rabu, 18 agustus 2010 | media indonesia jangan jadi … filejangan jadi negeri pabrik optimalisasi...

1
14 | Ekonomi Nasional RABU, 18 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA Jangan Jadi Negeri Pabrik Optimalisasi KUR Jadi Prioritas Dana Infrastruktur masih Minim Jika serius ingin menjadi negara industri maju, sonteklah nilai-nilai industri Jepang. Misalnya, bukan produk yang lebih dulu dihasilkan industri, melainkan orang. KEMENTERIAN Koperasi dan UKM siap mendorong optimalisasi penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) dengan berbagai cara dalam lima tahun ke depan. Menteri Koperasi dan UKM Syariefuddin Hasan menyata- kan optimalisasi KUR merupa- kan program prioritas untuk pemberantasan kemiskinan yang dicanangkan pemerin- tah. “Karena itu akan menjadi fokus dan kita akan optimalkan penyalurannya,” kata Syarief seusai Pidato Kenegaraan Pre- siden RI dalam rangka HUT ke- 65 RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (16/8). Sebelumnya dalam Pida- to Kenegaraannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan Program Nasio- MESKI pemerintah menaikkan anggaran infrastruktur dua kali lipat tahun depan, yakni men- jadi Rp63,6 triliun, alokasi itu masih sangat minim bagi pem- bangunan. Pasalnya, alokasi dana hanya mencakup 15,5% dari total belanja kementerian/ lembaga (K/L). Pengamat Ekonomi Susta- inable Development Indonesia Dradjad H Wibowo mengata- kan berdasarkan hitungan Bap- penas, pembiayaan infrastruk- tur selama lima tahun ke depan adalah Rp1.429 triliun. Seperti- ga dari kebutuhan tersebut ber- asal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Adapun dua pertiga sisanya nal Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dan KUR sebagai program yang menyen- tuh langsung masyarakat kelas bawah sehingga akan terus diperluas. “Jangkauan pelayanan kita tambah, utamanya bagi para pelaku usaha mikro dan kecil,” ujarnya. Presiden menambahkan, diharapkan dari swasta. “Kalau dibagi rata saja, ber- arti harusnya ada Rp95 triliun- Rp96 triliun per tahun khusus untuk infrastruktur,” ujar dia. Menurut Dradjad, pemerintah hanya menargetkan pemenuhan kebutuhan infrastruktur dasar. “Mereka belum memasukkan kebutuhan investasi besar un- tuk menambah jalan dan sa- rana transportasi modern guna mengatasi kemacetan Jakarta,’’ katanya. Senada, Ketua Umum Aso- siasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi mengatakan bahwa seharusnya alokasi dana untuk infrastruktur mencapai 34% dari total belanja K/L. dalam lima tahun ke depan sampai 2014, pemerintah akan menyediakan dana Rp100 tri- liun, atau Rp20 triliun setiap tahunnya bagi kepentingan KUR. Kebijakan itu diharapkan mampu menjadi terobosan dalam menurunkan angka ke- miskinan. Untuk tahun ini, pe- merintah menargetkan serapan KUR sebesar Rp13 triliun. Terkait dengan mekanisme kontrolnya, Syarief mengatakan akan secara rutin mengecek dan meng- update perkembangan dan pelaksanaan program KUR di lapangan untuk memastikan bahwa KUR telah dilaksana- kan dengan baik. “Kita selalu meng-update penyaluran KUR termasuk mencari tahu apa persoalannya di lapangan,” ujarnya. (Ant/E-3) Peningkatan anggaran juga tidak akan membantu pemba- ngunan infrastruktur lebih baik, jika tidak disertai penye- rapan anggaran yang optimal. Hal itu merujuk pada APBN Perubahan 2010 yang terserap di bawah 50% hingga semester I 2010. Dari alokasi Rp63,6 triliun, untuk program pembangunan jalan besar Rp25,5 triliun, sub- sidi, dan pembiayaan bidang infrastruktur Rp20,1 triliun, program pengelolaan, dan penyelenggaraan transportasi laut Rp3,2 triliun serta program pengelolaan dan penyelengga- raan transportasi udara Rp3,1 triliun. (*/Rrn/Tup/E-2) Syariefuddin Hasan Menteri Koperasi dan UKM J EPANG sekarang bukan Jepang dua dasawarsa yang lalu. Jepang hari ini adalah negara yang dililit persoalan fiskal, yaitu rasio utang mencapai 180% dari produk domestik bruto (PDB), tertinggi di antara negara-ne- gara maju. Negara itu juga mengha- dapi persoalan besar kependu- dukan, yaitu struktur pendu- duknya menjadi tua bangka (aging society). Sejak 1999, usia kerja 15 tahun ke atas turun 2%, angkatan kerja berumur 25-34 tahun menciut 9%, sedangkan penduduk berusia 65 tahun ke atas membengkak 19%. Begitu- lah kini, apalagi di masa depan, yang muda yang lebih sedikit, menanggung hidup yang tua yang banyak jumlahnya. Akan tetapi, Jepang hari ini masih negara terbesar kedua di dunia dalam hal ekonomi, de- ngan China membayanginya. Sekalipun perekonomiannya memikul persoalan besar di tengah kompetisi global yang semakin keras, berdasarkan ba- sis per kapita, Jepang masihlah negara terkaya di Asia. Banyak faktor, sejak Restorasi Meiji, penyebab negara yang kalah perang itu meraih supe- rioritas. Salah satu yang pokok adalah keunggul