rabu, 27 april 2011 kewirausahaan untuk kemandirian … · dalam pendidikan karakter, ......

1
P ENDIDIK AN 40 RABU, 27 APRIL 2011 G UNA memacu lahir- nya para usahawan di kalangan ma- hasiswa, Kemen- terian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) menggelontor- kan paket dana antara Rp600 juta-Rp700 juta, bagi setiap perguruan tinggi negeri (PTN). Untuk perguruan tinggi swasta (PTS) bantuan diberikan mela- lui Kopertis. Jumlah tersebut diperhitung- kan bergantung jumlah maha- siswa pada setiap PTN di Indonesia. “Ya paket anggaran itu untuk berbagai aktivitas kampus dan kemahasiswaan di antaranya untuk kewirausahaan atau entrepreneurship bagi maha- siswa,” kata Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendiknas, Djoko Santoso, kepada Media Indonesia, kemarin. Menurut Djoko Santoso, pelatihan wirausaha penting bagi mahasiswa sehingga mampu memiliki ide dan gagasan serta terobosan awal untuk menghidupi dirinya sendiri. “Sebenarnya kewirausahaan menjadi salah satu bagian dalam pendidikan karakter, sebab melatih anak didik atau mahasiswa hidup mandiri,” ungkap mantan Rektor ITB ini. Ia mencontohkan banyak mahasiswa ITB yang inovatif selama kuliah, yang berkaitan dengan IT, kriya atau kerajinan, membuat animasi, produksi lm pendek, manajemen per- tunjukan, membuat leaet pe- rusahaan secara digital, dan lain-lain. Saat ditanya masih ba- nyaknya lulusan perguruan tinggi yang menganggur karena kurangnya pelatihan kewirausahaan di perguruan tinggi, Djoko menepis ang- gapan itu. Menurut dia, ter- jadinya pengangguran jangan selalu ditimpakan ke pergu- ruan tinggi. Menurut Djoko, kalangan dunia usaha dan industri mestinya berperan membu- ka lapangan kerja, dan turut membantu membiayai dunia pendidikan. “Jadi perguruan tinggi jangan selalu disalahkan. Mereka yang bertugas membu- ka lapangan kerja, khususnya dunia industri mestinya turut membantu dunia pendidikan. Kenyataannya sedikit sekali atensi perusahaan dan industri masuk ke perguruan tinggi,” papar Djoko. Link and match Sementara itu, pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina, Mohammad Abduhzen mengungkapkan, bahwa dunia pendidikan dan industri pernah berupaya men- ciptakan link and match, namun gagal karena dunia industri belum kondusif, di samping konsepnya tidak terlalu jelas. Ia menuturkan kondisi link and match terjadi pada masa Mendiknas Wardiman, yang menggagas agar sekolah di- hubungkan dengan dunia industri. “Namun hal itu hanya ja- lan sebentar, karena banyak problem birokrasi di industri dan dunia usaha. Lagi pula saat itu tidak ditekankan ke- mampuan entrepreneurship atau kewirausahaan,” jelas Abduhzen. Sekarang, lanjut dia, baru disadari pentingnya kemam- Sebenarnya kewirausahaan menjadi salah satu bagian dalam pendidikan karakter, sebab melatih anak didik atau mahasiswa hidup mandiri.” Kewirausahaan untuk Kemandirian Mahasiswa Kewirausahaan menjadi tumpuan pemerintah untuk menumbuhkan kemandirian di kalangan mahasiswa. SYARIEF OEBAYDILAH puan wirausaha. Tetapi sayang- nya sistem pembelajaran di sekolah dan perguruan tinggi masih ‘represif’, sehingga ke- mampuan entrepreneur sukar tumbuh. Abduhzen yang juga Direktur Eksekutif Institute Education Reform (IER) Universitas Para- madina ini berpendapat mem- bentuk mindset entrepreneur- ship amat perlu untuk dunia pendidikan agar mahasiswa cakap hidup mandiri, dan mampu memecahkan problem hidupnya tanpa tergantung semata pada pemerintah. “Kalau gagasan ini mau ber- hasil harus menjadi gerakan utama dalam dunia pendi- dikan bukan dibicarakan sam- bil lalu,” cetus Abduhzen. Menurut dia, pendidikan harus menjadi bagian dari strategi pembangunan ekonomi dan strategi pembangunan kebu- dayaan. Sementara itu, Lembaga Pen- didikan dan Pengembangan Profesi Indonesia (LP3I) telah menjalankan program penga- jaran khusus kewirausahaan atau entrepreneur meliputi teori dan praktek. Pelajaran teori entrepreneur dilakukan di kelas dan praktik langsung di lapangan dengan membuka usaha. “Melalui teori dan praktik entrepreneur secara langsung kami melatih keberanian dan mengurangi rasa malu maha- siswa. Jadi, kita harus berani tanggalkan gengsi dan ting- galkan mentalitas pegawai guna menjadi pengusaha sukses,” kata pendiri LP3I, Syahrial Yusuf pada acara Company Gathering di Jakarta, beberapa waktu lalu. Acara tersebut dihadiri mantan Me- nakertrans Fahmi Idris selaku Komisaris LP3I dan 150 peserta perwakilan mitra usaha LP3I. Syahrial Yusuf menyatakan pihaknya melatih mahasiswa memiliki jiwa wirausaha agar terlatih mandiri dan mampu bekerja atau menciptakan lapangan kerja sendiri. Apa- lagi saat ini Indonesia masih kekurangan pengusaha. “Kita masih kekurangan pengusaha, sekarang saja baru ada 400 ribu orang,” cetusnya. Menurut Syahrial, idealnya Indonesia memiliki 2%-4% pengusaha atau sekitar empat juta hingga delapan juta orang yang lahir dari 200 juta pen- duduk Indonesia. “Kenyataan- nya kita baru punya pengu- saha 0,2% saja dari 200 juta penduduk. Padahal, Singapura punya 7% dan Malaysia 2%,” ungkapnya.(S-2) [email protected] Djoko Santoso Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendiknas MELATIH KETERAMPILAN: Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB mencoba memetik buah menggunakan robot (foto atas), memasukkan minyak goreng yang terbuat dari kelapa melalui proses penyulingan di laboratorium Fateta IPB, Dramaga, Bogor, Jabar, beberapa waktu lalu. FOTO-FOTO: ANTARA/JAFKHAIRI

