reduksi kehamilan multifetal.doc

46
BAB I PENDAHULUAN Kebanyakan kehamilan multifetal merupakan kehamilan yang bermasalah, menyangkut mortalitas dan morbiditas baik fetal maupun maternal. Diperkirakan terjadi 9,7 kematian per 1000 kelahiran tunggal hidup ; 52,7 kematian per 1000 kelahiran gemeli; dan 138,5 kematian dari 1000 kelahiran hidup triplet . Umur rata-rata pada triplet adalah 33 minggu sedangkan untuk quadriplet dan quintuplet sebagian besar (98%) lahir sebelum 37 minggu. Beberapa morbiditas maternal pada kehamilan multifetal, adalah peningkatan kejadian hipertensi maternal, DM gestasional dan angka sectio caesaria . (1,2,3,4) Uterus manusia sudah didisain untuk membawa 1 janin pada setiap saatnya, sehingga setiap pertambahan jumlah fetus meningkatkan komplikasi kehamilan. Sekali terjadi kehamilan multifetal, maka seorang wanita memiliki 3 pilihan dengan masing-masing kelebihan dan kekurangannya yaitu: mengaborsi seluruh kehamilan, meneruskan kehamilan atau mengaborsi beberapa embrio. Untuk kebanyakan pasangan yang sudah menghabiskan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun menjalani terapi infertilitas hingga tercapai kehamilan saat ini, mungkin pilihan pertama tidak akan dipilih. Risiko morbiditas dan mortalitas maternal dan neonatal akan meningkat bila pilihan kedua yang dipilih. Selain adanya 1

Upload: natanael-susanto

Post on 02-Oct-2015

160 views

Category:

Documents


19 download

TRANSCRIPT

BAB I

BAB I

PENDAHULUANKebanyakan kehamilan multifetal merupakan kehamilan yang bermasalah, menyangkut mortalitas dan morbiditas baik fetal maupun maternal. Diperkirakan terjadi 9,7 kematian per 1000 kelahiran tunggal hidup ; 52,7 kematian per 1000 kelahiran gemeli; dan 138,5 kematian dari 1000 kelahiran hidup triplet . Umur rata-rata pada triplet adalah 33 minggu sedangkan untuk quadriplet dan quintuplet sebagian besar (98%) lahir sebelum 37 minggu. Beberapa morbiditas maternal pada kehamilan multifetal, adalah peningkatan kejadian hipertensi maternal, DM gestasional dan angka sectio caesaria .(1,2,3,4)Uterus manusia sudah didisain untuk membawa 1 janin pada setiap saatnya, sehingga setiap pertambahan jumlah fetus meningkatkan komplikasi kehamilan. Sekali terjadi kehamilan multifetal, maka seorang wanita memiliki 3 pilihan dengan masing-masing kelebihan dan kekurangannya yaitu: mengaborsi seluruh kehamilan, meneruskan kehamilan atau mengaborsi beberapa embrio. Untuk kebanyakan pasangan yang sudah menghabiskan waktu berbulan-bulan atau bertahun-tahun menjalani terapi infertilitas hingga tercapai kehamilan saat ini, mungkin pilihan pertama tidak akan dipilih. Risiko morbiditas dan mortalitas maternal dan neonatal akan meningkat bila pilihan kedua yang dipilih. Selain adanya peningkatan risiko kematian janin, neonatus maupun bayi, anak yang bertahan hidup mungkin akan tetap memiliki risiko tinggi untuk kecacatan permanen. Penelitian terakhir menunjukkan estimasi kecacatan 1 anak adalah 7,4% untuk gemeli, 21,6% untuk triplet dan 50% untuk kuadriplet dan kuintuplet.(1,4,5,6,)

Pilihan ketiga, untuk mengaborsi sebagian embrio merupakan suatu metode untuk meningkatkan survival dan kesehatan. Pada awalnya diperkenalkan sebagai metode terminasi selektif dari janin yang mengalami kelainan genetik tanpa mengaborsi kembarannya yang sehat, namun saat ini dipergunakan untuk terminasi satu atau lebih janin normal untuk meningkatkan survival dari janin yang tersisa dan juga untuk menurunkan morbiditas maternal. Prosedur ini juga telah digabungkan dengan diagnosis prenatal untuk menghindari terjadinya aborsi elektif berulang, seperti pasangan yang memiliki risiko untuk mendelian ds ditawarkan untuk menjalani assisted fertilization, diagnosis genetik pada trimester I dan terminasi selektif dari janin yang terkena. Meskipun secara moral prosedur ini tidak dapat diterima oleh beberapa orang, tindakan ini banyak diterima dan dipilih kecuali karena harganya yang tinggi karena teknik reproduksi bantuan sifatnya invasif dan karena trauma emosional pada saat menjalani reduksi kehamilan multifetal (MPR)(27,28,29)

Reduksi kehamilan multifetal bukanlah penyelesaian yang optimal untuk berbagai masalah yang disebabkan oleh kehamilan multifetal. Meskipun dipahami bahwa kehamilan multifetal tidak dapat sepenuhnya dihindari pada pasien yang tengah menjalani terapi infertilitas, banyak ahli meyakini bahwa prosedur ini tidak boleh dipergunakan sebagai jaring pengaman untuk klinik infertil (7,8)

BAB II

KEHAMILAN MULTIFETAL

Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kehamilan tersebut selalu menarik perhatian wanita itu sendiri dokter dan masyarakat pada umumnya. Kehamilan dan persalinan membawa risiko bagi janin. Bahaya bagi ibu tidak sebegitu besar, tetapi wanita dengan kehamilan kembar memerlukan pengawasan dan perhatian khusus bila diinginkan hasil yang memuaskan bagi ibu dan janin.(34)2.1. Frekuensi

Insiden kehamilan kembar tiga atau lebih meningkat cukup tajam pada dua dekade terkahir . Perubahan ini oleh karena kontribusi dari kesuksesan para pakar infertilitas dalam penggunaan teknik reproduksi bantuan. Seperti dilaporkan oleh Jewel bahwa kehamilan kembar pada tahun 1970 1: 55, tahun 1990 menjadi 1:43. Triplet 1:3323, menjadi 1: 1341. Demikian juga pada Quadriplet terjadi peningkatan lebih dari 10-20 kali. (5)2.2. Faktor Risiko Terjadinya Kehamilan Multifetal.

