r. suminar tedjasari, ruminta ginting, tri bambang l, yanni a

12
Hasi/ Penelilian dan Kegiatan PTLR Tahzln 2006 ISSN 0852 - 2979 PENGKAJIAN PERHITUNGAN DOSIS RADIASIINTERNA PADA PEKERJA RADIASI BERDASARKAN ICRP 30 DAN ICRP 68 R. Suminar Tedjasari, Ruminta Ginting, Tri Bambang L, Yanni A. Pusat Teknologi Limbah Radioaktif, BATAN ABSTRAK PENGKAJIAN PERHITUNGAN DOSIS RADIASIINTERNA PADA PEKERJA RADIASI BERDASARKAN ICRP 30 DAN 68. Telah dilakukan pengkajian perhitungan dosis radiasi interna dengan mengacu pada rekomendasi ICRP yang lama maupun baru yaitu ICRP 30 dan ICRP 68. Data yang digunakan dalam perhitungan adalah data hasil pemantauan rutin terhadap pekerja radiasi PPTN Serpong.Hasil perhitungan menunjukkan adanya perbedaan yang cukup berarti, yang dipengaruhi oleh beberapa parameter dosimetri antara lain asumsi intake dan jenis kontaminan, fraksi intake, faktor retensi, faktor konversi dosis dan terutama Nilai Batas Dosis (NBD) yang berbeda. Rekomendasi ICRP 30 masih menggunakan NBD 50 mSv/tahun sedangkan ICRP 68 telah menerapkan NBD 20 mSv/tahun. Hasil perhitungan dosis dengan rekomendasi baru rata-rata lebih besar 1,27 kali dibandingkan dengan hasil perhitungan dengan rekomendasi lama. Jika dilihat dari sudut keselamatan, terutama proteksi radiasi, maka besarnya perbedaan ini akan menjadi sangat berarti karena akan mengakibatkan terjadinya kesalahan evaluasi atas keselamatan dan kesehatan, baik pada pekerja masyarakat maupun lingkungan. ABSTRACT INTERNAL DOSE ASSESSMENT OF RADIATION WORKERS BASED ON ICRP PUBLICATION 30 AND 68. Assessment of internal radiation dose calculation using the old recommendation ICRP 30 and the new one ICRP 68 has been carried out. Calculation was done using the results of internal monitoring to radiation workers at PPTN Serpong. The calculation results indicated a significant difference which was affected by some dosimetric parameters, such as time of intake, contaminant, fraction of intake, retention factor, dose conversion factor and especially the dose limit. ICRP 30 is based on the dose limit of 50 mSv/year and the new recommendation has adopted the new limit of 20 mSv/year. The calculation results using new recommendation is 1,27 higher than the results of old recommendation. For radiation protection this difference is quite significant because it could cause a wrong evaluation of safety and health for radiation workers, public and also the environment. PENDAHULUAN Pemantauan dosis radiasi interna terhadap pekerja radiasi di kawasan PPTN Serpong yang dilaksanakan oleh Subbidang PP-BKL meliputi kegiatan pengukuran, perhitungan dan evaluasi dosis berikut perekaman data dosis. Ketepatan evaluasi tentunya sanagt bergantung pad a hasil pengukuran,kalibrasi dan perhitungan dosis. Selama ini dalam menghitung dosis interna dilakukan dengan mengacu pada rekomendasi ICRP Publikasi 30 dan 54 yang didasarkan pad a nilai batas dosis 50 rnSvl tahun. Sementara itu ilmu dosimetri terus berkembang, demikian pula halnya dengan dosimetri interna. Selain perkembangan dalam komponen dosimetri interna, nilai batas dosis (NBD) juga mengalami perubahan. Dengan berubahnya NBD, maka banyak pula 143

Upload: truongdiep

Post on 15-Jan-2017

220 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: R. Suminar Tedjasari, Ruminta Ginting, Tri Bambang L, Yanni A

