

Selain memicu kontraktilitas uterus ada bukti bahwa oksitosin juga

akan menstimulasi biosintesis prostaglandin di beberapa jaringan.

Oksitosin merangsang produksi prostaglandin dalam desidua manusia dan

selaput janin, dan efek ini secara signifikan lebih besar dalam jaringan

dari wanita bersalin. Data ini menunjukkan oksitosin mungkin penting

dalam merangsang biosintesis prostaglandin intrauterine saat aterm.3,4

Baru-baru ini, telah ditunjukkan bahwa jaringan intrauterin dapat

menghasilkan oksitosin. Selain itu, telah ada bukti bahwa ada ekspresi

gen oksitosin 3-4 pada saat persalinan. Hal ini menyediakan mekanisme

dimana oksitosin bisa menghindari konsentrasi oxytocinase tinggi pada

wanita.2

5. Prostaglandin

Prostaglandin dianggap sebagai kunci awal persalinan. Bukti untuk

mendukung pandangan ini telah banyak diulas. Partus disertai dengan

meningkatnya konsentrasi prostaglandin dalam darah, urin, dan cairan

8

ketuban. Produksi prostaglandin dalam jaringan intrauterin (amnion dan

desidua) meningkat saat persalinan. Pemberian prostaglandin akan

menginduksi persalinan atau aborsi pada setiap tahap kehamilan.

Prostaglandin juga berperan dalam pematangan serviks. Pemberian

inhibitor sintesis prostaglandin (yaitu non-steroid anti-inflammatory

drugs) akan menunda persalinan dan memperpanjang interval dalam

induksi aborsi. Studi terbaru menunjukkan bahwa prostaglandin berperan

dalam persiapan persalinan serta mekanisme yang sebenarnya secara

langsung mengakibatkan kontraksi rahim.3,4

B. Faktor Inflamatori

Konsep persalinan tradisional dan bukti pada hewan, menunjukkan bahwa

persalinan adalah peristiwa hormonal, terutama didorong oleh perubahan

progesteron dan/atau sintesis kortisol. Model seperti itu dapat diterapkan pada

partus manusia tetapi seringkali tidak cocok. Selama 10 tahun terakhir, beberapa

peneliti telah mengusulkan bahwa peristiwa-peristiwa utama persalinan manusia

adalah proses inflamasi, dengan perubahan hormonal yang bersifat sekunder atau

pelengkap.5

Bukan pengamatan baru bahwa persalinan pada manusia adalah sebuah proses

inflamasi, namun dalam beberapa tahun terakhir telah banyak perkembangan baru

yang menarik telah membantu memperkuat dan mengambangkan konsep ini. Pada

tingkat yang paling dasar, konsep ini didukung oleh adanya leukosit, (sebagian

besar neutrofil dan makrofag, dan juga sel T) yang menginvasi miometrium,

serviks, dan membran fetal sesaat atau segera setelah awal persalinan, yang dipicu

oleh adanya peningkatan ekspresi chemokine dan molekul adhesi sel dalam

jaringan. Secara paralel, leukosit yang beredar dalam darah perifer meningkatkan

ekspresi adhesi sel molekul ligan seperti CD11a dan CD11b, memfasilitasi

emigrasi leukosit ke dalam miometrium dan serviks.6

9

Peningkatan ekspresi sitokin dalam miometrium dan serviks dalam persalinan

muncul di bagian yang diserang leukosit dengan bukti terbaru menunjukkan

bahwa kapasitas peningkatan leukosit selama persalinan untuk mengekspresikan

sitokin dimulai dalam sirkulasi perifer. Pro-inflamasi sitokin memiliki banyak efek

pada jaringan reproduksi, termasuk efek stimulasi kontraktilitas miometrium

melalui sejumlah mekanisme yang berbeda, yang akan dibahas di bawah ini.

Sitokin juga terlibat dalam renovasi jaringan Dan menarik lebih banyak leukosit

dalam mekanisme umpan balik positif, yang meaugmentasi proses persalinan.

Aktivitas faktor nuclear kappaB (NF-KB), sebuah faktor transkripsi yang

mengatur gen yang terlibat dalam berbagai proses seluler termasuk peradangan,

juga meningkat pada persalinan. Peningkatan NF-KB paling jelas dalam

hubungannya dengan persalinan terjadi di membran janin, meskipun NF-KB juga

muncul dalam miometrium. NF-KB dapat menyediakan mekanisme untuk memicu

proses inflamasi dalam persalinan, karena NF-KB sendiri diinduksi oleh stimuli

pro-inflamasi.1,5

Persalinan berhubungan dengan invasi leukosit, aktivasi NF-KB dan produksi

pro-inflamasi sitokin dalam beberapa jaringan reproduksi yang relevan. Data ini

sangat mendukung hipotesis bahwa persalinan merupakan proses inflamasi.

