bab ii tinjauan pustaka 2.1. sekilas tentang cabai...

38
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sekilas Tentang Cabai (Capsicum annuum L.) Cabai (Capsicum annuum L. ) adalah tanaman yang termasuk ke dalam keluarga tanaman Solanaceae. Cabai mengandung senyawa kimia yang dinamakan capsaicin (8-methyl-N-vanillyl-6-nonenamide). Selain itu, terkandung juga berbagai senyawa yang mirip dengan capsaicin, yang dinamakan capsaicinoids. Sedangkan Buah cabai merupakan buah buni dengan bentuk garis lanset, merah cerah, dan rasanya pedas. Daging buahnya berupa keping-keping tidak berair. Bijinya berjumlah banyak serta terletak di dalam ruangan buah (Setiadi, 2008). Tanaman cabai dapat tumbuh subur di berbagai ketinggian tempat mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi tergantung varietasnya. Sebagian besar sentra produsen cabai berada didataran tinggi dengan ketinggian antara 1.000-1250 meter dari permukaan laut. Walaupun di dataran rendah yang panas kadang-kadang dapat juga diperoleh hasil yang memuaskan, namun di daerah pegunungan buahnya dapat lebih besar dan manis. Rata-rata suhu yang baik adalah antara 21 0 -28 0 C. suhu udara yang lebih tinggi menyebabkan buahnya sedikit (Tim Bina Karya Tani, 2009). Tanaman yang berbuah pedas ini digunakan secara luas sebagai bumbu masakan di seluruh dunia. Tanaman cabai pada mulanya diketahui berasal dari Meksiko, dan menyebar di negara-negara sekitarnya di Amerika Selatan dan Amerika Tengah pada sekitar abad ke-8. Dari Benua Amerika kemudian menyebar ke benua Eropa diperkirakan pada sekitar abad ke-15. Kini tanaman cabai sudah menyebar ke Universitas Sumatera Utara

Upload: truongquynh

Post on 12-Aug-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sekilas Tentang Cabai (Capsicum annuum L.)

Cabai (Capsicum annuum L. ) adalah tanaman yang termasuk ke dalam

keluarga tanaman Solanaceae. Cabai mengandung senyawa kimia yang dinamakan

capsaicin (8-methyl-N-vanillyl-6-nonenamide). Selain itu, terkandung juga berbagai

senyawa yang mirip dengan capsaicin, yang dinamakan capsaicinoids. Sedangkan

Buah cabai merupakan buah buni dengan bentuk garis lanset, merah cerah, dan

rasanya pedas. Daging buahnya berupa keping-keping tidak berair. Bijinya berjumlah

banyak serta terletak di dalam ruangan buah (Setiadi, 2008).

Tanaman cabai dapat tumbuh subur di berbagai ketinggian tempat mulai dari

dataran rendah sampai dataran tinggi tergantung varietasnya. Sebagian besar sentra

produsen cabai berada didataran tinggi dengan ketinggian antara 1.000-1250 meter

dari permukaan laut. Walaupun di dataran rendah yang panas kadang-kadang dapat

juga diperoleh hasil yang memuaskan, namun di daerah pegunungan buahnya dapat

lebih besar dan manis. Rata-rata suhu yang baik adalah antara 210 -280C. suhu udara

yang lebih tinggi menyebabkan buahnya sedikit (Tim Bina Karya Tani, 2009).

Tanaman yang berbuah pedas ini digunakan secara luas sebagai bumbu

masakan di seluruh dunia. Tanaman cabai pada mulanya diketahui berasal dari

Meksiko, dan menyebar di negara-negara sekitarnya di Amerika Selatan dan Amerika

Tengah pada sekitar abad ke-8. Dari Benua Amerika kemudian menyebar ke benua

Eropa diperkirakan pada sekitar abad ke-15. Kini tanaman cabai sudah menyebar ke

Universitas Sumatera Utara

berbagai negara tropik terutama di benua Asia, dan Afrika (Tim Bina Karya Tani,

2009).

Secara umum cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin diantaranya

Kalori, Protein, Lemak, Karbohidrat, Kalsium, Vitamin A, B, dan Vitamin C. selain

digunakan untuk keperluan rumah tangga, cabai juga dapat digunakan untuk

keperluan industri diantaranya, Industri bumbu masakan, Industri makanan, Industri

obat-obatan atau jamu (Setiadi, 2008).

Di Indonesia pengembangan budidaya tanaman cabai mendapat prioritas

perhatian sejak tahun 1961. Tanaman cabai menempati urutan atas dalam skala

prioritas penelitian pengembangan garapan Puslitbang Hortikurtura di Indonesia

bersama 17 jenis sayuran komersial lainnya (Tim Bina Karya Tani, 2008). Dan

daerah-daerah di Indonesia yang merupakan sentra produksi cabai mulai dari urutan

yang paling besar adalah daerah-daerah di jawa timur, padang, Bengkulu dan lain-lain

sebagainya. Menurut Pickersgill (1989) terdapat lima spesies cabai, yaitu Capsicum

annuum, Capsicum frutescens, Capsicum chinense, Capsicum bacctum, dan

Capsicum pubescens. Di antara kelima spesies tersebut yang memiliki potensi

ekonomis ialah C. annuum dan C. frutescens (Santika,1999) .

2.1.1. Klasifikasi Tanaman Cabai

Klasifikasi tanaman cabai sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Subkelas : Metachlamidae

Universitas Sumatera Utara

Ordo : Tubiflorae

Famili : Solanaceae

Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum annuum L.

Ada dua spesies cabai yang terkenal yaitu cabai besar atau cabai merah dan

cabai kecil atau cabai rawit. Cabai yang termasuk ke dalam cabai besar atau cabai

merah adalah paprika, cabai manis, dan lain-lain. Dan cabai yang termasuk ke dalam

golongan cabai kecil adalah cabai rawit, cabai kancing, cabai udel, dan cabai yang

biasanya dipelihara sebagai tanaman hias. Pada umumnya cabai kecil ini lebih

panjang umurnya, lebih tahan terhadap hujan, dan rasanya lebih pedas (Tim Bina

Karya Tani, 2009).

2.1.2. Jenis-jenis Tanaman Cabai Merah (C. annuum var. Longum)

Tanaman cabai memiliki varietas yang jumlahnya sangat banyak. Berkat

kemajuan teknologi di bidang pembibitan telah banyak dihasilkan berbagai varietas

cabai unggul hibrida oleh berbagai negara atau perusahaan benih unggul di dunia

(Setiadi, 2008) yaitu :

1. Cabai Kriting

Cabai ini berukuran kecil dari cabai merah biasanya, tetapi rasanya lebih

pedas dan aromanya lebih tajam. Bentuk fisiknya memang agak berkelok-

kelok dengan permukaan buah tidak rata sehingga memberikan kesan

“keriting”. Buah mudanya ada yang berwarna hijau dan ada yang ungu. Bai

Dibandingkan dengan cabai lainnya, cabai keriting lebih tahan terhadap

serangan penyakit.

