referat chf fix

40
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul dengan atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan afterload. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian pada pasien. Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan. Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung kronis dekompensasi, gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung, diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 - 3,7 perseribu penderita pertahun. Kejadian gagal jantung akan meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung. 1.2 Batasan Masalah 1

Upload: feiky-herfandi

Post on 27-Oct-2015

755 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

chf congestive heart failure referat gagal jantung kongestif

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi dapat

memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul dengan atau

tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi

diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan

afterload. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian pada pasien.

Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan.

Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung kronis

dekompensasi, gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan

penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung, diperkirakan hampir

lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki.

Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 - 3,7 perseribu penderita

pertahun. Kejadian gagal jantung akan meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya

usia harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark miokard

mengakibatkan perbaikan harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung.

1.2 Batasan Masalah

Pembahasan referat ini agar mengetahui tentang definisi, epidemiologi, etiologi,

patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan,

komplikasi, serta prognosis dari gagal jantung kongestif.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca mengenai gagal

jantung kongestif dan sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di bagian

Penyakit Dalam RSUP dr. M. Djamil, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.

1

1.4 Metode Penulisan

Referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk ke berbagai

literatur.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi dan Fisiologi Jantung

Secara anatomi ukuran jantung sangatlah variatif. Beberapa referensi, ukuran

jantung manusia mendekati ukuran kepalan tangan atau dengan ukuran panjang kira-kira

5" (12cm) dan lebar sekitar 3,5" (9cm). Jantung terletak di belakang tulang sternum,

tepatnya di ruang mediastinum diantara kedua paru-paru dan bersentuhan dengan

diafragma. Bagian atas jantung terletak dibagian bawah sternal notch, 1/3 dari jantung

berada disebelah kanan dari midline sternum, 2/3 nya disebelah kiri dari midline

sternum. Sedangkan bagian apek jantung di interkostal ke-5 atau tepatnya di bawah

puting susu sebelah kiri. Jantung di bungkus oleh sebuah lapisan yang disebut lapisan

perikardium, di mana lapisan perikardium ini di bagi menjadi 3 lapisan, yaitu lapisan

fibrosa, lapisan parietal dan lapisan visceral.

Jantung dibagi menjadi 2 bagian ruang, yaitu : Atrium (serambi) dan Ventrikel

(bilik). Karena atrium hanya memompakan darah dengan jarak yang pendek, yaitu ke

ventrikel, maka otot atrium lebih tipis dibandingkan dengan otot ventrikel. Ruang atrium

dibagi menjadi 2, yaitu atrium kanan dan atrium kiri, demikian halnya dengan ruang

ventrikel, dibagi lagi menjadi 2 yaitu ventrikel kanan dan ventrikel kiri.

Secara skematis, urutan perjalanan darah dalam sirkulasinya pada manusia, yaitu :

Darah dari seluruh tubuh – bertemu di muaranya pada vena cava superior dan inferior

pada jantung – bergabung di Atrium kanan – masuk ke ventrikel kiri – arteri pulmonalis

3

ke paru – keluar dari paru melalui vena pulmonalis ke atrium kiri (darah yang kaya O2) –

masuk ke ventrikel kiri, kemudian dipompakan kembali ke seluruh tubuh melalui aorta.

Keluar masuknya darah, ke masing-masing ruangan, dikontrol juga dengan peran 4 buah

katup di dalamnya, yaitu :

1. Katup trikuspidal (katup yang terletak antara atrium kanan dan ventrikel kanan).

2. Katup mitral (katup yang terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri).

3. Katup pulmonalis (katup yang terletak antara ventrikel kanan ke arteri pulmonalis).

4. Katup aorta (katup yang terletak antara ventrikel kiri ke aorta).

Arteri koroner adalah arteri yang bertanggung jawab dengan jantung sendiri,karena

darah bersih yang kaya akan oksigen dan elektrolit sangat penting sekali agar jantung

bisa bekerja sebagaimana fungsinya. Apabila arteri koroner mengalami pengurangan

suplainya ke jantung atau yang di sebut dengan ischemia, ini akan menyebabkan

terganggunya fungsi jantung sebagaimana mestinya. Apalagi arteri koroner mengalami

sumbatan total atau yang disebut dengan serangan jantung mendadak atau miokardiac

infarction dan bisa menyebabkan kematian. Begitupun apabila otot jantung dibiarkan

dalam keadaan iskemia, ini juga akan berujung dengan serangan jantung juga atau

miokardiac infarction. Arteri koroner adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik,

dimana muara arteri koroner berada dekat dengan katup aorta atau tepatnya di sinus

valsava. Arteri koroner dibagi dua,yaitu: Arteri koroner kanan dan Arteri koroner kiri.2

II.2 Definisi gagal jantung

Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis yang kompleks yang disebabkan oleh

kelainan struktur dan fungsional jantung sehingga terjadi gangguan pada ejeksi dan

pengisian. Pada keadaan ini jantung tidak lagi mampu memompa darah secara cukup ke

jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.

Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah

dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan

nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal

memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau

kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.

II.3 Etiologi

Ada beberapa penyebab dimana fungsi jantung dapat terganggu. Yang paling sering

menyebabkan kemunduran dari fungsi jantung adalah kerusakan atau berkurangnya

4

kontraktilitas otot jantung, iskemik akut atau kronik, meningkatnya resistensi vaskuler

dengan hipertensi, atau adanya takiaritmia seperti atrial fibrilasi (AF).

