referat arv zmir

48
PENDAHULUAN HIV (Human Immunodeficiancy Virus) yang ditemukan tahun 1981 di Afrika ini merupakan virus penyebab dari AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) yang tergolong sebagai virus RNA. Target sel dari virus ini adalah semua sel sistem imun atau sistem saraf sentral (SSS) yang mengandung reseptor CD4 dan co-reseptor yang sesuai, misalnya limfosit T, T helper, monosit, macrofag, eosinofil, sel dendrit dari SSS, dan sel microglia dari sistem saraf sentral. 1,4 AIDS adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala penyakit infeksi oportunistik atau kanker tertentu akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh karena infeksi dari HIV. Karena kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena berbagai infeksi dari jamur, bakteri, jamur, parasit, virus tertentu yang bersifat oportunis, bahkan keganasan seperti sarkoma Kaposi, dan limfoma yang hanya menyerang otak. 2,3 Epideminya makin luas di kalangan pemakai obat intravena secara bergantian, pasangan seksual yang bergantian, dan kaum homoseksual. Sekarang penyakit ini bahkan sudah ada di tengah masyarakat luas, sepanjang jalan, pantai, sungai, desa – desa, dan kota besar / kecil. AIDS digolongkan dalam penyakit menular seksual dikarenakan penularannya sebagian besar oleh karena hubungan seksual. 4 1

Upload: septian88cahyo

Post on 29-Dec-2014

27 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

tegal laka-laka

TRANSCRIPT

Page 1: Referat ARV Zmir

PENDAHULUAN

HIV (Human Immunodeficiancy Virus) yang ditemukan tahun 1981 di Afrika ini

merupakan virus penyebab dari AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) yang

tergolong sebagai virus RNA. Target sel dari virus ini adalah semua sel sistem imun atau

sistem saraf sentral (SSS) yang mengandung reseptor CD4 dan co-reseptor yang sesuai,

misalnya limfosit T, T helper, monosit, macrofag, eosinofil, sel dendrit dari SSS, dan sel

microglia dari sistem saraf sentral.1,4

AIDS adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala penyakit infeksi oportunistik

atau kanker tertentu akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh karena infeksi dari HIV.

Karena kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena berbagai infeksi dari

jamur, bakteri, jamur, parasit, virus tertentu yang bersifat oportunis, bahkan keganasan

seperti sarkoma Kaposi, dan limfoma yang hanya menyerang otak.2,3

Epideminya makin luas di kalangan pemakai obat intravena secara bergantian,

pasangan seksual yang bergantian, dan kaum homoseksual. Sekarang penyakit ini bahkan

sudah ada di tengah masyarakat luas, sepanjang jalan, pantai, sungai, desa – desa, dan

kota besar / kecil. AIDS digolongkan dalam penyakit menular seksual dikarenakan

penularannya sebagian besar oleh karena hubungan seksual.4

Di Indonesia sejak tahun telah terjadi peningkatan jumlah ODHA pada kelompok

orang berprilaku risiko tinggi tertular HIV yaitu penjaja seks komersial dan penyalah

guna NAPZA suntikan di beberapa provinsi seperti DKI Jakarta, Riau, Bali, Jawa Barat

dan Jawa Timur sehingga provinsi tersebut tergolong sebagai daerah dengan tingkat

epidemi terkonsentrasi (concentrated level of epidemic). Tanah Papua sudah memasuki

tingkat epidemi meluas (generalized epidemic). Hasil estimasi tahun 2009, di Indonesia

terdapat 186.000 orang dengan HIV positif.10

AIDS adalah suatu penyakit yang kronik, progressive, dan sangat berbahaya

karena dapat menimbulkan banyak komplikasi infeksi oportunis yang dapat

menyebabkan kematian, oleh karena itu penting halnya untuk tahu bagaimana

patogenesis dari virus HIV dalam menginfeksi tubuh manusia. Dengan diketahuinya

patogenesis dari virus HIV, obat untuk mengatasi virulensi dari virus HIV pun makin

1

Page 2: Referat ARV Zmir

dikembangkan. Namun obat – obatan yang dikembangkan saat ini masih belum bisa

untuk menyembuhkan penderita HIV dengan sempurna. Oleh karena itu obat – obatan

yang dikenal sebagai “Anti Retro Viral Drugs (ARV)” ini masih dikembangkan dan perlu

banyak penelitian lebih lanjut. 1,2,3

HUMAN IMMUNODEFICIENY VIRUS

2

Page 3: Referat ARV Zmir

MORFOLOGI HIV

HIV (Human Immunodeficieny Virus) tergolong dalam famili retrovirus manusia

(Retroviridae) dan subfamili lentivirus. Virus HIV dibedakan menjadi 2 grup yakni HIV-

1 dan HIV-2, yang menyebabkan efek sitopatik baik secara langsung maupun tidak

langsung. Yang paling banyak menyebabkan penyakit, khususnya di United States adalah

HIV-1 yang meliputi berbagai subtipe dengan perbedaan distribusi geografik. Baik HIV-

1 maupun HIV-2 dapat menyebabkan AIDS pada manusia.5

Secara morfologi HIV memiliki diameter 100 – 150 nm dan berbentuk sferis

hingga oval karena bentuk selubung (envelope) yang menyelimuti partikel virus (core).

Selubung (envelope) virus berasal dari membran sel inang yang sebagian besar tersusun

dari lipid.6 Dan pada selubung terdapat glikoprotein yang menonjol – nonjol dari

membran sel. Glikoprotein yang menonjol – nonjol di envelope virus ini terdiri dari

gp120 dan gp41 yang berperan sebagai reseptor untuk melekat (binding) pada reseptor

pada membran sel inang. Gp41(glikoprotein 41) menembus lapisan fosfolipid virus dan

menjadi bagian dari reseptor membran virus, sedangkan gp120 (glikoprotein 120)

3

Page 4: Referat ARV Zmir

merupakan akhir dari batang gp41. Pada bagian dalam membran virus terdapat protein

matriks yang disebut p17. Lebih dalam lagi terdapat kapsid protein menyelubungi

komponen primer / inti (core) dari virus yang penting dalam replikasi virus yang disebut

p24. Di dalam inti terdapat 2 untaian RNA yang identik dengan enzim reverse

transcriptase, integrase, dan protease. Enzim reverse transcriptase berperan dalam

mengubah RNA virus menjadi DNA. Integrase mengintegrasikan DNA virus ke DNA

kromosom dari sel inang, juga memodifikasi protein virus menjadi bentuk yang dapat

digunakan. 1,2

Pada HIV terdapat protein gen – gen tambahan dibandingkan dengan jenis

retrovirus lainnya yang hanya memiliki 3 gen (gag, pol, dan env). Protein gen HIV terdiri

dari protein struktural (Gag, Pol, Env), protein regulator (Tat, Rev) dan gen aksesoris

(Vpu hanya pada HIV-1, Vpx hanya pada HIV-2, Vpr, Vif, dan nef). Adapun protein

kecil HIV yang punya banyak fungsi, nef (necessary and enforcing factor), yang

berperan agar virus dapat menghindari respon imun. Fungsi nef yang diketahui sampai

saat ini adalah downregulasi permukaan sel sehingga reseptor CD4 mengalami degradasi,

downregulasi molekul MHCI (Major Histocompatibility Class I). Dengan makin

sedikitnya reseptor CD4 dan molekul MHCI, virus dapat berproliferasi tanpa risiko

mendapat serangan dari respon imun intrasel maupun ekstrasel. Nef juga berperan dalam

memberi sinyal dan aktivasi produksi virus, dan meningkatkan daya infeksi dari virus

dengan menghancurkan barrier sel seperti mendegradasi proteosom saat insersi virus ke

dalam sel inang (host). Inilah yang menyebabkan progresivitas dari penyakit AIDS.