Universitas Sumatera Utara

2. Cabai tit atau tit super

Tit super dikenal sebagai cabai lokal. Tinggi tanaman antara 30-70 cm.

buahnya berwarna merah tua menyala dengan ukuran besar, panjang, dan

mulus serta ujungnya mengecil runcing dan bengkok.

3. Cabai hot beauty

Dikalangan petani umumnya cabai ini sering disebut cabai Taiwan. Memang

cabai ini merupakan hybrid yang diproduksi dari Taiwan. Ukuran buahnya

besar, panjang dan lurus. Daging buahnya tipis dengan rasa kurang pedas

dibandingkan cabai keriting.

4. Cabai merah lainnya

Selain jenis cabai merah yang sudah dijelaskan diatas, ada beberapa jenis

cabai merah lain yang ada di Indonesia. Beberapa diantaranya ialah cabai

semarang, cabai paris, cabai jatilaba, dan cabai long chili. Cabai semarang

mirip cabai tit super. Perbedaannya hanya terletak pada buah yang lebih kecil,

pangkalnya lurus, dan berujung bengkok. Cabai paris buahnya besar, lurus

dan pangkal sampai ujung, berwarna merah kekuningan, dan berurat atau

bergaris putih. Cabai jatilaba buahnya besar, lurus, berkerut-kerut, berujung

runcing, dan berwarna merah kehitaman. Cabai long chili merupakan cabai

produksi dari Taiwan. Buahnya ramping, panjang berkulit halus, dan

berdaging agak tebal dibandingkan hot beauty.

Universitas Sumatera Utara

2.1.3. Kandungan Buah Cabai

Table 2.1. Kandungan Zat Gizi Buah Cabai Segar dan Kering Setiap 100 Gram Bahan

Kandungan

Segar Kering Cabe hijau

besar Cabe merah besar

Cabe rawit abe hijau besar

Cabe merah besar

Cabe rawit

alori (kal) 23 31 103 - 311 -

rotein (g) 0,7 1 4,7 - 15,9 15

emak (g) 0,3 0,3 2,4 - 6,2 11

arbohidrat (g) 5,2 7,3 19,9 - 61,8 33

alsium (mg) 14 29 45 - 160 150

osfor (mg) 23 24 85 - 370 -

esi (mg) 0,4 0,5 2,5 - 370 -

it. A (SI) 260 470 11,050 - 576 1.000

it. B1 (mg) 0,05 0,05 0,05 - 50 10

It. C(mg) 84 18 70 - 50 10

ir (g) 93,4 90,9 71,2 - 10 8 ml

d.d (%) 82 85 85 - 85 - Catatan :b.d.d=bagian yang dapat dimakan Sumber: Depertemen Kesehatan

2.1.4. Kegunaan Buah Cabai

Buah cabai dapat dimanfaatkan untuk banyak keperluan, baik yang

berhubungan dengan kegiatan masak-memasak maupun untuk keperluan yang lain

seperti untuk bahan ramuan obat tradisional. Cabai mengandung capsaicin yang

memberi rasa pedas. Selain mengandung capsaicin, cabai juga mengandung semacam

Universitas Sumatera Utara

minyak asiri, yaitu capsicol. Selain itu juga cabai memiliki manfaat bagi kesehatan

tubuh, yaitu:

a. Cabai dapat meningkatkan nafsu makan seseorang.

b. Menurunkan kadar kolesterol dan menstabilkan kadar insulin dalam darah.

c. Mengurangi seseorang terkena stroke, penyumbatan pembuluh darah,

impotensi dan jantung koroner.

d. Mengurangi resiko seseorang terkena kanker.

e. Cabai dapat meringankan sakit kepala dan nyeri sendi. Salah satu manfaat

cabai adalah mengurangi rasa sakit. Ini disebabkan timbulnya rasa pedas dari

zat capsaicin mampu menghalangi aktifitas otak untuk menerima sinyal dari

pusat sistem saraf.

f. Cabai dapat memperlambat penuaan, karena adanya zat antioksidan yaitu

vitamin C dan betakaroten pada cabai.

2.1.5. Hama pada Tanaman Cabai

Hama adalah hewan yang merusak tanaman atau hasil tanaman karena aktivitas

hidupnya, terutama aktivitas untuk memperoleh makanan. Hama tanaman memiliki

kemampuan merusak yang sangat hebat. Akibatnya, tanaman dapat rusak atau bahkan

tidak dapat menghasilkan sama sekali. Hama tanaman berupa hewan mamalia,

misalnya tikus, babi hutan, dan kera, berupa burung, misalnya burung gelatik dan

burung pipit, berupa serangga, misalnya wereng, kutu daun, walang sangit, belalang,

berbagai ulat, dan berbagai kumbang (Tim bina Karya tani, 2008).

Diantara hama tersebut yang paling menimbulkan kerugian besar pada tanaman

adalah kelompok serangga. Untuk memberantas serangga hama, kita perlu

Universitas Sumatera Utara

mengetahui siklus hidupnya. Dengan mengetahui siklus hidupnya, maka dapat

ditentukan pada stadium apa serangga tersebut menyerang tanaman. Dengan

demikian kita dapat melakukan pemberantasan yang tepat mengenain sasarannya.

Tanaman cabai termasuk tanaman sayuran buah. Tanaman ini sering diserang oleh

hama di antaranya gurem, cacing, ulat buah, ulat tanah, siput, dan kutu pucuk (Tim

Bina Karya Tani, 2008).

2.1.6. Penyakit Pada Tanaman Cabai

Menurut Tim Bina Karya Tani (2009), ada beberapa penyakit pada tanaman

cabai yaitu:

1. Penyakit Keriting Daun

Penyakit keriting daun menyerang tanaman sejak masih kecil hingga

pertumbuhannya terhenti.

2. Penyakit Antraknosa

Penyakit yang menyerang buah cabai itu disebut penyakit busuk buah,

yang dikenal dengan nama antraknosa.

3. Penyakit Layu

Penyakit layu pada tanaman sayuran cabai disebabkan oleh jamur Fusarium

oxysporium. Penyakit layu ini bisa menular melalui luka.

4. Penyaki Virus (Mozaik)

Penyakit mozaik pada tanaman sayuran cabai disebabkan oleh virus. Penyakit

virus ini menyerang daun tanaman.

Universitas Sumatera Utara

5. Penyakit Bakteri (Xanthomonas solanacearum)

Penyakit bakteri yang menyerang tanaman sayuran cabai adalah Xanthomonas

Solanacearum.

6. Busuk Buah Cabai

Penyakit fisiologis akibat kekurangan unsur hara tertentu. Salah satu di

antaranya yang sering ditemukan pada tanaman cabai adalah busuk ujung

buah.

2.1.7. Jenis-Jenis Insektisida pada Cabai

Menurut Setiadi (2008) ada beberapa jenis insektisida yang digunakan pada

cabai untuk mengendalikan hama tanaman yaitu :

1. Insektisida yang dapat dipakai dengan penyemprotan Tokuthion 500 EC

yang mempunyai bahan aktif protiofos untuk membunuh hama seperti

serangga yang merusak daun, pucuk, serta tunas baru. Dengan dosis 1-2 cc/l

air, dilarutkan dalam air baru disemprotkan merata pada tanaman dengan

selang waktu 7-10 hari sekali

2. Insektisida Tokuthion 500 EC yang mempunyai bahan aktif protiofos dengan

dosis 1-2 cc/l air, Anthion 33 EC yang mempunyai bahan aktif dimetoat

dengan dosis 1,5-2 l/ha tanaman, yang digunakan untuk membunuh kutu daun

pada cabai.