Dampak fungsional dari kejadian pro-inflamasi dijelaskan di bawah ini.6

1. Miometrium

Upregulasi pro-inflamasi sitokin dalam miometrium menjelang persalinan

merangsang dan memperkuat kontraksi uterus. Tribe dkk telah

menunjukkan bahwa interleukin (IL)-1β menginduksi masuknya kalsium

basal dan masuknya simpanan kalsium di sel otot polos miometrium,

sehingga secara langsung meningkatkan kontraktilitas. Selain itu, IL-1β

dan tumor nekrosis faktor (TNF)–α merangsang pelepasan asam

arakidonat, dan ekspresi siklooksigenase (COX)-2 sehingga meningkatkan

10

produksi prostaglandin di kultur sel miometrium, dengan aktivitas NF-KB

yang lebih besar.1,6

Prostaglandin telah lama dikenal sebagai stimulator dari kontraksi

miometrim sehingga ada potensi hubungan kausal yang jelas antara proses

inflamasi yang diamati pada miometrium dan proses klinis persalinan.6

2. Serviks

Pematangan serviks ditandai dengan kerusakan kolagen dan renovasi

elemen jaringan ikat pada serviks. Invasi leukosit dan peningkatan

konsentrasi protein IL-8, IL-6 dan granulocyte-CSF (G-CSF) diamati

dalam jaringan ikat serviks aterm manusia dan selanjutnya renovasi serviks

sangat penting untuk memfasilitasi pembukaan selama persalinan. Secara

fungsional, IL-8 dapat merangsang pelepasan degradatif enzim dari

neutrofil. Enzim ini termasuk protease serin dan matriks metalloproteinase

((MMP) -8 dan (MMP-9)) yang kemudian berpartisipasi dalam degradasi

kolagen dan glikosaminoglikan, komponen matriks ekstraseluler sehingga

menyebabkan pematangan serviks. Produksi MMP-1, MMP-3 dan MMP-9

dari fibroblas dan sel-sel otot polos mungkin juga ditingkatkan oleh IL-1β

dalam leher rahim sementara mendownregulasi ekspresi inhibitor jaringan

metalloproteinase (TIMP)-2, inhibitor endogen MMP-2, dengan peristiwa

yang lebih diperkuat oleh produksi NF-KB. NF-KB sendiri dapat

diaktifkan melalui toll-like receptor (TLR)-4 oleh protein matriks

ekstraseluler seperti fragmen fibronektin janin, yang rusak selama renovasi

serviks, sehingga memperkuat proses peradangan yang sedang

berlangsung. Dengan demikian, di akhir kehamilan dan selama persalinan,

serviks tetap kokoh dan tertutup meskipun tekanan meningkat selama

kehamilan, lalu di bawah pengaruh sejumlah mediator inflamasi, serviks

melembut dan melebar.1,6

11

3. Membran Janin

Pola pro-inflamasi serupa dengan yang diamati dalam miometrium terlihat

dalam membran janin. Produksi IL-8, TNF-α, IL-6 dan IL-1β semua

meningkat pada membran janin dan cairan ketuban selama persalinan.

Ditemukan juga peningkatan kadar MMP-9, dan penurunan tingkat TIMPs.

Secara fungsional, rasio MMP/TIMP yang meningkat melemahkan

membran janin, memfasilitasi pecahnya ketuban yang sering menjadi

prekursor persalinan.6

Pemeriksaan selaput janin dari spesimen pra-persalinan yang diperoleh

pada operasi caesar telah menunjukkan bahwa zona kelemahan ada di

wilayah yang melapisi serviks. Fitur dari zona ini termasuk penurunan

ketebalan dibandingkan dengan sisa selaput janin, peningkatan MMP-9 dan

penurunan TIMP-3 dan juga peningkatan pembelahan poli (ADP-ribose)

polimerase-1 (PARP1). PARP1 adalah enzim yang terlibat dalam

perbaikan DNA dan apoptosis dan dengan demikian peningkatannya

menunjukkan peningkatan apoptosis. Tampaknya menjelang akhir

kehamilan selaput janin dipersiapkan untuk persalinan melaluo proses

renovasi untuk membentuk daerah lemah yang akan menjadi lokasi ruptur.

Apa yang memulai dan mengembangkan proses ini tidak diketahui, tetapi

pemahaman yang lebih besar mengenai peristiwa molekuler yang

menyebabkan pecahnya membran mengarah pada pengembangan strategi

terapi baru untuk menghentikan persalinan onset prematur.6

Membran janin memiliki peran penting, karena mereka adalah gerbang

antara janin dan ibu, dan dapat mengirimkan sinyal pra-persalinan dari bayi

ke miometrium ibu dan serviks. Protein surfaktan paru yang berasal dan

fosfolipid mungkin menjadi kunci untuk hal ini: dengan semakin

matangnya janin, semakin banyak jumlah yang diproduksi maka kadarnya

akan meningkat dalam cairan ketuban. Protein surfaktan ini juga dapat

berkontribusi pada respon inflamasi dalam membran janin dan kemudian

12

akan mempengaruhi serviks dan miometrium mengingat bahwa mereka

merangsang aktivitas COX-2 melalui TLR-4 pada tikus dan prostaglandin

E2 berikutnya (PGE2) produksi dalam amnion.6

Peningkatan produksi PGE2 amnion dapat menyebar melalui korion dan

desidua untuk merangsang produksi prostaglandin di sel miometrium dan

karenanya menyebabkan kontraktilitas. Janin dan plasenta juga dapat

bersama-sama memicu pecahnya ketuban karena prostaglandin, TNF-β dan

corticotropin releasing hormon (CRH) (yang juga meningkat dalam cairan

amnion aterm) merangsang produksi MMP-9, yang melemahkan membran

dan dengan demikian memfasilitasi pecahnya ketuban.6

Jadi jika onset persalinan manusia memiliki fitur perubahan inflamasi

dan endokrin, mana yang lebih dominan? Ada sedikit bukti menarik yang

menunjukkan bahwa pada manusia perubahan hormonal merupakan sinyal

akhir kehamilan dan memulai proses persalinan. Tidak seperti spesies

hewan, manusia tampaknya tidak tergantung pada penurunan progesteron,

maupun peningkatan estrogen untuk memulai persalinan. Sebaliknya,

tampaknya banyak proses yang kompleks dan saling terkait yang tergabung

untuk mengakhiri fase “tenang” kehamilan dan memulai persalinan.

