rancangan undang undang republik indonesia...

38
RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR … TAHUN … TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Minyak dan Gas Bumi merupakan sumber daya alam strategis yang tidak terbarukan untuk mendukung dan menjamin ketahanan dan kemandirian energi nasional; b. bahwa Minyak dan Gas Bumi merupakan cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak yang dikuasai negara untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat; c. bahwa kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi yang mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien, berkelanjutan, dan berwawasan pelestarian lingkungan, serta mendorong perkembangan potensi dan peranan nasional; d. bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi tidak sesuai lagi dengan tuntutan dan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat, sehingga perlu diganti dengan Undang- Undang yang baru; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Minyak dan Gas Bumi; Mengingat: Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI. BAB I KETENTUAN UMUM

Upload: others

Post on 01-Feb-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • RANCANGAN

    UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA

    NOMOR … TAHUN …

    TENTANG

    MINYAK DAN GAS BUMI

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang : a. bahwa Minyak dan Gas Bumi merupakan sumber daya

    alam strategis yang tidak terbarukan untuk mendukung

    dan menjamin ketahanan dan kemandirian energi

    nasional;

    b.

    bahwa Minyak dan Gas Bumi merupakan cabang

    produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat

    hidup orang banyak yang dikuasai negara untuk

    sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan

    masyarakat;

    c. bahwa kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi yang

    mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien,

    berkelanjutan, dan berwawasan pelestarian lingkungan,

    serta mendorong perkembangan potensi dan peranan

    nasional;

    d. bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang

    Minyak dan Gas Bumi tidak sesuai lagi dengan

    tuntutan dan perkembangan hukum dan kebutuhan

    masyarakat, sehingga perlu diganti dengan Undang-

    Undang yang baru;

    e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

    dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d

    perlu membentuk Undang-Undang tentang Minyak dan

    Gas Bumi;

    Mengingat: Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar

    Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

    Dengan Persetujuan Bersama

    DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

    dan

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI.

    BAB I

    KETENTUAN UMUM

  • - 2 -

    Pasal 1

    Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

    1. Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam

    kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat,

    termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, kondensat, bitumen dan shale

    oil yang diperoleh dari penambangan secara konvensional dan/atau non

    konvensional tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon

    lain yang berbentuk padat.

    2. Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam

    kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh

    dari proses penambangan Minyak dan Gas Bumi yang diperoleh dari

    penambangan secara konvensional dan/atau non konvensional.

    3. Minyak dan Gas Bumi adalah Minyak Bumi dan Gas Bumi.

    4. Bahan Bakar Minyak adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah

    dari Minyak Bumi.

    5. Bahan Bakar Gas adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari

    Gas Bumi dan gasifikasi batu bara.

    6. Kuasa Pertambangan Minyak dan Gas Bumi adalah kuasa yang diberikan

    negara kepada Pemerintah Pusat.

    7. Kuasa Usaha Pertambangan adalah kuasa yang diberikan oleh

    Pemerintah Pusat kepada BUK Minyak dan Gas Bumi untuk melakukan

    kegiatan usaha hulu dan hilir Minyak dan Gas Bumi.

    8. Badan Usaha Khusus Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disingkat

    BUK Migas adalah badan usaha milik negara yang dibentuk secara

    khusus oleh pemerintah berdasarkan Undang-Undang ini untuk

    melakukan kegiatan usaha hulu dan hilir Minyak dan Gas Bumi yang

    seluruh modal dan kekayaannya dimiliki oleh negara.

    9. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disingkat

    BPH Migas adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan

    pengaturan dan pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian

    Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi pada Kegiatan Usaha Hilir

    10. Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah

    badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh negara

    baik melalui penyertaan langsung maupun tidak langsung yang berasal

    dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta yang berasal dari non

    anggaran pendapatan belanja negara, yang merupakan kekayaan negara

    yang dipisahkan pengelolaannya.

    11. Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah

    Badan Usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Daerah.

    12. Kontraktor Kontrak Kerja Sama adalah BUMN, BUMD, perusahaan

    swasta nasional,perusahaan swasta asing, atau koperasi yang melakukan

    Kontrak Kerja Sama dengan BUK Migas pemegang kuasa usaha

    pertambangan Minyak dan Gas Bumi.

    13. Survei Umum adalah kegiatan lapangan yang meliputi pengumpulan,

    analisis, dan penyajian data yang berhubungan dengan informasi kondisi

    geologi untuk memperkirakan letak dan potensi sumber daya Minyak dan

    Gas Bumi di luar wilayah kerja.

    14. Cadangan Minyak dan Gas Bumi adalah cadangan yang masih berupa

    sumber daya, cadangan potensial, dan cadangan terbukti Minyak dan Gas

  • - 3 -

    Bumi yang berasal dari perut bumi Indonesia yang sudah diketahui lokasi

    dan jumlahnya.

    15. Cadangan Strategis Minyak Mentah adalah jumlah kuota Minyak Bumi

    untuk ketahanan energi nasional.

    16. Kegiatan Usaha Hulu adalah kegiatan usaha yang meliputi kegiatan

    usaha eksplorasi dan eksploitasi.

    17. Kegiatan Usaha Hilir adalah kegiatan usaha yang meliputi kegiatan usaha

    pengolahan, transmisi, pengangkutan, penyimpanan, niaga, distribusi,

    dan pemasaran.

    18. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi

    mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan

    cadangan Minyak dan Gas Bumi di wilayah kerja yang ditentukan.

    19. Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk

    menghasilkan atau memproduksi Minyak dan Gas Bumi dari wilayah

    kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian

    sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan

    pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Minyak dan Gas Bumi di

    lapangan produksi serta kegiatan lain yang mendukungnya.

    20. Pengolahan adalah kegiatan memurnikan, memperoleh bagian bagian,

    mempertinggi mutu, dan mempertinggi nilai tambah Minyak Bumi

    dan/atau gas bumi, tetapi tidak termasuk pengolahan di lapangan

    produksi di wilayah kerja.

    21. Transmisi adalah kegiatan usaha penyaluran Minyak dan Gas Bumi dari

    sumber produksi melalui pipa atau bukan sarana transportasi.

    22. Distribusi adalah kegiatan usaha penyaluran Minyak dan Gas Bumi

    melalui pipa dan sarana angkutan atau transportasi.

    23. Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan Minyak Bumi, Gas Bumi,

    dan/atau hasil olahannya dari wilayah kerja atau dari tempat

    penampungan dan pengolahan, termasuk pengangkutan gas bumi melalui

    pipa transmisi dan distribusi.

    24. Penyimpanan adalah kegiatan penerimaan, pengumpulan dan

    penampungan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi.

    25. Niaga adalah kegiatan pembelian, penjualan, ekspor, impor Minyak dan

    Gas Bumi dan/atau hasil olahannya.

    26. Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia adalah seluruh wilayah

    daratan, perairan, landas kontinen Indonesia, dan Zona Ekonomi

    Ekslusif Indonesia.

    27. Wilayah Kerja adalah daerah tertentu di dalam wilayah hukum

    pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi.

    28. Kontrak Kerja Sama adalah kontrak yang dibuat oleh BUK Migas dan

    kontraktor Migas dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih

    menguntungkan negara.

    29. Izin Usaha adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada

    badan usaha untuk melaksanakan pengolahan, Pengangkutan,

    Penyimpanan dan/atau niaga dengan tujuan memperoleh keuntungan

    dan/atau laba.

    30. Neraca Minyak dan Gas Bumi adalah data dan perkiraan kebutuhan dan

    pasokan Minyak dan Gas Bumi dalam negeri untuk jangka waktu

    tertentu.

  • - 4 -

    31. Alokasi Minyak dan Gas Bumi adalah sejumlah volume tertentu Minyak

    dan Gas Bumi yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat untuk memenuhi

    kebutuhan dalam negeri dan/atau ekspor dalam jangka waktu tertentu.

    32. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat

    DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam

    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    33. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh

    Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    34. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara

    Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

    35. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di

    bidang energi dan sumber daya mineral.

    36. Setiap Orang adalah orang perseorangan, badan hukum, dan/atau

    korporasi.

    BAB II

    ASAS DAN TUJUAN

    Pasal 2

    Penyelenggaraan kegiatan penguasaan dan pengusahaan Minyak dan Gas

    Bumi berasaskan kedaulatan dan kemandirian energi nasional, keberlanjutan,

    ekonomi kerakyatan, keterpaduan, manfaat, keadilan, keseimbangan,

    pemerataan, kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat, keamanan,

    keselamatan, dan kepastian hukum serta berwawasan lingkungan.

    Pasal 3

    Penyelenggaraan kegiatan penguasaan dan pengusahaan Minyak dan Gas

    Bumi bertujuan:

    a. menjamin ketahanan dan kemandirian energi nasional;

    b. mengembangkan dan memberi nilai tambah atas sumber daya Minyak dan

    Gas Bumi nasional;

    c. menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha

    eksplorasi dan eksploitasi secara berdaya guna, berhasil guna, serta

    berdaya saing tinggi dan berkelanjutan atas Minyak dan Gas Bumi yang

    dikuasai dan dimiliki oleh negara yang strategis dan tidak terbarukan

    melalui mekanisme yang terbuka dan transparan;

    d. menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian usaha pengolahan,

    Pengangkutan, Penyimpanan, dan niaga secara akuntabel yang

    diselenggarakan melalui pengelolaan secara terkoordinasi oleh Pemerintah

    Pusat melalui BUK Migas;

    e. menjamin efisiensi dan efektivitas tersedianya Minyak dan Gas Bumi baik

    sebagai sumber energi maupun sebagai bahan baku untuk kebutuhan

    dalam negeri;

    f. mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional di bidang

    Minyak dan Gas Bumi untuk lebih mampu bersaing di tingkat nasional,

    regional, dan internasional;

  • - 5 -

    g. memposisikan Minyak dan Gas Bumi sebagai modal pembangunan

    berkelanjutan yang mendukung perekonomian nasional dan

    mengembangkan serta memperkuat posisi industri dan perdagangan

    Indonesia;

    h. menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan

    kemakmuran rakyat yang adil dan merata, serta tetap menjaga kelestarian

    lingkungan hidup;

    i. menjamin akses masyarakat untuk mendapatkan produk Minyak dan Gas

    Bumi; dan

    j. menjamin perlindungan bagi rakyat terhadap mutu bahan Bakar Minyak

    dan Bahan Bakar Gas.