3. Insektisida Curacron yang mempunyai bahan aktif profenofos untuk mengatasi

ulat buah, perusak daun, dan kutu daun, takarannya sebanyak 2 cc/l air.

4. Insektisida Cymbush 5 EC yang mempunyai bahan aktif piretroid yang

digunakan untuk memberantas ulat yang merusak tunas, daun dan buah.

Universitas Sumatera Utara

2.2. Perlakuan Pascapanen

Menurut Setiadi (2008), banyak yang memasarkan cabai bukan dalam bentuk

segar, melainkan bentuk kering, olahan atau awetan. Namun, bila ingin memasarkan

dalam bentuk segar tentu harus diperhatikan cara pengemasan dan peSnyimpanannya.

1. Pengemasan

Yang sering terjadi, cabai yang berdatangan dari luar daerah tidak pernah dikemas

dalam kemasan khusus. Cabai tersebut hanya dimasukkan dalam goni atau karung

plastik. Secara umum, kekeliruhan terbesar dari pengepakan cabai selama ini adalah

tidak memperhitungkan beberapa hal-hal seperti :

a. Wadah atau tempat buah cabai

b. Penempatan buah cabai dalam wadah

c. Cara penumpukan cabai

d. Jumlah tumpukan, dan

e. Jumlah buah dalam setiap wadah

2. Penyimpanan Cara Hipobarik

a. Keuntungan Penyimpanan

Hipobarik merupakan salah satu cara penyimpanan cabai dalam ruang dengan

kondisi udara tertentu. Cara ini mulai berkembang sekitar tahun 1960_an di negara-

negara maju yang diakui sebagai cara yang mahal. Daya tahan penyimpanan ruang

dingin hanya berkisar 10-20 hari, sedangkan penyimpanan hipobarik dapat mencapai

50 hari.

Universitas Sumatera Utara

b. Tempat Penyimpanan

Tempat penyimpanan hipobarik merupakan suatu ruangan tekanan, suhu, dan

kelembapan udaranya dapat dikontrol. Untuk penyimpanan cabai, tekanan udara

antara 4-400 mmHg, suhu udara antara 20-15 0C, dan kelembapan antara 90-95%.

3. Pengeringan

Cabai yang dikeringkan untuk keperluan ekspor merupakan cabai merah. Untuk

jenis lainnya, pengeringan masih kurang umum dilakukan meskipun manfaatnya

tidak kalah pentingnya dengan cabai merah.

1. Cara Pengeringan

Mengeringkan cabai ada dua cara, yaitu dengan bantuan sinar matahari atau

dengan alat pengering.

a. Pengeringan Alamiah dengan Sinar Matahari

Cabai yang akan dikeringkan diseleksi lebih dulu, yaitu tingkat kemasakannya

lebih dari 60 %. Setelah terpilih, tangkai-tangkainya dibuang dan buahnya dicuci

sampai bersih. Cabai sudah dibela dimasukkan ke dalam air panas 900C (blancing)

selama 6 menit. Air panas untuk merendam tersebut dicampur kalium metabisulfat

0.2% (setiap 2 gram bahan dicampurkan 1 liter air). Setelah direndam, cabai langsung

dimasukkan ke dalam air dingin beberapa saat, lalu ditiriskan dalam rak-rak bambu.

Rak-rak bambu dipanaskan di bawah sinar matahari. Lama pemanasan sekitar 7-10

hari.

Universitas Sumatera Utara

b. Pengeringan Buatan dengan Alat Pengering Sederhana

1. Spesifikasi Alat

Pengeringan cabai dengan bantuan alat pengering, baik modern maupun

sederhana, masih lebih baik dibandingkan dengan cara alamiah. Cara buatan ini,

sebenarnya ada dua cara sesuai jenis alat yang digunakan, yaitu dengan alat modern

dan dengan alat sederhana. Alat pengering ini bekerja seperti pemanas (oven) dalam

pembuatan kue.

2. Penggunaan Alat

Rigen atau tampan dibersihkan dahulu. Sesudah cukup bersih cabai yang

sebelumnya di blancing diletakkan diatas rigen secara teratur.

3. Perlakuan Setelah Pengeringan

Cabai yang sudah cukup kering dapat langsung dikemas. Kemasan dapat

dipilih yang bagus, bersih, dan rapi.

4. Cara Pengawetan Lain

1. Digiling Langsung

Selain cara pengeringan, cabai (terutama cabai merah) dapat diawetkan

dengan cara digiling langsung. Caranya ialah cabai yang baru dipanen dipilih yang

bagus-bagus, lalu tangkainya dibuang, dan dicuci bersih. Setelah itu, cabai digiling

hingga halus. Hancuran cabai ini dicampurkan merata dengan garam dan bahan

pengawet seperti Natrium Benzoat. Namun, dengan cara ini tetap tidak bertahan lama

karena tidak melalui proses pemanasan atau pasteurisasi.

Universitas Sumatera Utara

2. Dibuat Saus

Cabai yang sudah dikumpulkan langsung dikukus hingga matang. Sesudah

cukup matang, cabai tersebut didinginkan. Cabai yang sudah dingin itu langsung

digiling. Dalam gilingan sekaligus dimasukkan bumbu-bumbu lain. Setelah halus,

dipanaskan hingga selama 5 menit. Setelah itu diangkat dan didinginkan selam 20

jam. Setelah dingin dipanaskan kembali selama 3 menit.

2.3. Cabai Merah Giling

2.3.1. Defenisi Cabai Merah Giling

Cabai merah giling adalah hasil penggilingan cabai merah segar, dengan atau

tanpa pengawet. Cabai giling banyak diperdagangkan di kota besar. Pengawetannya

dilakukan dengan menambahkan garam 1% dan Natrium Benzoat 0,02% sebagai zat

pengawet pada cabai yang digiling halus. Pada pembuatan cabai giling ini tidak lazim

dilakukan pasteurisasi. Oleh karenanya, cabai giling tidak tahan disimpan lama

(Santika, 1999).

Cabai merah termasuk dalam famili Solanaceae. Tanaman ini merupakan herba tegak

yang memiliki akar tunggang dengan banyak akar samping yang dangkal. Bagian

batang yang muda berambut halus, bercabang banyak, serta bisa mencapai tinggi 1 –

2.5 m. Daunnya tersebar dengan helaian daun bulat telur memanjang atau elips

berbentuk lanset, serta pangkal dan ujung meruncing. Sedangkan bunga cabai merah

mengangguk dengan ukuran tanggai 10 – 18 mm. Bentuknya seperti terompet kecil

dan umumnya berwarna putih, walau ada juga yang berwarna ungu (setiadi, 2008).