Mitchell dan Taggart telah menyarankan model akumulasi modular sistem

fisiologis dimana beberapa proses fisiologis saling berhubungan dan

berkembang secara paralel sampai massa kritis tercapai dan menghasilkan

persalinan. Model mereka juga menjelaskan bagaimana persalinan

prematur dan aktivasi dari beberapa 'modul' yang tidak tepat bisa

mengakibatkan persalinan prematur sehingga konsep seperti itu bisa

menjelaskan terjadinya persalinan aterm dan prematur. Penelitian lain

mengusulkan bahwa hubungan antara proses tersebut didominasi oleh

sistem inflamasi, peranan hormon dalam partus manusia telah diragukan,

sistem kekebalan tubuh memiliki peranan yang lebih penting.1,6

13

Progesteron telah lama digambarkan sebagai steroid anti-inflamasi dan

ini didukung oleh banyak data yang menunjukkan interaksinya dengan

sistem kekebalan tubuh. Progesteron sendiri menghambat produksi IL-6

dalam arteri fetoplasenta, dan progestogen seperti medroxyprogesterone

acetate menghambat berbagai sitokin pro-inflamasi dan chemokin di

miometrium manusia. Yang menarik adalah interaksi progesteron dengan

NF- KB, faktor transkripsi yang memiliki fungsi kunci dalam partus

manusia. NF-KB meningkat dalam membran janin selama persalinan,

tetapi secara negatif ditekan oleh aktivasi reseptor progesteron. Sebaliknya,

NF-KB sendiri merepresi aktivitas reseptor progesteron, penelitian dari

kelompok Carole Mendelson menunjukkan bahwa aktivasi NF-KB di

miometrium manusia meregulasi isoform inhibitor PR. Penghilangan

imunosupresif mempengaruhi dengan withdrawal progesteron fungsional.

Fakta ini diinisiasi oleh peradangan dan aktivasi NF-KB.1,6

Estrogen dapat menginduksi baik pro-inflamasi atau efek anti-inflamasi,

tergantung pada rangsangan kekebalan tubuh, jenis sel yang terlibat, organ

target, konsentrasi estrogen dan reseptor. Sehubungan dengan ekspresi

sitokin, estrogen dalam konsentrasi tinggi yang terlihat pada kehamilan

dapat menghambat jalur pro-inflamasi yang diaktifkan oleh IL-1β, IL-6 ,

IL-8 dan TNF-α serta menghambat aktivitas natural killer cells.

Sebaliknya, sekresi anti-inflamasi interleukin IL-4, IL-10 dan perubahan

faktor pertumbuhan (TGF)-β dirangsang oleh estrogen tinggi.6

Meskipun efek anti-inflamasi jelas dari estrogen, estradiol in vivo dapat

meningkatkan produksi pro-inflamasi sitokin oleh sel T CD4+

kemungkinan melalui efek langsung sirkulasi leukosit yang

mengekspresikan ER-α. Dengan demikian, meskipun estrogen memiliki

efek stimulasi pada miometrium, interaksi yang sangat sistem kekebalan

tubuh yang kompleks mungkin berkontribusi pada ketenangan yang

dipertahankan selama kehamilan.5

14

CRH dan sumbu HPA sangat erat kaitannya dengan sistem kekebalan

tubuh dan memiliki efek kompleks pada reproduksi sistem wanita manusia.

CRH telah terbukti mengatur produksi sitokin, dan akibatnya inflamasi

sitokin mempengaruhi produksi CRH. Baik TNF-α dan IL-1β merangsang

produksi CRH, dan sebaliknya CRH menghambat produksi IL-1 dan IL-6

oleh sel mononuklear darah perifer. CRH dapat mengurangi sitotoksisitas

natural killer cells dan juga menghambat proliferasi sel. Peningkatan

produksi kortisol janin, juga terkait dengan pematangan paru janin dan

produksi protein surfaktan dan fosfolipid yang hadir dalam cairan ketuban.

Senyawa-senyawa tersebut adalah pro-inflamasi dan diperkirakan bahwa

mereka mungkin menstimulasi produksi prostaglandin dan menginisiasi

peradangan pada membran janin.1,6

Efek inflamasi sitokin pada OTR agak bertentangan dengan yang

dijelaskan dalam literatur. Schmid dkk melaporkan downregulation mRNA

OTR oleh IL-1β dalam miometrium, dan Rauk et al. juga melaporkan

downregulation OTR mRNA setelah pengobatan dengan IL-1β dan setelah

pengobatan dengan IL-6 di SD sel otot halus manusia. Namun, Terzidou et

al. menunjukkan upregulation transien mRNA OTR dengan pengobatan

miosit primer dengan IL-1β.

Promotor OTR berisi situs binding transkripsi putatif CCAAT/enhancer

binding protein (C/EBP) dan NF-KB, yang merupakan faktor transkripsi

yang diaktifkan oleh sitokin seperti IL-1β dan IL-6. IL-1β dan IL-6

meningkatkan sekresi oksitosin dalam sel otot polos uterus dan IL-1β telah

diamati menambah kontraktilitas miometrium yang dirangsang oksitosin.

Dengan demikian, ada kemungkinan bahwa hasil dari infiltrasi sel

inflamasi dan peningkatan sitokin pro-inflamasi adalah upaya untuk

mengaktifkan jaringan miometrium (setidaknya sebagian melalui

peningkatan ekspresi OTR) dan untuk mempromosikan kontraktilitas.1,6

15

Gamabar 1. Konseptual kerangka interaksi sistem kekebalan tubuh dan endokrin. Dikutip dari Golightly dkk, 20101

Meskipun inflamasi telah dijelaskan berhubungan dengan persalinan

aterm, ada bukti yang bahwa aktivasi dini pro-inflamasi terjadi pada

sebagian besar wanita yang mengalami persalinan prematur. Selain itu,

pada wanita dengan prematuritas, infeksi persalinan, yang secara

independen menginduksi respon inflamasi, memainkan peran penting

dalam memulai onset prematur. Persalinan prematur diketahui

berhubungan dengan peningkatan kadar IL6 dan sitokin pro-inflamasi

lainnya dalam cairan ketuban, yang seringkali muncul akibat infeksi.