Penyakit jantung koroner adalah yang paling sering menyebabkan penyakit

miokard, dan 70% akan berkembang menjadi gagal jantung. Masing -masing 10% dari

penyakit jantung katup dan kardiomiopati akan menjadi gagal jantung juga.

Penyebab dari gagal jantung dapat diklasifikasikan berdasarkan gagal jantung kiri

atau gagal jantung kanan dan gagal low output atau high output.

Tabel 1. Penyebab gagal jantung

Jantung kiri primer

Penyakit jantung iskemik

Penyakit jantung hipertensi

Penyakit katup aorta

Penyakit katup mitral

Miokarditis

Kardiomiopati

Amyloidosis jantung 7

Jantung kanan primer

Gagal jantung kiri

Penyakit pulmonari kronik

Stenosis katup pulmonal

Penyakit katup trikuspid

Penyakit jantung kongenital

(VSD,PDA)

Hipertensi pulmonal

Embolisme paru masif7

Gagal output rendah

Kelainan miokardium

Penyakit jantung iskemik

Kardiomiopati

Amyloidosis

Aritmia

Peningkatan tekanan

pengisian

Hipertensi sistemik

Stenosis katup

Semua menyebabkan gagal

ventrikel kanan disebabkan

penyakit paru sekunder

Gagal output tinggi

Inkompetensi katup

Anemia

Malformasi arteriovenous

Overload volume plasma

Sumber: Concise Pathology 3rd Edition

5

Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :

1.      Kelainan otot jantung

Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan

menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi

otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau

inflamasi.

2.      Aterosklerosis koroner

mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot

jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark

miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.

Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung

karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan

kontraktilitas menurun.

3.      Hipertensi sistemik atau pulmonal 

Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi

serabut otot jantung (peningkatan afterload), mengakibatkan hipertropi serabut otot

jantung. Efek tersebut (hipertropi miokard) dianggap sebagai kompensasi karena

meningkatkan kontraktilitas jantung, karena alasan yg tidak jelas hipertropi otot jantung

dapat berfungsi secara normal, akhirnya terjadi gagal jantung.

4.      Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, 

berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut

jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

5.      Penyakit jantung lain

Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya,

yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang biasanya terlibat

mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner),

ketidak mampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif

konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load.

6.      Faktor sistemik

Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya

gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal : demam, tirotoksikosis ),

hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi

kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai

6

oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektrolit

dapat menurunkan kontraktilitas jantung

II.4 Klasifikasi

Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan New York Heart Association (NYHA).

Tabel 2. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan NYHA

Klasifikasi Fungsional NYHA

(Klasifikasi berdasarkan Gejala dan Aktivitas Fisik)

Kelas I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari – hari tidak

menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas

II

Sedikit pembatasan aktivitas fisik. Berkurang dengan istirahat, tetapi

aktivitas sehari – hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas

III

Adanya pembatasan yang bermakna pada aktivitas fisik. Berkurang dengan

istirahat, tetapi aktivitas yang lebih ringan dari aktivitas sehari – hari

menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas

IV

Tidak dapat melakukan aktivitas sehari – hari tanpa adanya kelelahan.

Gejala terjadi pada saat istirahat. Jika melakukan aktivitas fisik, keluhan

akan semakin meningkat.

Klasifikasi Derajat Gagal Jantung berdasarkan American College of Cardiology dan

American Heart Association.

Tabel 3. Tahapan Gagal Jantung berdasarkan ACC/AHA

Tahapan Gagal Jantung berdasarkan ACC/AHA

(Derajat Gagal Jantung berdasarkan struktur dan kerusakan otot jantung)

Tahap A Risiko tinggi berkembang menjadi gagal jantung, tidak ada dijumpai

abnormalitas struktural dan fungsional, tidak ada tanda atau gejala.

Tahap B Berkembangnya kelainan struktural jantung yang berhubungan erat

dengan perkembangan gagal jantung, tetapi tanpa gejala atau tanda.

Tahap C Gagal jantung simptomatik berhubungan dengan kelainan struktural

7

jantung.

Tahap D Kelainan struktural jantung yang berat dan ditandai adanya gejala

gagal jantung saat istirahat meskipun dengan terapi yang maksimal.

Gagal jantung secara umum juga dapat diklasifikasikan menjadi gagal jantung akut

dan gagal jantung kronik.

1. Gagal jantung akut, didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau tanda akibat

fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya penyakit

jantung sebelumnya. Disfungsi jantung dapat berupa disfungsi sistolik atau disfungsi

diastolik. Irama jantung yang abnormal, atau ketidakseimbangan preload dan afterload

dan memerlukan pengobatan segera. Gagal jantung akut dapat berupa serangan baru

tanpa ada kelainan jantung sebelumnya atau dekompensasi akut dari gagal jantung

kronis.

2. Gagal jantung kronik, didefinisikan sebagai sindrom klinik yang kompleks yang

disertai keluhan gagal jantung berupa sesak nafas, lelah, baik dalam keadaan istirahat

atau aktivitas, edema serta tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan

istirahat.

II.5 Patofisiologi

Gagal jantung dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu :

(1) gangguan kontraktilitas ventrikel,

(2) meningkatnya afterload, atau

(3) gangguan pengisian ventrikel.