Universitas Sumatera Utara

2.3.2. Pembuatan Cabai Merah Giling

a. Bahan dan Peralatan

1. Bahan

Dalam proses pembuatan cabai merah giling diperlukan bahan-bahan seperti

cabai merah yang matang, garam dan air yang membantu proses penggilingan.

2. Peralatan

Selain bahan juga diperlukan peralatan yang membantu dalam proses

penggilingan cabai merah seperti alat penggiling atau mesin penggiling,

dimana alat ini digunakan untuk menggiling cabai merah sampai halus,

selain mesin penggiling juga diperlukan ember, sendok dan sejenis kayu

untuk mendorong cabai kedalam mesin.

b. Proses Pembuatan Cabai Merah Giling

Proses pengolahan cabai merah segar menjadi produk cabai merah giling

meliputi langkah-langkah kerja sebagai berikut :

1. Siapkan buah cabai merah segar yang telah melalui tahap-tahap penanganan

pascapanen

2. Cabai tersebut di cuci hingga bersih, setelah tangkai buah dibuang

3. Buah cabai yang sudah dibersihkan kemudian dimasukkan kedalam mesin

penggiling, kemudian ditambahkan dengan garam dan air

4. Hasil penggilingan cabai merah ditampung dalam wadah sambil diaduk

Universitas Sumatera Utara

Table 2.2. Asumsi Kenaikan Produksi Cabai Dunia per Kapita per Tahun

Sumber :FAO, diolah

Table 2.3. Asumsi Kenaikan Kebutuhan Cabai Dunia per Kapita per Tahun

Komoditas Kebutuhan Dunia (kg)

1984-1986 1986-1989

ayuran dan melon 68,3 68,6

abai 29 29

asio cabai terhadap sayuran dan melon

19,80 19,89

Sumber :FAO, diolah

2.4. Pestisida

2.4.1. Pengertian Pestisida

Pengertian pestisida luas sekali karena meliputi produk-produk yang

digunakan di bidang pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan/kesehatan

hewan, perikanan , dan kesehatan masyarakat (Djojosumarto, 2008).

Pestisida adalah substansi (zat) kimia yang digunakan untuk membunuh

atau mengendalikan berbagai hama. Berdasarkan asal katanya pestisida berasal

dari bahasa inggris yaitu pest berarti hama dan cida berarti pembunuh. Yang

Komoditas Produksi Dunia (.000 ton)

1985 1986 1987 1988 1989 ayuran dan melon

411.684 422.463 431.143 432.516 440.206

abai - - 9.001 8.960 8.766

asio cabai terhadap sayuran dan melon (%) - - 0,020 0,020 0,019

Universitas Sumatera Utara

dimaksud hama bagi petani sangat luas yaitu : tungau, tumbuhan pengganggu,

penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus,

nematoda (cacing yang merusak akar), siput, tikus, burung dan hewan lain

yang dianggap merugikan (Djojosumarto, 2008).

Menurut Kepmenkes RI No. 1350 (2001) bahwa pestisida kesehatan

masyarakat adalah pestisida yang digunakan untuk pemberantasan vector

penyakit menular (serangga, tikus) atau untuk pengendalian hama di rumah-

rumah, pekarangan, tempat kerja, tempat umum lain, termasuk sarana angkutan

dan tempat penyimpanan/pergudangan

( Depertemen Kesehatan RI, 2004).

Setiap pestisida atau poduk perlindungan tanaman yang diperdagangkan

terdiri atas tiga bagian utama, yakni bahan aktif, bahan-bahan pembantu dan bahan

pembawa. Bahan aktif adalah senyawa kimia atau bahan bioaktif lainnya

(mikroorganisme, ekstrak tumbuhan) yang mempunyai efek pestisida (pesticidal

effect) yakni meracuni organisme pengganggu tanaman atau efek biologi (biological

effect) lainnya, misalnya mengusir serangga, menarik serangga dan sebagainya.

Apabila suatu bahan aktif merupakan senyawa kimia, maka bahan aktif tersebut

diberi nama kimia (chemical name) yang didasarkan atas struktur atau rumus kimia

senyawa tersebut (Djojosumarto, 2008).

Bahan aktif juga sering diberi nama umum nama generik (commoname,

generic name) yang lebih singkat, lebih mudah diingat dan dimengerti oleh semua

orang yang berkecimbung dalam bidang pestisida di seluruh dunia. Misalnya

Fungisida polyram 80 WP dan Brestan 60 WP mempunyai nama aktif maneb.

Universitas Sumatera Utara

Herbisida karmex 80 mempunyai nama umum bahan aktif bernama diuron.

Insektisida Curacron 500 EC mempunyai bahan aktif bernama profenofos

(Djojosumarto, 2008).

Menurut Kepmenkes RI No. 1350 (2001) bahwa pestisida kesehatan

masyarakat meliputi semua zat kimia dan bahan lain jasad renik dan virus yang

dipergunakan masyarakat untuk (Depertemen Kesehatan RI, 2004) yaitu :

1. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang

Merusak tanaman, bagian-bagian tanaman, atau hasil-hasil pertanian.

2. Memberantas rerumputan.

3. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian

Tanaman tidak termasuk pupuk.

4. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan.

5. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan

piaraan dan ternak.

6. Memberantas atau mencegah hama-hama air.

7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik

dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan.

8. Memberantas atau mencegah binatang-binatang termasuk serangga yang

dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu

dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.

Universitas Sumatera Utara

2.5. Klasifikasi Pestisida

2.5.1. Pengelompokan Pestisida Berdasarkan Sasaran

Menurut Wudianto (2010) sasaran pengelompokan pestisida sebagai berikut :

1. Insektisida

Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa

mematikan semua jenis serangga.

2. Fungisida

Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan

bisa digunkan untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan pada

umumnya cendawan berbentuk seperti benang halus yang tidak bisa

dilihat dengan mata telanjang. Kumpulan benang ini disebut miselium.

Miselium ini bisa tumbuh dia atas atau dalam tubuh inang.

3. Bakterisida

Bakterisida adalah senyawa yang mengandung bahan aktif beracun yang

bisa membunuh bakteria.

4. Nematisida

Nematisida adalah racun yang mengendalikan nematoda.

5. Akarisida

Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang

mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh

tungau, caplak, dan laba-laba.

Universitas Sumatera Utara

6. Rodentisida

Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun

yang digunakan untuk mematikan berbagai jenis pengerat, misalnya

tikus.

7. Moluskida

Moluskida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput telanjang,

siput setengah telanjang, sumpit, bekicot, serta trisipan yang banyak terdapat

di tambak.

8 Herbisida

Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan

untuk membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.

9. Pestisida lain

Selain jenis pestisida di atas masih banyak jenis pestisida lain. Namun,

karena kegunaannya jarang maka produsen pestisida pun belum banyak

yang menjual. Sehingga di pasaran bisa dikatakan sulit ditemukan.

Pestisida tersebut adalah sebagai berikut (wudianto R, 2004) yaitu:

a. Pestisida adalah bahan senyawa kimia beracun untuk mengendalikan ikan

mujair yang menjadi hama di dalam tambak dan kolam

b. Algisida merupakan pestisida pembunuh ganggang.

c. Avisida merupakan pestisida pembunuh burung.

d. Larvisia merupakan pestisida pembunuh ulat.

e. Pedukulisida merupakan pestisida pembunuh kutu.

