identifikasi serangga tanaman cabai
TRANSCRIPT
1
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN
IDENTIFIKASI SERANGGA TANAMAN CABAI
DI KEBUN PERCOBAAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JOSUA CRYSTOVEL
150320160005
Dosen:
Yusuf Hidayat, S.P., M.Phill., Ph.D
PASCASARJANA AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2016
2
PENDAHULUAN
Cabai (Capsicum annuum, L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang
digolongkan kedalam sayuran dan paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Kebutuhan
cabai setiap tahunnya semakin meningkat dengan harga yang semakin meningkat namun
kebutuhan tersebut tidak dibarengi dengan meningkatnya produksi cabai (Khasanah 2011).
Produktivitas tanaman cabai nasional sekarang ini meningkat 10,12 %, peningkatan produksi
cabai di tahun 2012 terjadi di Pulau Jawa sebesar 15,424 ribu ton. Sedangkan di luar Pulau
Jawa meningkat sebesar 66,268 ribu ton (Badan Pusat Statistik Nasional, 2012). Sedangkan
di Provinsi Gorontalo produktivitas tanaman cabai mengalami peningkatan pada tahun 2009
sebesar 312 ton dan penurunan pada tahun 2011 sebesar 213 ton (BPS dan Direktorat Jendral
Hortikultura, 2011).
Informasi dan teknik merupakan pondasi dalam membangun suatu program manajemen
hama. Informasi yang penting antara lain (a) informasi biologis yang meliputi data tentang
cara hama makan, tumbuh, berkembang, berproduksi, dan menyebar serta habitat yang
dibutuhkan, (b) dinamika populasi yang dikaitkan dengan musuh alami, cuaca, makanan, dan
habitat. Teknik yang menjadi dasar antara lain identifikasi spesies, pemeliharaan dan
pencuplikan (Pedigo, 1999).
Salah satu penyebab terjadinya penurunan produktivitas tanaman cabai adalah
gangguan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) khususnya hama dan penyakit. Seranga
hama dan penyakit tersebut dapat mengakibatkan penurunan hasil produksi bahkan sampai
mengakibatkan gagal panen (Setiawati et. al. 2005) melaporkan terdapat 14 jenis hama
penting pada tanaman cabai di antaranya hama trips, kutu daun persik, hama tungau teh
kuning, hama ulat tanah, hama gangsir, hama anjing tanah atau orong-orong, hama uret, hama
ulat bawang, hama ulat grayak, hama penggorok daun, hama wereng kapas, hama kutu kebul,
hama dan hama lalat buah. Kehilangan hasil akibat organisme penggangu tanaman ini dapat
mencapai 20 sampai 100%.
Pemilihan varietas unggul merupakan salah taktik dalam konsep pengendalian hama
terpadu. Pada umunya cabai yanng banyak dibudikayakan oleh petani adalah cabai keriting,
cabai merah biasa, paprika dan cabai keriting hibrida ( Tim Bina Karya Tani, 2008).
3
Tujuan
Tujuan pengamatan praktikum ini dengan materi “identifikasi serangga pada tanaman
cabai” adalah:
• Menambah wawasan tentang pemahaman secara langsung di lapangan bahwa apa
saja serangga yang terdapat pada tanaman cabai secara umum.
• Untuk mengetahui lebih jelas perbedaan masing-masing bagian tubuh serangga
(kepala, dada, sayap, perut, dan kaki) sehingga memudahkan
penglasifikasian/identifikasi di lapangan.
• Mengenali gejala secara langsung akibat jenis-jenis serangga yang bersifat
merugikan bagi tanaman cabai.
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Praktikum
Kegiatan Praktikum ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Hama dan Penyakit Tanaman
Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat pada hari Sabtu, 19 November
2016.
.
Alat dan Bahan
Pengamatan dilakukan secara sederhana yaitu dengan visual (mata) secara langsung
pada siang hari dilapangan secara acak di bagian masing masing yang telah ditentukan oleh
dosen pengampu kuliah. Bahan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah , kertas, pena,
buku identifikasi/ internet. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kantung
plastik, kamera atau handphone.
