reaksi alergi

51
PENYAKIT KULIT REAKTIF Oleh: Sisti Meiryisha (20050310009) Puspo Edi Hapsari (20050310172)

Upload: diah-anggraini

Post on 29-Jun-2015

497 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Reaksi alergi

PENYAKIT KULIT REAKTIF

Oleh:

Sisti Meiryisha (20050310009)

Puspo Edi Hapsari (20050310172)

Page 2: Reaksi alergi

ERUPSI OBAT

Erupsi obat dapat terjadi akibat pemakaian obat, bisa obat yang diberikan dokter dalam resep atau obat yang dijual bebas (termasuk campuran jamu-jamuan).

Yang dimaksud dengan obat adalah zat yang dipakai untuk menegakkan diagnosis, profilaksis, dan pengobatan.

Pemberian obat secara topikal dapat menyebabkan alergi sistemik akibat penyerapan obat oleh kulit.

Page 3: Reaksi alergi

Erupsi obat berkisar antara erupsi ringan hingga berat yang mengancam jiwa. Karena makin lama obat semakin banyak digunakan masyarakat, reaksi samping obat (RSO) atau adverse drug reaction makin meningkat pula.

Salah satu bentuk RSO adalah reaksi obat alergi (ROA) Manifestasi reaksi obat pada kulit disebut erupsi obat

alergik (EOA). Satu macam obat dapat menyebabkan lebih dari satu

jenis erupsi, sedangkan satu jenis erupsi dapat disebabkan oleh bermacam-macam obat.

Page 4: Reaksi alergi

Definisi

Erupsi obat alergik atau allergic drug eruption ialah reaksi alergi pada kulit atau daerah mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat yang biasanya sistemik

Yang dimaksud dengan obat adalah zat yang dipakai untuk menegakkan diagnosis, profilaksis, dan pengobatan.

Page 5: Reaksi alergi

Etiologi Reaksi kulit terhadap obat dapat terjadi akibat

terangsangnya mekanisme imunologik maupun non-imunologik. Kedua mekanisme ini kadang-kadang sukar untuk dibedakan.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perangsangan mekanisme imunologik. Sifat molekul obat. Besarnya molekul suatu obat akan

menentukan sifat imunogenitasnya. Protein dan polisakarida dapat bersifat antigenik tanpa terjadi perubahan metabolik. Obat-obatan pada umumnya bersifat sebagai antigen tidak lengkap atau hapten. Agar dapat memacu respon imun obat tersebut harus bergabung dengan protein tubuh membentuk ikatan hapten-protein. Ikatan tersebut mampu memacu pembentukan zat anti yang spesifik terhadap obat tersebut.

Page 6: Reaksi alergi

Faktor host. Imunogenitas suatu zat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain cara pemberian, faktor genetik, umur, dan sex. Cara pemberian topikal lebih mempermudah terjadinya sensitisasi dibandingkan pemberian oral. Walaupun masih dalam penyelidikan, reaksi anafilaksis yang lebih sering terjadi pada penderita atopi daibandingkan dengan non-atopi merupakan petunjuk ke arah genetik. Pada bayi dan orang tua lebih sering ditmukan reaksi alergi pada obat-obat tertentu.

Faktor lingkungan. Paparan dengan sinar pada reaksi foto alergi terhadap klorpromasin merupakan salah satu contoh bahwa faktor lingkungan dapat mempengaruhi reaksi penderita pada suatu obat.

Page 7: Reaksi alergi

Imunopatogenesis Yang dimaksud dengan EOA adalah alergi obat yang

terjadi melalui mekanisme imunologik. Hal ini terjadi pada pemberian obat kepada penderita yang sudah memiliki hipersensitivitas terhadap obat tersebut.

Terjadinya reaksi hipersensitivitas karena obat harus dimetabolisme terlebih dahulu menjadi produk yang secara kimia sifatnya reaktif.

Secara umum metabolisme obat dapat dianggap sebagai suatu bentuk proses detoksifikasi yaitu obat dikonversi dari zat yang larut dalam lemak, non polar, menjadi zat yang hidrofilik dan polar, sehingga mudah diekskresi.