Gagal jantung yang dihasilkan dari abnormalitas pengosongan ventrikel (karena

gangguan kontraktilitas atau kelebihan afterload) disebut disfungsi sistolik, sedangkan

gagal jantung yang dikarenakan oleh abnormalitas relaksasi diastol atau pengisian

ventrikel disebut disfungsi diastolik.

Pada dasarnya terdapat perbedaan antara gagal jantung sistolik dengan gagal

jantung diastolik. Gagal jantung sistolik disebabkan oleh meningkatnya volume,

gangguan pada miokard, serta meningkatnya tekanan. Sehingga pada gagal jantung

sistolik, stroke volume dan cardiac output tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh

secara adekuat. Sementara itu gagal jantung diastolik dikarenakan meningkatnya

kekakuan pada dinding ventrikel.

8

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-

keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas

miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi

aorta dan cacat septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana

terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun

pada infark miokardium dan kardiomiopati.

Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanan

sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik dan infeksi paru-paru

dan emboli paru-paru. Penanganan yang efektif terhadap gagal jantung membutuhkan

pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme fisiologis dan penyakit yang

mendasarinya, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang memicu terjadinya gagal jantung.

Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung

akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang

efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup dan

meningkatkan volume residu ventrikel.

Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan

kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonal meningkatkan tahanan terhadap ejeksi

ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan

terjadi pada jantung kanan, dimana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.

Jantung mengkompensasi dengan cara meningkatkan kekuatan kontraksi,

meningkatkan ukuran, memompa lebih kuat, dan menstimulasi ginjal untuk mengambil

natrium dan air. Penggunaan sistem secara berlebihan untuk mengkompensasi tersebut

menyebabkan kerusakkan pada ventrikel dan terjadi remodeling.

Pada pasien CHF terjadi peningkatan level norefinefrine, angiotengsin II,

aldosteron, endotelin, dan vasopressin. Kesemuanya ini adalah faktor neurohormonal

yang meningkatkan stres hemodinamik pada ventrikel yang menyebabkan retensi

natrium dan vasokonstriksi periferal. Simptom yang ketiga terjadi kelelahan, nafas

pendek, dan retensi air. Nafas pendek (dyspnea) menjadi lebih parah dan terjadi saat

istirahat (orthopnea) atau pada malam hari (proxymal nocturnal dyspnea). Retensi air

terjadi pada paru-paru (kongesti) atau odema periferal.

9

Beberapa mekanisme kompensasi alami terjadi pada pasien gagal jantung untuk

membantu mempertahankan tekanan darah yang adekuat untuk memompakan darah ke

organ – organ vital. Mekanisme tersebut adalah (1) mekanisme Frank-Straling, (2)

neurohormonal, dan (3) remodeling dan hipertrofi ventrikular.

1. Mekanisme Frank-Starling

meningkatkan stroke volume berarti terjadi peningkatan volume ventricular

end-diastolik. Bila terjadi peningkatan pengisian diastolik, berarti ada peningkatan

peregangan dari serat otot jantung, lebih optimal pada filamen aktin dan miosin, dan

resultannya meningkatkan tekanan pada kontraksi berikutnya. Pada keadaan normal,

mekanisme Frank-Starling mencocokan output dari dua ventrikel.

Pada gagal jantung, mekanisme Frank-Starling membantu mendukung cardiac

output. Cardiac output mungkin akan normal pada penderita gagal jantung yang

sedang beristirahat, dikarenakan terjadinya peningkatan volume ventricular end-

diastolic dan mekanisme Frank-Starling. Mekanisme ini menjadi tidak efektif ketika

jantung mengalami pengisian yang berlebihan dan serat otot mengalami peregangan

yang berlebihan

Hal penting yang menentukan konsumsi energi otot jantung adalah ketegangan

dari dinding ventrikular. Pengisian ventrikel yang berlebihan menurunkan ketebalan

dinding pembuluh darah dan meningkatkan ketegangan dinding pembuluh darah.

Peningkatan ketegangan dinding pembuluh darah akan meningkatkan kebutuhan

oksigen otot jantung yang menyebabkan iskemia dan lebih lanjut lagi adanya

gangguan fungsi jantung.

2. Neurohumeral

a. Sistem saraf adrenergik

Pasien dengan gagal jantung terjadi penurunan curah jantung dikenali oleh

baroreseptor di sinus caroticus dan arcusaorta, kemudian dihantarkan ke medulla

melalui nervus IX dan X, kemudian mengaktivasi sistem saraf simpatis, aktivasi

sistem saraf simpatis ini akan menaikkan kadar norepinefrin (NE). Hal iniakan

meningkatkan frekuensi denyut jantung, meningkatkan kontraksi jantung serta

vasokonstriksi arteri dan vena sistemik.

b. Sistem renin angiotensin aldosteron

10

Curah jantung yang menurun, akan terjadi aktivasi sistem renin-

angiotensin aldosteron berkurangnya natrium terfiltrasi yang mencapai makula

densa tubulus distal, dan meningkatnya stimulasi simpatis ginjal, memicu

peningkatan pelepasan renin dari apparatus juxtaglomerular. Renin memecah

empat asam amino dari angiotensinogen I, dan Angiotensin -converting enzyme

akan melepaskan dua asam amino dari angiotensin I menjadi angiotensin II.

Angiotensin II berikatan dengan 2 protein G menjadi angiotensin tipe 1, aktivasi

reseptor angiotensin I akan mengakibatkan vasokonstriksi, pertumbuhan sel, sekresi

aldosteron dan pelepasan katekolamin, sementara AT2 akan menyebabkan

vasodilatasi, inhibisi pertumbuhan sel, natriuresis dan pelepasan bradikinin.