Untuk terjadinya kehamilan multifetal beberapa faktor telah disebut sebagai penyebab diantaranya umur, paritas,nutrisi, ras, riwayat terapi infertil, maupun program bayi tabung.(4,5,6)

2.2.1 Umur dan paritas

Umur merupakan faktor penting terjadinya kehamilan maupun kehamilan kembar. Melakukan transfer embryo pada keadaan umur yang lebih tua terjadi penurunan angka kelahiran , pada kelompok umur < 35, 35-39 dan > 39 akan terjadi penurunan dari 32 ke 25 dan 12 %. (4,21,33)

Meningkatnya umur dan paritas secara tidak langsung meningkatklan kehamila kembar pada populasi pada berbagai studi. Di Swedia Paterson melaporkan frekuensi kehamilan kembar pada kehamilan pertama 1,3 % dibanding 2,7 % pada kehamilan ke empat. Di Nigeria, Azubuke mendapatkan 2% pada kehamilan pertama dan meiningkat menjadi 6,6% pada kehamilan keenam atau lebih. (6)

2.2.2. Faktor Nutrisi

Nylander melaporkan terjadi hubungan yang bermakna antara kehamilan kembar dengan status gizi wanita hamil yang ditunjukkan dengan ukuran tubuh wanita hamil. Pada wanita yang tinggi dan berat kehamilan kembar meningkat sekitar 25-30% dari pada wanita yang tergolong pendek. Demikian juga seperti dikatakan oleh Mac Gillivary kehamilan kembar dyzigotik lebih banyak terjadi pada wanita tinggi besar dari pada wanita bertubuh kecil. Beberapa bukti penting juga didapatkan pada saat perang dunia ke- 2 kehamilan kembar lebih berhubungan dengan satus gizi dari pada ukuran tubuh. (6)2.2.3. Ras dan keturunan

Frekuensi persalinan janin multipel bervariasi secara bermakna diantara ras yang berbeda, seperti persalinan gemeli satu diantara 100 kehamilan kulit putih, dibanding dengan satu diantara 79 kehamilan kulit hitam. Perbedaan ras yang mencolok merupakan konsekuensi variasi pada frekuensi gemeli dizygot.

Keturunan sebagai faktor yang menentukan pada gemeli, genetik ibu jauh lebih penting dari ayah. Latter-Day Saints, mencatat bahwa wanita yang dirinya sendiri kembar dizygot memberikan persalinan kembar dua dengan rata-rata satu pasang tiap persalinan. (4,5,6)

2.2.4. Terapi Infertil

Induksi ovulasi dengan FSH dan HCG atau clomiphen citrate menyebabkan uvulasi yang multipel. Kejadian kehamilan multipel pada penggunaan gonadotropin terapi meningkat antara 16-40%. Setengah dari kehamilan triplet terjadi kerana induksi ovulasi.

Faktor risiko kehamilan kembar setelah stimulasi ovarium dengan hMG karena terjadi peningkatan konsentrasi estradiol pada hari saat penyuntikan Gonadotropin dan peningkatan kualitas sperma seperti peningkatan konsentrasi dan motilitas. (6)2.2.5. Teknologi Reproduksi Bantuan

Teknik reproduksi bantuan didisain untuk meningkatan kesempatan untuk hamil, yang secara tidak langsung meingkatkan kemungkinan kehamilan kembar. Pasien setelah dilakukan superovulasi kemudian dilakukan fertilisasi invitro yang selanjutnya dua sampai empat embryo dimasukkan ke dalam uterus. Secara umum semakin besar jumlah embryo yang ditransfer semakin besar risiko kehamilan kembar. (5,6)

2.3. Perjalanan Alamiah Kehamilan Multifetal

Persalinan multifetal memberikan persentase yang tidak seimbang dari angka mortalitas bayi, diperkirakan terjadi 9,7 kematian per 1000 kelahiran tunggal hidup ; 52,7 kematian per 1000 kelahiran gemeli; dan 138,5 kematian dari 1000 kelahiran hidup triplet . Angka mortalitas yang tinggi sangat terkait dengan tingginya kelahiran prematur pada kehamilan multifetal. Insiden keguguran, komplikasi maternal dan morbiditas perinatal juga meningkat. (11,12,13,14)

Empat penelitian yang dipublikasikan antara tahun 1988 dan 1990 menceritakan tentang perjalanan alamiah 332 triplet ( Australian In Vitro Fertilization Collaborative Group)(12) . Dalam laporan ini persalinan yang terjadi kurang dari umur kehamilan 37 minggu terjadi pada 86-100% kasus, lebih dari 32 minggu pada 39% kasus dan antara 24-28 minggu pada 3-10% kasus. Kelahiran pada 24-28 minggu saja sangat membuat kita prihatin karena bayi yang lahir pada umur tersebut dapat mengalami kecacatan permanen karena lahir sangat prematur. Usia rata-rata lahir pada seluruh bayi dalam serial penelitian adalah 33 minggu, yang angkanya tepat sama dengan angka yang di dapat pada penelitian sebelumnya terhadap 110 pasangan triplet yang dipublikasikan sebelumnya. (12,13,27,28)

Dari penelitian Sasson dkk, 1990, tentang triplet dan kehamilan gemeli, didapatkan bahwa wanita yang mengandung janin triplet memiliki angka kejadian persalinan preterm yang lebih tinggi ( 87 vs 26,7%), dan rawat inap neonatus yang lebih panjang ( 29 vs 8,5 hari) dengan berat badan lahir yang lebih rendah ( 1772 vs 2475g) dan rata-rata usia kehamilan saat persalinan yang lebih rendah . Kebanyakan triplet membutuhkan perawatan di NICU, 34% membutuhkan intubasi dan hanya 3% yang menjadi penyakit paru kronis. Keluaran neonatus jangka pendek triplet serupa dengan bayi tunggal hidup dan gemeli yang dipasangkan untuk usia kehamilan. (18,22,23,30)

Seluruh wanita yang mengandung kembar 4 dan 5 melahirkan secara prematur, dengan mortalitas perinatal 25% pada pasien yang dapat mencapai usia kehamilan 24 minggu. Meski data untuk kembar 4 sangat terbatas, terdapat 4 serial penelitian yang dilaporkan meneliti keluaran 89 pasang kuadriplet, menunjukkan adanya 98% persalinan dengan umur kehamilan < 37 minggu; 57% dengan 32 mg dan 22% umur kehamilan antara 24-28 minggu.(2,13,15)

Keluaran kembar 5 memiliki laporan kasus yang lebih terbatas, dan kelahiran hidup kembar 6 jarang dilaporkan. Dua kasus kelahiran bayi kembar 7 banyak dipublikasikan pada tahun 1997, dan terdapat laporan mengenai kelahiran kembar 8 dari seorang wanita Texas. Salah satu dari kembar 8 tidak dapat bertahan hidup pada masa neonatal, tidak ada satupun laporan dari keberhasilan hidup kembar 8. Terdapat satu laporan kasus yang lain, dari 5 bayi yang bertahan hidup dari kelahiran kembar 8, yang dilaporkan pada usia kehamilan 33 minggu yang dilaporkan normal hingga usia 2 tahun . (16,17)BAB IIIREDUKSI KEHAMILAN MULTIFETAL