    BAB III

    PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN

    Bagian Kesatu

    Penguasaan

    Pasal 4

    (1) Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis tidak

    terbarukan yang terkandung di dalam Wilayah Hukum Pertambangan

    Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai dan dimiliki oleh

    negara.

    (2) Penguasaan Minyak dan Gas Bumi oleh negara sebagaimana dimaksud

    pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat sebagai pemegang

    Kuasa Pertambangan Minyak dan Gas Bumi.

    (3) Penguasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui

    fungsi kebijakan, pengaturan, pengurusan, pengelolaan, dan pengawasan.

    Bagian Kedua

    Pengusahaan

    Paragraf 1

    Pelaksanaan Pengusahaan

    Pasal 5

    (1) Pengusahaan sebagai perwujudan dari penguasaan oleh negara

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, meliputi seluruh Kegiatan Usaha

    Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.

    (2) Pemerintah Pusat sebagai pemegang Kuasa Pertambangan Minyak dan Gas

    Bumi memberikan Kuasa Usaha Pertambangan kepada BUK Migas.

    (3) Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada

    ayat (1) dilaksanakan oleh BUK Migas.

    (4) Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada

    ayat (1) dapat dilaksanakan oleh BUK Migas, BUMN, BUMD, perusahaan

    swasta nasional, badan usaha swasta asing, dan koperasi.

    (5) Kegiatan usaha penunjang hulu dan hilir minyak dan Gas Bumi

    pengaturannya dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah

    Daerah.

  • - 6 -

    Paragraf 2

    Cadangan Minyak dan Gas Bumi

    Pasal 6

    (1) Pemerintah Pusat melalui BUK Migas wajib menetapkan dan

    meningkatkan temuan Cadangan Minyak dan Gas Bumi terbukti untuk

    kepentingan nasional di seluruh wilayah Indonesia.

    (2) Pemerintah Pusat wajib menetapkan cadangan strategis, cadangan

    penyangga, dan cadangan operasional Minyak dan Gas Bumi untuk

    kepentingan nasional di seluruh wilayah Indonesia.

    (3) Ketentuan mengenai penetapan dan peningkatan temuan cadangan

    Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

    penetapan cadangan strategis, penyangga, dan operasional Minyak dan

    Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan

    Pemerintah.

    Paragraf 3

    Ketersediaan dan Penyaluran Bahan Bakar Minyak dan Bahan Bakar Gas

    Pasal 7

    Pemerintah Pusat wajib menjamin ketersediaan dan penyaluran Bahan Bakar

    Minyak, Bahan Bakar Gas dan Gas Bumi yang merupakan komoditas vital dan

    menguasai hajat hidup orang banyak di seluruh wilayah Negara Kesatuan

    Republik Indonesia.

    BAB IV

    KEGIATAN USAHA HULU

    Bagian Kesatu

    Umum

    Pasal 8

    Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi mencakup Eksplorasi dan

    Eksploitasi.

    Pasal 9

    Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi merupakan objek vital nasional

    yang harus dilindungi oleh Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan

    peraturan perundang-undangan.

    Bagian Kedua

    Wilayah Kerja

    Pasal 10

    (1) Pemerintah Pusat menyiapkan Wilayah Kerja yang akan diusahakan oleh

    BUK Migas.

    (2) Batas dan syarat Wilayah Kerja yang akan diusahakan BUK Migas,

    ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri.

  • - 7 -

    (3) Menteri sebelum menyampaikan usulan kepada Presiden melakukan

    koordinasi dengan Pemerintah Daerah yang bersangkutan.

    Pasal 11

    (1) Untuk menunjang penyiapan Wilayah Kerja sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 10 ayat (1), dilakukan Survei Umum yang dilaksanakan oleh Menteri

    atau oleh kementerian/lembaga lainnya dengan izin dari Menteri.

    (2) Pelaksanaan Survey Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

    dapat menghasilkan informasi dasar mengenai kandungan kekayaan alam

    Minyak dan Gas Bumi di dalam perut bumi.

    (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pelaksanaan

    Survei Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam

    Peraturan Pemerintah.

    Pasal 12

    (1) Data yang diperoleh dari Survei Umum serta Eksplorasi dan Eksploitasi

    adalah milik negara yang dikuasai oleh Pemerintah Pusat.

    (2) Data yang diperoleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama di wilayah kerjanya

    setelah Eksplorasi dan selama Eksploitasi diserahkan kepada Pemerintah

    Pusat.

    (3) Apabila Kontrak Kerja Sama berakhir, Kontraktor Kontrak Kerja Sama

    wajib menyerahkan seluruh data yang diperoleh selama masa Kontrak

    Kerja Sama kepada Pemerintah Pusat.

    (4) Pemerintah Pusat mengelola dan memanfaatkan data sebagaimana

    dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) untuk merencanakan penyiapan

    pembukaan Wilayah Kerja.

    (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai data Survei Umum dan data Eksplorasi

    dan Eksploitasi diatur dalam Peraturan Pemerintah.

    Bagian Ketiga

    Kontrak Kerja Sama

    Pasal 13

    (1) Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 8 dilaksanakan oleh BUK Migas sebagai pemegang Kuasa Usaha

    Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, baik secara mandiri

    dan/atau melalui Kontrak Kerja Sama.

    (2) Kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam

    bentuk:

    a. pembagian hasil berdasarkan produksi bruto (gross split);

    b. kontrak bagi hasil produksi (production sharing contract); atau

    c. bentuk lain.

    (3) Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus

    menguntungkan negara.

    (4) Jangka waktu Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

    dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) tahun.

    (5) Dalam hal jangka waktu Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada

    ayat (4) berakhir, Wilayah Kerja dikembalikan kepada Presiden melalui

    Menteri.

  • - 8 -

    (6) Dalam hal Kontraktor Kontrak Kerja Sama mengajukan perpanjangan

    kontrak, permohonan disampaikan kepada Menteri paling lambat 8

    (delapan) tahun sebelum masa berakhirnya Kontrak Kerja Sama.

    (7) Perpanjangan Kontrak Kerja Sama hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali

    paling lama 20 (dua puluh) tahun.

    (8) Menteri memberikan jawaban atas permohonan pengajuan perpanjangan

    sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dalam waktu paling lambat 1 (satu)

    tahun terhitung sejak Kontraktor Kontrak Kerja Sama mengajukan

    perpanjangan kontrak.

    (9) Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit

    memuat persyaratan:

    a. kepemilikan sumber daya alam sampai pada titik penyerahan tetap di

    tangan negara yang dikelola oleh Pemerintah Pusat dikuasakan

    pengusahaannya pada pemegang Kuasa Usaha Pertambangan

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;

    b. dalam hal kontrak kerja sama berbentuk kontrak bagi hasil produksi

    (production sharing contract) pengendalian manajemen operasi Kegiatan

    Usaha Hulu tetap berada pada pemegang Kuasa Pertambangan

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

    c. evaluasi Kontrak Kerja Sama untuk menjaga agar negara tetap

    diuntungkan, apabila terjadi perubahan harga Migas di pasaran dunia.

    d. Jika pejabat BUK Migas membuat Kontrak Kerja Sama yang tidak

    menguntungkan negara maka kontrak dapat ditinjau kembali.

    (10) Pengendalian manajemen operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9)

    huruf b meliputi pemberian persetujuan atas rencana kerja dan anggaran,

    rencana pengembangan lapangan, serta pengawasan terhadap realisasi

    dari rencana tersebut.

    Pasal 14

    (1) Setiap Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1)

    yang sudah ditandatangani harus diberitahukan secara tertulis kepada

    alat kelengkapan DPR yang membidangi sektor energi dan sumber daya

    mineral.

    (2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling

    lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak Kontrak Kerja Sama

    ditandatangani.

    (3) Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat

    paling sedikit:

    a. Wilayah Kerja dan pengembaliannya;

    b. jangka waktu dan kondisi perubahan serta perpanjangan kontrak;

    c. berakhirnya kontrak;

    d. kewajiban pengeluaran dana;

    e. kewajiban pemasokan Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk

    kebutuhan dalam negeri;

    f. penerimaan negara;

    g. pembukuan aset;

    h. perpindahan kepemilikan hasil produksi atas Minyak dan Gas Bumi;

    i. rencana pengembangan lapangan;

    j. penyelesaian perselisihan;

  • - 9 -

    k. kewajiban pasca operasi pertambangan;

    l. keselamatan dan kesehatan kerja;

    m. pengelolaan lingkungan hidup;

    n. pengalihan hak dan kewajiban;

    o. pelaporan yang diperlukan;

    p. pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri;

    q. pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak masyarakat

    adat;

    r. pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia khususnya tenaga

    kerja lokal yang memenuhi syarat; dan

    s. pengumpulan data dan penyerahan salinan asli data sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 12.

