karakterisasi dan ekstraksi inulin dari tongkol … · inulin dengan menggunakan metode analisis...

34
KARAKTERISASI DAN EKSTRAKSI INULIN DARI TONGKOL BUAH Pandanus sp. MUHAMMAD JIYAD HIJRAN DJAYANI DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

Upload: trinhdang

Post on 09-Mar-2019

264 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

KARAKTERISASI DAN EKSTRAKSI INULIN DARI

TONGKOL BUAH Pandanus sp.

MUHAMMAD JIYAD HIJRAN DJAYANI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi dan

Ekstraksi Inulin dari Tongkol Buah Pandanus sp. adalah benar karya saya dengan

arahan dari komisis pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada

perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016

Muhammad Jiyad Hijran Djayani

NIM F34100024

ABSTRAK

MUHAMMAD JIYAD HIJRAN DJAYANI. Karakterisasi dan Ekstraksi Inulin

dari Tongkol Buah Pandanus sp. Dibimbing oleh DJUMALI MANGUNWIDJAJA

dan PRAYOGA SURYADARMA.

Peningkatan jumlah inulin yang dapat diekstrak dengan mengatur kondisi

suhu, waktu dan perbandingan massa pelarut telah diteliti. Penelitian ini dilakukan

dalam dua tahap, tahap pertama yaitu karakterisasi dan identifikasi kandungan

inulin dengan menggunakan metode analisis proksimat untuk karakterisasi bahan

dan metode cystein-carbazole untuk uji kandungan inulin. Analisis proksimat

terdiri dari kadar air, kadar lemak, kadar abu, kadar serat, kadar protein, dan kadar

karbohidrat. Uji kadar inulin dilakukan dengan menggunakan alat

spektrofotometer. Tahap kedua yaitu melihat pengaruh suhu, waktu dan

perbandingan massa pelarut terhadap jumlah inulin yang dihasilkan dan

menentukan kondisi terbaik ekstraksi inulin dari buah Pandanus sp.. Suhu, waktu

dan perbandingan massa pelarut ekstraksi yang digunakan adalah 70-90oC, 60-80

menit, dan 1:1–1:5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua faktor memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap kadar inulin yang dihasilkan. Berdasarkan

kondisi yang diuji, suhu ekstraksi inulin terbaik pada tongkol buah pandan laut dan

buah merah adalah 90°C, serta waktu ekstraksi dan perbandingan massa pelarut

terbaik adalah pada kondisi t1V3 (60 menit dan rasio pelarut 1:5) yang

menghasilkan inulin sebanyak 20,47% dari bobot kering bahan yang digunakan.

Kata kunci: ekstraksi, sistein-karbazol, inulin, Pandanus sp.

ABSTRACT

MUHAMMAD JIYAD HIJRAN DJAYANI. Characterization and Extraction

Inulin of Pandanus sp. Fruit’s Cob. Supervised by DJUMALI

MANGUNWIDJAJA and PRAYOGA SURYADARMA.

Enhancement the amount of inulin that can be extracted by regulating the

conditions of temperature, time and mass ratio of the solvent has been investigated.

This research is conducted into two stages, the first stage is to characterization and

identification inulin content using proximate analysis methods for the

characterization of materials and cysteine-carbazole method for inulin content test.

The proximate analysis consist of water content, fat content, ash content, fiber

content, protein content, and carbohydrate content. The inulin content test

conducted by using a spectrophotometer.The second stage is to see the effect of

temperature, time and mass ratio of solvent to the amount of inulin produced and

determine the best conditions inulin extraction from Pandanus sp. fruit.

Temperature, time and mass ratio of extraction solvent used are 70-90oC, 60-80

minutes, and 1:1–1:5 respectively. The results showed that every factors give a

significant change to inulin content. Based on sample conditions, the best inulin

extraction temperature on both pandan laut’s and red fruit’s cob is 90°C, then the

best extraction time and mass ratio of solvent is in t1V3 (60 minutes and solvent

ratio 1: 5) that can produce inulin 20,47% of the dry weight of the materials used.

Keywords: extraction, cysteine-carbazole, inulin, Pandanus sp.

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

KARAKTERISASI DAN EKSTRAKSI INULIN DARI

TONGKOL BUAH Pandanus sp.

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

MUHAMMAD JIYAD HIJRAN DJAYANI

Judul Skripsi : Karakterisasi dan Ekstraksi Inulin dari Tongkol Buah Pandanus sp.

Nama : Muhammad Jiyad Hijran Djayani

NIM : F34100024

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA

Pembimbing I

Dr. Prayoga Suryadarma, S.TP, MT

Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-

Nya yang telah diberikan sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi yang

berjudul Karakterisasi dan Ekstraksi Inulin dari Tongkol Buah Pandanus sp. ini

disusun sebagai suatu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar

Sarjana Teknik Industri Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan

dalam penelitian ini, di antaranya:

1. Orang tua dan segenap keluarga yang telah memberikan dukungan, doa,

motivasi, dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA dan Dr. Prayoga

Suryadarma, S.TP, MT, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

bimbingan, saran, arahan, dan bantuan selama penyelesaian skripsi.

3. Kikaa, Rayza, Yanuar, anggota Tinmarginal, serta teman-teman TIN 47

yang selalu memberikan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Seluruh dosen dan civitas akademika Departemen Teknologi Industri

Pertanian IPB.

5. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang

tidak bias penulis sebutkan satu persatu.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, April 2016

Muhammad Jiyad Hijran Djayani

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Hipotesis 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat penelitian 2

METODE PENELITIAN 3

Bahan dan Peralatan 3

Metode 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Karakteristik Buah Pandan Laut (Pandanus tectorius) dan Buah Merah

(Pandanus conoideus) 6

Karakteristik Kimia Bahan Baku 8

Ekstraksi Inulin 10

Pengaruh Suhu Ekstraksi 11

Pengaruh Waktu Ekstraksi dan Perbandingan Jumlah Pelarut 13

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 17

RIWAYAT HIDUP 22

DAFTAR TABEL

1. Komposisi kimia tongkol buah pandan laut dan buah meraha 8 2. Hasil analisis kadar inulina 9

DAFTAR GAMBAR

1. Tahapan penelitian 3 2. Buah pandan laut (Pandanus tectorius) (a) Buah; (b) pipilan buah;

(c) tongkol buah 7

3. Buah merah (Pandanus conoideus) (a) buah yang telah dipipil;

(b) buah merah utuh 7

4. Tahapan proses ekstraksi inulin 10

5. Hubungan perubahan suhu terhadap kadar inulin. Data disajikan

sebagai rata-rata±simpangan baku dan tingkat signifikan. 11 6. Hubungan perubahan suhu terhadap jumlah gula pereduksi buah

merah (a) dan buah pandan laut (b). Data disajikan sebagai rata-

rata±simpangan baku dan tingkat signifikan. 12 7. Hubungan perubahan waktu ekstraksi dan perbandingan jumlah pelarut 13

DAFTAR LAMPIRAN

1. Tata cara analisis proksimat 17

2. Tata cara analisis hasil ekstraksi 19 3. Tata cara analisis statistika 20

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Inulin merupakan senyawa polimer fruktan yang penyusun utamanya terdiri

dari unit-unit fruktosa dengan ikatan β (2→1) dan memiliki derajat polimerisasi

(DP) antara 2-60 (Druart et al. 2001). Inulin berfungsi sebagai bahan tambahan

pangan fungsional yang secara khusus digunakan sebagai prebiotik di dalam tubuh

manusia. Prebiotik adalah suatu serat pangan yang dapat merangsang pertumbuhan

bakteri baik dalam usus besar sehingga dapat memperbaiki sistem pencernaan,

mengoptimalkan penyerapan mineral oleh tubuh, menjaga daya tahan tubuh, dan

menjaga keseimbangan bakteri dalam usus (Dominguez et al. 2014). Menurut

Ruberfroid (2001), inulin merupakan jenis prebiotik paling baik dibandingkan

prebiotik lainnya, karena inulin terdiri dari fruktosa dan oligofruktosa (Figueira et

al. 2003; Zhang et al. 2003; Gadgoli and Mishra 1997; Baert and Van Bockstaele

1992) yang mudah dicerna oleh bakteri baik dalam tubuh, sehingga inulin menjadi

prebiotik diet harian yang sebagian besar dikonsumsi oleh penduduk dunia

(Coussement 1999).