Dapat dikatakan tanpa adanya nef, progresivitas penyakit AIDS tidak mungkin terjadi.1

TARGET SEL

Target sel dari HIV adalah semua sel sistem imun atau sistem saraf sentral (SSS)

yang mengandung reseptor CD4 dan co-reseptor (chemokine receptor) yang sesuai pada

mebran plasma. Contohnya adalah limfosit T (co-reseptor CCR5), sel T (co-reseptor

CXCR4), monosit dan macrofag (co-reseptor CCR5), eosinofi, sel dendrit SSS (co-

reseptor CCR5), sel mikroglia SSS.1

SIKLUS HIV

4

Page 5: Referat ARV Zmir

Replikasi HIV memerlukan 6 tahap yang harus dilalui yakni :

1. Penggabungan dengan sel inang ( binding ) dan masuknya virus 1,5,7

Reseptor gp120 HIV berhubungan dengan reseptor CD4 dari sel

sistem imn atau SSS. Untuk menyelesaikan ‘binding’, kompleks gp120

berubah bentuknya sesuai dengan reseptor chemokine yang sesuai (misal

CCR5 atau CCXR4) yang juga harus dihubungkan. Hubungan dari kedua

reseptor ini (gp120 dengan reseptor CD4 dan chemokine ) dapat membuat

virus dengan aman menyatukan gp41 dengan membran sel inang sehingga

penyatuan selubung virus (envelope) dengan membran sel inang (fusion)

pun terjadi dan kapsid dari virus masuk ke dalam sitoplasma sel inang.

2. Pelepasan kapsid virus (uncoating) 1,5,7

Setelah kapsid virus hancur, 2 untai RNA, enzim reverse

transcriptase, integrase, dan protease dilepaskan dalam sitoplasma.

3. Transkripsi terbalik (reverse transcription) 1,5,7

Dengan bantuan enzim reverse transcriptase, dibuatlah komplemen

provirus berupa DNA double-helix (cDNA) yang merupakan kopi dari

RNA virus yang asli.

Integrase kemudian memotong dinukleotida guanine-thymine dari

3 rantai terakhir dari rantai panjang cDNA. Preintegration complex (PIC)

terdiri dari cDNA, integrase, protein matriks, viral protein R (Vpr), dan

protein sel inang ke dalam nukleus. Mekanisme pasti dari transport ke

membran nukleus masih belum diketahui, mungkin microtubule-actin

network yang berperan berdasarkan penelitian yang ada.

4. Integrasi ke DNA sel host 1,5,7

Dalam nukleus, integrase mengontrol penggabungan dari rantai 3-

hydroxyl provirus ke rantai 5-fosfat akhir DNA sel host. Kemudian

susunan provirus-DNA host dirapikan oleh enzim dari DNA host sendiri

dan berakhirlah proses integrasi.

5. Sintesis protein dari virus (envelope protein) 1,5

5

Page 6: Referat ARV Zmir

Enzim RNA polimerase dari host mentranskripsi genome dari virus

menjadi molekul RNA, pada tempat yang dinamakan long-terminal repeat

(LTR). Dalam proses ini faktor transkripsi pun berperan untuk

memastikan transkripsi RNA virus dari kompleks DNA host, salah

satunya adalah NF-KB (nuclear factor kappa-light-enhancer of activated

B-cells). Adapun transcriptional activator (Tat), suatu protein virus yang

sudah ada membantu dalam transkripsi mRNA dengan memperpanjang

copy dari genome virus dan mengontrol transkripsi. Tanpa Tat, mRNA

virus akan menjadi pendek. Dan Tat ini akan aktif saat NF-KB bergabung

dengan LTR.

RNA virus yang sudah ditranskripsi akan dibelah menjadi bagian

yang lebih kecil dan menjadi mRNA, atau dapat juga dalam keadaan tidak

terbelah. Rev, protein virus membantu dalam mengeluarkan RNA virus

dari nucleus. Dan ribosome dari sel host akan menerjemahkan mRNA

menjadi protein – protein virus. Protease yang dilepaskan dalam

sitoplasma waktu virus mengalami uncoating tadi akan membelah untaian

yang sudah diterjemahkan untuk menyelesaikan sintesis dari gp120, gp41,

p24, p17 dan protein – protein virus lainnya.

Sepasang RNA yang tidak terbelah dan mengandung genome HIV

sepenuhnya akan dibawa bersama dengan enzim replikasi dan protein

ketika di sitoplasma sel host. Kapsid virus akan dibentuk oleh protein p24.

Protein p17 akan berkumpul di bawah membran plasma sel host dan

membentuk matriks protein virus. Komponen – komponen ini (kapsid,

matriks, gp120, gp41) akan membentuk virus yang masih belum matang

yang akan menonjol di membran plasma sel host dan siap untuk

dilepaskan.

6. Eksositosis dari sel host 1,5

Virus yang belum matang ini akan dilepaskan ke ekstraseluler dari

sel host dengan evaginasi dari membran plasma sel host.

6

Page 7: Referat ARV Zmir

Kemudian setelah keluar, virus akan menjadi matang saat berada di ekstrasel dan

siap untuk menginfeksi sel lain.

7

Page 8: Referat ARV Zmir

ANTI RETRO VIRAL DRUGS

Obat antiretroviral (ARV) adalah pengobatan infeksi dari retrovirus, khususnya

HIV. Ketika beberapa obat, 3 atau 4 dikombinasikan, dapat disebut sebagai Highly Active

Antiretroviral Therapy atau HAART. American National Institutes of Health dan

organisasi lain merekomendasikan penawaran pengobatan antiretroviral untuk semua

pasien AIDS. Karena kekompleksan akan memilih dan mengikuti regimen, efek samping

yang berat, dan pentingnya untuk mencegah resistensi virus.9

KLASIFIKASI

Obat – obat ARV dapat dibagi menjadi 5 yakni Nucleoside Reverse Transcriptase

Inhibitor (NRTIs), Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTIs), Protease

Inhibitor (PIs), Entry / Fusion Inhibitor (EIs / PIs), Integrase Strand Trasfer Inhibitor

(INSTIs). Sebagaimana telah dibahas sebelumnya mengenai proses replikasi virus, obat –

obat ARV ini bekerja untuk menghambat proses replikasi virus pada tahap masing –

masing yang berbeda.1

Berikut adalah tabel pengelompokan obat – obatan ARV, tahun penerimaan oleh FDA, contoh (dengan nama generik), dan mekanisme kerjanya