Lainnya telah menunjukkan peningkatan kadar pro-inflamasi sitokin dalam

cairan serviks wanita baik dalam persalinan prematur aktif atau mereka

yang dalam ancaman prematur.1,6

Mengingat peran inflamasi pada awal persalinan, beberapa kelompok

telah menyelidiki agen anti-inflamasi untuk mengatasi persalinan prematur.

Antagonis IL1b menghambat IL1b yang menginduksi persalinan prematur

16

pada tikus. Data menunjukkan bahwa IL10 dan prostaglandin J2

menghambat lipopolisakarida (LPS) yang menginduksi persalinan

prematur pada tikus, keduanya tampaknya menghambat kontraksi rahim.

Baru-baru ini, prokineticins telah ditunjukkan memiliki peran dalam

menginduksi pro-inflamasi mediator dalam jaringan kehamilan manusia.1

III. PROKINETICIN

Pada tahun 1999 sebuah protein kecil kaya residu sistein diisolasi dari sekresi

kulit katak Bombina variegata dan diberi nama Bv8, untuk menunjukkan asal-

usulnya (B. variegata) dan yang berat molekul (kDa 8). Bv8 juga ditemukan di

guinea pig, ileum tikus, usus tikus, dan induksi hiperalgesia pada tikus. Karena

banyaknya urutan peptida bioaktif yang disekresikan oleh kelenjar olocryne kulit

amfibi yang dilestarikan sepanjang evolusi untuk mempertahankan selular dasar

atau proses perkembangan, tingginya tingkat identitas antara amfibi, ikan dan

reptil, peptida menyerupai Bv8 mungkin juga ditemukan pada mamalia. Dalam

beberapa tahun setelah penemuan Bv8, kloning cDNA mengkonfirmasikan

adanya Bv8 hortologues di tikus, sapi,dan monyet.7

Protein ini di mamalia diberi nama prokineticin1 (PK1 atau EGVEGF,

endocrine gland-derived vascular endothelial growth factor) dan prokineticin2

(PK2 atau mBv8) karena kemampuan mereka untuk mengkontraksikan ileum

marmot. Mereka dikosifikasikan oleh dua gen berbeda, PROK1 dan PROK2.

Bentuk kedua dari PK2 telah diidentifikasi dan diberi nama PK2b karena

menyisipkan 21 dasar asam amino dalam urutan nya.7

Tiga kelompok independen kemudian mengidentifikasi dua reseptor G-

protein-coupled yang berhubungan erat untuk Bv8/PKs, prokineticin reseptor 1

(PKR1) dan reseptor prokineticin 2 (PKR2). Penelitian intensif selama beberapa

tahun terakhir telah menunjukkan bahwa aktivitas biologis protein

Bv8/Prokineticin mencakup angiogenesis dan keterlibatan dalam reproduksi dan

kanker, survival neuronal dan neurogenesis, hormon hipotalamus. Sekresi,

17

kontrol ritme sirkadian dan modulasi kompleks perilaku, seperti makan dan

minum. Tingginya tingkat ekspresi Bv8/PK2 manusia dalam tulang sumsum,

organ limfoid dan leukosit menunjukkan keterlibatan peptida ini di

hematopoiesis dan inflamasi dan proses imunomodulator. Selain itu, penurunan

ambang nyeri dramatis yang dihasilkan oleh Bv8 bertindak pada PKRs dalam

neuron sensorik menunjukkan bahwa Bv8/prokineticins dan reseptor mereka

dapat bertindak sebagai mediator inflamasi dan nyeri neuropatik.7,8

1. Struktur Protein

Prokinecticins (PKs) adalah dua protein yang baru diidentifikasi dan berperan

dalam kondisi fisiologis dan patologis. Istilah PK1 dan PK2 dikemukakan

oleh Li et al. untuk mencerminkan fungsi mereka dalam mendorong kontraksi

spesifik dan kuat pada otot polos saluran pencernaan. Selanjutnya, LeCouter

et al. menjelaskan faktor pertumbuhan yang memicu respon mitogenik yang

kuat dan direproduksi dalam kelenjar endokrin yang diturunkan sel endotel.

