rabu, 20 april 2011 panen tertunda di dan sma. salah satunya penggunaan tabung pendayagunaan musuh...

1
Panen Tertunda Di F OKUS NU BAGUS SURYO D AUN pohon mang- ga di pekarangan rumah Hawin, 55, muncul lagi. Hijau muda, rimbun, dan segar di- pandang mata. Akhir pekan lalu, warga Dusun Sempol, Desa Sum- berkedawung, Kecamatan Le- ces, Probolinggo, Jawa Timur, itu sudah bisa tersenyum. Ro- man yang sangat berbeda de- ngan pekan-pekan sebelum- nya, saat 30 pohon mangganya digerayangi ulat bulu. Enam bulan terakhir, sejum- lah kecamatan di Probolinggo didera masalah. Saat Gunung Bromo Meletus, November 2010, duka menjadi selimut warga di kecamatan Sukapura, Lumbang, Kuripan, dan Sum- ber. Jumlah warga empat ke- camatan yang terkena dampak erupsi itu sebanyak 31.676 jiwa. Saat erupsi belum mereda, ban- jir bandang material vulkanis menerjang. Satu bulan terakhir, wabah ulat bulu yang datang. Hama itu merusak tanaman mangga di sembilan kecamatan, yakni Tegalsiwalan, Leces, Bantaran, Wonomerto, Dringu, Sum- berasih, Kuripan, Tongas, dan Banyuanyar. Wabah serupa kemudian juga merambah sejumlah daerah lain di Jawa Timur, Bali, Jawa Barat, Jawa Tengah, Medan, dan Kalimantan. Ulat bulu datang tiba-tiba. Sejumlah warga Dusun Sem- pol, Desa Sumberkedawung, Kecamatan Leces, mengatakan tidak mengetahui pasti datang- nya ulat bulu di pekarangan dan halaman rumah mereka. “Tiba-tiba saja daun pohon mangga di pekarangan habis dalam hitungan menit. Sebe- lumnya datang segerombolan kupu-kupu berwarna putih, cokelat, dan kuning yang hing- gap di pohon mangga,” ungkap Hawin. Warga lain menyebutkan wabah terjadi setelah sege- rombolan kupu-kupu ber- warna putih datang dari arah barat. Binatang itu diduga lari dari tebaran debu erupsi Bromo yang menerjang tanam- an pertanian. Beberapa hari kemudian muncul ulat. Warga melihatnya sebagai fenomena biasa karena setiap tahun selalu ada ulat bulu di pohon mangga. Hanya, kali ini, jumlahnya sangat banyak. Sore hari warga melihat gerombolan ulat, ke- esokan harinya sebagian besar daun mangga sudah habis digerogoti. Pada malam hari, suara ulat menyantap daun mangga ter- dengar menyayat, berbunyi krasak-krasak, disusul daun yang berguguran. Dalam hi- tungan hari, puluhan pohon meranggas, menyisakan ran- tingnya saja. Sontak, desa yang sebelum- nya hijau menjadi kerontang. Di siang hari, terik panas ma- tahari pun terasa menyengat kepala. Seusai menggasak daun, ulat menyerbu rumah. Hama itu merayap mencari tempat teduh di atap rumah dan tembok ba- ngunan. Bahkan tidak sungkan masuk di musala dan sekolah. Warga pun harus mengungsi ke rumah kerabat yang aman dari jangkauan ulat bulu. Ulat yang datang ke SMA Negeri I Leces dan SD Negeri I Sumberkedawung membuat dua sekolah itu sempat me- liburkan siswa. Ruang kelas dimasuki ulat bulu sehingga siswa digerakkan untuk kerja bakti membersihkan hama. Ulat juga menggangu pe- layanan di kantor pemerin- tahan Desa Leces. “Ulat bersarang di pilar pen- dopo desa sehingga perang- kat desa harus dikerahkan untuk membersihkannya,” kata Kepala Desa Leces Tejo Prabowo. Serangan ulat bulu pertama kali terjadi di Desa Sumberke- dawung kemudian merembet ke desa lainnya. Imam Suryadi, 70, warga, mengaku harus membersihkan rumah dengan memunguti ulat bulu. Setiap hari ada satu timba yang terkumpul. Cara lain ada- lah mengguyur rumah dengan oli. Hasilnya hanya mampu mengurangi sedikit. Ketika ada suara yang menya- takan ulat bulu itu adalah gaib yang datang, banyak warga mengiakan. Paranormal