an industri Jepang yang padat nilai-nilai. Di antaranya, industri Jepang tiada kunjung lelah melakukan inovasi; memiliki komitmen terhadap partner bisnis; serta bertanggung jawab. Toyota, raksasa otomotif Je- pang, kiranya merupakan con- toh mutakhir yang spektakuler untuk perkara tanggung jawab. Sejak November 2009, Toyota telah menarik sekitar 9 juta mobil di AS, karena pedal gas yang bermasalah dan rem yang lengket. Toyota menghabiskan US$2 miliar untuk memperbaiki sekitar 9 juta mobil itu. Seka- lipun 55% responden dari jajak pendapat USA Today/Gallup mengatakan Toyota lamban bertindak, Toyota telah me- nunjukkan diri sebagai perusa- haan yang bertanggung jawab, berani mengambil risiko demi konsumen. Adapun, meminjam filosofi Matshushita Konosuke, pendiri Panasonic Corporation, indus- trialis Jepang memperlakukan produk bagaikan anak sendi- ri. “Barang-barang yang kita hasilkan tiap hari, sama seperti anak-anak yang kita rawat dengan penuh kasih sayang. Menjualnya ibarat melihat anak-anak tumbuh dewasa dan pergi melihat dunia. Wajar jika kita memiliki perhatian atas nasib mereka.” Indonesia tidak punya nilai- nilai itu, baik sebagai perusa- haan maupun sebagai bangsa. Hal itu tampak nyata pada malapetaka ledakan elpiji yang menelan banyak nyawa. Tidak ada yang segera bertanggung jawab, mengambil risiko me- narik tabung gas dan menggan- tinya dengan yang sempurna. Setia pada partner Nilai lain yang dimiliki indus- tri Jepang adalah setia kepada partner bisnis. Itulah komitmen yang nampak buahnya di Indo- nesia, melalui dua nama besar pelopor industri negeri ini, Drs H Thayeb Mohammad Gobel dan William Soerjadjaya. William adalah pionir indus- tri otomotif Indonesia, melalui Astra perusahaannya, yang men jadi agen mobil merek Toyota pada 1970. Kepercayaan industrialis Jepang terus ber- tambah dengan menjadikan As- tra juga partner Honda (sepeda motor), Fuji Xerox (mesin fo- tokopi), Komatsu (alat berat), dan juga Daihatsu (mobil). Sampai kemudian terjadi- lah krisis Bank Summa, yang dikelola Edward Soerjadjaya, anaknya. Krisis itu menyebab- kan Om William menjual Astra agar bisa menebus dampak ke- uangan dari ditutupnya Bank Summa. Sang ayah menunjuk- kan tanggung jawabnya. Adapun hubungan bisnis Jepang-Indonesia yang pertama dan terpanjang terjalin antara Matsushita dan Drs H Thayeb Mohammad Gobel. Itu terjadi pada 1960, melalui perjanjian kerja sama teknis antara PT Transistor Radio Manufactur- ing Co dan Matsushita Electric Industrial Co Ltd. Menurut Rachmat Gobel, putra Thayeb Gobel, tahun itu juga dihasilkan radio transis- tor canggih, dengan baterai lebih kecil dan lebih sedikit. Menyusul kemudian produksi televisi pertama di Tanah Air, yang membuat bangsa Indo- nesia bisa menonton pertan- dingan Asian Games IV yang berlangsung di Jakarta pada 1962 melalui layar kaca. “Kita bisa bertanya buat apa Jepang bagi Indonesia. Sumber alamnya zero . Namun, me- reka punya etos kerja, kualitas SDM,’’ kata Rachmat Gobel. Inovasi tanpa lelah Ekonomi Jepang kini sedang rapuh, tetapi kreativitas dan daya inovasi industri Jepang yang tiada kunjung lelah akan menyelamatkan Jepang. Itulah kurang lebih sari pati keya- kinan Mark L Clifford, Direktur Eksekutif Asia Business Coun- cil, dalam kolomnya di majalah Time (2 Agustus 2010). Yang punya kreativitas jelas- lah sang manusia. Dan yang dapat melakukan pembelajaran pun manusia. “Make people be- fore products,” itulah salah satu prinsip fundamental filsafat bisnis Matshushita. Jadi, bukan barang, bukan produk yang lebih dulu dihasil- kan industri, melainkan orang, sumber daya manusia. Terus-menerus berinovasi menyebabkan Jepang yang miskin sumber daya alam, dewasa ini paling efisien da- lam hal energi. Toyota meng- hasilkan mobil hibrida (Prius), Panasonic menciptakan lampu hemat energi (Alowa+ Series). Bahkan, sekarang Panasonic melompat lebih jauh dengan Saur Hutabarat menawarkan gaya hidup baru, yaitu tinggal di rumah tanpa emisi CO2 (eco ideas house). Mutu sumber daya manu- sia, kreativitas anak manusia, akhirnya menjadi kunci pokok kemajuan sebuah bangsa. Hal- hal itulah yang perlu dipelajari Indonesia dari Jepang, seperti telah terjalin dalam kerja sama Panasonic-Gobel selama lima dasawarsa sehingga bisa mem- bangun dan mengembangkan industri di negeri ini. “Di In- donesia lebih banyak pabrik daripada industri,” ujar Rach- mat. (E-4) [email protected] EKONOMI JEPANG: Pekerja merakit TV di salah satu unit produksi pabrik Panasonic di Osaka, Jepang, beberapa waktu lalu. Jepang kini sedang memasuki masa sulit setelah rasio utang mencapai 180% dari produk domestik bruto (PDB), tertinggi di antara negara-negara maju. MI/SAUR HUTABARAT MI/AGUNG W Kita bisa bertanya buat apa Jepang bagi Indonesia. Namun, mereka punya etos kerja, kualitas SDM.’’