Klasifikasi obat

ARV

Pertama kali

diterima

oleh FDA

USA

Contoh (Nama Generik) Mekanisme kerja

Nucleoside

Reverse

Transcriptase

Inhibitors (NRTIs)

1987 lamivudine, abacavir,

zidovudine, stavudine,

didanosine, tenofovir,

emtricitabine

Menghambat proses

reverse transcription

dengan mengisi nukleotida

yang salah ke untai DNA

virus yang menghasilkan

terminasi dari DNA

8

Page 9: Referat ARV Zmir

Non-Nucleoside

Reverse

Transcriptase

Inhibitors

(NNRTIs)

1997 delavirdine, efavirenz,

etravirine, nevirapine

Menghambat enzim reverse

trascriptase dengan

bergabung secara langsung

ke enzim dan

mempengaruhi fungsi dari

enzim tersebut

Protease

Inhibitors (PIs)

1995 amprenavir, fosamprenavir,

atazanavir, darunavir,

indinavir, nelfinavir,

ritonavir, saquinavir,

tipranavir, lopinavir/ritonavir

Menghalangi pembentukan

virus dengan menghambat

enzim protease

Entry/Fusion

Inhibitors (EIs/FIs)

2003/2007 enfuvirtide, maraviroc Menghambat infeksi HIV

dari penggabungan atau

masuk ke dalam sel host

dengan memblok reseptor

Integrase Strand

Transfer Inhibitors

(INSTIs)

2007 raltegravir Menghambat integrasi dari

DNA virus ke DNA sel host

EFEK SAMPING OBAT ARV

AIDS adalah penyakit yang kronik dan progresif, sehingga pengobatannya yang

hanya bersifat menghambat progresifitas pun memerlukan waktu yang sangat lama /

dalam jangka panjang, oleh karena itu penting untuk diketahui efek samping dari obat –

obat dari ARV itu sendiri. Hal ini dapat berpengaruh dalam menentukan kualitas hidup

seorang penderita AIDS. Berikut adalah efek – efek samping dari obat ARV berdasarkan

klasifikasinya.1

9

Page 10: Referat ARV Zmir

Efek Samping Deskripsi Gejala dan Tanda Associated

Drug Class

Dislipidemi Peningkatan lipid dalam

peredaran darah, dapat

menyebabkan penyakit

jantung dan pancreatitis

Tidak ada gejala maupun

tanda

NRTIs,

NNRTIs, PIs

Hepatotoksik Kondisi spesifik :

Hepatitis – peradangan

dari hepar

Nekrosis hepar – kematian

dari sel hepar

Steatosis hepar – terlalu

banyaknya lemak pada

hati, mungkin terkait

dengan asidosis laktat

Mual, muntah, nyeri abdomen,

hilang nafsu makan, diare,

pusing, lemah, ikterik,

hepatomegali

NRTIs,

NNRTIs, PIs

Hiperglikemi Peningkatan kadar gula

darah sehubungan dengan

resistensi insulin atau bila

pankreas tidak membuat

insulin yang cukup

Peningkatan frekwensi buang

air kecil, haus dan lapar yang

berlebih, kehilangan berat

badan yang tidak dapat

dijelaskan

PIs

Asidosis Laktat Kondisi yang mengancam

nyawa yang disebabkan

penumpukan asam laktat

dalam aliran darah yang

lebih cepat dibandingkan

penghilangannya

Mual yang persisten, muntah,

nyeri perut, capek yang tidak

dapat dijelaskan, nafas yang

pendek dan cepat,

pembesaran hati, kaki dan

tangan menjadi dingin / biru,

denyut jantung abnormal,

kehilangan berat badan

NRTIs

Lipodistrofi Juga disebut redistribusi

lemak. Gangguan dalam

proses produksi,

penggunaan, dan

Akumulasi lemak pada leher

belakang dan bahu atas

(“buffalo hump”), payudara,

abdomen (“protease paunch”

NRTIs,

NNRTIs,

PIs, INSTIs

10

Page 11: Referat ARV Zmir

penyimpanan lemak tubuh atau “crixivan potbelly”),

lipoma (pertumbuhan lemak di

bagian tubuh yang berbeda),

fat wasting-face (sunken

cheeks), pada tangan dan

kaki : pembuluh vena menjadi

lebih menonjol (seperti tali),

pantat

Osteonecrosis,

Osteopenia,

Osteoporosis

Osteonecrosis – kematian

tulang sehubungan

dengan buruknya aliran

darah ke area

Osteopenia- bone mineral

density (BMD) yang

kurang dari normal

Osteoporosis- penurunan

BMD dari waktu ke waktu

Osteonecrosis- nyeri pada

area yang terkena, range of

motion (ROM) yang terbatas,

kaku sendi, spasme otot

Osteopenia- tidak ada gejala

maupun tanda

Osteoporosis- nyeri

punggung, penurunan berat

badan dari waktu ke waktu,

postur bungkuk, fraktur

NRTIs,

NNRTIs, PIs

Stevens-Johnson

Syndrome and

Toxic Epidermal

Necrolysis

(SJS/TEN)

Kondisi yang mengancam

jiwa yang mempengaruhi

kulit di mana epidermis

terlepas dari dermis. TEN

berbeda dari SJS dalam

lingkup kerusakan kulit-

TEN melibatkan

setidaknya 30% dari total

area kulit tubuh

Bintik – bintik merah datar

atau menonjol pada kulit yang

berkembang menjadi lecet di

tengah, lecet di mulut, mata,

genital, atau daerah lembab

tubuh lainnya. Pengelupasan

kulit yang menyebabkan

kesakitan, demam, sakit

kepala, dan malaise

NRTIs,

NNRTIs, PIs

Sebelum mendapat terapi ARV pasien harus dipersiapkan secara matang dengan

konseling kepatuhan karena terapi ARV akan berlangsung seumur hidupnya.10

Pemantauan laboratorium diindikasikan berdasarkan gejala yang ada sangat

dianjurkan untuk memantau keamanan dan toksisitas pada ODHA yang menerima terapi

11

Page 12: Referat ARV Zmir

ARV. Hanya apabila sumberdaya memungkinkan maka dianjurkan untuk pemeriksaan

viral load pada pasien tertentu untuk mengkonfirmasi adanya gagal terapi menurut

kriteria klinis dan imunologis. Pemeriksaan laboratorium yang ideal sebelum memulai

ART bila sumber daya memungkinkan seperti darah lengkap, jumlah CD4, SGOT /

SGPT, kreatinin serum, urinalisa, HbsAg, anti HCV, profil lipid serum, gula darah,

VDRL / TPHA / PRP, rontgen dada, tes kehamilan, PAP smear, jumlah virus / Viral

Load RNA HIV dalam plasma.10

Untuk ODHA yang akan memulai terapi ARV dalam keadaan jumlah CD4 di

bawah 200 sel/mm3 maka dianjurkan untuk memberikan Kotrimoksasol (1x960 mg

sebagai pencegahan / profilaksis infeksi sekunder) 2 minggu sebelum terapi ARV. Hal ini

dimaksudkan untuk : 10

1. Mengkaji kepatuhan pasien untuk minum obat

2. Menyingkirkan kemungkinan efek samping tumpang tindih antara kotrimoksasol

dan obat ARV (mengingat obat ARV punya efek samping yang sama dengan efek

samping kotrimoksasol)

Alasan mengapa dipilih kotrimoksasol adalah beberapa penelitian telah

membuktikan efektifitas pengobatan pencegahan kotrimoksasol dalam menurunkan

angka kematian dan kesakitan pada orang yang terinfeksi HIV. Hal tersebut dikaitkan

dengan penurunan insidensi infeksi bakterial, parasit (Toxoplasma) dan Pneumocystis

carinii pneumonia (disingkat PCP). Pengobatan seperti ini dapat disebut sebagai

Pengobatan Pencegahan Kotrimoksasol (PPK).5,10

PPK dianjurkan bagi :5,10

1. ODHA yang bergejala (stadium klinis 2,3, atau 4) termasuk wanita hamil dan

menyusui. Walau teorinya kotrimoksasol dapat menimbulkan kelainan kongenital,

namun risiko wanita hamil dengan jumlah CD4 yang rendah (<200) sangat tinggi

bahkan dapat mengancam jiwa.