dida- tangkan dari Lumajang. Ritual mengusir mahluk halus digelar. Seorang dukun menyarankan agar di depan rumah warga ditebar kapur. Upaya itu kalis untuk ulat bulu. Pemerintah Kabupaten Probolinggo tidak ingin warga mereka lebih menderita. Setelah menerima laporan pada Sabtu (26/3), pengendalian dengan cara penyemprotan pestisida digelar Senin (28/3). Upaya itu tuntas pada Kamis (7/4). Seluruh kawasan di sembilan kecamatan dinyatakan bebas ulat bulu. Berdasarkan pendataan se- mentara, ulat bulu telah me- nyerang 14.813 pohon mangga di Probolinggo. Total jumlah pohon di daerah itu mencapai 2,3 juta batang, dengan dengan produktivitas hasil panen seki- tar 300 ribu ton per tahun. Daun mangga di sembilan kecamatan yang meranggas kini mulai bersemi lagi. Juni- Juli nanti pohon akan berbunga dan pada Oktober-November berbuah. Panen mundur dari biasanya Mei-Juli menjadi Oktober-November. Ramah lingkungan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan pakar entomologi (ilmu serangga) dari Universitas Gadjah Mada datang ke Probolinggo, pekan lalu. Mereka datang memberikan penyuluhan penanggulangan ulat bulu yang ramah lingkung- an ke sejumlah sekolah, SD, SMP, dan SMA. Salah satunya penggunaan tabung pendayagunaan musuh alami (pendama). Tabung itu digunakan untuk memasuk- kan larva atau kepompong ulat bulu yang ditemukan. Saat menetas menjadi kupu- kupu, hama itu akan mati di tabung. Kepompong yang sudah di- masuki musuh alami ulat bulu, yakni lebah tabuan (Brahemia lasus), harus dibiarkan ke luar tabung. Lebah itu bisa terbang ke alam bebas dan menjadi musuh alami ulat bulu. “Kalau itu sudah dilaku- kan, warga tidak perlu panik. Apalagi, ulat bulu tidak me- matikan,” kata Hari Sutrisno, peneliti LIPI. LIPI dan UGM menyerahkan bantuan 200 tabung pendama. Warga juga bisa membuat sendiri dengan wadah plastik yang ditutup kain kassa. Hari yakin setelah serangan ulat bulu, pertumbuhan pohon mangga akan lebih baik. Daun dan buah akan tumbuh subur jika dibandingkan dengan sebelumnya. Karena itu, jauh-jauh hari, Pemerintah Kabupaten Probo- linggo meminta warga tidak menebang pohon mangga ken- dati daunnya habis dimakan hama. “Sekarang boleh meranggas, tapi setelah bersih dari hama, daun mangga akan lebat kem- bali,” tandas Kepala Dinas Pertanian Probolinggo Hasyim Asyhari. Serangan ulat bulu di Probo- linggo, bagi dosen Jurusan Fisiologi Hewan Universitas Brawijaya Agung Pramana, bukti keseimbangan alam di daerah itu terganggu. Predator ulat bulu, yakni burung liar pemakan serangga, menghi- lang sehingga terjadi ledak- an populasi hama tersebut. “Musuh alaminya sudah tidak ada. Kalaupun masih ada, jum- lahnya tidak seimbang dengan hama.” Setali tiga uang, Chairman of ProFauna Indonesia Rosek Nursahid mengatakan burung- burung pemakan serangga, yang tergolong burung berki- cau, seperti renjak, sinenen, dan jalak, banyak diburu secara liar untuk dijual. Keseimbangan alam pun terganggu. “Penangkapan burung secara besar-besaran akan memicu bencana ekologi,” tegasnya. Perburuan burung kicau harus dihentikan. Jika tidak, ta- hun depan, bukan tidak mung- kin wabah serupa datang lagi, bahkan lebih besar. (N-2) bagussuryo @mediaindonesia.com Ulat bulu tidak mematikan pohon mangga. Daun mulai bersemi, memunculkan harapan baru bagi petani. HARI beranjak siang, Sab- tu (16/4) lalu. Terik matahari terasa me- nyengat di jalan raya pantai utara Surabaya- Bali. Satumi, 60, warga Dusun Curah Dringu, Desa/Ke- camatan Tongas, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, sibuk