Upload: doliem

Post on 11-Apr-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

14 | Ekonomi Nasional RABU, 18 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA

Jangan Jadi Negeri Pabrik

Optimalisasi KURJadi Prioritas

Dana Infrastruktur masih Minim

Jika serius ingin menjadi negara industri maju, sonteklah nilai-nilai industri Jepang. Misalnya, bukan produk yang lebih dulu dihasilkan industri, melainkan orang.

KEMENTERIAN Koperasi dan UKM siap mendorong optimalisasi penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) dengan berbagai cara dalam lima tahun ke depan.

Menteri Koperasi dan UKM Syariefuddin Hasan menyata-kan optimalisasi KUR merupa-kan program prioritas untuk pemberantasan kemiskinan yang dicanangkan pemerin-tah.

“Karena itu akan menjadi fokus dan kita akan optimalkan penyalurannya,” kata Syarief seusai Pidato Kenegaraan Pre-siden RI dalam rangka HUT ke-65 RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (16/8).

Sebelumnya dalam Pida-to Kenegaraannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan Program Nasio-

MESKI pemerintah menaikkan anggaran infrastruktur dua kali lipat tahun depan, yakni men-jadi Rp63,6 triliun, alokasi itu masih sangat minim bagi pem-bangunan. Pasalnya, alokasi dana hanya mencakup 15,5% dari total belanja kementerian/lembaga (K/L).

Pengamat Ekonomi Susta-inable Development Indonesia Dradjad H Wibowo mengata-kan berdasarkan hitungan Bap-penas, pembiayaan infrastruk-tur selama lima tahun ke depan adalah Rp1.429 triliun. Seperti-ga dari kebutuhan tersebut ber-asal dari Anggaran Penda patan dan Belanja Negara (APBN). Adapun dua pertiga sisanya

nal Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dan KUR se bagai program yang menyen-tuh langsung masyarakat kelas bawah sehingga akan terus diperluas.

“Jangkauan pelayanan kita tambah, utamanya bagi para pelaku usaha mikro dan kecil,” ujarnya.

Presiden menambahkan,

diharapkan dari swasta.“Kalau dibagi rata saja, ber-

arti harusnya ada Rp95 triliun-Rp96 triliun per tahun khusus untuk infrastruktur,” ujar dia.