    Pasal 15

    Ketentuan lebih lanjut mengenai Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud

    dalam Pasal 13 dan Pasal 14 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    Bagian Keempat

    Partisipasi Interes

    Pasal 16

    (1) BUK Migas, BUMN, perusahaan swasta nasional, badan usaha swasta

    asing, dan koperasi yang mengusahakan Wilayah Kerja sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 10 memberikan partisipasi interes 10% (sepuluh

    persen) kepada BUMD.

    (2) Partisipasi interes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam

    bentuk:

    a. hibah;

    b. pembagian keuntungan; atau

    c. bentuk lain.

    (3) BUMD yang menerima hak partisipasi interes dari BUK Migas sebagaimana

    dimaksud pada ayat (1) tidak dapat mengalihkan atau

    memindahtangankan hak partisipasi interes sebagian atau seluruhnya

    kepada pihak ketiga.

    Bagian Kelima

    Pengembalian Biaya Eksplorasi dan Eksploitasi (Cost Recovery)

    Pasal 17

    (1) Kontraktor Kontrak Kerja Sama mendapatkan kembali biaya operasi sesuai

    dengan Kontrak Kerja Sama setelah menghasilkan produksi komersial.

    (2) Biaya operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat digunakan

    selain untuk kegiatan operasi Minyak dan Gas Bumi sesuai dengan

    Kontrak Kerja Sama.

    (3) Biaya operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat paling sedikit:

    a. biaya Eksplorasi;

    b. biaya Eksploitasi;

    c. biaya untuk memindahkan Minyak dan Gas Bumi dari titik produksi ke

    titik penyerahan; dan

  • - 10 -

    d. biaya reklamasi atau pemulihan area tambang pasca operasi produksi.

    (4) Dalam hal Wilayah Kerja tidak menghasilkan produksi komersial, terhadap

    seluruh biaya operasi yang telah dikeluarkan, sepenuhnya menjadi risiko

    dan beban Kontraktor Kontrak Kerja Sama dan tidak ditanggung oleh

    negara.

    (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya operasi sebagaimana dimaksud

    pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    BAB V

    KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK BUMI

    Bagian Kesatu

    Umum

    Pasal 18

    (1) Kegiatan Usaha Hilir Minyak Bumi mencakup Pengolahan, Pengangkutan,

    Penyimpanan, Distribusi, dan Niaga.

    (2) Kegiatan Usaha Hilir Minyak Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

    dilaksanakan oleh BUMN di bidang hilir Minyak Bumi, BUMD, badan

    usaha swasta nasional dan asing, dan/atau koperasi.

    (3) Jaringan distribusi Minyak Bumi dikuasai oleh negara dan dikelola oleh

    Pemerintah Pusat melalui BUMN di bidang hilir Minyak Bumi untuk

    pelaksanaannya.

    Bagian Kedua

    Izin Usaha

    Pasal 19

    (1) Kegiatan Usaha Hilir Minyak Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18

    dilaksanakan dengan Izin Usaha.

    (2) Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pemerintah

    Pusat.

    (3) Izin usaha yang diperlukan untuk Kegiatan Usaha Hilir Minyak Bumi

    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

    a. Izin Usaha Pengolahan;

    b. Izin Usaha Pengangkutan/Distribusi;

    c. Izin Usaha Penyimpanan;

    d. Izin Usaha Niaga; dan

    e. Izin Ekspor.

    (4) Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat

    ketentuan:

    a. nama penyelenggara;

    b. jenis usaha yang diberikan;

    c. kewajiban dalam pengusahaan;dan

    d. syarat-syarat teknis lain.

    (5) Setiap Izin Usaha yang telah diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat

    (1) hanya dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya.

  • - 11 -

    Pasal 20

    Terhadap kegiatan pengolahan di lapangan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan

    penjualan hasil produksi sendiri sebagai kelanjutan dari Eksplorasi dan

    Eksploitasi yang dilakukan Kontraktor Kontrak Kerja Sama tidak diperlukan

    Izin Usaha tersendiri.

    Pasal 21

    Pemerintah Pusat dalam memberikan Izin Usaha Niaga sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) huruf d menetapkan wilayah usaha Niaga

    jenis Bahan Bakar Minyak di dalam negeri.

    Bagian Ketiga

    Standar, Mutu, dan Harga Bahan Bakar Minyak serta Hasil Olahan

    Pasal 22

    (1) Bahan Bakar Minyak serta Hasil Olahan yang dipasarkan di dalam negeri

    untuk memenuhi kebutuhan masyarakat wajib memenuhi standar dan

    mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

    (2) Pemerintah Pusat mengatur dan/atau menetapkan harga Bahan Bakar

    Minyak sama untuk seluruh wilayah Indonesia.

    (3) Untuk pemerataan akses yang sama terhadap Bahan Bakar Minyak,

    Pemerintah Pusat dapat menetapkan insentif bagi badan usaha yang

    melaksanakan Kegiatan Usaha Hilir Minyak Bumi di daerah tertentu dan

    untuk golongan masyarakat tertentu.

    (4) Penetapan harga Bahan Bakar Minyak sebagaimana dimaksud pada ayat

    (2), harus mendapat persetujuan DPR terlebih dahulu.

    Pasal 23

    Harga bahan bakar minyak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2)

    dan ayat (4) adalah untuk Bahan Bakar Minyak jenis tertentu, kecuali hasil

    olahan lainnya.

    Bagian Keempat

    Ketersediaan dan Penyaluran Bahan Bakar Minyak

    Pasal 24

    (1) Pemerintah Pusat melalui BUK Migas wajib membangun infrastruktur

    kilang Bahan Bakar Minyak secara efisien sampai terpenuhinya seluruh

    kebutuhan Bahan Bakar Minyak dalam negeri.

    (2) Pemerintah Pusat melalui BUK Migas wajib menjamin ketersediaan dan

    kelancaran pendistribusian Bahan Bakar Minyak di seluruh wilayah

    Negara Kesatuan Republik Indonesia.

    (3) Pelaksanaan pembangunan infrastruktur kilang Bahan Bakar Minyak

    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh BUMN, BUMD,

    badan usaha swasta nasional, badan usaha swasta asing, atau koperasi

    melalui mekanisme kerja sama dengan BUK Migas.

    (4) Pemenuhan kebutuhan Bahan Bakar Minyak melalui pembangunan

    infrastruktur kilang Bahan Bakar Minyak sebagaimana dimaksud pada

  • - 12 -

    ayat (1) harus selesai dibangun paling lama 10 (sepuluh) tahun terhitung

    sejak Undang-Undang ini berlaku.

    Bagian Kelima

    Pengaturan Lebih Lanjut

    Pasal 25

    Ketentuan lebih lanjut mengenai Kegiatan Usaha Hilir Minyak Bumi

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 sampai dengan Pasal 24 diatur dalam

    Peraturan Pemerintah.

    BAB VI

    KEGIATAN USAHA HILIR GAS BUMI

    Bagian Kesatu

    Umum

    Pasal 26

    (1) Kegiatan Usaha Hilir Gas Bumi mencakup Pengolahan, Pengangkutan,

    Penyimpanan, Distribusi, dan Niaga.

    (2) Kegiatan Usaha Hilir Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

    dilaksanakan oleh BUMN di bidang hilir Gas Bumi, BUMD, badan usaha

    swasta nasional, dan/atau koperasi.

    (3) Jaringan distribusi Gas Bumi dikuasai oleh negara dan dikelola oleh

    Pemerintah Pusat melalui BUMN untuk penyelenggaraannya.

    Bagian Kedua

    Izin Usaha

    Pasal 27

    (1) Kegiatan Usaha Hilir Gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26

    dilaksanakan dengan Izin Usaha.

    (2) Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pemerintah

    Pusat.

    (3) Pemerintah Pusat dapat mendelegasikan wewenang pemberian Izin Usaha

    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pemerintah Provinsi.

    (4) Izin Usaha yang diperlukan untuk Kegiatan Usaha Hilir Gas bumi

    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

    a. Izin Usaha Pengolahan;

    b. Izin Usaha Pengangkutan/Distribusi;

    c. Izin Usaha Penyimpanan;

    d. Izin Usaha Niaga; dan

    e. Izin Ekspor.

    (5) Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat

    ketentuan:

    a. nama penyelenggara;

    b. jenis usaha yang diberikan;

    c. kewajiban dalam pengusahaan; dan

    d. syarat-syarat teknis lain.

  • - 13 -

    (6) Setiap Izin Usaha yang telah diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat

    (1) hanya dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya.

    Pasal 28

    Terhadap kegiatan pengolahan di lapangan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan

    penjualan hasil produksi sendiri sebagai kelanjutan dari Eksplorasi dan

    Eksploitasi yang dilakukan Kontraktor Kontrak Kerja Sama tidak diperlukan

    Izin Usaha tersendiri.

    Pasal 29

    (1) Pemerintah Pusat dalam memberikan Izin Usaha Niaga sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) huruf d menetapkan wilayah usaha

    Niaga Gas Bumi melalui pipa di dalam negeri berdasarkan pertimbangan

    dari BUMN di bidang Hilir Gas Bumi.

    (2) Terhadap badan usaha pemegang Izin Usaha Niaga Gas Bumi melalui

    jaringan pipa hanya dapat diberikan wilayah Niaga pada wilayah tertentu.

    Bagian Ketiga

    Standar, Mutu, Harga Gas Bumi dan Bahan Bakar Gas

    Pasal 30

    (1) Bahan Bakar Gas yang dipasarkan di dalam negeri untuk memenuhi

    kebutuhan masyarakat wajib memenuhi standar dan mutu yang ditetapkan

    oleh Pemerintah Pusat.