membersihkan buah mangga yang kotor oleh debu di lapak miliknya, yang berada di ping- gir Jalan Raya Tongas. Di kawasan itu juga berjajar penjual mangga manalagi dan arumanis, yang menjadi ikon Probolinggo. Sekitar 30 peda- gang menjajakan mangga di depan rumah mereka. Buah ter- tata rapi di keranjang bersama dengan avokad dan sawo. Sepi dan jarang pembeli. Suasana itulah yang dihadapi para pedagang dalam sebulan terakhir. Jual beli tidak seramai biasanya. Walhasil banyak mangga berwarna hitam, akan membusuk, karena lama tidak terjual. Sepi dirasakan pedagang se- jak akhir Maret. Saat itu wabah ulat bulu menyergap sembilan kecamatan di Probolinggo, yakni Tegalsiwalan, Leces, Bantaran, Wonomerto, Dringu, Sumberasih, Kuripan, Tongas, dan Banyuanyar. Namun, itu tidak mengkha- watirkan Satumi dan kawan- kawan. Pasokan mangga masih datang dari 15 kecamatan lain di Probolinggo, yang tidak terdampak oleh ulat bulu. Pedagang lain bisa kulakan alias membeli dari pedagang besar di Pasuruan, tetangga kabupaten. Kerisauan Satumi terjadi karena kabar mewabahnya ulat bulu membuat pembeli urung datang. “Mungkin me- reka takut membeli,” Satumi menduga. Tidak ada pembeli berarti an- caman buat pedagang. Jumlah pedagang pun menyusut kare- na tidak sedikit yang gulung tikar. Mangga yang dijajakan terpaksa dibuang karena mem- busuk. Tami dan Fatonah, tetanga Satumi, mengaku merugi sebesar Rp300 ribu karena jualan mereka busuk. Lapak pun ditutup dan dalam waktu dekat keduanya tidak akan berjualan lagi. Era sebelum gerombolan ulat bulu datang adalah masa ke- emasan mangga Probolinggo. Wisatawan yang melintas di jalur Surabaya-Bali, di Jalan Raya Tongas, selalu mampir ke pinggir jalan. Mereka membeli manalagi dan arumanis. Ketika itu, Satumi mam- pu menjual sekitar 20 kilo- gram mangga per hari. Harga Rp10 ribu per kilogram untuk manalagi dan Rp15 ribu aru- manis. “Jika lagi beruntung, seorang pembeli bisa memborong 10- 20 kilogram. Kini, setelah ulat bulu, per hari hanya laku 1 kilo- gram,” lanjut perempuan itu. Sepi pembeli berarti merugi. Satumi tidak bisa membayar biaya sekolah anaknya, yang akan mengikuti ujian nasional SMP. “Saya terpaksa menung- gak bayaran sekolah yang besarnya Rp200 ribu.” Cerita duka juga mengular di Dusun Sempol, Desa Sumberke- dawung, Kecamatan Leces. Kali ini datangnya dari petani, para pemilik pohon mangga. Tak ada panen perdana mangga di tahun kelinci bagi Warsono, 70, pemilik 10 pohon, Hawin, 55, 30 pohon, dan Sunaryo, 60, yang memiliki 10 pohon. Tanaman mangga milik mereka meranggas. Daunnya ludes diserang ulat bulu sejak akhir Maret. Tanaman yang seharus- nya sudah berbunga, dan ting- gal menunggu 100 hari untuk panen, menjadi rusak. Warga lain, Suwadi, 40, juga merasakan keperihan. Ia memi- liki dua pohon mangga yang Manalagi Terse RABU, 20 APRIL 2011 22 ULAT BULU DI KARANGASEM: Ribuan ulat sutra mas ditemukan di Banjar Giok, Desa Tumbu, Kabupaten Karangase FUNGSI PREDATOR: Serangan ulat bulu di berbagai daerah seharusnya tidak terjadi apabila keseimbangan alam tetap terjaga. Petugas dari Dinas Pertanian Jawa Timur mengambil sampel ulat bulu di Kediri, Jawa Timur, (kiri atas), ulat bulu yang dimakan oleh serangga (bawah). MI/ARNOLD DHAE MI/ARNOLD DHAE Sekarang ini pohon mangga boleh meranggas. Tapi setelah bersih dari hama, daunnya akan lebat kembali. Karena itu, warga jangan sampai menebang pohon yang diserang ulat.” Hasyim Asyhari Kepala Dinas Pertanian Probolinggo ANTARA/ARIEF PRIYONO ANTARA/ARIEF PRIYONO