11

Gambar sistem renin-angiostensin-aldosteron

c. Stres oksidatif

Pada pasien gagal jantung terdapat peningkatan kadar reactive oxygen

species (ROS).Peningkatan ini dapat diakibatkan oleh rangsangan dari ketegangan

miokardium, stimulasi neurohormonal (angiotensin II, aldosteron, agonis alfa

adrenergik, endothelin-1) maupun sitokin inflamasi (tumor necrosis factor,

interleukin-1). Efek ROS ini memicu stimulasi hipertrofi miosit, proliferasi

fibroblast dan sintesis collagen. ROS juga akan mempengaruhi sirkulasi perifer

dengan cara menurunkan bioavailabilitas NO.

3. Remodelling dan hipertrofi ventrikular

Model neurohormonal yang telah dijelaskan diatas gagal menjelaskan

progresivitas gagal jantung. Remodeling ventrikel kiri yang progresif berhubungan

langsung dengan bertambah buruknya kemampuan ventrikel kiri di kemudian

hari. Proses remodeling mempunyai efek penting pada miosit jantung,

perubahan volume miosit dan komponen nonmiosit pada miokard serta

geometridan arsitektur ruangan ventrikel kiri.

Remodeling berawal dari adanya beban jantung yang mengakibatkan

meningkatkan rangsangan pada otot jantung. Keadaan jantung yang overload

12

dengan tekanan yang tinggi, misalnya pada hipertensi atau stenosis aorta,

mengakibatkan peningkatan tekanan sistolik yang secara parallel menigkatkan

tekanan pada sarkomer dan pelebaran pada miosit jantung, yang menghasilkan

hipertrofi konsentrik.

Jika beban jantung didominasi dengan peningkatan volume ventrikel,

sehingga meningkatkan tekanan pada diastolik, yang kemudian secara seri pada

sarkomer dan kemudian terjadi pemanjangan pada miosit jantung dan dilatasi

ventrikel kiri yang mengakibatkan hipertrofi eksentrik. Homeostasis kalsium

merupakan hal yang penting dalam perkembangan gagal jantung. Hal ini

diperlukan dalam kontraksi dan relaksasi jantung.

Gambar pola remodeling ventrikel (Medscape.com)

II.6 Gambaran klinis

Tempat kongestif tergantung dari ventrikel yang terlibat :

1. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri

Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya

gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri menurun

dengan akibat tekanan akhir diastolik dalam ventrikel kiri dan volume akhir diastolik

dalam ventrikel kiri meningkat.

13

Tanda dan gejala:

Dispnea: akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran

gas, dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau

sedang.

Ortopnea: kesulitan bernapas saat berbaring

Paroximal nokturna dispnea (terjadi bila pasien sebelumnya duduk lama dengan

posisi kaki dan tangan dibawah, pergi berbaring ke tempat tidur)

Batuk: biasa batuk kering dan basah yang menghasilkan sputum berbusa dalam

jumlah banyak kadang disertai banyak darah.

Mudah lelah: akibat cairan jantung yang kurang, yang menghambat cairan dari

sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil

katabolisme.

Kegelisahan: akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas,

dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.

2. Disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan

Gagal jantung kanan karena gangguan atau hambatan pada daya pompa

ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan menurun tanpa didahului oleh

adanya gagal jantung kiri.

Tanda dan gejala:

Edema ekstremitas bawah atau edema dependen.

Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen.

Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan status vena didalam

rongga abdomen.

Nokturna: rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi karena perfusi renal

didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring.

Lemah: akibat menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuangan

produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.

Bendungan pada vena perifer (jugularis)

Gangguan gastrointestinal (perut kembung, anoreksia dan nausea) dan asites.

Perasaan tidak enak pada epigastrium.

14

Gagal Jantung Kongestif

Bila gangguan jantung kiri dan jantung kanan terjadi bersamaan. Dalam keadaan

gagal jantung kongestif, curah jantung menurun sedemikian rupa sehingga terjadi

bendungan sistemik bersama dengan bendungan paru.

Tanda dan gejala:

Kumpulan gejala gagal jantung kiri dan kanan.

II.7 Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Kriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah digunakan secara

luas. Diagnosis gagal jantung kongestif mensyaratkan minimal dua kriteria mayor

atau satu kriteria mayor disertai dua kriteria minor, kriteria minor dapat diterima jika

kriteria minor tersebut tidak berhubungan dengan kondisi medis yang lain seperti

hipertensi pulmonal, PPOK, sirosis hati, atau sindroma nefrotik.

Kriteria mayor

1. Paroksismal nokturnal dispnea

2. Distensi vena leher

3. Ronki paru

4. Kardiomegali

5. Edema paru akut

6. Gallop S3

7. Peninggian tekanan vena jugularis

8. Refluks hepatojugular

Kriteria minor

1. Edema ekstremitas

15

2. Batuk malam hari

3. Dispnea d’effort

4. Hepatomegali

5. Efusi pleura

6. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

7. Takikardi (>120/menit)

2. Pemeriksaan Fisik

A. Tekanan darah dan Nadi

Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada HF ringan, namun

biasanya berkurang pada HF berat, karena adanya disfungsi LV berat. Tekanan nadi

dapat berkurang atau menghilang, menandakan adanya penurunan stroke volume.