3.1 DefinisiReduksi Kehamilan Multifetal digunakan pada keadaan melakukan eliminasi pada fetus baik yang terdeteksi mengalami kelainan ataupun normal pada kehamilan kembar dengan tujuan untuk memperbaiki prognosis dan survival dari janin yang normal atau tersisa. Reduksi selektif digunakan untuk eliminasi fetus dengan kelainan kongenital atau dengan kelainan kromosome dengan tujuan meningkatkan survival janin yang normal. Istilah reduksi elektif digunakan apabila melakukan reduksi pada janin yang normal dengan tujuan untuk meningkatkan survival janin yang lain dalam kehamilan tersebut. Reduksi kehamilan multifetal, reduksi kehamilan ganda karena alasan kesehatan ibu, alasan psikologis ataupun sosial ekonomi (2,9,11,12)

3.2. Indikasi Reduksi

Mengadakan kehamilan merupakan hal yang sukses, sayangnya anak-anak sering dengan kecacatan dan ibu menderita deperesi. Keadaan ini sering digunakan untuk menggambarkan praktek IVF dengan banyak embrio yang diletakkan, dimana berkah dari adanya kembar dua atau kembar tiga ini berubah menjadi kado beracun. Kehamilan multipel mengakibatkan komplikasi obstetri, morbiditas perinatal, malformasi kongenital, mortalitas janin dan maternal dan masalah sosial, psikologis dan ekonomi di masa mendatang (4,12). Usaha untuk melakukan sesuatu terhadap adanya insiden kehamilan multipel yang tinggi dimulai sejak satu dekade yang lalu dan bahkan kemudian bertumbuh lebih keras lagi. Meskipun masyarakat internasional dalam bidang ini mengeluarkan pedoman ataupun rekomendasi mengenai jumlah embrio yang ditransfer, efek dari adanya pedoman ini masih minimal di lapangan. Temuan ini menentang adanya regulasi profesional yang dimiliki oleh masing-masing dokter. Jadi tidaklah mengherankan apabila rekomendasi ini tidak dapat dengan cepat diterima. (4,12, 13, 14, 21)

Untuk melakukan reduksi kehamilan multifetal

1. Kehamilan multifetal lebih besar atau sama dengan 3 baik dengan abnormal, mencurigakan pada satu janin atau tidak (tabel 1)

2. Dilakukan pada umur kehamilan lebih besar atau sama dengan 10 mg

3. Mendapat persetujuan pasangan suami istri

4. Sebelumnya telah dilakukan usaha pencegahan/ membatasi jumlah embrio yang ditransfer.

5. Dilakukan oleh dokter yang berpengalaman

Tabel .1 Fetus dengan kelainan

1. Neural tube defects

2. Trisomy 21

3. Trisomy 18

4. Trisomy 13

5. Hydrocephalus

6. Multiple anomalies

7. Klinelfelter syndrome

8. Cystic hygroma

9. Triploidy

10. Tetralogy of fallot

11. Encephalocele

3.3. Konseling

Seperti semua tindakan medis yang lain, sebelum memulai terapi infertilitas atau tiap usaha untuk melakukan terminasi selektif atau reduksi, pasangan harus diberitahukan tentang risiko dan keuntungan sehingga diperoleh persetujan mereka. Konseling tentang kehamilan hendaknya mencakup diskusi mengenai harapan morbiditas dan mortalitas bila kehamilan diteruskan, menurut jumlah janin, harapan morbiditas dan mortalitas dengan kembar atau triplet, yang mana akan dialami setelah reduksi dan risiko dari prosedur itu sendiri. (11,12,15,18)Konseling harus dipikirkan sebagai proses yang terus berjalan, dimulai sebelum pengambilan keputusan dan berlanjut hingga penatalaksanaan pasien. Risiko dari terapi infertilitas adalah kehamilan multifetal, yang berhubungan dengan kejadian abortus spontan, persalinan preterm dan morbiditas dan mortalitas neonatal. Informed consent mengenai kemungkinan kehamilan multipel dan adanya risiko maternal seperti pemanjangan waktu di rumah sakit, perdarahan ante partum, perdarahan post partum, hipertensi dalam kehamilan dan peningkatan risiko untuk sectio caesaria harus dijelaskan kepada pasien.(19,22,23,33)

Juga merupakan kewajiban dokter untuk menginformasikan pada pasien bahwa reduksi janin juga memiliki risiko pula terhadap janin yang lain, seperti adanya kehilangan kehamilan pada 4,5-7,6% reduksi triplet menjadi gemeli di multisenter yang besar. Laporan adanya berat badan lahir rendah dari gemeli hasil reduksi triplet juga menjadi perhatian, meski seharusnya tidak ada perbedaan antara gemeli hasil reduksi triplet . (19, 33)

Terdapat laporan bahwa 93% pasien yang menjalani reduksi kehamilan menyatakan tetap akan mengambil keputusan tersebut jika dapat diulang meski hal tersebut merupakan hal yang menyedihkan dan penuh stress. Isu etika dari tindakan ini harus dibicarakan dengan pasien sebelum memulai terapi. Pasien mesti diingatkan mengenai perasaan mereka dan risiko tindakan ini karena merupakan bagian dari proses.

(18,19,25,26)

3.4. Teknik/Prosedur.Reduksi kehamilan multifetal merupakan day care service. Umumnya dilakukan pada usia kehamilan 10-12 minggu. Kita menunggu 10 minggu adalah untuk menunggu terjadinya reduksi alami dan memberikan kesempatan untuk secara alamiah dilakukan identifikasi adanya kelainan pada janin (12,14,15). Sebelum melakukan tindakan, dilakukan konseling yang menyeluruh menyangkut tujuan, teknik serta risiko tindakan. Setelah itu persiapan berupa pemeriksaan USG permulaan untuk menentukan jumlah dan panjang pantat-kepala ( crown-rump length) seluruh janin yang viabel. Kemudian teknik yang akan dilakukan bisa secara transabdominal, transervikal ataupun secara transvagina.(1,22,27)

Seleksi janin mana yang akan direduksi dipilih dari janin mana yang secara teknis lebih mudah untuk prosedur, kecuali apabila didapatkan perbedaan pertumbuhan yang nyata ( janin dengan crown-rump length paling pendek), peningkatan translusensi nuchal ataupun kelainan. Janin yang terletak paling dalam sedapat mungkin tidak diusik. Pada kasus reduksi akibat adanya abnormalitas, identifikasi janin yang tepat, khorion yang tepat dan penentuan tingkat keparahan ( lethal/tidak) merupakan hal yang sangat penting. Janin dengan kelainan morfologi dapat dengan mudah diperiksa melalui USG namun pada janin dengan kelainan kromosomal, identifikasi visual merupakan hal yang tidak mungkin, karenanya direkomendasikan untuk dilakukan amniosintesis, biopsi plasenta atau pengambilan sampel darah janin sebelum melakukan tindakan. Pengambilan spesimen untuk konfirmasi setelah tindakan juga perlu dilakukan untuk memastikan tidak ada kesalahan pada reduksi. (1,4,5,33)