Upload: ngohanh

Post on 06-May-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: RABU, 20 APRIL 2011 Panen Tertunda Di dan SMA. Salah satunya penggunaan tabung pendayagunaan musuh alami (pendama). Tabung itu digunakan untuk memasuk-kan larva atau kepompong ulat

Panen Tertunda Di

FOKUS NU

BAGUS SURYO

DAUN pohon mang-ga di pekarangan rumah Hawin, 55, muncul lagi. Hijau

muda, rimbun, dan segar di-pandang mata.

Akhir pekan lalu, warga Dusun Sempol, Desa Sum-berkedawung, Kecamatan Le-ces, Probolinggo, Jawa Timur, itu sudah bisa tersenyum. Ro-man yang sangat berbeda de-ngan pekan-pekan sebelum-nya, saat 30 pohon mangganya digerayangi ulat bulu.

Enam bulan terakhir, sejum-lah kecamatan di Probolinggo didera masalah. Saat Gunung Bromo Meletus, November 2010, duka menjadi selimut warga di kecamatan Sukapura, Lumbang, Kuripan, dan Sum-ber. Jumlah warga empat ke-camatan yang terkena dampak erupsi itu sebanyak 31.676 jiwa. Saat erupsi belum mereda, ban-jir bandang material vulkanis menerjang.

Satu bulan terakhir, wabah ulat bulu yang datang. Hama itu merusak tanaman mangga di sembilan kecamatan, yakni Tegalsiwalan, Leces, Bantaran, Wonomerto, Dringu, Sum-berasih, Kuripan, Tongas, dan Banyuanyar.

Wabah serupa kemudian juga merambah sejumlah daerah lain di Jawa Timur, Bali, Jawa Barat, Jawa Tengah, Medan, dan Kalimantan.

Ulat bulu datang tiba-tiba. Sejumlah warga Dusun Sem-pol, Desa Sumberkedawung, Kecamatan Leces, mengatakan tidak mengetahui pasti datang-nya ulat bulu di pekarangan dan halaman rumah mereka.

“Tiba-tiba saja daun pohon mangga di pekarangan habis dalam hitungan menit. Sebe-lumnya datang segerombolan kupu-kupu berwarna putih, cokelat, dan kuning yang hing-gap di pohon mangga,” ungkap Hawin.

Warga lain menyebutkan wabah terjadi setelah sege-rombolan kupu-kupu ber-warna putih datang dari arah barat. Binatang itu diduga lari dari tebaran debu erupsi Bromo yang menerjang tanam-

an pertanian.Beberapa hari kemudian

muncul ulat. Warga melihatnya sebagai fenomena biasa karena setiap tahun selalu ada ulat bulu di pohon mangga.

Hanya, kali ini, jumlahnya sangat banyak. Sore hari warga melihat gerombolan ulat, ke-esokan harinya sebagian besar daun mangga sudah habis digerogoti.

Pada malam hari, suara ulat menyantap daun mangga ter-dengar menyayat, berbunyi krasak-krasak, disusul daun yang berguguran. Dalam hi-tungan hari, puluhan pohon meranggas, menyisakan ran-tingnya saja.

Sontak, desa yang sebelum-nya hijau menjadi kerontang. Di siang hari, terik panas ma-tahari pun terasa menyengat kepala.

Seusai menggasak daun, ulat menyerbu rumah. Hama itu merayap mencari tempat teduh di atap rumah dan tembok ba-ngunan. Bahkan tidak sungkan masuk di musala dan sekolah. Warga pun harus mengungsi ke rumah kerabat yang aman dari jangkauan ulat bulu.

Ulat yang datang ke SMA Negeri I Leces dan SD Negeri I Sumberkedawung membuat dua sekolah itu sempat me-liburkan siswa. Ruang kelas dimasuki ulat bulu sehingga siswa digerakkan untuk kerja bakti membersihkan hama.

Ulat juga menggangu pe-layanan di kantor pemerin-tahan Desa Leces.

“Ulat bersarang di pilar pen-dopo desa sehingga perang-

kat desa harus dikerahkan untuk membersihkannya,” kata Kepala Desa Leces Tejo Prabowo.

Serangan ulat bulu pertama kali terjadi di Desa Sumberke-dawung kemudian merembet ke desa lainnya.

Imam Suryadi, 70, warga, mengaku harus membersihkan rumah dengan memunguti ulat bulu. Setiap hari ada satu timba yang terkumpul. Cara lain ada-lah mengguyur rumah dengan oli. Hasilnya hanya mampu mengurangi sedikit.