Page 8: Reaksi alergi

Terdapat dua langkah untuk terjadinya reaksi hipersensitivitas: Reaksi fase I (reaksi oksidasi reduksi)

Reaksi oksidasi reduksi umumnya melibatkan enzim sitokin P450, prostaglandin sintetase dan peroksidase jaringan.

Reaksi fase II (reaksi konjugasi)

Diperantarai oleh enzim hidrolase, glutathion-S-transferase (GST), dan N-asetyl-transferase (NAT). Untuk dapat menimbulkan reaksi imunologik, hapten harus bergabung terlebih dahulu dengan protein pembawa (carrier) yang ada dalam sirkulasi atau protein jaringan hospes. Carrier diperlukan oleh obat atau metaboliknya untuk merangsang sel limfosit T agar dapat merangsang sel limfosit B membentuk antibodi terhadap obat.

Page 9: Reaksi alergi

Klasifikasi reaksi obat alergik Secara umum terdapat empat tipe reaksi imunologik

menurut Coomb dan Gell: Tipe I (reaksi cepat, anafilatik). Pajanan pertama kali terhadap

obat tidak menimbulkan reaksi yang merugikan, tetapi pajanan selanjutnya dapat menimbulkan reaksi. Antibodi yang terbentuk ialah antibodi IgE yang mempunyai afinitas yang tinggi terhadap mastosit dan basofil. Pada pemberian obat yang sama antigen dapat menimbulkan perubahan berupa degranulasi sel mast dan basofil dengan diiepaskannya macam-macam mediator seperti hisatmin, serotonin, bradikinin, dan heparin. Mediator-mediator ini mengakibatkan bermacam-macam efek seperti urtikaria, angioedema, hingga syok anafilatik. Penisilin merupakan contoh penyebab utama erupsi obat hipersensitivitas tipe cepat dan yang IgE dependent.

Page 10: Reaksi alergi

Tipe II (reaksi sitostatik). Disebabkan oleh obat yang memerlukan penggabungan antara IgM dan IgG di permukaan sel. Hal ini menyebabkan efek sitolitik atau sitotoksik yang diperantai oleh komplemen. Gabungan obat antibodi dan komplemen terfiksasi pada sel sasaran biasanya eritrosit, leukosit, trombosit yang menyebabkan lisisnya sel. Contoh obatnya penisilin, cefalosporin, streptomisin, sulfonamida, dan isoniazid. EOA yang berhubungan dengan tipe ini adalah purpura.

Tipe III (reaksi kompleks imun). Reaksi ini ditandai oleh pembentukan kompleks antigen antibodi (IgG dan IgM) dalam sirkulasi darah atau jaringan dan mengaktifkan komplemen. Komplemen yang diaktifkan kemudian melepaskan berbagai mediator diantaranya enzim-enzim yang merusak jaringan. Contoh obatnya penisilin, eritromisin, sulfonamid, salisilat, dan isoniazid.

Page 11: Reaksi alergi

• Tipe IV (reaksi alergik seluler tipe lambat). Melibatkan limfosit, antigen presenting cell (APC) dan sel langerhans yang mempresentasikan antigen kepada limfosit T. limfosit T yang tersensitisasi mengadakan reaksi dengan antigen. Reaksi ini disebut reaksi tipe lambat. Terjadi 12-48 jam setelah pajanan. Contoh reaksi tipe ini adalah dermatits kontak alergi.

Page 12: Reaksi alergi

Simtomatologi

Terdapat beberapa bentuk yang sering dijumpai: Anafilaksis sistemik

Terjadi segera atau beberapa menit setelah pemberian obat. Adanya gejala-gejala syok disertai kemerahan kulit, edema, urtika. Ditemukan juga spasme bronkus dan gangguan intestinal. Obat yang sering menyebabkan keadaan ini adalah penisilin, cefalosporin, streptomisin, dll.

Serum sickness.

Terjadi beberapa jam sampai beberapa minggu setelah penyuntikan obat. Kelainan berupa urtika, erupsi makulopapular, disertai gejala demam, dan artralgia. Obat yang sering menyebabkan keadaan ini adalah penisilin, gol. Barbiturat, hormon, antitetanus serum, dll.