3.4.1. Pendekatan Transabdominal

Setiap wanita yang akan menjalani MPR, dilakukan pemeriksaan USG permulaan untuk menentukan jumlah dan panjang pantat-kepala seluruh janin yang viabel. Pasangan tersebut diberikan konseling yang panjang lebar mengenai risiko dan kemungkinan manfaat MPR. Sesi ini dilakukan paling tidak 1 hari sebelum prosedur untuk memberikan kesempatan pada pasangan tersebut memikirkan hal-hal yang berkaitan dan menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang mereka alami. Prosedur dilakukan tanpa rawat inap. Dosis tunggal antibiotika diberikan sebelum tindakan. Pemeriksaan USG dilakukan untuk mengetahui lokasi dari masing-masing kantung embrio. Operator dan asisten kemudian mencuci tangan dan memakai gaun OK. Transducer USG diletakkan pada pembungkus steril. Abdomen ibu dibersihkan, dibungkus dan dilapisi dengan gel steril diseluruh bagian yang mungkin dilalui jarum suntik. Jarum G22 9 cm digunakan untuk insersi kecuali apabila dibutuhkan jarum yang lebih panjang. Untuk meminimalkan risiko infeksi, jarum tidak boleh ditusukkan 2 kali pada perut ibu. Apabila memungkinkan, janin pada kantung embrio yang paling bawah dibiarkan, kecuali apabila dia mengalami malformasi seperti panjang kepala-kaki yang abnormal, atau merupakan monokhorion dengan 1 kembaran yang lain. Jarum ditusukkan dibawah tuntunan USG kejanin yang dituju, dan diinjeksikan 2-3 meq potasium klorida. Apabila denyut jantung masih ada, ditambahkan potassium klorida. Jarum dibiarkan pada posisi tersebut hingga 3 menit, sampai keadaan asistole dapat dikonfirmasi. Prosedur yang serupa dilakukan untuk fetus lain yang dituju. Apabila terdapat 6 atau lebih janin, maka reduksi umumnya dilakukan dalam 2 atau 3 seri yang terpisah, dengan interval 1 minggu. Setelah tindakan selesai pasien harus di USG ulang untuk melihat ada atau tidaknya denyut jantung pada tiap-tiap janin. Satu jam kemudian, dilakukan USG terakhir untuk mencari adanya kemungkinan denyut jantung pada janin yang direduksi. Wanita tersebut dianjurkan untuk membatasi aktifitasnya selama 48 jam ke depan dan melaporkan adanya kejadian perdarahan, keluarnya cairan, kontraksi ataupun adanya tanda-tanda infeksi. USG follow-up dilakukan 2 minggu kemudian. (1,2,3,4,5,33)

3.4.2. Pendekatan Transvagina.

Pendekatan transvaginal menggunakan jarum dengan tuntunan atau menggunakan alat khusus yang langsung terhubung dengan tranducer USG transvaginal. Pada pendekatan ini, prosedur dapat dilakukan pada usia kandungan yang lebih kecil, namun deteksi untuk kelainan morfologi menjadi berkurang. Sebagai konsekuensi pada penelitian besar menggunakan prosedur transvaginal, Timor Tritsch dkk memilih untuk melaksanakan prosedur pada 9,5 minggu(1). Terdapat adanya teori lain yang mendasari, meski kantung embrio terdalam adalah lokasi yang paling mudah untuk diraih dengan pendekatan transvaginal, kematian janin pada sakus tersebut dapat menjadi predisposisi untuk kejadian KPD dalam kehamilan. Komplikasi ini belum terbukti penting dan menjadi masalah klinis (1). Selain itu risiko infeksi adalah lebih besar apabila yang dipilih adalah rute transvagina. Pada penelitian lain, terdapat 3 pasien dengan infeksi dari 134 yang menjalani prosedur. Dua dari infeksi tersebut berespon terhadap infeksi dan 1 sisanya membutuhkan tindakan terminasi kehamilan. Pendekatan tranvagina lebih mudah dilakukan pada pasien obese dan pada pasien dengan jaringan parut di abdomen.(4,10,11,14,15)

Seperti pada pendekatan transvaginal, direkomendasikan penggunaan betadine pada vagina sebelum prosedur. Direkomendasikan pula penggunaan antibiotika broad spektrum. Senter-senter yang menggunakan pendekatan ini secara rutin melakukan kultur serviks untuk klamidia dan streptokokus grup B sebelum tindakan (10)

USG dilakukan untuk mengevaluasi uterus, plasenta dan fetus. Bila seluruh bayi tampak normal, maka target reduksi adalah bayi yang secara teknis paling mudah direduksi.

3.4.3. Pendekatan Secara Transervikal

Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Dumes dan Oury, yang mengeluarkan embryo menggunakan suction curetage bertekanan rendah. Dilakukan pada umur kehamilan 8-11 minggu. Speculum dipasang pada vagina kemudian vagina dan serviks dibersihkan dengan betadine. Portio dijepit dengan tenaculum kemudian dengan tuntunan USG menggunakan suction kuretage mini diarahkan pada embryo yang diinginkan. Teknik ini secara umum sukses namun sudah jarang digunakan karena komplikasi kegugurannya yang tinggi, hampir 50%. (11,16,18)

3.5. Pemeriksaan Genetik

Pasien yang menjalani MPR juga memiliki indikasi tambahan untuk menjalani pemeriksaan genetik, seperti risiko pada wanita yang berusia tua yang meningkat untuk terjadinya kromosome abnormal. Pasien yang memiliki risiko untuk kelainan autosomal resesif ataupun autosomal dominan menghadapi dilema yang serupa pada saat MPR. Meskipun beberapa kelainan morfologis dapat dideteksi melalui USG pada saat tindakan MPR, kebanyakan kelainan kariotipe tidak dapat ditemukan kecuali melalui biopsi villi khorion (CVS) atau amniosentesis.(17,12,19)

Brambati dkk mendiagnosis 5 kasus aneuploidy, 4 kasus thalasemia mayor dan 1 kasus hiperplasia adrenal kongenital menggunakan CVS sebelum melakukan MPR (18) . Hal serupa didapatkan dalam serial penelitian dari 25 pasien yang menjalani CVS sebelum melakukan MPR oleh De Catte dkk (19). Hal ini membuat kita menduga bahwa CVS yang dilakukan sebelum MPR adalah memungkinkan secara teknik dan tidak meningkatkan risiko abortus setelah MPR. Meskipun hasil ini menimbulkan dukungan dan harapan, masih terdapat pertanyaan mengenai kesalahan sampel akibat teknik ini dipergunakan untuk kehamilan multifetal dan pasien harus mendapatkan konseling mengenai kemungkinan ini.(18,19,25)

Peneliti-peneliti lain melaporkan hasil yang berkebalikan. Tabsh dan Theroux (1991) menemukan adanya peningkatan risiko abortus pada pasien yang melakukan amniosentesis dan MPR apabila dibandingkan dengan kelompok yang hanya menjalani MPR. Penulis menduga adanya inflamasi subkilinis akibat MPR dapat menjadi predisposisi peningkatan risiko KPD ataupun infeksi setelah amniosentesis. Tiga penelitian lain menemukan tidak adanya peningkatan risiko akibat amniosentesis.(15,18,21,)