    (2) Pemerintah Pusat mengatur dan/atau menetapkan harga Gas Bumi dan

    Bahan Bakar Gas untuk seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik

    Indonesia.

    (3) Untuk pemerataan akses yang sama terhadap Bahan Bakar Gas,

    PemerintahPusat dapat menetapkan insentif bagi badan usaha yang

    melaksanakan kegiatan usaha pemasaran Bahan Bakar Gas di daerah

    tertentu dan untuk golongan tertentu.

    (4) Penetapan harga Gas Bumi dan Bahan Bakar Gas sebagaimana dimaksud

    pada ayat (2) harus mendapat persetujuan DPR terlebih dahulu.

    Pasal 31

    Dalam menetapkan harga Gas Bumi dan Bahan Bakar Gas yang dipasarkan di

    dalam negeri, pemerintah harus mempertimbangkan kondisi perekonomian

    dalam negeri dan kemampuan daya beli masyarakat.

    Bagian Keempat

    Ketersediaan dan Penyaluran Gas Bumi dan Bahan Bakar Gas

    Pasal 32

    (1) Pemerintah Pusat melalui BUK Migas wajib membangun infrastruktur pipa

    Gas Bumi secara efisien sampai terpenuhinya seluruh kebutuhan Bahan

    Bakar Gas dalam negeri.

    (2) Pemerintah Pusat melalui BUK Migas wajib menjamin ketersediaan dan

    kelancaran pendistribusian Gas Bumi di seluruh wilayah Negara Kesatuan

    Republik Indonesia.

  • - 14 -

    (3) Pelaksanaan pembangunan infrastruktur Gas Bumi sebagaimana

    dimaksud pada ayat (1) dapat juga dilakukan oleh BUMN, BUMD, badan

    usaha swasta nasional, badan usaha swasta asing, atau koperasi melalui

    mekanisme kerja sama dengan Unit Usaha Hilir Gas Bumi.

    Bagian Kelima

    Pengaturan Lebih Lanjut

    Pasal 33

    Ketentuan lebih lanjut mengenai Kegiatan Usaha Hilir Gas Bumi sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 32 diatur dalam Peraturan

    Pemerintah.

    BAB VII

    KEGIATAN USAHA PENUNJANG MINYAK DAN GAS BUMI

    Bagian Kesatu

    Umum

    Pasal 34

    (1) Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir didukung oleh kegiatan

    usaha penunjang.

    (2) Dalam pelaksanaan kegiatan usaha penunjang sebagaimana dimaksud

    pada ayat (1), wajib menjamin keselamatan pekerja, keselamatan instalasi,

    keselamatan lingkungan, dan keselamatan umum.

    Pasal 35

    BUMN, BUMD, badan usaha swasta nasional dan asing, dan koperasi dalam

    melakukan kegiatan usaha penunjang Minyak dan Gas Bumi wajib

    mengutamakan produk dan potensi dalam negeri.

    Pasal 36

    Kegiatan usaha penunjang Minyak dan Gas Bumi wajib menjamin dan

    menerapkan keteknikan Minyak dan Gas Bumi.

    Bagian Kedua

    Usaha Penunjang Minyak dan Gas Bumi

    Pasal 37

    Usaha penunjang Minyak dan Gas Bumi terdiri atas:

    a. usaha jasa penunjang Minyak dan Gas Bumi; dan

    b. usaha industri penunjang Minyak dan Gas Bumi.

    Pasal 38

    (1) Usaha jasa penunjang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud

    dalam Pasal 37 huruf a meliputi:

    a. konsultansi dalam bidang instalasi fasilitas Kegiatan Usaha Hulu dan

    Kegiatan Usaha Hilir;

  • - 15 -

    b. pembangunan dan pemasangan instalasi fasilitas Kegiatan Usaha Hulu

    dan Kegiatan Usaha Hilir;

    c. pemeriksaan dan pengujian instalasi Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan

    Usaha Hilir;

    d. pengoperasian instalasi Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir;

    e. pemeliharaan instalasi Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir;

    f. penelitian dan pengembangan;

    g. pendidikan dan pelatihan;

    h. laboratorium pengujian peralatan dan pemanfaat Kegiatan Usaha Hulu

    dan Kegiatan Usaha Hilir;

    i. sertifikasi peralatan dan pemanfaat Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan

    Usaha Hilir;

    j. sertifikasi kompetensi tenaga teknik Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan

    Usaha Hilir; atau

    k. usaha jasa lain yang secara langsung berkaitan dengan Kegiatan Usaha

    Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir.

    (2) Usaha jasa penunjang Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir

    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh BUMN, BUMD,

    perguruan tinggi negeri atau swasta, badan sertifikasi, badan usaha

    swasta, dan koperasi yang memiliki sertifikasi, klasifikasi, dan kualifikasi

    sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    (3) BUMN, BUMD, perguruan tinggi negeri atau swasta, badan sertifikasi,

    badan usaha swasta, dan koperasi dalam melakukan usaha jasa

    penunjang Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir wajib

    mengutamakan produk dan potensi dalam negeri.

    Pasal 39

    (1) Usaha industri penunjang Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf b meliputi:

    a. usaha industri peralatan Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir;

    dan/atau

    b. usaha industri pemanfaat Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha

    Hilir.

    (2) Usaha industri penunjang Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir

    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh BUMN, BUMD,

    badan usaha swasta, dan koperasi.

    (3) BUMN, BUMD, badan usaha swasta, dan koperasi dalam melakukan

    usaha industri penunjang Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir

    wajib mengutamakan produk dan potensi dalam negeri.

    (4) Kegiatan usaha industri penunjang Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan

    Usaha Hilir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai

    dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Bagian Ketiga

    Izin Usaha Penunjang Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir

  • - 16 -

    Pasal 40

    (1) Usaha jasa penunjang dan usaha industri penunjang Kegiatan Usaha Hulu

    dan Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 harus

    mendapat izin usaha dari Pemerintah Pusat.

    (2) Penetapan izin usaha jasa penunjang Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan

    Usaha Hilir dan izin usaha industri penunjang Kegiatan Usaha Hulu dan

    Kegiatan Usaha Hilir dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan

    perundang-undangan.

    Bagian Keempat

    Pengaturan Lebih Lanjut

    Pasal 41

    Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan usaha penunjang Minyak dan Gas

    Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 sampai dengan Pasal 40 diatur

    dengan Peraturan Pemerintah.

    BAB VIII

    KAPASITAS NASIONAL

    Pasal 42

    Dalam melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi serta kegiatan

    usaha penunjang, BUMN, BUMD, badan usaha swasta, dan/atau koperasi

    wajib meningkatkan kapasitas nasional melalui:

    a. penggunaan tenaga kerja Indonesia;

    b. penggunaan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan rekayasa dan

    rancang bangun dalam negeri;

    d. penggunaan perbankan dan asuransi nasional;

    e. alih ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Minyak dan Gas Bumi

    kepada perusahaan mitranya;

    e. pengembangan masyarakat sekitar; dan

    f. penggunaan Standar Nasional Indonesia dan penerapan Standar

    Kompetensi Kerja Nasional Indonesia.

    BAB IX

    BADAN USAHA KHUSUS MINYAK DAN GAS BUMI

    Pasal 43

    (1) Untuk pengusahaan Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir

    Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)

    dibentuk BUK Migas berdasarkan Undang-Undang ini.

    (2) BUK Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperoleh hak untuk:

    a. pengusahaan atas manfaat ekonomi atau prospek usaha terhadap

    semua cadangan terbukti Minyak dan Gas Bumi; dan

    b. pengusahaan hulu dan hilir Minyak dan Gas Bumi.

  • - 17 -

    Pasal 44

    BUK Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) berkedudukan dan

    berkantor pusat di ibu kota negara dan dapat membentuk kantor perwakilan

    di daerah.

    Pasal 45

    (1) BUK Migas berfungsi untuk menyelenggarakan dan mengendalikan

    Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.

    (2) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BUK

    Migas bertugas:

    a. mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang

    pertama kali akan diproduksikan dalam suatu Wilayah Kerja kepada

    Menteri untuk mendapatkan persetujuan;

    b. mewakili negara sebagai pemegang kuasa usaha pertambangan dalam

    menandatangani Kontrak Kerja Sama dalam Kegiatan Usaha Hulu

    Minyak dan Gas Bumi;

    c. melakukan seleksi terhadap Kontraktor Kontrak Kerja Sama untuk

    pengusahaan Wilayah Kerja;

    d. merencanakan dan menyiapkan Cadangan Minyak dan Gas Bumi;

    e. merencanakan dan meningkatkan temuan cadangan terbukti Minyak

    dan Gas Bumi; dan

    f. mengkoordinasikan, mensinergikan, dan mengendalikan kegiatan usaha

    hilir Minyak dan Gas Bumi yang dilakukan oleh BUMN, BUMD, badan

    usaha swasta nasional, badan usaha swasta asing, dan koperasi.

    Pasal 46

    (1) Organisasi BUK Migas terdiri atas:

    a. dewan pengawas; dan

    b. dewan direksi.

    (2) Dewan pengawas sebagaimana dimaksud ayat (1) berjumlah 7 (tujuh)

    orang yang terdiri dari:

    a. 1 (satu) orang ketua merangkap anggota;

    b. 1 (satu) orang wakil ketua merangkap anggota; dan

    c. 5 (lima) orang anggota.

    (3) Dewan direksi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b berjumlah 7 (tujuh)

    orang yang terdiri dari:

    a. 1 (satu) orang direktur utama;

    b. 1 (satu) orang wakil direktur utama; dan

    c. 5 (lima) orang direktur.

    (4) Dewan pengawas dan dewan direksi yang sebagaimana dimaksud ayat (2)

    dan ayat (3) ditetapkan oleh Pemerintah.