Page 13: Reaksi alergi

Urtikaria dan angioderma.

Terjadi beberapa jam sampai beberapa hari setelah pemberian obat. Urtikaria terjadi pada seluruh tubuh ditandai eritem dan edem pada dermis dan jaringan subkutan. Gejala umumnya malaise, nyeri kepala, dan vertigo.

Pada angioderma yang berbahaya adalah asfiksia bila menyerang glotis. Keluhan umumnya gatal, panas pada tempat lesi. Biasanya terjadi di daerah bibir, kelopak mata, genitalia eksterna, tangan, dan kaki. Penyebab tersering adalah penisilin, streptomisin, INH, metronidazol, mikonazol, dll.

Page 14: Reaksi alergi

Fotodermatitis

Dapat berupa foto toksik atau foto alergik, penyebab tersering adalah heksklorofen, griseofulvin, tetrasiklin, doksisiklin, psoralen.

Erupsi morbiliformis

Terjadi 7-8 hari setelah terapi. Dapat pula 1-2 minggu setelah terapi dihentikan. Kelainan berupa eritema, makulopapuler, eksantemata, disertai gatal. Penyebabnya, antihistamin, antasida, anastesi lokal, terasiklin.

Fixed Drug Eruption (FDE)

FDE merupakan salah satu erupsi kulit yang sering dijumpai, umumnya berupa eritema dan vesikel berbantuk bulat atau lonjong, dan biasanya numular. Kemudian meninggalkan bercak hiperpigmentasi yang lama baru hilang.

Page 15: Reaksi alergi

Predileksi: di mulut, daerah bibir, dan daerah penis pada laki-laki.

Penyebab: sulfonamid, barbiturat, trimetoprim, dan analgetik.

Purpura

Merupakan perdarahan dalam kulit berupa kemerahan yang tidak hilang bila ditekan. Erupsi purpura dapat terjadi sebagai ekspresi tunggal dari alergi obat. Biasanya simetris sering muncul di sekitar kaki, termasuk pergelangan kaki, atau tungkai bawah. Erupsi berupa bercak sirkumskrip berwarna merah kecoklatan disertai rasa gatal.

Page 16: Reaksi alergi

Systemic eczematous contact dermatitis

Terjadi karena pemakaian obat sistemik pada individu yang telah tersensitisasi secara topikal oleh obat tersebut atau bahan kimia yang mirip dengan struktur obat tersebut. Kelainan berupa dermatitis bersifat simetrik. Penyebab: penisilin, neomisin, tetrasiklin, prokain, sulfonamid, dll.

Vaskulitis

Merupakan peradangan pembuluh darah. Distribusi simetris pada ekstremitas bawah dan daerah sakrum. Biasanya disertai demam, mialgia, dan anorexia. Lesi berupa eritema, makulopapul, dan purpura. Jika vaskulitis terjadi pada pembuluh darah sedang berbentuk eritema nodusum. Penyebab: Penisilin, sulfonamid, NSAIDs, antidepresan, dan anti-aritmia.

Page 17: Reaksi alergi

Dermatitis kontak alergika

Karena pemakaian obat topikal, seperti formaldehid, lanolin, dll.

Eritema nodusum.

Lesi berupa nodus dan eritem disertai rasa sakit, terutama pada tungkai bawah. Penyebab: penisilin, lidokain, dan salisilat. Dapat juga terjadi pada lepra, TB, dan infeksi streptokokus.

Eritema multiforme

Lesi berupa makula eritematosa, papul/vesikel yang berbentuk iris. Penyebab: penisilin, ampisilin, klorokuin, luminal. Dapat juga terjadi karena infeksi, radias, dan keganasan.

Page 18: Reaksi alergi

TEN (Toxic Epidermal Necrosis)

Selain karena obat (penisilin, sulfonamid, barbiturat), dapat disebabkan oleh staphylococcus, ditandai oleh lepasnya epidermis dan dermis disertai gangguan keseimbangan cairan.