2. ODHA dengan jumlah CD4 di bawah 200 sel/mm3

12

Page 13: Referat ARV Zmir

Terdapat 2 macam pengobatan pencegahan yaitu profilaksis primer dan

profilaksis sekunder :10

1. Profilaksis primer adalah pengobatan pencegahan untuk mencegah suatu infeksi

yang belum pernah diderita

2. Profilaksis sekunder adalah pemberian pengobatan pencegahan yang ditujukan

untuk mencegah berulangnya suatu infeksi yang pernah diderita sebelumnya

SAAT MEMULAI ARV

1. Bila tidak tersedia pemeriksaan CD4 :

a. Penentuan berdasarkan penilaian klinis

2. Bila tersedia pemeriksaan CD4 :

a. Semua pasien dengan jumlah CD4 < 350 sel/mm3 tanpa memandang

stadium klinis

b. Semua pasien TB aktif, ibu hamil dan koinfeksi Hepatitis B tanpa

memandang jumlah CD4

Target Populasi Stadium Klinis Jumlah sel CD4 Rekomendasi

ODHA dewasa Stadium klinis 1

dan 2

>350 sel/mm3 Belum mulai

terapi. Monitor

gejala klinis dan

jumlah CD4 setiap

6 – 12 bulan

<350 sel/mm3 Mulai terapi

Stadium klinis 3

dan 4

Berapapun jumlah

sel CD4

Mulai terapi

Pasien dengan ko-

infeksi TB

Stadium klinis

apapun

Berapapun jumlah

sel CD4

Mulai terapi

Pasien dengan

ko-infeksi

Hepatitis B

Kronik aktif

Stadium klinis

apapun

Berapapun jumlah

sel CD4

Mulai terapi

13

Page 14: Referat ARV Zmir

Ibu Hamil Stadium klinis

apapun

Berapapun jumlah

sel CD4

Mulai terapi

Panduan yang digunakan pemerintah dalam pengobatan ARV berdasarkan 5

aspek yaitu : 10

Efektivitas

Efek samping / toksisitas

Interaksi obat

Kepatuhan

Harga obat

Prinsip dalam pemberian ARV adalah : 10

1. Paduan obat ARV harus menggunakan 3 jenis obat yang terserap dan berada

dalam dosis terapeutik. Prinsip tersebut untuk menjamin efektivitas penggunaan

obat.

2. Membantu pasien agar patuh minum obat antara lain dengan mendekatkan akses

pelayanan ARV .

3. Menjaga kesinambungan ketersediaan obat ARV dengan menerapkan manajemen

logistik yang baik.

Panduan ARV lini Pertama

Pemilihan obat ARV lini pertama yang dianjurkan adalah :

2 NRTI + 1 NNRTI

Panduan untuk memulai terapi ARV dengan salah satu kombinasi :10

AZT + 3TC + NVP (Zidovudine + Lamivudine + Nevirapine) ATAU

AZT + 3TC + EFV (Zidovudine + Lamivudine + Efavirenz) ATAU

TDF + 3TC (atau FTC)

+ NVP

(Tenofovir + Lamivudine (atau

Emtricitabine) + Nevirapine)

ATAU

14

Page 15: Referat ARV Zmir

TDF + 3TC (atau FTC)

+ EFV

(Tenofovir + Lamivudine (atau

Emtricitabine) + Efavirenz)

Untuk panduan lini pertama yang direkomendasikan untuk penderita yang belum

pernah mendapat terapi ARV (treatment-naive) dapat dilihat pada tabel berikut :10

Populasi Target Pilihan yang

direkomendasikan

Catatan

Dewasa dan anak AZT atau TDF + 3TC

(atau FTC) + EFV atau

NVP

Merupakan pilihan

paduan yang sesuai untuk

sebagian besar pasien.

Gunakan FDC jika

tersedia

Perempuan hamil AZT + 3TC + EFV atau

NVP

Tidak boleh

menggunakan EFV pada

trimester pertama. TDF

bisa merupakan pilihan

Ko-infeksi HIV/TB AZT atau TDF + 3TC

(FTC) + EFV

Mulai terapi ARV segera

setelah terapi TB dapat

ditoleransi (antara 2

minggu hingga 8

minggu). Gunakan NVP

atau triple NRTI bila

EFV tidak dapat

digunakan

Ko-infeksi HIV /

Hepatitis B kronik aktif

TDF + 3TC (FTC) +

EFV atau NVP

Pertimbangkan

pemeriksaan HbsAg

terutama bila TDF

merupakan paduan lini

pertama. Diperlukan

penggunaan 2 ARV yang

15

Page 16: Referat ARV Zmir

memiliki aktivitas anti -

HBV

panduan penggunaan terapi arv lini pertama dan pertimbangannya :

1. Mulai dan menghentikan NNRTI (Non-Nucleoside Reverse Transcriptase

Inhibitor) 10

a. Nevirapine (NVP) dimulai dengan dosis awal 200 mg tiap 24 jam

selama 14 hari pertama dalam panduan ARV lini pertama bersama

AZT atau TDF + 3TC. Bila tidak ada toksisitas hati, dosis dinaikkan

jadi 200 mg tiap 12 jam pada hari ke-15 dan selanjutnya. Dosis awal

bertujuan untuk mengurangi risiko terjadi ruam dan hepatitis karena

NVP yang muncul dini. Selama 2 minggu pertama terapi, NVP

menginduksi metabolismenya sendiri. Bila berhenti lebih dari 14 hari,

terapi dimulai lagi dengan dosis awal.

b. Cara menghentikan NNRTI :10

i. Stop NVP aau EFV

ii. Teruskan NRTI (2 obat ARV saja) selama 7 hari setelah

penghentian NVP dan EFV, kemudian hentikan semua obat. Ini

untuk mengisi waktu paruh NNRTI yang panjang dan menurunkan

risiko resistensi NNRTI

c. Efek samping NVP dan EFV :5,10

i. NVP : ruam kulit, sindrom Steven-Johnson dan hepatotoksik

yang lebih tinggi dari EFV. Oleh karena itu dalam keadaan reaksi

kulit atau hepar yang berat, NVP harus dihentikan dan tidak boleh

dimulai lagi. Untuk ibu hamil trisemester 1 berikan NVP atau

Protease Inhibitor.

ii. EFV : berhubungan dengan SSP (Sistem Saraf Pusat) dan

kemungkinan teratogenik bila diberikan pada trisemester 1 (tidak

pada trisemester 2 dan 3), ruam kulit ringan. Gejala SSP yang

sementara sering menyebabkan penghentian obat oleh pasien.