Efek yang sama yang disebabkan oleh protein ini dan oleh faktor

pertumbuhan endotel vaskular (VEGF) maka protein ini diberi nama kelenjar

endokrin VEGF (EG-VEGF). Meskipun ada beberapa kesamaan dalam fungsi

dan mekanisme kontrol VEGF dan EG-VEGF, dua faktor ini secara struktural

tidak berhubungan. Urutan asam amino untuk PK1 dan EG-VEGF identik,

dan, untuk tujuan ulasan ini, istilah 'PK1' yang akan digunakan di seluruh

pembahasan.7,8,9

PK1 adalah ortholog manusia yang diisolasi dari protein tidak beracun dari

bisa ular mamba hitam (Dendroaspis polylepis) dan diberi nama protein

venom A (VPRA) atau mamba intestinal toxin 1 (MIT1), karena

kemampuannya untuk mengkontraksikan ileum marmot. PK1 adalah 80%

homolog dengan VPRA/MIT1 dan merupakan protein yang matang dari 86

asam amino, dengan sinyal peptida dari 19 asam amino. Gen yang mengkode

18

prekursor PK1 terletak pada kromosom 1p21 manusia dan dikodekan oleh tiga

ekson.8

PK2 adalah paralog manusia PK1 dan ortholog dari protein yang diisolasi

dari sekresi kulit katak Bombina variegata, yang dikenal sebagai Bv8. Sebuah

varian PK2 telah dijelaskan dalam manusia, tikus dan testis banteng, memiliki

insert arginin dan lisin kaya residu 21 asam amino. Hal ini menyebabkan

varian yang disebut 'Bv8-dasar' (Bv8-b). Prekursor PK2 terletak pada

kromosom manusia 3p21.1 dan dikodekan oleh empat ekson, dengan ekson

ketiga menjadi subjek splicing alternatif.8,9

PK1 dan PK2 berbagi 44% identitas asam amino dan juga berbagi struktur

umum motif protein. Mereka memiliki urutan N-terminal (AVITGA), yang

penting untuk aktivitas dari protein. Mutasi untuk urutan ini, dengan

memasukkan sebuah metionin sebelum N-terminal alanin, substitusi dari

alanin N-terminal dengan metionin atau penghapusan dari dua asam amino

pertama, akan menghasilkan antagonis PK reseptor (PKR). Fitur lain dari PKS

adalah adanya sepuluh sistein kekal, yang diperkirakan akan membentuk lima

ikatan disulfida. Ikatan-ikatan disulfida ini diperkirakan untuk membentuk

lipatan dalam molekul PK1 mirip dengan yang dibentuk dalam colipase

protein terkait, dan Dickkopfs, yang penting untuk aktivitas protein

rekombinan, mutasi sistein atau penggantian sistein menghasilkan protein

yang memiliki aktivitas yang sama dengan PKRs.7,8

PKS adalah ligan untuk dua G-protein-coupled receptors (GPCRs) yang

saling terkait erat, disebut PKR1 dan PKR2, yang berbagi identitas asam

amino 85% dan menunjukkan perbedaan terbesar dalam urutan N-terminal

mereka. Urutan mereka hampir identik dalam domain transmembran,

menunjukkan bahwa mekanisme aktivasi mereka identik dan molekul analog

kecil tidak akan bisa dibedakan, seperti halnya PK1 dan PK2. Afinitas dari

faktor-faktor reseptor mereka mirip, dengan PK2 yang menunjukkan afinitas

yang cukup tinggi untuk kedua reseptor.7

19

2. Reseptor

Semua prokineticins mengerahkan fungsi biologis mereka melalui aktivasi

dari dua protein G- reseptor, prokineticin reseptor-1 dan -2 (PKR1 dan PK-

R2) yang dikode oleh gen yang terletak di kromosom manusia daerah 2q14

dan 20p13. Reseptor ini berbagi 85% identitas asam amino dan berbeda

terutama dalam urutan N-terminal mereka. Reseptor berpasangan Gq, Gi dan

Gs untuk memediasi mobilisasi kalsium intraseluler, fosforilasi p44/p42

mitogen yang diaktifkan protein kinase, serin/treonin kinase Akt dan cAMP.

Aktivasi reseptor telah menunjukkan proses proliferasi, anti-apoptosis,

diferensiasi dan migrasi/mobilisasi sel target di berbagai sistem. Pola ekspresi

prokineticins dan reseptor mereka telah dilaporkan dalam berbagai jaringan,

yang memberikan isyarat untuk fungsi biologis spesifik dalam jaringan. Selain

itu, Pola ekspresi G-protein diferensial dan beberapa G-protein coupling dari

reseptor lebih meningkatkan kompleksitas fungsional dari sistem. Ini

memungkinkan sel-sel untuk melakukan fungsi fisiologis yang berbeda dalam

menanggapi rangsangan ligan yang sama.7,9

Ekspresi profil dinamis Prok-1 juga telah dilaporkan dalam uterus,

ovarium dan plasenta dalam menanggapi perubahan hormonal seluruh siklus

menstruasi dan selama kehamilan. Mengenai ekspresi spesifik jaringan pada

sistem, diketahui bahwa estrogen, progesteron chorionic, gonadotropin dan

hypoxia-inducible factor (HIF-1α) memediasi ekspresi dinamis dari Prok-1 di

saluran reproduksi. Aktivasi jalur mitogen-activated protein kinase (MAPK),

mungkin melalui faktor transkripsi c-jun/fos, yang sangat penting untuk

ekspresi PK-R1 di pial neural sel enterik.8

Belum banyak yang diketahui mengenai reseptor PKs. Karakterisasi

promotor prokineticins dan reseptor mereka karena akan sangat memudahkan

identifikasi jaringan-spesifik regulator untuk sistem. Hal ini juga dicatat

bahwa ekspresi profil prokineticins dan reseptor mereka dalam tikus sedikit

20

berbeda dari yang di manusia, menunjukkan bahwa inaktivasi dari orthologue

tikus dapat mengakibatkan fenotipe yang mungkin secara substansial berbeda

dari manusia.8

3. Aktivitas Biologis

a). Gastrointestinal

Prok-1 dan Prok-2 memiliki fungsi yang sama dan terlibat dalam berbagai

kegiatan di berbagai jaringan. Nama PKs diambil karena kemampuannya

untuk mengkontraksi usus tikus. PK-R1 dihasilkan oleh pleksus

myenterik dari bagian proksimal usus tikus di mana Prok-1 melemaskan

proksimal usus melalui mekanisme nitrat dimediasi oksida sedangkan

Prok-2 tidak mempengaruhi kontraksi otot tikus. Perbedaan menunjukkan

kekhususan jaringan dan jenis sistem. Sejalan dengan peran regulasi PKs

dalam pleksus myenteric, Prok-1 dan PK-R1 baru-baru ini telah

terdeteksi dalam saraf mukosa/mesenkim dan puncak sel enterik (NCC)

dari usus embrio tikus.

Prok-1 memodulasi baik proliferasi dan diferensiasi NCC enterik

selama perkembangan sistem saraf enterik (ENS), yang pada akhirnya

berkontribusi terhadap pembentukan myenteric dan submukosa pleksus

enterik. Secara khusus, Prok-1 juga menginduksi ekspresi

neurotransmiter, seperti nitrat neuronal oksida sintase (nNOS) dan

vasoaktif usus peptida (VIP), Prok-1 juga dapat memediasi formasi dari

inhibitori musculomotor neuron.7,8,9

b). Jaringan steroidogenik dan saluran reproduksi

Prok-1 juga disebut endocrine gland-derived vascular endothelial growth

factor (EG VEGF) karena bentuknya yang unik dan memiliki efek

angiogenik selektif dalam kelenjar endokrin. Prok-1 ditunjukkan untuk

mempromosikan angiogenesis dalam ovarium dan testis dan

21

menginduksi proliferasi, migrasi dan fenestration sel endotel yang berasal

dari kelenjar adrenal. Namun demikian, tidak seperti faktor pertumbuhan

endotel vaskular (VEGF), Prok-1 adalah mitogen angiogenik yang sangat

spesifik dan hanya mengatur kelenjar endokrin endotelium pembuluh

darah, tetapi tidak sel endotel yang berasal dari aorta vena, umbilkus atau

kornea. Selain sel endotel, Prok-1 juga diekspresikan dalam sel-sel

Leydig testis manusia dan diyakini untuk mempromosikan angiogenesis

interstisial untuk mendukung aktivitas endokrin testis. Ekspresi Prok-2, di

sisi lain, dibatasi hanya pada spermatosit primer. Ekspresi komplementer

Prok-1 dan VEGF telah dilaporkan dalam sel granulosa, yang

mengelilingi sel stroma (sel teka) serta korpus luteum dalam ovarium. Uji

in vitro menunjukkan bahwa Prok-1 mempromosikan proliferasi dan

kelangsungan hidup sel endotel dari korpus luteum sapi. Hal ini juga

secara tidak langsung menginduksi angiogenesis dengan merangsang

ekspresi VEGF. Dalam uterus, ekspresi puncak dari Prok-1 ditemukan

dalam epitel kelenjar midluteal endometrium peri-implantasi,

menunjukkan bahwa mungkin Prok-1 memfasilitasi implantasi dengan

meningkatkan permeabilitas mikrovaskuler endometrium. Pada plasenta,

ekspresi yang kuat dari Prok-1 oleh sinsitiotrofoblas, menunjukkan bahwa

ia juga bertindak sebagai faktor pertumbuhan plasenta untuk diferensiasi

trofoblas.1,7,8,9

c). Sistem saraf sentral dan peripheral

Prok-2, tetapi tidak Prok-1, adalah tombol pengatur beragam proses

biologis dalam sistem saraf pusat. Hal ini banyak diekspresikan dalam

otak tikus dan bertindak sebagai faktor neurotropik endogen untuk

mendukung survival saraf. Selain itu, Prok-2 dan PK-R2 juga banyak

ditemukan di inti suprachiasmatic dan mengendalikan ritme sirkadian

perilaku. Dalam olfactory bulb, Prok-2 menginduksi zona migrasi yang

22

diturunkan subventricular neuronal dan mengatur morfogenesis olfactory

bulb. Dalam sistem saraf perifer, PK-Rs dinyatakan dalam ganglion akar

dorsal (DRG) dan Prok-2 ditemukan untuk terlibat dalam nociception

tersebut. Dalam kultur in vitro pada DRG neuron tikus menunjukkan

bahwa Prok-2 secara signifikan menurunkan ambang nociceptor dari

rangsangan fisik dan kimia. Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa

Prok-2 penyebab hiperalgesia dengan menginduksi reseptor potensial

vanilloid 1 transien (TRPV1) di neuron DRG, pada gilirannya,

mengurangi ambang nociceptive untuk rangsangan termal dan mekanik.

Secara konsisten, Pk-r1-null tikus juga menunjukkan nociception akut

gangguan dan nyeri inflamasi serta sensasi panas.7,8

d). Sumsum tulang, perifer dan kardiomiosit

Peran prokineticins lainnya adalah haematopoiesis dan regulasi dari

respon kekebalan. Prokineticins dapat mempromosikan survival dan

diferensiasi

granulocytic dan moncytic, juga merangsang mobilisasi sel hematopoietik

dan memodulasi respon kekebalan. Peran sinyal Prok-2/PK-R1 tidak

dibatasi hanya dalam mempromosikan pertumbuhan endotel kapiler,

namun juga kelangsungan hidup kardiomiosit. Prok-2, melalui aktivasi

PK-R1, menginduksi pembentukan pembuluh darah jantung dalam kultur

independen VEGF sel endotel. Selain itu, Prok-2 juga mengaktifkan Akt

untuk melindungi kardiomiosit terhadap stres oksidatif dan

menyelamatkan miokardium dari miokard infark dalam model tikus.7,8

IV. PROKINETICIN DAN INISIASI PERSALINAN

A. Prokineticins sebagai mediator inflamasi

Prokineticins diekspresikan oleh sel-sel kekebalan tubuh, termasuk sel B dan T

dan umumnya terdeteksi di lokasi respon inflamasi . Yang penting, reseptor

23

untuk prokineticins umumnya terdeteksi pada permukaan sel-sel kekebalan

tubuh seperti makrofag dan neutrofil, hal ini menunjukkan bahwa prokineticins

mungkin memainkan peran penting dalam regulasi autokrin respon inflamasi

dan kekebalan tubuh.10

Ada bukti yang berkembang bahwa kadar prokineticins yang meningkat di

lokasi peradangan dan terlibat dalam mediasi inflamasi nyeri. Dalam model

hewan PROK1 telah ditunjukkan mengikat tulang sel sumsum mononuklear

dan meningkatkan pembentukan populasi sel adeheren. Sel-sel ini menunjukkan

fenotipe makrofag seperti PROK1 yang menginduksi diferensiasi progenitor sel

makrofag. Efek PROK1 ini juga telah dikonfirmasi pada manusia di mana

stimulasi sumsum tulang CD34 + dengan PROK1 secara dramatis mempercepat

status pematangan dan mengakibatkan pengembangan populasi dari monosit /

makrofag. Selanjutnya, monosit yang dirangsang PROK1 mengekspresikan

tingkat TNF yang lebih tinggi dengan menurunkan secara simultan anti-

inflamasi IL10, hal ini menunjukkan bahwa PROK1 tidak hanya merangsang

diferensiasi monosit tetapi juga mengubah fungsi mereka dengan meningkatkan

pro-inflamasi.1,10

Efek pro-inflamasi PROK1 juga ditunjukkan oleh kemampuannya untuk

menginduksi ekspresi chemokin CCl4, CXCL1 dan CXCL8 pada monosit

manusia. Hal ini menunjukkan bahwa PROK1 mungkin merupakan mekanisme

perekrutan leukosit yang signifikan dan menginvasi jaringan yang diamati

dalam peradangan. PROK2 dan ortholog amfibi Bv8 telah terbukti penting

dalam memediasi haematopoiesis dan respon imun bawaan. 10,11

Efek pro-inflamasi PROK2 telah dibuktikan pada makrofag tikus dimana

PROK2 meningkatkan kemotaksis dan mempromosikan produksi IL1b dan

TNF dengan penurunan paralel sekresi anti-inflamasi IL10. Secara signifikan,

semua efek dimediasi melalui PROKR1 dan efek ini tidak ditemukan dalam

prokr12/2 tikus. Peran kunci dari PROKR1 dalam memediasi respon inflamasi

ditunjukkan dengan respon dalam produksi sitokin di splenocytes tikus. Studi

24

ini menunjukkan bahwa PROK2 via PROKR1 secara signifikan meng-

upregulasi pro-inflamasi IL1b berdampingan dengan downregulasi dari anti-

inflamasi IL4 dan IL10. Selain itu, neutrofil yang dirangsang dengan PROK2

memperoleh peningkatan potensi migrasi dan mobilisasi sel dari sumsum tulang

ke situs tumor pankreas tikus tergantung pada aktivasi PROK2.12

Secara kolektif penelitian ini menunjukkan bahwa prokineticins

mempromosikan peradangan dan ekspresi mereka dipengaruhi oleh faktor pro-

inflamasi, dan ini merupakan mekanisme penting dalam respon imun bawaan.

Hal ini menunjukkan bahwa mungkin prokineticins berfungsi sebagai faktor

penting yang terlibat dalam gangguan inflamasi. Saat ini telah muncul berbagai

laporan mengenai disregulasi prokineticin pada beberapa penyakit inflamasi,

misalnya PROK1 telah terbukti meningkat dalam jaringan endometriotik

ektopik, dan secara signifikan meningkat pada pasien pre-eklampsia. PROK2

adalah mediator neutrofil tergantung angiogenesis penting pada tahap awal

perkembangan neoplastik, dan PROK1 dan PROKR1 diinduksi dengan cepat

dalam model murine dengan kolitis.10,11

B. Peran prokinetisin dalam inisiasi persalinan

Ekspresi prokineticin telah dilaporkan di unit uteroplasenta aterm, ini

menunjukkan adanya fungsi prokineticins dalam induksi persalinan.

Peningkatan ekspresi PROK2 di miometrium dan serviks telah ditunjukkan

dengan analisis microarray. Dalam plasenta, ekspresi PROK1 dan PROKR1

terdeteksi di plasenta trimester ketiga. Dalam studi ini, PROKR1 ditemukan

dalam pembuluh darah dan makrofag plasenta, dan menunjukkan bahwa

PROK1 berpotensi mengatur kekebalan tubuh dan fungsi sel pembuluh darah

dan menanggapi inflamasi dalam jaringan kehamilan. Dalam jaringan plasenta,

PROK1 telah ditunjukkan meningkatkan ekspresi mediator inflamasi seperti

COX2 dan IL8. COX2 diturunkan prostaglandin, bersama dengan chemokin

seperti IL8, bertindak untuk mengaktifkan sel-sel kekebalan tubuh

25

permeabilitas, vaskular dan infiltrasi sel inflamasi selama persalinan.

Prostaglandin juga terlibat dalam pematangan serviks dan kontraksi uterus,

sehingga tingkat COX2yang lebih tinggi merupakan penanda penting dari

persalinan yang sedang berlangsung. 1,10,12

Oleh karena itu, PROK1 dan PROKR1 merupakan jalur inisiasi untuk

respon inflamasi dalam plasenta trimester ketiga mengarah ke terjadinya partus.

Pro-inflamasi yang serupa dengan yang diamati dalam plasenta juga dilaporkan

dalam miometrium dan serviks selama persalinan dimana terdeteksi

peningkatan kadar prokineticins.1,13

Gambar 2. Mekanisme kerja  prokinetisins dan reseptor nya dalam persalinan

sebagai respon terhadap infeksi bakteri

Dikutip dari Denison dkk, 20101

Jalur inflamasi Prokineticin dapat bertindak untuk meningkatkan chemotaxis

sel imun polimorfonuklear seperti neutrofil melalui induksi ekspresi chemokin

seperti IL8 dan CXCL1. Neutrofil juga mengekspresikan reseptor prokineticins

yang ketika dirangsang meningkatkan potensi migrasi mereka. Prokineticins

26

juga berkontribusi dalam menstimulasi sitokin seperti IL1b oleh neutrofil, yang

diakui sebagai mediator penting dari inflamasi dalam proses persalinan. Selain

itu, peningkatan ekspresi MMPs dalam miometrium selama persalinan dan

prokineticins mungkin memainkan peran penting dalam induksi ekspresi MMP

dalam miometrium melalui fosforilasi reseptor faktor pertumbuhan epidermal

yang merupakan mekanisme intraseluler yang dikenal untuk mengatur ekspresi

MMP.1,13

Prokineticins awalnya dikenal karena memiliki efek kuat terhadap

kontraktilitas otot polos seperti pada saluran pencernaan. Efek kontraktil

dimediasi melalui induksi masuknya kalsium dalam sel otot polos. Oleh karena

itu, prokineticins juga dapat berkontribusi ke awal persalinan dengan

menginduksi kontraktilitas otot halus miometrium. Prokineticins dapat

menginduksi kontraktilitas miometrium langsung melalui PROKR1 seperti

yang ditemukan dalam miometrium kehamilan aterm.1 Prostaglandin juga

diakui sebagai regulator kunci dari kontraktilitas miometrium persalinan.

Prokineticins juga dapat berkontribusi untuk memicu kontraktilitas miometrium

secara tidak langsung melalui induksi mediator inflamasi seperti ekspresi

COX2 dan pelepasan prostaglandin.1,10,13

V. RINGKAAN

Konsep persalinan tradisional dan bukti pada hewan, menunjukkan bahwa

persalinan adalah peristiwa hormonal, namun beberapa tahun terakhir, beberapa

peneliti telah mengusulkan bahwa peristiwa-peristiwa utama persalinan manusia

adalah proses inflamasi, dengan perubahan hormonal yang bersifat sekunder atau

pelengkap.

Ekspresi prokineticin telah dilaporkan di unit uteroplasenta aterm, ini

menunjukkan adanya fungsi prokineticins dalam induksi persalinan Peningkatan

ekspresi PROK2 di miometrium dan serviks telah ditunjukkan dengan analisis

microarray. Dalam plasenta, ekspresi PROK1 dan PROKR1 terdeteksi di plasenta

27

trimester ketiga. PROKR1 ditemukan dalam pembuluh darah dan makrofag

plasenta, dan menunjukkan bahwa PROK1 berpotensi mengatur kekebalan tubuh

dan fungsi sel pembuluh darah dan menanggapi inflamasi dalam jaringan

kehamilan. Dalam jaringan plasenta, PROK1 telah ditunjukkan meningkatkan

ekspresi mediator inflamasi seperti COX2 dan IL8. COX2 diturunkan

prostaglandin, bersama dengan chemokin seperti IL8, bertindak untuk

mengaktifkan sel-sel kekebalan tubuh permeabilitas, vaskular dan infiltrasi sel

inflamasi selama persalinan. Prostaglandin juga terlibat dalam pematangan serviks

dan kontraksi uterus, sehingga tingkat COX2yang lebih tinggi merupakan penanda

penting dari persalinan yang sedang berlangsung.

Jalur inflamasi Prokineticin dapat bertindak untuk meningkatkan chemotaxis

sel imun polimorfonuklear seperti neutrofil melalui induksi ekspresi chemokin

seperti IL8 dan CXCL1. Neutrofil juga mengekspresikan reseptor prokineticins

yang ketika dirangsang meningkatkan potensi migrasi mereka. Prokineticins juga

berkontribusi dalam menstimulasi sitokin seperti IL1b oleh neutrofil, yang diakui

sebagai mediator penting dari inflamasi dalam proses persalinan. Selain itu,

peningkatan ekspresi MMPs dalam miometrium selama persalinan dan

prokineticins mungkin memainkan peran penting dalam induksi ekspresi MMP

dalam miometrium melalui fosforilasi reseptor faktor pertumbuhan epidermal yang

merupakan mekanisme intraseluler yang dikenal untuk mengatur ekspresi MMP.

VI. RUJUKAN

1. Catalano, Lannagan, Gorowiec, Denison, Norman, and Jabbour1.Prokineticins: novel mediators of inflammatory and contractile pathways at parturition? Molecular Human Reproduction, 2010; 16 : 311–319,

2. Schwartz, LB. Understanding human parturition. The Lancet, 1997; 350:1792-3

3. Mitchell, MD. The initiation of parturition. Current Obstetrics and Gynecology, 1994; 4: 74-78

28

4. Lockwood, CJ. The initiation of parturition at term. Obstet Gynecol Clin N Am. 2004; 31: 935– 947

5. Pearson, RD. Immunogenicity, parturition and the prostaglandins. Medical Hypotheses, 1979; 5: 1297-1303

6. Golightlya, Jabbourb, Normana. Endocrine immune interactions in human parturition. Molecular and Cellular Endocrinology, 2011; 335: 52–59

7. Negri, Lattanzi, Giannini, Melchiorri. Bv8/Prokineticin proteins and their receptors. Life Sciences, 2007;8: 1103–1116

8. Ngan, Tam. Prokineticin-signaling pathway. The International Journal of Biochemistry & Cell Biology, 2008;40: 1679–1684

9. Ralbovsky et al. Triazinediones as prokineticin 1 receptor antagonists. Part 1: SAR, synthesis and biological evaluation. Bioorganic & Medicinal Chemistry Letters, 2009; 19: 2661–2663

10. Hoffmann, Feige, Alfaidy. Placental Expression of EG-VEGF and its Receptors PKR1 (Prokineticin Receptor-1) and PKR2 Throughout Mouse Gestation. Placenta, 2007; 28: 1049-58

11. Balasubramanian, et al. The puzzles of the prokineticin 2 pathway in human reproduction. Molecular and Cellular Endocrinology, 2011; 346: 44–50

12. Evans et al. Prokineticin 1 Signaling and Gene Regulation in Early Human Pregnancy Endocrinology, 2008; 149: 2877–2887.

13. Fiona et al. Prokineticin-1: A Novel Mediator of the Inflammatory Response in Third-Trimester Human Placenta. Endocrinology; 149: 3470–3477