3.6. Keluaran Setelah Reduksi

Evans dkk melaporkan, dari 463 MPR yang melibatkan 18 gemeli, 175 triplet, 193 kuadriplet, 52 kuintuplet dan 25 dengan janin lebih dari enam pada saat prosedur, secara teknis terjadi 100% kesuksesan teknik. Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan lebih dari 24 minggu adalah sebesar 83,8% dan 16,2 % sisanya mengalami abortus seluruh janin pada atau sebelum 24 minggu. Wanita yang melahirkan setelah usia lebih dari 24 minggu adalah 83,5% dengan umur kehamilan lebih dari 33 minggu, 9,4% dengan umur kehamilan 29-32 minggu dan 7,1% dengan umur kehamilan antara 25-24 minggu. Sembilan belas dari 75 kehamilan yang mengalami abortus pada umur kehamilan kurang dari 24 minggu terjadi dalam empat minggu setelah prosedur, sedangkan 56 sisanya terjadi setelah empat minggu. Angka abortus adalah bermakna namun serupa dengan 22% aboruts spontan pada wanita yang memang dengan gangguan infertilitas dan sedang hamil karena menjalani terapi seperti yang dilaporkan oleh American Fertility Society (1993). Tidak ada variasi abortus apabila tindakan dilakukan pada usia kehamilan antara 8-12 minggu, namun usia kehamilan saat melahirkan lebih rendah pada pasien yang menjalani tindakan pada usia kehamilan 13-14 minggu. Setiap pusat kesehatan yang terlibat dalam penelitian ini melaporkan adanya penurunan angka abortus seiring dengan meningkatnya pengalaman. (1,2,4,8)

Pada tahun-tahun berikutnya, pengalaman MPR kolaboratif diperbaharui dengan melibatkan 1074 tindakan dan cukup besar untuk mendemonstrasikan adanya penurunan angka abortus akibat MPR transabdominal, dari 16 % pada tahun pertama pelaksanaan tindakan menjadi 8-9% pada tahun berikutnya. Apabila distratifikasi jumlah embrio awal dan embrio akhir, angka abortus pada reduksi triplet menjadi gemeli adalah sebesar 4,5%. Meskipun kejadian abortus menurun seiring dengan meningkatnya pengalaman, angka abortus lebih rendah pada kelompok transabdominal apabila dibandingkan dengan transvaginal ( 5,4% dibanding 12,0%).(,2,4)

Pada dekade pertama setelah diperkenalkannya tindakan ini, keuntungan MPR berguna pada janin lebih dari 4 janin . Usia kehamilan rata-rata saat persalinan dari wanita dengan kehamilan lebih dari 4 janin yang direduksi sehingga menjadi gemeli lebih tinggi secara bermakna apabila dibandingkan dengan mereka yang tidak menjalani reduksi. Rawat inap untuk ibu dan neonatus lebih singkat pada mereka yang menjalani reduksi. Risiko untuk persalinan imatur-prematur ( kurang dari 28 minggu) juga menurun. (1,2,4,8)

Pada penelitian triplet ( tabel 2) yang direduksi menjadi gemeli dikaitkan dengan pemanjangan durasi kehamilan. Hal ini kemudian dikaitkan dengan peningkatan berat badan dan rendahnya angka rawat NICU. Tidak ada data penelitian yang meneliti keluaran jangka penjang dari anak triplet yang dibandingkan dengan gemeli hasil reduksi triplet. Data-data hanya bisa didapatkan mengenai efek MPR terhadap risiko persalinan sebelum usia kehamilan 28 minggu. Keluaran dari gemeli yang merupakan hasil dari reduksi triplet dapat dikatakan mirip dengan gemeli yang bukan hasil reduksi. Sebagai tambahan bahwa reduksi triplet menjadi gemeli juga menurunkan insidens diabetes kehamilan seperti pada salah satu penelitian terjadi penurunan diabetes kehamilan dari 22% menjadi 6 % pada triplet direduksi menjadi gemeli . (1,2,4,8)Tabel 2.

Perbandingan hasil keluaran triplet yang direduksi menjadi gemeli dengan gemeli non reduksi

Dikutip dari pustaka no 4.

Rawat tinggal, persalinan preterm dan tindakan sectio caesaria menurun setelah prosedur MPR. Insiden preeklampsia, diabetes kehamilan dan komplikasi kehamilan yang lain tidak seragam penurunannya setelah reduksi.(2,4,5,7)

3.7. KomplikasiPemantauan komplikasi dengan nilai-nilai biokimia

Setelah tindakan reduksi pada trimester I, kadar (-fetoprotein maternal meningkat pada trimester II. Diduga hal ini disebabkan oleh pelepasan jaringan atau serum dari janin yang mati dan jumlahnya/ nilainya sesuai dengan banyaknya fetus yang direduksi karenanya pemeriksaan (-fetoprotein rutin untuk melihat adanya defek tabung neural menjadi tidak valid dan harus dilakukan USG yang teliti.(21,24)

Dengan matinya 1 atau lebih janin, baik secara spontan maupun iatrogenik, ibu mengalami peningkatan risiko untuk DIC. Komplikasi ini diyakini terjadi karena adanya pelepasan bahan-bahan tromboplastik ibu ke dalam sirkulasi. Karena adanya risiko ini , maka direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan profil pembekuan darah secara periodik. Penelitian yang melakukan pemeriksaan setiap 2 bulan menunjukkan bahwa angka kejadian ini adalah sangat jarang.

Fungsi endometrium residual menurun setelah reduksi, hal ini ditandai dengan adanya penurunan insulin like growth factor binding proten 1 ( IGFB-1), protein plasenta 14 yang terjadi 2 minggu setelah reduksi dan bertahan selama beberapa bulan, mungkin bertanggung jawab menyebabkan peningkatan insiden retardasi pertumbuhan dan persalinan preterm dini pada kehamilan tersebut(1,12,24)

`3.7.1. Risiko

Komplikasi tindakan termasuk infeksi, ketuban pecah dini, dan abortus. Sulit untuk menentukan angka tepat dari abortus terkait MPR. Abortus pada usia kehamilan kurang dari 24 minggu adalah 9,5% dan 16,2% pada Mount Sinai dan penelitian kolaboratif. Secara respektif 84% dan 75% terjadi dalam 4 minggu setelah tindakan. Durasi antara prosedur dan abortus ini menimbulkan kecurigaan. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa wanita yang menjalani induksi ovulasi dengan/tanpa ART mengalami risiko abortus yang lebih tinggi dibandingkan wanita yang mengalami kehamilan secara spontan ( Australia In Vitro Fertilization Collaborative Group.(24). Mungkin hal ini disebabkan pula karena usia pasien yang lebih tua, penyebab mengapa mereka tidak mampu menghasilkan konsepsi ataupun terapi infertilitas itu sendiri. Tidak didapatkan adanya keraguan bahwa apabila jarum diletakan pada uterus yang sedang hamil, risiko abortus akan meningkat, namun apabila MPR dilakukan oleh operator yang berpengalaman, data yang ada menunjukkan bahwa risiko prosedur adalah kurang dari 5% (24,25)