Menurut Dradjad, pemerin tah hanya menargetkan pemenuhan kebutuhan infrastruktur dasar. “Mereka belum memasukkan kebutuhan investasi besar un-tuk menambah jalan dan sa-rana transportasi mo dern guna mengatasi kema cetan Jakarta,’’ katanya.

Senada, Ketua Umum Aso-siasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi mengatakan bahwa seharusnya alokasi dana untuk infrastruktur mencapai 34% dari total belanja K/L.

dalam lima tahun ke depan sampai 2014, pemerintah akan menyediakan dana Rp100 tri-liun, atau Rp20 triliun setiap tahunnya bagi kepentingan KUR.

Kebijakan itu diharapkan mampu menjadi terobosan da lam menurunkan angka ke-miskinan. Untuk tahun ini, pe-merintah menargetkan serapan KUR sebesar Rp13 triliun.

Terkait dengan mekanisme kontrolnya, Syarief mengatakan akan secara rutin mengecek dan meng-update perkembangan dan pelaksanaan program KUR di lapangan untuk memastikan bahwa KUR telah dilaksana-kan dengan baik. “Kita selalu meng-update penyaluran KUR termasuk mencari tahu apa persoalannya di lapangan,” ujarnya. (Ant/E-3)

Peningkatan ang garan juga tidak akan membantu pemba-ngunan infrastruktur lebih baik, jika tidak disertai penye-rapan anggaran yang optimal. Hal itu merujuk pada APBN Perubahan 2010 yang terserap di bawah 50% hingga semester I 2010.

Dari alokasi Rp63,6 triliun, untuk program pembangunan jalan besar Rp25,5 trili un, sub-sidi, dan pembiayaan bidang infrastruktur Rp20,1 triliun, program pengelolaan, dan penyelenggaraan transportasi laut Rp3,2 triliun serta program pengelolaan dan penyelengga-raan transportasi udara Rp3,1 triliun. (*/Rrn/Tup/E-2)

Syariefuddin HasanMenteri Koperasi dan UKM

JEPANG sekarang bukan Jepang dua dasawarsa yang lalu. Jepang hari ini adalah negara yang

dililit persoalan fiskal, yaitu rasio utang mencapai 180% dari produk domestik bruto (PDB), tertinggi di antara negara-ne-gara maju.

Negara itu juga mengha-dapi persoalan besar kependu-dukan, yaitu struktur pendu-duknya menjadi tua bangka (aging society). Sejak 1999, usia kerja 15 tahun ke atas turun 2%, angkatan kerja berumur 25-34 tahun menciut 9%, sedangkan penduduk berusia 65 tahun ke atas membengkak 19%. Begitu-lah kini, apalagi di masa depan, yang muda yang lebih sedikit, menanggung hidup yang tua yang banyak jumlahnya.

Akan tetapi, Jepang hari ini masih negara terbesar kedua di dunia dalam hal ekonomi, de-ngan China membayanginya. Sekalipun perekonomiannya memikul persoalan besar di tengah kompetisi global yang semakin keras, berdasarkan ba-sis per kapita, Jepang masihlah negara terkaya di Asia.

Banyak faktor, sejak Restorasi Meiji, penyebab negara yang ka lah perang itu meraih supe-rioritas. Salah satu yang pokok adalah keunggul an industri Jepang yang padat nilai-nilai.

Di antaranya, industri Jepang tiada kunjung lelah melakukan inovasi; memiliki komitmen terhadap partner bisnis; serta

bertanggung jawab.Toyota, raksasa otomotif Je-

pang, kiranya merupakan con-toh mutakhir yang spektakuler untuk perkara tanggung jawab. Sejak November 2009, Toyota telah menarik sekitar 9 juta mobil di AS, karena pedal gas yang bermasalah dan rem yang lengket.

Toyota menghabiskan US$2 miliar untuk memperbaiki sekitar 9 juta mobil itu. Seka-lipun 55% responden dari jajak pendapat USA Today/Gallup mengatakan Toyota lamban bertindak, Toyota telah me-nunjukkan diri sebagai perusa-haan yang bertanggung jawab, berani mengambil risiko demi konsumen.

Adapun, meminjam fi losofi Matshushita Konosuke, pendiri Panasonic Corporation, indus-trialis Jepang memperlakukan produk bagaikan anak sendi-ri. “Barang-barang yang kita hasilkan tiap hari, sama seperti anak-anak yang kita rawat de ngan penuh kasih sayang. Menjualnya ibarat melihat anak-anak tumbuh dewasa dan pergi melihat dunia. Wajar jika kita memiliki perhatian atas nasib mereka.”

