referat anestesi pada tht
DESCRIPTION
anestesiaTRANSCRIPT
ANESTESI PADA TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN
ANESTESI PADA THT
PENDAHULUAN.
Prosedur telinga-hidung-tenggorokan (THT) merupakan prosedur yang unik
dikarenakan antara anestesiologis dan operator berbagi jalan nafas. Pengelolaan anestesi pada
pasien berpusat pada pengaturan jalan nafas. Tidak pernah kerjasama dan komunikasi antara
operator dan anestesiologis menjadi lebih penting dibanding pembedahan pada wajah dan
leher.
Membuat, memelihara dan menjaga jalan nafas pada kondisi anatomi yang abnormal
dan intervensi pembedahan yang simultan dapat menguji ketrampilan dan kesabaran ahli
anestesi. Tepatnya pengetahuan mendalam tentang anatomi jalan nafas dan apresiasi umum
prosedur THT akan membuktikan betapa bernilainya hal tersebut dalam menangani tantangan
para ahli anestesi ini.
Penelitian terbaru tentang pertanggungjawaban medis mengklaim melalui
AmericanSociety of Anesthesilogist , bahwa faktor kesalahan manusia masih menjadi
penyebabt erbanyak kematian dalam anestesi; masalah jalan nafas menyumbang lebih dari
30%kasus pada orang dewasa dan 43% kasus pada anak.
PENERAPAN ANATOMI JALAN NAFAS
Walaupun luas dan mobile dilengkapi dengan mandibula, tulang hyoid, dan
epiglotis,lidah merupakan penyebab utama obstruksi jalan nafas pada pasien teranestesi.
Walaumudah terjadi obstruksi akibat adanya polip atau deformitas septum, jalur
hidungmenghadirkan jalan alternatif untuk ventilasi, dan membantu stabilisasi pipa
trakea.Epistaksis terjadi akibat laserasi mukosa yang menutupi tiga turbin tipis yang
dibangundari tiap dinding lateral.
Faring merupakan perpanjangan dari dasar tengkorak, bergabung bersama
esofagussetinggi vertebra serviks VI. Pada bagian lebih bawah (cricopharyngeus) dari
ototkonstriktor inferior menggantung pada kartilago krikoid, membentuk spingter esofagus
diatasnya. Tekanan eksternal pada ring krikoid berlawanan dengan korpus vertebrae
ketika leher diekstensikan (Sellick’s maneuver) menutupi esofagus, menghindari
regurgitasi isi gastroesofageal. Di anterior, faring berhubungan dengankavum nasi,kavum
oris, dan laring.
Tonsil nasofaringeal (atau adenoid) melapisi tulang sphenoid. Walau terjadi atrofi
setelahchildhood, masih dapat terjadi obstruksi atau perdarahan sewaktu intubasi
nasotrakeal.Bagian lunak palatum dapat memblok ekshalasi melewati hidung selama anestesi
Inferior ke arah nasofaring, setinggi vertebrae serviks II dan III, orofaring
berhubungandengan mulut melalui suatu lintasan bernama fauces. Setinggi vetebrae
serviks IV-VI. hipofaring berhubungan dengan laring danesofagus, temasuk dua piriform
fossae dilateral.
Tiga kartilago tunggal (tiroid, krikoid dan epiglotis) dan tiga pasang kartilago
(arytenoid,corniculate dan cuneiform) membentuk laring. Abduksi pita suara selama
inspirasimemberi bentuk segitiga pada rima glottidis, keadaan paling sempit yaitu pada
pasienyang lebih tua dari 8 tahun. Pada anak yang lebih muda, yang tersempit adalah
cincinkrikoid. Pita suara sejati dan false menyisip di permukan anterior kartilago tiroid
danpermukaan posterior kartilagoarytenoid.
Bentuk segitiga arytenoid berartikulasi denganbagian posterosuperior kartilago
krikoid; pergerakan krikoid dan arytenoid mengontrolposisi dan tegangan pita suara. Pada
puncak arytenoid dan melekat dalam lipatanaryepiglotis, kartilago corniculate dan cuneiform
dari medial dan lateral prominenmungkin menjadi satu-satunya landasan untuk menuntun
kesulitan saat intubasi trakea
Penampakan tegaklurus pada aksis longitudinal, epiglotis dewasa memiliki bentuk
sabitbersilangan; pada infant dan beberapa orang dewasa persilangan ini lebih membentuk U
yang menyebabkan lebih besarnya panjang relatif yang menghalangi terangkatnya
glottis.Valecullae turun diantara median dan dua ligamentum glossoepyglottis.
Ligamentummembuat elevasi tidak langsung epiglotis dengan lengkungan laryngoskop
saatmengangkat glottis.
Walaupun sering tidak kentara pada wanita dan anak-anak, titik tyroid superior
mrupakantanda tersendiri pada permukaan anterior leher. Dapat diidentifikasikan
sebagaipenurunan antara kartilago tyroid dan krikoid, ligamentum krikotyroid merupakan
tempatpenyuntikan translaryngeal untuk anestesi lokal atau jarum emergensi untuk
pembedahancricothyrotomi. Tanda esensial pada blok n. laryngeus superior adalah tanduk
lateral darikartilago tiroid, dapat ditemukan setinggi vertebrae serviks III.
Tumbuh mulai setinggi 4 cm pada neonatus sampai 10-14 cm pada dewasa,
trakeaterbentuk dari batas bawah kartilago krikoid sampai karina, dibagi menjadi cabang
utama broncus kanan dan kiri setinggi vertebrae thoraks V, bentuk tapal kuda kartilago
trakea,dihubungkan pada sisi anterior dengan otot trakealis, memberi kubah berbentuk D
padapersilangan dan merupakan konfirmasi penampakan pada fiberscopic bahwa trakea telah
berganti bronkus. Arkus aortae prominen, anomali vaskuler kongenital, massamediastinum
anterior, dan membesarnya limfanodi dapat menekan trakea danmengganggu ventilasi.