Tidak ada laporan mengenai cedera anatomi. Risiko kematian janin intrauterin dari janin yang tersisa sulit diperkirakan, namun banyak dilaporkan.(25) Risiko dari janin yang tersisa, dengan besar insiden bervariasi mulai dari 13-50%. Namun pada suatu penelitian kohort retrospektif terakhir,. Torok dkk(1998) tidak menemukan IUGR yang diakibatkan oleh tindakan MPR, kecuali pada jumlah janin lebih besar atau sama dengan 5. Dari 441 kembar hasil reduksi, insiden IUGR adalah sebesar 12,1% dari triplet dan kuadriplet, dan insiden IUGR menjadi 23,1% bila reduksi pada kehamilan janin 5 atau lebih. Kelompok kontrol dari gemeli diskhorionik mengalami 14% insiden IUGR. Insiden kurangnya berat badan pada gemeli adalah serupa baik untuk hasil reduksi maupun nonreduksi.(25,28)

Ketakutan mengenai koagulopati maternal dan kemungkinan cedera dari janin yang hidup ( non reduksi) sepertinya tidak perlu dikhawatirkan. Tidak didapatkan kasus DIC maternal pada pasien yang menjalani reduksi kehamilan pada trimester I. Satu kematian maternal dilaporkan pada wanita dengan morbid obese, yang mengandung 7 anak, yang kemudian mengalami emboli pulmoner septik 3 hari setelah MPR

Risiko spesifik yang umum pada terminasi selektif atau reduksi termasuk :

1. Abortus dari janin yang ada

2. Abortus janin yang normal pada kembar

3. Retensi janin abnormal secara genetik atau struktural

4. Kerusakan janin tanpa kematian

5. Persalinan preterm pada janin yang tersisa.

6. Perkembangan janin kembar diskordan atau janin dengan restriksi pertumbuhan

7. Infeksi maternal. perdarahan atau koagulopati disseminata dengan tetap

memelihara produk konsepsi.

3.7.2. Efek Psikologis

Keputusan untuk menjalani MPR bukanlah merupakan keputusan yang mudah dibuat oleh pasangan yang memilih pilihan ini. Pada hampir semua kasus, mereka merupakan pasien infertil, yang sudah banyak kehilangan waktu, usaha dan biaya untuk memperoleh kehamilan. Untuk melihat apakah terjadi gejala psikologis yang persisten, seorang psikolog menghubungi 100 wanita yang menjalani MPR di Mount Sinai (24). Sembilan puluh satu persen dari pasien-pasien ini setuju untuk melakukan wawancara per telepon selama 45 menit menjawab pertanyaan terstruktur. Wawancara ini dilakukan pada tahun 1992 atau 2-6 tahun setelah tindakan MPR. Delapan puluh dua wanita melahirkan bayi yang sehat dan 10 wanita sisanya mengalami kematian janin dalam kandungan. Meskipun hampir seluruh dari wanita ini sangat menyesal menjalani MPR, 93% kelompok awal dan 70% dari kelompok kedua menyatakan apabila terulang mereka akan kembali mengambil keputusan yang sama. Pada hampir semua kasus, alasan utama dari pengambilan keputusan tersebut adalah perlunya pengorbanan dari beberapa janin untuk mempertahankan hidup dan kesehatan saudaranya yang disisakan. Hampir seluruh wanita menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan dan prosedur tindakan menimbulkan stress dan secara emosional menyakitkan. Adanya perasaan bersalah dan marah yang ringan serta kesedihan yang moderat menetap pada banyak pasien. Sejumlah kecil wanita terus menerus mengalami distres emosional walaupun tidak bermakna secara klinis. Wanita-wanita yang mengalami perasaan sedih lebih dalam adalah wanita yang lebih muda dan lebih religius, wanita yang memiliki lebih banyak janin dan wanita yang lebih sering melihat janinnya melalui USG. Visualisasi USG yang sering dari janinnya sangat kuat berhubungan dengan lama dan tingkat rekurensi pemikiran mengenai janin yang direduksi dan berhubungan dengan makin sering dan persistennya perasaan sedih setelah prosedur. (24,26)

Dalam suatu penelitian yang dilakukan di Belanda, 9 dari 21 pasangan diwawancara pada jangka waktu 9 bulan - 6 tahun setelah MPR, melaporkan adanya perasaan bersalah setelah prosedur MPR, dan angka yang sama didapatkan pada laporan adanya konflik emosional pada minggu-minggu pertama setelah persalinan (27). Mayoritas pasien menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui adanya risiko dari induksi ovulasi dan terapi infertilitas. Hanya 2 dari 21 pasangan yang melaporkan adanya perasaan kehilangan dari janin yang direduksi. Periode kehilangan umumnya bertahan kurang dari 3 bulan, namun 37% pasien mengalami reaksi kehilangan pada saat reduksi tersebut. (27,28)

Hasil-hasil diatas membuat kita tahu akan pentingnya dukungan dan edukasi pada seluruh pasien yang mengambil keputusan untuk MPR. Dokter yang melakukan prosedur ini harus sensitive terhadap isu ini dan mau membicarakannya secara terbuka dengan pasien. Konseling follow-up dengan profesional dibidang kesehatan mental harus mudah didapatkan oleh pasien yang akan menjalani prosedur ini.

BAB III

MASALAH ETIKA

Terdapat banyak masalah etika yang kompleks dalam MPR. Apakah adil untuk menurunkan jumlah fetus dalam uterus untuk menurunkan risiko yang tidak spesifik pada seluruh fetus?. Beberapa pengarang/peneliti membahas masalah etika dalam MPR. Pada kelompok masyarakat dimana aborsi dapat dilakukan atas permintaan, prosedur MPR tidak akan membutuhkan alasan tambahan. Haruslah diingat bahwa yang memiliki janin multipel ini adalah wanita yang menjalani terapi infertilitas yang sangat menginginkan anak. Terminasi elektif dari janin yang sehat belumlah menjadi hal yang biasa. Alasan medis untuk melakukan MPR mengikuti suatu analogi filosofi, analogi, life boat, yaitu beberapa penumpang yang tenggelam tidak memiliki akses dari perahu penyelamat yang overcrowed, bila perahu membawa mereka maka perahu akan tenggelam dan penumpang sisanyapun akan meninggal. Dalam kasus wanita yang mengandung banyak janin, terdapat banyak argumen mengenai adanya janin hidup yang tidak berdosa, yang harus dikorbankan karena alasan peningkatan survival ataupun untuk menurunkan morbiditas yang serius pada bayi yang ditinggal. Konsep, proportional digunakan untuk membantah, yaitu prosedur ini akan memberikan yang terbaik untuk individu yang tinggal(24). Chervenak dkk, menggunakan prinsip otonomi maternal dan prinsip keuntungan ( beneficence) dimana MPR dapat dilakukan untuk mencapai kehamilan yang dapat memberikan kelahiran hidup dengan morbiditas dan mortalitas neonatal yang minimal.(24,26)