Dermatitis Eksfoliatifa (eritoderma)

Adalah terdapat eritema universal yang biasanya disertai skuama. Selain karena obat, dapat disebabkan oleh psoriasis, Hodgkin’s disease dan leukemia. Eritoderma karena alergi obat terlihat eritem tanpa skuama. Penyebab: sulfonamid, penisilin, fenilbutazon.

Pustulosis eksantematosa generalisata akut (PEGA)

Lesi berupa pustul-pustul miliar non-folikuler yang timbul pada kulit yang eritematosa dapat disertai purpura dan menyerupai lesi target. Kelainan kulit timbul pada demam tinggi dan pustul-pustl cepat menghilang sebelum 7 hari.

Page 19: Reaksi alergi

Pemeriksaan penunjang Uji tempel (patch test)

Berguna untuk dermatitis kontak alergi, fotodermatitis, dan systemic eczematous contact dermatitis.

Tes intrakutan

Tes ini umumnya dilakukan pada penisilin. Tes provokasi

Dilakukan untuk penderita yang diduga menderita kelainan kulit yang disebabkan penggunaan obat-obat per oral. 3 hari sebelum tes, penderita tidak boleh menggunakan obat kortikosteroid ataupun anti histamin. Hari pertama penderita diberi ¼ dosis obat yang diduga sebagai penyebab. Setelah 2 jam periksa trombosit dan klinik. Bila tidak ada reaksi dosis dinaikkan menjadi ½ dan seterusnya hingga dosis penuh.

Page 20: Reaksi alergi

Penatalaksanaan Sebaiknya hindari obat penyebabnya. Bila pada keadaan tertentu tidak mungkin menghindari

obat penyebabnya, dapat dipikirkan untuk melakukan desensitisasi.

Obat-obat yang bisa digunakan: anti histamin dan kortikosteroid.

Page 21: Reaksi alergi

URTIKARIA

Sinonim: Biduran, hives, nettle rash, kaligata. Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit akibat

bermacam-macam sebab. Biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan hilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, dikelilingi halo.

Etiologi: Obat. Contoh: penisilin, sulfonamid, analgetik, hormon, dan

diuretik (secara imunologik). Selain itu kodein dan opium (non imunologik). Aspirin menyebabkan urtikaria dengan menghambat asam arachidonat.

Makanan. Umumnya akibat reaksi imunologik. Co: telur, ikan, kacang, udang, coklat, tomat, arbey, babi, keju, bawang, dan semangka.

Page 22: Reaksi alergi

Gigitan serangga. Diperantarai IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV).

Bahan foto sensitizer. Co: griseofulvin, fentiozin, sulfonamid, bahan kosmetik.

Inhalan. Co: serbuk sari bunga (pollen), spora jamur, debu, bulu binatang, aerosol. Biasanya tipe I

Kontaktan. Kutu binatang, serbuk tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia dan bahan kosmetik.

Trauma fisik. Faktor dingin (berenang atau memegang benda dingin), faktor panas (sinar matahari, UV, radiasi), faktor tekanan (goresan, pakaian ketat, ikat pinggang). Dapat terjadi secara imunologik dan non imunologik.

Infeksi dan infestasi. Psikis Genetik Penyakit sistemik

Page 23: Reaksi alergi

Klasifikasi

Berdasarkan morfologi klinis dibedakan menjadi urtikaria papuler bila berbentuk papul, gutata bila besarnya sebesar tetesan air, dan girata bila ukurannya besar-besar. Terdapat pula bentuk anuler dan arsinar. Menurut luasnya, dibedakan urtikaria lokal, generalisata, dan angioderma. Menurut mekanisme terjadinya: Reaksi imunologik

a. Bergantung pada IgE (tipe I) terjadi pada atopi dan antigen spesifik.

b. Ikut sertanya komplemen, pada reaksi sitotoksik (tipe II), pada reaksi kompleks imun (tipe III), dan defisiensi C1 esterase inhibitor.

c. Reaksi alergi tipe IV (urtikaria kontak).