Universitas Sumatera Utara

f. Silvisida merupakan pestisida pembunuh pohon hutan atau pembersih sisa-

sisa pohon.

g. Ovisida merupakan pestisida perusak telur.

h. Piscisida merupakan pestisida pembunuh predator.

i. Termisida merupakan pestisida pembunuh rayap.

j. Arborisida merupakan pestisida pembunuh pohon, semak, dan belukar.

k. Predasida merupakan pestisida pembunuh hama vertebrata.

2.5.2. Sifat dan Cara Kerja Racun Pestisida

Menurut Djojosumarto (2008) sifat dan cara kerja racun pestisida

sebagai berikut :

1. Racun Kontak

Pestisida jenis ini bekerja dengan masuk ke dalam tubuh serangga

sasaran lewat kulit (kutikula) dan di transportasikan ke bagian tubuh

serangga tempat pestisida aktif bekerja.

2. Racun Pernafasan (Fumigan)

Pestisida jenis ini dapat membunuh serangga dengan bekerja lewat

sistem pernapasan.

3. Racun Lambung

Jenis pestisida yang membunuh serangga sasaran jika termakan serta

masuk ke dalam organ pencernaannya.

4. Racun Sistemik

Cara kerja seperti ini dapat memiliki oleh insektisida, fungisida dan

herbisida. Racun sistemik setelah disemprotkan atau ditebarkan pada

Universitas Sumatera Utara

bagian tanaman akan terserap ke dalam jaringan tanaman melalui akar

atau daun, sehingga dapat membunuh hama yang berada di dalam

jaringan tanaman seperti jamur dan bakteri. Pada insektisida sistemik,

serangga akan mati setelah memakan atau menghisap cairan tanaman

yang telah disemprot.

5. Racun Metabolisme

Pestisida ini membunuh serangga dengan mengintervensi proses

metabolismenya.

6. Racun Protoplasma

Ini akan mengganggu fungsi sel karena protoplasma sel menjadi rusak.

2.5.3. Formulasi atau Bentuk Pestisida

Menurut Wudianto (2004) formulasi atau bentuk pestisida yang beredar di Indonesia

sebagai berikut :

1. Tepung hembus, debu (dust=D)

Merupakan tepung sangat halus dengan kandungan bahan aktifnya rendah

sekitar 2-10%.

2. Butiran (granula=G)

Berbentuk butiran padat yang cara penggunaannya dapat langsung disebarkan

dengan tangan tanpa dilarutkan terlebih dahulu.

3. Tepung yang dapat disuspensikan dalam air (wettable powder =WP)

4. Pestisida berbentuk tepung kering dan tidak bisa digunakan untuk

memberantas jasad sasaran. Terlebih dahulu dilarutkan dalam air yang

Universitas Sumatera Utara

penggunaannya disemprotkan dengan alat penyemprot atau untuk merendam

benih. Kandungan bahan aktifnya 50-85%.

5. Tepung yang larut dalam air (water-soluble powder=SP)

Pestisida berbentuk SP ini sepintas mirip WP. Penggunaannya pun

ditambahkan air. Perbedaannya terletak pad kelarutannya. Bila WP tidak bisa

terlatut dalam air, SP bisa larut dalam air. Kandungan bahan aktifnya biasanya

tinggi.

6. Cairan (emulsifiable concentrate=EC)

Bentuk pestisida ini adalah cairan pekat yang terdiri dari campuran bahan

aktif dengan perantaraan emulsi (emulsifier). Dalam penggunaanya, biasanya

dicampur dengan bahan pelarut berupa air. Hasil pengenceran atau

semprotnya disebut emulsi.

7. Berbentuk cairan yang pekat yang bahan aktifnya mengandung bahan

pengemulsi yang dapat digunakan setelah dilarutkan dalam air. Cara

penggunaannya disemprotkan dengan alat penyemprot atau di injeksikan pada

bagian tanaman atau tanah. Contoh insektisida Agrimec 18 EC.

2.5.4. Dosis Pestisida

Dosis pestisida adalah jumlah pestisida yang diaplikasikan untuk

mengendalikan organisme pengganggu tanaman pada setiap satuan luas bidang

sasaran, misalnya liter pestisida per hektar, kilogram pestisida per hektar, dan

sebagainya. Sementara dosis bahan aktif adalah jumlah bahan aktif pestisida

yang dibutuhkan untuk keperluan satuan luas atau satuan volume larutan

(Djojosumarto, 2008).

Universitas Sumatera Utara

2.5.5. Konsentrasi Pestisida

Konsentrasi penyemprotan adalah jumlah pestisida yang dicampurkan

dalam satu liter air untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman.

Misalnya, penggunaan insektisida Zolone 350 EC dengan konsentrasi

penggunaan 0,2%, maka setiap liter air harus mengandung 0,2%/100x1000

ml= 2 ml Zolone 350 EC (Djojosumarto, 2008).

2.5.6. Cara Aplikasi Petisida

Keberhasilan pestisida dalam mematikan jasad pengganggu tidak hanya

ditentukan oleh jenis pestisida, dosis, dan konsentrasi saja. Namun juga

ditentukan oleh bagaimana cara aplikasi pestisida tersebut (Wudianto, 2010)

yaitu :

1. Cara Semprotan (high volume method)

Cara semprotan paling sering digunakan, sebelum disemprotkan

formulasi ini dicampur dulu dengan air. Pengenceran disesuaikan

dengan konsentrasi dan dosis yang disarankan dalam kemasan.

2. Cara Hembusan

Dilakukan pada pestisida yang berbentuk tepung hembus (dust=D).

aplikasi formulasi ini hanya untuk dalam gudang

3. Pengabutan (low volume method)

Cara ini hampir sama dengan penyemprotan, hanya bedanya

peengabutan menggunakan volume yang lebih rendah dibandingkan

penyemprotan. Formulasi pestisida yang digunakan untuk pengabutan

sama dengan penyemprotan.

Universitas Sumatera Utara

4. Penaburan Granula

Pestisida yang diformulasikan dalam bentuk butiran dan granula bisa

diaplikasikan dengan beberapa cara sesuai kondisinya, seperti

disebarkan langsung, dilubang tanaman, di sekitar leher akar.

5. Penggocoran (drenching)

cara ini sangat tepat untuk aplikasi pestisida sistemik dan berformulasi

cairan.

6. Penyuntikan

Alat penyuntikan tanah digunakan untuk menyebarkan nematisida ke

dalam tanah.

8. Pengumpanan

Pengumpanan bisa diterapkan untuk mengendalikan tikus, ulat tanah,

siput, dan bekicot.

2.6. Insektisida

2.6.1. Pengertian Insektisida

Kata Insektisida secara harafiah berarti pembunuh serangga yang

berasal dari kata Insekta = serangga dan kata lain cida yang berarti pembunuh.

Dan diantara golongan pestisida, insektisida merupakan kelompok yang

terbanyak digunakan (Achmadi, 2008).