Ketika ada suara yang menya-takan ulat bulu itu adalah gaib yang datang, banyak warga mengiakan. Paranormal dida-tangkan dari Lumajang. Ritual mengusir mahluk halus digelar. Seorang dukun me nyarankan agar di depan rumah warga ditebar kapur. Upaya itu kalis untuk ulat bulu.

Pemerintah Kabupaten Probolinggo tidak ingin warga mereka lebih menderita. Setelah menerima laporan pada Sabtu (26/3), pengendalian dengan cara penyemprotan pestisida digelar Senin (28/3). Upaya itu tuntas pada Kamis (7/4). Seluruh kawasan di sembilan kecamatan dinyatakan bebas ulat bulu.

Berdasarkan pendataan se-mentara, ulat bulu telah me-nyerang 14.813 pohon mangga di Probolinggo. Total jumlah pohon di daerah itu mencapai 2,3 juta batang, dengan dengan produktivitas hasil panen seki-tar 300 ribu ton per tahun.

Daun mangga di sembilan kecamatan yang meranggas kini mulai bersemi lagi. Juni-Juli nanti pohon akan berbunga dan pada Oktober-November berbuah. Panen mundur dari biasanya Mei-Juli menjadi Oktober-November.

Ramah lingkunganLembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI) dan pakar entomologi (ilmu serangga) dari Universitas Gadjah Mada datang ke Probolinggo, pekan lalu.

Mereka datang memberikan penyuluhan penanggulang an ulat bulu yang ramah lingkung-an ke sejumlah sekolah, SD, SMP, dan SMA.

Salah satunya penggunaan tabung pendayagunaan musuh alami (pendama). Tabung itu digunakan untuk memasuk-kan larva atau kepompong ulat bulu yang ditemukan.

Saat menetas menjadi kupu-kupu, hama itu akan mati di tabung.

Kepompong yang sudah di-masuki musuh alami ulat bulu, yakni lebah tabuan (Brahemia lasus), harus dibiarkan ke luar tabung. Lebah itu bisa terbang ke alam bebas dan menjadi musuh alami ulat bulu.

“Kalau itu sudah dilaku-kan, warga tidak perlu panik. Apalagi, ulat bulu tidak me-matikan,” kata Hari Sutrisno, peneliti LIPI.

LIPI dan UGM menyerahkan bantuan 200 tabung pendama. Warga juga bisa membuat sendiri dengan wadah plastik yang ditutup kain kassa.

Hari yakin setelah serangan ulat bulu, pertumbuhan pohon mangga akan lebih baik. Daun dan buah akan tumbuh subur jika dibandingkan dengan sebelumnya.

Karena itu, jauh-jauh hari, Pemerintah Kabupaten Probo-linggo meminta warga tidak menebang pohon mangga ken-dati daunnya habis dimakan hama.

“Sekarang boleh me ranggas, tapi setelah bersih dari hama, daun mangga akan lebat kem-bali,” tandas Kepala Dinas Pertanian Probolinggo Hasyim Asyhari.

Serangan ulat bulu di Probo-linggo, bagi dosen Jurusan Fisiologi Hewan Universitas Brawijaya Agung Pramana, bukti keseimbangan alam di daerah itu terganggu. Predator ulat bulu, yakni burung liar pemakan serangga, menghi-lang sehingga terjadi ledak-an populasi hama tersebut. “Musuh alaminya sudah tidak ada. Kalaupun masih ada, jum-lahnya tidak seimbang dengan hama.”

Setali tiga uang, Chairman of ProFauna Indonesia Rosek Nursahid mengatakan burung-burung pemakan serangga, yang tergolong burung berki-cau, seperti renjak, sinenen, dan jalak, banyak diburu secara liar untuk dijual. Keseimbangan alam pun terganggu.

“Penangkapan burung secara besar-besaran akan memicu bencana ekologi,” tegasnya.

Perburuan burung kicau ha rus dihentikan. Jika tidak, ta-hun depan, bukan tidak mung-kin wabah serupa datang lagi, bahkan lebih besar. (N-2)

[email protected]

Ulat bulu tidak mematikan pohon mangga. Daun mulai bersemi, memunculkan harapan baru bagi petani.

HARI beranjak siang, Sab-tu (16/4) lalu. Terik matahari terasa me-nyengat di jalan raya pantai utara Surabaya-Bali.

Satumi, 60, warga Dusun Curah Dringu, Desa/Ke-camatan Tongas, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, sibuk membersihkan buah mangga yang kotor oleh debu di lapak miliknya, yang berada di ping-gir Jalan Raya Tongas.