    (5) Dalam menetapkan direktur utama sebagaimana dimaksud ayat (4)

    Pemerintah berkonsultasi kepada DPR.

    Pasal 47

    Ketentuan lebih lanjut mengenai BUK Migas sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 43 sampai dengan Pasal 46 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

  • - 18 -

    BAB X BADAN PENGATUR HILIR MINYAK DAN GAS BUMI

    Pasal 48

    (1) BPH Migas berfungsi untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa.

    (2) Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) BPH Migas bertugas melakukan pengaturan dan penetapan mengenai: a. ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak;

    b. cadangan Bahan Bakar Minyak nasional; c. pemanfaatan fasilitas Pengangkutan dan Penyimpanan Bahan Bakar

    Minyak; d. tarif pengangkutan Gas Bumi melalui pipa; e. harga Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil; dan

    f. pengusahaan transmisi dan distribusi Gas Bumi. (3) Dalam menetapan kuota impor Bahan Bakar Minyak, Pemerintah Pusat

    berkonsultasi kepada BPH Migas.

    Pasal 49

    (1) Struktur BPH Migas terdiri atas komite dan bidang. (2) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 1 (satu) orang

    ketua merangkap anggota dan 8 (delapan) orang anggota, yang berasal dari

    tenaga profesional. (3) Ketua dan anggota Komite BPH Migas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

    diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

    (4) BPH Migas bertanggung jawab kepada Presiden.

    (5) Pembentukan BPH Migas ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

    Pasal 50

    Anggaran biaya operasional BPH Migas didasarkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan iuran dari badan usaha yang diaturnya sesuai dengan

    peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Pasal 51

    Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur organisasi, status, fungsi, tugas, personalia, wewenang dan tanggung jawab serta mekanisme kerja BPH Migas

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 48 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    BAB XI

    ALOKASI DAN PEMANFAATAN MINYAK DAN GAS BUMI

    Bagian Kesatu

    Jaminan Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri

    Pasal 52

    (1) Negara menjamin pemenuhan kebutuhan Minyak dan Gas Bumi dalam

    negeri berdasarkan Kebijakan Energi Nasional.

    (2) Jaminan pemenuhan kebutuhan Minyak dan Gas Bumi dalam negeri

    dilaksanakan oleh Pemerintah melalui BUK Migas.

  • - 19 -

    Bagian Kedua

    Alokasi dan Pemanfaatan Minyak Bumi

    Pasal 53

    (1) Seluruh produksi Minyak Bumi diprioritaskan untuk kebutuhan dalam

    negeri.

    (2) Pemerintah Pusat menetapkan alokasi dan pemanfaatan Minyak Bumi

    untuk kebutuhan dalam negeri.

    Pasal 54

    (1) Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan dan jumlah kuota ekspor Minyak

    Bumi setelah terpenuhinya kebutuhan pasar dalam negeri.

    (2) Ekspor Minyak Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh

    BUK Migas.

    (3) Apabila produksi Minyak Bumi dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan

    pasar dalam negeri dapat dilakukan impor Minyak Bumi.

    (4) Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan dan jumlah kuota impor Minyak

    Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) setiap tahun.

    (5) Dalam menetapkan jumlah kuota impor Minyak Bumi sebagaimana

    dimaksud pada ayat (4), Pemerintah Pusat berkonsultasi kepada DPR.

    (6) Impor Minyak Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh

    BUK Migas.

    Pasal 55

    Ketentuan lebih lanjut mengenai alokasi dan pemanfaatan Minyak Bumi

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dan ekspor dan impor Minyak Bumi

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

    Bagian Ketiga

    Alokasi Dan Pemanfaatan Gas Bumi

    Pasal 56

    (1) Seluruh produksi Gas Bumi diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan

    dalam negeri.

    (2) Pemerintah Pusat menetapkan jumlah alokasi dan pemanfaatan Gas Bumi

    untuk kebutuhan dalam negeri.

    (3) Penetapan alokasi dan pemanfaatan Gas Bumi sebagaimana dimaksud

    pada ayat (1) dengan memberikan prioritas pada sektor energi, sektor

    industri, dan sektor rumah tangga.

    Pasal 57

    (1) Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan dan jumlah kuota ekspor Gas

    Bumi setelah terpenuhinya kebutuhan dalam negeri dan berdasarkan

    rencana induk infrastruktur Gas Bumi dan neraca Gas Bumi.

    (2) Ekspor Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh

    BUK Migas.

    (3) Apabila produksi Gas Bumi dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan

    pasar dalam negeri, dapat dilakukan impor Gas Bumi.

  • - 20 -

    (4) Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan dan jumlah kuota impor Gas

    Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) setiap tahun.

    (5) Dalam menetapkan jumlah kuota impor Gas Bumi sebagaimana dimaksud

    pada ayat (4), Pemerintah Pusat berkonsultasi kepada DPR.

    (6) Impor Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh BUK

    Migas.

    BAB XII

    NERACA MINYAK DAN GAS BUMI

    DAN RENCANA INDUK INFRASTRUKTUR GAS BUMI

    Bagian Kesatu

    Neraca Minyak dan Gas Bumi

    Pasal 58

    (1) Untuk kepentingan ketahanan energi dan kemandirian energi nasional,

    Menteri menyusun dan membuat Neraca Minyak dan Gas Bumi setelah

    terlebih dahulu memperhitungkan potensi, cadangan terbukti, produksi

    (lifting), dan kebutuhan riil Minyak dan Gas Bumi dalam negeri

    berdasarkan Kebijakan Energi Nasional.

    (2) Neraca Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat

    dan ditetapkan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun dan dapat

    dievaluasi setiap tahun.

    (3) Neraca Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

    ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

    Bagian Kedua

    Rencana Induk Infrastruktur Minyak dan Gas Bumi

    Pasal 59

    (1) Untuk melaksanakan neraca Minyak dan Gas Bumi, Menteri menyusun

    dan membuat rencana induk infrastruktur Gas Bumi berdasarkan

    Kebijakan Energi Nasional.

    (2) Rencana induk infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat

    dan ditetapkan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun dan dapat

    dievaluasi setiap tahun.

    (3) Rencana induk infrastruktur Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat

    (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

    BAB XIII

    PENERIMAAN NEGARA

    Bagian Kesatu

    Penerimaan Pajak dan Bukan Pajak

    Pasal 60

    (1) BUK Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang sudah menghasilkan

    produksi Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi wajib membayar pajak dan

    penerimaan negara bukan pajak.

  • - 21 -

    (2) Jenis dan besaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai

    dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    (3) Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

    terdiri atas:

    a. hasil penjualan Minyak dan Gas Bumi bagian negara;

    b. pungutan negara yang berupa iuran tetap dan iuran produksi; dan/atau

    c. bonus.

    (4) Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

    dipungut oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di

    bidang keuangan negara dari BUK Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja

    Sama dan disetorkan ke kas negara.

    (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerimaan negara bukan pajak dari

    Minyak dan Gas Bumi diatur dengan peraturan menteri yang

    menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.

    Pasal 61

    Selain kewajiban membayar peneriman negara sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 60 ayat (1), BUKMigas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama wajib

    membayar bea masuk impor dan pungutan lain atas impor, serta cukai.

    Bagian Kedua

    Bagian Daerah

    Pasal 62

    (1) Daerah penghasil Minyak dan Gas Bumi berhak mendapatkan bagi hasil

    bersih dari produksi Minyak dan Gas Bumi bagian negara.

    (2) Selain berhak mendapatkan bagi hasil bersih produksi Minyak dan Gas

    Bumibagian negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), daerah

    penghasil Minyak dan Gas Bumi berhak mendapatkan jumlah persentase

    sebesar 10% (sepuluh persen) dari bonus tanda tangan kontrak kerja sama

    yang diterima oleh Pemerintah Pusat.

    (3) Pemerintah Daerah penghasil Minyak dan Gas Bumi berkewajiban

    mendukung kelancaran dan kelangsungan Kegiatan Hulu Minyak dan Gas

    Bumi di daerahnya.

    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai bagian daerah yang berupa hak dan

    kewajiban diatur dalam Peraturan Pemerintah.

    BAB XIV

    DANA MINYAK DAN GAS BUMI

    Pasal 63

    (1) Menteri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

    keuangan negara, dan BUKMigas wajib mengelola dana Minyak dan Gas

    Bumi secara bersama-sama dalam sebuah rekening bersama secara

    transparan dan akuntabel.

    (2) Dana Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

    ditujukan untuk kegiatan yang berkaitan dengan penggantian Cadangan

    Minyak dan Gas Bumi melalui kegiatan Eksplorasi, pengembangan

  • - 22 -

    infrastruktur Minyak dan Gas Bumi, serta penelitian dan pengembangan

    Minyak dan Gas Bumi.

    (3) Dana Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

    bersumber dari persentase tertentu:

    a. hasil penerimaan bersih Minyak dan Gas Bumi bagian negara;

    b. bonus yang menjadi hak Pemerintah Pusat berdasarkan Kontrak Kerja

    Sama dan Undang-Undang ini; dan

    c. pungutan dan iuran yang menjadi hak negara berdasarkan peraturan

    perundang-undangan.

    Pasal 64

    Pengusahaan dana Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal

    63 wajib diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.

    Pasal 65

    Ketentuan lebih lanjut mengenai dana Minyak dan Gas Bumi sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 63 dan Pasal 64 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

    BAB XV

    HAK ATAS TANAH PENGUSAHAAN MINYAK DAN GAS BUMI

    Pasal 66

    (1) Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam

    Pasal 8 dilaksanakan di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia.