Inulin komersil saat ini umumnya dihasilkan dari bagian akar tanaman

seperti pada Cichorium intybus (Chicory) (Luckman, B. and Rossouw, G. 2003)

dan Helianthus tuberosus (Jerusalem Artichoke). Di Indonesia juga terdapat

beberapa komoditas yang mengandung inulin pada bagian akarnya seperti dahlia,

bengkoang, gembili, dan jenis tanaman lain yang tergolong sebagai golongan umbi-

umbian. Namun diindikasikan pada beberapa jenis tanaman berpotensi

menghasilkan inulin pada bagian lain selain akarnya, yaitu pada buah yang salah

satunya terdapat di dalam tanaman Pandanus sp.

Pandanus sp. merupakan jenis tanaman golongan pandan-pandanan.

Beberapa jenis tanaman pandan yang terdapat di Indonesia adalah Pandanus

conoideus (Buah Merah) dan Pandanus tectorius (Pandan Laut). Buah merah

merupakan buah dari tanaman pandan endemik di daerah Papua yang selama ini

dimanfaatkan minyaknya sebagai antioksidan untuk kesehatan (Subroto 2007).

Minyak dari buah merah ini berasal dari pipilan biji yang menempel pada tongkol

buah (Budi dan Paimin 2005). Pandanus tectorius adalah jenis tanaman liar yang

banyak terdapat di pesisir pantai Indonesia. Tanaman ini disebut juga sebagai

“Pandan Laut” oleh masyarakat sekitar pesisir pantai. Selama ini masyarakat pesisir

pantai memanfaatkan daunnya menjadi bahan baku kerajinan anyaman tikar. Selain

manfaat tersebut, tanaman Pandanus sp. diindikasikan memiliki potensi yang lain

yaitu sebagai sumber penghasil inulin pada bagian tongkolnya.

Pada buah tanaman Pandanus sp. terdapat tongkol yang berada di dalam

buahnya. Tongkol buah ini berbeda pada setiap jenis pandan. Pada buah pandan

laut struktur tongkolnya relatif keras dengan penampakan agak kering, sedangkan

pada buah merah memiliki struktur yang sedikit lunak, memiliki permukaan yang

licin dan penampakan yang relatif basah. Tongkol pada buah merah dan buah

pandan laut ini dapat digunakan sebagai sumber penghasil inulin dengan mengacu

pada beberapa peristiwa, seperti pemanfaatan cepalium buah merah sebagai bahan

baku pembuatan minuman beralkohol pada suku pedalaman daerah Papua.

Minuman beralkohol yang dihasilkan diduga merupakan hasil fermentasi inulin

2

yang telah terhidrolisis yang terdapat pada cepalium buah merah. Selain itu, pada

tongkol buah pandan laut, pada saat dibelah terdapat banyak semut yang

menunjukkan bahwa terdapat golongan gula pada buah pandan. Pada penelitian ini

akan dilakukan karakterisasi dan analisis pengaruh suhu, waktu dan perbandingan

pelarut pada proses ekstraksi inulin dari tongkol buah Pandanus sp.

Perumusan Masalah

Inulin di dalam tumbuhan terdapat pada sel-sel yang secara umum merupakan

tempat penyimpanan cadangan makanan, seperti pada umbinya, batangnya, ataupun

buah dari tumbuhan tersebut. Pada tanaman chicory (Cichorium intybus), inulin

terdapat pada sel di sekitar sumbu radial akarnya (Desmet 1997). Pada tanaman

dandelion (Helianthus officinale) inulin terdapat pada jaringan floem akar, dan juga

pada pembuluh xylem (Van den Ende et al. 2000), begitu juga pada tanaman

jerusalem artichoke (Helianthus tuberosus). Inulin dapat diekstrak dari tumbuhan

dengan menggunakan metode media pelarut. Dengan adanya efek dari beberapa

faktor seperti penambahan suhu, waktu ekstraksi dan perbandingan massa pelarut,

maka akan menyebabkan proses ekstraksi berlangsung lebih baik dan jumlah inulin

yang dihasilkan juga menjadi lebih banyak. Namun, pada kondisi suhu tertentu

inulin dapat rusak dan akan terhidrolisis menjadi komponen penyusunnya seperti

oligofruktosa dan fruktosa. Sehingga dibutuhkan suhu, waktu dan perbandingan

massa pelarut yang tepat untuk mengekstraksi inulin dari tongkol buah pandan laut

dan buah merah.

Hipotesis

Perubahan suhu, waktu dan perbandingan massa pelarut pada saat ekstraksi

akan mempengaruhi proses ekstraksi inulin. Semakin tinggi suhu dan waktu

ekstraksi yang digunakan maka semakin banyak inulin yang dapat diekstrak, dan

pada perbandingan massa pelarut yang tepat maka akan didapatkan kondisi terbaik

untuk melakukan ekstraksi inulin.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses ekstraksi inulin pada

tongkol buah pandan laut dan buah merah, serta mengetahui pengaruh suhu, waktu

dan perbandingan massa pelarut pada proses ekstraksi inulin.

Manfaat penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai sumber penghasil

inulin baru yang memiliki prospek tinggi, serta mengetahui pengaruh suhu, waktu

dan perbandingan massa pelarut pada proses ekstraksi inulin

3

METODE PENELITIAN

Bahan dan Peralatan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu buah pandan laut

Pandanus tectorius dan cepalium buah merah (Pandanus conoideus). Buah pandan

laut diambil dari pantai Ujung Genteng dalam kondisi matang, buah berwarna

jingga-merah, dan tidak terdapat cacat pada buahnya. Buah merah diambil dari

salah satu perkebunan buah merah di daerah Papua dalam kondisi matang, buah

berwarna merah, dan tidak terdapat cacat pada bagian buah tersebut. Bahan sebelum

digunakan dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran-kotoran yang menempel pada

kulitnya, kemudian dilakukan persiapan bahan seperti pencucian dan proses

pemarutan, kemudian disimpan dalam freezer agar tidak rusak selama proses

penelitian berlangsung. Bahan yang digunakan untuk analisis adalah fruktosa

standar, etanol, sistein 1,5%, karbazol 0,12%, aquades, H2SO4 70%, H2SO4 pekat,

CuSO4, Na2S2O3, NaOH 6N, asam borat 0.02N, H2SO4 0.02N, dan heksane.

Sementara alat-alat yang digunakan adalah pisau, blender, parutan, kain saring,

kertas saring whatman 42, oven, freezer, gelas ukur, erlenmeyer, tabung reaksi,

penangas air, gelas piala, spektrofotometer, termometer, sudip, labu kjeldahl,

pengering beku, soxhlet, kondensor, cawan aluminium, pinggan porselen,

micropipet.

Metode

Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan proses seperti dalam

gambar berikut.

Gambar 1 Tahapan penelitian

Pentuan Pengaruh Suhu Ekstraksi

Penentuan Pengaruh Waktu dan

Perbandingan Massa Pelarut

Karakterisasi Tongkol Buah

Pandan Laut dan Buah Merah

Mulai

Selesai

4

1. Karakterisasi Bahan

Karakterisasi bahan dilakukan untuk mengetahui komponen kimia bahan

secara umum. Data karakteristik bahan akan menjadi acuan penentuan awal jumlah

inulin pada bahan dengan berdasarkan pada kadar karbohidratnya. Bahan yang

digunakan pada penelitian ini adalah bagian cepalium dari buah merah dan tongkol

dari buah pandan laut. Buah merah yang digunakan adalah buah merah dalam

kondisi matang, berwarna merah, dan tidak mengalami kerusakan seperti busuk.

Buah pandan laut yang digunakan adalah buah pandan laut matang yang berwarna

jingga-merah dan tidak terdapat kerusakan pada buah seperti busuk atau pecah.