Bila seseorang tidak menanggapi masalah isu sosial, ekonomi dan hanya berkonsentrasi pada relevansi medisnya, sangat jelas dilihat bahwa risiko persalinan preterm yang sangat muda yang menyebabkan peningkatan mortalits perinatal dan morbiditas yang berat secara efektif dapat dikurangi oleh MPR pada wanita yang mengandung janin 4 atau lebih. Data yang ada tidak terlalu meyakinkan untuk triplets, dan masih tetap menjadi daerah abu-abu hingga didapatkan informasi mengenai keluaran jangka panjang. Banyak ahli kandungan merasa bahwa MPR tidak bisa dibenarkan pada gemeli kecuali apabila terdapat faktor yang menuntut adanya kesuksesan hasil pada kasus-kasus yang khusus, seperti pada wanita dengan uterus bikornu atau wanita-wanita dengan riwayat persalinan early preterm dengan bayi tunggal hidup. Perlu diingat bahwa tindakan ini memiliki potensi untuk menyebabkan keguguran dan karenanya pasangan janganlah diberikan konseling mengenai reduksi kecuali apabila mereka siap dengan kemungkinan kehilangan janinnya . (26,28)

Perhatian juga difokuskan pada daerah/bidang yang menyebabkan masalah kehamilan multipel tinggi. MPR dinyatakan sebagai solusi medis yang membawa masalah iatrogenik ( Maymon dkk, 1995). Lebih dari 90% pasien yang menjalani MPR mendapatkan kehamilannya melalui assisted reproduction technicques. Beberapa negara telah mengambil langkah hukum untuk membatasi jumlah embrio yang dapat ditanam pada pasien. Meskipun AS tidak memiliki aturan spesifik, Komite etika dari, American Sociaty for Reproductive Medicine, telah mengeluarkan pedoman untuk tidak melakukan transfer sejumlah embrio ( Ethical Considertaion of Assisted Reproductive Technologies, 1994). Membatasi jumlah embrio akan menurunkan angka kehamilan multipel, namun hampir 60% pasien melakukan stimulasi ovulasi bukan bayi tabung. Sehingga pedoman tambahan untuk induksi ovulasi merupakan hal yang menguntungkan.

BAB IV

RINGKASANKehamilan multifetal kebanyakan bermasalah, diperkirakan terjadi 9,7 kematian per 1000 kelahiran tunggal hidup ; 52,7 kematian per 1000 kelahiran gemeli; dan 138,5 kematian dari 1000 kelahiran hidup triplet . Umur rata-rata pada triplet adalah 33 minggu sedangkan untuk quadriplet dan quintuplet sebagian besar (98%) lahir sebelum 37 minggu. Beberapa morbiditas maternal pada kehamilan multifetal, adalah peningkatan kejadian hipertensi maternal, DM gestasional dan angka sectio caesaria Reduksi kehamilan multifetal adalah tindakan untuk eliminasi fetus pada kehamilan kembar dengan tujuan untuk memperbaiki prognosis dan survival janin yang normal atau tersisa. Data mengenai reduksi kehamilan multipel yang ada saat ini menunjukkan bahwa reduksi kehamilan secara bermakna meningkatkan perbaikan keluaran perinatal. reduksi triplet menjadi gemeli juga menurunkan insidens kelahiran prematur seperti pada penelitian Jenkin pada nonreduksi dan reduksi yaitu : umur kehamilan 24-28mg 9%vs 2%, 28-30mg 11% vs 4%, 30-32mg 17% vs 5%. Reduksi juga menurunkan morbiditas maternal seperti pada salah satu penelitian terjadi penurunan diabetes kehamilan dari 22% menjadi 6 % pada triplet direduksi menjadi gemeli .

Pasien yang menjalani reduksi kehamilan akan melahirkan dalam usia kandungan yang lebih besar apabila dibandingkan dengan mereka yang tidak menjalani reduksi dan karenanya neonatus yang lahir juga akan memiliki berat badan lahir yang lebih tinggi. Untuk kehamilan multipel sangat tinggi, reduksi kehamilan akan mempertahankan kehamilan pasien yang apabila tanpa reduksi pasti akan mengalami keguguran.(27,28)

Indikasi melakukan reduksi kehamilan multifetal adalah pada janin kembar 3 atau lebih, baik dengan abnormal maupun tanpa kelainan. Pada beberapa kasus juga dilakukan pada gemeli, namun banyak menuai pro dan kontra. Setelah dilakukan pencegahan dan konseling yang baik, reduksi dapat dilakukan pada kehamilan 10-12 minggu, dengan menginjeksikan 2-3meq potasium klorida intrakardiak. Teknik ini dilakukan dengan tuntunan USG serta dapat melalui pendekatan transabdominal, transervikal atau transvagina.

Keputusan untuk menjalani MPR bukanlah merupakan keputusan yang mudah dibuat oleh pasangan ini, karena bertentangan dengan etika secara umum dan tidak lepas dari resiko. Pada beberapa kasus terjadi komplikasi tindakan baik berupa abortus, IUGR sampai infeksi maternal. Pasangan yang religius dan lebih muda mengalami perasaan sedih yang mendalam.

Reduksi multifetal masih jauh untuk dikatakan sebagai solusi ideal pada kehamilan multifetal. Akan jauh lebih baik menghindari masalah ini dengan melakukan monitoring pada pasien yang menjalani stimulasi ovulasi dan meminimalkan jumlah embrio yang ditransfer pada fertilisasi invitro/program transfer embrio. Perlu dimengerti, bahwa ditangan seorang profesional yang sangat berpengalaman, kehamilan multipel tidak bisa sepenuhnya dihindari. Karenanya reduksi janin multipel, data mengenai pengalaman yang ada menunjukkan bahwa reduksi kehamilan adalah pilihan yang relatif aman dan efektif pada pasien-pasien yang menghadapi dilema persalinan prematur yang amat dini dengan kehilangan seluruh janinnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Roger B. Newman. Multifetal Pregnancy Reduction and Spontaneous Fetal Death. Multifetal pregnancy, 2000. 53-73

2. Larry C. Gilstrap. Multifetal Pregnancy Reduction. Operative Obstetric 2nd ed. 2002, 563-571.

3. Waterside. Multifetal Pregnancy Reduction. Eastern Virginia Medical School Departement of Obstetric and Gynecology. 2001

4. Fergal D. Malone. Multiple Gestation. In Maternal-Fetal Medicine, Principles and Practice. 5th ed.2004. 513-536.

5. John A.Read. Multiple Gestation. In Obsteteric & Gynecology Prinsiples for Praktice 1. 2001. Chap 9. 273-303.

6. F. Gary Cunningham et al. Multiple Gestation. In Williams Obstetric 22nd ed. 911-43

7. Guido Pennings. Multiple Pregnancies : a test case for the moral quality of medically assisted reproduction. Human reproduction 2000; 15 : 2466-2469.

