referat cmv js

22
CYTOMEGALOVIRUS Etiologi 1 Stagno, sergio. Cytomegalovirus. Dalam Behrman RE, et al. Nelson textbook of pediatrics; ed 17. Philadelphia : WB Saunders Company. 2004; 1066- 1069 Human Cytomegalovirus (CMV) adalah anggota dari famili Herpes-viridae dengan penyebaran luas. Sebagian besar infeksi CMV tidak khas, tetapi virus ini dapat menyebabkan berbagai penyakit klinis dari derajat ringan sampai fatal. CMV merupakan penyebab infeksi kongenital yang paling sering, diperkirakan 0,2 – 2,2% janin terinfeksi intrauterin dan juga dapat menyebabkan sindrom Cytomegalic Inclusion Disease (hepatosplenomegali, ptekie, purpura, mikrosefal, demam). Pada orang dewasa yang immunokompeten, infeksi ini kadang ditandai oleh sindrom yang mirip infeksi mononukleosis. Sering terjadi pada individu dengan defisiensi imunologis, termasuk resipien transplantasi dan pasien dengan AIDS, CMV pneumonitis, retinitis, dan penyakit gastrointestinal umum yang dapat berakibat fatal. 1 Infeksi primer muncul pada indiviu yang rentan dan seronegatif. Infeksi ulangan merupakan reaktivasi dari infeksi laten dan reinfeksi pada individu dengan defisiensi imun dan seropositif. Penyakit ini dapat merupakan akibat dari infeksi primer atau infeksi ulang. Infeksi primer lebih sering sebagai penyebab penyakit berat. CMV adalah herpesvirus terbesar, dengan genome sebesar 240 kb dan diameter 200 nm. Berisi DNA untai ganda pada inti 64 nm diselimuti oleh capsid ikosahedral terbentuk dari 162 1

Upload: domiko-widyanto

Post on 05-Dec-2014

126 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Referat CMV JS

CYTOMEGALOVIRUS

Etiologi 1 Stagno, sergio. Cytomegalovirus. Dalam Behrman RE, et al. Nelson textbook of

pediatrics; ed 17. Philadelphia : WB Saunders Company. 2004; 1066- 1069

Human Cytomegalovirus (CMV) adalah anggota dari famili Herpes-viridae dengan

penyebaran luas. Sebagian besar infeksi CMV tidak khas, tetapi virus ini dapat

menyebabkan berbagai penyakit klinis dari derajat ringan sampai fatal. CMV merupakan

penyebab infeksi kongenital yang paling sering, diperkirakan 0,2 – 2,2% janin terinfeksi

intrauterin dan juga dapat menyebabkan sindrom Cytomegalic Inclusion Disease

(hepatosplenomegali, ptekie, purpura, mikrosefal, demam). Pada orang dewasa yang

immunokompeten, infeksi ini kadang ditandai oleh sindrom yang mirip infeksi

mononukleosis. Sering terjadi pada individu dengan defisiensi imunologis, termasuk

resipien transplantasi dan pasien dengan AIDS, CMV pneumonitis, retinitis, dan penyakit

gastrointestinal umum yang dapat berakibat fatal.1

Infeksi primer muncul pada indiviu yang rentan dan seronegatif. Infeksi ulangan

merupakan reaktivasi dari infeksi laten dan reinfeksi pada individu dengan defisiensi imun

dan seropositif. Penyakit ini dapat merupakan akibat dari infeksi primer atau infeksi ulang.

Infeksi primer lebih sering sebagai penyebab penyakit berat.

CMV adalah herpesvirus terbesar, dengan genome sebesar 240 kb dan diameter 200

nm. Berisi DNA untai ganda pada inti 64 nm diselimuti oleh capsid ikosahedral terbentuk

dari 162 capsomer. Inti terbentuk dari nukleussel host. Capsid dikelilingi oleh amorphous

tegument, dimana tegumen ini dikelilingi oleh suatu selubung yang berisi lemak. Selubung

ini terbentuk selama proses pertunasan melalui membran nuklir ke dalam vakuola

sitoplasma, yang berisi komponen protein. Virus dewasa keluar dari sel melalui proses

pinocytosis terbalik.

Tes serologi tidak dapat mengidentifikasi serotipe yang spesifik. Berbeda dengan

analisa restriksi endonuklease dari DNA CMV, ini menunjukkan bahwa meskipun semua

ketahanan manusia yang diketahui secara genetis sebangun, tidak ada satupun yang

identik.