2.6.2. Jenis Insektisida

Menurut Djojosumarto P. (2008) ada tiga jenis insektisida berdasarkan cara

kerja atau gerakan pada tanaman setelah diaplikasikan yaitu :

Universitas Sumatera Utara

1. Insektisida Sistemik

Insektisida sistemik diserap oleh organ-organ, baik lewat akar, batang atau

daun. Contoh insektisida sistemik adalah furatiokarb, fosfamidon, isolan, karbofuran,

dan monokrotofos.

2. Insektisida Nonsistemik

Insektisida nonsistemik setelah diaplikasikan (misalnya disemprotkan pada

tanaman sasaran tidak diserap oleh jarinagan tanaman,tetapi hanya menempel di

bagian luar tanaman). Bagian terbesar insektisida yang dijual di pasaran Indonesia

dewasa ini adalah insektisida nonsistemik. Contohnya, dioksikarb, diazinon,

diklorvos, profenofos, dan quinalfos.

3. Insektisida Sistemik Lokal

Insektisida sistemik lokal adalah kelompok insektisida yang dapat diserap

oleh jaringan tanaman (umumnya daun). Contohnya, dimetan, furatiokarb, pyrolan,

dan profenofos.

2.6.3. Penggolongan Insektisida Berdasarkan Susunan Kimia

Menurut Untung (1996), insektisida dapat kita bagi menurut sifat dasar

senyawa kimianya yaitu insektisida anorganik, insektisida organik dan

insektisida sintetik.

a. Insektisida anorganik adalah insektisida yang yang tidak mengandung

unsur karbon. Ada beberapa jenis insektisida anorganik sebagai berikut:

- Arsenikum

- merkurium

- boron

Universitas Sumatera Utara

- tembaga

- sulfur dan lain-lain.

b. Insektisida organik adalah insektisida yang mengandung unsur karbon,

insektisida organik yang terbuat dari tanaman dan bahan alam lainnya.

c. Insektisida Sintetik

1. Insektisida organoklorin atau sering disebut Hidrokarbon, kelompok

insektisida sintetik pertama yang dimulai dengan ditemukannya DDT

oleh ahli kimia Swiss Paul Mueller pada tahun 1940-an. Insektisida

organoklorin Insektisida organokhlor pada umumnya tidak mudah

menguap, praktis tidak larut dalam air juga senyawa yang tidak

reaktif, memiliki sifat yang sangat tahan atau persisten, baik di dalam

tanah maupun di jaringan tanaman dan dalam tubuh hewan. Secara

umum dapat dikatakan bahwa keracunan serangga oleh insektisida

tersebut ditandai dengan terjadinya hiperktivitas, gemetaran, kejang-

kejang dan akhirnya terjadi kerusakan syaraf dan otot serta

kematian. Ada beberapa jenis insektisida organoklorin sebagai

berikut :

- DDT

- Aldrin

- Dieldrin

- Endrin

- Lindane

- Heptaklor

Universitas Sumatera Utara

- toksofin, dan lain-lain.

2. Insektisida organofosfat merupakan kelompok insektisida yang terbesar

dan sangat bervariasi jenis dan sifatnya. Kelompok insektisida yang

sangat beracun bagi serangga. Berbeda dengan organoklorin,

organofosfat di lingkungan kurang stabil sehingga lebih cepat

terdegradasi dalam senyawa-senyawa yang tidak beracun. Daya racun

organofosfat mampu menurunkan populasi serangga dengan cepat,

persistensinya dilingkungan sedang dan sampai saat ini insektisida

golongan organofosfat yang paling banyak digunakan di seluruh dunia.

Ada beberapa jenis insektisida organofosfat seabagai berikut :

- Malathion

- Monokrotofos

- Parathion

- Fosfamidon

- Dimetoat

- Diklorfos

- Fenitrotion

- Fention

- profenofos dan lain-lain.

2. Karbamat dikenal pada tahun 1951 oleh geology chemical company di

Switzerland dan dipasarkan pada tahun 1965. Cara karbamat mematikan

serangga sama dengan insektisida organofosfat yaitu melalui

penghambatan enzim kolinesterase. Insektisida ini cepat terurai dan

Universitas Sumatera Utara

hilang daya racunnya dari jaringan sehingga tidak terakumulasi dalam

jaringan lemak dan susu seperti organoklorin. Ada beberapa jenis

insektisida karbamat sebagai berikut :

- Karbaril,

- Metal

- Karbamat

- Dimetilkarbamat

- Oksikarboksin dan lain-lain.

3. Peretroid merupakan kelompok insektisida sintetik yang digunakan

sejak tahun 1970-an dan saat ini berkembang sangat cepat.

Keunggulannya karena memiliki pengaruh “knock down” atau

menjatuhkan serangga dengan cepat, tingkat toksitas rendah bagi

manusia.

- Alletrin

- Bioalletrin

- Sipermetrin

- Permetrin dan lain-lain.

4. Fumigan sangat mudah menguap kebanyakan mengandung satu atau

lebih gas halogen yaitu, Cl, Br, F. sangat beracun bagi serangga. Ada

beberapa jenis insektisida fumigan sebagai berikut :

- Metal bromide

- Etilen dibromida

- Karbon disulfide dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

5. Minyak-minyak mineral adalah minyak paraffin yang dihaluskan dan

dibuat emulsi yang diaplikasikan secara ringan pada tanaman untuk

mengendalikan tungau, kutu-kutu tanaman. Seperti, dinitrokresol.

6. Insektisida lain

Masih banyak kelompok insektisida lain yang digunakan dalam

mengendalikan hama tanaman. Jenis insektisida lainnya sebagai berikut:

- Formamidin

- Tiosianat

- Dinitrofenol

- Organosulfur

- Organotin dan lain-lain.

2.7. Insektisida Golongan Organofosfat

Pestisida golongan organofosfat ini ditemukan melalui sebuah riset di

Jerman, selama Perang Dunia II dalam usaha menemukan senjata kimia untuk

tujuan perang. Meskipun golongan organofosfat pertama telah disentesis pada

tahun 1994. Bekerja dengan racun kontak, racun perut dan racun pernapasan.

Dan cara kerja golongan ini sangat selektif, tidak persisten dalam tanah, dan

tidak menyebabkan resisitensi pada serangga. Dengan takaran yang rendah

sudah memberikan efek yang memuasakan (Djojosumarto, 2008).

Golongan organofosfat sering disebut oganic phosfhates, phosphorus

insecticides, phosphates, phosphate insecticides dan phosphorus esters atau

phosphoric acid este. Mereka adalah derivate dari phosphoric acid dan

biasanya sangat toksik untuk hewan bertulang belakang. Golongan

Universitas Sumatera Utara

organophosphates struktur kimianya dan cara kerjanya berhubungan erat

dengan syaraf (Sudarmo, 1991).

