adat perkawinan sasak

43
BAB 1 LINTAS BUDAYA LOMBOK (SASAK) 1. PENDAHULUAN Ditinjau dari sudut social budaya, penduduk Nusa Tenggara Barat masih tergolong tradisional yang bersumber pada kebudayaan suku asli masyarakat yaitu suku Sasak di pulau Lombok, Suku Mbojo di Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompo serta suku samawa di Kabupaten Sumbawa dan sumbawa Barat. Dua kebudayaan besar yang pernah mempengaruhi perkembangan sejarah di Indonesia yaitu kebudayaan hindu dan kebudayaan Islam masih berkembang dan berakar pada masyarakat NTB, diantaranya Sasak, Sumbawa dan Mbojo dan bahasa daerah yang di gunakan yaitu bahasa Sasak, Bahasa Sumbawa dan Bahasa Mbojo. Pembangunan bidang kebudayaan dalam tahun 2005 diarahkan untuk mendukung pembinaan dan peningkatan pelayanan social. Sasaran pembangunan kebudayaan pada tahun 2005 adalah terwujudnya struktur sosical, kreativitas budaya dan daya dukung lingkungan yang kondusif bagi pembentukan jati diri bangsa, tersebar luasnya perkembangan modal budaya pembelajaran yang berorintasi iptek dan kesenian, terkelolanya aset budaya yang dapat dijangkau secara adil bagi masyarakat luas, serta terselenggaranya upaya dan kebijakan pengelolaan keragaman budaya yang komprenhensif, sistematik dan berkelanjutan untuk memperkokoh integritas bangsa. Era Pra Sejarah tanah Lombok tidak jelas sampai saat ini belum ada data-data dari para ahli serta bukti yang dapat menunjang tentang masa Pra Sejarah tanah Lombok. Suku sasak termasuk dalam ras tipe melayu yang konon telah tinggal di Lombok selama 2.000 tahun yang lalu dan

Upload: radensukarni90

Post on 20-Nov-2014

1.729 views

Category:

Art & Photos


4 download

DESCRIPTION

adat sasak

TRANSCRIPT

Page 1: Adat perkawinan sasak

BAB

1

LINTAS BUDAYA LOMBOK (SASAK)

1. PENDAHULUAN

Ditinjau dari sudut social budaya, penduduk Nusa Tenggara Barat masih tergolong tradisional yang bersumber pada kebudayaan suku asli masyarakat yaitu suku Sasak di pulau Lombok, Suku Mbojo di Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompo serta suku samawa di Kabupaten Sumbawa dan sumbawa Barat. Dua kebudayaan besar yang pernah mempengaruhi perkembangan sejarah di Indonesia yaitu kebudayaan hindu dan kebudayaan Islam masih berkembang dan berakar pada masyarakat NTB, diantaranya Sasak, Sumbawa dan Mbojo dan bahasa daerah yang di gunakan yaitu bahasa Sasak, Bahasa Sumbawa dan Bahasa Mbojo.

Pembangunan bidang kebudayaan dalam tahun 2005 diarahkan untuk mendukung pembinaan dan peningkatan pelayanan social. Sasaran pembangunan kebudayaan pada tahun 2005 adalah terwujudnya struktur sosical, kreativitas budaya dan daya dukung lingkungan yang kondusif bagi pembentukan jati diri bangsa, tersebar luasnya perkembangan modal budaya pembelajaran yang berorintasi iptek dan kesenian, terkelolanya aset budaya yang dapat dijangkau secara adil bagi masyarakat luas, serta terselenggaranya upaya dan kebijakan pengelolaan keragaman budaya yang komprenhensif, sistematik dan berkelanjutan untuk memperkokoh integritas bangsa.

Era Pra Sejarah tanah Lombok tidak jelas sampai saat ini belum ada data-data dari para ahli serta bukti yang dapat menunjang tentang masa Pra Sejarah tanah Lombok. Suku sasak termasuk dalam ras tipe melayu yang konon telah tinggal di Lombok selama 2.000 tahun yang lalu dan diperkirakan telah menduduki daerah pesisir pantai sejak 4.000 tahun yang lalu, dengan demikian perdagangan antar pula sudah aktif terjadi sejak zaman tersebut dan bersamaan dengan itu saling mempengaruhi antar budaya juga telah menyebar.

Lombok Mirah Sasak Adi merupakan salah satu kutipan dari kitab Negarakertagama, sebuah kitab yang memuat tentang kekuasaan dan pemerintahan Kerajaan Majapahit. Kata Lombok dalam bahasa kawi berarti Lurus atau juju, kata mirah berarti permata, kata sasak berarti kenyataan, dan kata adi artinya yang baik atau yang utama maka arti keseluruhannya yaitu “kejujuran adalah permata kenyataan yang baik atau utama”. Maka filosofi itulah mungkin yang selalu diidamkan leluhur penghuni tanah Lombok yang tercipta sebagai bentuk kearifan local yang harus dijaga dan dilestarikan oleh anak cucunya.

Dalam kitab-kitab lama, nama Lombok dijumpai sebagai Lombok mirah dan Lombok adi beberapa lontar Lombok juga menyebut Lombok dengan bumi selaparang

Page 2: Adat perkawinan sasak

atau selapawis. Asal-usul penduduk pulau Lombok terdapat beberapa versi salah satunya yaitu kata Sasak secara etimilogis menurut Dr.. Goris.s berasal dari kata sah yang berarti pergi dan shaka yang berarti leluhur, berarti pergi ke tanah leluhur orang sasak (Lombok). Dari etimologis ini diduga leluhur orang sasak adalah orang jawa, terbukti bila dari tulisan sasak yang oleh penduduk Lombok disebut Jawa, yakni aksara Jawa selengkapnya diresepsi oleh kesusastraan sasak.

Page 3: Adat perkawinan sasak

BAB11

PEMBAHASAN

1. Sejarah Kebudayaan Masyarakat Sasak

Era Pra Sejarah tanah Lombok tidak jelas karena sampai saat ini belum ada data-data dari para ahli serta bukti yang dapat menunjang tentang masa pra sejarah tanah lombok.Suku Sasak temasuk dalam ras tipe melayu yang konon telah tinggal di Lombok selama 2.000 tahun yang lalu dan diperkirakan telah menduduki daerah pesisir pantai sejak 4.000 tahun yang lalu, dengan demikian perdagangn antar pulau sudah aktif terjadi sejak zaman tesebut dan bersamaan dengan itu saling mempengaruhi antar budaya juga telah menyebar.

LOMBOK MIRAH SASAK ADI merupakan salah satu kutipan dari kitab Negarakertagama, sebuah kitab yang memuat tentang kekuasaan dan pemerintahaan kerajaan Majapahit. Kata Lomboq dalam bahasa kawi berarti lurus atau jujur, kata mirah berarti permata, kata sasak berarti kenyataan, dan kata adi artinya yang baik atau yang utama maka arti keseluruhan yaitu kejujuran adalah permata kenyataan yang baik atau utama. Makna filosofi itulah mungkin yang selalu di idamkan leluhur penghuni tanah lombok yang tercipta sebagai bentuk kearifan lokal yang harus dijaga dan dilestariakan oleh anak cucunya.

Dalam kitab – kitab lama, nama Lomboq dijumpai disebut Lomboq mirah dan Lomboq adi beberapa lontar Lomboq juga menyebut Lomboq dengan gumi selaparang atau selapawis.

Asal-usul penduduk pulau Lombok terdapat beberapa Versi salah satunya yaitu Kata sasak secara etimilogis menurut Dr. Goris. s. berasal dari kata sah yang berarti pergi dan shaka yang berarti leluhur. Berarti pergi ke tanah leluhur orang sasak ( Lomboq ). Dari etimologis ini diduga leluhur orang sasak adalah orang Jawa, terbukti pula dari tulisan sasak yang oleh penduduk Lomboq disebut Jejawan, yakni aksara Jawa yang selengkapnya diresepsi oleh kesusastraan sasak.

Etnis Sasak merupakan etnis mayoritas penghuni pulau Lomboq, suku sasak merupakan etnis utama meliputi hampir 95% penduduk seluruhnya. Bukti lain juga menyatakan bahwa berdasarkan prasasti tong – tong yang ditemukan di Pujungan, Bali, Suku sasak sudah menghuni pulau Lomboq sejak abad IX sampai XI masehi, Kata sasak pada prasasti tersebut mengacu pada tempat suku bangsa atau penduduk seperti kebiasaan orang Bali sampai saat ini sering menyebut pulau Lomboq dengan gumi sasak yang berarti tanah, bumi atau pulau tempat bermukimnya orang sasak.