8. Mickey S. Coffler. Early transvaginal embryo aspiration : a safer method for selective reduction in high order multiple gestations. Human reproduction 1999; 14: 1875-878

9. Garel M. et al. Psychological reaction after multifetal pregnancy reduction : a 2-year follow-up study. Human reproduction 1997; 12 : 617-622

10. Yuval Yaron et al. Selective termination and elective reduction in twin pregnancies : 17 years experience at a single centre. Human reproduction 1998; 13: 2301-2304

11. Antsaklis A.J. Reduction of multifetal pregnacies to twins does not increase obstetric or perinatal risks. Human reproduction 1998;14 :1338-1340

12. Francois Audibert. Embryo reduction and birth weight discordance in dischorionic twins. Human reproduction 2003; 18: 437-440.

13. Sebire N.J. et al. Preterm delivery and growth restriction in multifetal pregnancies reduced to twins. Human reproduction 1997;12: 173-175.

14. Roger B. Newman. Multiple Gestation. Clinical Obstetrics and Gynecology . 2004. 116-7

15. Philipe Kadhel et al. Are there still obstetric and perinatal benefits for selective embryo reduction of triplet pregnancies?. Human reproduction 1998;13: 3555-3559

16. Mark I. Evans et al. Mulatifetal Pregnancy Reduction and Slective Termination. In High risk pregnancy. 1994;1023-1036.

17. Kuperic S. Interventional ultrasound in human reproduction. In : Kuperic and D. de Zieglier eds. Ultrasound and infertility, 2000, 253-259.

18. Moeloek F.A. Etika dan Kontroversi Teknologi Reproduksi Manusia.Kongres Perkumpulan Teknologi Reproduksi Indonesia, Bali. 2003.19. Sailes Kumar et al. Recent developments in fetal medicine. Clinical review. BMJ 2004, 328:1002-6

20. F. Shenfield et al. Ethical issues realted to multiple pregnancies in mediczlly assited procreation. Human reproduction 2003;18: 1976-1979

21. David R Meldrum. Reducing the incidence of multiple gestation. In Martin Dunitz Textbook of Assisted Reproduction techniques : Laboratory and Clinical Perspectives, 2001: 677-79

22. Arlene J. Morales el al. Multifetal pregnancy reduction. In Ethics in obstetrics and gynecology. 2004. 41-5.

23. Anonim. Pedoman Etik Dalam Obstetri dan Ginekologi. Pengurus Besar perkumpulan obstetri dan ginekologi Indonesia, 2003.

24. Thornton. Education and debate Clinical ethics committee. BMJ 1995;311 : 667-669

25. Dyer. Selective abortions hit the headlines. BMJ 1996 313:380

26. Barbara luke et al. The Rise in Multiple Births in the United States : Who, What, When, Where, and Why. Clinical Obstetrics and Gynecology . 2004. 118-133

27. Nancy C. Chescheir. Outcomes of Multifetal Pregnancy Reductions. Clinical Obstetrics and Gynecology . 2004. 134-145

28. Barbara Luke. Improving Multiple Pregnancy Outcomes with Nutritional Interventions. Clinical Obstetrics and Gynecology . 2004. 146-162

29. Venu Jain et al. The Twin-Twin Transfusion Syndrome. Clinical Obstetrics and Gynecology . 2004. 181-201.

30. Eugene Y. Chang. Timing of Delivery in Multiple Gestation. Clinical Obstetrics and Gynecology . 2004. 237-247

31. Maternal Complications Associated with Multiple Pregnancy. Clinical Obstetrics and Gynecology . 2004. 227-236

32. D.J. Owen, L. Antenatal Care for Women With Multiple Pregnancies : The Liverpool Approach. Clinical Obstetrics and Gynecology . 2004. 263-273.

33. Shlomo Lipitz. Multifetal pregnancy reduction and selective termination. In Martin Dunitz Textbook of Assisted Reproduction techniques : Laboratory and Clinical Perspectives, 2001: 682-89

34. Hanifa Wiknjosastro, Kehamilan Kembar dalam Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1991:386-397.Sari Pustaka

REDUKSI KEHAMILAN MULTIFETAL

OLEH

ANOM SUARDIKA

PEMBIMBING

Dr. TJOKORDA GDE AGUNG SUWARDEWA, SpOG (K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNUD/RS SANGLAH DENPASAR

2006

Lembar Persetujuan

Sari Pustaka

REDUKSI KEHAMILAN MULTIFETAL

OLEH

ANOM SUARDIKA

Telah disetujui untuk diujikan pada tanggal

Maret 2006

Dr. TJOKORDA GDE AGUNG SUWARDEWA, SpOG (K)

Pembimbing

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNUD/RS SANGLAH DENPASAR

2006DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

BAB II. KEHAMILAN MULTIFETAL.................................................................3

2.1. FREKUENSI ........................................................................................3

2.2. FAKTOR RESIKO KEHAMILAN MULTIFETAL.............................3

2.3. PERJALANAN ALAMIAH KEHAMILAN MULTIFETAL..............5

BAB III. REDUKSI KEHAMILAN MULTIFETAL................................................7

3.1. DEFINISI................................................................................................7

3.2. INDIKASI REDUKSI............................................................................7

3.3. KONSELING..........................................................................................8

3.4. TEKNIK/PROSEDUR........................................................................... 9

3.4.1. PENDEKATAN TRANSABDOMINAL...............................10

3.4.2. PENDEKATAN TRANSVAGINA.......................................12

3.4.3. PENDEKATAN TRANSERVIKAL.....................................13

3.5. PEMERIKSAAN GENETIK.................................................................13

3.6. KELUARAN SETELAH REDUKSI....................................................14

3.7. KOMPLIKASI.......................................................................................16

3.7.1. RISIKO....................................................................................16

3.7.2. EFEK PSIKOLOGIS...............................................................18

BAB III. MASALAH ETIKA..................................................................................20BAB IV. RINGKASAN..........................................................................................22DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................24.

TABEL KOREKSI

Hal 1. paragraf 2, alinia ketiga : Risiko morbiditas dan mortalitas maternal dan neonatal akan meningkat bila pilihan kedua yang dipilih, dan risiko tersebut akan meningkat sesuai dengan pertambahan jumlah janin.

Hal 2. paragraf 1, alinia 1 : dipilih( kecuali : dipilih kecuali

Hal 3. paragraf 2, alinia 1: diantraranya : diantaranya

Hal 6. paragraf 2, alinia 1: deperesi : depresi

Hal 9 paragraf 2, alinia 6 : diletakan : diletakkan

Hal 12 paragraf 4, alinia 2 : subkilinis : subklinis

Hal 13 paragraf 1, alinia 3 : 25-24 : 25-28

Hal 13 paragraf 2 ,alinia 1 : tranabdominal : transabdominal

PAGE 7