Upload: lenhu

Post on 28-Jul-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: RABU, 27 APRIL 2011 Kewirausahaan untuk Kemandirian … · dalam pendidikan karakter, ... Kewirausahaan untuk Kemandirian Mahasiswa Kewirausahaan menjadi tumpuan pemerintah untuk

PENDIDIKAN40 RABU, 27 APRIL 2011

GUNA memacu lahir-nya para usahawan di kalangan ma-hasiswa, Kemen-

terian Pendidikan Nasional (Kemen diknas) menggelontor-kan paket dana antara Rp600 juta-Rp700 juta, bagi setiap perguruan tinggi negeri (PTN). Untuk perguruan tinggi swasta (PTS) bantuan diberikan mela-lui Kopertis.

Jumlah tersebut diperhitung-kan bergantung jumlah maha-siswa pada setiap PTN di Indonesia.

“Ya paket anggaran itu untuk berbagai aktivitas kampus dan kemahasiswaan di antaranya untuk kewirausahaan atau entrepreneurship bagi maha-siswa,” kata Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendiknas, Djoko Santoso, kepada Media Indonesia, kemarin.

Menurut Djoko Santoso, pelatihan wirausaha penting bagi mahasiswa sehingga mampu memiliki ide dan gagasan serta terobosan awal untuk menghidupi dirinya sendiri.

“Sebenarnya kewirausahaan menjadi salah satu bagian dalam pendidikan karakter, sebab melatih anak didik atau

mahasiswa hidup mandiri,” ungkap mantan Rektor ITB ini.

Ia mencontohkan banyak mahasiswa ITB yang inovatif selama kuliah, yang berkaitan dengan IT, kriya atau kerajinan, membuat animasi, produksi fi lm pendek, manajemen per-tunjukan, membuat leafl et pe-rusahaan secara digital, dan lain-lain.

Saat ditanya masih ba-nyaknya lulusan perguruan tinggi yang menganggur karena kurangnya pelatihan kewirausahaan di perguruan tinggi, Djoko menepis ang-gapan itu. Menurut dia, ter-jadinya pengangguran jangan selalu ditimpakan ke pergu-ruan tinggi.

Menurut Djoko, kalangan dunia usaha dan industri mestinya berperan membu-ka lapangan kerja, dan turut membantu membiayai dunia pendidikan.