Page 24: Reaksi alergi

Reaksi non imunologik

a. Langsung memacu sel mast sehingga terjadi pelepasan mediator (misal obat gol. Opiat).

b. Bahan yang menyebabkan perubahan metabolisme asam arakidonat(misal aspirin, antiinflamasi nonsteroid)

c. Trauma fisik (misal rangsangan dingin, panas) Urtikaria yang tidak jelas penyebab dan mekanisme ny/idiopatik

Page 25: Reaksi alergi

Simtomatologi

Gejala subjektif : gatal, rasa terbakar, atau tertusuk. Gejala objektif : tampak eritema dan edema

setempat yang berbatas tegas kadang-kadang bagian tengah tampak pucat. Bentuk dapat papular (akibat serangan serangga), besarnya dapat lentikular, numular, sampai plakat.

Dermografisme berupa edema dan eritema yang liniar di kulit yang terkena goresan benda tumpul, timbul lebih kurang 30 menit. Pada urtikaria akibat tekanan, urtika timbul pada tempat yang tertekan, misal pada pinggang. Pada penderita ini dermografisme jelas terlihat,

Page 26: Reaksi alergi

Urtikaria akibat penyinaran timbul setelah 18-72 jam penyinaran pada gelombang 285-320 nm dan 400-500 nm. Klinis berbentuk urtikaria papular.

Urtikaria kolinergik dapat timbul pada peningkatan suhu tubuh, emosi, makanan yang merangsang, dan pekerjaan berat.

Page 27: Reaksi alergi

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang tersembunyi atau kelainan pada organ dalam.

Pemeriksaan gigi, THT, serta usapan vagina perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya infeksi fokal.

Pemeriksaan kadar IgE, eosinofil, dan komplemen. Tes kulit Tes eliminasi makanan dengan cara menghentikan

semua makanan yang dicurigai dalam beberapa waktu kemudian mencoba kembali satu-satu.

Page 28: Reaksi alergi

Diagnosis banding

Eritema multiforme Papular urtikaria

Page 29: Reaksi alergi

Penatalaksanaan

Terapi umum dengan menghindari faktok penyebab

Terapi sistemik, antihistamin ( difenhidramin peroral dosis 50-100mg 4x sehari), kortikosteroid pada penderita yang berat.

Terapi lokal, pada kasus berat dapat diberi epinefrin 1/1000 dengan dosis 0,3 ml secara subkutan.

Page 30: Reaksi alergi

FOTODERMATITIS

Nama lain : dermatitis solaris. Merupakan suatu penyakit kulit berupa proses

peradangan pada epidermis dan dermis. Timbul akibat pajanan sinar matahari yang lama.

Etiologi : sinar matahari dengan panjang gelobang 297-317 nm.

Simtomatologi : Gejala subjektif : rasa gatal dan panas pada daerah yang

terpajan. Predileksi : tempat-tempat yang tidak di tutupi pakaian Gejala objektif : polimorf dimulai dengan eritema, papula,

vesikel, skuamasi dan hiperpigmentasi.

Page 31: Reaksi alergi

Diagnosis banding Dermatitis seboroik Psoriasis

Penatalaksanaan Terapi umum : menghindari panas matahari dengan topi dan

pelindung lainnya. Terapi topikal : krim tabir matahari seperti RV paque. Pada

keadaan berat /akut dan basah dikompres dengan PK 1/1000. Setelah kering diberi krim hidrokortison 1-2%.

Prognosis : baik

Page 32: Reaksi alergi

PURPURA

Merupakan ekstravasasi sel darah merah ke kulit dan selaput lendir dengan manifestasi berupa makula kemerahan yang tidak hilang karena penekanan.

Menurut ukurannya dibedakan : Petekie, purpura superfisial berukuran miliar dengan

diameter 3mm, berwarna merah lalu menjadi kecoklatan. Ekimosis, ukuran lebih besar dan letaknya lebih dalam

dengan warna biru kehitaman. Sugulasio, bila ukuran purpura numular. Hematoma

Page 33: Reaksi alergi

Klasifikasi

Menurut LEVER :

1. Purpura tanpa inflamasi Karena defisiensi pembentukan kolagen disekitar pembuluh

kapiler, misal purpura senilis. Pada purpura senilis terdapat ekimosis terutama pada dorsum lengan dan tangan pada orang usia lanjut. Pemakaian steroid jangka panjang merukan faktor predisposisi.