Sinus takikardi merupakan tanda nonspesifik disebabkan oleh peningkatan aktivitas

adrenergik. Vasokonstriksi perifer menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian perifer

dan sianosis pada bibir dan kuku juga disebabkan oleh aktivitas adrenergik berlebih.

Pernapasan Cheyne-Stokes disebabkan oleh berkurangnya sensitivitas pada pusat

respirasi terhadap tekanan PCO2. Terdapat fase apneu, dimana terjadi pada saat

penurunan PO2 arterial dan PCO2 arterial meningkat. Hal ini merubah komposisi gas

darah arterial dan memicu depresi pusat pernapasan, mengakibatkan hiperventilasi

dan hipokapnia, diikuti rekurensi fase apnea. Pernapasan Cheyne-Stokes dapat

dipersepsi oleh keluarga pasien sebagai sesak napas parah (berat) atau napas berhenti

sementara

B. Jugular Vein Pressure

Pemeriksaan vena jugularis memberikan informasi mengenai tekanan atrium

kanan. Tekanan vena jugularis paling baik dinilai jika pasien berbaring dengan kepala

membentuk sudut 300. Tekanan vena jugularis dinilai dalam satuan cm

H2O (normalnya 5-2 cm) dengan memperkirakan jarak vena jugularis dari bidang

diatas sudut sternal. Pada HF stadium dini, tekanan vena jugularis dapat normal pada

waktu istirahat namun dapat meningkat secara abnormal seiring dengan peningkatan

tekanan abdomen  (abdominojugular reflux positif). Gelombang v besar

mengindikasikan keberadaan regurgitasi trikuspid.

C. Ictus cordis

16

Pemeriksaan pada jantung, walaupun esensial, seringkali tidak memberikan

informasi yang berguna mengenai tingkat keparahan. Jika kardiomegali

ditemukan, maka apex cordis biasanya berubah lokasi dibawah ICS V (interkostal V)

dan/atau sebelah lateral dari midclavicular line, dan denyut dapat dipalpasi hingga 2

interkosta dari apex.

D. Suara jantung tambahan

Pada beberapa pasien suara jantung ketiga (S3) dapat terdengar dan dipalpasi

pada apex. Pasien dengan pembesaran atau hypertrophy ventrikel kanan dapat

memiliki denyut Parasternal yang berkepanjangan meluas hingga systole.

S3 (atau prodiastolic gallop) paling sering ditemukan pada pasien dengan volume

overload yang juga mengalami takikardi dan takipneu, dan seringkali menandakan

gangguan hemodinamika. Suara jantung keempat (S4) bukan indicator spesifik namun

biasa ditemukan pada pasien dengan disfungsi diastolic. Bising pada regurgitasi mitral

dan tricuspid biasa ditemukan pada pasien.

E. Pemeriksaan paru

Ronchi pulmoner (rales atau krepitasi) merupakan akibat dari transudasi cairan

dari ruang intravaskuler kedalam alveoli. Pada pasien dengan edema pulmoner, rales

dapat terdengar jelas pada kedua lapangan paru dan dapat pula diikuti dengan

wheezing pada ekspirasi (cardiac asthma). Jika ditemukan pada pasien yang tidak

memiliki penyakit paru sebelumnya, rales tersebut spesifik untuk CHF. Perlu

diketahui bahwa rales seringkali tidak ditemukan pada pasien dengan CHF kronis,

bahkan dengan tekanan pengisian ventrikel kiri yang meningkat, hal ini disebabkan

adanya peningkatan drainase limfatik dari cairan alveolar. Efusi pleura terjadi karena

adanya peningkatan tekanan kapiler pleura dan mengakibatkan transudasi cairan

kedalam rongga pleura. Karena vena pleura mengalir ke vena sistemik dan pulmoner,

efusi pleura paling sering terjadi dengan kegagalan biventrikuler. Walaupun pada

efusi pleura seringkali bilateral, namun pada efusi pleura unilateral yang sering

terkena adalah rongga pleura kanan.

F. Pemeriksaan hepar dan hepatojugular reflux

Hepatomegali merupakan tanda penting pada pasien CHF. Jika ditemukan,

pembesaran hati biasanya nyeri pada perabaan dan dapat berdenyut selama systole

jika regurgitasi trikuspida terjadi. Ascites sebagai tanda lajut, terjadi sebagai

konsekuensi peningkatan tekanan pada vena hepatica dan drainase vena pada

peritoneum. Jaundice, juga merupakan tanda lanjut pada CHF, diakibatkan dari

17

gangguan fungsi hepatic akibat kongesti hepatic dan hypoxia hepatoseluler, dan

terkait dengan peningkatan bilirubin direct dan indirect.

G. Edema tungkai

Edema perifer merupakan manifestasi cardinal pada CHF, namun namun tidak

spesifik dan biasanya tidak ditemukan pada pasien yang diterapi dengan diuretic.

Edema perifer biasanya sistemik dan dependen pada CHF dan terjadi terutama pada

daerah Achilles dan pretibial pada pasien yang mampu berjalan. Pada pasien yang

melakukan tirah baring, edema dapat ditemukan pada daerah sacral (edema presacral)

dan skrotum. Edema berkepanjangan dapat menyebabkan indurasi dan pigmentasi ada

kulit.