Menutut Djojosumarto (2008) ada beberapa pestisida yang termasuk

dalam golongan organofosfat antara lain :

a. Asefat, diperkenalkan pada tahun 1972. Asefat berspektrum luas untuk

mengendalikan hama-hama penusuk, pengisap dan pengunyah seperti

aphids, thrips, larva Lepidoptera (termasuk ulat tanah), pengorok daun,

dan wereng. LD50 (tikus) 1.030-1.147 mg/kg; LD50 dermal kelinci

>10.000 mg/kg menyebabkan iritasi ringan pada kelinci; LC50 inhalasi

(4 jam, tikus) 15 mg/liter udara.

b. Azinfos-etil, diintroduksikan pada tahun 1955. Azinfos-eti

mengendalikan berbagai serangga hama pengunyah, penusuk, pengisap,

dan tungau. LD50 (tikus) sekitar 12 mg/kg; LD50 dermal (tikus) 500

mg/kg tidaki menyebabkan iritasi kulit dan mata; LC50 inhalasi (4 jam,

tikus)0,15 mg/liter udara.

c. Paration, ditemukan pada tahun 1946 dan merupakan insektisida

pertama yang digunakan dalam di lapangan pertanian dan disintesis

berdasarkan lead-structur yang disarankan oleh G. Shrader. Paration

berspektrum luas untuk mengendalikan serangga penusuk, pengisap, dan

pengunyah dan tungau. Paration termasuk insektisida yang sangat

beracun, LD50 (tikus) sekitar 2 mg/kg; Lmg/liter LD50 dermal (tikus) 71

mg/kg tidak menyebabkan iritasi kulit dan mata. LC50 inhalasi (4 jam,

tikus) 0,03 mg/liter udara.

Universitas Sumatera Utara

d. Klorpirifos, merupakan insektisida non sistemik, diintroduksikan tahun

1965, serta bekerja sebagai racun kontak, racun lambung, dan inhalasi.

Mengendalikan serangga hama baik di daun maupun ditanah. LD50 oral

(tikus) sebesar 135-163 mg/kg;LD50 dermal (tikus)>2.000 mg/kg;LC50

inhalasi (4-6 jam, tikus)0,2 mg/liter udara.

e. Dimetoat, ditemukan pada tahun 1951. Dimetoat merupakan insektisida

dan akarisida organofosfat sistemik pertama sebagai penghambat kolin

esterase. Dimetot bekerja sebagai racun kontak dan racun perut serta

memiliki spectrum luas untuk mengendalikan hama-hama dari kelas

tungau (Acarinae), kumbang (coleopatra), kutu daun (aphids). LD50

(tikus) sekitar 387 mg/kg; LD dermal (tikus)> 2.000 mg/kg non iritan

pada kulit; LC50 dermal (tikus)>2.000 mg/kg non iritan pada kulit; LC50

inhalasi (4 jam, tikus) 1,6 mg/liter udara/

f. Profenofos, ditemukan pada tahun 1975. Insektisida untuk

mengendalikan berbagai serangga hama dan tungau. LD50 (tikus) sekitar

358 mg/kg; LD50 dermal (kelinci); LC50 inhalasi (4 jam, tikus) 3 mg/liter

udara.

g. Protiofos, merupakan insektisida non-sistemik yang bekerja sebagai

racun kontak dan racun perut. Insektisida ini digunakan untuk

mengendalikan ulat pemakan daun, thrips, dan dompolan Pseudococcus

spp. Protiofos memiliki LD50 (tikus)>5.000 mg/kg tidak menyebabkan

iritasi kulit dan mata (kelinci); LC50 inhalasi (4 jam, tikus) 2,7 mg/liter

udara.

Universitas Sumatera Utara

2.8. BMR Insektisida Golongan Organofosfat

Pada Standar Nasional Indonesia (SNI) merumuskan tentang batas

maksimum residu pestisida pada hasil pertanian yang diperbolehkan

terkandung pada produk-produk hasil pertanian yaitu untuk jenis pestisida

golongan organofosfat pada cabai seperti metamidofos 2 mg/kg, monokrotofos

0,2 mg/kg, profenofos 5 mg/kg.

Menurut Yulius (1995) yang dikutip oleh Soemirat (2009) bahwa residu insektisida

golongan organofosfat ditemukan pada berbagai jenis sayuran seperti bawang merah

1,167-0,565 ppm, kentang 0,125-4,333 ppm, cabe dan wortel yang mengandung

profenos 0,11 mg/kg, detakmetrin 7,73 muron 2,89 g/kg, klorfiripos 2,18 mg/kg,

tulubenzuron 2,89 mg/kg dan permetrin 1,80 mg/kg (Soemitar, 2007).

2.9. Dampak Pestisida

2.9.1. Dampak Pestisida Terhadap Konsumen

Adapun dampak pestisida bagi konsumen umumnya berbentuk keracunan

kronis yang tidak langsung dirasakan. Namun, dalam waktu lama mungkin bisa

menimbulkan gangguan kesehatan. Meskipun sangat jarang, pestisida dapat pula

menyebabkan keracunan akut, misalnya dalam hal mengonsumsi produk pertanian

yang mengandung residu dalam jumlah besar (Djojosumarto , 2008).

2.9.2. Dampak Pestisida Terhadap Kesehatan

Umumnya keracunan pestisida terjadi dengan adanya kontak dengan pestisida

selama beberapa minggu. Orang tidak akan sakit langsung setelah terpapar pestisida,

tetapi membutuhkan waktu sampai beberapa waktu kemudian. Pestisida masuk dalam

tubuh manusia dengan cara sedikit demi sedikit dan mengakibatkan keracunan kronis.

Universitas Sumatera Utara

Bisa pula berakibat racun akut bila jumlah yang masuk dalam tubuh manusia dalam

jumlah yang cukup (Wudianto, 2010).

a. Keracunan Akut

Keracunan akut biasanya terjadi pada pekerja yang langsung bekerja

menggunakan pestisida atau terjadi pada saat aplikasi pestisida. Cara pestisida

masuk kedalam tubuh :

1. Penetrasi lewat kulit (dermal contamination)

2. Terhirup masuk ke dalam saluran pernapasan (inhalation), serta

3. Masuk ke dalam saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral).

b. Keracunan Kronis

Keracunan kronis terjdi apabila penderita terkena racun dalam jangka

waktu panjang dengan dosis rendah. Gejala keracunan ini baru kelihatan

setelah beberapa waktu (bulan atau tahun kemudian). Keracunan kronis lebih

sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan tidak menimbulkan gejala serta

tanda yang spesifik. Dan beberapa dampak akibat keracuan kronis akibat

pestisida (Romeo,dkk., 1990).

a. Pada syaraf

Gangguan otak dan syaraf yang paling sering terjadi akibat terpapar

pestisida selama bertahun-tahun adalah masalah pada ingatan, sulit

berkonsentrasi, perubahan kepribadian, kelumpuhan, bahkan kehilangan

kesadaran dan koma.

b. Pada Hati (Liver)

Universitas Sumatera Utara

Karena hati adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menetralkan

bahan-bahan kimia beracun, maka hati itu sendiri sering kali dirusak

oleh pestisida apabila terpapar selama bertahun-tahun. Hal ini dapat

menyebabkan Hepatitis.

c. Pada Perut

Muntah-muntah, sakit perut dan diare adalah gejala umum dari

keracunan pestisida. Banyak orang-orang yang dalam pekerjaannya

berhubungan langsung dengan pestisida selama bertahun-tahun,

mengalami masalah sulit makan. Orang yang menelan pestisida ( baik

sengaja atau tidak) efeknya sangat buruk pada perut dan tubuh secara

umum. Pestisida merusak langsung melalui dinding-dinding perut.

d. Pada Sistem Kekebalan

Beberapa jenis pestisida telah diketahui dapat mengganggu sistem

kekebalan tubuh manusia dengan cara yang lebih berbahaya. Beberapa

jenis pestisida dapat melemahkan kemampuan tubuh untuk menahan dan

melawan infeksi. Ini berarti tubuh menjadi lebih mudah terkena infeksi,

atau jika telah terjadi infeksi penyakit ini menjadi lebih serius dan

makin sulit untuk disembuhkan.

e. Pada Sistem Hormon.