Karakterisasi dilakukan dengan melakukan uji proksimat. Langkah-langkah uji

proksimat bahan dapat dilihat pada Lampiran 1.

2. Ekstraksi Inulin

Ekstraksi inulin dilakukan untuk mendapatkan inulin dalam bentuk tepung

dari bahan yang digunakan pada penelitian ini. Proses ekstraksi inulin dilakukan

dengan memperhatikan 3 faktor, yaitu suhu, waktu dan perbandingan massa pelarut

selama proses ekstraksi dilakukan. Proses ekstraksi dilakukan dalam 2 tahap. Tahap

pertama ekstraksi dilakukan dengan perubahan faktor suhu, kemudian pada tahap

kedua dilakukan ekstraksi dengan perubahan faktor waktu ekstraksi dan

perbandingan massa pelarut.

Tahap pertama ekstraksi adalah melihat pengaruh suhu terhadap hasil

ekstraksi. Penentuan pengaruh suhu ekstraksi dilakukan dengan melihat pengaruh

suhu terhadap beberapa parameter pada saat ektraksi inulin. Parameter yang

digunakan adalah jumlah inulin yang dihasilkan. Selain itu, indikator lain yang

digunakan yaitu jumlah kadar gula pereduksi yaitu untuk membuktikan bahwa tidak

ada kerusakan inulin pada saat ekstraksi berlangsung.

Tahap kedua yaitu melihat pengaruh waktu ekstraksi dan perbandingan

massa pelarut terhadap hasil ekstraksi inulin. Penentuan pengaruh waktu dan

perbandingan massa pelarut dilakukan dengan melihat perubahan pada jumlah

tepung yang terekstrak dan kadar inulin dari ekstrak tersebut.

Proses ekstraksi dilakukan menggunakan metode Susdiana (1997) dengan

beberapa perubahan. Proses ekstraksi inulin diawali dengan preparasi bahan, yaitu

membersihkan terlebih dahulu bahan yang akan diekstrak dari kotoran yang

menempel pada kulitnya kemudian diparut menggunakan pemarut. Sebelum dan

setelah dilakukan pemarutan bahan selalu ditimbang untuk mengetahui persentase

bagian yang terbuang selama pemarutan. Parutan bahan kemudian ditambahkan air

dengan perbandingan air dengan parutan sebesar 2:1. Metode yang digunakan pada

proses ekstraksi inulin adalah metode ekstraksi dengan pelarut air karena inulin

tidak larut dalam pelarut organik namun larut dalam air hangat (Yurmizar 1989).

Campuran ini kemudian dipanaskan hingga suhu mencapai 70 – 90 oC selama

kurang lebih 30 menit. Setelah itu, pemanasan dihentikan dan didinginkan.

Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan menggunakan vakum filter untuk

diambil filtratnya. Selanjutnya ditambahkan etanol ke dalam filtrat hasil

penyaringan. Jumlah etanol yang ditambahkan yaitu sebesar 40% dari volume hasil

penyaringan. Setelah penambahan etanol, larutan disimpan dalam freezer yang

bersuhu ± -10 oC selama 18 jam. Larutan kemudian didiamkan selama 15 menit di

dalam wadah berisi air untuk mempercepat proses pencairan larutan yang beku, lalu

dilakukan sentrifugasi untuk memisahkan antara fase padatan dengan cairan

5

supernatan. Endapan yang terpisah ditimbang lalu dikeringkan menggunakan freeze

dryer. Bahan kering kemudian dikecilkan ukuran dengan dihancurkan untuk

mendapatkan tepung inulin. Rendemen dihitung berdasarkan persentase berat

kering tepung inulin yang dihasilkan terhadap berat awal bahan baku yang

digunakan dalam basis kering.

3. Analisis Hasil Ekstraksi

Pada tahap ini dilakukan dua buah analisis, yaitu analisis kimia yang

dilakukan pada hasil ekstraksi inulin, dan analisis statistik.

a. Analisis kimia: dilakukan uji kadar inulin dan uji kadar gula pereduksi.

Langkah-langkah uji kadar inulin dan uji kadar gula pereduksi dapat dilihat

pada Lampiran 2.

b. Analisis statistik:

- Uji T: perbedaan rata-rata dua kelompok berpasangan. Analisis statistik

ini dilakukan untuk menguji tingkat signifikan perbedaan dua buah

kelompok data. Uji T dilakukan menggunakan bantuan aplikasi

Microsoft Excel 2007 dan dilakukan perulangan sebanyak tiga kali

untuk menentukan simpangan baku.

- Uji ANOVA. Analisis statistik ini dilakukan untuk menguji nilai dari

sebuah kelompok data apakah memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap hasil. Uji ANOVA dilakukan dengan menggunakan bantuan

aplikasi IBM SPSS versi 21.

- Uji Duncan. Uji Duncan merupakan salah satu uji lanjutan dari uji

ANOVA pada analisis data. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui

pada kondisi mana dalam suatu faktor yang digunakan pada penelitian

yang dapat memberikan pengaruh terbaik.

Langkah-langkah analisis statistik ini dapat dilihat pada Lampiran 3.

Rancangan Percobaan

Pada penelitian ini dilakukan dua tahap ekstraksi. Tahap pertama dilakukan

untuk mengetahui suhu terbaik pada ekstraksi tongkol buah Pandanus sp. Suhu

yang digunakan pada tahap pertama yaitu 70oC, 80oC, dan 90oC kemudian

dianalisis menggunakan uji T untuk mendapatkan suhu ekstraksi terbaik. Hasil pada

tahap ini akan digunakan pada tahapan selanjutnya, yaitu untuk menentukan waktu

ekstraksi dan perbandingan massa pelarut terbaik

Tahap 2

t = waktu

t1 = 60 menit

t2 = 70 menit

t3 = 80 menit

V = perbandingan massa sampel terhadap massa pelarut

V1 = 1:1

V2 = 1:3

V3 = 1:5

6

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap.

V1 V2 V3

t1 t1V1 t1V2 t1V3

t2 t2V1 t2V2 t2V3

t3 t3V1 t3V2 t3V3

Analisis statistik yang digunakan pada rancangan percobaan ini adalah uji

ANOVA dan menggunakan uji lanjutan yaitu uji Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Buah Pandan Laut (Pandanus tectorius) dan Buah Merah

(Pandanus conoideus)

Buah pandan laut tersusun atas tiga bagian, Bagian pertama terletak pada

bagian terluar buah. Bagian ini memiliki permukaan yang licin, struktur yang keras,

dan merupakan lapisan pelindung buah paling utama dari kerusakan fisik. Bagian

terluar dari buah ini memiliki kesamaan dengan eksokarp pada buah kelapa sawit

(Elaeis guineensis). Bagian kedua yaitu bagian yang berada di dalam eksokarp.

Bagian ini tersusun atas serat-serat panjang yang menutupi biji berisi kernel pada

bagian atas setiap keping pipilan buah. Bagian ini tersusun atas dua struktur yang

berbeda, yaitu struktur yang kering yang menyelimuti biji pada bagian atas pipilan

buah dan struktur yang basah pada bagian bawahnya. Bagian ini memiliki bentuk

yang serupa dengan mesokarp pada buah kelapa sawit. Bagian ketiga yaitu bagian

yang berada pada bagian dalam dari buah pandan laut. Bagian ini terletak di tengah

buah, menggantung pada tangkai buah pandan, dan merupakan tempat

menempelnya setiap pipilan buah pandan laut. Bagian ini berbentuk lonjong dan

terbelah saat buah pandan laut matang. Bagian ini serupa dengan tongkol pada

jagung.

Saat buah pandan laut dalam kondisi mentah, warna buahnya berwarna hijau,

berbentuk bulat hingga lonjong, dan sangat sulit untuk dibelah, karena setiap pipilan

buah menempel dengan sangat kuat. Bagian mesokarp berwarna putih dan memiliki

banyak getah serta pada bagian tongkolnya berbentuk bulat. Pada saat buah telah

matang, warna buah menjadi berwarna jingga-merah, bentuknya lonjong dan

mudah untuk dibelah. Bagian mesokarpnya berwarna kuning dan tongkolnya

berbentuk lonjong dan membelah. Tongkol buah pandan laut memiliki presentasi

bobot sebanyak 5,24% dari total bobot buah pandan laut. Pada tongkol yang matang

sering ditemukan kawanan semut yang sedang berkumpul.

7

(a) (b) (c)

Gambar 2 Buah pandan laut (Pandanus tectorius) (a) Buah; (b) pipilan buah; (c)

tongkol buah

Sementara itu, buah merah merupakan salah satu buah endemik yang berasal

dari daerah Papua. Buah ini tersusun atas dua bagian, yaitu bagian biji (drupa) dan

tongkol (cepalium). Bagian drupa buah merah terdapat pada bagian luar buah dan

menempel pada cepalium. Drupa buah merah saat muda berwarna hijau, kemudian

akan berubah saat matang menjadi merah, kuning, atau warna lainnya tergantung

dari varietas buah merah tersebut. Cepalium adalah bagian dalam dari buah merah.

Cepalium memiliki struktur bahan yang sedikit lunak, memiliki permukaan yang

licin dan penampakan yang relatif basah. Pada suhu ruang, cepalium sangat cepat

busuk. Cepalium hanya bisa bertahan selama 1-2 hari apabila telah dipisahkan dari

drupa. Sehingga diperlukan penyimpanan dalam suhu rendah untuk

mempertahankan kondisi cepalium yang baik. Cepalium memiliki persentasi bobot

sebanyak 54,5% dari total bobot buah merah.

(a) (b)

Gambar 3 Buah merah (Pandanus conoideus) (a) buah yang telah dipipil; (b) buah

merah utuh

Buah merah dan buah pandan laut diindikasikan mengandung banyak

komponen karbohidrat berupa inulin pada bagian tongkolnya. Berdasarkan

pengamatan, pada buah pandan laut seringkali terlihat adanya kawanan semut yang

berkumpul di bagian tongkol buah pandan laut. Semut tidak dapat mengkonsumsi

pati, tetapi gula. Gula yang dikonsumsi tersebut dapat terbentuk dari inulin yang

terhidrolisis, yaitu berupa monomer fruktosa. Selain itu, cepalium buah merah juga

digunakan pada pembuatan minuman beralkohol. Untuk mengkonfirmasi adanya

kandungan inulin di dalam cepalium buah merah, perlu dilakukan karakterisasi

awal bahan dengan analisis uji proksimat.

8

Karakteristik Kimia Bahan Baku

Hasil pengujian proksimat tongkol buah pandan laut dan buah merah

disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia tongkol buah pandan laut dan buah meraha

Bahan Pandan Laut Buah Merah Jerusalem

Artichockec

Air (%) 88.23 ± 0.02 92.69 ± 0.18 6.36 ± 0.97

Padatan

Abu (%) 10.64 ± 0.12 36.58 ± 1.52 5.72 ± 0.21

Protein (%) 5.02 ± 0.07 21.04 ± 0.20 7.55 ± 0.34

Lemak (%) 11.33 ± 0.45 20.48 ± 0.83 1.40 ± 0.10

Serat Kasar (%) 2.72 ± 0.13 7.61 ± 1.02 6.51 ± 0.17

Karbohidrat (%) 70.29 ± 0.65 b 14.28 ± 1.57 b 78.03 ± 1.35

aBasis kering bSelisih total cSumber: Gaafar et al. (2010)

Pengujian proksimat merupakan salah satu bentuk analisis untuk

mengetahui komponen kimia dalam bahan. Berdasarkan hasil uji proksimat yang

dilakukan pada tongkol buah pandan laut dan buah merah didapatkan hasil seperti

pada Tabel 1. Tongkol buah pandan laut mengandung kadar air sebesar 88.23% dari

total bahan, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan kadar air cepalium buah

merah, yaitu sebanyak 92.69%. Hal tersebut menunjukkan bahwa penampakan

bahan sebelum dilakukan analisis proksimat dipengaruhi oleh kadar air. Cepalium

buah merah memiliki struktur buah yang lunak dan permukaannya licin, struktur

yang lunak ini menandakan bahwa cepalium buah merah memiliki kandungan air

yang tinggi, lebih tinggi dibandingkan dengan tongkol buah pandan laut.

Kandungan padatan yang diuji pada uji proksimat yaitu kadar abu, kadar

protein, kadar lemak, kadar serat kasar, dan kadar karbohidrat dengan

menggunakan metode by difference (selisih total). Berdasarkan hasil uji proksimat

yang dilakukan, didapatkan data kadar karbohidrat dalam basis kering pada tongkol

buah pandan laut sebesar 70,29% dan pada cepalium buah merah sebesar 14,28%.

Pada uji proksimat didapatkan hasil bahwa salah satu komponen terbesar dari

tongkol buah pandan laut adalah karbohidrat. Kadar karbohidrat dijadikan sebagai

acuan jumlah inulin di dalam bahan. Bila dibandingkan dengan hasil karakterisasi

jerusalem artichoke, kadar karbohidrat yang terdapat pada jerusalem artichoke

sebanyak 78,03% dalam basis kering. (Gaafar 2010).

Setelah uji proksimat, tongkol buah pandan laut dan buah merah dianalisis

jumlah inulinnya untuk mengkonfirmasi adanya inulin di dalam bahan tersebut.

Hasil analisis kandungan inulin di dalam tongkol buah pandan laut dan buah merah

disajikan pada Tabel 2.

9

Tabel 2 Hasil analisis kadar inulina

Bahan Kadar inulin (%)

Tongkol buah pandan laut 10,21

Cepalium buah merah 3,11

Jerusalem artichokeb 56,95

Dahliac 78,21

Pisang (Musa paradisiaca)d 2,10

aBasis kering bSumber: Gaafar et al. (2010) cSumber: Zubaidah dan Wilda (2013) dSumber: Retnaningtyas et al. (2012)

Inulin merupakan senyawa polimer fruktan yang penyusun utamanya terdiri

dari unit-unit fruktosa dengan ikatan β (2→1) dan memiliki derajat polimerisasi

(DP) antara 2-60 (Druart et al. 2001). Inulin dideskripsikan Steinbüchel dan Ki

Rhee (2005) sebagai bubuk granula putih yang bersifat amorf, tidak berbau,

higroskopik, agak larut dalam air dan sangat larut dalam air panas serta agak larut

dalam larutan organik. Inulin dapat ditemukan pada sayuran, buah dan sereal yang

kita konsumsi, seperti pada bawang merah, bawang putih, bawang bombay,

gandum, chicori, jerusalem artichoke, dan pisang. Secara komersil inulin diperoleh

dari akar chicory dan jerusalem artichoke (Mavumengwana 2004), serta tanaman

Agave sp..

Inulin berfungsi sebagai bahan tambahan pangan fungsional yang secara

khusus dapat mempengaruhi peningkatan jumlah produksi bakteri menguntungkan

di dalam tubuh dan menekan jumlah bakteri patogen. Inulin juga dapat mencegah

terjadinya kanker usus, meningkatkan sistem imun, mempengaruhi konsentrasi

kolestrol di dalam tubuh dan mempercepat proses penyerapan mineral di dalam

tubuh (Dominguez et al. 2014). Menurut Yi et al. (2010), inulin juga dapat

meningkatkan sifat rheologi, tekstur dan sensorik dari makanan olahan berupa roti,

permen dan produk susu.

Berdasarkan hasil analisis kandungan inulin, pada tongkol pandan laut dan

buah merah terkandung inulin sebesar 10,21% untuk tongkol pandan laut dan

3,11% pada cepalium buah merah. Bila dibandingkan dengan literatur beberapa

hasil ekstraksi inulin pada tanaman yang selama ini diketahui sebagai penghasil

inulin seperti jerusalem artichoke dan dahlia, jumlah ini tergolong kecil. Sedangkan

bila dibandingkan dengan pisang, jumlah inulin yang dihasilkan pada ekstraksi

tongkol pandan laut dan buah merah tidak berbeda jauh. Perbedaan tersebut

mungkin disebabkan oleh sumber dimana inulin tersebut dihasilkan. Pada jerusalem

artichoke dan dahlia, inulin dihasilkan pada bagian umbinya, sedangkan pada

Pandanus sp. dan pisang terletak pada bagian buahnya. Meskipun jumlah inulin

yang teridentifikasi pada tongkol buah Pandanus sp. tersebut kecil, namun hasil

analisis tersebut membuktikan bahwa tongkol buah pandan laut dan buah merah

mengandung inulin. Kadar inulin yang dihasilkan pada analisis tersebut bernilai

kecil juga dapat dipengaruhi oleh kondisi ekstraksi yang kurang optimum. Kondisi

yang tidak optimum tersebut disebabkan beberapa faktor antara lain seperti suhu

10

ekstraksi, waktu, dan jumlah pelarut yang digunakan. Untuk mendapatkan jumlah

inulin yang lebih banyak, perlu dilakukan ekstraksi pada kondisi terbaik pada

tongkol buah pandan laut dan buah merah.

Ekstraksi Inulin

Ekstraksi inulin dilakukan untuk mendapatkan inulin dari bahan yang

diekstrak. Analisis kandungan inulin melalui proses ekstraksi perlu dilakukan pada

kondisi ekstraksi terbaik, sehingga inulin dari bahan dapat diekstrak seluruhnya.

Tahapan proses ekstraksi inulin disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Tahapan Proses Ekstraksi Inulin

Proses ekstraksi yang terbaik dilakukan dengan menyesuaikan karakter

bahan yang digunakan dengan kondisi proses ekstraksi, seperti metode ekstraksi

yang digunakan, suhu yang digunakan, waktu ekstraksi dan sebagainya. Apabila

proses ekstraksi dilakukan tidak pada kondisi terbaik, maka hasil yang diperoleh

tidak akan menunjukkan kandungan total pada bahan tersebut. Pada penelitian ini

dilakukan ekstraksi inulin dengan melihat pengaruh suhu, waktu dan jumlah pelarut

yang digunakan pada proses ekstraksi, sehingga dapat diketahui pengaruh ketiga

faktor tersebut pada proses ekstraksi inulin dan didapatkan kondisi ekstraksi inulin

dari tongkol buah Pandanus sp. yang terbaik.

Tongkol Pandanus sp.

Penghilangan bahan yang tidak digunakan

Pencucian

Pemarutan

Pembuatan larutan 50 %

Pemanasan (70-90 0C, 60-80 menit)

Penyaringan

Ekstraksi Inulin

Penyimpanan (suhu -100C, 18 jam)

Pendiaman (2 jam)

Dekantasi

Endapan inulin

Penjemuran

Air

Etanol

40 % Tepung

Inulin

11

Pengaruh Suhu Ekstraksi

Ekstraksi dilakukan untuk mendapatkan padatan inulin. Perbedaan suhu

ekstraksi diharapkan memberikan pengaruh terhadap jumlah inulin yang dihasilkan.

Suhu yang digunakan pada penelitian ini beragam, yaitu 70°C, 80°C, dan 90°C.

Pengaruh suhu pada ekstraksi inulin dapat dilihat pada beberapa parameter, yaitu

pada kadar inulin yang dihasilkan, serta perhitungan kadar gula pereduksi.

Kadar Inulin merupakan jumlah inulin yang terkandung di dalam tepung

inulin kering hasil ekstraksi bahan. Kadar inulin berbeda-beda tergantung dari

sumbernya. Kadar inulin jerussalem artichoke 56,95% (Gaafar et al. 2010) dan

berdasarkan Van Loo et al. (1995) kadar inulin umbi chicory 75-80%. Pada

penelitian ini dilakukan pengujian kadar inulin untuk mengetahui pengaruh suhu

terhadap jumlah inulin yang dihasilkan.

Gambar 5 Hubungan perubahan suhu terhadap kadar inulin. Data disajikan sebagai

rata-rata±simpangan baku dan tingkat signifikan.

Berdasarkan uji ANOVA, faktor suhu memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap nilai kadar inulin yang dapat diekstrak dari tongkol buah pandan laut dan

buah merah. Berdasarkan data pada Gambar 5, suhu yang memberikan pengaruh

yang signifikan adalah 90oC dengan kadar inulin yang dihasilkan sebesar 0,35%

pada tongkol buah pandan laut dan 0,07% pada tongkol buah merah. Suhu dapat

mempengaruhi jumlah inulin yang terekstrak dikarenakan semakin tinggi suhu,

maka semakin mudah ruang-ruang penyimpan inulin menjadi pecah dan

mengeluarkan inulin lebih banyak. Inulin pada tumbuhan terdapat dalam vakuola

yang terdapat di sel-sel floem tempat cadangan makanan tumbuhan disimpan

(Mavumengwana 2004). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gaafar et al.

(2010) tentang pengaruh suhu terhadap jumlah inulin yang dapat diekstrak dari

umbi Jerusalem artichoke menunjukkan hasil yang sama dengan hasil penelitian ini,

yaitu peningkatan suhu menyebabkan meningkatnya jumlah inulin yang dapat

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0.35

0.40

0.45

70 80 90

Kad

ar I

nuli

n [

% d

b w

/w]

Suhu [°C]

Pandan Laut

Buah Merah *

*

*berbeda signifikan dengan P<0,05

12

diekstrak. Tetapi pada penelitian tersebut jumlah inulin yang dapat terekstrak pada

suhu 80oC tidak berbeda nyata dengan jumlah inulin yang terekstrak pada suhu

90oC dan 100oC, namun jumlahnya terus meningkat seiring bertambahnya suhu.

Hal tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan komposisi pada bagian yang

menyimpan inulin, karena inulin pada jerusalem artichoke berada pada bagian

umbi, sedangkan pada Pandanus sp. terletak pada buahnya.

Suhu tinggi selain dapat meningkatkan jumlah inulin terekstrak, juga

dimungkinkan dapat merusak inulin pada saat proses ekstraksi dilakukan. Oleh

karena itu dilakukan analisis terhadap nilai kadar gula pereduksi dari bahan

tersebut. Analisis terhadap gula pereduksi dilakukan karena inulin yang merupakan

polimer dari beberapa monomer glukosa dan fruktosa dapat rusak dan pecah

menjadi monomer-monomer penyusunnya yang merupakan golongan gula

pereduksi. Gula pereduksi merupakan golongan gula yang dapat mereduksi

senyawa ion logam dalam keadaan basa. Jenis gula yang termasuk sebagai gula

pereduksi adalah beberapa jenis monosakarida seperti glukosa, fruktosa, dan

galaktosa, serta beberapa jenis disakarida seperti laktosa, maltosa, dan isomaltosa.

Gula-gula tersebut memiliki sifat pereduksi karena adanya gugus keton atau

aldehida dalam molekul gula tersebut (Gusmarwani et al. 2010). Apabila terjadi

kerusakan pada inulin, maka hal tersebut akan meningkatkan nilai kadar gula

pereduksi pada saat dianalisis.

(a) (b)

Gambar 6 Hubungan perubahan suhu terhadap jumlah gula pereduksi buah merah

(a) dan buah pandan laut (b). Data disajikan sebagai rata-rata ±

simpangan baku dan tingkat signifikan.

Pada Gambar 6 disajikan data hubungan gula pereduksi terhadap suhu yang

mengalami peningkatan secara signifikan saat ekstraksi inulin. Pada kedua bahan

sama-sama tidak terjadi peningkatan nilai kadar gula pereduksi secara signifikan

pada suhu 80°C dan 90°C. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa

dengan penggunaan suhu ekstraksi 80°C dan 90°C tidak akan merusak inulin pada

bahan secara signifikan.