4
PEMBAHASAN
No Nama Serangga Ordo
Serangga
Tipe
Perkembangan
Bentuk
Sayap
Tipe Alat
Mulut
Bagian
Tanaman
yang
Diserang
1 Spodoptera
exigua (Larva)
Lepidoptera Holometabola - Menggigit-
mengunyah
Daun
2 Spodoptera
litura (Larva)
Lepidoptera Holometabola - Menghisap-
menusuk
Daun
3 Belalang kayu
(Valanga
nigricornis)
Orthoptera Paurometabola Lurus Menggigit-
mengunyah
Daun
4 Walang Sangit
(Leptocorisa
acuta)
Hemiptera paurometabola Setengah
sayap
Menusuk-
menghisap
Malar
padi
5 Kepik (Nezara
viridula)
Hemiptera Paurometabola Setengah
sayap
Menusuk-
menghisap
Buah
6 Kutu Daun
(Aphis sp.)
Homoptera Paurometabola Sama Menghisap Daun
7 Lalat (Musca
domestica)
Diptera holometabola 2 sayap Imago:
Menjilat
Buah
8 Lalat Buah
(Daccus sp.)
Diptera holometabola 2 sayap Larva =
menggigit-
mengunyah
Imago =
menjilat
Buah
5
Spesies Serangga Pada Tanaman Cabai Hasil Pengamatan
Belalang kayu (Valanga nigricornis)
Morfologi dari belalang kayu (Valanga nigricornis) termasuk ordo Orthoptera yang
mempunyai badan berwarna cokelat kekuningan, mempunyai kaki depan yang pendek dan
kaki belakang yang panjang digunakan untuk melompat, bentuk sayap lurus, dan perut
bergaris. Belalang kayu (Valanga nigricornis) termasuk serangga dengan tipe perkembangan
paurometabola yang mempunyai tipe alat mulut menggigit-mengunyah menyerang daun pada
tanaman.
Siklus hidup dari belalang kayu (Valanga nigricornis) dimulai dari telur belalang
menetas menjadi nimfa, dengan tampilan belalang dewasa versi mini tanpa sayap dan organ
reproduksi. Nimfa belalang yang baru menetas biasanya berwarna putih, namun setelah
terekspos sinar matahari, warna khas mereka akan segera muncul. Selama masa
pertumbuhan, nimfa belalang akan mengalami ganti kulit berkali kali (sekitar 4-6 kali) hingga
menjadi belalang dewasa dengan tambahan sayap fungsional. Masa hidup belalang sebagai
nimfa adalah 25-40 hari. Setelah melewati tahap nimfa, dibutuhkan 14 hari bagi mereka
untuk menjadi dewasa secara seksual. Setelah itu hidup mereka hanya tersisa 2-3 minggu,
dimana sisa waktu itu digunakan untuk reproduksi dan meletakkan telur mereka. Total masa
hidup belalang setelah menetas adalah sekitar 2 bulan (1 bulan sebagai nimfa, 1 bulan sebagai
belalang dewasa), itupun jika mereka selamat dari serangan predator. Setelah telur yang
mereka hasilkan menetas, daur hidup belalang yang singkat akan berulang (Lugito, 2013).
Pengendalian belalang kayu (Valanga nigricornis) dapat dilakukan secara mekanik yaitu
dengan menangkap, membuang, memusnahkan dengan cara dibakar aga populasi dari
belalang kayu dapat berkurang.
Walang Sangit (Leptocorisa acuta)
Morfologi walang sangit (Leptocorisa acuta) termasuk ordo serangga Hemiptera yang
mempunyai warna hijau pada bagian bawah badan dan warna cokelat pada bagian atas badan,
antenna yang panjang, dan sayap setengah. Walang sangit (Leptocorisa acuta) merupakan
serangga dengan tipe perkembangan paurometabola yang mempunyai tipe alat mulut
menusuk-menghisap menyerang malar padi.