Karena fenomena hipersensitivitas tanpa oklusi vaskuler, misal purpura trombositopenia yang idiopatik. Pada purpura ini ditandai adanya ekimosis dan petekie akut, di kulit dan mukosa terutama mukosa mulut.

Fenomena hipersentivitas dengan oklusi vaskuler, misal purputa trombositopenia karena trombosis. Pada purpura ini memiliki gejala demam, purpura berupa ekimosis, ikterus, pembesaran imfa, disfungsi ginjal, artritis, pleuritis, nyeri perut, dan hepatomegali.

Page 34: Reaksi alergi

2. Purpura dengan inflamasi ( Vaskulitis) Vaskulitis leukositoklastik (purpura anafilaksis), kelainan ini

diakibatkan reaksi antigen antibodi di dekat endotel pembuluh darah yang mengakibatkan perubahan permeabilitas pada dindingnya dan dilatasi pembuluh darah. Klinis berupa adanya purpuran yang dapat diraba, eritema, edema, urtikaria, dan bula.

Vaskulitis neutrofilik (krioglobulinemia campuran), merupakan imunokompleks IgG dan IgM yang dapat ditemukan pada SLE dan artritis reumatoid. Secara klinis adanya purpura yang dapat diraba, atralgia, dan glomerulonefritis.

Pitiriasis likenoides et varioliformis akuta (Mucha Haberman), klinis terdapat erupsi kulit yang luas terutama di badan ditandai dengan papul-papul yang berkembang menjadi papulonekrotik disertai perdarahan dan meninggalkan sikatrik ringan.

Purpura pigmentosa kronik (vaskulitis limfositik)

Page 35: Reaksi alergi

Purpura infeksiosa, lebih sering terjadi kerusakan vaskuler baik langsung maupun reaksi alergi. Purpura dapat timbul sebagai gejala prodormal.

Purpura dengan alergi obat, contohnya benzol dan nitrogen mustard, kloramfenikol, kina dan sedermid, fenobarbital, iodisa, streptomicin, salisilat, tolbutamid, klorpropamid, dan anti metabolik.

Page 36: Reaksi alergi

Pemeriksaan penunjang

Waktu perdarahan Fragilitas kapiler Waktu pembekuan Waktu retraksi bekuan Jumlah trombosit Waktu protrombin Waktu rekalsifikasi Waktu fibrinogen dalam plasma Waktu serum protrombin Tromboplastin generation test Test fibrinolisis Test koagulan

Page 37: Reaksi alergi

Penatalaksanaan

Pemberian obat harus hati-hati karena obat juga dapat menyebabkan purpura.

Vitamin C, vitamin K, transamin masih dianjurkan.

Page 38: Reaksi alergi

DERMATITIS KONTAK ALERGI

Merupakan dermatitis yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi.

Etiologi : alergen/kontaktan/sensitizer Simtomatologi :

Gejala subjektif : rasa gatal Predileksi : semua bagian tubuh Gejala objektif : eritema numular sampai dengan plakat,

papul, dan vesikel berkelompok disertai erosi numular samapi plakat. Terkadang hanya berupa makula hiperpigmentasi dengan skuama halus.

Page 39: Reaksi alergi

Pemeriksaan penunjang Eosinofil darah tepi Pemeriksaan IgE, dapat dengan uji tempel, uji gores, dan uji

tusuk. Diagnosis banding :

Dermatofitosis Dermatitis seboroik Kandidiasi

Penatalaksanaan Terapi umum dengan menghindari faktor penyebab Terapi sistemik, dengan antihistamin, kortikosteroid

(metilprednisolon atau triamsinolon) Terapi topikal, jika lesi basah diberi kompres KMnO4 1/5000. jika

sudah mengering diberi kortikosteroid topikal. Prognosis : umumnya baik

Page 40: Reaksi alergi

ERITEMA NODOSUM

Merupakan sindrom yang disebabkan oleh reaksi hipersensitifitas tipe lambat terhadap infeksi atau sebab lain.