0

400

800

1200

1600

2000

80 90

Gula

Per

eduksi

[m

g/L

]

Suhu [°C]

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

80 90

Gula

Per

eduksi

[m

g/L

]

Suhu [°C]

13

Pada proses ekstraksi inulin, terdapat banyak faktor yang dapat

mempengaruhi laju ekstraksi. Pada penelitian ini penentuan suhu ekstraksi

digunakan sebagai tahap awal sehingga hasilnya akan digunakan pada tahap

berikutnya yaitu untuk menentukan pengaruh waktu dan perbandingan massa

pelarut. Dalam proses ekstraksi inulin dari tongkol buah Pandanus sp., peningkatan

suhu akan mengakibatkan jumlah inulin yang terekstrak lebih banyak sehingga

pada suhu yang lebih tinggi jumlah inulin yang dihasilkan semakin banyak. Namun,

suhu tinggi juga dapat menyebabkan bahan menjadi rusak. Pada proses ekstraksi

inulin dari tongkol buah Pandanus sp. menggunakan suhu ekstraksi 70°C, 80°C dan

90°C. Berdasarkan hasil yang didapatkan, suhu terbaik untuk mengekstraksi inulin

dari tongkol buah Pandanus sp. adalah suhu 90°C dan pada suhu tersebut juga tidak

terjadi kerusakan inulin saat proses ekstraksi terjadi.

Pengaruh Waktu Ekstraksi dan Perbandingan Jumlah Pelarut

Selain suhu, terdapat faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil

ekstraksi inulin suatu bahan. Pada penelitian ini dilakukan analisis terhadap

pengaruh waktu ekstraksi dan perbandingan jumlah pelarut pada hasil ekstraksi

inulin yang dihasilkan. Pada tahap ini akan digunakan suhu terbaik yang diperoleh

dari tahap pertama yaitu 900C.

Gambar 7 Hubungan perubahan waktu ekstraksi dan perbandingan jumlah pelarut

terhadap jumlah inulin yang dapat diekstrak. Data disajikan sebagai rata-

rata±simpangan baku dan tingkat signifikan

Berdasarkan data pada Gambar 7 diperoleh data kadar inulin hasil ekstraksi

dari beberapa kondisi ekstraksi yang menggunakan kombinasi waktu dan jumlah

pelarut. Berdasarkan data tersebut, dilakukan uji ANOVA dan uji lanjut Duncan

untuk mengetahui faktor waktu ekstraksi dan perbandingan jumlah pelarut

0

5

10

15

20

25

t1V1 t2V1 t3V1 t1V2 t2V2 t3V2 t1V3 t2V3 t3V3

Kad

ar

Inu

lin

[%

db

w/w

]

Kondisi Ekstraksi

Ket:

t = waktu; V= Perbandingan massa pelarut;

t1=60 menit, t2=70 menit, t3=80 menit V1=1:1, V2=1:3, V3=1:5

14

berpengaruh secara signifikan atau tidak terhadap jumlah inulin yang dihasilkan

(lihat Lampiran 3). Menurut uji ANOVA yang telah dilakukan, faktor waktu dan

faktor jumlah pelarut sama-sama memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

hasil ekstraksi. Kemudian pada uji lanjutan, dilakukan uji Duncan untuk

mengetahui pada kondisi ekstraksi mana inulin dapat diekstrak secara maksimal.

Berdasarkan uji Duncan didapatkan bahwa nilai terbaik dihasilkan pada kondisi

ekstraksi t1V3 (t= 60 menit dan V= 1:5), namun nilai dari kondisi ekstraksi tersebut

tidak signifikan berbeda dengan kondisi ekstraksi t3V2 (t= 80 menit dan V= 1:3).

Pada kondisi ini diputuskan kondisi ekstraksi inulin dari tongkol buah pandan laut

adalah pada t1V3 dengan pertimbangan bahwa penambahan waktu ekstraksi akan

menambah lebih banyak kebutuhan energi dan mengakibatkan biaya produksinya

meningkat lebih banyak dibandingkan dengan meningkatkan perbandingan massa

pelarutnya seperti pada kondisi t3V2.

Pengaruh waktu terhadap ekstraksi inulin terdapat pada lamanya inulin dapat

diekstrak. Semakin panjang waktu ekstraksi, maka akan memperbesar

kemungkinan terekstrak seluruh kandungan inulin yang terdapat pada sampel,

namun memiliki pertimbangan biaya yang akan semakin meningkat seiring dengan

bertambahnya waktu ekstraksi sedangkan pengaruh perbandingan jumlah pelarut

pada ekstraksi terdapat pada berapa banyak inulin yang dapat diserap oleh pelarut.

Semakin banyak pelarut yang digunakan, maka kemampuan pelarut tersebut

menampung inulin yang terekstrak akan semakin besar. Pada penelitian ini

didapatkan kondisi terbaik ekstraksi inulin pada suhu ekstraksi 90oC dengan

perbandingan massa pelarut 1:3 selama 60 menit yaitu menghasilkan inulin sebesar

20,47% dari bobot kering bahan yang digunakan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Inulin dapat diekstrak dari tongkol buah Pandanus sp. dengan

menggunakan metode ekstraksi pelarut air. Ekstraksi dilakukan dengan melihat

pengaruh suhu, waktu ekstraksi, dan perbandingan jumlah pelarut terhadap

peningkatan jumlah inulin yang dapat diekstrak. Berdasarkan pengamatan pengaruh

suhu terhadap proses ekstraksi inulin didapatkan hasil bahwa peningkatan suhu

ekstraksi akan meningkatkan jumlah inulin yang dihasilkan dan suhu ekstraksi yang

tinggi tidak dapat merusak komponen inulin di dalam bahan pada saat dilakukan

proses ekstraksi. Suhu ekstraksi inulin terbaik pada tongkol buah pandan laut dan

buah merah adalah 90°C. Pada pengamatan pengaruh waktu ekstraksi dan

perbandingan jumlah pelarut, didapatkan kondisi terbaik yaitu pada kondisi t1V3

(t= 60 menit dan V= 1:5) yang menghasilkan inulin sebanyak 20,47% dari bobot

kering bahan yang digunakan.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan faktor-faktor

lain yang berpengaruh pada saat proses ekstraksi inulin untuk mendapatkan hasil

ekstraksi yang lebih baik.

15

DAFTAR PUSTAKA

Baert, J.R.A., and Van Bockstaele, E.J. 1992. Cultivation and breeding of root

chicory for inulin production. Industrial crops and products. 1: 229-234.

Budi, I.M., dan Paimin, F.R. 2005. Buah Merah . Penebar Swadaya, Jakarta.

Coussement, PAA. 1999. Inulin and oligofructose: safe intakes and legal status.

American Society for Nutritional Sciences: 1412S-1417S.

Dominguez A L, Rodrigues L R, Lima N M, Teixeira J A. 2014. An overview of

the recent developments on fructooligosaccharide production and

applications. Food Bioprocess Technol, 7, 324–337

Druart N, De Roover J, Van den Ende W, Goupil P, Van Laere A, Rambour S. 2001.

Sucrose assimilation during early developmental stages of chicory

(Chicorium intybus L.) plants. Planta 2001;212:436-43.

Figueira, G.M., Park, K.J., Brod, F.P.R., and Honorio, S.L. 2003. Evaluation of

desorption isotherms, drying rates and inulin concentration of chicory roots

(Chicorium intybus L.) with and without enzymatic activation. Journal of

food Engineering. In press.

Gadgoli, C., and Mishra, S.H. 1997. Antihepatotoxic activity of Chicorium intybus.

Journal of Ethnopharmacology. 58: 131-134.

Gaafar, A.M., M. F. Serag El-Din, E. A. Boudy, H. H. El-Gazar. 2010. Extraction

Conditions of Inulin from Jerusalem Artichoke Tubers and its Effects on

Blood Glucose and Lipid Profile in Diabetic Rats. Journal of American

Science

Glibowski P, Bukowska A. 2011. The effect of pH, temperature, and heating time

on inulin chemical stability. Acta Sci.Pol. Technol. Aliment. 10(2), 189-196.

Gusmawarni, S.R. Budi, M.S.P, Sediawan. W.B. Hidayat, M. 2010. Pengaruh

Perbandingan Berat Padatan dan Waktu Reaksi Terhadap Gula Pereduksi

Terbentuk pada Hidrolisis Bonggol Pisang. Jurnal Teknik Kimia Indonesia

9(3):77-82.

Kierstan MPJ. 1978. Biotechnology and Bioengineering 20:447-450. New

York(USA): John Wiley&Sons.