Siklus hidup dari hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) mengalami metamorfosis
sederhana yang perkembangannya dimulai dari stadia telur, nimfa dan imago (Harahap dan
Tjahyono, 1997). Walang sangit dewasa meletakkan telur pada bagian atas daun tanaman
6
khususnya pada area daun bendera tanaman padi. Lama periode bertelur 57 hari dengan total
produksi terlur per induk + 200 butir. Lama stadia telur 7 hari, terdapat lima instar
pertumbuhan nimpa yang total lamanya + 19 hari. Lama preoviposition + 21 hari, sehingga
lama satu siklus hidup hama walang sangit + 46 hari (Balai Besar Penelitian tanaman padi,
2009). Telur setelah menetas menjadi nimfa aktif bergerak ke malai mencari bulir padi yang
masih stadia masak susu sebagai makananan. Nimpa-nimpa dan dewasa pada siang hari yang
panas bersembunyi dibawah kanopi tanaman. Serangga dewasa pada pagi hari aktif terbang
dari rumpun ke rumpun sedangkan penerbangan yang relatif jauh terjadi pada sore atau
malam hari (Balai Besar Penelitian tanaman padi, 2009).
Pengendalian hama walang sangait secara kultur teknik, secara biologis, serta dengan
menggunakan perilaku serangga. Pengendalian secara kultur teknis dengan cara plot-plot
kecil ditanam lebih awal dari pertanaman sekitarnya dapat digunakan sebagai tanaman
perangkap. Setelah tanaman perangkap berbunga walang sangit akan tertarik pada plot
tanaman perangkan dan dilakukan pemberantasan sehingga pertanaman utama relatif
berkurang populasi walang sangitnya. Secara biologis yaitu dengan cara potensi agens hayati
pengendali hama walang sangit masih sangat sedikit diteliti. Beberapa penelitian telah
dilakukan terutama pemanfaatan parasitoid dan jamur masih skala rumah kasa atau semi
lapang. Parasitoid yang mulai diteliti adalah O. malayensis sedangkan jenis jamurnya adalan
Beauveria sp dan Metharizum sp. Sedangkan pengendalian dengan menggunakan perilaku
serangga adalah walang sangit tertarik oleh senyawa (bebauan) yang dikandung tanaman
Lycopodium sp dan Ceratophylum sp. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk menarik hama
walang sangit dan kemudian secara fisik dimatikan. Bau bangkai binatang terutama bangkai
kepiting juga efektif untuk menarik hama walang sangit (Dimas H., 2012).
Kepik (Nezara viridula)
Morfologi kepik (Nezara viridula) termasuk ordo serangga Hemiptera yang mempunyai
bentuk badan lonjong, berwarna hijau dan bagian belakang berwarna hitam, mempunyai kaki
3 pasang, antenna pendek, dan setengah sayap. Kepik (Nezara viridula) merupakan serangga
dengan tipe perkembangan paurometabola yang mempunyai tipe alat mulut menusuk-
menghisap menyerang buah pada tanaman.
Siklus hidup dari kepik adalah jumlah telurnya lebih kurang 1.100 butir. Telur
diletakkan berkelompok pada daun dengan masing-masing berjumlah 10-90 butir.
Perkembangan telur sampai dewasa lebih kurang 4-8 minggu. Jumlah daur hidupnya lebih
kurang 60-80 hari, bahkan ada yang bias mencapai setengah tahun. Warna nimfa cerah
7
(Pracaya, 2004). Pengendalian kepik (Nezara viridula) dapat dilakukan secara mekanik yaitu
dengan menangkap, membuang, memusnahkan dengan cara dibakar.
Kutu Daun (Aphis sp.)
Morfologi kutu daun (Aphis sp.) termasuk ordo serangga Homoptera yang mempunyai
bentuk lonjong, sayap sama, dan berwarna hijau muda. Kutu daun (Aphis sp.) merupakan
serangga dengan tipe perkembangan paurometabola yang mempunyai tipe alat mulut
menghisap menyerang daun pada tanaman. Siklus hidup kutu daun dimulai dari telur yang
menetas pada umur 3 sd 4 hari setelah diletakan. Telur menetas menjadi larva dan hidup
selama 14 sd 18 hari dan berubah menjadi imago. Imago kutu daun mulai bereproduksi pada
umur 5 sd 6 hari pasca perubahan dari larva menjadi imago. Imago kutu daun dapat bertelur
sampai 73 telur selama hidupnya (Ditlinhorti, 2014). Pengendalian hama kutu daun dapat
dilakukan dengan cara kultur teknik, fisik mekanik, dan hayati. Secara kultur teknik adalah
sanitasi dan pemusnahan gulma dan bagian tanaman yang terserang dengan cara di bakar.
Secara fisik adalah penggunaan kain kassa / kelambu baik di bedengan pesemaian maupun di
lapangan dan penggunaan perangkap air berwarna kuning sebanyak 40 buah per hektar atau 2
buah per 500 m2 dipasang ditengah pertanaman sejak tanaman berumur 2 minggu. Secara
hayati adalah pemanfaatan musuh alami parasitoid Aphidius sp., predator kumbang
Coccinella transversalis, Menochillus sexmaculata, Chrysopa sp., larva syrphidae, Harmonia
octomaculata, Microphis lineata, Veranius sp. dan patogen Entomophthora sp., Verticillium
sp (Ditlinhorti, 2014)
Lalat Buah (Daccus sp)
Morfologi lalat buah (Daccus sp.) termasuk ordo Diptera yang mempunyai 2 sayap,
berwarna cokelat bergaris hitam, dan antena pendek. Lalat buah (Daccus sp.) merupakan
serangga dengan tipe perkembangan holometabola yang mempunyai tipe alat mulut pada
larva = menggigit mengunyah dan imago = menjilat menyerang buah pada tanaman.
Metamorfosis pada Drosophila termasuk metamorfosis sempurna, yaitu dari telur – larva
instar I – larva instar II – larva instar III – pupa – imago. Perkembangan dimulai segera
setelah terjadi fertilisasi, yang terdiri dari dua periode. Pertama, periode embrionik di dalam
telur pada saat fertilisasi sampai pada saat larva muda menetas dari telur dan ini terjadi dalam
waktu kurang lebih 24 jam. Dan pada saat seperti ini, larva tidak berhenti-berhenti untuk
makan (vivit, 2013). Pengendalian lalat buah (Daccus sp.) dilakukan secara mekanik yaitu
dengan menangkap lalat menggunakan jaring maupun tangan kemudian membuang dan
dimusnahkan agar populasi lalat buah tidak berkembang banyak.
8
Hama Ulat Grayak (Spodoptera sp.)
Hama Ulat Grayak (Spodoptera sp.) – Ulat grayak dikenal juga dengan sebutan ulat
tentara, karena menyerang tanaman secara bergerombol bagaikan tentara hingga daun
tanaman habis dan meranggas. Tingkat kerusakan akibat serangan ulat ini cukup tinggi,
bahkan Spodoptera sp. mampu menghabisi tanaman hanya dalam waktu satu malam. Seperti
halnya ulat-ulat lain, ulat grayak tergolong jenis hama malam, dimana menyerang tanaman
terutama pada malam hari. Organisme pengganggu ini terdiri dari beberapa spesies, antara
alain Spodoptera litura, Spodoptera exigua, Spodoptera mauritia, dan Spodoptera exempta.
Tanaman terserang ditandai dengan adanya daun yang meranggas, hanya tersisa tulang
daunnya saja. Ulat ini menyerang dengan cara bergerombol dalam jumlah sangat banyak,
sehingga potensi kerugian petani bisa sangat tinggi. Ulat grayak terutama menyerang
tanaman pada malam hari.
Di Indonesia, ulat grayak utama adalah Spodoptera exigua (larva berwarna coklat
kehijauan) dan S. litura (larva berwarna coklat). Ulat grayak tinggal di bawah permukaan
tanah di siang hari dan aktif memakan tajuk tumbuhan pada malam hari. Serangannya dapat
sangat hebat sehingga dalam waktu semalam dapat menghabiskan suatu pertanaman, dan oleh
sebab itu dikenal sebagai "ulat tentara". Hama ini tergolong polifag, hampir setiap jenis
tanaman diserang habis-habisan. Serangan parah terjadi pada musim kemarau, pada saat
kelembaban udara rata-rata 70% dan suhu udara18-23%. Pada saat cuaca demikian, ngengat
akan terangsang untuk berbiak serta prosentase penetasan telur sangat tinggi, sehingga
populasinya menjadi sangat tinggi dan tingkat serangannya jauh melampaui ambang
ekonomi. Jenis jenis spesies ulat grayak adalah Spodoptera litura, Spodoptera exigua,
Spodoptera mauritia, dan Spodoptera exempta. Siklus hidup Spodoptera sp. berlangsung
dalam empat stadium, yaitu stadium telur, larva, pupa, dan imago atau ngengat. Ngengat
betina meletakkan telurnya di permukaan daun tanaman dengan jumlah telur antara 2000-
3000 butir. Setelah 3-5 hari, telur akan menetas menjadi larva dan hidup secara berkelompok
dalam jumlah sagat banyak. Fase ini terdiri atas lima instar, dan pada instar terakhir, ulat
sangat rakus dan bisa menghabisi daun tanaman dalam waktu satu malam. Pada siang hari,
larva akan bersembunyi di dalam tanah, dan malam harinya sangat aktif untuk memakan
daun-daun tanaman.
Fase larva berlangsung kurang lebih selama 20 hari, kemudian akan berubah menjadi
pupa. Stadium pupa akan berlangsung selama kurang lebih 8 hari, kemudian akan keluar
ngengat dewasa. Pada umur 2-6 hari, ngengat dewasa sudah kembali bertelur untuk
9
menurunkan generasi baru. Gejala serangan ditandai dengan daun tanaman meranggas,
biasanya hanya tersisa tulang daunnya saja. Pada serangan parah, tanaman akan gundul
kehabisan daun. Jika populasinya sangat tinggi, larva pada stadium akhir dapat menghabisi
seluruh daun tanaman hanya dalam waktu semalam.
Walang sangit (Leptocorisa acuta)
Walang sangit (Leptocorisa acuta) menyerang umumnya tananam padi mempunyai
daerah sebaran yang sangat luas, hampir di semua negara produsen padi. Daerah penyebaran
L. acuta antara Asia Tenggara, Kepulauan Fiji, Australia, Srilangka, India, Jepang, Cina,
Pakistan dan Indonesia.Di Indonesia L. Acuta tersebar di daerah Jawa, Bali, Sumatera, dan
Sulawesi (Harahap dan Tjahyono, 1997). Walang sangit (Leptocorisa acuta) mengalami
metamorfosis sederhana yang perkembangannya dimulai dari stadia telur, nimfa dan imago.
Imago berbentuk seperti kepik, bertubuh ramping, antena dan tungkai relatif panjang. Warna
tubuh hijau kuning kecoklatan dan panjangnya berkisar antara 15 – 30 mm (Harahap dan
Tjahyono, 1997). Telur. Telur berbentuk seperti cakram berwarna merah coklat gelap dan
diletakkan secara berkelompok. Kelompok telur biasanya terdiri dari 10 - 20 butir. Telur-telur
tersebut biasanya diletakkan pada permukaan atas daun di dekat ibu tulang daun. Peletakan
telur umumnya dilakukan pada saat padi berbunga. Telur akan menetas 5 – 8 hari setelah
diletakkan. Perkembangan dari telur sampai imago adalah 25 hari dan satu generasi mencapai
46 hari (Willis, M. 2001). Tanaman inang alternatif hama walang sangit adalah tanaman
rumput-rumputan antara lain: Panicum spp; Andropogon sorgum; Digitaria consanguinaria;
Eleusine coracoma; Setaria italica; Cyperus polystachys, Paspalum spp;dan Pennisetum
typhoideum. Dewasa walang sangit meletakan telur pada bagian atas daun tanaman. Pada
tanaman padi daun bendera lebih disukai. Telur berbentuk oval dan pipih berwarna coklat
kehitaman, diletakan satu persatu dalam 1-2 baris sebanyak 12-16 butir. Lama periode
bertelur 57 hari dengan total produksi terlur per induk + 200 butir. Lama stadia telur 7 hari,
terdapat lima instar pertumbuhan nimpa yang total lamanya + 19 hari. Lama preoviposition +
21 hari, sehingga lama satu siklus hidup hama walang sangit + 46 hari.
Nimpa setelah menetas bergerak ke malai mencari bulir padi yang masih stadia masak
susu, bulir yang sudah keras tidak disukai. Nimpa ini aktif bergerak untuk mencari bulir baru
yang cocok sebagai makanannya. Nimpa-nimpa dan dewasa pada siang hari yang panas
bersembunyi dibawah kanopi tanaman. Serangga dewasa pada pagi hari aktif terbang dari
rumpun ke rumpun sedangkan penerbangan yang relatif jauh terjadi pada sore atau malam
hari. Pada masa tidak ada pertanaman padi atau tanaman padi masih stadia vegetatif, dewasa
10
walang sangit bertahan hidup/berlindung pada barbagai tanaman yang terdapat pada sekitar
sawah. Setelah tanaman padi berbunga dewasa walang sangit pindah ke pertanaman padi dan
berkembang biak satu generasi sebelum tanaman padi tersebut dipanen. Banyaknya generasi
dalam satu hamparan pertanaman padi tergantung dari lamanya dan banyaknya interval
tanam padi pada hamparan tersebut. Makin serempak tanam makin sedikit jumlah generasi
perkembangan hama walang sangit.
Lalat (Musca domestica)
Lalat merupakan serangga dari ordo Diptera yang mempunyai sepasang sayap biru
berbentuk membran. Semua bagian tubuh lalat rumah bisa berperan sebagai alat penular
penyakit (badan, bulu pada tangan dan kaki, feces dan muntahannya). Kondisi lingkungan
yang kotor dan berbau dapat merupakan tempat yang sangat baik bagi pertumbuhan dan
perkembangbiakan bagi lalat rumah. Umur lalat rumah antara 1–2 bulan dan ada yang 6
bulan sampai 1 tahun. Selama dalam siklus hidupnya lalat rumah mempunyai 4 stadium.
Pertama, stadium telur. Stadium ini lamanya 12–24 jam.
Bentuk telur lonjong bulat berwarna putih. Besar telur 1–2 mm. Telur dikeluarkan oleh
betina sekaligus sebanyak 100–150 butir. Di tempat kotoran yang panas dan lembab
merupakan faktor yang dapat mempengaruhi lamanya stadium ini. Makin panas makin cepat,
makin dingin makin lambat. Kedua, stadium larva. Stadium larva ini ada tiga tingkatan. (a)
Setelah keluar dari telur belum banyak bergerak. (b) Tingkat dewasa, banyak bergerak. (c)
Tingkat terakhir, tidak banyak bergerak. Kalau kita lihat lebih jauh, larva ini bentuknya bulat
panjang dengan warna putih kekuning-kuningan dan keabu-abuan, mempunyai segmen
sebanyak 13 dan panjangnya 18 mm. Larva ini selalu bergerak dan makan dari bahan–bahan
organik yang terdapat di sekitarnya. Pada tingkat terakhir (c) larva berpindah dari tempat
yang kering ke tempat yang sejuk. Untuk berubah menjadi kepompong lamanya stadium ini
2-8 hari atau 2-5 hari tergantung dari temperatur setempat. Larva ini mudah terbunuh dengan
temperatur 73oC. Ketiga, stadium pupa. Lamanya stadium ini 2-8 hari atau tergantung dari
temperatur setempat. Bentuk bulat lonjong dengan warna cokelat hitam. Stadium ini kurang
bergerak atau tidak bergerak sama sekali. Panjangnya lebih kurang 5 mm. Mempunyai
selaput luar yang keras disebut posteroor spiracle yang berguna untuk menentukan jenisnya.
Keempat, stadium dewasa. Stadium ini adalah stadium terakhir yang sudah berwujud
serangga yaitu lalat. Dari stadium telur sampai stadium dewasa memakan waktu 7 hari atau
lebih tergantung pada keadaan sekitar dan macamnya lalat. Biasanya 8-20 hari.
11
Tingkat Famili serangga pada Tanaman Cabai dari Pengamatan
Berdasarkan hasil pengamatan tanaman Cabai selama Praktikum sehari pada tanggal 19
November 2016 terdapat beberapa famili yakni Famili Aphididae, Famili Thripidae, Famili
Coreidae, Famili Acrididae dan Famili Tephritidae. Dari semua jenis Famili yang disebutkan
terdapat ciri-ciri yang berbeda, secara umum cirri-ciri dari masing-masing Famili di ketahui
menggunakan buku kunci determinasi serangga.
A. Aphididae
Ciri-cirinya :
Pada Famili Aphididae tubuh lunak berbentuk buah pear, panjang tubuh 4-8 mm.
Umumnya berwarna hijau. Antena panjang, 3-7 ruas, tidak aktif. Kaki panjang dan ramping,
tidak untuk melompat, mempunyai bangunan seperti tanduk sangat kecil di ujung abdomen.
Ada yang bersayap dan ada yang tidak. Ditemukan di batang, daun, bunga dan kadang-
kadang kulit buah berbagai tanaman (khususnya yang muda). Nimfa yang baru lahir langsung
menghisap cairan tanaman secara bergerombol.
Phylum : Arthropoda
Klas : Insekta
Ordo : Homoptera
Famili : Aphididae
B. Thripidae
Ciri-cirinya :
Famili ini umumnya berwarna kekuningan, kecoklatan dan coklat kehitaman. Ukuran
tubuh 1-1,4 mm, berantena 6-9 ruas. Nimfa biasanya berwarna kuning, oranye atau merah.
Akhir periode nimfa biasanya akan menjatuhkan diri ke tanah untuk berpura-pura atau dapat
mengalami fase istrahat di dalam tanah bila kondisi sekeliling memburuk. Mempuyai
beberapa generasi dalam satu tahun. Baik nimfa maupun dewasa merusak epidermis pucuk
tanaman, daun muda, bunga ataupun buah.
12
Phylum : Arthropoda
Klas : Insekta
Ordo : Thysanoptera
Famili : Thripidae
C. Coreidae
Ciri-ciri :
Famili ini memiliki kepala lebih pendek dan lebih sempit dari pada pronotum,
membrane sayap depan dengan vena yang banyak, ada yang tibia kaki belakang melebar dan
berbentuk lembaran (daun). Ukuran tubuh sedang-besar, antara 7-30 mm, kadang –kadang
memanjang, biasanya berwarna gelap, coklat hita atau kehijauan. Mempunyai kelenjar bau
yang bermuara di atas toxa tengah dan belakang.
Phylum : Arthropoda
Klas : Insekta
Ordo : Hemiptera
Famili : Coreidae
D. Acrididae
Ciri-cirinya :
Famili ini memiliki antenna pendek, pronotum tidak memenjang kebelakang, tarsi
beruas 3 buah, femur kaki belakang membesar, ovipositor pendek. Ukuran tubuh betina lebih
besar dibandingkan dengan yang jantan. Sebagian besar berwarna abu-abu atau kecoklatan
dab beberapa mempunyai warna yang cerah dan pada sayap belakang.
Phylum : Arthropoda
Klas : Insekta
Ordo : Orthoptera
13
Famili : Acrididae
E. Tephritidae
Ciri-cirinya :
Famili ini memiliki ukuran tubuh kecil sampai sedang. Warna tubuh dan sayap cerah,
sayap bercak-bercak atau bergaris-garis lebar. Jenis tertentu mempunyai bagian sayap yang
atraktif yaitu mempunyai rambut tegak satu atau lebih yang letaknya dipertengahan bagian
depan sayap.
Phylum : Arthropoda
Klas : Insekta
Ordo : Diptera
Famili : Tephritidae
14
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dilokasi penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan yakni :
1. Terdapat beberapa family Serangga Hama yang terdapat pada tanaman cabai yakni
Famili Aphididae, Famili Thripidae, Famili Coreidae, Famili Acrididae dan Famili
Tephritidae.
2. Tingkat kehadiran yang paling tertinggi di semua varietas dan selama praktikum
pengamatan adalah Famili Thripidae dan rata-rata populasi tertinggi di semua
varietas adalah famili Aphididae.
Saran
1. Jenis serangga hama yang harus di waspadai dalam membudidayakan tanaman cabai
adalah kutu daun Aphis karena serangga ini dari jumlah populasi dan kelimpahannya
paling tinggi.
2. Para petani atau pelaku usaha di sarankan untuk menanam cabai jenis cabai rawit
varietas Unggul dari serangan hama tertentu seperti lalat buah atau kutu daun karena
serangan dari serangga tersebut sangat merugikan .
15
Lampiran Foto Kegiatan
16
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Nasional dan Direktorat Jendral Hortikultura. 2011. Produksi Cabe
Besar Menurut Provinsi, 2007 – 2011. (online) tersedia di
http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/horti/pdfATAP2011/ProdCabeBesar.pdf.
Badan Pusat Statistik. 2012. Produktifitas Cabai Nasional Naik 10.12% (online) tersedia di
http://komoditasindonesia.com/2012/08/bps-produktivitas-cabainasonal-naik-1012/.
Balai Besar Penelitian tanaman padi, 2009. Siklus Hidup Hama Walang Sangit. Erlangga,
Jakarta
Balitka, 2009. Siklus Hidup Kumbang Kelapa. http://balitka.litbang.deptan.go.id.
Dimas H., 2012. Pengendalian Walang Sangit. http://dimas-hamdayu-r.blog.ugm.ac.id.
Ditlinhorti, 2014. Hama Kutu Daun dan Pengendaliannya.
http://ditlin.hortikultura.deptan.go.id.
Habibi, 2012. Imago Serangga Plutella xylostella. Alamat situs:
http://infohamapenyakittumbuhan.blogspot.com.
Habibi, 2012. Larva Serangga Plutella xylostella. Alamat situs:
http://infohamapenyakittumbuhan.blogspot.com
Hartati, 2009. Laporan Praktikum Zoologi. http:// biologi-staincrb.web.id. diakses pada
tanggal 13 April 2014
Khasanah, N. 2011. Struktur Komunitas Arthropoda Pada Ekosistem Cabai Tanpa Perlakuan
Insektisida. Jurnal Media Litbang Sulteng IV(1) : 57-62
Lugito, 2013. Siklus Hidup Belalang Kayu. http://lugito-center.blogspot.com.
Pedigo LP. 1999. Entomology and Pest Management Third Edition. Prentice-Hall,
Englewood Cliffs, New Jersey.
Setiawati, W., Udiarto, B.K., Muharam, A. 2005. Pengenalan dan Pengendalian Hama-hama
Penting pada Tanaman Cabai Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung.
Tim Bina Karya Tani. 2008. Pedoman Bertanam Cabai. Yrama Widya. Bandung.
Vivit, 2013. Siklus Hidup Lalat Buah. http://vivitdianty.blogspot.com.