Page 4: Adat perkawinan sasak

Sejarah Lomboq tidak lepas dari silih bergantinya penguasaan dan peperangan yang terjadi di dalamnya baik konflik internal, yaitu peperangan antar kerjaan di lombok maupun ekternal yaitu penguasaan dari kerajaan dari luar pulau Lombok. Perkembangan era Hindu, Budha, memunculkan beberapa kerajaan seperti selaparang Hindu, Bayan. Kereajaan-kerajaan tersebut dalam perjalannya di tundukan oleh penguasaan kerajaan Majapahit dari ekspedisi Gajah Mada pada abad XIII – XIV dan penguasaan kerajaan Gel – Gel dari Bali pada abad VI. Antara Jawa, Bali dan Lomboq mempunyai beberapa kesamaan budaya seperti dalam bahasa dan tulisan jika di telusuri asal – usul mereka banyak berakar dari Hindu Jawa hal itu tidak lepas dari pengaruh penguasaan kerajaan Majapahit yang kemungkinan mengirimkan anggota keluarganya untuk memerintah atau membangun kerajaan di Lomboq.

Pengaruh Bali memang sangat kental dalam kebudayaan Lomboq hal tersebut tidak lepas dari ekspansi yang dilakukan kerajaan Bali sekitar tahun 1740 di bagian barat pulau Lomboq dalam waktu yang cukup lama. Sehingga banyak terjadi akulturasi antara budaya lokal dengan kebudayaan kaum pendatang hal tersebut dapat dilihat dari terjelmanya genre – genre campuran dalam kesenian. Banyak genre seni pertunjukan tradisional berasal atau diambil dari tradisi seni pertunjukan dari kedua etnik. Sasak dan Bali saling mengambil dan meminjam dan terciptalah genre kesenian baru yang menarik dan saling melengkapi

Gumi sasak silih berganti mengalami peralihan kekuasaan hingga ke era Islam yang melahirkan kerajaan Islam Selaparang dan Pejanggik. Islam masuk ke Lomboq sepanjang abad XVI ada beberapa versi masuknya Islam ke Lomboq yang pertama berasal dari Jawa masuk lewat Lomboq timur. Yang kedua pengIslaman berasal dari Makassar dan Sumbawa ketika ajaran tersebut diterima oleh kaum bangsawan ajaran tersebut dengan cepat menyebar ke kerajaan – kerajaan di Lomboq timur dan Lomboq tengah.

Mayoritas etnis sasak beragama Islam, namun demikian dalam kenyataanya pengaruh Islam juga berakulturasi dengan kepercayaan lokal sehingga terbentuk aliran seperti waktu telu, jika dianalogikan seperti abangan di Jawa. Pada saat ini keberadaan waktu telu sudah tidak kurang mendapat tempat karena tidak sesuai dengan syariat Islam. Pengaruh Islam yang kuat menggeser kekuasaan Hindu di pulau Lomboq, hingga saat ini dapat dilihat keberadaannya hanya di bagian barat pulau Lomboq saja khususnya di kota Mataram.

Silih bergantinya penguasaan di Pulau Lomboq dan masuknya pengaruh budaya lain membawa dampak semakin kaya dan beragamnya khasanah kebudayaan sasak. Sebagai bentuk dari Pertemuan(difusi, akulturasi, inkulturasi) kebudayaan. Seperti dalam hal Kesenian, bentuk kesenian di lombok sangat beragam.Kesenian asli dan pendatang saling melengakapi sehingga tercipta genre-genre baru. Pengaruh yang paling terasa

Page 5: Adat perkawinan sasak

berakulturasi dengan kesenian lokal yaitu kesenian bali dan pengaruh kebudayaan islam. Keduanya membawa Kontribusi yang besar terhadap perkembangan ksenian-kesenian yang ada di Lombok hingga saat ini. Implementasi dari pertemuan kebudayaan dalam bidang kesenian yaitu, Yang merupakan pengaruh Bali ; Kesenian Cepung, cupak gerantang, Tari jangger, Gamelan Thokol, dan yang merupakan pengaru Islam yaitu Kesenian Rudad, Cilokaq, Wayang Sasak, Gamelan

2. Aspek Budaya Yang Berkaitan Dengan Keagamaan

1. Perayaan Lebaran Topat

Tradisi Lebaran Topat berlangsung turun-temurun sejak ratusan tahun lalu. Selain merupakan rangkaian kegiatan untuk merayakan Idul Fitri, acara itu memiliki misi mempertahankan tradisi leluhur. Banyak nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi perayaaan Lebaran topat ini. Mulai dari nilai budaya, agama, hingga pesta rakyat.Dari aspek agama, masyarakat Sasak melaksanakan Lebaran Topat dengan melakukan kegiatan-kegiatan ritual. Salah satunya, ziarah kubur ke makam para alim ulama terkenal yang telah berjasa menyebarkan agama Islam di Pulau Lombok. Di Kota Mataram, masyarakat biasanya datang ke tiga tempat, yaitu Makam Bintaro, M akam batu layar dan Makam Loang Baloq. ketiga makam itu dipandang cukup keramat. Dalam ziarah kubur, warga sejatinya tidak hanya memanjatkan doa, tapi juga melakukan beragam ritual keagamaan dan atraksi simbolik. Misalnya, di dua makam yang dianggap keramat tadi, pengunjung menyempatkan mencukur rambut bayinya (ngurisan). Bayi yang dicukur rambutnya di tempat tersebut diyakini akan menjadi anak yang saleh dan sukses di masa yang akan datang. Tidak hanya itu, acara tersebut juga menjadi haul bagi mereka yang sukses dalam hidupnya. Untuk melambangkannya, mereka datang dengan membawa perbekalan berupa makanan. Misalnya, ketupat, pelalah ayam, daging, opor telur, pakis, paku, urap-urap, dan pelecing kangkung. Semua makanan itu kemudian dimakan bersama-sama di halaman makam.

B. Aspek budaya yang berkaitan dengan perkawinanI. Adat perkawinan suku sasakDalam adat perkawinan suku sasak terdapat beberapa tahapan atau proses, yakni sebagai berikut:

1. Merangkat2. Sejati3. Selabar4. Nuntut Wali5. Rebaq Pucuk, Bait Janji, Nunas Panutan6. Sedawuh7. Sorong Serah8. Napak Tilas (Balas Ones Nae)

Page 6: Adat perkawinan sasak

1. MerangkatMerangkat yaitu suatu acara makan berdua sebagian awal dari sebuah proses

perkawinan, acara merangkat ini, dilakukan pada malam pertama calon pengantin wanita datang di gubug atau di kampung calon pengantin laki. Pada malam itulah kedua calon pengantin makan bersama (makan berdua) dan ditemani oleh satu orang perempuan tua atau salah seorang keluarga dekat dari calon pengantin laki (dulu disebut Inaq Umbaq). Dikatakan merangkat karena makanan yang disajikan dengan menggunakan satu buah wadah yang berisi satu butir telur ayam kampung, satu satu piring nasi, satu satu ekor ayam bakar panggangan lengkap dengan bumbunya (dulu wadahnya memakai dulang janggal dan ditutup dengan tembolaq daun duntal warna merah. Pada saat makan kedua calon pengantin, mereka duduk berhadapan dan calon pengantin laki sebaiknya bercerita tentang situasi keluarga, keadaan kampungnya, keadaan masyarakat kampungnya dan lain lain, artinya supaya calon pengantin wanita mengetahuinya untuk menjaga ketersinggungan dirinya. Pada malam datangnya calon pengantin ini, kaum muda-mudi juga datang meramaikan acara serta menyaksikan calon pengantin wanita sambil membawa rokok, ayam, telur, gula, kopi, teh dan lain-lain untuk sama – sama membalas jasa atau juga menanam jasa kepada kedua calon pengantin.

Menanam jasa artinya memberikan kepada kedua calon pengantin, sebab dikala nanti mereka pasti akan kawin akan dibalas juga dengan seperti itu, akan tetapi tidak tercatat sebagai hutang. Kalau terjadi tidak diberikan tidak menjadi permasalahan.Membalas jasa artinya membalas kebaikan calon pengantin bahwa pada saat belum kawin pernah membantunya, (pertolongan jasa dibalas dengan jasa disebut Besiruan). Pada malam itu juga semua pemuda pemudi ikut makan bersama – sama sambil membuat pinje – panje (teka teki) yang sifatnya Humoris.

2. SejatiSejati artinya sungguh atau sesungguhnya. Sejati merupakan proses informasi yang ditujukan kepada pemerintah desa (desa asal calon pengantin wanita) untuk memberitahukan kepada kepala desa (Pengamong Krame) kemudian dilanjutkan informasi tersebut kepala dusun atau keliang (Pengemban Krame).Isi informasi (sejati) yang diucapkan di kepala desa yaitu : “ada salah seorang warga desa ini yang bernama Ayu anaknya Bpk. Rahman berasal dari dusun Memelaq, bahwa Ayu (warga desa) telah meninggalkan desa ini sudah 3 hari yang lalu dengan tujuan kawin dengan warga dari desa Langko.

Isi informasi (sejati) yang diucapkan di kepala Dusun (Keliang) yaitu : “ada salah seorang warga Dusun ini yang bernama Ayu anaknya Bpk. Rahman berasal dari dusun ini, bahwa Ayu telah meninggalkan desa ini sudah 3 hari yang lalu dengan tujuan kawin dengan warga dari desa Langko, dusun Mareje.Sejati dapat dilakukan setelah 3 atau selampatnya 5 hari setelah keluar dari desa atau setelah diambil oleh calon suaminya. Dalam pelaksanaan sejati boleh berhubungan dengan pemerintah desa saja, kalau terjadi antar kecamatan maka dapat berhubungan dengan kepala desa dan kepala dusun (Keliang), akan tetapi kalau terjadi satu desa tapi lain keliang maka pelasanaan sejati dapat memnghubungi keliang, namun kalau terjadi satu dusun maka sejati dapat dilakukan sebagai permakluman dan dapat dilakukan ke proses selabar.

Page 7: Adat perkawinan sasak

3. SelabarSelabar artinya sebar kabar. Selabar ini dilakukan setelah proses sejati selesai

dijalankan dan diterima dengan baik oleh pihak pemerintah desa atau Keliang, dan prosese selabar ini dapat dilaksanakan kepada orang tua dan sanak saudara calon pengantin wanita melalui keliang selaku pendamping keluarga selaku penanggung jawab secara pemerintah yang ada di dusun atau kampung.Isi informasi (selabar) yang diucapkan di keluarga besar calon pengantin wanita yaitu : “ada anak, adik, kakak, saudara yang bernama Ayu anaknya Bpk. Rahman berasal dari dusun ini, bahwa Ayu telah meninggalkan rumah, ibu, bapak serta saudaranya semua sudah 3 hari yang lalu dengan tujuan mau kawin dengan anaknya Bpk Sahdan warga dari desa Langko, dusun Mareje.4. Nuntut Wali

Nuntut wali artinya : menjemput wali, didalam pelaksanaan nuntut wali ini, apabila hal-hal yang penting didalam adat proses adatnya sudah semua selesai dibicarakan maka wali sudah bisa diambil untuk mengawinkan kedua calon pengantin tentu dengan hasil musyawarah dari kedua belah pihak keluarga calon pengantin wanita dan keluarga calon pengantin laki. Wali di jemput oleh beberapa orang dari pihak pengantin laki dan memawa seorang pemuka agama, Kyai, Ustad, atau Tuan Guru.5. Rebaq Pucuk, Bait Janji, Nunas PanutanRebaq Pucuk, Bait Janji, Nunas Panutan artinya meminta kepatutan atau kewajaran untuk dibebankan.

Proses ini adalah suatu bentuk proses untuk mengambil hasil musyawarah pihak keluarga pengantin wanita tentang pinansial yang sepantasnya. Ini dapat dilaksanakan kapanpun setelah ada kesiapan dari pihak pengantin laki, sebab ini adalah sifatnya khusus karena membicarakan tentang materi. Rebaq Pucuk, Bait Janji, Nunas Panutan ini dilaksanakan oleh pihak pengantin laki yang benar – benar dekat serta berani bertanggung jawab atas keputusan yang disepakatinya. Didalam proses ini yang dapat dibicarakan tentang sbb :

• Materi atau Bande• Penentuan hari gaweLambang adat aji krame serta aturan diluar aji krame dan Sistim penyongkolan.

6. SedawuhSedawuh berasal dari kata Dawuh yang artinya : Aba – Aba atau Perintah.

Sedawuh ini dilakukan 7 hari sebelum hari Gawenya. Proses Sedawuh ini dilaksanakan oleh pihak pengantin laki yang mengutuskan 1 atau 2 orang memberitahukan tentang perkembangan atau kesiapan untuk menjalani karya adat dan yang paling utama yang dibicarakan adalah tentang ketetapan hari ( H ) bahwa hari gawe, lambang adat aji krame atau aturan diluar aji krame dan sistim penyongkolan yang ketiga item itu tidak ada perubahannya.

7. Sorong Serah Sorong arinya Dorongan, Serah artinya Penyerahan. Sorong Serah artinya suatu dorongan kepada kedua orang tua pengantin untuk menyerahkan atau melepaskan (Serah Terima) anak mereka untuk hidup berumah tangga sehingga kedua pengantin tidak terikat pada orang tua mereka masing – masing. Didalam proses inilah nampak bahwa proses serah terima tanggung jawab kedua orang tua dan sanak saudara masing – masing dalam hal pemiharaan atau (pengasuh),

Page 8: Adat perkawinan sasak

disamping itu juga dalam proses sorong serah inilah merupakan puncak sidang krame adat perkawinan untuk bangse sasak, karena pada proses ini harus dihadiri oleh para sesepuh, para penglingsir, kepala desa, dan kepala kampung (keliang) dari kedua pengantin, proses sidang adat tersebut ditegaskan bahwa kedua pengantin dinyatakan Syah bersuami Istri dan disaksikan oleh seluruh masyarakat kampung bahkan diluar kampung (para tamu undangan

8. balik lampakBalik lampak artinya Kembali untuk Bersilaturrahmi.

Balik lampak ini merupakan suatu proses silaturrahmi antara ke dua orang tua serta sanak saudara dari kedua belah pihak dengan tujuan untuk saling kenal lebih dekat, dan proses ini sangat perlu dilaksanakan sebab selama proses demi proses dilakukan oleh utusan saja, sehingga tidak tau mungkinkah utusan itu pernah membuat tersinggung antara kedua belah pihak, maka dalam balik lampak inilah tempat saling memaafkan sehingga untuk selanjutnya dapat menjalin hubungan keluarga ini dengan baik.

3, BAHASA Disamping bahasa indonesia sebagian bahasa nasional penduduk pulau Lombok

(terutama suku sasak), menggunakan bahasa sasak sebagai bahasa utama dalam percakapan sehari-hari. Di seluruh Pulau Lombok sendiri bahasa sasak dapat dijumpai dalam empat dialek yang berbeda yakni dialek Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur laut dan Tenggara. Selain itu dengan banyaknya penduduk suku Bali yang berdiam di Lombok (sebagaian besar berasal dari eks Kerajaan Karangasem), di beberapa tempat terutama di Lombok Barat dan kotamadya Mataram dapat dijumpai perkembangan yang menggunakan bahasa Bali sebagai bahasa percakapan sehari-hari.

Usaha menumbuhkan rasa bangga menggunakan bahasa sasak merupakan salah satu usaha yang sangat tepat untuk memepertahankan nilai-nilai budaya sasak. Bangga dengan bahasa sasak haruslah menjadi sikap yang terus menerus ditanamkan dan dikembangkan, terutama pada generasi-generasi penerus kita.

Hal tersebut dingkapkan oleh Muhyuni, salah seorang dosen Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan (FKIP) Universitas Mataram beberapa waktu yang lalu, ia juga menjelaskan bahwa setiap nilai budaya yang tumbuh dan berkembang di masyarakat secara tidak langsung terlihat dari bahasanya. Oleh sebab itu, di pandang perlu bila semua pembinaan ragam bahasa dan budaya harus memiliki landasan hukum yang pasti seperti peraturan daerah (Perda).

Perda dalam rangka revitalisasi budaya dan bahasa sasak merupakan agenda mendadak, sebab politik will pemerintah daerah untuk mendukung hal tersebut benar-benar sangat di butuhkan. Untuk mempertahankan bahasa dan budaya diperlukan analisis kebutuhan dari masyarakat sebagai pemakai bahasa itu sendiri, namun hal tersebut menurut Mahyuni sangat sulit dilakukan karena pemahaman masyarakat tentang budaya dan bahasa yang dimilikinya sangat minim.

Page 9: Adat perkawinan sasak

Oleh karena itu kepada masyarakat juga sangat diperlukan, disamping itu diperlukan juga rumusan langkah-langkah kongkrit agar masyarakat kita bangga menggunakan bahsa sasak.

4. SILSILAH

Dalam masyarakat sasak terdapat beberapa silsilah ditinjau dari sistem kekerabatan antara lain :

Golongan Ningrat

Golongan ini dapat diketahui dari sebutan kebangsawanannya. Sebutan keningratanini merupakan nama depan dari seseorang dari golongan ini. Nama depan keningratan ini adalah “lalu” untuk orang-orang ningrat pria yang belum menikah, sedangkan apabila yang sudah menikah maka nama keningratannya adalah “mamiq”. Untuk wanita nama depannya adalah “lale” bagi mereka yang belum menikah, sedangkan yang sudah menikah disebut “mamiq lale”.

1. Golongan Pruangse

Kreteria khusus yang dimiliki oleh golongan ini adalah sebutan “bape” untuk kaum laki-laki pruangse yang belum menikah. Sedangkan untuk kamu pruangse yang belum menikah tak memiliki sebutan lain kecuali nama mereka, misalnya seorang dari golongan ini lahir dengan nama si “A” maka ayah dari golongan pruangse ini di panggil “Bape A”, sedangkan ibunya dipanggil “inaq A”. Disinilah perbedaaan ningrat dan pruangse.

2. Golongan jajar karang/Bulu ketujur (Masyarakat Biasa)Golongan ini adalah masyarakat biasa yang konon dahulu adalah hulubalang sang raja yang pernah berkuasa di Lombok. Kreteria khusus golongan ini adalah sebutan “amaq” bagi kaum laki-laki yang menikah, sedangkan perempuan adalah “inaq”.

Di Lombok nama kecil akan hilang atau tidak dipakai sebagai panggilan kalau mereka telah berketurunan. Nama mereka selanjutnya adalah tergantung pada anak sulungnya. Seperti contoh di atas lrbih jelasnya adalah bila si B lahir sebagai cucu, maka mamiq A dan Inaq A akan dipanggil papuk B. Panggilan ini berlaku untuk golongan pruangse dan Bulu ketujur. Mereka dari golongan Ningrat Mamiq A dan Mamiq lale A akan di panggil Niniq A.

Sistem kekerabatan/silsilah di Lombok pada umumnya adalah berdasarkan prinsip Bilateral yaitu menghitung hubungan kekerabatan melalui pria dan wanita. Kelompok terkecil adalah keluarga batih yang terdiri dari Ayah, Ibu, dan Anak. Pada masyarakat Lombok Selatan ada beberapa istilah antara lain:

Page 10: Adat perkawinan sasak

a. Inaq adalah panggilan ego kepada Ibub. Amaq adalah panggilan ego kepada Bapak c. Ari adalah panggilan ego kepada adik perempuan atau adik laki-lakid. Kakak adalah panggilan ego kepada adik perempuan atau laki-laki dari ibu atau

bapake. Oaq adalah panggilan ego kepada adik perempuan atau laki-laki dari ibu atau

bapakf. Saiq adalah panggilan ego kepada adik perempuan atau laki-laki dari ibu atau

bapak g. Tuaq adalah panggilan ego kepada adik laki-laki dari ayah atau ibuh. Pisaq adalah panggilan ego kepada anak dari adik atau kakak dari ibui. Pusaq adalah panggilan ego kepada anak dari adik atau kakak dari ayah

Untuk masyarakat kaum kerabat di tolot-tolot pada khususnya dari Lombok Selatan, lombok Timur pada umumnya mencakup 10 Generasi ke bawah dan 10 generasi ke atas sebagai berikut :

Generasi ke bawah antara lain :

1. Inaq/amaq2. Papuq3. Baloq4. Tate5. Toker6. Keletuk7. Keletak8. Ebit9. Mbak10. Gantung siyur

Generasi ke atas antara lain :

1. Anak 2. Bai3. Balok4. Tate5. Toker6. Keletuk7. Keletak8. Embit9. Ebak10. Gantung Siur

Page 11: Adat perkawinan sasak

5. ADAT ISTIADAT a. Kelahiran

Upacara kegiatan ini berkaitan dengan lingkungan (daur) hidup manusia yang perlu diupacarakan agar mendatangkan berbagai keberkahan dalam menjalankan kehidupan. Sebagaimana adat Jawa, Bali Lombok pun mempunyai adat pada waktu kelahiran bayi. Bagi keluarga yang mempunyai keturunan atau kelahiran baru akan melewati proases adat kelahiran yang biasa di Lombok seperti upacara :

BretesUpacara bretes dilakukan setelah usia tujuh bulan dengan maksud memberikan keselamtan kepada calon ibu dan bayinya. Setelah bayi lahir, ari-arinya diperlakuakn sama dengan sang bayi, karena menurut mereka ari-ari adalah saudara sang bayi yang oleh orang sasak disebut adik-kakak, berarti bayi dan ari-arinya adalah adik-kakak. Setelah ari-ari di bersihkan kemudian dimasukkan kedalam periuk atau tempurung kelapa setengah tua yang sudah dibuang airnya kemudian ditanam di wilayah penirisan yang diberi tanda dengan gundukan tanah seperti kuburan. Sebagai batu nisannya dipergunakan bambu kecil berlubang yang diletakkan berdampingan dengan lekesan daun sirih yang sudah digulung dan diikat dengan benang putih, pinang, kapur sirih dan rokok tradisional. Semua kelengkapan tadi ditata dalam rondon. Rondon tersebut dari daun pisang yang berbentuk segi empat menyerupai kotak.

Melahirkan anak Setelah itu mengadakan sesaji atau selametan melalui upacara tertentu yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan mereka sehari-hari, sebagaimanan halnya yang dilakukan wanita sasak apabila melahirkan, maka suaminya segera mencari belian (dukun beranak) yang mengetahui seluk-beluk melahirkan tersebut.Dalam melahirkan, apabila calon ibu kesulitan dalam melahirkan maka belian atau dukun beranak menafsirkan bahwa tingkah laku sang ibu sebelum hamil, misalnya kasar terhadap suami atau ibunya, untuk itu diadakan upacara seperti menginjak ubun-ubun, meminum bekas cuci tangan yang disertai denagn mantra dan sebaginya agar mempercepat kelahiran sang bayi.

Molang MalikPada saat bayi umur tujuh hari diadakan upacara molang malik (membuang sial). Diperkirakan dalam usia tersebut pusar bayi telah gugur. Pada kesempatan itulah sang bayi diberi nama dan diperolehkan keluar rumah. Beliau (dukun beranak) mengoleskan sepah sirih di atas dada dan dahi sang bayi maupun ibunya. Di beberapa tempat di Lombok selain upacara molang malik dikenal juga upacara “Pera’ Api” yang pada hakekatnya bertujuan sama.prosesi pelaksanaan Pera’ Api adalah :a. Mem-boreh sang ibu dengan boreh yang sudah diramu atau dihaluskan dan

diberi doa oleh dukun beranak

Page 12: Adat perkawinan sasak

b. Setelah selesai memboreh lalu dukun menyiapkan bara api yang terbuat dari sabut kelapa yang ditaburi dengan kemenyan dari daun lemundi (sejenis tumbuhan perdu).

c. Ibu bayi menggunakan kain secara bekemben (kain sampai batas dada) sambil menggendong bayinya dan berdiri di atas bara api dan kemudian dukun memberinya do’a/mantra.

d. Setelah dukun beranak atau belain selesai berdo’a bara api disiram dengan air bunga rampe (medak api).

e. Kemudian sang ibu menyembe’ dan menjam-jam (mendo’akan si bayi menurut kehendak sang ibu). Hal ini dilakukan apabila tali pusat sang bayi sudah kering dan terlepas dari pusarnya.

Ngurisang

Upacara ini sangat penting artinya bagi sebuah keluarga, rambut yang dibawa dari dalam kandungan disebut bulu panas, maka harus dihilangkan. Untuk itu masyarakat sasak melakukan selametan, do’a atau upacara sederhana yang disebut ngurisang. Pada upacara ini pihak keluarga mengundang para tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh adat untuk membacakan selakaran yang terdiri dari untaian do’a dan shalawat Nabi.

Biasanya seorang laki-laki atau ayahnya menggendong bayi tersebut sambil berjalan berkeliling di hadapan orang-orang yang sedang membacakan selakaran serta masing-masing yang hadir memotong sedikit rambut sang bayi dengan guntingan yang direndam dalam air bunga. Pada upacara ini dikenakan sabuk pemalik yakni alat yang dipergunakan untuk menggendong si bayi. Sabuk pemaliq dianggap keramat karena proses pembuatan dan penyimpanannyaberdo’a.

Upacara ngurisan biasanya diadakan secara besar-besaran dan diikuti dengan upacara bekekah yaitu memotong hewan qurban disebut begawe kekah. Sering kali terkadang pelaksanaan berkuris agak mundur karena terkait dengan finansial. Namun jika tidak mampu cukup pergi ke dukun beranak yang telah membantu kelahirannya. Dalam hal ini cukup mengantar sesaji (andang-andang) dan sabuk katiq (sejenis umbaq tepi berukuran kecil dengan bentuk masih bersambung). Sabuk ketiq disembalun disebut lempot puset sedangkan di Getap disebut sabuk kuning.

Page 13: Adat perkawinan sasak

Nyunatang

Nyunatan (khitanan) selain merupakan acara adat, juga merupakan acara keagamaan dalam hal ini terkenal dengan nama “nyunatang”. Pada umumnya suku sasak memeluk agama islam yang dalam ajarannya diperintahkan bagi anak laki-laki untuk dikhitan (nyunatang). Dalam nyunatang terjadi pertalian antara nilai-nilai agama islam dengan tradisi lama yang berkembang dalam suku sasak. Dalam upacara nyunatang ada beberapa hal yang harus dilakukan :

Menjelang nyunatangUpaca adat nyunatang adalah salah satu upacara yang sangat penting bagi masyarakat sasak yang selalu dipestakan disebut begawe.

Pelaksanaan Penyunatan Sehari sebelum pelaksanaan nyunatang terlebih dahulu diambilkan air kemaliq untuk disiramkan ke ujung kemaluan yang akan dipotong, biasanya diiringi dengan bunyi-bunyian. Proses penyiraman dan pemandian dilangsungkan pada tengah malam. Pada keesok harinya untuk menyenangkan anak yang akan disunat maka anak tersebut diarak dengan praja (kuda/singa kayu)yang diiringi dengan musik dan rombongan yang berpakaian adat.

b.Perkawinan

Adat perkawinan pada masyarakat Lombok dikaitkan dengan upacara sorong serah aji krame. Seorang pemuda (terune) dapat memperoleh seorang istri berdasarkan adat dengan dua cara yaitu: Pertama dengan soloh (meminang kepada keluarga si gadis), kedua dengan cara merarik (melarikan si gadis). Setelah salah satu cara sudah dilakukan, maka keluaraga pria akan melakukan tata cara perkawinan sesuai dengan adat sasak sebagaimana yang di papar di bawah ini.

Titi Tata Adat Perkawinan Sasak

Latar Belakang

Manusia menurut kodratnya adalah mahluk yang memiliki naluri alamiah yaitu naluri sekual, termasuk kepada lawan jenisnya. Naluri mana kemudian mendorong manusia untuk saling berkomunikasi, saling mencintai, dan membina hidup bersama.

Aktualisasi naluri tersebut tidak dapat dilakukan secara sembrono, karena berpotensi menimbulkan ekses-ekses negative dalam tata pergaualan antar manusia yang pada titik yang paling ideal dapat merendahkan kemartabatan kemanusiaannya. Atas dasar inilah perkawinan kemudian diciptakan menjadi sebuah pranata yang memungkinkan aktualisasi tersebut berjalan dalam koridor yang benar, baik dalam pandangan budaya maupun agama.

Page 14: Adat perkawinan sasak

Masyarakat sasak sebagai bangsa yang berbudaya telah memiliki titi tata dalam melaksanakan perkawinan, semenjak kaum lelaki menyatakan hasratnya untuk mencintai kaum hawa pilihannya hingga berakhirnya prosesi upacara yang menandai dimulainya sebuah babak baru dalam kehidupan dua insan tersebut dalam satu mahligai rumah tangga. Secara normative, titi tata adat perkawinan bangsa sasak berusaha menspiritkan norma-norma kesusilaan, kesopanan, hukum, dan agama. Bahkan seiring perkembangan zaman beberapa hal yang pernah diberlakukan didalam titi tata, dilakukan peninjauan ulang dengan alasan normative tersebut.

Menguntai Benang Kasih

Proses perkawinan sebagaimana lazimnya dalam tata pergaulan antar manusia, dimulai dengan pengungkapan hasrat cinta dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan. Dalam adat sasak, sarana pengungkapan dan pelestarian hasrat pra perkawinan itu dilakukan dalam bentuk yang disebut midang, yaitu seorang laki-laki bertandang ke rumah perempuan untuk bertamu. Suatu yang sangat mungkin, midang itu dilakukan berkali-kali hingga keduanya saling mengenal jati dirinya masing-masing. Namun demikian, status perempuan dalam konteks ini adalah pribadi yang masih bebas, yang memungkinkannya menerima tamu lebih dari satu laki-laki.

Agar midang ini dapat berlangsung secara bermartabat dan senantiasa mengindahkan norma-norma kesusilaan, kesopanan, hokum dan agama, ditetapkan sejumlah aturan-aturan normative oleh krama adat. Aturan-aturan tersebut dalam bahasa yang luas disebut awig-awig, yang mengatur tentang orang, cara, waktu dan tempat midang.

Orang yang boleh datang midang adalah setiap laki-laki bukan muhrim dari gadis atau janda yang dikunjungi. Pengertian laki-laki ini bersifat umum, sehingga terdapat kemungkinan yang datang berkunjung lebih dari seorang laki-laki. Hal ini dimungkinkan, karena dalam pandangan adat, gadis atau janda itu masih bersifat bebas dari komitmen-komitmen yang mengikatnya. Karena yang kemungkinan datang berkunjung itu lebih dari satu orang, maka awig-awig mengatur agar para lelaki itu tidak saling mencemburui dan saling menyuguhkan sesuatu yang diberikan tuan rumah, karena secara logika penyuguhan itu dimaknai sebagai pelayanan tuan rumah. Selama midang laki-laki harus duduk yang sopan dan menjaga jarak dengan dengan perempuan, dan perempuan berkewajiban melayani pembicaraan laki-laki itu. Selain itu, sebaiknya jika terdapat beberapa orang laki-laki, yang datang terlebih dahulu segera berpamitan untuk memberikan kesempatan kepada yang lain. laki-laki itupun setelah berpamitan dapat midang ke gadis atau janda lain.

Page 15: Adat perkawinan sasak

Midang dilakukan dirumah gadis atau janda antara pukul 20.00 sampai dengan pukul 22.00. midang disiang hari dipandang kurang patut, karena dapat mengganggu aktifitas keseharian seorang gadis atau janda. Dan karena dilakukan malam hari, seyogyanya dilakukan ditempat yang terang benderang dan dilarang keras jika tidak ada sarana penerangan.

Khususnya di Desa Padamara, tradisi midang ini bukanlah merupakan hal yang umum dilakukan oleh masyarakat pada lingkungan itu, terlebih lagi pada kalangan tertentu midang tersebut adalah hal yang sangat tabu. Pandangan semacam ini berkaitan erat dengan aspek keagamaan dimana seorang perempuan bertemu dengan laki-laki yang bukan termasuk muhrimnya adalah hal yang sangat terlarang, sehingga berdasarkan pandangan tersebut, maka midang tidak lumrah dilakukan di Desa Padamara.

Tidak menutup kemungkinan bahwa komunikasi antara seorang lelaki dan perempuan dapat terjadi hanyalah melalui seorang perantara, yang lazim disebut dengan “subandar”, dimana subandar ini biasanya adalah serang perempuan. Dalam tradisi midang, terdapat kemungkinan seorang laki-laki menggunakan orang lain sebagai perantara atau pendamping berkomunikasi. Orang ini disebut subandar, yang oleh banyak orang berasal dari kata syahbandar di pelabuhan. Dalam perdagangan antar pulau, syahbandar menjadi perantara antara pedagang yang datang berjualan dengan calon pembeli yang bermaksud membeli barang atau sekedar melihat komoditi dagangnya.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa tahapan ini sebenarnya merupakan babak pembuka hubungan dan memulai pengungkapan perasaan dari seseorang dengan lawan jenisnya.

Menuju Mahligai Rumah Tangga

Jika midang merupakan babak awal dimulainya pengungkapan rasa cinta seorang pria terhadap seorang wanita, maka untuk melembagakan perasaan tersebut dalam sebuah perkawinan, pertama-tama seorang laki-laki akan melakukan apa yang populer disebut merari’. Menurut sebagian orang, kata merari’ berasal dari “lari”. Merarik berarti mengambil perempuan secara diam-diam untuk tujuan perkawinan. Sejumlah kecil kalangan menyebutkan bahwa merari itu mengambil perempuan dengan memalingkan dari pandangan orang tuanya. Atas dasar ini, disebutkan bahwa arti merarik itu memalingkan gadis dari hadapan orang tuanya. Kendati diambil secara diam-diam ataupun dipalingkan dari hadapan orang tuanya, ini tidak berarti bahwa orang tua tidak mengetahui hal tersebut. Karena sebelumnya telah berlangsung pembicaraan rahasia antara orang tua laki-laki dan orang tua perempuan yang memberitahukan orang tua perempuan bahwa kedua anak mereka telah saling menyukai sembari meminta agar merestui pernikahan anak mereka. Disamping diketahui oleh

Page 16: Adat perkawinan sasak

orang tua, gadis yang akan diambil itupun telah mengetahui, sehingga proses ini pada galibnya merupakan kesepakatan diantara mereka.

Untuk menjaga kepatutan dalam pelaksanaan merari’ krama adat juga menetapkan awig-awig yang mengatur titi tata merarik, antara lain : perempuan itu harus diambil dari rumah orang tua atau walinya dan melarang ditempat bekerja, lelaki yang diambilnya adalah memang yang dicintai oleh perempuan, diambil pada malam hari, namun tidak boleh lewat dari jam 22.00, perempuan itu didampingi oleh perempuan lain, setelah diambil ditempatkan dirumah orang lain atau sanak saudara, bukan dirumah lelaki yang diambilnya, dan segera melakukan besejati dan selabar.

Setelah merarik dilaksanakan maka kewajiban adat yang harus dilaksanakan adalah besejati dan selabar. Besejati berasal dari kata jati, yang artinya benar atau yakin, yaitu proses melapor kepada kepala lingkungan (keliang, bahasa sasak) tempat laki-laki dan perempuan berdomisili oleh pihak laki-laki, bahwa pihak laki-laki telah membawa lari anak perempuan, serta menjelaskan nama dan alamat orang tua perempuan, dengan tujuan apabila orang tua perempuan melapor kepada kepala lingkungan, ia kehilangan anak perempuan, maka kepala lingkungan dapat menjelaskn perihal kejadian sehingga tidak menimbulkan permasalahan. Begitu pula kepala lingkungan tempat berdomisili laki-laki tidak curiga apabila ada perempuan tidak dikenal didaerahnya, hal ini untuk menjaga fitnah.

Sedangkan selabar berasal dari kata abar (bahasa kawi artinya bersinar-sinar, terang) yaitu proses mengabari keluarga perempuan oleh pihak laki-laki didampingi oleh kepala lingkungan, bahwa anak perempuan mereka telah dibawa oleh laki-laki yang mencintai anak perempuan mereka. Dalam adat perkawinan sasak bila tidak melakukan besejati dan selabar akan mengalami kesulitan untuk menuntut wali, karena orang tua perempuan menganggap anaknya diculik.

Nuntut wali adalah proses berikutnya yang harus dilalui, yaitu proses mencari wali, yaitu pihak yang akan menikahkan perempuan sesuai dengan ketentuan syariat islam. Pernikahan secara agama berlangsung dalam proses ini. Proses adat berikutnya setelah menuntut wali adalah melakukan bait janji. yang dimaksud dengan bait janji adalah proses musyawarah utusan dari kedua belah pihak untuk membicarakan bagaimana penyelesaian masalah adat untuk prosesi sorong serah, aji krama yang dipergunakn untuk acara sorong serah, sekaligus membahas besarnya arta gegawean, yaitu harta atau uang yang akan dibawa untuk diserahkan kepada pihak perempuan sebagai penunjang jalannya acara adat. Dalam proses ini terjadi pula prosesi pisuka lan gantiran, yaitu proses menimbang kesepakatan antara kedua belah pihak laki-laki dan perempuan sebagai ganti atas kehilangan anak perempuan. Selain itu dalam proses bait janji juga dibicarakan soal hari dan tanggal pelaksanaan sorong serah dan begawe (pesta atau kenduri).

Page 17: Adat perkawinan sasak

Karena pembicaraan ini menyangkut persoalan yang sangat penting dalam proses menuju sorong serah dan dilakukan oleh utusan, awig-awig adat menentukan persyaratan-persyaratan orang yang layak dijadikan sebagai utusan. Persyaratan utamanya adalah bertanggung jawab atas ucapan dan tingkah lakunya. Dan syarat-syarat lainya antara lain mengerti hukum dan adat, mengerti tata krama, mampu bicara dengan artikulasi yang fasih, mantap dalam mengambil keputusan agar tidak plin plan, berfikir jernih, dan mengerti tata krama berbicara. Secara lebih ringkas, seorang utusan itu harus silat hukum agama / adat, silat tata krame, silat fikir, dan silat lidah.

Dengan demikian dengan proses bait janji, keluarga pihak laki-laki akan mengetahui besarnya pisuka ,arta gegawan, waktu pelaksanaan sorong serah dan begawe, sehingga keluarga pihak laki-laki dapat mempersiapkannya.

Sorong serah aji krame menjadi proses berikutnya dan merupakan inti dari perkawinan adat sasak. Bagi masyarakat sasak, sebesar apapun sebuah resepsi digelar, tetapi tanpa melakukan upacara adat sorong serah, maka perkawinan tersebut belum dianggap sah secara adat, bahkan lebih jauh berakibat hilangnya hak waris bagi anak-anak hasil perkawinan tersebut.

Akhir dari Upacara

Dengan selesainya pelaksanaan sorong serah aji krama, maka sahlah kedua insan yang saling mencintai itu sebagai pasangan suami istri. Kesuka-citaan atas perkawinan itu kemudian dirayakan dalam sebuah acara yang disebut begawe. Secara harfiah begawe itu berarti kenduri, pesta, perhelatan, dan selamatan yang merupakan bagian dari begawe urip (upacara yang berkaitan dengan hidup manusia) dalam adat sasak.sebesar apa kenduri yang dilaksanakan tidak ada ketentuan secara adat, dan lebih disesuaikan dengan kemampuan dan kesenangan pihak-pihak yang melaksanakannya.

Perkembangan belakangan dalam tradisi masyarakat sasak , begawe merari’ itu dilanjutkan dengan resepsi adat. Resepsi ini merupakan tambahan dan pelaksanaannya diserahkan kepada keluarga yang menyelenggarakan. Acara resepsi ini biasanya berisi sambutan atas nama keluarga, nasihat perkawinan, doa, dan ucapan selamat.

Dua proses pamungkas dari proses perkawinan sasak ini adalah nyongkol yaitu prosesi untuk mempublikasikan bahwa kedua insane telah menikah, biasanya dalam bentuk arak-arakan dan bales ones nae (napak tilas) yaitu kembali kerumah pengantin perempuan, biasanya pada malam hari.

Berakhirlah kemudian rangkain panjang adat perkawianan dan kedua mempelai memulai hidup yang baru dalam jalinan pranata keluarga. Dua keluarga besar merekapun bersatu menjadi keluarga yang baru, menjalin hubungan keakraban dan kekeluargaan sebagai buah dari perkawinan.

Page 18: Adat perkawinan sasak

Makna Titi Tata Adat Perkawinan Sasak

Rangkaian panjang proses perkawinan adat sasak beserta simbol-simbol yang menyertai proses tersebut mengandung penuh makna dan pesan-pesan moral. Untaian makna dan pesan moral itu setidaknya mengambarkan bagaimana masyarakat sasak menghargai sebuah perkawinan sebagai sebuah proses dalam hidup dan kehidupan mereka.

Jika dilihat dari proses, maka akan dapat dihimpun serangkaian makna dibalik proses yang dijalani oleh kedua insan yang saling mencintai itu. Midang mengisyaratkan makna kebebasan dalam menentukan calon pasangan yang di kehendaki sebagai pendamping hidup kelak. Orang tua yang berada di belakang mendorong dan mengarahkan agar anak-anaknya dapat memilih yang terbaik baginya.

Kebebasan memilih calon pasangan dinikmati oleh kedua belah pihak, baik laki-laki maupun perempuan. Dengan begitu, pasangan suami atau isterinya kelak memang adalah pilihan yang ditentukannya sendiri.

Merarik atau membawa perempuan dari hadapan orang tuanya untuk dijadikan pasangan hidup mengandung makna filosofis bila anak perempuan diminta dengan terus terang, orang tua perempuan akan tersinggung karena anak perempuannya disamakan dengan benda atau barang lainnya. Selain itu, sebagai bentuk laki-laki dan perempuan yang merari’ telah mampu memegang tanggung jawab untuk mandiri menjalanjakan kehidupan bersama. Makna lainnya adalah orang tua laki-laki berarti berari sudah berang, maksudnya siap mengambil resiko atas perbuatan anak laki-lakinya.

Besejati dan selabar mengisyaratkan kepatutan dan perhargaan terhadap eksistensi pemimpin yang memimpin suatu wilayah, dimana seseorang dalam tata pergaulannya sehari-hari tidak terlepas dari pimpinannya. Ini juga selanjutnya membedakan secara signifikan antara merari’ dan penculikan. Merarik disertai dengan susulan pemberitahuan kepada aparat atau perangkat penguasa wilayah sedangkan penculikan tidak disertai dengan susulan pemberitahuan dan lebih merupakan tindakan kriminal.

Penghormatan terhadap aturan agama yang menentukan sahnya sebuah perkawinan nampak jelas terlihat dalam proses nuntut wali, dimana perkawinan itu dipandang sah secara hukum agama jika orang tua atau wali dari pihak perempuan menikahkan mereka secara hukum syara’

Prinsip-prinsip permufakatan dan musyawarah menyemangati proses bait janji. Pertemuan utusan-utusan keluarga untuk membicarakan proses kelanjutan upacara perkawinan mengisyaratkan bahwa perkawinan itu tidak sekedar bersatunya dua insan dalam satu mahligai rumah tangga, tetapi lebih jauh adalah berhimpunnya dua keluarga dalam satu keluarga yang lebih besar.

Page 19: Adat perkawinan sasak

Akan halnya begawe merarik setidak-tidaknya memiliki tiga makna penting. Pertama, makna silaturrahmi dan persaudaraan, dimana seluruh anggota keluarga yang tinggalnya berpisah-pisah bertemu selama beberapa hari dalam satu tempat. Ini setidaknya dapat mengeratkan tali persaudaraan dalam hubungan kekeluargaan. Kedua, masih dalam makna silaturrahmi dan persaudaraan, tetapi dalam lingkup yang lebih luas, tetangga ataupun anggota masyarakat dalam satu-satuan wilayah, tanpa membedakan status sosial mereka bersama-sama mengikuti perjamuan yang diadakan oleh kedua mempelai. Ketiga, makna tolong-menolong. biasanya dalam tradisi masyarakat sasak, ketika mengadakan kenduri, mereka menyumbang untuk kesuksesan acara sesuai dengan kemampuannya. Yang kaya memberi barang atau materi dan yang tidak berpunya menyumbangkan tenaga.

Selain itu sebenarnya begawe merarik juga menjadi wahana untuk mempublikasikan pasangan yang baru melangsungkan pernikahan, namun publikasi yang lebih luas terlihat pada acara arak-arakan yang disebut nyongkol, masyarakat dengan jelas mengetahui kedua insan telah terikat dalam satu jalinan perkawinan.

Sedangkan bales ones nae (napak tilas) mengandung makna silahturrahmi keluarga lebih jauh, saling mengenali satu persatu anggota keluarga yang baru, selain itu proses ini dijadikan sebagai wahana saling memaafkan sesama aggota keluarga yang baru atas segala kekhilafan selama proses perkawinan semenjak merarik sampai dengan nyongkol.

Selain itu nampak jelas titi tata adat perkawinan sasak masyarakat kepatutan, kesopanan dan kesusilaan dalam berbagai proses. Sejumlah besar awig-awig ditetapkan untuk memandu agar segala proses dapat terlaksana dengan memperhatikan nilai-nilai tersebut. Bahkan atas dasar kepatutan kesopanan, kesusilaan dan norma agama, sejumlah hal dilarang dan dianjurkan untuk mempertimbangkan yang lebih baik.

Diantara yang dilarang misalnya hubungan suami isteri sebelum berlangsungnya akad secara syara’. Atas dasar itu dalam proses merari’ perempuan harus didampingi dan ditempatkan dirumah orang lain. Kedua hal ini setidaknya menutup jalan bagi kemungkinan mereka melakukan hubungan suami istri.

Dan termasuk hal yang dianjurkan untuk dipertimbangkan kembali adalah proses merari’ atau membawa perempuan secara diam-diam. Alasannya, sekalipun adat membolehkan merarik, tetapi adat memberikan dedosan (denda adat) apabila itu dilakukan. Sesuatu yang dikenai denda adalah sesuatu yang sebenarnya dipersalahkan. dengan demikian, menganggap denda adat hanya sebagai pelengkap upacara, dipandang sebagai meremehkan adat. Disamping itu, pertimbangan antara maslahat (kebaikan) dan mudharat (keburukan) menjadi alasan yang lain, terutama dalam kerangka hubungan antar keluarga. Jika kemudian dibelakang hari merari menimbulkan mudharat yang lebih besar, alangkah baiknya adat belako’ (meminta kepada orang tua perempuan)

Page 20: Adat perkawinan sasak

dilakukan. Tidak terlupakan juga pergeseran-pergeseran dalam cara pandang masyarakat yang semakin terbuka bagi berlakunya adat belakoq.

Makna Simbolik Arta Gegawan dalam Adat Perkawinan Sasak

Selain makna proses yang diuraikan selintas kilas diatas, terdapat makna-makna lain yang diinspirasikan dari simbol-simbol yang ada dalam proses perkawinan sasak. Salah satunya terlihat pada arta gegawan yang dibawa dalam prosesi sorong serah aji kerame. Arta gegawan adalah uang dengan segala harta benda yang diserahkan untuk memantapkan orang yang akan bersuami istri.

Arta gegawan ini terdiri atas :

1. Sesirah (otak bebeli )2. Aji krame

- Napak lemah- Olen-olen

3. Sasmitaning hurip- Salin dede- Penjaruman- Tedung pengarat- Pemecat sengkang

4. Pikolihing sanak/warga- Pelengkak- Kao tindo

5. Pikolihing dese-- Pembabas kuta/pelengkak koko- Krama dese- Kor jiwa

6. Dedosan (denda-denda), misalnya:- Denda memaling- Pelebur basa- Nunang wangsa- Salin panji- Gila bibir- Ngapesaken- Balegandang- Salin gama dan lain-lain

7. Pemegat (pamungkas wicara)

Sesirah berarti kepala. Ini merupakan perlambang adanya perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan. Sesirah ini berbentuk kain putih – hitam yang

Page 21: Adat perkawinan sasak

diikatkan dengan benang. Kain putih melambangkan laki-laki dan kain hitam melambangkan perempuan, benang merupakan simbol perkawinan.

Tapak lemah secara harfiah berarti menginjak tanah. Secara simbolik bermakna diturunkannya manusia kebumi oleh Allah SWT. Aji krame tapak lemah merupakan simbolisasi hak dan kewajiban manusia yang akan menginjakkan kakinya dibumi. Besarnya ditentukan berbeda-beda sesuai dengan stratifikasi sosial manusia ditengah masyarakat. Sebagai contoh yang aji kramenya bernilai ¾ (dibaca tiga empat ratus). Tiga itu bermakna hakekat dan empat ratus itu bermakna syari’at. Ketiga hakekat itu adalah berbakti kepada Allah SWT, dan utusannya, berbakti kepada ibu dan ayah dan setingkatnya, dan berbakti kepada raja atau pemerintah. Sedangkan syari’at yang bernilai empat ratus itu merupakan perwujudan dari tiga hakekat tersebut, baik dalam tingkah laku dan perkataan. Aji krame tapak lemah ini bernilai uang.

Berbeda dengan aji krame tapak lemah, aji krame olen-olen berupa kain tenunan daerah. Olen-olen ini merupakan bagian dari harta perolehan manusia dalam kehidupannya yang berupa sandang dan pangan, yang dalam bahasa sasak disebut kepeng benang (uang dan benang)

Salin dede disebut juga penggenti ai’ susun ina’ (pengganti air susu ibu) secara filosofis arta gegawan ini merupakan simbolisasi kejadian manusia, mulai masa pembuatan hingga pengasuhan dan pendidikan oleh ibunya. Salin dede merupakan simbol pengembanan amanat Allah. Penyerahan salin dede berarti pengalihan tanggung jawab ke suami dan keluarga suaminya. Arta gegawan saling dede berbentuk kotak khas Lombok, pembuluh bambu angkin, kain panjang, kain putih dan benang.

Pemecat sengkang merupakan arta gegawan yang mensimbolisasikan seorang perempuan yang sudah menikah tetapi masih tetap perawan. biasanya berupa perhiasan, tetapi terkadang dengan pertimbangan praktis orang menggunakan uang. Karena sifatnya agak khusus maka arta gegawan ini diberikan manakala perempuan itu memenuhi kriteria yang dimaksudkan makna simboliknya. Termasuk arta gegawan yang khusus adalah pelengkak, yaitu arta geawan yang diserahkan apabila perempuan yang dinikahi itu mendahului kakaknya. Sebagai pembayar rasa malu, maka ia diberikan arta gegawan berupa pelengkak.

Adapun kao tindo’ secara harfiah berarti kerbau jinak. Arta gegawan ini berbentuk keris, sebagai isyarat permohonan keamanan. Terdapat artagegawan yan g mengandung unsur kewilayahan, yaitu pelengkak koko’ yaitu arta gegawan yang dikeluarkan sebagai penebus kerusakan alam semesta akibat sebuah acara perkawinan, seperti rusaknya tanaman karena diinjak-injak, keruhnya air sungai karena dilewati oleh rombongan penganten, dan lain-lain. Krame dese yaitu uang administrasi karena berlangsungnya musyawarah desa. Dan kor jiwa yaitu berkurangnya penduduk apabila perempuan itu dinikahi oleh seorang laki-laki yang berasal dari daerah lain.

Page 22: Adat perkawinan sasak

Dua arta gegawan yang tidak bisa ditinggalkan dalam adat perkawinan sasak adalah pebayaran denda-denda sebagai konsekuensi dari pelanggaran adat, seperti merari, serta pemutus wicara yang merupakan uang persaksian yang diberikan kepada saksi-saksi dalam pernikahan. Tetapi uang persaksian itu bukan uang yang merupakan alat tukar bila dilihat secara kekinian, tetapi benda logam.

c. Kematian

Dalam siklus kehidupan manusia, peristiwa kematian merupakan akhir kehidupan seseorang di dunia. Mayarakat meyakini kehidupan lain setelah kematian. Di beberapa kelompok masyarakat dilakukan persiapan bagi si mati. Salah satu peristiwa yang harus dilakukan adalah penguburan. Penguburan meliputi perawatan mayat termasuk membersihkan, merapikan atau mengawetkan mayat.

Upacara adat nyiwak yang dilaksanakan sebelum acara penguburan meliputi beberapa tahapan yaitu :

1. Belangar Masyarakat sasak Lombok pada umumnya menganut agama islam sehingga setiap ada yang meninggal maka proses awal yang dilakukan adalah memukul beduk dengan irama pukulan yang panjang sebagai pemberitahuan kepada masyarakat bahwa ada salah seorang warga meninggal, setelah itu maka masyarakat berdatangan baik dari desa setempat atau desa-desa yang lain yang masih dinyatakan ada hubungan famili, kerabat persahabatan dan handai taulan. Tradisi belangar bertujuan untuk menghibur teman, sahabat yang ditinggalkan mati oleh keluarganya dengan membawa beras seadanya guna membantu meringankan beban si dapat musibah.

2. Memandikan Dalam pelaksanannya apabila yang meninggal laki-laki maka yang memandikannya adalah laki-laki demikian sebaliknya apabila yang meninggal perempuan maka yang memandikannya adalah perempuan. Perlakuan pada orang yang meninggal tidak dibedakan meskipun dari segi usia yang meninggal itu baru berumur sehari. Adapun yang memandikan itu biasanya tokoh agama setempat karena ada kaitannya dengan niat dan tata krama kemudian dilanjutkan dengan membungkus jenazah dengan kain putih yang tidak dijahit yang dirangkaikan dengan cara perpisahan dengan keluarga, kerabat dan handai taulan yang dipandu oleh keluarga yang meninggal selanjutnya ke masjid untuk disholatkan, dari masjid diberangkatkan kekuburan.

3. Betukaq (penguburan)Adapun upacara-upacara yang dilaksanakan sebelum penguburan meliputi beberapa persiapan yaitu :

Page 23: Adat perkawinan sasak

a. Setelah seseorang dinyatakan meninggal maka orang tersebut dihadapkan ke kiblat. Diruang tempat orang yang meninggal dibakar kemenyan dan dipasangi langit-langit dengan menggunakan kain putih (selempuri) dan kain tersebut baru boleh dibuka setelah hari kesembilan meninggalnya orang tersebut.

b. Pada hari tersebut (jelo mate) diadakan unjuran sebagai penyusuran bumi (penghormatan bagi yang meninggal dan akan dimasukkan ke dalam kubur), untuk itu perlu penyemblihan hewan sebagai tumbal.

4. Nelung dan Mitu’Upacara ini dilakukan keluarga untuk do’a keselamatan arwah meninggal dengan harapan dapat diterima disisi Allah Yang Maha Esa dan keluarga yang ditinggalkan tabah menerima kenyataan dan cobaan. Selajutnya dilanjutkan dengan upacara nyiwaq dan begawe dengan persiapan sebagai berikut : a. Mengumpulkan kayu bakarb. Pembuatan tetaringc. Penyerahan bahan-bahan begawed. Dulang inggas dingari, disajikan kepada penghulu atau kyai yang

menyatakan orang tersebut meninggal dunia.e. Dulang penamat, adapun maksudnya simbol hak milik dari orang yang

meninggal semasa hidupnya harus diserahkan secara sukarela kepada orang yang berhak mendapatkannya

f. Dulang Talet Mesan (Penempatan Batu Nisan) dimaksudkan sebagai dulang yang diisi dengan nasi putih, lauk berupa burung merpati dan beberapa jenis jajan untuk dipergunakan sebelum nisan dipasang oleh kyai yang memimpin do’a kemudian dulang ini dibagikan kepada orang yang ikut serta pada saat itu.

6. MATA PENCAHARIAN

Alam sebagai tempat hidup manusia menyediakan berbagai sumber daya untuk menopang hidup dan kehidupan umat manusia. Masyarakat sasak yang telah berkembang dan sampai saat ini masih sering dijumapi mata pencahariannya adalah pertanian sebelum mengenal tehnologi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sasak melakukan kegiatan antara lain :

a. Nyeran (berburu), khususnya untuk menangkap hewan liar, biasanya dilakukan ke hutan secara berkelompok.

b. Ngunuh (memungut), yaitu mengambil hasil tanaman tampa budidaya terlebih dahulu, tetapi mengambil apa yang disediakan oleh alam. Aktifitas ini masih sering dilakukan oleh masyarakat terutama mengumpulkan padi pada sisa hasil panen orang lain, dengan mencari/memungut sisa-sisa padi pada tumpukan jerami

Page 24: Adat perkawinan sasak

Masyarakat Lombok sejak dahulu kala bermata pencaharian dari bercocok tanam (petani). Dalam budaya sasak sebelum menanam padi di sawah sebagai bahan makanan pokok

Dalam bidang ekonomi, sering kita kenal dengan istilah “bedea” yaitu menukarkan hasil seperti masyarakat pesisir menukarkan ikan atau garam dengan bahan pangan lainnya seperti beras dan umbi-umbian. Sedangkan dalam bidang sosial dapat dilihat dengan sikap saling tolong-menolong dalam menghadapi musibah atau upacara tertentu. Beberapa istilah yang sering kita dengan.

a. Saling “Ayo” yaitu kegiatan saling kunjung-mengunjungi sebagai bentuk silaturrahim baik dengan tetangga maupun keluarga.

b. Saling “Jot” yaitu bentuk saling memberikan sesuatu biasanya dalam bentuk makanan terutama jika ada pihak atau warga yang melakuakn hajatan.

7. KASUS INTEREN DAN EXSTEREN

Konflik yaitu terjadinya pertentangan atau perbedaan antara dua orang atau lebih, yang jika dibiarkan akan mengakibatkan kedua belah pihak akan kehilangan material, spritual atau bahkan nyawa. Sejak konflik umat manusia sudah lama terjadi, baik jenis maupun intensitasnya dengan berbagai latar belakang sebagai penyebabnya, termasuk pada masyarakat Lombok catatan konflik sudah dikenal sejak zaman kerajaan. Persaingan antara kerajaan cukup tinggi, dan puncaknya adalah konflik antara kerajaan-kerajaan Lombok dan Bali. Selanjutnya konflik dapat diklasifikasikan menjadi :

a. Konflik sumber daya alam, konflik ini berlatar belakang perebutan sumberdaya alam, seperti perebutan lahan air, tambang dan sebagainya. Konflik ini terjadi karena semakin berkurangnya sumberdaya alam, sementara kebutuhan hidup manusia meningkat, persaingan juga semakin meningkat karena pertumbuhan jumlah penduduk.

b. Konflik budaya, perbedaan latar belakang kebudayaan, kebiasaan, tradisi juga sering sekali menyebabkan gesekan, misalnya sutau kelompok ingin diakui eksistensinya oleh kelompok lain, atau terjadi eksklusifisme komunitas. Penyebab konflikini misalnya karena perkawinan

c. Konfliks agama dan keyakinan, catatan konfilk antar agama dan antar keyakinan masyarakat misalnya, pembakaran tempat ibadah umat kristiani tahun 2000, pengusiran jamaat Ahmadiyah, konflik antar organisasi keagamaan, serta tekanan terhadap kelompok aliran lain

d. Konflik politik, konflik berupa pilitik biasanya terjadi pada sat menjelang atau setelah peristiwa politik terjadi dan masalah banyak lagi konflik yang sering terjadi di Lombok yaitu masih tingginya konflik antar komunitas seperti tauran antar kampung atau antar kelompok masyarakat tertentu.

Page 25: Adat perkawinan sasak

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah S.W.T yang telah memberikan kita rahmat dan hidayah-Nya dan tidak lupa juga kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad S.A.W yang telah membawa kita dari alam yang gelap gulita ke alam yang terang benderang.

Dalam rangka menyusun makalah konseling lintas budaya ini kelompok kami telah memperoleh bantuan dari berbagi pihak secara langsung. Maka melalui kesempatan ini kelompok kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada :

1. Ibu Suhartiwi Wiriawati M.Pd Kons selaku dosen Konseling Lintas Budaya yang sudah memberikan kami tugas sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik

Para pembaca yang budiman, tulisan ini masih jauh daripada sempurna, sehingga diperlukan penyempurnaan-penyempurnaan dan masukan-masukan ataupun saran-saran dari berbagai pihak, semoga ada manfaatnya bagi para pembaca.

Page 26: Adat perkawinan sasak

DAFTAR PUSTAKA

H. Sudirman, S.Pd, Gumi Sasak Dalam Sejarah

Buku : Lombok mirah sasak adi, sejarah social,islam,budaya,politik dan ekonomi Lombok. Imsak press

Page 27: Adat perkawinan sasak

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................................... ii

PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1

1. BAHASA ....................................................................................................... 1

2. SILSILAH ..................................................................................................... 1

3. ADAT ISTIADAT ........................................................................................ 6

A. Kelahiran ................................................................................................ 6

B. Perkawinan ............................................................................................ 7

C. Kematian ................................................................................................ 17

4. MATA PENCAHARIAN ............................................................................ 19

5. KASUS INTEREN DAN EXSTEREN ....................................................... 20

6. DAFATAR PUSTAKA ................................................................................ 22

Page 28: Adat perkawinan sasak

MAKALAH KONSELING LINTAS BUDAYA

OLEH

KELOMPOK I

NAJAMUDDIN

YULI IDAYANI

TRI WULANDARI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) HAMZANWADI-SELONG

PROGRAM STUDY BIMBINGAN DAN KONSELING2011

Page 29: Adat perkawinan sasak

BAB

111

PENUTUP

Keaimpulan

Lombok merupakan salah satu pulau yang termasuk dalam program politik gajah mada (patih amangkubumi) yang ingin mexatukan nusantara.

Gajah mada diangkat menjadi patih amangkubumi pada tahun 1334. Untuk menjalankan program politiknya,gajah mada menyingkirkan pembesar-pembesar majpahit yang tidak menyetujuinya.

Sejarah suku sasak Lombok ditandai dengan silih bergantinya berbagai dominasi kekuasaan dpulau Lombok dan masuknya pengaruh budaya lain membawa dampak semakin kaya dan beragam khazanah kebudayaan sasak . hal ini sebagai bentuk dari pertemuankebudayaan. Oleh kerenanya tidak berlebihan, jika Lombok dikatakan sebagai potret sebuah mozaik. Ada banyak warna budaya dan nilai menyeruak di masyarakat. Mozaik ini terjadi antara lain karena Lombok masa lalu adalah merupakan objek perbuatan dominasi berbagai budaya dan nilai.

Page 30: Adat perkawinan sasak