Luckman, B., and Rossouw, G. 2003. Chicory S.A. story. South Africa.

Mavumengwana, VB. 2004. Isolation, Purification And Characterization Of Inulin

And Fructooligosaccharides From Chicorium Intybus And Inulinase From

Aspergillus Niger. [Tesis]. Grahamstown (Afrika Selatan): Rhodes

University

Miller GL. 1959. Use of dinitrosalicylic acid reagent for determination of reducing

sugar. Anal Chem. 31(3):426-428.doi: 10.1021/ac60147a030.

Retnaningtyas, Yuni, Lestyo W, Rahayu M. 2012. Penentuan Kadar Inulin dalam

Ekstrak Buah Pisang (Musa paradisiaca, Linn.) sebagai Prebiotik dengan

Metode Klt – Densitometri. Jember

16

Roberfroid, MB. 2001. Prebiotics: preferential substrates specific germs.

American Journal of Clinical Nutrition. Vol.73. No.2. 406S-409S.

Steinbüchel A, Ki Rhee S. 2005. Polysaccharides and Polyamides in the Food

Industry. Wiley - Blackwell

Subroto, A., 2007. Buah Merah Sehatkan Mata?. Majalah Trubus. Jakarta, No.451.

116-117.

Susdiana Y. 1997. Ekstraksi dan karakterisasi inulin dari umbi dahlia (Dahlia

pinnata cav.) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Van Loo J., Coussement P, de Leenheer L, Hoebregs H, Smits G. 1995. On the

precense of inulin and oligofructose as natural ingredients in the western

diet. Critical Reviews Food Science and Nutrition. 35(6):525-52

Van den Ende W., Michiels A., Van Wonterghem D., Vergauwen R., Van Laere A.,

2000. Cloning, developmental, and tissue-specific expression of

sucrose:sucrose 1-fructosyl transferase from Taraxacum officinale. Fructan

localization in roots. Plant Physiology 123, 71–79.

Wahyuni A, Hardjono, dan Paskalina HY. 2004. Ekstraksi Kurkumin dari Kunyit.

Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2004. Yogyakarta

Watherhouse, A.L. dan Chatterton, N.J. 1993. Glosary of Fructan terms. Boca

Raton, Florida : CRC Press.

Yi H, Zhang L, Hua C, Sun K, Zhang L. 2010. Extraction and enzymatic hydrolysis

of inulin from Jerusalem artichoke and their effects on textural and

sensorial characteristics of yogurt. Food Bioprocess Technol, 3, 315–319.

Yurmizar. 1989. Penandaan Inulin dengan Radionuklida Teknesium-99m dan

Biodistribusinya pada Tikus Putih. Skripsi FMIPA. Padang: Universitas

Andalas

Zhang, M., De Baerdemaeker, J., and Schrevens, E. 2003. Effects of different

varieties and shelf storage conditions of chicory on deteriotative colour

changes using digital image processing and analysis. Food Research

International. 36: 669-676.

Zubaidah, Elok dan Wilda Akhadiana. 2013. Comparative Study of Inulin Extracts

from Dahlia, Yam, and Gembili Tubers as Prebiotic. Food and Nutrition

Sciences, 2013, 4, 8-12

17

LAMPIRAN

Lampiran 1 Tata cara analisis proksimat

1. Kadar Air (AOAC, 1995)

Pinggan alumunium dipanaskan pada suhu 105oC, kemudian didinginkan di

dalam eksikator dan ditimbang beratnya. Lebih kurang 2 gram contoh dimasukkan

di dalam pinggan alumunium dan dipanaskan di dalam oven pada suhu 105oC

selama 1 jam (pengukuran 1jam dimulai ketika suhu oven tepat 105oC ). Setelah itu

pinggan cepat-cepat dimasukkan di dalam desikator dan ditimbang setelah

mencapai suhu kamar. Pemanasan diulang hingga diperoleh berat tepat. Sisa contoh

dihitung sebagai total padatan dan berat yang hilang sebagai kadar air. Kadar air

dihitung dengan rumus :

2. Kadar Abu (AOAC, 1995)

Abu dalam bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral sebagai

hasil pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 550°C. Penentuan dilakukan

dengan memanaskan cawan porselin di dalam tanur, didinginkan di dalam eksikator

dan secepatnya ditimbang setelah dicapai suhu kamar. Contoh sekitar 2-3 gram

ditimbang di dalam cawan kemudian dibakar di dalam tanur pada suhu 550°C

hingga abu berwarna kelabu atau beratnya konstan, didinginkan di dalam eksikator

dan ditimbang secepatnya setelah mencapai suhu kamar. Kadar abu dihitung

dengan rumusan sebagai berikut :

3. Kadar Protein (AOAC, 1995)

Contoh seberat 0,2 gram didekstruksi dengan 2,5 ml asam sulfat pekat dengan

katalisator CuSO4+Na2S2O3 1:1,2 sampai berwarna hijau jernih. Destilasi dilakukan

setelah ditambahkan 5 ml air suling dan 15 ml NaOH 6 N. Sebagai penampung

digunakan 25 ml asam Borat 0,02 N dan 2-3 tetes indikator mengsel. Hasil destilasi

dititrasi dengan larutan H2SO4 0,02 N. Prosedur blanko ditentukan seperti diatas

tanpa menggunakan bahan yang dianalisis. Kadar protein dihitung dengan rumus

sebagai berikut :

a = selisih ml H2SO4 yang digunakan untuk mentitrasi blanko dan contoh

N = Normalitas larutan H2SO4

4. Kadar Lemak (AOAC, 1995)

Contoh sebanyak 3 gram dimasukkan ke dalam kertas saring yang dibuat

seperti kantong. Kemudian dimasukkan ke dalam soxhlet dan diekstraksi selama 6

jam dengan menggunakan Heksane. Sebelumnya labu lemak dan batu didih

dikeringkan di dalam oven 105 – 110 oC selama 1 jam, didinginkan dalam desikator

dan ditimbang. Setelah ekstraksi cukup, pelarut dalam labu lemak diuapkan sampai

18

habis lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh berat yang

konstan. Kadar lemak dihitung dengan rumus sebagai berikut:

a = berat contoh

b = berat selongsong awal (sebelum ekstraksi)

c = berat selongsong akhir (setelah diekstraksi)

5. Kadar Serat Kasar (AOAC, 1995)

Prinsip uji ini adalah ekstraksi contoh dengan asam dan basa untuk

memisahkan serat kasar dari bahan lain. Sebanyak 2-4 gram sampel (a) ditimbang

dan dibebaskan lemaknya dengan cara ekstraksi menggunakan soxhlet atau dengan

cara mengaduk-mengendap-tuangkan sampel dalam pelarut organik sebanyak 3

kali. Sampel dikeringkan dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml.

Ditambahkan 50 ml larutan H2SO4 1,25%, kemudian dididihkan selama 30 menit

dengan menggunakan pendingin tegak. Selanjutnya ditambahkan 50 ml NaOH

3,25% dan dididihkan lagi selama 30 menit. Dalam keadaan panas, sampel disaring

menggunakan corong bunchner yang berisi kertas saring Whatman 41 yang telah

dikeringkan dan diketahui bobotnya. Endapan yang terdapat pada kertas saring

berturut-turut dicuci menggunakan H2SO4 1,25% panas, air panas, dan etanol 96%.

Kertas saring beserta isinya diangkat, dikeringkan dalam oven suhu 105oC,

didinginkan, dan ditimbang sampai bobot tetap (b).

a = Bobot sampel (g)

b = Bobot endapan pada kertas saring (g)

6. Kadar Karbohidrat

Kadar karbohidrat dihitung menggunakan metode by difference, yaitu 100%

dikurangi dengan persen total kadar air, kadar lemak, kadar serat kasar, kadar

protein dan kadar abu.