Merupakan NNRTI pilihan pada ko-infeksi TB/HIV yang

mendapat terapi berbasis Rifampisin

16

Page 17: Referat ARV Zmir

2. Pemberian NRTI :10

a. Pemberian Triple NRTI

i. Hanya digunakan bila pasien tidak dapat menggunakan ARV

berbasis NNRTI seperti :

1. Ko-infeksi TB/HIV terkait dengan interaksi terhadap

Rifampisin

2. Ibu Hamil, terkait dengan kehamilan dan ko-infeksi

TB/HIV

3. Hepatitis, terkait dengan efek hepatotoksik karena

NVP/EFV/ Protease Inhibitor

ii. Anjuran triple NRTI : AZT + 3TC + TDF

iii. Hanya dibatasi 3 bulan saja karena supresi virologisnya kurang

kuat

b. Efek samping AZT dan TDF :5,10

i. AZT : anemi dan intolerans gastrointestinal

ii. TDF : nefrotoksik, sindroma Fanconi

c. Stavudin (d4T) :5,10

i. ARV golongan NRTI yang poten

ii. Keuntungan : untuk memulai tidak memerlukan laboratorium dan

harga yang relatif terjangkau dibanding NRTI lain seperti

Zidovudine (AZT), Tenofovir (TDF), maupun Abacavir (ABC)

iii. Efek samping : lipodistrofi dan neuropati perifer permanen yang

menyebabkan cacat dan asidosis laktat yang menyebabkan

kematian

iv. Tahun 2010 WHO merekomendasikan secara bertahap mengganti

penggunaanya dengan Tenofovir (TDF)

d. Protease Inhibitor (PI)

i. Sebenarnya hanya digunakan sebagai lini kedua

ii. Digunakan hanya bila pasien mengalami intoleransi terhadap

NNRTI

17

Page 18: Referat ARV Zmir

3. Sindrom Pulih Imun (SPI) atau IRIS (Immune Reconstitution Syndrome)5,10

a. Definisi :

Adalah perburukan kondisi klinis sebagai akibat respon inflamasi

berlebihan saat pemulihan respon imun setelah pemberian terapi

antiretroviral (ODHA dengan respon baik terhadap ARV).

b. Manifestasi Klinis :

i. Infeksi : tersering

ii. Non infeksi

c. Patofisiologi :

Belum diketahui dengan jelas, diduga karena respon imun berlebihan dari

pulihnya sistem imun terhadap rangsangan antigen tertentu setelah

pemberian ARV.

d. Insidens : berdasarkan meta analisis 16.1%

e. Klasifikasi :

i. Unmasking IRIS : pada pasien yang tidak terdiagnosis dan tidak

mendapat terapi untuk infeksi oportunistiknya dan langsung

mendapatkan terapi ARV-nya.

ii. Paradoksikal IRIS : pasien telah mendapatkan pengobatan untuk

infeksi oportunistiknya dan mengalami perburukan dari penyakit

infeksinya tersebut .

f. Faktor risiko :

i. Jumlah CD4 yang rendah saat mulai ARV

ii. Jumlah virus RNA HIV yang tinggi saat mulai ARV

iii. Banyak dan berat infeksi oportunistik

iv. Penurunan jumlah virus RNA HIV yang cepat selama terapi

v. Belum pernah mendapat ARV saat diagnosis infeksi oportunistik

vi. Pendeknya jarak waktu antara memulai terapi infeksi oportunistik

dan memulai terapi ARV

g. Tatalaksana :

18

Page 19: Referat ARV Zmir

i. pengobatan patogen penyebab untuk menurunkan jumlah antigen

dan meneruskan terapi ARV

ii. Antiinflamasi : AINS maupun steroid dapat diberikan (dosis

prednisolon belum pasti, sekitar 0.5-1 mg/kg/hari)

Panduan Terapi ARV Lini Kedua

Rekomendasi panduan lini kedua adalah :

2 NRTI + boosted-PI

Boosted-PI adalah satu obat dari golongan Protease Inhibitor (PI) yang sudah

ditambahi (boost) dengan Ritonavir sehingga obat tersebut akan ditulis dengan kode .../r

(misal LPV/r = Lopinavir / ritonavir). Penambahan Ritonavir ini dimaksudkan untuk

mengurangi dosis obat PI, karena tanpa Ritonavir dosis yang diperlukan akan menjadi

tinggi sekali.

Lini kedua yang disediakan pemerintah gratis adalah :

TDF atau AZT + 3TC + LPV/r

Populasi Target dan ARV yang digunakan Pilihan paduan ARV

pengganti yang

direkomendasikan

Dewasa (termasuk

perempuan hamil)

Bila menggunakan AZT

sebagai lini pertama

TDF +3TC atau FTC + LPV/r

Bila menggunakan TDF

sebagai lini pertama

AZT + 3TC + LPV/r

Ko-infeksi TB/HIV Mengingat rifampisin tidak

dapat digunakan bersamaan

dengan LPV/r, dianjurkan

menggunakan paduan OAT

19

Page 20: Referat ARV Zmir

tanpa rifampisin. Jika

rifampisin perlu diberikan

maka pilihan lain adalah

menggunakan LPV/r dengan

dosis 800 mg/200 mg dua kali

sehari). Perlu evaluasi fungsi

hati ketat jika menggunakan

Rifampisin dan dosis ganda

LPV/r

Ko-infeksi HIV/HBV AZT + TDF + 3TC (FTC) +

LPV/r

(TDF + (3TC atau FTC)) tetap

digunakan meski sudah gagal

di lini pertama karena

pertimbangan efek anti-HBV

dan untuk mengurangi risiko

“flare‟

TERAPI ANTIRETROVIRAL PADA POPULASI KHUSUS

1. Untuk Ibu Hamil10

No Situasi Klinis Rekomendasi Pengobatan

(Panduan untuk Ibu)

1 ODHA dengan indikasi terapi

ARV dan kemungkinan hamil

atau sedang hamil

AZT + 3TC + NVP atau

TDF + 3TC(atau FTC) +

NVP

Hindari EFV pada trimester pertama

AZT + 3TC + EVF* atau

20

Page 21: Referat ARV Zmir

TDF + 3TC (atau FTC /

Emtricitabine) + EVF*

2 ODHA sedang menggunakan

terapi ARV dan kemudian

hamil

Lanjutkan paduan (ganti

dengan NVP atau golongan

PI jika sedang menggunakan

EFV pada trimester I)

Lanjutkan dengan ARV

yang sama selama dan

sesudah persalinan

3 ODHA hamil dengan jumlah

CD4 > 350/mm3 atau dalam

stadium klinis 1.

ARV mulai pada minggu ke 14

Kehamilan.

Paduan sesuai dengan butir 1

4 ODHA hamil dengan jumlah

CD4 < 350/mm3 atau dalam

stadium klinis 2, 3 atau 4

Segera Mulai Terapi ARV

5 ODHA hamil dengan

Tuberkulosis aktif

OAT yang sesuai tetap diberikan

Paduan untuk ibu, bila pengobatan

mulai trimester II dan III:

AZT (TDF) + 3TC + EFV

6 Ibu hamil dalam masa

persalinan dan

tidak diketahui status HIV

Tawarkan tes dalam masa

persalinan; atau tes setelah

persalinan.

Jika hasil tes reaktif maka

dapat diberikan paduan pada

butir 1

7 ODHA datang pada masa

persalinan dan belum

mendapat Terapi ARV

Paduan pada butir 1

2. Untuk Ko-Infeksi Hepatitis B (HBV) dan Hepatitis C (HCV)10

Hepatitis B

21

Page 22: Referat ARV Zmir

Pengobatan HIV dan HBV menggunakan obat yang sama yakni Tenofovir

(TDF), Lamivudine (3TC), dan Emtricitabine (FTC)

Perlu diwaspadai timbul flare (hepatic flare) pada pasien ko-infeksi

HIV/Hep B jika pengobatan HIV menggunakan TDF / 3TC dihentikan

karena alasan apapun

Mulai pengobatan tanpa memandang CD4 atau stadium klinis

Obat : TDF + 3TC atau FTC

Hepatitis C

Substitusi sementara Zidovudine (AZT / ZDV) dan Stavudine (d4T)

dengan TDF (Tenofovir)

Dianjurkan mulai saat CD4 < 350 sel/mm3 dan setelah terapi ARV stabil

untuk mencapai tingkat SVR (Sustained Virological Response) yang lebih

tinggi

Obat : sama dengan pengobatan HIV pada dewasa, hanya perlu

pemantauan fungsi hepar

Pemantauan pengobatan :

o Serum transaminase tiap minggu selama 4 minggu, selanjutnya tiap

bulan atau jika perlu

o Jumlah HCV RNA setelah pengobatan 4 minggu, 12 minggu, 24

minggu, dan 48 minggu untuk melihat respon virologi

Respon Virologi Pengobatan Hepatitis C :

Respon Virologi Definisi

Rapid virological response

(RVR)

HCV RNA tidak terdeteksi pada pengobatan

minggu ke 4

Early virological response

(EVR)

Penurunan HCV RNA > 2 log dibandingkan

dengan data dasar atau HCV RNA menjadi tidak

terdeteksi pada pengobatan minggu ke 12.

(Complete EVR)

22

Page 23: Referat ARV Zmir

End-of-treatment response

(ETR)

HCV RNA menjadi tidak terdeteksi pada minggu

ke 24 atau 48

Sustained virological

response (SVR)

HCV RNA tetap tidak terdeteksi 24 minggu setelah

penghentian pengobatan

Breakthrough HCV RNA timbul kembali sementara dalam

pengobatan

Relapse HCV RNA timbul kembali setelah pengobatan

dihentikan

Non Responder Gagal untuk clearance HCV RNA setelah 24

minggu pengobatan

Null responder Penurunan < 2 log HCV RNA setelah 24 minggu

pengobatan

Partial responder Penurunan > 2 log HCV RNA dan HCV RNA

masih terdeteksi setelah 24 minggu pengobatan

3. Untuk Ko-Infeksi Tuberkulosis (TBC)10

Mulai terapi ARV

CD4 Paduan yang Dianjurkan Keterangan

Berapapun

jumlah CD4

Mulai terapi TB.

Gunakan paduan yang mengandung

EFV (AZT atau TDF) + 3TC + EFV

(600 mg/hari).

Setelah OAT selesai maka bila perlu

EFV dapat diganti dengan NVP.

Pada keadaan dimana paduan berbasis

NVP terpaksa digunakan bersamaan

dengan pengobatan TB maka NVP

diberikan tanpa lead-in dose (NVP

diberikan tiap 12 jam sejak awal

terapi)

Mulai terapi ARV segera

setelah terapi TB dapat

ditoleransi (antara 2

minggu hingga 8 minggu)

23

Page 24: Referat ARV Zmir

CD4 tidak

mungkin

diperiksa

Mulai terapi TB. Mulai terapi ARV segera

setelah terapi TB dapat

ditoleransi (antara 2

minggu hingga 8 minggu)

Panduan ARV untuk ODHA yang terdiagnosis TB setelah terapi ARV lini

pertama :

Panduan

ARV

Panduan ARV pada

saat TB muncul

Pilihan Terapi ARV

Lini pertama 2 NRTI + EFV Teruskan dengan 2 NRTI + EFV

2 NRTI + NVP Ganti dengan EFV atau teruskan

dengan 2 NRTI + NVP. Triple NRTI

dapat dipertimbangkan digunakan

selama 3 bulan jika NVP dan EFV tidak

dapat digunakan

Lini kedua 2 NRTI + PI/r Mengingat rifampicin tidak dapat

digunakan bersamaan dengan LPV/r,

dianjurkan menggunakan panduan OAT

tanpa rifampicin. Jika rifampicyn perlu

diberikan maka pilihan lain adalah

mengurangi gi LPV/r dengan dosis 800

mg/200 mg 2 kali sehari). Perlu

evaluasi fungsi hati ketat jika

menggunakan Rifampicyn dan dosis

ganda LPV/r

4. Untuk Pengguna NAPZA Suntik 10

Panduan pengobatan ARV umumnya sama dengan rekomendasi umum.

Hanya saja perlu dipantau interaksi obat NAPZA dengan ARV seperti Metadon.

5. Untuk Individu Dengan Penggunaan Metadon10

24

Page 25: Referat ARV Zmir

Pemberian metadon bersamaan dengan EFV, NVP, atau RTV untuk

ODHA dengan riwayat NAPZA berakibat menurunnya kadar metadon dalam

darah dan tanda ketagihan opiat. Pemantauan tanda ketagihan harus dilakukan dan

dosis metadon perlu dinaikkan ke tingkat yang sesuai untuk mengurangi gejala

ketagihan tersebut.

Sangat direkomendasi untuk memulai terapi ARV tanpa harus

menghentikan metadon dan sebaliknya. Karena ARV bukan merupakan

kontraindikasi dari orang yang masih menggunakan metadon untuk terapi

rumatan.