Indonesia tidak punya nilai-nilai itu, baik sebagai perusa-haan maupun sebagai bangsa. Hal itu tampak nyata pada ma lapetaka ledakan elpiji yang menelan banyak nyawa. Tidak ada yang segera bertanggung jawab, mengambil risiko me-narik tabung gas dan menggan-tinya dengan yang sempurna.

Setia pada partnerNilai lain yang dimiliki indus-

tri Jepang adalah setia kepa da partner bisnis. Itulah komitmen yang nampak buahnya di Indo-nesia, melalui dua nama besar pelopor industri nege ri ini, Drs H Thayeb Mohammad Gobel dan William Soerjadjaya.

William adalah pionir indus-tri otomotif Indonesia, melalui Astra perusahaannya, yang men jadi agen mobil merek

Toyota pada 1970. Kepercayaan industrialis Jepang terus ber-tambah dengan menjadikan As-tra juga partner Honda (sepeda motor), Fuji Xerox (mesin fo-tokopi), Komatsu (alat berat), dan juga Daihatsu (mobil).

Sampai kemudian terjadi-lah krisis Bank Summa, yang dike lola Edward Soerjadjaya, anaknya. Krisis itu menyebab-kan Om William menjual Astra agar bisa menebus dampak ke-uangan dari ditutupnya Bank Summa. Sang ayah menunjuk-kan tanggung jawabnya.

Adapun hubungan bisnis Jepang-Indonesia yang pertama dan terpanjang terjalin antara

Matsushita dan Drs H Thayeb Mohammad Gobel. Itu terjadi pada 1960, melalui perjanjian kerja sama teknis antara PT Transistor Radio Manufactur-ing Co dan Matsushita Electric Industrial Co Ltd.

Menurut Rachmat Gobel, putra Thayeb Gobel, tahun itu juga dihasilkan radio transis-tor canggih, dengan baterai lebih kecil dan lebih sedikit. Menyusul kemudian produksi televisi pertama di Tanah Air, yang membuat bangsa Indo-nesia bisa menonton pertan-dingan Asian Games IV yang berlangsung di Jakarta pada 1962 melalui layar kaca.

“Kita bisa bertanya buat apa Jepang bagi Indonesia. Sumber alamnya zero. Namun, me-reka punya etos kerja, kualitas SDM,’’ kata Rachmat Gobel.

Inovasi tanpa lelahEkonomi Jepang kini sedang

rapuh, tetapi kreativitas dan daya inovasi industri Jepang yang tiada kunjung lelah akan menyelamatkan Jepang. Itulah kurang lebih sari pati keya-kinan Mark L Clifford, Direktur Eksekutif Asia Business Coun-cil, dalam kolomnya di majalah Time (2 Agustus 2010).

Yang punya kreativitas jelas-lah sang manusia. Dan yang

dapat melakukan pembelajaran pun manusia. “Make people be-fore products,” itulah salah satu prinsip fundamental filsafat bisnis Matshushita.

Jadi, bukan barang, bukan produk yang lebih dulu dihasil-kan industri, melainkan orang, sumber daya manusia.

Terus-menerus berinovasi menyebabkan Jepang yang miskin sumber daya alam, dewasa ini paling efi sien da-lam hal energi. Toyota meng-hasilkan mobil hibrida (Prius), Panasonic menciptakan lampu hemat energi (Alowa+ Series). Bahkan, sekarang Panasonic melompat lebih jauh dengan

Saur Hutabarat

menawarkan gaya hidup baru, yaitu tinggal di rumah tanpa emisi CO2 (eco ideas house).

Mutu sumber daya manu-sia, kreativitas anak manusia, akhirnya menjadi kunci pokok kemajuan sebuah bangsa. Hal-hal itulah yang perlu dipelajari Indonesia dari Jepang, seperti telah terjalin dalam kerja sama Panasonic-Gobel selama lima dasawarsa sehingga bisa mem-bangun dan mengembangkan industri di negeri ini. “Di In-donesia lebih banyak pabrik daripada industri,” ujar Rach-mat. (E-4)

[email protected]

EKONOMI JEPANG: Pekerja merakit TV di salah satu unit produksi pabrik Panasonic di Osaka, Jepang, beberapa waktu lalu. Jepang kini sedang memasuki masa sulit setelah rasio utang mencapai 180% dari produk domestik bruto (PDB), tertinggi di antara negara-negara maju.

MI/SAUR HUTABARAT

MI/AGUNG W

Kita bisa bertanya buat apa Jepang bagi Indonesia. Namun, mereka punya etos kerja, kualitas SDM.’’