19

Lampiran 2 Tata cara analisis hasil ekstraksi

1. Kadar Inulin (Kierstan 1978)

Kadar inulin diuji menggunakan metode Sistein Karbazol. Sampel yang

padat dilarutkan terlebih dahulu dalam aquades, jika sampel dinilai tinggi kadar

inulinnya maka diencerkan lagi menggunakan aquades sampai dapat terbaca oleh

spektrofotometer. Sejumlah 1 ml contoh ditambah 0,2 ml sistein 1,5%, kemudian

ditambahkan 6 ml H2SO4 70% dan dikocok. Campuran kemudian ditambah 0,2 ml

karbazol 0,12% dalam larutan etanol. Campuran dipanaskan pada suhu 60 oC

selama 10 menit kemudian didinginkan dan diukur kadar inulinnya menggunakan

spektrofotometer 560 nm. Kurva standar dibuat dengan menggunakan inulin

dengan kisaran 0-30 mg/l.

2. Kadar gula pereduksi metode DNS (Miller 1959)

Sampel diencerkan bila diperlukan sampai dapat terukur pada kisaran 0,2-

0,8 absorbansi pada panjang gelombang 550 nm. Sebanyak 1 ml sampel

dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 3 ml pereaksi DNS.

Selanjutnya ditempatkan dalam air mendidih selama 5 menit, dibiarkan dingin

sampai suhu ruang. Kemudian dibaca menggunakan spektrofotometer dengan

absorbasi pada panjang gelombang 550 nm. Blanko yang digunakan adalah aquades.

Kurva standar dibuat dengan menggunakan larutan fruktosa standar dengan kisaran

0-300 mg/l.

y = 0.0291x + 0.0175R² = 0.9988

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0 5 10 15 20 25 30

Ab

sorb

ansi

Konsentrasi [ppm]

Grafik kurva standar inulin

y = 0.0047x - 0.2475R² = 0.9946

-0.2

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

0 50 100 150 200 250 300 350

Ab

sorb

ansi

konsentrasi [ppm]

Grafik kurva standar DNS

20

Lampiran 3 Tata cara analisis statistika

1. Uji T: perbedaan rata-rata dua kelompok berpasangan

Uji T dilakukan dengan menggunakan bantuan aplikasi Microsoft Excel.

Tahap awal yaitu memasukkan data yang akan digunakan untuk dilakukan uji T.

Pilih menu “Data Analysis” kemudian pilih “paired two sample for means”. Setelah

itu masukkan range data yang akan dianalisis. Masukkan nilai α = 0.05 dan

“Hypothesized mean defference” dengan 0 (nol) kemudian tekan OK. Setelah itu

akan muncul hasil dalam bentuk tabel, perlu dilakukan interpretasi untuk

menggunakan hasil uji T tersebut. Nilai dua kelompok data dikatakan signifikan

apabila nilai |t hitung| > t tabel atau nilai p < α.

2. Uji ANOVA dan uji lanjut Duncan

Tabel diatas adalah data hasil pengamatan jumlah inulin yang diekstrak

dengan menggunakan beberapa kondisi ekstraksi.

Uji anova dilakukan dengan menggunakan program IBM SPSS Statistic

version 21. Hasil uji ANOVA adalah sebagai berikut:

a. R Squared = ,804 (Adjusted R Squared = ,769)

Perlakuan Pengamatan Rata-

rata 1 2 3 4 5 6

t1V1 0,12202 0,12320 0,12193 0,11365 0,11886 0,11602 0,11928

t2V1 0,09774 0,10186 0,10159 0,07993 0,07993 0,08052 0,09026

t3V1 0,16121 0,16233 0,15938 0,15331 0,14503 0,14652 0,15463

t1V2 0,11427 0,11698 0,11427 0,11089 0,11039 0,10570 0,11208

t2V2 0,15182 0,15699 0,14837 0,13770 0,12950 0,13514 0,14325

t3V2 0,15310 0,15229 0,14964 0,22222 0,22858 0,22252 0,18806

t1V3 0,20852 0,18915 0,21010 0,20658 0,20862 0,20535 0,20472

t2V3 0,18173 0,19977 0,20278 0,16379 0,16342 0,16191 0,17890

t3V3 0,13323 0,12436 0,12409 0,19483 0,18009 0,17186 0,15474

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Rendemen

Source Type III Sum

of Squares

df Mean Square F Sig.

Corrected Model .068a 8 .008 23.070 .000

Intercept 1.208 1 1.208 3282.868 .000

waktu .008 2 .004 10.467 .000

Pelarut .030 2 .015 41.353 .000

waktu * Pelarut .030 4 .007 20.229 .000

Error .017 45 3.68E-04

Total 1.292 54

Corrected Total .084 53

21

Berdasarkan tabel ANOVA, didapatkan Mse= 3,678 x 10-4, dfe= 45, r = 6, p = 9.

𝑆𝑒 = √𝑀𝑠𝑒𝑟

= √0,0003678

6= 0,00783

R= qa x Se = qa x 0,00783

untuk dfe = 45, p = 9, α = 0,05, maka nilai qa dan R:

- t2V1 tidak berbeda nyata dengan t1V2.

- t1V2 tidak berbeda nyata dengan t2V1 dan t1V1.

- t1V1 tidak berbeda nyata dengan t1V2 dan t2V2.

- t2V2 tidak berbeda nyata dengan t1V1, t3V1 dan t3V3.

- t3V1 tidak berbeda nyata dengan t2V2, t3V3, t2V3, dan t3V2.

- t3V3 tidak berbeda nyata dengan t2V2, t3V1, t2V3, dan t3V2.

- t2V3 tidak berbeda nyata dengan t3V1, t3V3, dan t3V2.

- t3V2 tidak berbeda nyata dengan t3V1, t3V3, t2V3, dan t1V3.

- t1V3 tidak berbeda nyata dengan t3V2

P 2 3 4 5 6 7 8 9

qa 2,849 2,996 3,093 3,162 3,216 3,258 3,293 3,322

R 0,022305 0,023461 0,024216 0,024761 0,025181 0,02551 0,025781 0,02601

t2V1 0,09026a

t1V2 0,11208ab

t1V1 0,11928bc

t2V2 0,14325cd

t3V1 0,15463de

t3V3 0,15474de

t2V3 0,17890e

t3V2 0,18806ef

t1V3 0,20472f

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Palu pada tanggal 20 Maret 1992

dari bapak Djayani Nurdin dan ibu Minawati, dan merupakan

anak pertama dari dua bersaudara. Penulis yang berdarah

Bugis ini menyelesaikan studi di SDN 3 Palu tahun 2004,

SMP Al-Azhar Palu 2007, MAN Insan Cendekia Gorontalo

2010, dan diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknologi

Industri Pertanian IPB pada tahun 2010 melalui jalur

Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif dalam

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) TPB sebagai anggota

departemen Budaya Olahraga dan Seni pada tahun 2010-2011

dan BEM Fakultas Teknologi Pertanian pada tahun 2011-

2012 sebagai anggota departemen Minat Bakat Mahasiswa. Selain itu penulis juga aktif

dalam berbagai kepanitiaan salah satunya adalah sebagai ketua acara TPB CUP yang

diselenggarakan BEM-TPB pada tahun 2011 dan ketua acara REDS CUP yang

diselenggarakan BEM-Fateta pada tahun 2012. Selain aktif dalam organisasi, penulis

juga aktif dalam akademik yaitu menjadi asisten praktikum Penerapan Komputer pada

tahun 2013, dan Teknologi Pati, gula, dan sukrokimia pada tahun 2014. Penulis juga

beberapa kali mendapatkan dana PKM yang dilaksanakan oleh DIKTI, terakhir pada

tahun 2013 PKM-P dengan judul “Pemanfaatan Styrofoam Cair Sehat Hasil Reduksi

Monomer Stirena Dengan Alfa Pinena Minyak Atsiri Kayu Putih Dan Glikosida

Sansevieria Menjadi Papan Semi Sintetik”. Penulis juga mendapatkan juara 3 dalam

IPB Bussiness Competition yang dilaksanakan di Institut Pertanian Bogor dengan judul

“Oriza: Pemulen Nasi”. Penulis melaksanakan praktik lapangan di PT Heinz ABC

Indonesia, Karawang pada bulan Juli-Agustus 2013 dengan tema Teknologi Proses dan

Pengolahan Limbah Produksi Sirup.