Panduan yang direkomendasi adalah AZT atau TDF + 3TC + EFV atau

NVP

6. Untuk Nefropati yang berhubungan dengan HIV (HIV – associated

nephropathy = HIVAN)10

a. HIVAN biasanya ditemukan pada stadium lanjut HIV dan ditemukan

dalam berapapun jumlah CD4.

b. Semua pasien HIV dengan proteinuri perlu dicurigai sebagai HIVAN

c. HIVAN hanya didiagnosis berdasarkan biopsi ginjal

d. Panduan yang dianjurkan AZT + 3TC + EFV atau NVP

e. TDF tidak digunakan karena efek sampingnya pada fungsi ginjal

f. Mulai terapi pada kasus HIVAN tanpa memandang CD4

7. Untuk Profilaksis Pasca Pajanan (PPP atau Post Exposure Prophylaxis =

PEP)10

a. Contoh : perkosaan, pecah kondom saat hubungan intim, kasus pajanan di

tempat kerja

b. Waktu terbaik diberikan sebelum 4 jam, maksimal 48 – 72 jam setelah

kejadian, selama 1 bulan pemberian dan perlu dilakukan tes HIV sebelum

mulai PPP

i. Tidak diberikan untuk tujuan PPP bila tes HIV reaktif (karena

sudah positif sebelum kejadian)

25

Page 26: Referat ARV Zmir

ii. Pemantauan efek samping ARV

iii. Tes HIV ulang pada bulan ke 3 dan 6 setelah pemberian PPP

c. Bila menderita Hepatitis B, PPP yang digunakan sebaiknya mengandung

TDF / 3TC untuk mencegah terjadinya hepatic flare

d. Nevirapine (NVP) tidak digunakan untuk PPP

PEMANTAUAN PASIEN DALAM TERAPI ARV

1. Pemantauan Klinis

a. Frekwensi pemantauan klinis tergantung dari respon terapi ARV. Batasan

minimalnya perlu dilakukan pada minggu 2, 4, 8, 12 dan 24 minggu sejak

memulai ARV kemudian setiap 6 bulan bila pasien telah stabil.

b. Yang dinilai adalah tanda dan gejala efek samping obat, gagal terapi,

frekwensi infeksi oportunistik, konseling ke pasien untuk memahami

terapi ARV dan dukungan kepatuhan

2. Pemantauan Laboratoris

a. Pemantauan CD4 rutin tiap 6 bulan atau bila ada indikasi klinis. Angka

limfosit total (TLC = Total Lymphocyte Count) digunakan untuk

memprediksi keberhasilan terapi, bukan untuk memantau terapi.

b. Untuk pasien yang akan mulai terapi dengan AZT perlu untuk dilakukan

pengukuran kadar Hemoglobin (Hb) sebelum mulai terapi, minggu ke 4, 8,

12 sejak mulai terapi atau ada indikasi gejala anemia.

c. Pengukuran enzim transaminase dan kimia darah lain perlu dilakukan bila

ada tanda dan gejala, bukan berdasar sesuatu yang rutin. Namun bila

menggunakan NVP untuk wanita dengan CD4 250-350 sel/mm3 perlu

dilakukan pemantauan enzim transaminase pada minggu 2, 4, 8, 12 sejak

mulai ARV

d. Evaluasi fungsi ginjal perlu pada pasien yang mendapat TDF

e. Hiperlaktatemi dan asidosis laktat pada pasien yang mendapat NRTI,

terutama d4T. Tidak dianjurkan untuk pemeriksaan rutin, kecuali pasien

menunjukkan gejala.

26

Page 27: Referat ARV Zmir

f. PI (Protease Inhibitor) mempengaruhi metabolisme glukosa dan lipid.

Pemeriksaan dianjurkan bila bergejala.

g. Viral Load (VL) tidak dianjurkan sampai sekarang karena keterbatasan

fasilitas dan kemampuan pasien. Pemeriksaan VL digunakan untuk

membantu diagnosis gagal terapi, dan ini dapat memprediksi gagal terapi

lebih awal. Harapan terapi ARV dapat menurunkan VL menjadi tidak

terdeteksi (undetectable) setelah bulan ke 6

3. Pemantauan jumlah CD4

a. ARV meningkatkan jumlah CD4

b. Dapat tidak terjadi terutama pada pasien jumlah CD4 sangat rendah.

Namun bukan menutup kemungkinan pasien mencapai pemulihan, hanya

perlu waktu yang lebih lama.

c. Curiga gagal obat secara imunologis bila CD4 pasien tidak pernah

mencapai 100 sel/mm3, atau pernah tinggi kemudian turun perlahan –

lahan secara progresif tanpa ada penyakit lain.

4. Kematian dalam terapi ARV

a. Penyebab kematian pasien :

i. Penanganan infeksi oportunis yang tidak adekuat

ii. Efek samping ARV yang berat (misal SJS)

iii. Gagal fungsi hati stadium akhir (ESLD – End Stage Liver Disease)

SUBSTITUSI OBAT ARV PADA TOKSISITAS DAN INTOLERANSI

Obat ARV Toksisitas yang Sering Terjadi Anjuran Substitusi

AZT Anemia berat atau netropenia

Intoleransi GI yang persisten

TDF

d4T Asidosis laktat

Lipoatrofi/ sindrom metabolik,

neuropati perifer

TDF, AZT

27

Page 28: Referat ARV Zmir

TDF Toksisitas renal (disfungsi tubuler) AZT

EFV Toksisitas SSP persisten dan berat NVP. Jika NVP tidak dapat

diberikan karena adanya riwayat

hepatotoksik atau hipersensitifitas

berat, dapat dipertimbangkan

disubstitusi dengan PI

Potensi teratogenik (pada

kehamilan trimester pertama atau

perempuan tanpa kontrasepsi yang

memadai)

NVP Hepatitis EFV. Jika EFV tidak dapat

diberikan karena tetap

menyebabkan hepatotoksik, dapat

dipertimbangkan disubstitusi

dengan PI

Reaksi hipersensitif tidak berat

(derajat 1- 2)

Jika memburuk dengan

diteruskannya NVP, substitusi

dengan EFV. Jika tetap

memberikan reaksi

hipersensitivitas, dapat

dipertimbangkan disubstitusi

dengan PI

Ruam kulit berat yang mengancam

jiwa (Stevens-Johnson syndrome)

Hentikan NVP dahulu, lalu NRTI

dihentikan 7 hari kemudian.

Substitusi dengan PI

Kriteria Gagal Terapi Menurut WHO :

Kegagalan

Terapi

Kriteria Keterangan

Kegagalan

klinis

Pasien telah mendapatkan

terapi ARV selama 6 bulan.

Kepatuhan pasien < 95 % tapi

> 80%

Evaluasi ada interaksi obat

Dalam menggunakan kriteria klinis

sebagai metoda untuk waspada terhadap

kemungkinan gagal terapi , kriteria yang

harus selalu dimasukkan adalah Pasien

mendapatkan terapi ARV dan telah

28

Page 29: Referat ARV Zmir

yang menyebabkan penurunan

ARV dalam darah.

PPE atau Prurigo timbul

kembali setelah pemberian

ARV selama 6 bulan.

Penurunan Hb sebesar >

1g/dL.

mendapatkan pengobatan selama 6 bulan,

evaluasi kepatuhan minum obat dan

evaluasi kemungkinan

adanya interaksi obat

Kegagalan

imunologis

Penurunan CD 4 kembali

seperti awal sebelum

pengobatan

ATAU

Penurunan sebesar 50 % dari

nilai tertinggi CD4 yang

pernah dicapai

ATAU

Jumlah CD4 tetap < 100

sel/mm3 setelah 1 tahun

pengobatan dengan ARV

WHO menyatakan bahwa jumlah CD4

bukan merupakan prediktor yang baik

dalam menentukan kegagalan

pengobatan. Sekitar 8 – 40 % dari pasien

yang menunjukkan kegagalan

imunologis, terbukti masih dalam kondisi

virological suppression dan tidak

memerlukan switch ke lini kedua.