Hormon adalah bahan kimia yang diproduksi oleh organ-organ seperti

otak, tiroid, paratiroid, ginjal, adrenalin, testis dan ovarium untuk

mengontrol fungsi-fungsi tubuh yang penting. Beberapa pestisida

mempengaruhi hormon reproduksi yang dapat menyebabkan penurunan

Universitas Sumatera Utara

produksi sperma pada pria atau pertumbuhan telur yang tidak normal

pada wanita. Beberapa pestisida dapat menyebabkan pelebaran tyroid

yang akhirnya dapat berlanjut menjadi kanker tyroid.

2.9.3. Dampak Pestisida Terhadap Lingkungan

Menurut Soemirat (2007) Insektisida dapat berpengaruh terhadap

lingkungan sebagai berikut :

1. Residu Insektisida dalam Tanah

Penyemprotan pestisida akan berada di udara yang lama kelamaan akan

jatuh ke tanah. Untuk jenis pestisida yang tidak mudah menguap akan

berada di dalam di dalam tanah terutama dari golongan organoklorin

karena sifatnya yang persisten.

2. Residu Insektisida dalam Air

Pestisida yang disemprotkan dan yang sudah berada didalam tanah dapat

terbawa oleh air hujan atau aliran permukaan sampai ke badan air,

berupa sungai dan sumur.

3. Residu Insektisida di Udara

Pestisida dapat berada di udara setelah disemprotkan dalam bentuk partikel air

(droplet) atau partikel yang terformulasi jatuh pada tujuannya.

4. Residu Pestisida pada Tanaman

Insektisida yang dismprotkan pada tanaman tentu akan meninggalkan

residu. Residu insektisida terdapat pada semua tubuh tanaman seperti

batang, daun, buah, dan juga akar. Khusus pada buah, residu ini terdapat

Universitas Sumatera Utara

pada permukaan maupun daging dari buah tersebut. Walaupun sudah dicuci,

atau dimasak residu pestisida ini masih terdapat pada bahan makanan.

5. Residu Pestisida di Lingkungan Kerja

Pestisida kebanyakan digunakan di pertanian, sehingga perlu sedikit

diketahui bahwa insektisida ini dapat menimbulkan masalah kesehatan

pekerja di pertanian atau petani termasuk juga pencampuran pestisida.

Kebanyakan petani di Indonesia mengetahui bahaya pestisida, namun

mereka tidak peduli dengan akibatnya.

2.9.4. Dampak Pestisida Bagi Lingkungan Pertanian (Agro-Ekosistem)

Menurut Djojosumarto (2008), bahwa dampak pestisida bagi lingkungan

pertanian yaitu :

1. Organisme pengganggu tanaman menjadi kebal terhadap suatu pestisida.

(timbul resistensi organisme pengganggu tanaman terhadap pestisida)..

2. Meningkatkan populasi hama setelah penggunaan pestisida (resurjensi hama)

3. Timbulnya hama baru, bisa hama yang selama ini dianggap tidak penting

maupun hama yang sama sekali baru.

4. Fitotoksik (meracuni tanaman).

2.10. Dampak Insektisida Golongan Organofosfat Terhadap Kesehatan

Pestisida masuk kedalam tubuh manusia melalui kulit, mulut, saluran pencernaan,

pernafasan. Di dalam darah manusia pestisida ini akan berikatan dengan enzim

cholirenesterase yang berfungsi untuk mengatur kerja syaraf. Dan karena adanya

pestisida dalam darah maka Acetilcholirenesterse (AChE) akan di ikat oleh pestisida,

sehingga enzim tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam tubuh terutama

Universitas Sumatera Utara

meneruskan untuk mengirim perintah kepada otot-otot. Akibatnya otot-otot bergerak

tanpa dapat dikendalikan (Sudarmo, 1991).

Pada masyarakat yang terkena racun insektisida organofosfat, tanda dan gejala

keracunan adalah timbul gerakan otot-otot tertentu, penglihatan kabur, mata berair,

mulut berbusa, banyak berkeringat, air liur banyak keluar, mual, pusing, kejang-

kejang, muntah-muntah, detak jantung menjadi cepat, mencret, sesak nafas, otot tidak

bisa digerakkan dan akhirnya pingsan (Wudianto, 2010).

Menurut Mukono (2011) akibat inhibisi Acetilcholinesterasae (AChE) didalam

sistem syaraf mengakibatkan gangguan keracunan seperti :

a. Keracuanan Akut

1. Manifestasi muscarinik :

1. Gejala pencernaan makanan seperti mual, muntah

2. Aktifitas kelenjar keringat meningkat

3. Aktifitas kelenjar ludah meningkat

4. Aktivitas kelenjar air mata meningkat

5. Ketajaman mata berkurang

3. Manifestasi nikotinik seperti sesak napas, kram pada otot tertentu dan

cyanosis.

4. Manifestasi susunan saraf pusat seperti rasa cemas, sakit kepala, kesukaran

tidur, depresi, tremor, kejang, gangguan pernapasan dan peredaran darah.

b. Keracunan Kronis

Ada beberapa jenis keracunan kronis yang disebabkan oleh pestisida

organofosfat, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

1. Carsinogenik (pembentukan jaringan kanker).

2. Teratogenik (kelahiran anak cacat dari ibu yang keracunan insektisida).

3. Myopathi (penyakit otot).

Tabel 2.4. Kriteria Klasifikasi Pestisida Berdasarkan Bentuk Fisik, Jalan Masuk kedalam Tubuh dan Daya Racun (Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1350).

Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1350 Tahun 2001.

KLASIFIKASI

LD50 untuk Tikus (mg/kg) ORAL DERMAL

PADAT CAIR PADAT CAIR I. a. SANGAT BERBAHAYA SEKALI b. SANGAT BERBAHAYA

<5

5-50

>20

20-200

<10

10-100

<40

40-400

. BERBAHAYA 50-500 200-2000 100-1000

400-4000

I. CUKUP BERBAHAYA >500 >2000 >1000

>4000

Universitas Sumatera Utara

2.11. Kerangka Konsep

Pemeriksaan Laboratorium

Residu Insektisida

Profenofos pada :

- Cabai Merah Segar Cabai Merah Giling

Uji Kuantitatif (KADAR)

SNI No. 7313:2008

Tentang BMR pada Hasil Pertanian

Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat

Universitas Sumatera Utara