Di kawasan itu juga berjajar penjual mangga manalagi dan arumanis, yang menjadi ikon Probolinggo. Sekitar 30 peda-gang menjajakan mangga di depan rumah mereka. Buah ter-tata rapi di keranjang bersama dengan avokad dan sawo.

Sepi dan jarang pembeli. Suasana itulah yang dihadapi para pedagang dalam sebulan terakhir. Jual beli tidak seramai biasanya. Walhasil banyak mangga berwarna hitam, akan membusuk, karena lama tidak terjual.

Sepi dirasakan pedagang se-jak akhir Maret. Saat itu wabah ulat bulu menyergap sembilan kecamatan di Probolinggo, yakni Tegalsiwalan, Leces, Bantaran, Wonomerto, Dringu, Sumberasih, Kuripan, Tongas, dan Banyuanyar.

Namun, itu tidak mengkha-watirkan Satumi dan kawan-kawan. Pasokan mangga masih datang dari 15 kecamatan lain di Probolinggo, yang tidak terdampak oleh ulat bulu. Pedagang lain bisa kulakan alias membeli dari pedagang besar di Pasuruan, tetangga kabupaten.

Kerisauan Satumi terjadi karena kabar mewabahnya ulat bulu membuat pembeli urung datang. “Mungkin me-reka takut membeli,” Satumi menduga.

Tidak ada pembeli berarti an-caman buat pedagang. Jumlah pedagang pun menyusut kare-na tidak sedikit yang gulung tikar. Mangga yang dijajakan terpaksa dibuang karena mem-busuk.

Tami dan Fatonah, tetanga Satumi, mengaku merugi sebesar Rp300 ribu karena jualan mereka busuk. Lapak pun ditutup dan dalam waktu dekat keduanya tidak akan berjualan lagi.

Era sebelum gerombolan ulat bulu datang adalah masa ke-emasan mangga Probolinggo. Wisatawan yang melintas di jalur Surabaya-Bali, di Jalan Raya Tongas, selalu mampir ke pinggir jalan. Mereka membeli manalagi dan arumanis.

Ketika itu, Satumi mam-pu menjual sekitar 20 kilo-gram mangga per hari. Harga Rp10 ribu per kilogram untuk manala gi dan Rp15 ribu aru-manis.

“Jika lagi beruntung, seorang pembeli bisa memborong 10-

20 kilogram. Kini, setelah ulat bulu, per hari hanya laku 1 kilo-gram,” lanjut perempuan itu.

Sepi pembeli berarti merugi. Satumi tidak bisa membayar biaya sekolah anaknya, yang akan mengikuti ujian nasional SMP. “Saya terpaksa menung-gak bayaran sekolah yang besarnya Rp200 ribu.”

Cerita duka juga mengular di Dusun Sempol, Desa Sumberke-dawung, Kecamatan Leces. Kali ini datangnya dari petani, para pemilik pohon mangga. Tak ada panen perdana mangga di tahun kelinci bagi Warsono, 70, pemilik 10 pohon, Hawin, 55, 30 pohon, dan Sunaryo, 60, yang memiliki 10 pohon. Tanaman mangga milik mereka meranggas. Daunnya ludes diserang ulat bulu sejak akhir Maret. Tanaman yang seharus-nya sudah berbunga, dan ting-gal menunggu 100 hari untuk panen, menjadi rusak.

Warga lain, Suwadi, 40, juga merasakan keperihan. Ia memi-liki dua pohon mangga yang

Manalagi Terse

RABU, 20 APRIL 201122

ULAT BULU DI KARANGASEM: Ribuan ulat sutra mas ditemukan di Banjar Giok, Desa Tumbu, Kabupaten Karangase

FUNGSI PREDATOR: Serangan ulat bulu di berbagai daerah seharusnya tidak terjadi apabila keseimbangan alam tetap terjaga. Petugas dari Dinas Pertanian Jawa Timur mengambil sampel ulat bulu di Kediri, Jawa Timur, (kiri atas), ulat bulu yang dimakan oleh serangga (bawah).

MI/ARNOLD DHAEMI/ARNOLD DHAE

Sekarang ini pohon mangga

boleh me ranggas. Tapi setelah bersih dari hama, daunnya akan lebat kembali. Karena itu, warga jangan sampai menebang pohon yang diserang ulat.”Hasyim AsyhariKepala Dinas Pertanian Probolinggo

ANTARA/ARIEF PRIYONOANTARA/ARIEF PRIYONO