Etiologi : belum diketahui secara pasti Simtomatologi :

Gejala subjektif : demam, sefalgia, anoreksia, muntah, atralgia

Predileksi : menyeluruh, juga di episklera, dagu, siku, lutut, kadang di paha, lengan bawah dan wajah

Gejala objektif : nodul eritematosa 2-5 cm atau lebih besar,mirip erisipelas atau pasca kontusio jaringan, lesi bertahan 3-6 minggu

Page 41: Reaksi alergi

Pemerikasaan penunjang : Test tuberkulin Pemeriksaan mikrobiologi Pemeriksaan histopatologi

Diagnosis banding : Eritema enduratum Noduler vaskulitis

Penatalaksanaan : dengan mencari dan mengobati penyebab. Pengobatan secara simtomatik. Dapat diberi kortikosteroid intralesi atau sistemik.

Prognosis : dubia

Page 42: Reaksi alergi

ERITEMA MULTIFORME

Nama lain : herpes iris, dermatostomatitis, eritema eksudatifum multiforme.

Merupakan reaksi mendadak di kulit dan selaput lendir dengan efloresensi khas berupa gambaran iris.

Etiologi : belum jelas, diduga karena alergi obat, infeksi virus, udara dingin atau rangsangan fisik.

Faktor penyebab: keturunan ( Diabetes Mellitus) Simtomatologi :

○ gejala subjektif : demam, malaise, kesadaran menurun, nyeri dan gatal

○ Predileksi : punggung tangan , telapak tangan dan kaki, bagian ekstensor ekstrimitas selaput lendir dan genitalia.

○ Gejala objektif : tipe makular berupa makula eritematosa yang bundar dengan vesikel di tengan sehingga menyerupai cincin (bentuk iris/target sel). Tipe bulosa tampak plak urtika dan diberbagai tempat ditemukan bula besar, lebar, tak berbatas tegas dikelilingi eritem.

Page 43: Reaksi alergi

Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan kimia darah untuk melihat anemia dan gangguan

elektrolik Urin, untuk melihat pengaruh di ginjal

Diagnosis banding ; Pempigus TEN

Penataksanaan : Terapi umum : menjaga keseimbangan elektrolit Terapi sistemik, inj kortikosteroid 4x0,5 mg /hari sampai lesi

kering. Diberi juga antibiotk. Prognosis : menuju baik

Page 44: Reaksi alergi

TOXIC EPIDERMAL NEKROLISIS Merupakan suatu penyakit kulit akut yang ditandai dengan

epidermolisis menyeluruh, sering menyebabkan kematian karena karena gangguan keseimbangan cairan.

Nama lain : Lyell syndrome Etiologi : penyebab utama alergi obat Simtomatologi :

Pasien tampak sakit berat disertai demam tinggi, kesadaran menurun Predileksi : seluruh tubuh Lesi berupa eritema generalisata kemudian timbul banyak vesikel dan

bula dapat pula diserti purpura. Lesi pada kulit dapat disertai lesi pada bibi dan selaput lendir mulut berupa erosi, ekskoriasi dan perdarahan sehingga terbentuk krusta berwarna merah hitam pada bibir. Pada TEN yang penting adalah terjadi epidermolisis yaitu epidermis terlepas dari dasarnya secara menyeluruh. Adanya epidermolisis menyebabkan tanda Nikolski (+) pada kulit yang eritematosa, yaitu jika kulit di tekan maka kulit akan terkelupas.

Page 45: Reaksi alergi

Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan kimia darah untuk melihat elektrolit tubuh.

Diagnosis banding : Steven Johnsosn syndrome Dermatitis kontak toksik

Penatalaksanan : Terapi umum dengan keseimbangan cairan dan elektrolit, diet

rendah garam dan tinggi protein Terapi khusus, dengan kortikosteroid, antibiotik, KCl 3x500mg.