Pada orang dewasa, panjang deviasi cabang utama bronkus kanan 1,8 cm dan
kurangdeviasi dari aksis trakea bila dibandingkan 5 cm pada bronkus kiri. Pada infant, sudut
terbentuk oleh dua bronkus utama yang hampir sebanding, maka lebih sedikitkemungkinan
intubasi bronkus berada pada sisi kanan.
ANESTESI UNTUK PEMBEDAHAN HIDUNG DAN TENGGOROKAN
Pada pembedahan tenggorokan dan hidung,masalah anestesi berhubungan dengante
rsedianya jalan nafas yang bersih, penggunaan sirkuit yang menjamin akses bedah yang
optimal, penggunaan monitor yang sesuai dan terus menerus, dan penggunaan alat
yangmelindungi trakea dan cabang bronchial terhadap darah dan debris. Sebaiknya
adaprotokol untuk persiapan jika terjadi kesulitan hal-hal tersebut. Semua
masalah dapatterjadi selama operasi di daerah laring sendiri.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada pembedahan saluran nafas atas:
1. Premedikasiharus adekuat tetapi tidak berlebihan untuk menghasilkan kontrol
pernafasan pasca operasi.
2. Induksi yang lembut akan mengurangi kejadian dan derajat perdarahan.
3. Operasi yang menghasilkan perdarahan dan debris, harus dilindungi dengan cuff
ET dan atau packing faring yang efektif.
4. Penggunaan posisi kebalikan Trandelenburg ringan mengurangi aliran vena, tetapi
waspada karena dapat mengakibatkan emboli udara. Idealnya derajat kemiringan
tidak sampai mengosongkan vena jugular eksterna.
PERSIAPAN ANESTESI
Persiapan anestesi pada pasien pada pasien THT dimulai dengan kunjungan
preoperatif dan evaluasi oleh anestesiolog. Anestesiolog harus berusaha agar membangun
hubunganyang cepat dengan pasien yang belum dikenal sebelumnya, persetujuan pasien
harus diperoleh.
Tujuan yang harus dicapai melalui pengobatan preoperatif adalah:
1. Tujuan utama adalah mengurangi kegelisahan pasien. Pengurangan kecemasansebelum
pembedahan lebih banyak tergantung pada hubungan yang telahdibangun oleh ahli
anestesi dengan pasien daripada pilihan obat premedikasi.
2. Bila terdapat nyeri preoperatif, penting untuk memberikan analgesik dalamdosis cukup
untuk meminimalkan eksaserbasi nyeri oleh gerakan-gerakan yangdiperlukan dalam
memindahkan pasien dari tempat tidur ke meja operasi.
3. Jika dipertimbangkan tehnik anestesi ringan-seimbang, maka obat sedatif atauamnesik
harus merupakan bagian dari premedikasi untuk mengurangikemungkinan pasien sadar.
4. Penggunaan antisialogogue sering penting untuk pembedahan leher dan kepala,dan
endoskopi, karena jalan napas pasien tidak akan dapat terjangkau untuk penghisapan
manual oleh anestesiolog. Pengurangan volume sekresi juga akanmembantu endoskopi.
5. Obat premedikasi depresan juga dapat membantu tehnik anestesi itu sendiridengan cara
memperlancar induksi inhalasi dan mengurangi kebutuhan obatintraoperatif.
6. Obat premedikasi juga dapat untuk mengurangi kejadian mual muntahpostoperatif,
walau untuk mencapai antiemesis yang efektif untuk operasi padatelinga bagian dalam,
efek premedikasi biasanya harus diperkuat dengan obat-obat seperti droperidol tepat
sebelum pasien terbangun.
Pertimbangan Umum
Untuk operasi THT, jalan nafas harus berbagi dengan ahli bedah. Keadaan patologis,
adanya sikatrik akibat operasi sebelumnya atau iradiasi, deformitas kongenital, trauma atau
manipulasi dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas akut atau kronis, perdarahan, dan
kemungkinan difficult airway. Diskusi prabedah dengan ahli bedah dan analisis catatan
anestesi yang lalu mengenai pengelolaan jalan nafas perioperatif, ukuran dan posisi pipa
endotrakheal, posisi pasien, penggunaan N2O dan pelumpuh otot merupakan hal penting yang
harus dilakukan. Pasien mungkin memerlukan pemeriksaan jalan nafas saat pasien masih
sadar dengan diberikan sedasi dan anestesi topikal atau intubasi saat masih sadar dengan
fiberoptik sebelum induksi anestesi umum.
Pasien untuk operasi THT mungkin mempunyai riwayat perokok berat, kecanduan
alkohol, obstructive sleep apnoe, dan infeksi kronis saluran nafas bagian atas. Mungkin
diperlukan pemeriksaan laboratorium prabedah, imaging, dan pemeriksaan fungsi jantung,
paru dan hepar.
Sebagai tambahan pada monitoring standar, mungkin diperlukan tekanan darah intra-
arterial dan urine output.
Ekstubasi setelah operasi jalan nafas bagian atas memerlukan perencanaan yang baik.
Tampon faring diambil, faring di suction, dan pasien di oksigenasi. Ekstubasi dilakukan bila
refleks jalan nafas telah pulih kembali secara penuh. Perdarahan jalan nafas bagian atas yang
banyak, edema, atau patologi mungkin menunda ekstubasi di kamar bedah.