    (2) Hak atas wilayah kerja tidak meliputi hak atas tanah di permukaan bumi

    dan hak atas permukaan laut sampai di dasar laut.

    (3) Kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi mendapat prioritas utama dalam

    penggunaan tanah di permukaan bumi, apabila:

    a. terdapat potensi Minyak dan Gas Bumi yang terkandung di dalam

    tanah; dan

    b. terjadi tumpang tindih penggunaan atau pemanfaatan tanah dengan

    kawasan hutan, industri, atau sektor lain.

    (4) BUKMigas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama dapat melaksanakan

    kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) setelah mendapat izin

    penggunaan kawasan hutan dan izin lingkungan dari instansi pemerintah

    sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang tentang kehutanan,

    undang-undang tentang lingkungan hidup, dan undang-undang lain.

    (5) Pengadaan tanah oleh BUKMigas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama

    untuk kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi sesuai dengan ketentuan

    peraturan perundang-undangan.

    Pasal 67

    Dalam hal BUKMigas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama akan menggunakan

    bidang tanah milik negara di dalam Wilayah Kerjanya, BUKMigas dan

    Kontraktor Kontrak Kerja Sama wajib terlebih dahulu mengadakan

    penyelesaian dengan pemegang hak atas tanah negara atau pemakai tanah di

    atas tanah negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  • - 23 -

    Pasal 68

    (1) Dalam hal BUKMigas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama telah diberikan

    Wilayah Kerja dan telah menandatangani Kontrak Kerja Sama, BUKMigas

    dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama langsung memiliki hak pakai atas

    tanah untuk kegiatan pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan areal

    pengamanannya sesuai ketentuan dalam Undang-Undang ini.

    (2) BUK Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama wajib mengembalikan

    sebagian tanah yang tidak digunakan di dalam suatu Wilayah Kerja

    sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Presiden melalui Menteri.

    BAB XVI

    PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN KESELAMATAN

    Pasal 69

    (1) BUK Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama wajib menjamin standar

    dan mutu pengelolaan lingkungan hidup serta keselamatan dan kesehatan

    kerja.

    (2) Pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

    berupa kewajiban untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan

    pencemaran serta pemulihan atas terjadinya kerusakan lingkungan hidup,

    termasuk kewajiban pascaoperasi pertambangan.

    (3) BUK Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja Samayang melaksanakan

    kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi wajib bertanggung jawab dalam

    mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat.

    (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan lingkungan hidup,

    keselamatan dan kesehatan kerja dalam kegiatan pengusahaan Minyak

    dan Gas Bumi diatur dalam Peraturan Pemerintah.

    BAB XVII

    PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

    Bagian Kesatu

    Pembinaan

    Pasal 70

    Pemerintah Pusat melalui Menteri melakukan pembinaan terhadap seluruh

    kegiatan pengusahaan Minyak dan Gas Bumi.

    Pasal 71

    (1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71meliputi:

    a. penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang kegiatan usaha Minyak

    dan Gas Bumi;

    b. pengkoordinasian kebijakan dan kegiatan terkait pelaksanaan kebijakan

    energi nasional dan ketahanan energi nasional;

    (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai

    dengan asas sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 dan untuk mencapai

    tujuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3.

  • - 24 -

    Bagian Kedua

    Pengawasan

    Pasal 72

    Pemerintah Pusat melalui Menteri melakukan fungsi pengawasan terhadap

    pelaksanaan kebijakan penguasaan dan pengusahaan Minyak dan Gas Bumi,

    baik Kegiatan Usaha Hulu, Kegiatan Usaha Hilir, dan kegiatan usaha

    penunjang Minyak dan Gas Bumi sesuai dengan ketentuan dalam Undang-

    Undang ini dan undang-undang lain.

    Pasal 73

    (1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 dilakukan meliputi:

    a. pelaksanaan kegiatan usaha hilir Minyak dan Gas Bumi berdasarkan

    Izin Usaha dan peruntukannya;

    b. pelaksanaan Kontrak Kerja Sama;

    c. pelaksanaan pembangunan infrastruktur Minyak dan Gas Bumi;

    d. pelaksanaan konservasi energi;

    e. pengelolaan data Minyak dan Gas Bumi;

    f. penerapan kaidah keteknikan di bidang pertambangan yang baik;

    g. jenis, dan standar mutu produk hasil olahan Minyak dan Gas Bumi;

    h. alokasi dan distribusi Bahan Bakar Minyak, Gas Bumi, dan Bahan

    Bakar Gas;

    i. keselamatan dan kesehatan kerja;

    (2) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan secara

    periodik kepada Presiden.

    Pasal 74

    Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 70 sampai dengan Pasal 73 diatur dalam Peraturan

    Pemerintah.

    BAB XVIII

    PENYIDIKAN

    Pasal 75

    (1) Selain Penyidik Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia, penyidik

    pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan pemerintahan yang

    menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Minyak dan Gas Bumi

    diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam

    undang undang yang mengatur mengenai hukum acara pidana untuk

    melakukan penyidikan tindak pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan

    Gas Bumi.

    (2) Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

    memberitahukan dimulainya penyidikan perkara pidana kepada Pejabat

    Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan

    perundang undangan.

    BAB XIX

    LARANGAN

  • - 25 -

    Pasal 76

    Setiap Orang dilarang tanpa hak melakukan Survei Umum sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).

    Pasal 77

    Setiap Orang dilarang tanpa hak memiliki, menggunakan, memanfaatkan

    membuka rahasia, dan/atau menginformasikan kepada pihak ketiga data

    Survei Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dalam bentuk apapun.

    Pasal 78

    Setiap Orang dilarang melakukan Eksplorasi dan/atau Eksploitasi tanpa

    mempunyai Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat

    (1).

    Pasal 79

    Setiap Orang dilarang melakukan Kegiatan Usaha Hilir tanpa Izin Usaha

    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 26.

    Pasal 80

    Setiap orang dilarang mengurangi standar dan mutu Minyak dan Gas Bumi

    yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat

    (1) dan Pasal 30 ayat (1).

    Pasal 81

    Setiap orang dilarang menyalahgunakan Izin Usaha sesuai dengan

    peruntukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (5) dan Pasal 27

    ayat (5).

    BAB XX

    KETENTUAN PIDANA

    Pasal 82

    (1) Setiap Orang yang tanpa hak melakukan Survei Umum sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 76 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1

    (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00

    (sepuluh miliar rupiah).

    (2) Setiap Orang yang tanpa hak memiliki, menggunakan, memanfaatkan

    dan/atau membuka rahasia data Survei Umum sebagaimana dimaksud

    dalam Pasal 77 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun

    atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar

    rupiah).

    Pasal 83

    Setiap Orang yang melakukan Eksplorasi dan/atau Eksploitasi tanpa

    mempunyai Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78

    dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana

    denda paling banyak Rp300.000.000.000,00 (tiga ratus miliar rupiah).

  • - 26 -

    Pasal 84

    Setiap Orang yang melakukan Kegiatan Usaha Hilir tanpa izin sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 79 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6

    (enam) tahun atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000.000,00 (tiga

    ratus miliar rupiah).

    Pasal 85

    Setiap Orang yang mengurangi standar dan mutu Minyak dan Gas Bumi yang

    ditetapkan oleh Pemerintah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 80

    dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun atau pidana

    denda paling banyak Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah).

    Pasal 86

    Setiap Orang yang menyalahgunakan Izin Usaha sesuai dengan

    peruntukannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 dipidana dengan

    pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun atau pidana denda paling

    banyak Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah).

    Pasal 87

    Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh pejabat yang tugas dan tanggung

    jawabnya di bidang Minyak dan Gas Bumi, pidananya ditambah sepertiga dari

    paling tinggi pidana yang diancamkan.

    Pasal 88

    Selain ketentuan pidana, dikenai pula pidana tambahan berupa pencabutan

    hak atau perampasan barang yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari

    tindak pidana dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.

    BAB XXI

    KETENTUAN PERALIHAN

    Pasal 89

    (1) Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi tetap melaksanakan fungsi

    dan tugas sampai dengan terbentuknya BUK Migas.

    (2) Semua bentuk Kontrak Kerja Sama yang ada sebelum Undang-Undang ini

    mulai berlaku dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan berakhirnya

    masa kontrak dan dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan dalam

    Undang-Undang ini.

    BAB XXII

    KETENTUAN PENUTUP

    Pasal 90

    Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:

    a. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi

    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136 Tambahan

    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152) dicabut dan dinyatakan

    tidak berlaku; dan

  • - 27 -

    b. semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan

    pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak

    dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor

    136 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152)

    dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan

    ketentuan dalam Undang-Undang ini.

    Pasal 91

    BUK Migas dibentuk paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-

    Undang ini mulai diundangkan.

    Pasal 92

    (1) Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling

    lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini mulai

    diundangkan.

    (2) Pemerintah Pusat harus melaporkan pelaksanaan undang-undang ini

    kepada Dewan Perwakilan Rakyat paling lambat 3 (tiga) tahun sejak

    undang-undang ini berlaku.

    Pasal 93

    Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-

    Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik

    Indonesia.

    Disahkan di Jakarta

    pada tanggal ...

    PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

    JOKO WIDODO

    Diundangkan di Jakarta

    pada tanggal ...

    MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

    REPUBLIK INDONESIA,

    YASONNA H. LAOLY

    LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN… NOMOR….

  • - 28 -

    PENJELASAN

    ATAS

    RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

    NOMOR …TAHUN …

    TENTANG

    MINYAK DAN GAS BUMI

    I. UMUM

    Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

    Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang

    penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai

    oleh negara. Demikian pula bumi dan air serta kekayaan alam yang

    terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

    sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Mengingat Minyak

    dan Gas Bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan yang

    dimiliki dan dikuasai negara dan merupakan komoditas vital yang memegang

    peranan penting dalam penyediaan bahan baku industri, pemenuhan

    kebutuhan energi di dalam negeri, dan penghasil devisa negara yang penting,

    maka pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin agar dapat

    dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan

    rakyat.