“Jadi perguruan tinggi jangan selalu disalahkan. Mereka yang bertugas membu-ka lapangan kerja, khususnya dunia industri mestinya turut membantu dunia pendidikan. Kenyataannya sedikit sekali atensi perusahaan dan industri masuk ke perguruan tinggi,” papar Djoko.

Link and matchSementara itu, pengamat

pendidikan dari Universitas Paramadina, Mohammad Abduhzen mengungkapkan, bahwa dunia pendidikan dan industri pernah berupaya men-ciptakan link and match, namun gagal karena dunia industri

belum kondusif, di samping konsepnya tidak terlalu jelas.

Ia menuturkan kondisi link and match terjadi pada masa Mendiknas Wardiman, yang menggagas agar sekolah di-hubungkan dengan dunia industri.

“Namun hal itu hanya ja-

lan sebentar, karena banyak problem birokrasi di industri dan dunia usaha. Lagi pula saat itu tidak ditekankan ke-mampuan entrepreneurship atau kewirausahaan,” jelas Abduhzen.

Sekarang, lanjut dia, baru disadari pentingnya kemam-

Sebenarnya kewirausahaan

menjadi salah satu bagian dalam pendidikan karakter, sebab melatih anak didik atau mahasiswa hidup mandiri.”

Kewirausahaan untuk Kemandirian Mahasiswa

Kewirausahaan menjadi tumpuan pemerintah untuk

menumbuhkan kemandirian di kalangan mahasiswa.

SYARIEF OEBAYDILAH

puan wirausaha. Tetapi sayang-nya sistem pembelajaran di sekolah dan perguruan tinggi masih ‘represif’, sehingga ke-mampuan entrepreneur sukar tumbuh.

Abduhzen yang juga Direktur Eksekutif Institute Education Reform (IER) Universitas Para-madina ini berpendapat mem-bentuk mindset entrepreneur-ship amat perlu untuk dunia pendidikan agar mahasiswa cakap hidup mandiri, dan mampu memecahkan problem hidupnya tanpa tergantung semata pada pemerintah.

“Kalau gagasan ini mau ber-hasil harus menjadi gerakan utama dalam dunia pendi-dikan bukan dibicarakan sam-bil lalu,” cetus Abduhzen. Menurut dia, pendidikan harus menjadi bagian dari strategi pembangunan ekonomi dan strategi pembangunan kebu-dayaan.

Sementara itu, Lembaga Pen-didikan dan Pengembangan Profesi Indonesia (LP3I) telah menjalankan program penga-jaran khusus kewirausahaan atau entrepreneur meliputi teori dan praktek. Pelajaran teori entrepreneur dilakukan di kelas dan praktik langsung di lapangan dengan membuka usaha.

“Melalui teori dan praktik entrepreneur secara langsung kami melatih keberanian dan mengurangi rasa malu maha-siswa. Jadi, kita harus berani tanggalkan gengsi dan ting-galkan mentalitas pegawai guna menjadi pengusaha sukses,” kata pendiri LP3I, Syahrial Yusuf pada acara Company Gathering di Jakarta, beberapa waktu lalu. Acara tersebut dihadiri mantan Me-nakertrans Fahmi Idris selaku Komisaris LP3I dan 150 peserta perwakilan mitra usaha LP3I.

Syahrial Yusuf menyatakan pihaknya melatih mahasiswa memiliki jiwa wirausaha agar terlatih mandiri dan mampu bekerja atau menciptakan lapangan kerja sendiri. Apa-lagi saat ini Indonesia masih kekurangan pengusaha. “Kita masih kekurangan pengusaha, sekarang saja baru ada 400 ribu orang,” cetusnya.

Menurut Syahrial, idealnya Indonesia memiliki 2%-4% pengusaha atau sekitar empat juta hingga delapan juta orang yang lahir dari 200 juta pen-duduk Indonesia. “Kenyataan-nya kita baru punya pengu-saha 0,2% saja dari 200 juta penduduk. Padahal, Singapura punya 7% dan Malaysia 2%,” ungkapnya.(S-2)

[email protected]

Djoko SantosoDirjen Pendidikan TinggiKemendiknas

MELATIH KETERAMPILAN: Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) IPB mencoba memetik buah menggunakan robot (foto atas), memasukkan minyak goreng yang terbuat dari kelapa melalui proses penyulingan di laboratorium Fateta IPB, Dramaga, Bogor, Jabar, beberapa waktu lalu.

FOTO-FOTO: ANTARA/JAFKHAIRI