H. Cardiac Cachexia

Pada kasus HF kronis yang berat, dapat ditandai dengan penurunan berat badan

dan cachexia yang bermakna. Walaupun mekanisme dari cachexia pada HF tidak

diketahui, sepertinya melibatkan banyak faktor dan termasuk peningkatan resting

metabolic rate; anorexia, nausea, dan muntah akibat hepatomegali kongestif dan

perasaan penuh pada perut; peningkatan konsentrasi sitokin yang bersirkulasi seperti

TNF, dan gangguan absorbsi intestinal akibat kongesti pada vena di usus. Jika

ditemukan, cachexia menandakan prognosis keseluruhan yang buruk.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana gagal

jantung telah mengganggu fungsi-fungsi organ lain seperti : hati, ginjal dan lain-lain.

Pemeriksaan hitung darah dapat menunjukan anemia, karena anemia ini merupakan

suatu penyebab gagal jantung output tinggi dan sebagai faktor eksaserbasi untuk

bentuk disfungsi jantung lainnya.

4. Pemeriksaan Penunjang

a. Radiologi/Rontgen.

Pada pemeriksaan rontgen dada ini biasanya yang didapatkan bayangan hilus

paru yang tebal dan melebar, kepadatan makin ke pinggir berkurang, lapangan paru

bercak-bercak karena edema paru, pembesaran jantung, cardio-thoragic ratio (CTR)

meningkat, distensi vena paru.

18

b. Pemeriksaan EKG.

Dari hasil rekaman EKG ini dapat ditemukan kelainan primer jantung ( iskemik,

hipertrofi ventrikel, gangguan irama ) dan tanda-tanda faktor pencetus akut ( infark

miocard, emboli paru ).

c. Ekhokardiografi.

Pemeriksaan ini untuk mendeteksi gangguan fungsional serta anatomis yang

menjadi penyebab gagal jantung

II.7 Penatalaksanaan gagal jantung kongestif

A. Terapi non farmakologi

a. Diet : Pasien gagal jantung dengan diabetes, dislipidemia atau obesitas harus

diberi diet yang sesuai untuk menurunkan gula darah, lipid darah, dan berat

badannya. Asupan NaCl harus dibatasi menjadi 2-3 g Na/hari, atau < 2 g/hari

untuk gagal jantung sedang sampai berat. Restriksi cairan menjadi 1,5-2 L/hari

hanya untuk gagal jantung berat.

b. Merokok : Harus dihentikan.

c. Aktivitas fisik olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda dianjurkan

untuk pasien gagal jantung yang stabil (NYHA kelas II-III) dengan intensitas

yang nyaman bagi pasien.

d. Istirahat : dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil.

e. Bepergian : hindari tempat-tempat tinggi dan tempat-tempat yang sangat panas

atau lembab

B. Terapi farmakologi

a. Algoritme

19

Tabel 4. Terapi Obat menurut status fungsional pasien

Tabel teraTabel 5. Terapi obat menurut NYHA

b. Jenis dan tempat obat

1. Diuretik

KELAS DAN CONTOH: KEUNTUNGAN KERUGIAN

THIAZIDES:

Hydrochlorothiazide

Indapamide

Chlorthalidone

Perananannya telah

dikembangkan dalam

pengobatan hipertensi,

khususnya pada orang-

tua.

Dihubungkan dengan

hypomagnes-aemia,

hyperuricaemia , hyper-

glycemia, atau

hyperlipidaemia.

20

LOOP DIURETICS:

Furosemide

Ethacrynic acid

Bumetamide

Mempunyai efek yang

kuat, onset cepat

Dapat menyebabkan

hypokalemia atau

hypomagnesaemia

dihubung-kan dengan

kekurang patuhan

pemakaian obat.

POTASSIUM-SPARING

DIURETICS:

Spironolactone

Amiloride

Triamterene

Hasil positif terhadap

survival tampak pada

pemakaian spirono-

lactone; menghindari

kehilangan potassium

dan magnesium

Dapat menyebabkan

hyperkalemia dan azotemia,

khususnya jika pasien juga

memakai ACE-inhibitor.

Mekanisme kerja:

Gambar 13. Mekanisme kerja diuretik

2. Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors

ACE-Inhibitors sekarang dipakai sebagai dasar (cornerstone) terapi untuk

penderita dis-fungsi sistolik, dengan tidak memandang beratnya gejala.Tetapi,dengan

pertimbangkan side effects seperti simtomatik hipotensi, perburukan fungsi ginjal,

batuk dan angioedema, maka terdapat hambatan pada pemakaiannya baik

underprescribing maupun underdosing obat tersebut, khususnya pada orang-orang tua.

Pada penelitian klinik menunjukkan bahwa hal yang menimbulkan ketakutan-ketakutan

tersebut tidak ditemui, dikarenakan obat tersebut diberikan dengan dosis yang rendah

21

dan dititrasi pelahan sampai mencapai dosis target memberi hasil yang efektif

sehingga ACE-inhibitor umumnya dapat ditolerir dengan baik.

Tabel 7. Pemakaian ACE inhibitor pada Pasien CHF

3. Angiotensin Receptor Blockers

Indikasi pemakaian angiotensin II receptor antagonists (ARAs) pada CHF

yang telah diterima saat ini adalah pada pasien-pasien yang intolerans terhadap ACE

inhibitor yang menyebabkan batuk. Manfaat ARAs pada populasi ini telah

dikembangkan CHARM-Alternative study (Candesartan in Heart failure Assessment

of reduction in Mortality and Morbidity- Alternative study). Pada penelitian ini , ARA

candesartan secara signifikan menurunkan ‘combined endpoint’ kematian

kardiovaskular ataupun hospitalisasi pasien-pasien CHF yang sebelumnya diketahui

intolerans terhadap ACE inhibitor.

Dua perbandingan langsung antara ARA dan ACE inhibitor yang dilaksanakan

pada pasien CHF. Penelitian yang lebih besar , ELITE II (the Evaluation of Losartan

in the Elderly II) melaporkan bahwa tidak ditemukan perbedaan antara pemakaian

losartan dan captopril, tetapi ’survival curve’ menunjukkan kecenderungan ‘survival’

yang lebih baik pada pemakaian ACE inhibitor. Penelitian yang di-design serupa pada

pasien gagal jantung setelah miokard infark akut OPTIMAAL (the Optimal Trial in

22

ACE inhibitor diindikasikan pada semua pasien gagal jantung sistolik, tanpa

memandang beratnya simptom.

Awali pengobatan dengan dosis yang rendah dan dititrasi sampai dosis

maksimum yang dapat ditoleris dalam 3-4 minggu.

Nasehati pasien yang sedang memakai ACE inhibitor, bahwa mungkin

mengalami batuk-batuk; keadaan ini terjadi pada 15% sampai 20% pasien yang

memakai ACE inhibitors.

Sebelum mengawali pengobatan dan selama serta setelah titrasi, periksa

Natrium ,Kalium dan Creatinine serum.

Waspada terhadap dapat terjadinya ’first-dose hypotension’ pada hiponatremia,

dosis diuretika yang tinggi, hipotensi (tekanan darah sistolik <100 mmHg)

sebelum meng-awali terapi ACE inhibitor.

Myocardial Infarction with the Angiotensin II Antagonist Losartan) melaporkan

outcome yang serupa.

VALIANT (the Valsartan in Acute Myocardial Infarction Trial), salah satu

penelitian besar pada pasien Gagal Jantung post-AMI melaporkan terdapat ‘survival

outcome’ yang identik antar 3 group pengobatan :”Valsartan (suatu ARA) dosis

tinggi”, ”Captopril dosis tinggi” dan ”Kombinasi keduanya”.

Dua penelitian besar lain (the CHARM Added Trial and the Valsartan Heart

Failure Trial [Val-Heft]) meneliti impact ‘penambahan suatu ARA pada ACE

inhibitor pada pasien CHF’. Kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa

penambahan suatu ARA dengan signifikan menurunkan risiko hospitalisasi CHF

selanjutnya; tetapi impact-nya pada mortality tidak tegas.

Kesimpulan dari penelitian-penelitian diatas bersama-sama, menunjukkan

bahwa ARAs dan ACE inhibitor bilamana dipakai dengan dosis yang ekuivalent, akan

memberi outcome yang sama, bila dipakai sebagai terapi alternatif pada pasien CHF.

Manfaat utama yang didapat dengan penggabungan terapi ini pada pasien CHF

tampaknya dalam ”penurunan hospitalisasi”

4. β Receptor Blockers

Hampir semua pengobatan ’standard’ penderita gagal jantung, mempunyai

mekanisme kerja memperbaiki hemodinamika dan simptomatik secara akut. Efek

segera dari β-bloker sebaliknya dapat memperburuk hemodinamik, kadang-kadang

menyebabkan peburukan gejala yang berat, makanya sudah sejak lama pemakaian

obat ini di-kontra-indikasikan pada pasien-pasien CHF. Meskipun demikian, bukti-

bukti bahwa pemberian secara kronik dari β-bloker memperbaiki fungsi jantung dan

menurunkan morbiditas serta mortalitas pasien CHF. Sesungguhnya bukti-bukti

pemakaian β-bloker pada pasien CHF yang ditunjukkan pada banyak randomized

controlled trials jauh lebih banyak daripada dengan trial-trial ACE inhibitor.

Tiga β-bloker yang akhir-akhir ini di-approved untuk pengobatan gagal

jantung di Australia, yaitu bisoprolol, carvedilol dan slow-release metoprolol

succinate. Setiap jenis obat tersebut telah menunjukkan penurunan mortalitas dan

hospitalisasi pasien CHF seperti ditunjukkan pada suatu trial besar placebo-controlled.

Manfaat seperti ini tidak selalu ditampakkan pada pemakaian β-bloker lain.

Cardevilol atau Metoprolol European Trial (COMET), membandingkan carvedilol

23

dan standard-release metoprolol tartrate, didapat hasil survival yang lebih baik pada

pasien-pasien yang mendapat carvedilol.

5. Additional Therapies Digitalis

Faktor keamanan dan efektifitas digoxin yang telah dipakai dalam

pengobatan gagal jantung selama 300 tahun, baru akhir-akhir ini

diketahui. Penelitian The Digitalis Investigation Group (DIG)

menunjukkan bahwa digoxin secara signifikan menurunkan hospitalisasi

pada pasien CHF yang sinus rhythm sejak awalnya dan pada pasien-pasien

CHF yang telah dengan maintenans ACE inhibitor dan diuretik. Pada

penelitian ini Digoxin mempunyai efek netral(tidak mempengaruhi)

terhadap mortalitas.Maka penelitian berdasarkan evidence based meng-

indikasikan pemakaian digoxin pada pasien CHF adalah sebagai pereda

simptom-simptom yang masih tetap ada walau sudah memakai ACE

inhibitor dan diuretika.

Dosis median harian adalah 0,25 mg/hari dan trough blood level digoxin

pada DIG study adalah 0,9 ng/mL. Terdapat bukti bahwa peningkatan

risiko intiksikasi digoxin (termasuk kematian) meningkat dengan cepat

bilamana dosis harian rata-rata melebihi 0,25 mg/hari atau bila trough

serum digoxin level melebihi 1,0 ng/mL. Pemakaian dosis maintenans

digoxin yang rendah (0,125 sampai 0,25 mg/hari) kususnya penting pada

pasien wanita dan pasien usia lanjut, dikarenakan terdapatnya penurunan

fungsi ginjal semakin bertambahnya umur.Hal ini menjadi penting

dikarenakan pada praktek klinik pasien populasi gagal jantung usia lanjut

merupakan porsi yang terbesar.Selain itu, intoksikasi digoxin pada usia

lanjut sukar dikenali. Adanya obat-obat lain yang dipakai bersamaan

(misal amiodarone, verapamil) yang dapat meningkatkan kadar serum

digoxin menyebabkan perlunya penurunan dosis maintenans.

Digoxin dapat juga dipakai untuk meng-kontrol atrial fibrillasi, yang

terdapat pada sampai sepertiga pasien CHF. Perlunya pemakaian digoxin

untuk meng-kontrol heart rate pada pasien-pasien atrial fibrilasi telah

dipertanyakan sejak ditemukannya b-bloker; tetapi pada penelitian pada

pasien CHF dan atrial fibrilasi kronis baru-baru ini menunjukkan outcome

24

yang lebih baik didapat pada pemakaian digoxin bersama carvedilol

dibandingkan dengan terapi obat tersebut sendiri-sendiri.

Komplikasi kardiovaskuler umumnya jarang terjadi, namun ini merupakan jenis

komplikasi yang sangat serius. Komplikasi yang paling serius adalah kematian tiba-tiba

(sudden death). Kematian tiba-tiba selama latihan biasanya berhubungan dengan penyakit

jantung struktural dan mekanisme yang paling umum adalah fibrilasi ventrikel. Kebanyakan

kematian karena latihan pada pasien jantung terjadi pada saat aktivitas yang melebihi latihan

normal karena kurangnya perhatian akan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh latihan.

II.8 Prognosis

CLASS SYMPTOMS 1-YEAR

MORTALITY*

I None, asymptomatic left ventricular dysfunction 5 %

II Dyspnoea or fatigue on moderate physical exertion 10 %

III Dyspneoea or fatigue on normal daily activities 10 % - 20 %

IV Dyspnoea or fatigue at rest 40 % - 50 %.

Tabel 8. New York Heart Association Classification

BAB IV

25

KESIMPULAN DAN SARAN

IV.I KESIMPULAN

Gagal jantung kongestif merupakan tahap akhir penyakit jantung yang

dapatmenyebabkan meningkatnya mortalitas dan morbiditas penderita penyakit jantung.

Sangat penting untuk mengetahui gagal jantung secara klinis. Penatalaksanaan meliputi

penanganannon medikamentosa, dan obat ± obatan serta dengan menggunakan terapi invasif.

Meskipun pengobatan farmakologis dan operatif yang saat ini tersedia untuk pasien CHF

dapat memperpanjang dan memperbaiki kualitas hidup, prognosis keseluruhan dari pasien

CHF masih tetap buruk. Dikarenakan proporsi pasien usia lanjut diperkirakan akan terus

meningkat dalam dekade mendatang , CHF diperkirakan juga akan menjadi mayor epidemik.

Jadi, untuk pasien-pasien CHF sangat memerlukan pendekatan terapi baru yang dapat

dipergunakan secara individual, yang akan meningkatkan kualitas hidup dan

mengurangi beban ekonomi pada masyarakat. Pengobatan efektif terhadap antecedent utama

CHF-seperti hipertensi, ischaemic heart disease dan diabetes- mungkin merupakan

kunci pencegahan terhadap perburukan penyakit tersebut.

IV.2 SARAN

Dispnea dan fatigue merupakan gejala kardinal CHF, adanya ortopnea,

paroxysmalnocturnal dyspnea dan edema sekitar mata kaki akan lebih menegaskan diagnosa

dugaan gagal jantung. Banyak penderita CHF hanya menunjukkan sedikit tanda-tanda

klinis; pergeseran ictus cordis mungkin merupakan tanda kardiomegali yang paling

terpercaya. Semua pasien tersangka gagal jantung harus menjalani pemeriksaan standar yang

terdiri dari: pemeriksaan darah, EKG dan foto thoraks; penderita-penderita yang didiagnosa

klinis sebagai gagal jantung harus menjalani pemeriksaan echocardiogram.

DAFTAR PUSTAKA

26

1. Sylvia Anderson Price, RN, Phd; Lorraine Mccarty Wilson, RN, PhD. 2005.

Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. EGC: Jakarta

2. Huon H.Gray; Keith D. Dawkins, John M.Morgan; dkk. 2003.Lecture Notes Kardiologi.

Erlangga : Jakarta

3. Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed. V. Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.

4. Dickstain A, Filippatos G, Cohen SA, et al. 2008. Guidelines for the diagnosis and

treatment of acute and chronic heart failure . European heart journal.

5. http://emedicine.medscape.com/article/163062-overview . Di akses 23 Juli

2012

6. Katzung BG. Farmakologi Dasar Klinik. Salemba Medika. 2001

27