    Pelaksanaan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi berdasarkan Undang-

    Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi belum mampu

    menjadikan industri Minyak dan Gas Bumi dalam menjaga ketahanan dan

    kemandirian energi nasional, sehingga perlu dilakukan perbaikan tata kelola

    Minyak dan Gas Bumi menyangkut antara lain regulasi tentang kelembagaan

    Minyak dan Gas Bumi, relugasi di sektor hulu dan hilir, fiskal, mempertegas

    pembagian kewenangan antara kelembagaan Minyak dan Gas Bumi dalam hal

    ini BUK Minyak dan Gas Bumi sebagai pemegang kuasa usaha pertambangan

    dengan pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan. Di samping itu

    perubahan tata kelola Minyak dan Gas Bumi juga dimaksudkan untuk

    memperpendek rantai birokrasi, meningkatkan efisiensi biaya operasional di

    hulu, pemihakan terhadap pelaku usaha Minyak dan Gas Bumi dalam negeri

    khususnya BUMN dan BUMD, serta badan usaha swasta nasional, dan

    prioritas alokasi Minyak dan Gas Bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam

    negeri, baik sektor industri, energi listrik, sektor transportasi, dan konsumen

    rumah tangga.

    Dalam uji materi UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas

    Bumi (judicial review), Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa

    beberapa ketentuan dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas

    Bumitersebut bertentangan dengan Pasal 33 UUD Tahun 1945, sehingga perlu

    diubah.Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka perlu disusun ulang suatu

    undang undang tentang Minyak dan Gas Bumi untuk memberikan landasan

    dan kepastian hukum bagi langkah-langkah pembaruan dan penataan

    kembali kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi baik usaha hulu dan

    hilir.Penyusunan undang-undang ini bertujuan antara lain:

    1. terlaksana dan terkendalinya Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya

    alam dan sumber daya pembangunan yang bersifat strategis dan vital;

  • - 29 -

    2. meningkatkan produksi (lifting) Minyak dan Gas Bumi;

    3. mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional (kapasitas

    dalam negeri) untuk lebih mampu bersaing dalam industri Minyak dan Gas

    Bumi;

    4. meningkatnya pendapatan negara;

    5. memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya bagi perekonomian nasional

    dan juga bagi kemakmuran dan kesejahteraa rakyat dan erta

    mengembangkan dan memperkuat industri dalam negeri;

    6. menciptakan lapangan kerja bagi angkatan kerja Indonesia, dan menjaga

    serta memperbaiki lingkungan hidup.

    Undang-Undang ini memuat substansi hukum pokok mengenai ketentuan

    bahwa Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis yang

    terkandung di dalam Wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan

    kekayaan nasional yang dimiliki dan dikuasai oleh negara. Dalam

    penyelenggaraanya dilakukan oleh Pemerintah sebagai pemegang kuasa

    pertambangan pada kegiatan usaha hulu Minyak dan Gas Bumi.

    Pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan menyerahkan

    pengelolaan atas Minyak dan Gas Bumi kepada BUKMigas.

    Kegiatan usaha hulu Minyak dan Gas Bumi dikuasakan kepada

    BUKMigas untuk dikelola, baik secara mandiri maupun melalui kerja sama.

    Namun tetap memprioritaskan kepada BUMN dalam pengusahaan wilayah

    kerja Minyak dan Gas Bumi di hulu. Sedangkan prinsip pengusahaan Minyak

    dan Gas Bumi di hilir adalah bersifat terbuka bagi pelaku usaha lain di luar

    BUMN berdasarkan mekanisme persaingan sehat. Dalam operasionalnya

    kegiatan usaha hilir tetap dikoordinasikan oleh BUKMigas.

    Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar Minyak dan Gas Bumi di

    dalam negeri maka ditetapkan jumlah persentase minimal dari produksi

    Minyak dan Gas Bumi baik bagian negara maupun bagian kontraktor kontrak

    kerja sama. Sedangkan penetapan harga bahan bakar minyak jenis tertentu

    yang dipasarkan di dalam negeri, dan harga gas bumi untuk konsumen

    tertentu ditetapkan oleh Pemerintah, setelah mendapat pertimbangan terlebih

    dahulu dari DPR. Penetapan harga gas bumi di luar konsumen rumah tangga

    ditetapkan oleh Pemerintah tanpa persetujuan atau pertimbangan dari DPR.

    II. PASAL DEMI PASAL

    Pasal 1

    Cukup jelas.

    Pasal 2

    Yang dimaksud dengan asas ”kedaulatan dan kemandirian energi

    nasional” adalah pengendalian mutlak negara terhadap kekayaan alam

    yang dimiliki dan mengupayakan produksi Minyak dan Gas Bumi dari

    hasil dalam negeri sehingga tercapai ketahanan energi nasional dalam

    rangka ketahanan nasional.

    Yang dimaksud dengan asas ”keberlanjutan” adalah asas dalam

    pengelolaan Minyak dan Gas Bumi yang harus menjamin penyediaan

    dan pemanfaatan Minyak dan Gas Bumi untuk generasi sekarang dan

  • - 30 -

    yang akan datang.

    Yang dimaksud dengan asas ”ekonomi kerakyatan” adalah

    pengusahaan Minyak dan Gas Bumi yang bertujuan untuk

    mewujudkan perekonomian kerakyatan, yaitu perekonomian yang

    disusun untuk kesejahteraan rakyat seluruhnya.

    Yang dimaksud dengan asas ”keterpaduan” adalah bahwa dalam

    menjalankan usaha Minyak dan Gas Bumi bersama-sama, bersatu

    padu membangun dan memajukan industri tersebut untuk

    kepentingan bersama.

    Yang dimaksud dengan asas ”manfaat” adalah bahwa kekayaan alam

    yang terkandung di bumi Indonesia termasuk Minyak dan Gas Bumi

    harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada rakyat

    Indonesia dan digunakan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat

    Indonesia.

    Yang dimaksud dengan asas ”keadilan” adalah bahwa pengusahaan

    Minyak dan Gas Bumi akan selalu menjunjung tinggi keadilan dan

    persatuan, terutama keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

    Yang dimaksud dengan asas ”keseimbangan” adalah bahwa dalam

    pengusahaan Minyak dan Gas Bumi akan dilaksanakan dengan

    memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan negara dan juga

    kepentingan rakyatnya.

    Yang dimaksud dengan asas ”pemerataan” adalah bahwa hasil dari

    pengusahaan Minyak dan Gas Bumi akan selalu digunakan secara

    merata untuk kepentingan rakyat dan semata-mata untuk

    kemakmuran rakyat Indonesia serta kemajuan Bangsa dan Negara

    Indonesia.

    Yang dimaksud dengan asas “kemakmuran bersama dan kesejahteraan

    rakyat” adalah bahwa inti dari pengusahaan Minyak dan Gas Bumi

    semata-mata digunakan untuk kemakmuran bersama dan juga untuk

    kesejahteraan rakyat banyak.

    Yang dimaksud dengan asas “keamanan” adalah bahwa pedoman

    dalam hal melaksanakan pengusahaan Minyak dan Gas Bumi akan

    selalu memperhatikan keamanan dalam bekerja untuk mencapai

    tujuan bersama bagi kepentingan rakyat.

    Yang dimaksud dengan asas “keselamatan” adalah bahwa

    penyelenggaraan, pelaksanaan, dan pengendalian Minyak dan Gas

    Bumi harus dapat menjamin keselamatan dari ancaman bahaya baik

    yang disebabkan oleh alam, teknologi maupun perbuatan manusia.

    Yang dimaksud dengan asas “kepastian hukum” adalah bahwa dalam

    pengusahaan Minyak dan Gas Bumi akan selalu memberikan kepastian

    hukum untuk semua pihak yang terkait, baik melalui kontrak kerja

    sama maupun melalui ketentuan peraturan perundang-undangan yang

    mengaturnya.

    Yang dimaksud dengan asas “berwawasan lingkungan” adalah bahwa

  • - 31 -

    Pasal 3

    Cukup jelas.

    Pasal 4

    Ayat (1)

    Berdasarkan jiwa dari Pasal 33 ayat (2) dan (3) Undang

    Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

    bahwa Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam

    strategis yang terkandung di dalam bumi wilayah hukum

    pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang

    dimiliki dan dikuasai negara. Penguasaan oleh negara

    sebagaimana dimaksud di atas adalah agar kekayaan

    nasional tersebut dimanfaatkan bagi sebesar besar

    kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian,

    baik perseorangan, masyarakat, maupun pelaku usaha,

    sekalipun memiliki hak atas sebidang tanah di permukaan

    tidak mempunyai hak menguasai ataupun memiliki Minyak

    dan Gas Bumi yang terkandung dibawah tanah tersebut.

    Ayat (2)

    Cukup jelas.

    Ayat (3)

    Cukup jelas.

    Pasal 5

    Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)

    Cukup jelas.

    Ayat (3)

    Cukup jelas.

    Ayat (4)

    Cukup jelas.

    Ayat (5)

    Cukup jelas.

    Pasal 6

    Cukup jelas.

    Pasal 7

    Cukup jelas.

    Pasal 8

    Cukup jelas.