Replikasi CMV dan nukleokapsid dibentuk dalam nukelus, selubung virus terdapat

dalam sitoplasma. Setelah lepas dari sel, virus dapat ditemukan dalam urin, dan terkadang

dalam cairan tubuh, menyerap 2 – mikroglobulin, suatu rantai sederhana dari kelas I

1

Page 2: Referat CMV JS

molekul antigen lekosit manusia (HLA). Substansi ini melindungi antigen virus dan

mencegah netralisasi oleh antibodi, sehingga meningkatkan aktifitasnya.

Epidemiologi1

Survei seroepidemologis menggambarkan infeksi CMV pada setiap populasi yang

diuji di seluruh dunia. Prevalensi infeksi, yang meningkat sesuai umur penderita, lebih

tinggi di negara berkembang dan pada strata ekonomi lemah di negara maju.

Kejadian infeksi kongenital berkisar antara 0.2 – 2.4% dari kelahiran hidup, dengan

skala yang lebih tinggi pada negera dengan standar hidup yang lebih rendah. Janin dapat

terinfeksi sebagai konsekuensi infeksi primer atau infeksi maternal. Risiko infeksi pada

janin adalah yang terbesar dengan infeksi CMV primer maternal (40%) dan jauh lebih

rendah dengan infeksi ulang (<1%). Di Amerika, antara 1 – 4% wanita hamil terinfeksi

CMV primer, yang setara dengan 8000 kelahiran dengan kelainan perkembangan sistem

saraf yang disebabkan oleh infeksi CMV kongenital.

Media transmisi CMV antara lain saliva, ASI, sekresi vaginal dan cervical, urin,

semen, darah, dan feses.1,3 Penyebaran CMV membutuhkan kontak yang amat dekat/ intim,

dapat melalui ASI, transplantasi organ dan jarang melalui tranfusi. 3 URL:file:///F:/Cytomegalovirus%20(CMV)%20Infection.htm. (2002)

Patogenesis1

Infeksi kongenital merupakan hasil penularan transplasenta selama masa viremia

ibu. Pada transmisi transplasenta, virus menyebar ke janin secara hematogen. Sepertinya

terdapat hubungan antara beratnya infeksi kongenital dengan infeksi intratuterin pada awal

umur kehamilan. Kecuali infeksi dihubungkan dengan transfusi darah, infeksi CMV natal

dan postnatal biasanya sekunder didapat dari naso-orofaring bayi dan virus didapat dari

sekresi genital ibu yang terinfeksi atau menyusui. Replikasi virus pada neonatus muncul

pada mucosa saluran pernapasan atau gastrointestinal, dan berlanjut menyebar ke target

organ. Terutama pada SSP, mata, hepar, paru dan ginjal.

Janin dapat membentuk respon imun humoral terhadap CMV, dengan adanya

kenaikan IgM dan IgM antibodi spesifik CMV pada serum umbilikal. Waktu yang

diperlukan untuk terbentuknya antibodi masih dalam penelitian. Respon imun awal,

immunosupresi dengan jumlah sel helper yang rendah pada infeksi natural dan setelah

transplantasi. Derajat respon imun berhubungan dengan adanya dan jumlah ekskresi virus

2

Page 3: Referat CMV JS

dan beratnya penyakit. Kemampuan limfosit untuk berprofilerasi sebagai respon imun akan

menghilang sampai 2 bulan setelah onset gejala.

Respon proteksi yang paling penting, adalah reaksi sitotoksik spesifik terhadap

CMV. Respon ini terjadi pada awal infeksi CMV, dua minggu setelah masuknya virus.

Resipien transplantasi organ yang gagal untuk menghasilkan sitotoksisitas spesifik

tersebut, menderita penyakit yang berat dan viremia berkepanjangan.

Belum begitu jelas apakah semua respon imun menguntungkan bagi host.

Peningkatan yang berlebihan dari ”natural killer sel” (secara morfologi dinyatakan sebagai

limfosit granuler besar) dalam cairan Bronkhoalveolar, berhubungan dengan derajat

beratnya penyakit pneumonitis CMV.

Masa inkubasi penularan secara horisontal pada infeksi CMV pada lingkungan seisi

rumah belum diketahui. Infeksi biasanya timbul 3 sampai 12 minggu setelah tranfusi darah

dan antara 1 sampai 4 bulan setelah transplantasi organ.6

6 Pickering, Larry K. Red book: 2003 Report of the Committee on Infectious Disease; ed 26. American

Academy of Pediatrics. 2003; 259- 262

Transmisi Intrapartum

Sebagian besar bayi tertular CMV selama proses persalinan melalui jalan lahir.

Sumber penularan paling penting dari virus adalah sekresi traktus genital pada saat

melahirkan. Kira-kira 6 – 12% ibu-ibu yang seropositif menularkan CMV ke bayi-bayi

mereka melalui sekret servikal-vaginal. Beberapa dari infeksi ini kemungkinan merupakan

hasil dari kontak intrapartum dengan sekresi serviks yang terinfeksi, sedangkan bayi lain

ditularkan dengan menelan ASI yang mengandung virus segera setelah lahir. Pada wanita

dengan seropositif terhadap CMV, dapat mengalami infeksi ulangan dari strain CMV yang

berbeda sehingga dapat menyebabkan penularan via intrapartum dan infeksi kongenital

yang simtomatis.4

4 Boppana, Suresh B. et al. Intrauterine transmission of cytomegalovirus to infants of women with

preconceptional immunity. N Engl J Med, 2001;344: 1366- 1371

Transmisi Selama Masa Bayi dan Anak-anak1

CMV didalam ASI sumber penularan utama secara vertikal. Virus lebih banyak

ditemukan didalam ASI (36%) dibanding dalam kolostrum (8%). Bayi terinfeksi

mengekskresikan virus selama bertahun-tahun pada saliva dan urin mereka. Numazaki dkk

mendapatkan usia antara 5 – 9 bulan, 60% dari bayi di Jepang mengekskresikan virus di

3

Page 4: Referat CMV JS

dalam urin dan saluran napas bagian atas. Meskipun hanya ada sedikit data, ada indikasi

bahwa penularan membutuhkan kontak yang erat. Bila virus terdapat dalam urin dan saliva

bayi, ada peluang untuk menyebar dari satu ke anak yang lain.

Transmisi perinatal umum terjadi, mencapai 10 – 60% pada usia 6 bulan. Pada

penelitian dengan menggunakan PCR, proporsi sampel ASI yang positif DNA

cytomegalovirus pada satu bulan setelah persalinan adalah 92%.

Setelah tahun pertama kehidupan, prevalensi infeksi tergantung pada aktivitas

kelompok, dengan kontribus terbesar penyebaran CMV oleh pusat pemeliharaan anak.

Skala infeksi 50 – 80% selama masa anak-anak. Untuk anak-anak yang tidak berhubungan

dengan anak lain, skala infeksi meningkat amat lambat selama 10 tahun pertama

kehidupan. Puncak kedua muncul pada masa remaja sebagai hasil kontak seksual. Pekerja

merawat anak seronegatif dan orang tua dari anak dengan CMV memiliki 10 – 20% resiko

untuk mendapat CMV, yang berlawanan dengan skala 1 – 3% resiko pada populasi umum.

Penyelenggara pelayanan kesehatan tidak beresiko tertular CMV dari pasien.

Bahaya infeksi nosokomial berasal dari transfusi darah dan produk darah. Pada populasi

dengan 50% prevalensi infeksi CMV, resiko kira-kira terdapat pada 2,7% per unit dari

seluruh darah. Transfusi lekosit memiliki resiko infeksi lebih tinggi. Infeksi biasanya

asimptomatik, meskipun begitu pada anak sehat dan orang dewasa mempunyai resiko

tertular penyakit bila penerima adalah seronegatif dan menerima banyak unit.

Pasien imunokompromais dan bayi prematur seronegatif memiliki resiko lebih

tinggi (10 – 30%). Infeksi CMV ditransmikikan pada organ hasil transplantasi (ginjal,

jantung, dsb). Setelah transplantasi, banyak pasien mengekskresikan CMV sebagai hasil

dari infeksi yang didapat dari organ donor atau reaktivasi dari infeksi laten yang

disebabkan oleh pemberian imunosupresan. Penerima organ seronegatif dari donor

seropositif mempunyai resiko paling besar untuk timbulnya penyakit.

Manifestasi klinis1

Tanda dan gejala infeksi CMV bervariasi menurut umur, jalur transmisi, dan status

imunologis dari pasien.

Manifestasi klinis meliputi hepatomegali, splenomegali, ptekie, purpura, mikrosefali,

korioretinitis, dan kalsifikasi serebral. Infeksi sifatnya subklinis pada sebagian besar

pasien. Pada anak-anak, infeksi CMV primer kadang menyebabkan pneumonitis,

hepatomegali, hepatitis, dan ruam ptekie. Pada anak yang lebih besar, remaja, dan dewasa,

4

Page 5: Referat CMV JS

CMV dapat menyebabkan sindrom seperti infeksi mononukleosis, ditandai oleh kelelahan,

malaise, mialgia, sakit kepala, demam, hepatosplenomegali, fungsi hati abnormal, dan

limfositosis atipik. Tampilan mononucleosis CMV biasanya ringan, berakhir 2 – 3 minggu.

Beberapa pasien menampakkan gejala demam berkepanjangan, hepatitis berat, ruam yang

mirip morbili, atau kombinasi semuanya. Infeksi ulang sifatnya asimptomatik pada

individu imunokompeten.

a. Individu dengan imunokompromais 1

Pada individu dengan imunokompromais, resiko penyakit CMV meningkat untuk

mendapatkan infeksi primer dan infeksi ulang. Infeksi primer dengan manifestasi berpa

penumonitis (paling sering), hepatitis, chorioretinitis, penyakit gastrointestinal, atau

demam dengan leukopeni, sering berakibat fatal. Pada pasien penerima transplantasi

tulang belakang, dan pasien dengan AIDS, mempunyai resiko paling besar.

Pneumonia, retinitis, dan kelainan sistem saraf pusat dan traktus gastrointestinal

biasanya progresif dan berat. Ulserasi submukosal dapat terjadi dimanapun dalam

traktus gastrointestinal. Komplikasi yang sering terjadi yaitu perdarahan dan perforasi,

demikian juga pankreatitis dan kolesistitis dapat terjadi.

b. Infeksi Kongenital

Hanya 5% bayi dengan infeksi CMV kongenital simtomatik yang menjadi penyakit

inklusi CMV yang berat, 5% yang lain dengan gejala yang ringan, dan 90% infeksi

CMV kongenital subklinis, tetapi menjadi kronis.

Gejala pada bayi baru lahir biasanya mudah dideteksi. Hampir semua infeksi

kongenital memperlihatkan gejala dan sekuele, yang lebih banyak disebabkan oleh

infeksi primer daripada infeksi ulangan pada wanita hamil. Infeksi CMV kongenital

yang asimptomatik merupakan penyebab utama kehilangan pendengaran sensorineural,

kurang lebih pada kira-kira 7% bayi yang terinfeksi.

Tanda dan gejala karakteristik umum termasuk IUGR, prematuritas,

hepatosplenomegali dan hiperbilirubinemi, trombositopenia, dan purpura, dan

kalsifikasi intrakranial dan mikrosefali. Hiperbilirubinemia (direk dan indirek)

merupakan manifestasi tersering, terjadi pada lebih dari separuh bayi-bayi yang

terinfeksi. Hidrosephalus obstruktif dengan kalsifikasi periventrikuler dapat juga

5

Page 6: Referat CMV JS

terjadi. Problem neurologis lainnya meliputi chorioretinitias, kehilangan pendengaran

sensorineural, dan peningkatan ringan dari protein cairan serebrospinal.

c. Infeksi Perinatal

Infeksi CMV didapat melalui penularan dari traktus genital ibu pada saat persalinan

atau melalui ASI, sekalipun telah mendapat antibodi pasif. Kurang lebih 6 – 12% dari

ibu seropositif menularkan CMV pada bayi mereka karena adanya sekresi vaginal-

cervical, dan 50% melalui ASI. Mayoritas pada bayi masih asimptomatik dan tidak

memperlihatkan sekuele. Kadang-kadang, infeksi CMV didapat pada saat perinatal

dihubungkan dengan pneumonitis. Bayi prematur dan aterm yang sakit dapat

mengalami sekuele neurologi dan retardasi psikomotor. Resiko kehilangan

pendengaran, chorioretinitis, dan mikrosefal tidak meningkat.

Bayi prematur seronegatif dengan berat lahir < 1,5 kg, dengan infeksi CMV dari

transfusi cairan beresiko sebesar 40% mendapat hepatosplenomegali, pneumonitis,

petechiae, ikterik, trombositopenia, limfositosis atipical, pucat, dan anemia hemolitik.

Diagnosis

1. Isolasi Virus

Infeksi CMV aktif dapat dideteksi dengan baik melalui isolasi virus dari cairan

serebrospinal, urin, saliva, bilas bronkoalveolar, ASI, sekresi servikal, buffy coat dan

jaringan yang dihasilkan dari biopsi.

Identifikasi cepat (24 jam) saat ini menjadi hal yang rutin, kultur dengan

menggunakan metode sentrifugasi yang dipercepat didasarkan pada deteksi awal

antigen CMV menggunakan antibodi monoklonal.

Infeksi juga dapat didiagnosa in utero dengan isolasi virus dari cairan amnion.

Kultur yang negatif tidak menyingkirkan infeksi fetal karena interval antara infreksi

maternal dengan infeksi fetal belum diketahui.

2. Metode Serologi

Adanya pergantian viral dan infeksi aktif tidak menghubungkan infeksi primer

dengan infeksi ulang. Infeksi primer dikonfirmasikan oleh serokonversi atau deteksi

simultan dari immunoglobulin (Ig) M sebagaimana antibodi IgG. Meningkatnya

antibodi IgG dapat disebabkan oleh infeksi primer maupun ulangan dan harus

6

Page 7: Referat CMV JS

diinterprestasikan dengan hati-hati. Untuk mengukur IgG predominan, diperlukan

serum spesimen serial dari lahir untuk membedakan kelainan kongenital dari infeksi

natal atau postnatal.

Tes serologi yang sensitif dan spesifik untuk mengukur antibodi IgG tersedia di

laboratorium diagnosa. Fiksasi komplemen, netralisasi, antikomplemen

immunofluoresen, dan uji kadar indirect immunofluoresen disukai untuk menentukan

kenaikan antibodi karena sifatnya kuantitatif. Berlawanan dengn hal itu,

radioimmunoassay (RIA) dan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) kurang

handal dalam menunjukkan perubahan secara signifikan dalam titer karena sebagian

besar laboratorium menggunakan binding ratio (RIA) dan absorbance unit (ELISA)

pada dilusi serum untuk membandingkan jumlah antibodi yang ada pada dua sampel

serum. Kenaikan sedikit titer antibodi pada pasien seropositif dini, harus

diinterprestasikan dengan hati-hati karena kadang-kadang baru akan muncul beberapa

tahun setelah infeksi primer. Antibodi IgG menetap selama hidup. Antibodi IgM dapat

dilihat secara transient (4 – 16 minggu) selama fase akut dari infeksi simptomatis

ataupun asimptomatis infeksi primer pada orang dewasa.

RIA, ELISA, dan suatu IgM capture RIA memiliki spesifikasi dan sensitivitas yang

cukup tinggi untuk mendeteksi infeksi primer. IgM jarang ditemukan pada infeksi

ulangan (0,2 – 1%) dengan metode ini. Metode ELISA dapat mendeteksi antibodi IgM

spesifik, yang menunjukkan infeksi akut meskipun ada 30% infeksi akut yang

seronegatif serta positif palsu pada 10% wanita yang sering rekuren.

Infeksi ulangan didefinisikan sebagai munculnya kembali ekskresi viral pada

pasien yang diketahui seropositive di masa lalu. Perbedaan antara reaktivasi virus

endogen dan reinfeksi pola CMV yang berbeda, membutuhkan analisa dengan restriksi

enzim dari virus DNA untuk menunjukkan adanya polimorfisme diantara isolasi virus.

Pada pasien immunokompromais, terdapatnya ekskresi CMV, peningkatan titer

IgG, dan adanya antibodi IgM merupakan hal yang biasa terjadi, sehingga untuk

membandingkan antara infeksi primer dan ulangan menjadi lebih sulit. Adanya viremia

yang ditunjukkan oleh kultur buffy coat atau deteksi DNA, CMV menunjukkan

penyakit aktif atau prognosis yang jelek, baik pada infeksi primer, ulangan, atau yang

tak dapat ditentukan.

7

Page 8: Referat CMV JS

3. PCR (Polimerase Chain Reaction)

Deteksi CMV dengan kultur tidak memberikan hasil memuaskan untuk

mendiagnosa infeksi akut. Pemeriksaan berkala DNA – CMV dari darah perifer dengan

pemeriksaan kuantitatif PCR dapat berguna untuk mengidentifikasi penderita yang

beresiko tinggi dan memantau efek dari terapi antiviral. PCR dan hibridisasi

merupakan teknik pemeriksaan yang cepat yang sekarang sering dilakukan rutin untuk

deteksi CMV. Pemeriksaan dari cairan cerebrospinal dilakukan untuk menegakkan

diagnosa encephalitis CMV.

4. Pemeriksaan Histopatologi

Pemeriksaan badan inklusi virus dari jaringan kolon, esophagus, atau jaringan paru,

sama baiknya dengan identifikasi virus melalui pewarnaan khusus atau kultur. Badan

inklusi dapat ditemukan pada sedimen urin sekitar 50% dari neonatus yang terinfeksi

berat. Pemeriksaan ini harus dikerjakan apabila metode serologi atau virologi yang

lebih sensitif tidak tersedia. Badan inklusi dapat terlihat dengan pewarnaan

Papanicolau, Giemsa, hematoxylin dan eosin pada sedimen urin.

5. CT scan

Pada neonatus dengan infeksi CMV kongenital simtomatis, CT scan kepala

merupakan prediktor yang baik untuk melihat keluaran perkembangan

neurodevelopmental.4,5

URL:file://F:\emedicine%20-%20Cytomegalovirus%20Infection%20%20Article%20by%20Ma. (2004)

Abnormal CT scan kepala dengan kalsifikasi intraserebral paling sering ditemukan.

Sebagai tambahan, gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium tidak dapat meramal

kelainan neuroradiografik pada neonatus dengan infeksi CMV kongenital simtomatis.2

2 Boppana, Suresh B. et al. Neuroradiographic findings in the newborn period and long term outcome in

children with symptomatic Congenital Cytomegalovirus infection. Pediatrics. 1997; 409- 414

Diagnosis Banding 7 Stagno S. Cytomegalovirus. Dalam Remington Jack S. et al. Infectious diseases of

the fetus & newborn infant; ed 4. WB Saunders Company. 1995; 312- 346

Infeksi CMV/CID (Cytomegalic Inclusion Disease) pada bayi, perlu diperhatikan

adanya penyakit lain yang dapat menyebabkan hiperbilirubinemia, ptekie atau purpura,

hepatosplenomegali, infeksi saluran nafas dan variasi dari kelainan-kelainan ekstra neural

dan okuloserebral.

8

Page 9: Referat CMV JS

1. Sindrom Rubella Kongenital

Baik CMV maupun rubella dapat menyebabkan ptekie dan purpura, ikterus,

hepatosplenomegali, trombositopeni, mikrosefali, dan retardasi mental. Kedua penyakit

ini juga berhubungan dengan prematuritas dan retardasi pertumbuhan intra uterin.

Tetapi CMV lebih jarang menyebabkan katarak dan kelainan jantung kongenital

dibanding Rubella. Rubella lebih sering menimbulkan rash purura dibandingkan rash

ptekie, kelainan tersebut lebih sering didapatkan di daerah muka dan leher.

Korioretinitis pada CMV distribusinya bersifat fokal, sementara pada sindrom Rubella

kongenital tersebar mirip gambaran ”garam dan lada”. Pemeriksaan dengan uji

serologis dan virologis disarankan untuk memastikan penyebabnya.

2. Toxoplasmosis Kongenital

Hampir semua manifestasi yang didapat pada CID (Cytomegalic Inclusion Disease)

juga didapatkan pada Toxoplasmosis. Perbedaan diantara keduanya masih belum

banyak diketahui. Kalsifikasi pada Toxoplasmosis biasanya terdapat pada kortex

serebri, ini tidak terjadi pada CID. Rash makulopapuler dapat muncul pada

toxoplasmosis, tetapi tidak disertai komponen ptekie maupun purpura. Korioretinitis

pada CID biasanya terjadi bersama dengan mikrosefali, sedangkan pada Toxoplasmosis

tidak didapatkan mikrosefali.

Diagnosis pada toxoplasmosis dapat dibuat dengan pemeriksaan antibodi serial

menggunakan fluoresen atau prosedur antibodi Sabin-Fieldman. Infeksi toxoplasma

aktif atau baru saja terjadi dapat dihubungkan dengan tingginya titer antibodi spesifik.

3. Infeksi Herpes Simpleks

Penderita dengan mikrosefal dan kalsifikasi serebral didapatkan pada infeksi berat

herpes simpleks kongenital, mirip dengan CID kongenital. Adanya lesi vesikuler di

kulit yang mengandung virus herpes simpleks sangat bernilai dalam diferensial

diagnosis.

4. Sepsis Neonatal

Bayi-bayi dengan sepsis bakterial pada umumnya menunjukkan sakit lebih berat

dibanding CID. Mereka menjadi letargi dan tidak responsif, dan kurang lebih pada

sepertiga kasus menampakkan gejala-gejala meningitis. Keduanya dapat menimbulkan

9

Page 10: Referat CMV JS

ikterik dan ptekie. Pada sepsis, ikterik sering sebagai akibat infeksi gram negatif dan

kadang-kadang pada infeksi streptokokus grup B. Ptekie lebih jarang pada sepsis.

Konfirmasi klinis tergantung pada hasil kultur darah yang positif. Sebagian besar bayi

dengan CID dan infeksi kongenital non bakterial lain harus diobati dengan antibiotik,

karena ketidakpastian diagnosis selama menunggu hasil kultur.

5. Siphilis Kongenital

Tanda yang paling sering timbul pada sifilis kongenital dini adalah osteokondritis

epifisitis pada rotgenogram tulang panjang. Rhinitis, kadang-kadang berhubungan

dengan laringitis, adalah tanda-tanda lain dari penyakit ini. Sering pula diikuti dengan

ruam makulopapuler merah tua. Hepatosplenomegali dapat timbul, tetapi lebih jarang

pada sifilis dibandingkan dengan CID. Kalsifikasi otak tidak karakteristik pada sifilis

kongenital. Koroiditis mungkin didapatkan.

Uji laboratorium untuk sifilis meliputi uji lapangan gelap pada discharge nasal

spirocheta-laden. Salah satu dari beberapa uji standar (treponemal atau reagin) harus

dikerjakan baik pada ibu maupun bayinya.

Terapi

Tidak ada terapi spesifik untuk infeksi CMV, meskipun banyak obat dan biologikal

termasuk acyclovir, adenine arabinose, cytosine arabinose, idoxuridine, interferon telah

diujikan pada penderita. Pemakaian acyclovir sebagai agen antiviral disukai karena

bereaksi spesifik dengan enzym thymidin kinase.

Dua agen antivirus yang dipakai yitu Ganciclovir dan Foscarnet. Ganciclovir

merupakan nuklosid trifosfat dan berfungsi sebagai suatu terminator DNA. Sedangkan

Foscarnet analog pirofosfat sebagai suatu inhibitor selektif terhadap DNA polimerase.

Ganciclovir dikombinasikan dengan immunoglobulin, yaitu immunoglobulin intravena

standar (IVIG) atau hiperimun CMV IVIG, telah digunakan untuk infeksi CMV pada

penderita dengan immunokompromais (penerima transplantasi sumsum tulang, ginjal,

jantung dan penderita dengan AIDS). Dua regimen yang dipublikasikan adalah :

ganciclovir (7,5 mg/kg/24 jam IV dibagi setiap 8 jam selama 14 hari), dengan CMV

IVIG (400 mg/kg pada hari ke-1, 2 dan 7 serta 200 mg/kg pada hari ke-14);

dan gaciclovir (7,5 mg/kg/24 jam IV dibagi setiap 8 jam selama 20 hari) dengan IVIG

500 mg/kg untuk hari sesudahnya selama 10 hari.

10

Page 11: Referat CMV JS

CMV retinitis dan penyakit gastrointestinal muncul dan secara klinis responsif terhadap

terapi, tetapi sering berulang. Toksisitas terhadap terapi, tetapi sering berulang. Toksisitas

dengan ganciclovir sering terjadi dan sering menjadi berat, termasuk neutropenia,

trombositopenia, disfungsi hati, reduksi pada spermatogenesis, dan gangguan

gastrointestinal dan renal.

Foscarnet adalah alternatif agen antiviral, meskipun informasi penggunaannya pada

anak-anak masih terbatas. Obat ini bersifat nefrotoksik, efek samping yang lain yaitu

kejang, hipokalsemi, nausea, ataksia dan perubahan status mental tetapi tidak myelotoksik.

Foscarnet digunakan pada penderita yang secara klinik resisten dan intoleransi

terhadap Ganciclovir, telah dicatat kurang lebih pada 10% penderita dengan AIDS yang

sudah mendapat Gaciclovir selama > 3 bulan. Dosis pemberiannya telah diteliti yaitu, 60

mg/kg/hari dengan didapatkan efek samping tercatat lebih sedikit dibanding dengan dosis

90 – 120 mg/kg/hari.

Infeksi Kongenital

Penelitian tahap ke II dengan ganciclovir (12 mg/kg/24 jam untuk total 6 minggu)

memperlihatkan peningkatan pendengaran atau stabilisasi pada 5 dari 30 bayi. Penelitian

acak dari infeksi CMV kongenital simptomatik menampakkan kemajun.

Prognosis

Prognosis pada infeksi CMV yang didapat, secara umum baik untuk penderita yang

sebelumnya kondisinya baik. Pasien yang berkembang menjadi sindrom Guillain-Barre,

sembuh dengan sempurna. Infeksi CMV yang dikarenakan transfusi darah mempunyai

prognosis baik pada penderita yang tidak imunokompromais, kecuali pada bayi kecil

preterm yang menerima darah dari donor dengan antibodi CMV positif.

Pasien dengan CMV mononucleosis biasanya sembuh total, sekalipun beberapa

memiliki gejala yang berkepanjangan. Sebagian besar pasien immunokompromais juga

sembuh, tetapi dari pengalaman, pasien dengan pneumonitis berat, mempunyai tingkat

kefatalan tinggi bila terjadi hipoksemia. Infeksi CMV mungkin merupakan peristiwa akhir

pada individu dengan kerentanan terhadap infeksi yang meningkat, seperti pasien dengan

AIDS.

11

Page 12: Referat CMV JS

Infeksi Kongenital

Prognosis pada infeksi kongenital CMV sulit diprediksi. Penderita dengan lingkar

kepala kurang pada saat lahir atau dengan kalsifikasi serebral pada saat 2 bulan pertama

kehidupan biasanya mempunyai retardasi psikomotor sedang sampai berat.

Prognosis untuk pertumbuhan normal pada penyakit cytomegalo simptomatik

sangat kecil. Lebih dari 90% dari anak-anak ini menunjukkan adanya kerusakan fungsi

saraf sentral dan pendengaran pada tahun-tahun sesudahnya. Pada bayi dengan infeksi

subklinis, penampakan lebih baik. Yang perlu diperhatikan adalah perkembangan

berikutnya dari kehilangan pendengaran sensorineural (5 – 10%), chorioretinitis (3 – 5%),

dan manifestasi lain seperti abnormalitas perkembangan, mikrosefal, dan defisit neurologi.

Pencegahan

Penggunaan komponen darah bebas CMV, terutama untuk bayi prematur, dan bila

mungkin, pemanfaatan organ dari donor bebas CMV untuk transplantasi yang merupakan

hal penting untuk mencegah infeksi CMV dan pada pasien resiko tinggi.

Wanita hamil dengan seropositif mempunyai resiko rendah melahirkan bayi

simptomatik. Jika mungkin, wanita hamil harus melakukan tes serologi CMV.

Mereka yang CMV seronegatif, harus diberitahu untuk mencuci tangan dengan baik dan

menjaga kebersihan lainnya dan mencegah kontak dengan sekresi oral dengan orang lain.

Vaksinasi tidak dapat diharapkan dapat memberikan pencegahan yang lebih baik

dibanding infeksi alamiah sebelumnya, dimana dapat mencegah infeksi kongenital.

a. Imunoprofilaksis Pasif

Pemanfaatan IVIG dan CMV IVIG untuk profilaksis terhadap infeksi, pada penderita

dengan transplantasi tulang belakang dan organ padat mengurangi resiko gejala

penyakit tetapi tidak melindungi dari infeksi. Manfaat dari profilaksis lebih nyata pada

saat resiko mendapat infeksi CMV primer besar, seperti pada transplantasi tulang

belakang.

Regimen yang direkomendasikan IVIG (1000 mg/kg) atau CMV IVIG (500 mg/kg)

diberikan intravena sebagai dosis tunggal dimulai dari 72 jam setelah transplantasi dan

sekali seminggu sampai hari ke 90 – 120 setelah operasi.

12

Page 13: Referat CMV JS

b. Imunisasi Aktif

Keuntungan imunisasi sifatnya substansial, seperti terlihat bahwa hampir semua

penyakit berat mengikuti infeksi primer, terutama pada infeksi kongenital, infeksi yang

didapat dari transfusi, dan infeksi pada penerima transplantasi. Kelompok yang perlu

mendapat vaksin CMV termasuk wanita seronegatif pada usia subur dan penerima

transplantasi seronegatif.

Vaksin hidup seperti prototipe rantai Towne sifatnya imunogenik, tetapi imuniotas

berkurang cepat. Virus vaksin tidak tampak transmissible. Vaksin tidak melindungi

penerima transplantasi ginjal dari infeksi CMV, tetapi terlihat bisa mengurangi

virulensi dari infeksi primer. Dalam penelitian tentang efikasi vaksin pada wanita

dewasa normal, vaksin rantai Towne tidak memberi proteksi terhadap infeksi alami.

Tipe vaksin lainnya, seperti vaksin subunit dan rekombinan, sedang diteliti pada

percobaan klinik.

000oooooo000

13

Page 14: Referat CMV JS

KEPUSTAKA

1. Stagno S. Cytomegalovirus. Dalam Behrman RE, et al. Nelson textbook of

pediatrics; ed 17. Philadelphia : WB Saunders Company. 2004; 1066- 1069.

2. Boppana, Suresh B. et al. Neuroradiographic findings in the newborn period and

long term outcome in children with symptomatic Congenital Cytomegalovirus

infection. Pediatrics. 1997; 409- 414.

3. URL:file:///F:/Cytomegalovirus%20(CMV)%20Infection.htm . (2002)

4. Boppana, Suresh B. et al. Intrauterine transmission of cytomegalovirus to infants

of women with preconceptional immunity. N Engl J Med, 2001;344: 1366- 1371.

5. URL:file://F:\emedicine%20-%20Cytomegalovirus%20Infection%20%20Article

%20by%20Ma.. (2004)

6. Pickering, Larry K. Red book: 2003 Report of the Committee on Infectious

Disease; ed 26. American Academy of Pediatrics. 2003; 259- 262.

7. Stagno S. Cytomegalovirus. Dalam Remington Jack S. et al. Infectious diseases of

the fetus & newborn infant; ed 4. WB Saunders Company. 1995; 312- 346.

14