Prognosis : tergantung luas kelainan. Bila meliputu > 50% prognosis buruk

Page 46: Reaksi alergi

ERITRODERMA

Nama lain : dermatitis eksfoliativa Merupakan kelainan kulit yang ditandai dengan

adanya eritema universalis (90-100%), biasanya disertai skuama. Jika eritema 50-90% dinamai preeritroderma.

Gejala klinis: Eritroderma akibat alergi obat, gambaran klinis berupa

eritema universal, bila masih akut tidak terdapat skuama. Pada masa penyembuhan baru timbul skuama.

Page 47: Reaksi alergi

Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit.

a. Eritroderma karena psoriasis (psoriasis eritroderma). Psoriasis dapat menjadi ertroderma karena disebabkan oleh penyakitnya sendiri atau pengobatan yang terlalu kuat. Didapati eritema yang tidak merata. Pada tempat predileksi, psoriasis dapat ditemukan kelainan yang lebih eritematosa dan agak meninggi serta skuama di tempat itu lebih tebal. Biasanya terdapat pitting nail.

b. Penyakit Leiner (eritroderma deskuamativum). Etiologi belum diketahui secara pasti, tapi biasanya disebabkan oleh dermatitis seborrhoik. Lesi berupa eritema universal disertai skuama yang kasar.

Eritroderma akibat penyakit sistemik (biasanya keganasan). Termasuk ke dalam golongan ini adalah Sindrom Sezari.

Penatalaksanaan: Bila karena alergi obat, maka segera dihentikan. Terapi umum: pengobatan dengan kortikosteroid. Pada gol. 1 dosis

prednisolon 4 x 10 mg, pada gol. 2 diberi prednisolon 4 x 10 mg sampai 4 x 15 mg/hari.

Page 48: Reaksi alergi

Pada penyakit Leiner dosis prednisolon 3 x 1-2 mg /hari. Pada sindrom Sezari diberi kortikosteroid dan klorambucil 2-6 mg /hari.

Prognosis: Gol.1 baik Sindrom Sezari buruk

Page 49: Reaksi alergi

STEVEN JOHNSON SYNDROME

Sinonim: Eritema multiforme mayor. Etiologi: alergi obat, sebagian kecil karena infeksi,

vaksinasi, keganasan dan radiasi. Gejala klinis: terdapat trias kelainan:

Kelainan kulit, kulit eritem, vesikel, dan bula. Vesikel dan bula pecah, terjadi erosi yang luas. Dapat juga terjadi purpura.

Kelainan selaput lendir di orifisium. Paling sering di mukosa mulut, kemudian di lubang alat genital, lubang hidung, dan anus. Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah menjadi erosi dan ekskoriasi serta krusta kehitaman. Di mukosa mulut dapat membentuk pseudo membran. Di bibir kelainan berupa krusta berwarna kehitaman yang tebal.

Page 50: Reaksi alergi

Kelainan mata. 80% dari semua kasus terdapat kelainan mata, yang tersering konjungtivitis kataralis, dapat juga konjungtivitis purulen, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis.

Pemeriksaan penunjang: Pemeriksaan darah rutin Pemeriksaan kultur darah

Diagnosis banding: TEN Penatalaksanaan:

Jika keadaan umum pasien baik, dan lesi tidak menyeluruh diobati dengan prednison 30-40mg/hari.

Jika keadaan buruk, harus dirawat inap. Diberi deksametason IV dosis permulaan 4-6 x 5mg/hari. Kemudian dilakukan tapering off.

Pemberian kortikosteroid diimbangi dengan pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi, misal ciprofloxacin 2 x 400 mg IV, klindamisin 2 x 600 mg IV/hari.

Page 51: Reaksi alergi

Pasien harus diet rendah garam, tinggi protein. Infus dekstrosa 5%, NaCl 9%, RL 1:1:1. diberikan 8 jam sekali. Jika terapi tidak berhasil, diberikan transfusi darah sebanyak

300cc dalam 2 hari. Prognosis:

Kalau cepat dan tepat baik Kalau ada purpura luas buruk Kalau disertai bronkopneumonia bisa menyebabkan kematian