    Pasal 9

    Yang dimaksud dengan “obyek vital nasional” adalah

    kawasan/lokasi, bangunan/instalasi, dan/atau usaha yang

    menyangkut hajat hidup orang banyak, kepentingan negara

    dan/atau sumber pendapatan negara yang bersifat strategis,

    termasuk kegiatan pengelolaan sumber daya alam Minyak Dan Gas

    Bumi.

    dalam pengusahaan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi harus

    menjaga dan menjamin kualitas fungsi lingkungan yang baik.

  • - 32 -

    Pasal 10

    Cukup jelas.

    Pasal 11

    Cukup jelas.

    Pasal 12

    Cukup jelas.

    Pasal 13

    Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)

    Cukup jelas.

    Ayat (3)

    Cukup jelas.

    Ayat (4)

    Cukup jelas.

    Ayat (5)

    Cukup jelas.

    Ayat (6)

    Cukup jelas.

    Ayat (7)

    Cukup jelas.

    Ayat (8)

    Huruf a

    Yang dimaksud dengan ”titik penyerahan” adalah titik

    penjualan minyak atau gas bumi.

    Huruf b

    Cukup jelas.

    Huruf c

    Cukup jelas.

    Huruf d

    Cukup jelas.

    Ayat (9)

    Cukup jelas.

    Pasal 14

    Cukup jelas.

    Pasal 15

    Cukup jelas.

    Pasal 16

    Cukup jelas.

    Pasal 17

    Ayat (1)

    Produksi komersial merupakan nilai lifting atas Minyak Dan

    Gas Bumi setelah dikurangi biaya produksi dan pajak setelah

    Minyak Dan Gas Bumi berada pada titik penyerahan.

    Ayat (2)

    Cukup jelas.

    Ayat (3)

    Cukup jelas.

  • - 33 -

    Ayat (4)

    Cukup jelas.

    Ayat (5)

    Cukup jelas.

    Pasal 18

    Cukup jelas.

    Pasal 19

    Ayat (1)

    Izin Usaha dimaksudkan untuk lebih mengefektifkan

    pengawasan dan pengendalian terhadap badan usaha.

    Ayat (2)

    Cukup jelas.

    Ayat (3)

    Cukup jelas.

    Ayat (4)

    Cukup jelas.

    Ayat (5)

    Cukup jelas.

    Pasal 20

    Yang dimaksud dengan “pengolahan di lapangan” adalah

    pemisahan minyak mentah dari komponen lainnya seperti air.

    Pasal 21

    Cukup jelas.

    Pasal 22

    Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)

    Cukup jelas.

    Ayat (3)

    Daerah tertentu seperti di kawasan timur Indonesia yang sulit

    dijangkau dalam mengakses Bahan Bakar Minyak.

    Ayat (4)

    Cukup jelas.

    Pasal 23

    Cukup jelas.

    Pasal 24

    Cukup jelas.

    Pasal 25

    Cukup jelas.

    Pasal 26

    Cukup jelas.

    Pasal 27

    Cukup jelas.

    Pasal 28

    Cukup jelas.

    Pasal 29

    Cukup jelas.

  • - 34 -

    Pasal 30

    Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)

    Cukup jelas.

    Ayat (3)

    Daerah tertentu seperti di kawasan timur Indonesia yang sulit

    dijangkau dalam mengakses Bahan Bakar Gas.

    Ayat (4)

    Cukup jelas.

    Pasal 31

    Cukup jelas.

    Pasal 32

    Cukup jelas.

    Pasal 33

    Cukup jelas.

    Pasal 34

    Cukup jelas.

    Pasal 35

    Cukup jelas.

    Pasal 36

    Cukup jelas.

    Pasal 37

    Cukup jelas.

    Pasal 38

    Cukup jelas.

    Pasal 39

    Cukup jelas.

    Pasal 40

    Cukup jelas.

    Pasal 41

    Cukup jelas.

    Pasal 42

    Huruf a

    Cukup jelas.

    Huruf b

    Cukup jelas.

    Huruf c

    Cukup jelas.

    Huruf d

    Mengutamakan penggunaan perbankan dan asuransi

    nasional khususnya dalam kegiatan ekspor Minyak dan Gas

    Bumi.

    Huruf e

    Cukup jelas.

    Huruf f

    Cukup jelas.

    Pasal 43

    Cukup jelas.

  • - 35 -

    Pasal 44

    Cukup jelas.

    Pasal 45

    Cukup jelas.

    Pasal 46

    Cukup jelas.

    Pasal 47

    Cukup jelas.

    Pasal 48

    Cukup jelas.

    Pasal 49

    Cukup jelas.

    Pasal 50

    Cukup jelas.

    Pasal 51

    Cukup jelas.

    Pasal 52

    Cukup jelas.

    Pasal 53

    Cukup jelas.

    Pasal 54

    Cukup jelas.

    Pasal 55

    Cukup jelas.

    Pasal 56

    Cukup jelas.

    Pasal 57

    Cukup jelas.

    Pasal 58

    Cukup jelas.

    Pasal 59

    Ayat (1)

    Neraca Minyak Bumi Dan Gas Bumi terdiri dari cadangan

    diam dan cadangan rahasia yaitu cadangan yang besar

    jumlahnya tidak nampak di neraca dan besarnya tidak

    mudah diketahui. Cadangan ini dapat dibentuk dengan cara

    mengadakan penilaian yang lebih rendah pos aktiva dari nilai

    yang sebenarnya atau mengadakan penilaian yang lebih tinggi

    pos hutang dari nilai yang sebenarnya.

    Ayat (2)

    Cukup jelas.

    Ayat (3)

    Cukup jelas.

    Pasal 60

    Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)

    Cukup jelas.

  • - 36 -

    Ayat (3)

    Huruf a

    Bagian negara merupakan hasil ekspor Minyak dan

    Gas Bumi dan hasil penjualan Minyak dan Gas Bumi

    di dalam negeri.

    Huruf b

    Ketentuan ini didasarkan pada pengertian bahwa

    Kontraktor Kontrak Kerja Sama tetap diwajibkan

    membayar iuran tetap sesuai luas Wilayah Kerja

    sebagai imbalan atas "kesempatan" untuk melakukan

    kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi.

    Iuran produksi dikenakan pada Kontraktor Kontrak

    Kerja Sama, sebagai kompensasi atas pengambilan

    kekayaan alam Minyak Dan Gas Bumi yang tak

    terbarukan.

    Pungutan negara yang menjadi penerimaan

    Pemerintah merupakan penerimaan negara bukan

    pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang

    undangan.

    Huruf c

    Yang dimaksud dengan “bonus” adalah bonus data,

    bonus tanda tangan, dan bonus produksi yang

    didasarkan pada pencapaian tingkat produksi

    kumulatif tertentu.

    Ayat (4)

    Cukup jelas.

    Ayat (5)

    Cukup jelas.

    Pasal 61

    Cukup jelas.

    Pasal 62

    Ayat (1)

    Cukup jelas.

    Ayat (2)

    Cukup jelas.

    Ayat (3)

    Kewajiban mendukung kelancaran dan kelangsungan Kegiatan

    Hulu Minyak Dan Gas Bumi di daerahnya, antara

    lainkelancaran pembebasan lahan dan pemberian perizinan.

    Ayat (4)

    Cukup jelas.

    Pasal 63

    Cukup jelas.

    Pasal 64

    Cukup jelas.

    Pasal 65

    Cukup jelas.

    Pasal 66

    Cukup jelas.

  • - 37 -

    Pasal 67

    Cukup jelas.

    Pasal 68

    Cukup jelas.

    Pasal 69

    Cukup jelas.

    Pasal 70

    Pembinaan yang dilakukan Pemerintah dalam kegiatan usaha

    minyak dan gas bumi didasarkan pada penguasaan negara atas

    sumber daya alam dan cabang cabang produksi yang menguasai

    hajat hidup orang banyak.

    Pasal 71

    Ayat (1)

    Huruf a

    Penyelenggaraan urusan Pemerintah yang dimaksud

    dalam ketentuan ini meliputi antara lain:

    penyebarluasan informasi, pendidikan dan pelatihan,

    penelitian dan pengembangan teknologi, peningkatan

    nilai tambah produk, penerapan standardisasi,

    pemberian akreditasi, pembinaan industri/badan usaha

    penunjang, pembinaan usaha kecil/menengah,

    pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri,

    pemeliharaan keselamatan dan kesehatan kerja,

    pelestarian lingkungan hidup, penciptaan iklim

    investasi yang kondusif, serta pemeliharaan keamanan

    dan ketertiban.

    Huruf b

    Cukup jelas.

    Ayat (2)

    Kebijakan pembinaan kegiatan usaha minyak dan gas bumi

    sesuai dengan kebijakan di bidang energi nasional dan

    berkoordinasi dengan Dewan Energi Nasional.

    Pasal 72

    Cukup jelas.

    Pasal 73

    Cukup jelas.

    Pasal 74

    Cukup jelas.

    Pasal 75

    Cukup jelas.

    Pasal 76

    Cukup jelas.

    Pasal 77

    Cukup jelas.

    Pasal 78

    Cukup jelas.

    Pasal 79

    Cukup jelas.

  • - 38 -

    Pasal 80

    Cukup jelas.

    Pasal 81

    Cukup jelas.

    Pasal 82

    Cukup jelas.

    Pasal 83

    Cukup jelas.

    Pasal 84

    Cukup jelas.

    Pasal 85

    Cukup jelas.

    Pasal 86

    Cukup jelas.

    Pasal 87

    Cukup jelas.

    Pasal 88

    Cukup jelas.

    Pasal 89

    Cukup jelas.

    Pasal 90

    Cukup jelas.

    Pasal 91

    Cukup jelas.

    Pasal 92

    Cukup jelas.

    Pasal 93

    Cukup jelas.

    TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR …