farida hidayati fkik
TRANSCRIPT
-
HUBUNGAN ANTARA POLA KONSUMSI, PENYAKIT INFEKSI DAN PANTANG
MAKANAN TERHADAP RISIKO KURANG ENERGI KRONIS (KEK) PADA IBU
HAMIL DI PUSKESMAS CIPUTAT KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
SKRIPSI
Oleh:
Farida Hidayati
NIM : 107101003200
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1432 H / 2011 M
-
i
-
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, November 2011
Farida Hidayati, NIM: 107101003200
Hubungan antara Pola Konsumsi, Penyakit Infeksi, dan Pantang Makanan
terhadap Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di Puskesmas
Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011
xxiii +116 halaman+ 3 bagan+ 19 tabel+ 6 lampiran
ABSTRAK
Menurut WHO (2005), ibu hamil dengan risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
akan meningkatkan kesakitan maternal, terutama pada trimester ketiga (bulan 7-9) dan
meningkatkan risiko melahirkan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola konsumsi, penyakit Infeksi, dan
pantang makanan terhadap risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota
Tangerang Selatan tahun 2011. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif
dengan desain studi cross sectional. Sampel penelitian ini adalah ibu hamil yang
melakukan kunjungan ke Puskesmas Ciputat sebanyak 108 ibu hamil. Uji statistik yang
digunakan adalah uji Chi-Square yaitu uji hipotesis beda dua proporsi.
Dari 108 responden, ibu hamil yang mengalami risiko KEK pada ibu hamil di
Puskesmas Ciputat yaitu sebesar 40,4%. Pola konsumsi makanan pokok ibu hamil yang
sesuai anjuran sebesar 42,6%, lauk hewani 46,3%, lauk nabati 67,6%, sayuran sebesar
39,8%, dan pola konsumsi buah sebesar 31,5%. Ibu hamil yang menderita penyakit
tuberculosis ada 8,3%, penyakit diare 32,4%. Sebagian besar ibu hamil memiliki
pantang makanan selama kehamilan yaitu sebesar 30,6%. Dari hasil analisis bivariat
diperoleh variabel yang berhubungan dengan risiko KEK pada ibu hamil adalah pola
konsumsi makanan pokok, lauk hewani , lauk nabati, dan pantang makanan, sedangkan
variabel pola konsumsi sayuran, konsumsi buah, penyakit tuberculosis, dan penyakit
diare tidak berhubungan dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat.
Untuk penanggulangan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat,
disarankan sebaiknya pada pemeriksaan antenatal untuk menambah satu kegiatan
pelayanan yaitu pengukuran LILA pada setiap ibu hamil terutama pada trimester awal,
sehingga dapat mendeteksi secara dini adanya risiko KEK, penyuluhan dan konseling
gizi untuk meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya gizi seimbang bagi ibu hamil
perlu dilakukan, dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) tinggi energi bagi ibu
hamil harus ditingkatkan.
Daftar bacaan: 56 bacaan (1989 2010).
-
iii
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA STATE ISLAMIC UNIVERSITY
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM Undergraduated Thesis, November, 2011
Farida Hidayati, NIM: 1071010032000
A Relation of Consumption Habit, Infection Disease, and Food Taboo with Risk of
Chronic Energy Deficiency (CED) on Pregnant in Public Health Center of Ciputat
Tangerang Selatan City at 2011
xxiii + 116 pages + 3 charts + 19 tables + 6 attachments
ABSTRACT
Based on WHO (2005), pregnant with risk of CED will increase maternal
pain,especially on third trimester and increase risk of low birth weight babies. This study
aims to determine a relation of consumption habit, infection disease, and food taboos
with risk of chronic energy deficiency (CED) on pregnant in Public Health Center of
Ciputat at 2011. This study uses a quantitative approach with a cross sectional study
design. Samples are pregnant who visit to Public Health Center of Ciputat 108 pregnant.
The statistical test used was the Chi-Square test that is two different hypothesis test
proportions.
Of the 108 respondents, pregnant are at risk of CED in pregnant in Public
Health Center of Ciputat that of 40.4%. Consumption habits of staple food which
appropriate with suggestion 42,6%, consumption habit of animal side dish 46,3%,
consumption habit of vegetable side dish 67,6%, vegetable 39,8%, and fruit 31,5%.
Pregnant who suffer tuberculosis disease 8,3% and diarrhea disease 32,4%. Most
pregnant have food taboo during pregnancy 30,6%. From the results obtained by
bivariate analysis of variables associated with risk of CED in pregnant is consumption
habit of staple food, consumption of animal side dish, consumption of vegetable side
dish, and food taboo, whereas other variables is consumption habit of vegetable,
consumption habit of fruit, tuberculosis disease, and diarrhea disease not associated
with risk of CED in pregnant at Public Health of Ciputat .
To overcome CED in pregnant, should on antenatal examination to add one
service activities is measured upper arm circumference in every pregnant who visit
Public Health Center, especially on first trimester because this way easy, cheap and not
have special expertise, so that can early detection risk of CED. Nutrition counseling to
increase knowledge about important of balance nutrition for pregnant need held. PMT
Giving high energy for pregnant can also be enhanced.
Reading list: 56 readings (1989 - 2010)
-
iv
-
v
-
vi
DATA RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Farida Hidayati
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 29 Mei 1989
Alamat : Pamulang Indah MA Jl.Heligenia D12/28 RT.05/011
Agama : Islam
No.Kontak : 08569809005
E-mail : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
TK Islam Al-Ghifary : 1994 - 1995
SDN Pondok Cabe Udik 1 : 1995 - 2001
SMP Negeri 1 Pamulang : 2001 - 2004
SMA Negeri 1 Pamulang : 2004 - 2007
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : 2007 sekarang
PENGALAMAN ORGANISASI
Sekretaris ROHIS SMAN 1 Pamulang
Bendahara Komisariat Dakwah FKIK
-
vii
LEMBAR PERSEMBAHAN
Yang diperlukan untuk menggapai mimpi adalah cuma kaki yang akan berjalan
lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya,
mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering
melihat ke atas, lapisan tekad yang 1000x lebih keras dari baja dan hati yang akan
bekerja keras dari biasanya (5cm).
Skripsi ini dipersembahkan untuk orang-orang yang ku sayang dan menyayangiku
Terima kasih mama, bapak, mbak
(Akhirnya Foto-ku juga bisa dipajang ^_^)
-
viii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Segala puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
Subhanallahuwataala , penggenggam langit dan bumi, pemberi hidayah, sumber segala
ilmu dan pemilik kebenaran, yang karena keridhoan-Nya penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam tak lupa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
atas cintanya menuntun jalan kehidupan bagi umatnya sampai akhir zaman.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas
segala bantuan yang diberikan dalam rangka penyelesaian penulisan skripsi, terutama
kepada :
1. Tidak ada nama yang paling kusebut dalam doa-doa di setiap shalat-ku selain
teruntuk orangtua no.1 se-dunia dan tidak ada cita-cita yang paling aku perjuangkan
selain cita-cita besar-ku yaitu membuatmu bahagia...Makasih mama, bapak atas
doa, kasih sayang dan motivasi yang tiada henti.
2. Kakaku terbaik se-dunia mbak Evy, mbak wati serta dek kybul yang tidak pernah
bosan untuk memberikan energi semangat untukku (aku sayang kalian ^_^).
3. Prof.Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
-
ix
4. dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
sekaligus pembimbing 2 yang telah memberikan masukan dari awal hingga
penulisan skripsi ini selesai.
5. Ibu Catur Rosidati, MKM selaku Pembimbing 1, terimakasih atas segala bimbingan,
waktu dan fikiran yang ibu berikan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
6. Ibu Febriati, M.Si selaku dosen Penanggung Jawab Peminatan Gizi, terima kasih
atas saran-sarannya yang sangat bermanfaat bagi penulis.
7. Seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah banyak memberikan
pelajaran berharga kepada penulis selama perkuliahan.
8. Ibu Wilda Welis, SP., M.Kes sebagai penguji sidang skripsi, terima kasih atas
masukannya.
9. Bpk. Dr. Abdillah Assegaf selaku kepala Puskesmas Ciputat.
10. Bpk. Purwo, terima kasih atas kemudahan perizinan penelitian, semoga Allah
membalas kebaikan bapak.
11. Semua bidan-bidan yang bertugas di poli KIA (especially Bidan Oby, maaf sudah
banyak merepotkan selama penelitian).
12. Keluarga kedua yang selalu menjadikan hari-hari berwarna di perjalanan kuliahku,
GeeR (Karbella Kuantanades Hasty, Melli Wulandari, Hafifatul Auliya Rahmy,
Lisa Ellizabet Aula) Allah begitu berbaik hati untuk mempertemukanku dengan
kalian yang HEBAT... Luv U Coz Allah .
13. Teman terbaikku yang selalu tulus dan setia memberikan dukungan di setiap saat
(makasih banyak Habsyi! semoga Allah selalu membalas kebaikanmu).
-
x
14. Sahabat itu seperti bintang, walau jauh dia bercahaya. Meski kadang menghilang, dia
tetap ada dan selamanya di hati. Saudariku GAWAT07 (Ovi, Ami, Rizka... semoga
Persaudaraan kita karena Allah, thanks Sist ).
15. Partner penelitianku Winda chacha, makasih banyak atas kerjasamanya selama
penelitian.
16. Teman-teman GIZI 2007, thanks for all friend.
17. Saudara-saudariku di KOMDA FKIK, terima kasih atas manisnya ukhuwah yang
terlalu singkat ini.
18. Teman-teman seperjuangan kesmas 2007 yang selalu semangat untuk berjuang.
Skripsi masih jauh dari sempurna maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun guna perbaikan dimasa yang akan datang.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Ciputat, November 2011
Penulis
-
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN.......................................................................
ABSTRAK..................................................................................................
ABSTRACT................................................................................................
PERNYATAAN PERSETUJUAN............................................................
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................
DAFTAR RIWAYAT HIDUP..................................................................
LEMBAR PERSEMBAHAN....................................................................
KATA PENGANTAR................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................
DAFTAR TABEL......................................................................................
DAFTAR BAGAN......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................
1.2 Rumusan Masalah...................................................................
1.3 Pertanyaan Penelitian..............................................................
1.4 Tujuan.....................................................................................
1.4.1 Tujuan Umum................................................................
1.4.2 Tujuan Khusus...............................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
xi
xix
xxii
xxiii
1
8
9
10
10
10
-
xii
1.5 Manfaat Penelitian..................................................................
1.5.1 Bagi Puskesmas.........................................................
1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat................