Kriteria penurunan jumlah CD4 seperti

kondisi sebelum mendapatkan terapi

ARV dan penurunan jumlah CD4 sebesar

50 % dari nilai tertinggi bisa digunakan

HANYA JIKA memiliki data dasar

jumlah CD4 sebelum pengobatan

Kegagalan

virologis

Jika pasien telah mendapatkan

terapi ARV setidaknya selama

6 bulan dan pemeriksaan VL

diulang 4 – 8 minggu

kemudian didapat jumlah viral

load > 5000 copies/ml

Pada tempat layanan yang memiliki

sarana pemeriksaan viral load dan pasien

mampu menjangkau pemeriksaan viral

load, maka viral load dapat digunakan

sebagai prediktor dari kepatuhan minum

obat. Viral load diharapkan menjadi

undetectable ( < 50 copies/ml) dalam

waktu 6 bulan dengan menggunakan

paduan yang direkomendasikan. Viral

29

Page 30: Referat ARV Zmir

load diharapkan akan turun sebesar 1 – 2

log dalam waktu 2 bulan pengobatan

KESIMPULAN

HIV (Human Immunodeficiecy Virus) merupakan virus retro RNA yang dapat

menyebabkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome). Virus ini memiliki bagian

envelope (selubung) dan core (inti) di mana pada envelope terdapat protein gp41 dan

gp120 yang membantu dalam proses infeksi virus pada sel target. Dan pada core

diselubungi oleh kapsid dan berisi materi – materi virus yang sangat penting dalam

proses replikasi virus seperti 2 untai RNA, enzim reverse transcriptase, integrase, dan

protease. Masing – masing materi tersebut memiliki fungsinya masing – masing dalam

proses replikasi virus.

Sel target dari HIV adalah semua sel sistem imun atau sistem saraf sentral (SSS)

yang mengandung reseptor CD4 dan co-reseptor (chemokine receptor) yang sesuai pada

mebran plasma seperti sel T khususnya.

Adapun reaksi dari tubuh terhadap infeksi dari virus HIV berupa respon imun

bawaan dan respon imun adaptif. Respon imun yang melibatkan sitokin – sitokin tersebut

dapat memperparah maupun menghambat perjalanan penyakit AIDS itu sendiri. Masing

– masing respon imun tersebut dapat membuat serangkaian fase dari perjalanan penyakit

dari AIDS itu sendiri di mana didapati CD4 yang akan terus menurun hingga menuju

kematian.

Dengan perkembangan zaman dan banyaknya penelitian mengenai patofisiologi

HIV, maka obat dari HIV pun dapat dibuat untuk menghambat replikasi dari HIV dan

memperlambat progresivitas dari penyakit yang dinamakan obat anti retroviral (ARV).

Obat ARV sendiri diklasifikasikan menjadi 5 yakni NNRTI (Non-Nucleoside

Reverse Transcriptase Inhibitor), NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor), PI

30

Page 31: Referat ARV Zmir

(Protease Inhibitor), EIs / FIs (Entry / Fusion Inhibitors), INSTIs (Integrase Strand

Transfer Inhibitors). Hanya saja EIs dan INSTIs masih dalam tahap pengembangan

sehingga yang banyak dipakai adalah NNRTI, NRTI, dan PI. Masing – masing golongan

bekerja pada fase – fase dari replikasi HIV dengan sifat menghambat / menginhibisi.

Sistim pengobatan dari ARV ini sendiri tidak dapat menggunakan monoterapi

seperti pada pengobatan dari penyakit pada umumnya. Alasannya adalah pengobatan

monoterapi ditakutkan dapat menyebabkan resistensi yang menyebabkan kegagalan dari

pengobatan. Oleh karena itu pengobatan ARV menggunakan sistim kombinasi dimana

terus dikembangkan dari tahun ke tahun.

Pengobatan ARV memerlukan waktu seumur hidup dari penderita karena

pengobatan hanya bersifat menghambat progresivitas penyakit, bukan menyembuhkan

atau menghilangkan HIV dari tubuh penderita. Oleh karena itu penting halnya untuk

memperhatikan efek – efek samping yang cukup berat dari obat – obatan ARV itu sendiri

yang dapat muncul dan memperberat kondisi dari penderita, melihat sistim

pengobatannya yang juga menggunakan sistim kombinasi yang dapat memperbesar

kemungkinan munculnya efek samping obat yang dapat fatal.

Kematian dari penyakit AIDS bukan disebabkan oleh HIV namun oleh karena

infeksi oportunistik yang sangat banyak dalam satu pasien dimana penanganan infeksi

oportunistik juga tidak adekuat. Hal lain yang dapat menyebabkan kematian dari

penderita AIDS adalah akibat efek samping obat ARV itu sendiri.

Saat ini telah keluar pedoman nasional penatalaksanaan pengobatan ARV tahun

2011 di Indonesia yang cukup banyak berbeda dari tahun sebelumnya yakni tahun 2007.

Pedoman ini sekarang menjadi pegangan dalam setiap pengobatan ARV di Indonesia

sampai muncul pedoman terbaru

31

Page 32: Referat ARV Zmir

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymus : HIV/AIDS Cell Bio. January 2012. [accessed March, 1st, 2013].

Available at url: http://pt851.wikidot.com/hiv-aids-cell-bio

2. Duarsa : Infeksi HIV dan AIDS; dalam Daili Sjaiful F, Makes Wresti Indriatmi B,

Zubier Farida, editors : Infeksi Menular Seksual; edisi ke-4, FKUI, Jakarta 2011,

hal 146 – 158

3. Unandar : HIV dan AIDS; dalam Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors : Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin; edisi ke-5, FKUI, Jakarta 2007, hal 427-432

4. Siregar RS : Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS); dalam Hartanto H,

editors : Saripati Penyakit Kulit; edisi ke-2, EGC, Jakarta 2005, 16 : Hal 310 –

315

5. Hill’s McGraw : Human Immunodeficiency Virus Disease : AIDS and Related

Disorders; dalam Fauci, dkk, editors : Harrison’s Principles of Internal Medicine;

17th edition, McGraw-Hill Companies Inc, US 2008, Chapter 182

6. Anonymus : HIV. April 2012. [accessed March, 1st, 2013]. Available at url :

http://id.wikipedia.org/wiki/HIV

7. Gandhi R : HIV Pathogenesis. 2009. [accessed March, 1st, 2013]. Available at

url :

http://www.acthiv.org/2009_presentations/HIV_The_Basics/Rajesh_Gandhi.pdf

8. International AIDS Society USA : Pathogenesis of HIV Infection: Total CD4+ T-

Cell Pool, Immune Activation, and Inflammation. 2010. [accessed March, 1st,

2013]. Available at url : http://www.iasusa.org/pub/topics/2010/issue1/2.pdf

32

Page 33: Referat ARV Zmir

9. Anonymus : Antiretroviral Drug. March 2012. [accessed March, 5th, 2013].

Available at url : http://en.wikipedia.org/wiki/Antiretroviral_drug

10. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia : Pedoman Nasional Tatalaksana

Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Orang Dewasa. 2011. [accessed

March, 5th, 2013]. Available at url : http://spiritia.or.id/Dok/pedomanart2011.pdf

33