1.5.3 Bagi Peneliti................................................................
1.6 Ruang Lingkup........................................................................
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil............
2.2 Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)..............................
2.2.1 Tujuan Pengukuran LILA...........................................
2.2.2 Ambang Batas LILA ..................................................
2.2.3 Cara Mengukur LILA.................................................
2.2.4 Tindak Lanjut Pengukuran LILA................................
2.2.5 Tindakan yang Dilakukan pada Wanita Usia Subur
(WUS) dengan Ukuran LILA Kurang dari 23,5
cm................................................................................
2.2.5.1 Upaya dari Masyarakat...................................
2.2.5.2 Upaya Petugas Lapangan................................
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Ibu Hamil....
2.3.1 Pola Konsumsi............................................................
2.3.1.1 Anjuran Makan Ibu Hamil..............................
2.3.2 Penyakit Infeksi...........................................................
11
11
11
11
12
13
15
16
17
18
18
20
20
22
22
22
24
39
-
xiii
2.3.3 Sosial Ekonomi...........................................................
2.3.3.1 Pekerjaan.........................................................
2.3.3.2 Jumlah Anggota Keluarga...............................
2.3.3.3 Pendidikan.......................................................
2.3.3.4 Pantang Makanan............................................
2.4 Pengukuran Pola Konsumsi....................................................
2.4.1 Pengertian Food Frequency (Frekuensi Makanan)....
2.4.2 Prinsip Food Frequency (Frekuensi Makanan)..........
2.5 Kerangka Teori.......................................................................
BAB III. KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN
HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep..................................................................
3.2 Definisi Operasional..............................................................
3.3 Hipotesis................................................................................
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian............
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian..
4.3 Popolasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
4.3.2 Sampel.
46
46
46
47
47
53
53
55
56
57
58
62
63
63
63
63
63
-
xiv
4.4 Instrumen Penelitian...
4.5 Pengumpulan Data..
4.6 Pengolahan Data.
4.7 Analisis Data...
4.7.1 Analisis Univariat..
4.7.2 Analisis Bivariat..
BAB V. HASIL
5.1 Gambaran Umum Puskesmas Ciputat
5.2 Analisis Univariat.
5.2.1 Gambaran Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada
Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat..
5.2.2 Gambaran Pola Konsumsi pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat .......................
5.2.2.1 Gambaran Pola Konsumsi Makanan Pokok
pada ibu Hamil di Puskesmas Ciputat .....
5.2.2.2 Gambaran Pola Konsumsi Lauk Hewani pada
ibu Hamil di Puskesmas Ciputat ..
5.2.2.3 Gambaran Pola Konsumsi Lauk Nabati pada
ibu Hamil di Puskesmas Ciputat ..
5.2.2.4 Gambaran Pola Konsumsi Sayuran pada ibu
Hamil di Puskesmas Ciputat ....
64
64
66
70
70
70
72
73
73
74
74
74
75
76
-
xv
5.2.2.5 Gambaran Pola Konsumsi Buah pada ibu
Hamil di Puskesmas Ciputat
5.2.3 Gambaran Penyakit Infeksi pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat .......
5.2.3.1 Gammbaran Penyakit Tuberculosis pada Ibu
Hamil di Puskesmas Ciputat ....
5.2.3.2 Gambaran Penyakit Diare pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat ...
5.2.4 Gambaran Pantang Makanan pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat .......
5.3 Analisis Bivariat...
5.3.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Pola Konsumsi pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat
5.3.1.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Pola Konsumsi Makanan Pokok
pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat..
5.3.1.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Hewani
pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat..
5.3.1.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Nabati pada
76
77
77
77
78
78
79
79
80
-
xvi
Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat..
5.3.1.4 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Pola Konsumsi Sayuran pada Ibu
Hamil di Puskesmas Ciputat.
5.3.1.5 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Pola Konsumsi Buah pada Ibu
Hamil di Puskesmas Ciputat.
5.3.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Penyakit Infeksi pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat
5.3.2.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Penyakit Tuberculosis pada Ibu
Hamil di Puskesmas Ciputat.
5.3.2.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Penyakit Diare pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat
5.3.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Pantang Makanan pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat
BAB VI. PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
81
82
83
85
85
86
87
89
-
xvii
6.2 Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat..
6.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan
Pola Konsumsi pada Ibu Hamil di Puskesmas
Ciputat.
6.3.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Pola Konsumsi Makanan Pokok pada
Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat.....
6.3.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu
Hamil di Puskesmas Ciputat...
6.3.3 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Pola Konsumsi Lauk Nabati pada Ibu
Hamil di Puskesmas Ciputat...
6.3.4 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Pola Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil
di Puskesmas Ciputat..
6.3.5 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Pola Konsumsi Buah pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat..
6.4 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan
Penyakit Infeksi pada Ibu Hamil di Puskesmas
89
92
92
95
97
99
101
-
xviii
Ciputat.
6.4.1 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil
di Puskesmas Ciputat..
6.4.2 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK)
berdasarkan Penyakit Diare pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat..
6.5 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan
Pantang Makanan pada Ibu Hamil di Puskesmas
Ciputat.
BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
7.2 Saran .
DAFTAR PUSTAKA.
LAMPIRAN
103
103
105
107
110
110
112
-
xix
DAFTAR TABEL
2.1 Anjuran Makan Ibu Hamil..
3.1 Definisi Operasional
5.1 Distribusi Frekuensi Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu
Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun 2011
5.2 Distribusi Pola Konsumsi Makanan Pokok pada Ibu Hamil di
Puskesmas Ciputat Tahun 2011...
5.3 Distribusi Pola Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu Hamil di Puskesmas
Ciputat Tahun 2011.....
5.4 Distribusi Pola Konsumsi Lauk Nabati pada Ibu Hamil di Puskesmas
Ciputat Tahun 2011.....
5.5 Distribusi Pola Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil di Puskesmas
Ciputat Tahun 2011.....
5.6 Distribusi Pola Konsumsi Buah pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Tahun 2011......
5.7 Distribusi Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil di Puskesmas
Ciputat Tahun 2011.....
5.8 Distribusi Penyakit Diare pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun
2011.....
5.9 Distribusi Pantang Makanan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Tahun 2011.....
27
58
73
74
74
75
76
76
77
77
78
-
xx
5.10 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan
PolaKonsumsi Makanan Pokok pada Ibu Hamil di Puskesmas
Ciputat Tahun 2011...............................................
5.11 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola
Konsumsi Lauk Hewani pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Tahun 2011..
5.12 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola
Konsumsi Lauk Nabati pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Tahun 2011....
5.13 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola
Konsumsi Sayuran pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun
2011.
5.14 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pola
Konsumsi Buah pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun
2011...
5.15 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan
Penyakit Tuberculosis pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat
Tahun 2011....
5.16 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan
Penyakit Diare pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun
2011...
79
80
81
82
84
85
86
-
xxi
5.17 Analisis Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) berdasarkan Pantang
Makanan pada Ibu Hamil di Puskesmas Ciputat Tahun
2011...
87
-
xxii
DAFTAR BAGAN
2.1 Skema Tindak Lanjut Pengukuran LILA
2.2 Kerangka Teori...
3.1 Kerangka Konsep
19
56
57
-
xxiii
LAMPIRAN
Lampiran 1. Permohonan Izin Penelitian di Puskesmas Ciputat
Lampiran 2. Pemberian izin Penelitian dari Dinkes Kota Tangerang Selatan
Lampiran 3. Keterangan Selesai Melaksanakan Penelitian dari Puskesmas Ciputat
Lampiran 4. Output Analisis Univariat
Lampiran 5. Output Analisis Bivariat
Lampiran 6. Kuesioner Penelitian
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Status gizi masyarakat yang baik merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan pembangunan kesehatan dan tidak terpisahkan dari pembangunan
nasional secara keseluruhan. Hal ini tercermin pada Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) yang terdiri dari umur harapan hidup, tingkat melek huruf dan pendapatan per
kapita. IPM yang rendah antara lain dipengaruhi oleh status gizi dan kesehatan yang
berdampak pada tingginya angka kematian bayi, balita dan ibu (Kementerian
Kesehatan, 2010). Salah satu langkah yang telah diambil pemerintah untuk
menurunkan angka kematian bayi (AKB) dan angka kematian ibu (AKI) adalah
dengan upaya penanggulangan Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil yang
merupakan salah satu cara untuk mencegah BBLR (Depkes RI, 1995).
Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh setiap individu sejak janin yang
masih dalam kandungan, bayi, anak-anak, remaja, dewasa sampai usia lanjut. Ibu
atau calon ibu merupakan kelompok rawan, karena membutuhkan gizi yang cukup
sehingga harus dijaga status gizi dan kesehatannya, agar dapat melahirkan bayi yang
sehat (Depkes RI, 2003).
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007,
sekitar 146.000 bayi usia 0-1 tahun dan 86.000 bayi baru lahir (0-28 hari) meninggal
setiap tahun di Indonesia. AKB di Indonesia adalah 34 per 1000 kelahiran hidup,
-
2
sedangkan angka kematian balita adalah 44 per 1000 kelahiran hidup, dan AKI
melahirkan di Indonesia adalah 228 per 100.000 bayi kelahiran hidup. Diharapkan
pada 2015 angka kematian bayi turun menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup dan
angka kematian balita turun menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup. Pencapaian pada
2015 merupakan target komitmen global Tujuan Pembangunan Milenium (UNICEF,
2010).
Ibu hamil merupakan salah satu kelompok sasaran yang perlu mendapat
perhatian khusus dalam penerapan pedoman umum gizi seimbang (PUGS) selain ibu
menyusui. Hal ini didasarkan pada jenis masalah gizi yang dijumpai pada ibu hamil
dan menyusui serta dampak negatif yang ditimbulkan karena status gizi yang buruk
pada ibu hamil dan menyusui tidak hanya mengenai diri yang bersangkutan, tetapi
juga pada perkembangan janin yang akan dilahirkan serta perkembangan dan
pertumbuhan anak dikemudian hari (Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan
Sosial RI, 2000). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa status gizi ibu tidak hanya
memberikan dampak negatif terhadap status kesehatan dan risiko kematian dirinya,
tetapi juga terhadap kelangsungan hidup dan perkembangan janin yang
dikandungnya dan lebih jauh lagi terhadap pertumbuhan janin tersebut sampai usia
dewasa (Achadi, E. L, 2007).
Pemeliharaan kehamilan dimulai dari perencanaan menu yang benar,
masukan gizi pada ibu hamil sangat menentukan kesehatannya dan janin yang
dikandungnya. Apabila masukan gizi pada ibu hamil tidak sesuai kebutuhan maka
-
3
kemungkinan akan terjadi gangguan dalam kehamilan, baik terhadap ibu maupun
janin yang dikandungnya (Huliana, 2001 dalam Paath, E.F, et.al, 2004).
Menurut Klein, Susan, et.al (2009), masukan gizi yang buruk khususnya saat
hamil dapat menyebabkan kelelahan, lemas, kesulitan melawan infeksi, masalah
kesehatan serius lainnya, keguguran atau bayi tidak bisa tumbuh dengan baik (kecil)
atau cacat lahir, serta meningkatkan peluang pada bayi dan ibu meninggal saat atau
sesudah kelahiran. Kebutuhan gizi ibu hamil dapat terpenuhi apabila ibu
mengkonsumsi makanan yang beranekaragam termasuk buah segar dan sayuran
berwarna. Dengan mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam, kekurangan zat
gizi pada jenis makanan yang satu akan dilengkapi oleh zat gizi dari makanan
lainnya. Makanan yang beranekaragam memberikan manfaat yang besar terhadap
kesehatan ibu hamil, karena makin beragam yang dikonsumsi, makin baik mutu
makanannya (Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000).
Tetapi, pada kenyataannya di beberapa negara berkembang umumnya
ditemukan larangan atau pantangan tertentu bagi makanan ibu hamil seperti berbagai
jenis ikan, telur, udang, cumi, dan sebagainya. Dengan adanya pantangan dalam
makanan maka semakin kecil peluang ibu untuk mengkonsumsi makan yang
beragam. Sehingga masyarakat akan mengkonsumsi bahan makanan bergizi dalam
jumlah yang kurang, dengan demikian penyakit kekurangan gizi akan mudah timbul
di masyarakat (Suhardjo, 1989).
-
4
Menurut Depkes RI (1994), ibu hamil yang berisiko KEK adalah ibu hamil
yang mempunyai ukuran lingkar lengan atas (LILA)
-
5
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 prevalensi risiko KEK
pada WUS termasuk ibu hamil sebesar 13,6%. Dari data Survey Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas) pada tahun 1999 menunjukkan ibu hamil yang mengalami risiko
KEK 27,6%, sedangkan laporan surkesnas 2002 menunjukkan 34% ibu hamil
termasuk ke dalam risiko KEK, dan berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik
(BPS) tahun 2000-2005 ibu hamil yang menderita KEK sebesar 15,49%. Dalam
Riskesdas 2007, salah satu provinsi yang mempunyai prevalensi diatas 10% adalah
Provinsi Banten yaitu sebesar 12,6%.
Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu wilayah yang terletak di
bagian timur Provinsi Banten, kota ini berasal dari sebagian wilayah Kabupaten
Tangerang. Menurut data dinas kesehatan Kota Tangerang Selatan 2010, AKI Kota
Tangerang Selatan 36 per 100.000 kelahiran hidup dimana salah satu penyebabnya
adalah penyakit infeksi sebesar 10%. Dalam jurnal Malnutrition and Infection:
Complex Mechanisms and Global Impacts oleh Schaible, et.al (2007) disebutkan
penelitian di Kenya yang menemukan hubungan signifikan antara penyakit infeksi
dengan lingkar lengan atas dan serum albumin. Selain itu, dalam jurnal Malnutrition
and Pregnancy Wastage In Zambia oleh Wamie, data survey status gizi FAO
menunjukkan 90,5% ibu hamil menderita infeksi. Penyakit infeksi merupakan faktor
yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan ibu. Status gizi kurang akan
meningkatkan kepekaan ibu terhadap risiko terjadinya infeksi, dan sebaliknya infeksi
dapat meningkatkan risiko kurang gizi bahkan kematian (Achadi, E. L, 2007).
-
6
Sedangkan untuk angka kematian bayi 2,76 per 1000 kelahiran hidup dan
jumlah kematian neonatal tahun 2010 sebanyak 54 bayi dan penyebab terbanyak
yaitu BBLR sebesar 46%. Meskipun untuk angka kematian masih jauh di bawah
angka kematian nasional, namun sebagai daerah perkotaan dimana berbagai sarana
telah tersedia, kualitas pelayanan kesehatan tentu saja harus lebih baik, sehingga bisa
menekan jumlah kematian, terutama kematian ibu dan bayi (Dinas kesehatan Kota
Tangerang Selatan, 2010).
Puskesmas Ciputat merupakan salah satu Puskesmas yang ada di Kota
Tangerang Selatan. Puskesmas Ciputat mempunyai prevalensi KEK ibu hamil
tertinggi dibandingkan dengan puskesmas lainnya. Prevalensi KEK pada ibu hamil
di Puskesmas Ciputat Tahun 2009 sebesar 0,24% dan tahun 2010 meningkat
menjadi 6,68%. Angka ini melebihi prevalensi KEK ibu hamil Kota Tangerang
Selatan yang hanya sebesar 1,26%. Menurut WHO apabila prevalensi KEK 3-5%
menunjukkan tidak ada kerawanan pangan di tingkat rumah tangga, 5-9% berarti
harus berhati-hati kemungkinan rawan pangan, 10-19% menunjukkan situasi rawan
pangan pada tingkat rumah tangga sudah pada tingkat buruk, 20-30% situasi rawan
pangan gawat dan lebih dari 30% situasi rawan pangan adalah parah. Sedangkan
menurut acuan Departemen Kesehatan (2003) tentang tingkat besaran masalah
risiko KEK, yaitu 30%
dikategorikan berat. Berdasarkan data bulanan Puskesmas Ciputat, pada bulan
Januari tidak terdapat ibu hamil yang KEK, tetapi pada bulan Februari terdapat 7
-
7
orang dari 25 ibu hamil, bulan Maret 6 orang dari 27 ibu hamil dan bulan April
meningkat menjadi 13 orang dari 31 ibu hamil.
Menurut Depkes (1995), penyebab langsung KEK pada ibu hamil yaitu pola
konsumsi dan penyakit infeksi, Sedangkan menurut Worthington (1985) dalam
Soetjiningsih (1995) faktor yang mempengaruhi status gizi ibu hamil adalah pola
konsumsi, faktor biologi yang termasuk didalamnya penyakit infeksi, dan factor
sosio-ekonomi.
Menurut penelitian Azma di Kota Sukabumi (2003) pola konsumsi makan
lauk nabati mempunyai hubungan bermakna dengan ibu hamil risiko KEK. Selain
itu, hasil penelitian yang dilakukan Saraswati di Kota Sukabumi (2005) dan
penelitian Albugis di Depok Jawa Barat (2008) menunjukkan bahwa pola konsumsi
merupakan faktor yang berpengaruh terhadap ibu hamil KEK. Berdasarkan
penelitian Surasih di Kabupaten Banjarnegara (2005), pola konsumsi dan pantang
makanan mempunyai hubungan bermakna dengan ibu hamil risiko KEK.
Hasil studi pendahuluan pada tanggal 11 Mei 2011 yang dilakukan dengan
cara pengukuran LILA dan wawancara pada 10 ibu hamil, didapatkan 60% ibu
termasuk kedalam risiko KEK, 80% pola konsumsi ibu tidak sesuai dengan anjuran
makan menurut Depkes RI serta 40% ada pantang makanan selama kehamilan
seperti telur, ikan, udang. Dari prevalensi KEK ibu hamil di Puskesmas Ciputat
yang sudah termasuk ke dalam kemungkinan rawan pangan dan berdasarkan acuan
Depkes (2003) dapat dikategorikan tingkat ringan, maka peneliti tertarik untuk
-
8
mengetahui hubungan pola konsumsi, penyakit infeksi dan pantang makanan
terhadap risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan
Tahun 2011.
1.2 Rumusan Masalah
Ibu hamil yang menderita gizi kurang, terutama Kurang Energi Kronis
(KEK) berisiko akan mengalami kesulitan pada saat persalinan, perdarahan, dan
berpeluang untuk melahirkan bayi dengan BBLR yang akhirnya menyebabkan
kematian pada ibu atau bayi (Depkes RI, 1996). Pemeliharaan kehamilan dimulai
dari perencanaan menu yang benar, kebutuhan gizi ibu hamil dapat terpenuhi apabila
ibu mengkonsumsi makanan yang beranekaragam (Direktorat Gizi Masyarakat,
2000). Tetapi, pada kenyataannya di beberapa negara berkembang umumnya
ditemukan larangan atau pantangan tertentu bagi makanan ibu hamil yang akan
mengakibatkan semakin kecil peluang ibu untuk mengkonsumsi makan yang
beragam. Dengan demikian penyakit kekurangan gizi akan mudah timbul (Suhardjo,
1989).
AKI Kota Tangerang Selatan 36 per 100.000 kelahiran hidupdimana salah
satu penyebabnya adalah penyakit infeksi sebesar 10%. Penyakit infeksi merupakan
faktor yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan ibu. Status gizi kurang akan
meningkatkan kepekaan ibu terhadap risiko terjadinya infeksi, dan sebaliknya infeksi
dapat meningkatkan risiko kurang gizi bahkan kematian (Achadi, E. L, 2007).
-
9
Dari prevalensi KEK ibu hamil di Puskesmas Ciputat yang sudah termasuk
ke dalam kemungkinan rawan pangan yaitu sebesar 6,68% dan berdasarkan hasil
studi pendahuluan yang didapatkan 60% ibu termasuk kedalam risiko KEK, 80%
pola konsumsi ibu tidak sesuai dengan anjuran makan menurut Depkes RI serta 40%
ada makanan pantang selama kehamilan, maka peneliti tertarik untuk mengetahui
hubungan pola konsumsi, penyakit infeksi dan pantang makanan terhadap risiko
KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran risiko kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di
Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011?
2. Bagaimana gambaran pola konsumsi (makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati,
sayuran, buah-buahan) ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan
Tahun 2011?
3. Bagaimana gambaran penyakit infeksi (tuberculosis, diare) pada ibu hamil di
Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011?
4. Bagaimana gambaran pantang makanan pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat
Kota Tangerang Selatan Tahun 2011?
5. Apakah ada hubungan antara pola konsumsi (makanan pokok, lauk hewani, lauk
nabati, sayuran, buah-buahan) dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas
Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011?
-
10
6. Apakah ada hubungan antara penyakit infeksi (tuberculosis, diare) dengan risiko
KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011?
7. Apakah ada hubungan antara pantang makanan dengan risiko KEK pada ibu
hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara pola konsumsi, penyakit infeksi dan
pantang makanan dengan risiko kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di
Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat
Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.
2. Diketahuinya gambaran pola konsumsi (makanan pokok, lauk hewani,
lauk nabati, sayuran, buah-buahan) pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat
Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.
3. Diketahuinya gambaran penyakit infeksi (tuberculosis, diare) pada ibu
hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.
4. Diketahuinya gambaran pantang makanan pada ibu hamil di Puskesmas
Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.
5. Diketahuinya hubungan antara pola konsumsi (makanan pokok, lauk
hewani, lauk nabati, sayuran, buah-buahan) dengan risiko KEK pada ibu
hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.
-
11
6. Diketahuinya hubungan antara penyakit infeksi (tuberculosis, diare)
dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang
Selatan Tahun 2011.
7. Diketahuinya hubungan antara pantang makanan dengan risiko KEK pada
ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Puskesmas
Memberikan informasi kepada pihak Puskesmas tentang keterkaitan
antara pola konsumsi, penyakit infeksi dan pantang makanan dengan risiko
KEK pada ibu hamil. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar
pertimbangan dalam perencanaan program gizi di wilayah Puskesmas
khususnya program untuk ibu hamil.
1.4.2 Bagi PSKM
Hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan ilmu pengetahuan di
bidang kesehatan dan digunakan untuk mengembangkan keilmuan khususnya
sebagai bahan untuk memperluas hasil-hasil penelitian yang telah ada
sebelumnya.
1.4.3 Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan menjadi pengembangan kompetensi diri sesuai
dengan keilmuan yang diperoleh selama perkuliahan dalam meneliti masalah
yang berkaitan dengan gizi masyarakat. Serta menjadi bahan bacaan dan
bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.
-
12
1.5 Ruang Lingkup
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola konsumsi, penyakit
infeksi dan pantang makanan dengan risiko KEK pada ibu hamil di Puskesmas
Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. Penelitian dilakukan oleh mahasiswa
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Juni-Juli 2011.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain studi cross
sectional. Penelitian ini dilakukan karena tingginya prevalensi KEK di Puskesmas
Ciputat.
-
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Hamil
Menurut Depkes (1995), ibu hamil yang berisiko KEK adalah ibu hamil yang
mempunyai ukuran LILA
-
14
kurang baik ini berlanjut dari status gizi pada masa bayi, balita, masa remaja, dan
calon ibu sebagai generasi selanjutnya (Berg, A, 1986). Data menunjukkan bahwa
sepertiga (35,65%) wanita usia subur (WUS) KEK. Masalah ini akan menghambat
pertumbuhan janin sehingga akan menimbulkan risiko BBLR (Departemen
Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000).
Ibu hamil KEK mempunyai risiko kesakitan yang lebih besar, terutama pada
trimester ketiga kehamilan, akibatnya mempunyai risiko lebih besar untuk
melahirkan BBLR. Selain itu ibu hamil KEK yang telah melalui masa persalinan
dengan selamat, akan mengalami masa pascasalin yang sulit karena lemah dan
mudah mengalami gangguan kesehatan. Hal ini akan mempengaruhi produksi ASI
dan menurunkan kemampuan merawat anak serta dirinya sendiri (Depkes RI, 1995).
Menurut Guthrie (1995) dalam Hapni (2004), ibu hamil yang menderita KEK
dapat terjadi karena jumlah makanan yang dikonsumsi tidak cukup, atau penggunaan
zat gizi dalam tubuh tidak optimal, atau kedua-duanya. Hal ini menyebabkan
penurunan jumlah sel darah dalam tubuh, sehingga suplai darah dan zat-zat gizi yang
diberikan ke janin berkurang, maka pertumbuhan janin akan terhambat dan bayi
yang dilahirkan akan BBLR.
Berbagai penelitian di negara berkembang menunjukkan bahwa separuh dari
penyebab terjadinya kasus BBLR adalah status gizi ibu (Achadi, E.L, 2007). Hasil
penelitian Rosikin di Kota Cirebon (2004), menunjukkan bahwa ibu hamil dengan
risiko KEK berisiko melahirkan bayi BBLR sebanyak 3 kali dibanding ibu dengan
-
15
LILA normal. Demikian juga dengan penelitian Susanto (2006) dalam Khasanah
(2010) di Biak mengatakan bahwa ibu hamil dengan risiko KEK berpeluang
melahirkan bayi BBLR sebanyak 7 kali dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak
berisiko KEK. Berdasarkan penelitian Saraswati, dkk. di Jawa Barat (1998)
menunjukkan bahwa ibu hamil dengan KEK pada batas 23 cm mempunyai risiko
2,0087 kali untuk melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang mempunyai
LILA lebih dari 23 cm.
2.2 Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)
Menurut Depkes RI (1994), pengukuran lingkar lengan atas (LILA) adalah
suatu cara untuk mengetahui risiko kurang energi kronis (KEK) wanita usia subur
(WUS), pengukuran LILA dilakukan sebagai tindakan pencegahan dan
penanggulangan terhadap ibu hamil KEK. Wanita usia subur adalah wanita usia 15-
45 tahun yang terdiri dari remaja, ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur
(PUS).
Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status
gizi dalam jangka pendek. Berbagai penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa penggunaan alat ukur LILA merupakan cara yang sederhana, sangat mudah
dan dapat dilakukan oleh siapa saja. Pengukuran LILA pada ibu hamil adalah salah
satu cara yang dilakukan untuk menanggulangi kejadian ibu hamil dengan risiko
KEK yang mengakibatkan kejadian BBLR dan juga sebaai usaha untuk menurunkan
AKI dan AKB (Depkes RI, 1994).
-
16
Penggunaan LILA cukup representatif, ukuran LILA ibu hamil terkait erat
dengan indeks massa tubuh (IMT) ibu hamil. Semakin tinggi LILA ibu hamil diikuti
pula dengan semakin tinggi IMT ibu. Penggunaan LILA telah digunakan di banyak
negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Di Indonesia, pengukuran LILA
sebagai indikator risiko KEK telah sering digunakan dalam penelitian. Selain murah,
mudah, cepat dan praktis untuk penggunaan di lapangan, LILA cukup representatif
dalam menentukkan status gizi ibu hamil terutama berkaitan dengan risiko KEK
(Hardinsyah, 1999 dalam Marlenywati 2010). Menurut Gibson (2005) dalam
Mulyaningrum (2009), pengukuran mid-upper-arm circumference (MUAC) atau
yang lebih dikenal dengan LILA dapat melihat perubahan secara pararel dalam
massa otot sehingga bermanfaat untuk mendiagnosis kekurangan gizi.
Pada penelitian di India didapatkan hasil yaitu besar LILA relatif stabil atau
hanya sedikit perubahan selama masa hamil, dan pengukurannya independen
terhadap umur kehamilan. Oleh sebab itu, LILA hanya dapat digunakan untuk
penapisan (screening). Screening bermanfaat dalam program gizi dan kesehatan
misalnya dalam menentukan wanita hamil yang perlu mendapatkan PMT (pemberian
makanan tambahan) atau membutuhkan penyuluhan, pengobatan atau lainnya
selama periode kehamilan, namun tidak disarankan untuk digunakan dalam
mengevaluasi hasil intervensi (Shah, 2001 dalam Khasanah 2010).
2.2.1 Tujuan Pengukuran LILA
Beberapa tujuan pengukuran LILA adalah mencakup masalah WUS
baik ibu hamil maupun calon ibu, masyarakat umum dan peran petugas lintas
-
17
sektoral. Adapun tujuan pengukuran LILA menurut Depkes RI (1994) adalah
sebagai berikut:
a. Mengetahui risiko KEK WUS, baik ibu hamil maupun calon ibu, untuk
menapis wanita yang mempunyai risiko melahirkan bayi berat lahir
rendah (BBLR).
b. Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih berperan
dalam pencegahan dan penanggulangan KEK.
c. Mengembangkan gagasan baru di kalangan masyarakat dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak.
d. Meningkatkan peran petugas lintas sektoral dalam upaya perbaikan gizi
WUS yang menderita KEK.
e. Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang
menderita KEK.
2.2.2 Ambang Batas LILA
Ambang batas LILA WUS dengan risiko KEK di Indonesia adalah
23,5 cm. Apabila ukuran LILA kurang 23,5 cm atau dibagian merah pita
LILA, artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK, dan diperkirakan akan
melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR). BBLR mempunyai risiko
kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan
anak (Supariasa, 2002).
-
18
2.2.3 Cara Mengukur LILA
Pengukuran LILA dilakukan melalui urutan yang telah ditetapkan.
Ada tujuh urutan pengukuran LILA menurut Supariasa (2002), yaitu:
1) Tetapkan posisi bahu dan siku
2) Letakkan pita antara bahu dan siku
3) Tentukan titik tengah lengan
4) Lingkarkan pita LILA pada tengah lengan
5) Pita jangan terlalu ketat
6) Pita jangan terlalu longgar
7) Cara pembacaan skala yang benar.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran LILA adalah
pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri.
Lengan harus dalam posisi bebas, lengan baju dan otot lengan dalam keadaan
tidak tegang atau kencang. Alat pengukur dalam keadaan baik dalam arti
tidak kusut atau sudah dilipat-lipat sehingga permukaannya tidak rata.
2.2.4 Tindak Lanjut Pengukuran LILA
Hasil pengukuran LILA ada dua kemungkinan yaitu kurang dari
23,5 cm dan diatas atau sama dengan 23,5 cm. Apabila hasil pengukuran
-
19
(Depkes RI, 1994). Skema tindak lanjut pengukuran LILA dapat dilihat pada
bagan 2.1
Bagan 2.1
Skema Tindak Lanjut Pengukuran LILA
Sumber: Depkes RI, 1994.
PENGUKURAN LILA WANITA USIA SUBUR (WUS)
Kelompok
Masyarakat
Posyandu Polindes/
Pustu
Perusahaan Dasa
wisma
Lain-
lain
-
20
2.2.5 Tindakan yang Dilakukan pada Wanita usia Subur (WUS) dengan
Ukuran LILA Kurang dari 23,5 cm
2.2.5.1 Upaya dari Masyarakat
Upaya masyarakat dapat diwujudkan melalui upaya
perorangan/keluarga maupun upaya kelompok. Upaya tersebut antara
lain:
1. Memberikan penyuluhan dan melaksanakan nasihat/anjuran bagi
WUS/remaja/PUS
a. Tambah makan
Setiap kali makan satu piring lebih banyak dari biasa dengan
memperhatikan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS).
b. Istirahat lebih banyak
Untuk meningkatkan berat badan sebaiknya istirahat siang
sedikitnya dua jam dalam sehari atau mengurangi kegiatan fisik
yang melelahkan.
c. Mengikuti KB
- Sebaiknya ibu yang baru melahirkan segera menjadi
peserta KB, agar kondisi ibu dapat dipulihkan kembali
- Pendewasaan usia perkawinan pada remaja
- PUS yang baru menikah agar menunda kehamilan.
d. Mencegah penyakit,antara lain:
- Malaria, dengan penggunaan kelambu
-
21
- Cacingan, dengan kebersihan rumah/lingkungan dan
memakai alas kaki
- Diare, dengan kebersihan makanan dan lingkungan.
2. Memberikan penyuluhan dan melaksanakan nasihat/anjuran bagi
ibu hamil/ibu menyusui
a. Tambah makan
Setiap kali makan 1 piring lebih banyak dari biasa dengan
memperhatikan PUGS.
b. Istirahat lebih banyak
Ibu hamil sebaiknya menghemat tenaga dengan cara istirahat
siang hari sedikitnya 2 jam sehari atau mengurangi kegiatan
yang melelahkan.
c. Minum tablet besi/tablet tambah darah
d. Periksa kehamilan secara teratur
e. Ikut KB segera setelah melahirkan
3. Pembagian makanan dalam keluarga diprioritaskan bagi ibu dan
anak
4. Pemberian makanan tambahan pemulihan
5. Peningkatan pendapatan keluarga melalui kelompok-kelompok
yang ada di masyarakat dengan memprioritaskan WUS yang
menderita KEK sebagai pesertanya.
-
22
2.2.5.2 Upaya Petugas Lapangan
1. Penyuluhan sesuai potensi/kondisi spesifik daerah
2. Pencegahan dan penanggulangan sesuai bidang tugas masing-
masing, antara lain:
a. Pemberian tablet besi
b. Pelayanan kontrasepsi
c. Pemeriksaan kehamilan
d. PMT pemulihan
e. Pencegahan atau pengobatan penyakit
f. Penganekaragaman konsumsi pangan
g. Usaha peningkatan pendapatan keluarga.
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Ibu Hamil
Menurut Depkes (1995), penyebab langsung KEK pada ibu hamil
yaitu pola konsumsi dan penyakit infeksi, Sedangkan menurut Worthington
(1985) dalam Soetjiningsih (1995) faktor yang mempengaruhi status gizi ibu
hamil adalah pola konsumsi, faktor biologi yang termasuk didalamnya
penyakit infeksi, dan faktor sosio-ekonomi.
2.3.1 Pola Konsumsi
Pola konsumsi adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang
dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Pola
konsumsi masyarakat ini dapat menunjukkan tingkat keberagaman
-
23
pangan masyarakat (Baliwati, dkk, 2004). Sedangkan menurut Santoso,
dkk (2004) pola konsumsi adalah berbagai informasi yang memberi
gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan
tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu
kelompok masyarakat tertentu yang dipengaruhi oleh kebiasaan,
kesenangan, budaya, agama, ekonomi, lingkungan alam, dsb. Pola
konsumsi dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu pangan pokok,
lauk pauk, sayur dan buah-buahan.
Pola konsumsi pangan pokok merupakan susunan beragam
pangan pokok (sumber karbohidrat) yang biasa dikonsumsi penduduk
(Suhardjo, 1989). Menilai status gizi seseorang dapat melalui pola
konsumsi yang ada, pola konsumsi seseorang tidak lepas dari kebiasaan
makan yang dilakukannya. Kebiasaan makan seringkali merupakan
suatu pola yang berulang atau bagian dari rangkaian panjang kebiasaan
hidup secara keseluruhan yang dapat diukur dengan pola konsumsi
pangan (Hardinsyah, 1989 dalam Desmawita 2002). Pola konsumsi
adalah jenis frekuensi beragam pangan yang biasa dikonsumsi,
biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah
ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang (Suhardjo,
1989).
Dalam hal pola konsumsi, permasalahan yang dihadapi tidak
hanya mencakup ketidakseimbangan komposisi pangan yang
dikonsumsi, tetapi juga masalah masih belum terpenuhinya kecukupan
-
24
gizi. Penganekaragaman konsumsi pangan selama ini sering diartikan
terlalu sederhana, berupa penganekaragaman konsumsi pangan pokok,
terutama pangan non beras. Penganekaragaman konsumsi pangan
seharusnya mengkonsumsi aneka ragam pangan dari berbagai
kelompok pangan baik pangan pokok, lauk-pauk, sayuran maupun buah
dalam jumlah yang cukup. Tujuan utama penganekaragaman konsumsi
pangan adalah untuk meningkatkan mutu gizi konsumsi dan
mengurangi ketergantungan konsumsi pangan pada salah satu jenis atau
kelompok pangan (Baliwati, dkk, 2004).
2.3.1.1 Anjuran Makan Ibu Hamil
Konsumsi makanan yang adekuat untuk ibu hamil adalah yang
jika dikonsumsi tiap harinya dapat memenuhi kebutuhan zat-zat gizi
dalam kualitas maupun kuantitasnya serta mendukung kondisi
fisiologis yang sedang dialami ibu hamil. Kualitas makanan
menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh dalam
susunan makanan dan perbandingan yang satu terhadap lainnya.
Kuantitas menunjukkan kuantum masing-masing zat gizi terhadap
kebutuhan tubuh (Sediaoetama, 1993 dalam Marlenywati 2010).
Kehamilan merupakan masa kehidupan yang penting. Pada
masa ini ibu harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk
menyambut kelahiran bayinya. Ibu sehat akan melahirkan bayi yang
sehat. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan ibu
-
25
adalah keadaan gizi ibu. Selama kehamilan ibu perlu memperhatikan
makanan sehari-hari agar terpenuhi zat gizi yang dibutuhkan selama
kehamilan (Pudjiadji, 2000).
Menurut Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI
(2000), kebutuhan gizi ibu hamil dapat terpenuhi apabila ibu
mengkonsumsi makanan yang beranekaragam, dengan mengkonsumsi
makanan yang beranekaragam, kekurangan zat gizi pada jenis
makanan yang satu akan dilengkapi oleh zat gizi dari makanan
lainnya. Makanan yang beranekaragam memberikan manfaat yang
besar terhadap kesehatan ibu hamil, karena makin beragam yang
dikonsumsi, makin baik mutu makanannya. Makanan aneka ragam
adalah hidangan dengan menu yang bervariasi paling sedikit terdiri
dari:
a) Satu jenis makanan pokok, misalnya nasi, jagung, roti, ubi, kentang,
sagu, dsb yang merupakan sumber zat tenaga.
b) Satu jenis lauk pauk, misalnya tempe, tahu, telur, ikan, daging, dsb
yang merupakan zat pembangun
c) Satu jenis sayuran dan buah-buahan yang merupakan sumber zat
pengatur.
Pola makanan yang baik bagi ibu hamil harus memenuhi
sumber karbohidrat, protein dan lemak serta vitamin dan mineral.
Apabila kebutuhan kalori, protein, vitamin, dan mineral yang
meningkat ini tidak dapat dipenuhi melalui konsumsi makanan oleh
-
26
ibu hamil, akan terjadi kekurangan gizi. Kekurangan gizi pada ibu
hamil dapat berakibat:
a. Berat badan bayi pada waktu lahir rendah atau sering disebut Berat
Badan Bayi Rendah (BBLR)
b. Kelahiran prematur (lahir belum cukup umur kehamilan)
c. Lahir dengan berbagai kesulitan, dan lahir mati (Notoatmodjo,
2003).
Ibu hamil yang kekurangan gizi berisiko melahirkan bayi
dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Oleh karena itu, ibu hamil
harus memahami dan mempraktikkan pola hidup sehat bergizi
seimbang sebagai salah satu upaya untuk menjaga keadaan gizi ibu dan
janinnya tetap sehat (Kurniasih, dkk, 2010).
Hidangan bagi ibu hamil sebaiknya memperhatikan prinssip
menu seimbang, yaitu mengandung semua unsure zat gizi, yaitu sumber
karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan air. Bahkan makanan yang
dipilih juga harus cukup mengandung serat, yaitu yang bersumber dari
sayur dan buah. Jenis bahan makanan yang digunakan sebaiknya
bersumber dari bahan makanan segar, hindari bahan makanan hasil
awetan (Sulistyoningsih, 2011). Anjuran pembagian makanan sehari
ibu hamil dapat disederhanakan dalam bentuk bahan makanan dengan
memakai ukuran rumah tangga (URT) sebagai berikut:
-
27
Tabel 2.1
Anjuran Makan Ibu Hamil
Bahan Makanan
atau
Penukarny*
Anjuran Makan Ibu Hamil
Trimester I Trimester II & III
Nasi 5 porsi 5 porsi
Sayur 4 porsi 3 porsi
Buah 3 porsi 5 porsi
Tempe 3 porsi 3 porsi
Daging 3 porsi 4 porsi
Minyak 4 porsi 4 porsi
Susu 1 porsi 1 porsi
Sumber: Anjuran Pembagian Makanan Sehari Ibu Hamil dalam Sehat dan Bugar
Berkat Gizi Seimbang, 2010.
*Keterangan:
1. Nasi 1 porsi = gls = 100 gram
2. Sayur 1 porsi = 1 gls = 100 gram
3. Buah 1 porsi = 1-2 bh = 50-190 gram
4. Tempe 1 porsi = 2 ptg sdg = 50 gram
5. Daging 1 porsi = 1 ptg sdg = 35 gram
6. Minyak 1 porsi = 1 sdt = 5 gram
7. Susu bubuk 1 porsi = 4sdm
Dengan mengkonsumsi makanan tersebut diperhitungan bahwa
kebutuhan gizi ibu hamil dapat tercukupi.
-
28
Menurut Almatsier (2001), dalam PUGS susunan makanan yang
dianjurkan adalah menjamin keseimbangan zat-zat gizi. Hal ini dapat
dicapai dengan mengkonsumsi beranekaragam makanan tiap hari. Tiap
makanan dapat saling melengkapi dalam zat-zat gizi yang dikandungnya.
Pengelompokan bahan makanan disederhanakan, yaitu didasarkan pada
tiga fungsi utama zat-zat gizi, yaitu sebagai berikut:
1. Sumber zat energi/tenaga: padi-padian, tepung-tepungan, umbi-
umbian, sagu.
2. Sumber zat pengatur: sayuran dan buah-buahan.
3. Sumber zat pembangun: ikan, ayam telur, daging, susu, kacang-
kacangan dan hasil olahannya, seperti tempe, tahu dan oncom.
Untuk mencapai prinsip gizi seimbang hendaknya susunan makanan
sehari terdiri dari campuran ketiga kelompok bahan makanan tersebut yang
terdiri dari:
1. Bahan Makanan Pokok
Dalam susunan hidangan Indonesia sehari-hari, bahan makanan
pokok merupakan bahan makanan yang memegang peranan penting.
Pada umumnya porsi makanan pokok dalam jumlah (kuantitas/volume)
terlihat lebih banyak dari bahan makanan lainnya (Santoso, dkk, 2004).
Porsi nasi dalam prinsip gizi seimbang untuk ibu hamil adalah 5 porsi
untuk semua trimester.
-
29
Dari sudut ilmu gizi, bahan makanan pokok merupakan sumber
energi dan mengandung banyak karbohidrat (Santoso, dkk, 2004).
Karbohidrat dikenal sebagai zat gizi makro sumber bahan bakar
(energi) utama bagi tubuh. Karena sebagian besar energi berasal dari
karbohidrat, maka makanan sumber karbohidrat digolongkan sebagai
makanan pokok (Kurniasih, dkk, 2010).
Kebutuhan akan energi pada trimester 1 meningkat secara
minimal. Setelah itu, sepanjang trimester 2 dan 3, kebutuhan akan terus
membesar sampai pada akhir kehamilan. Energi tambahan selama
trimester 2 diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu, yaitu penambahan
volume darah, pertumbuhan uterus dan payudara, serta penumpukan
lemak. Sepanjang trimester 3, energi tambahan dipergunakan untuk
pertumbuhan janin dan plasenta. Pertambahan energi disebabkan oleh
peningkatan laju metabolisme basal. Selain itu, tambahan energi juga
diperlukan untuk menjaga ketersediaan cadangan protein. Pertambahan
energi ini terutama diperlukan pada 20 minggu terakhir dari masa
kehamilan, yaitu ketika pertumbuhan janin berlangsung sangat pesat.
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 2004
menganjurkan tambahan energi sebesar 180 kkal untuk trimester I, 300
kkal untuk trimester II dan III (Arisman, 2004 ). Intake energi yang
cukup yaitu penambahan 55.000 kkal selama 9 bulan kehamilan
(Irawati, 2006) diperlukan untuk:
1. Fetus (pertumbuhan fetus dan aktivitas fisik fetus)
-
30
2. Ibu (peningkatan basal metabolisme, simpanan lemak, pertumbuhan
uterus dan payudara, volume darah bertambah dan perubahan
aktivitas).
Karbohidrat berfungsi sebagai sumber energi. Menurut Glade
B. Curtis mengatakan bahwa tidak ada satu rekomendasi yang mengatur
berapa sebenarnya kebutuhan ideal karbohidrat bagi ibu hamil. Namun,
beberapa ahli gizi sepakat sekitar 60% dari seluruh kalori yang
dibutuhkan tubuh adalah karbohidrat. Jadi, ibu hamil membutuhkan
karbohidrat sekitar 1.500 kalori (Kristiyanasari, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Syahnimar (2004), menyatakan
bahwa terdapat hubungan bermakna antara frekuensi makan makanan
pokok dengan risiko KEK, selain itu wanita yang mempunyai frekuensi
makan makanan pokok yang kurang dapat berpeluang untuk mengalami
risiko KEK sebanyak 3,2 kali dibanding dengan wanita dengan
frekuensi makan makanan pokok cukup.
Energi dalam tubuh manusia dapat timbul dikarenakan adanya
pembakaran karbohidrat, protein dan lemak, dengan demikian agar
selalu tercukupi energinya diperlukan pemasukan zat-zat makanan yang
cukup ke dalam tubuhnya. Menurut Suhardjo (1988) dalam prinsip-
prinsip ilmu gizi, seseorang tidak dapat bekerja dengan energi yang
melebihi dari apa yang diperoleh dari makanan kecuali jika
menggunakan cadangan energi dalam tubuh, namun apabila kebiasaan
menggunakan cadangan ini terus menerus, maka akan dapat
-
31
mengakibatkan keadaan kurang gizi khususnya energi (Kartasapoetra,
dkk, 2003).
Asupan energi pada trimester 1 diperlukan untuk menyalurkan
makanan dan pembentukan hormon, sedangkan pada janin diperlukan
untuk pembentukan organ (Sadler, 2000). Asupan energi pada trimester
2 diperlukan untuk pertumbuhan kepala, badan, dan tulang janin.
Trimester 3 juga terjadi pertumbuhan janin dan plasenta serta cairan
amnion akan berlangsung cepat selama trimester 3 (Sulistyoningsih,
2011).
Ketika jumlah makanan yang dikonsumsi tidak cukup atau
tidak adekuat. Hal ini menyebabkan penurunan volume darah, sehingga
aliran darah ke plasenta menurun, maka ukuran plasenta berkurang dan
transfer nutrient juga berkurang yang mengakibatkan pertumbuhan
janin terhambat dan bayi yang dilahirkan akan BBLR. Hal ini terjadi
karena pentingnya peran plasenta yaitu sebagai alat transport,
menyeleksi zat-zat makanan sebelum mencapai janin, efisiensi plasenta
dalam mengkonsentrasikan, mensintesis, dan transport zat gizi
menentukan suplai ke janin.
2. Bahan Makanan Lauk Pauk
Kadar zat makanan (gizi) pada setiap bahan makanan memang
tidak sama, ada yang rendah dan ada pula yang tinggi, karena itu setiap
bahan makanan akan saling melengkapi zat makanan/gizinya yang
-
32
selalu dibutuhkan tubuh manusia guna menjamin pertumbuhan dan
perkembangan fisik serta energi yang cukup guna melaksanakan
kegiatan-kegiatannya. Zat makanan (gizi) yang diperlukan tubuh
manusia ada yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau biasa disebut
dengan lauk nabati dan ada pula yang berasal dari hewan yaitu lauk
hewani (Kartasapoetra, dkk, 2003).
Lauk sebaiknya terdiri dari atas campuran lauk hewani dan
nabati. Lauk hewani, seperti daging, ayam, ikan, udang dan telur
mengandung protein dengan nilai biologi lebih tinggi daripada lauk
nabati. Kacang-kacangan dalam bentuk kering atau hasil olahannya,
walaupun mengandung protein dengan nilai biologi sedikit lebih rendah
daripada lauk hewani karena mengandung lebih sedikit asam amino
esensial metionin, merupakan sumber protein yang baik. Pengolahan
kacang-kacangan menjadi tempe, tahu, susu kedelai, dan oncom tidak
saja meningkatkan cita rasa tetapi juga meningkatkan kecernaan dan
ketersediaan zat-zat gizi bagi tubuh (Almatsier, 2001).
Dalam pola makan bergizi seimbang porsi lauk-pauk sumber
protein hewani ibu hamil harus lebih besar daripada ibu tidak hamil.
Bila kebutuhan energy ibu hamil 2.000 kkal per hari, maka kebutuhan
proteinnya 50 gram ditambah 17 gram protein, yang setara dengan 1
porsi daging (35 gram) dan 1 porsi tempe (50 gram). Adapun makanan
kaya protein nabati adalah kacang-kacangan dan hasil olahnya,
terutama tempe, tahu susu kedelai (Kurniasih, dkk, 2010).
-
33
WHO menganjurkan tambahan protein sebanyak 0,75 g/kg
berat badan bagi wanita (Pudjiadi, 2000). Sedangkan Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi Tahun 2004 menganjurkan tambahan protein
sebesar 17 gram, baik untuk trimester I, II maupun III (Arisman, 2004).
Konsumsi protein kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan
terjadinya:
1. Defisiensi protein selama pertumbuhan fetus
2. Pengurangan transfer protein ke fetus
3. Penurunan jumlah sel dalam jaringan ketika lahir
4. Efek serius pada otak (Irawati, A, 2006).
Hasil penelitian yang dilakukan Saraswati (2006) terhadap ibu
hamil di Sukabumi menunjukkan bahwa pola konsumsi merupakan
faktor yang berpengaruh terhadap ibu hamil KEK. Pola konsumsi lauk
hewani pada ibu hamil yaitu sebesar 27,60% ibu hamil tidak pernah
mengkonsumsi daging dan diatas 65% ibu hamil tidak pernah
mengkonsumsi hati, terlihat bahwa mereka mengkonsumsi makanan
yang kurang dari aspek kuantitas dan kualitas. Menurut Penelitian
Azma (2002) di Sukabumi, proporsi ibu dengan pola konsumsi lauk
nabati tidak sesuai mengalami risiko 30,4% dan 9,4% ibu hamil dengan
pola konsumsi lauk nabati sesuai. Ibu hamil dengan pola konsumsi lauk
nabati tidak sesuai mempunyai risiko untuk KEK sebesar 4,225 kali
dibanding dengan ibu hamil dengan pola konsumsi lauk nabati sesuai.
-
34
Dalam buku ilmu gizi, protein selain akan digunakan bagi
pembangun struktur tubuh (pembentukan berbagai jaringan) juga akan
disimpan untuk digunakan dalam keadaan darurat, sehingga
pertumbuhan terus berlangsung, akan tetapi apabila dalam keadaan
terus-menerus menerima makanan yang tidak seimbang, dengan
sendirinya akan terjadi pertumbuhan yang kurang baik, daya tahan tubuh
menurun, rentan terhadap penyakit, dll. Proses-proses yang berlangsung
di dalam tubuh dikendalikan oleh tersedianya protein di dalam tubuh.
Proses pencernaan misalnya hanya akan berlangsung secara teratur
dengan dukungan hormon yang mencukupinya, sedangkan hormon itu
terdiri dari protein.
Untuk memenuhi kebutuhan metabolisme dan kecepatan
sintesis protein, maka pangan yang dikonsumsi harus mengandung asam
amino dalam jumlah dan kualitas yang cukup. Asam amino arginin dan
taurin secara fungsional penting dalam perkembangan janin dan bayi.
Protein yang akan dihidrolisis menjadi asam amino, diabsorpsi dan
diangkut melalui sistem portae ke hati. Asam amino masuk sirkulasi
sistemik dan didistribusikan ke seluruh tubuh. Hati merupakan tempat
sintesis protein dari asam amino. Karena adanya penggunaan kembali
asam amino maka sintesis dan degradasi protein akan terjadi setiap hari
terhadap protein yang dikonsumsi. Pada saat hamil terjadi metabolisme
asam amino yang cukup tinggi. Peningkatan volume darah dan
-
35
pertumbuhan jaringan ibu membutuhkan sejumlah protein (Aritonang,
2010).
Protein yang tidak memenuhi kebutuhan secara nyata akan
menurunkan pertumbuhan janin yaitu penurunan berat badan ibu,
penurunan jumlah sel, dan berbagai perubahan biokimia. Janin
menerima asam amino dari ibu melalui plasenta dengan sistem transport
tidak aktif (difasillitasi). Konsentrasi asam amino pada janin lebih tinggi
daripada ibu. Plasenta sangat aktif dalam metabolisme yang berperan
penting dalam metabolisme nitrogen. (Aritonang, 2010).
Hampir 70% protein digunakan untuk pertumbuhan janin yang
dikandung. Pertumbuhan dimulai dari pertumbuhan sebesar sel sampai
tubuh janin mencapai kurang lebih 3.5 kg, protein juga digunakan untuk
pembentukan plasenta. Bila asupan protein tidak mencukupi maka
plasenta menjadi kurang sempurna padahal plasenta berfungsi untuk
menunjang, memelihara, dan menyalurkan makanan bagi janin. Protein
juga diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak dan
myelin selama masa janin dan berkaitan erat dengan kecerdasan. Selain
untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, protein juga dibutuhkan
untuk persiapan persalinan. Sebanyak 300-500 ml darah diperkirakan
akan hilang pada persalinan sehingga cadangan darah diperlukan pada
periode tersebut dan hal ini tidak terlepas dari peran plasenta
(Sulistyoningsih, 2011).
-
36
3. Bahan Makanan Sayuran
Vitamin dan mineral terutama banyak terdapat dalam sayur
dan buah, khususnya yang berwarna kuning dan hijau gelap. Vitamin
dan mineral adalah zat gizi makro yang memperlancar proses
pembuatan energi dan proses biologis lainnya yang diperlukan untuk
mempertahankan kesehatan. Oleh sebab itu didalam tumpeng gizi
seimbang, sayuran dan buah dianjurkan dikonsumsi sesering mungkin
setiap hari (Kurniasih, dkk, 2010).
Sayur dan buah merupakan sumber vitamin dan mineral yang
diperlukan untuk mengatur metabolisme di dalam tubuh. Vitamin B1
yang terdapat dalam buah dan sayuran berfungsi sebagai enzim yang
penting untuk menghasilkan energi dan metabolime karbohidrat serta
membantu fungsi normal syaraf, otot dan jantung serta vitamin B6
berperan dalam pembentukan protein tubuh (Almatsier, 2001). Menurut
Kartasapoetra, dkk, (2003), vitamin B6 diperlukan pada proses
metabolisme protein, apabila terjadi defisensi vitamin ini, maka akan
terjadi ketidaknormalan pada metabolisme protein sehingga tidak dapat
mengubah asam amino menjadi niasin. Vitamin B6 ini banyak
terkandung pada sayur mayur.
Pada penelitian Azma (2002) di Sukabumi, terlihat prevalensi
ibu hamil yang menderita risiko KEK lebih banyak dijumpai pada ibu
hamil dengan frekuensi konsumsi sayur
-
37
hamil yang frekuensi konsumsi sayur
-
38
dalam darah oleh sel darah putih yang mempunyai inti dengan vitamin
B1. Dari fungsi tersebut, dapat disimpulkan bahwa makin banyak
karbohidrat yang dikonsumsi maka kebutuhan akan vitamin B1 akan
banyak pula, salah satu contoh bagi ibu-ibu yang sedang hamil atau
menyusui sudah tentu akan memerlukan vitamin B1 lebih banyak
daripada biasanya (Kartasapoetra, dkk, 2003).
Pada penelitian Azma (2002), terlihat prevalensi ibu hamil yang
menderita risiko KEK lebih banyak dijumpai pada ibu hamil dengan
frekuensi konsumsi
-
39
2.3.2 Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh
agen biologi (seperti virus, bakteria atau parasit), bukan disebabkan
faktor fisik (seperti luka bakar) atau kimia (seperti keracunan). Penyakit
infeksi merupakan faktor yang mempengaruhi kesehatan dan
keselamatan ibu. Status gizi kurang akan meningkatkan kepekaan ibu
terhadap risiko terjadinya infeksi, dan sebaliknya infeksi dapat
meningkatkan risiko kurang gizi (Achadi, E. L, 2007).
Penyakit infeksi dapat bertindak sebagai pemula terjadinya
kurang gizi sebagai akibat menurunnya nafsu makan, adanya gangguan
penyerapan dalam saluran pencernaan atau peningkatan kebutuhan zat
gizi oleh adanya penyakit. Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi
kurang merupakan timbal balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit
infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang jelek
dapat mempermudah infeksi, penyakit infeksi terkait status gizi yaitu
TB, diare, dan malaria (Supariasa, 2002).
Kekurangan zat gizi makro berkontribusi terhadap penyakit
infeksi dan sebaliknya penyakit infeksi menyebabkan terjadinya
malnutrisi. Orang yang menderita kekurangan gizi akan sangat rentan
terhadap berbagai penyakit. Hal ini karena kurangnya asupan makanan
yang bergizi yang dapat meningkatkan sistem imunitas tubuh.
Demikian pula jika seseorang terkena penyakit infeksi akan
-
40
menurunkan nafsu makannya sehingga jika tidak tertangani akan
menyebabkan kekurangan gizi (Moechji, 2003).
Dalam jurnal Malnutrition and Infection: Complex
Mechanisms and Global Impacts oleh Schaible, et.al (2007) disebutkan
sebuah penelitian di Kenya yang menemukan hubungan signifikan
antara penyakit infeksi dengan lingkar lengan atas dan serum albumin.
Infeksi menyebabkan hilangnya energi pada bagian dari individu, yang
dapat mengurangi produktivitas pada tingkat masyarakat dan
mengakibatkan kekurangan gizi. Contoh bagaimana infeksi dapat
berkontribusi untuk gizi buruk adalah: (1) infeksi pencernaan bisa
menyebabkan diare; (2) HIV / AIDS, tuberkulosis, dan infeksi kronis
lainnya dapat menyebabkan cachexia dan anemia, dan (3) parasit usus
dapat menyebabkan anemia dan gizi buruk. Selain itu, dalam jurnal
Malnutrition and Pregnancy Wastage In Zambia oleh Wamie, data
survey status gizi FAO menunjukkan 90,5% ibu hamil menderita
infeksi.
Bisai dan Bose (2008) dalam Marlenywati (2010)
mengemukakan bahwa disamping asupan makanan yang inadekuat,
KEK pada seseorang juga disebabkan oleh penyakit infeksi yang
dideritanya. Penyakit infeksi ini menyebabkan meningkatnya angka
kesakitan akibat menurunnya imunitas tubuh. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Mulyaningrum (2009) di daerah Jakarta yang
menunjukkan bahwa ibu hamil yang memiliki penyakit infeksi beresiko
-
41
terkena KEK sebesar 30% dan penelitian Surasih (2005) di
Banjarnegara diperoleh proporsi ibu hamil yang menderita penyakit
infeksi (diare, TBC, dll) sebesar 36,10%.
Antara status gizi kurang dan infeksi terdapat interaksi bolak-
balik. Infeksi dapat menimbulkan gizi kurang melalui berbagai
mekanisme. Infeksi yang akut mengakibatkan kurangnya nafsu makan
dan toleransi terhadap makanan. Di berbagai tempat di dunia, makanan
dapat tercemar oleh berbagai bibit penyakit yang menimbulkan
gangguan dalam penyerapan zat gizi oleh tubuh. Orang yang
mengalami gizi kurang daya tahan tubuh terhadap penyakit menjadi
rendah, sehingga mudah terkena serangan penyakit infeksi. Demikian
pula sebaliknya, orang yang kena penyakit infeksi dapat mengalami gizi
kurang (Suhardjo, 1989).
Status gizi, atau tingkat konsumsi pangan merupakan bagian
penting dari status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi yang
mempengaruhi kesehatan seseorang, tetapi status kesehatan juga
mempengaruhi status gizi. Infeksi dan demam dapat menyebabkan
merosotnya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan menelan dan
mencernakan makanan. Parasit dalam usus, seperti cacing gelang dan
cacing pita bersaing dengan tubuh dalam memperoleh makanan dan
dengan demikian menghalangi zat gizi ke dalam arus darah. Keadaan
yang demikian membantu terjadinya kurang gizi. Wanita hamil dan
menyusui yang harus melakukan beban kerja berat memerlukan banyak
-
42
sekali makanan baik untuk kondisi kesehatan tubuhnya maupun untuk
kebutuhan energinya. Selama status kesehatan dan gizi saling
mempengaruhi, diperlukan perhatian khusus untuk mencukupi kedua-
duanya (Suhardjo, 2003).
Scrimshaw, dkk (1959) dalam Supariasa (2002) menyatakan
bahwa ada hubungan yang sangat erat antara interaksi (bakteri, virus
dan parasit) dengan malnutrisi. Mereka menekankan interaksi yang
sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi dan juga infeksi akan
mempengaruhi status gizi dan mempercepat malnutrisi. Mekanisme
patologisnya dapat bermacam-macam, baik secara sendiri-sendiri
maupun bersamaan, yaitu:
a. Penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan,
rendahnya absorpsi dan kebiasaan mengurangi makan pada saat
sakit.
b. Peningkatan kehilangan cairan atau zat gizi akibat diare,
mual/muntah dan pendarahan terus menerus.
c. Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat
sakit (human host/parasit) yang terdapat didalam tubuh.
1. Tuberculosis
Infeksi pernafasan seperti tuberculosis, pneumonia, asma,
dll berhubungan dengan tingginya kesakitan pada ibu hamil dan
harus ditindaklanjuti dengan segera. Infeksi pernafasan banyak
-
43
terjadi pada ibu hamil khususnya trimester II dan III. Perempuan
dengan infeksi pernafasan seharusnya menerima konseling sebelum
hamil dan pendidikan tentang risiko dari kehamilan dan pengobatan
yang berkelanjutan. Tuberculosis biasanya ditunjukkan dengan
gejala batuk, penurunan berat badan dan keringat di malam hari
(Stone Sophia, 2009).
Tuberculosis merupakan suatu penyakit infeksi kronis
yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, biasanya
terdapat pada paru tetapi mungkin juga terdapat pada organ lain
seperti pada kelenjar getah bening, ginjal, jantung dan lain
sebagainya. Reaksi pertama akibat penyakit tuberculosis adalah
batuk, demam, berat badan menurun, dan badan lemah. Hal ini
menyebabkan metabolisme dalam tubuh meningkat, sehingga tubuh
membutuhkan energi lebih yang diperoleh dari makanan. Badan
yang lemah biasanya dipengaruhi oleh nafsu makan yang menurun
sehingga asupan makanan yang seharusnya diberikan lebih tidak
dapat tercukupi sehingga menyebabkan berat badan menurun, efek
TB pada kehamilan akan berpengaruh terhadap status nutrisi yang
buruk yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortaliltas maternal
(http://digulib.unimus.ac.id). Dalam jurnal Tuberculosis and
Pregnancy oleh Arora, et.al (2003) menyatakan bahwa dampak TB
pada kehamilan diataranya akan mengakibatkan kekebalan tubuh
-
44
menurun, stress kehamilan dan akan berpengaruh terhadap status
gizi ibu hamil.
Untuk mengetahui tentang penderita tuberculosis dengan
baik harus dikenali tanda dan gejalanya. Seseorang ditetapkan
sebagai tersangka penderita tuberculosis paru apabila ditemukan
gejala klinis utama (cardinal symptom) pada dirinya. Gejala utama
pada tersangka tuberculosis adalah:
a. Batuk berdahak lebih dari tiga minggu
b. Batuk berdarah
c. Sesak nafas
d. Nyeri dada
Gejala lainnya adalah berkeringat pada malam hari, demam tidak
tinggi/meriang, dan penurunan berat badan. Dengan strategi DOTS
(directly observed treatment shourtcourse), gejala utamanya adalah
batuk berdahak dan/atau terus menerus selama 3 minggu atau lebih.
Berdasarkan keluhan tersebut, seseorang sudah dapat ditetapkan
sebagai tersangka (Widoyono, 2008). Dalam Riskesdas (2007),
gejala tuberculosis yaitu batuk 2 minggu disertai dahak atau dahak
bercampur darah dan berat badan sulit bertambah atau menurun.
2. Diare
Diare menyebabkan kurangnya nafsu makan sehingga
mengurangi asupan gizi, dan diare dapat mengurangi daya serap
-
45
usus terhadap sari makanan. Dalam keadaan infeksi, kebutuhan sari
makanan yang mengalami diare akan meningkat, sehingga setiap
serangan diare akan menyebabkan kekurangan gizi. Beberapa
gejala dan tanda diare antara lain: berak cair atau lembek dan sering
adalah gejala khas diare, muntah, demam dan gejala dehidrasi
(Widoyono, 2008). Gejala dan tanda dari diare yaitu buang air besar
lembek atau cair bahkan dapat berupa cairan saja yang frekuensinya
lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari)
(Sarjana dkk, 2007).
Infeksi mempengaruhi status protein. Misalnya infeksi
ringan sekalipun akan mengakibatkan bertambahnya kehilangan
nitrogen melalui urin. Infeksi juga membantu terjadinya kekurangan
protein karena menyebabkan berkurangnya nafsu makan. Seperti
kita ketahui infeksi cacing bisa mengurangi absorpsi nitrogen apa
lagi jika disertai diare. Telah banyak sekali penyelidikan yang
menunjukkan bahwa kekurangan kalori protein yang berat terjadi
jika menderita diare atau penyakit infeksi lainnya (Sastroamidjo,
1980).
Banyak infeksi mengganggu absorpsi nutrient dalam
saluran cerna. Pada penyakit diare, absorpsi lemak dari makanan
hanya 58% dari keadaan normalnya, dan absorpsi protein dari
makanan hanya 44% dari keadaan normalnya. Karena hal inilah,
-
46
absorpsi energi dari makanan hanya sekitar 71% dari keadaan
normalnya (Gibney, et al, 2008).
2.3.3 Sosial Ekonomi
2.3.3.1 Pekerjaan
Ketersediaan bahan pangan dalam keluarga sangat
dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi rumah tangga. Ibu
yang bekerja dan mempunyai pengahasilan sendiri akan dapat
menyediakan makanan yang mengandung sumber zat gizi
dalam jumlah yang cukup dibandingkan ibu yang tidak bekerja
(Khumaidi, 1989).
2.3.3.2 Jumlah Anggota Keluarga
Keluarga dengan banyak anak dan jarak kehamilan antar
anak yang amat dekat akan menimbulkan banyak masalah. Jika
pendapatan keluarga terbatas sedangkan anak banyak, maka
pemerataan dan kecukupan makanan di dalam keluarga kurang
bisa dijamin. Keluarga ini disebut keluarga rawan, karena
kebutuhan gizinya hampir tidak pernah tercukupi dan dengan
demikian penyakit pun terus mengintai (Apriadji, 1986).
-
47
2.3.3.3 Pendidikan
Menurut Hardinsyah (1999) dalam Mulyaningrum
(2009) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
ibu hamil atau suami akan semakin rendah kejadian KEK pada
ibu hamil dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan suami biasanya diikuti dengan meningkatnya
pendapatan keluarga termasuk kesehatan dan gizi ibu hamil
pada perhatian terhadap istri yang hamil semakin meningkat.
Menurut Schultz (1984) dan Cadwell (1979) dalam
Mulyaningrum (2009) mengatakan bahwa pendidikan itu dapat
memperbaiki cara penggunaan sumberdaya keluarga, sehingga
akan berdampak positif terhadap kelangsungan hidup keluarga,
salah satunya dalam perawatan ibu hamil. Ibu dengan
pendidikan tinggi tidak banyak dipengaruhi oleh praktik
tradisional yang merugikan terhadap ibu hamil dan kualitas
maupun kuantitas makanan untuk konsumsi setiap harinya.
2.3.3.4 Pantang Makanan
Makanan pantang atau pantang makanan adalah
bahan makanan atau masukan yang tidak boleh dimakan oleh
para individu dalam masyarakat karena alasan-alasan yang
bersifat budaya. Biasanya pihak yang diharuskan memantang
memiliki ciri-ciri tertentu, atau sedang mengalami keadaan
-
48
tertentu (misalnya karena sedang hamil atau menyusui), dan
karena dalam kebudayaan setempat terdapat suatu kepercayaan
tertentu terhadap bahan makanan tersebut (misalnya berkenaan
dengan sifat keramatnya). Adat memantang makan itu diajarkan
secara turun temurun dan cenderung ditaati walaupun individu
yang menjalankannya mungkin tidak terlalu paham atau yakin
akan rasional dari alasan-alasan memantang makanan yang
bersangkutan, dan sekedar karena patuh akan tradisi setempat
(Swasono, 1998).
Sedangkan menurut Sediaoetama (1990), pantang
makanan yaitu tidak boleh makan jenis makanan tertentu
dijumpai pada masyarakat karena alasan budaya dan kesehatan
di berbagai negara seluruh dunia. Dari sudut ilmu gizi, pantang
makanan dikategorikan ke dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Kelompok pertama, pantang makanan yang tidak
berdasarkan agama (kepercayaan)
2. Kelompok kedua, pantang makanan yang berdasarkan
agama (kepercayaan)
3. Kelompok ketiga, pantangan yang jelas akibatnya terhadap
kesehatan.
Pangan dan gizi sangat berkaitan erat karena gizi
seseorang sangat tergantung pada kondisi pangan yang
dikonsumsinya. Masalah pangan antara lain menyangkut
-
49
ketersediaan pangan dan kerawanan pangan yang dipengaruhi
oleh kemiskinan, rendahnya pendidikan, dan adat/kepercayaan
yang terkait dengan tabu makanan. Banyak sekali penemuan
para peneliti yang menyatakan bahwa faktor budaya sangat
berperan dalam proses konsumsi pangan dan terjadinya masalah
gizi di berbagai masyarakat dan negara. Unsur-unsur budaya
mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk yang
kadang-kadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi.
Berbagai budaya memberikan peranan dan nilai yang berbeda
terhadap pangan (Baliwati, dkk, 2004).
Kepercayaan masyarakat tentang konsepsi kesehatan
dan gizi sangat berpengaruh terhadap pemilihan bahan
makanan. Semakin banyak pantangan dalam makanan maka
semakin kecil peluang keluarga untuk mengkonsumsi makan
yang beragam. Beberapa jenis bahan makanan dilarang dimakan
oleh anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui ataupun kaum remaja.
Jika ditinjau dari konteks gizi, bahan makanan tersebut justru
mengandung nilai gizi yang tinggi, tetapi tabu itu tetap
dijalankan dengan alasan takut menanggung risiko yang akan
timbul. Sehingga masyarakat yang demikian akan
mengkonsumsi bahan makanan bergizi dalam jumlah yang
kurang, dengan demikian maka penyakit kekurangan gizi akan
mudah timbul di masyarakat. (Suhardjo, 1989).
-
50
A. Berg (1986) dalam Pudjiadi (2000), diberbagai
negara atau daerah terdapat 3 kelompok masyarakat yang
biasanya mempunyai makanan pantangan, yaitu anak kecil, ibu
hamil dan ibu yang menyusui. Khusus mengenai hal itu di
Indonesia antara lain dikemukakan sebagai berikut:
a) Pada anak kecil di banyak daerah, makanan yang bergizi
dijauhkan dari anak-anak, karena takut akan akibat-akibat
yang sebaliknya. Di beberapa daerah ikan dilarang untuk
anak-anak karena menurut kepercayaan mereka ikan akan
menyebabkan penyakit cacingan, sakit mata atau sakit kulit.
Di tempat lain kacang-kacangan yang kaya dengan protein
seringkali tidak diberikan kepada anak-anak karena khawatir
perut anaknya akan kembung.
b) Pada ibu yang sedang hamil, berdasarkan hasil studi di
Kalimantan Tengah ditemukan fakta adanya 27 jenis ikan
yang merupakan makanan pantangan, dengan alasan apabila
ikan-ikan itu dimakan dapat menyebabkan maruyan
(gangguan pada kesehatan ibu), mabuk, merusak badan, sulit
melahirkan, peranakan bisa ke luar, dsb.
c) Pada ibu yang sedang menyusui, di Indonesia banyak wanita
mengurangi makan sesudah melahirkan anak untuk menjaga
bentuk tubuhnya. Di Jawa, makan telur dipantangkan selama
ibu sedang menyusui anaknya, karena diduga telur bisa