Hasi/ Penelilian dan Kegiatan PTLR Tahzln 2006 ISSN 0852 - 2979

PENGKAJIAN PERHITUNGAN DOSIS RADIASIINTERNAPADA PEKERJA RADIASI

BERDASARKAN ICRP 30 DAN ICRP 68

R. Suminar Tedjasari, Ruminta Ginting, Tri Bambang L, Yanni A.Pusat Teknologi Limbah Radioaktif, BATAN

ABSTRAKPENGKAJIAN PERHITUNGAN DOSIS RADIASIINTERNA PADA PEKERJA RADIASI

BERDASARKAN ICRP 30 DAN 68. Telah dilakukan pengkajian perhitungan dosis radiasi internadengan mengacu pada rekomendasi ICRP yang lama maupun baru yaitu ICRP 30 dan ICRP 68.Data yang digunakan dalam perhitungan adalah data hasil pemantauan rutin terhadap pekerjaradiasi PPTN Serpong.Hasil perhitungan menunjukkan adanya perbedaan yang cukup berarti,yang dipengaruhi oleh beberapa parameter dosimetri antara lain asumsi intake dan jeniskontaminan, fraksi intake, faktor retensi, faktor konversi dosis dan terutama Nilai Batas Dosis(NBD) yang berbeda. Rekomendasi ICRP 30 masih menggunakan NBD 50 mSv/tahunsedangkan ICRP 68 telah menerapkan NBD 20 mSv/tahun. Hasil perhitungan dosis denganrekomendasi baru rata-rata lebih besar 1,27 kali dibandingkan dengan hasil perhitungan denganrekomendasi lama. Jika dilihat dari sudut keselamatan, terutama proteksi radiasi, maka besarnyaperbedaan ini akan menjadi sangat berarti karena akan mengakibatkan terjadinya kesalahanevaluasi atas keselamatan dan kesehatan, baik pada pekerja masyarakat maupun lingkungan.

ABSTRACTINTERNAL DOSE ASSESSMENT OF RADIATION WORKERS BASED ON ICRP

PUBLICATION 30 AND 68. Assessment of internal radiation dose calculation using the oldrecommendation ICRP 30 and the new one ICRP 68 has been carried out. Calculation was doneusing the results of internal monitoring to radiation workers at PPTN Serpong. The calculationresults indicated a significant difference which was affected by some dosimetric parameters, suchas time of intake, contaminant, fraction of intake, retention factor, dose conversion factor andespecially the dose limit. ICRP 30 is based on the dose limit of 50 mSv/year and the newrecommendation has adopted the new limit of 20 mSv/year. The calculation results using newrecommendation is 1,27 higher than the results of old recommendation. For radiation protectionthis difference is quite significant because it could cause a wrong evaluation of safety and healthfor radiation workers, public and also the environment.

PENDAHULUAN

Pemantauan dosis radiasi interna terhadap pekerja radiasi di kawasan PPTN

Serpong yang dilaksanakan oleh Subbidang PP-BKL meliputi kegiatan pengukuran,

perhitungan dan evaluasi dosis berikut perekaman data dosis. Ketepatan evaluasi

tentunya sanagt bergantung pad a hasil pengukuran,kalibrasi dan perhitungan dosis.

Selama ini dalam menghitung dosis interna dilakukan dengan mengacu pada

rekomendasi ICRP Publikasi 30 dan 54 yang didasarkan pad a nilai batas dosis 50 rnSvl

tahun. Sementara itu ilmu dosimetri terus berkembang, demikian pula halnya dengan

dosimetri interna. Selain perkembangan dalam komponen dosimetri interna, nilai batas

dosis (NBD) juga mengalami perubahan. Dengan berubahnya NBD, maka banyak pula

143

Page 2: R. Suminar Tedjasari, Ruminta Ginting, Tri Bambang L, Yanni A

Hasil Penelitian dan Kegialan PTLR Tahun 2006 ISSN 0852 - 2979

faktor dosimetri lain yang berubah antara lain faktor koefisien dosis, nilai batas masukan

tahunan (All), dll. Walaupun NBD yang baru tersebut belum diadopsi di Indonesia,

pemahaman mengenai hal tersebut tetap perlu dilakukan agar pada saatnya nanti kita

telah siap untuk penerapannya.

Dalam hal dosimetri interna, perubahan yang terjadi dari perbedaan NBD akan

sangat berpengaruh pada hasil evaluasi dosis. Oleh karenanya pengkajian ini dilakukan

dengan maksud agar dapat lebih dipahami sejauh mana perbedaan yang dapat

ditimbulkan dari perubahan NBD tersebut. Untuk memudahkan pemahaman, maka

pengkajian akan dilakukan dengan membandingkan hasil perhitungan dosis

berdasarkan data hasil pemantauan dosis perorangan rutin pekerja radiasi PPTN

Serpong, yang mengacu pada parameter dosimetri dalam ICRP Publikasi 30 dan ICRP

Publikasi 68 (rekomendasi baru).

Dalam pengkajian ini akan diuraikan terlebih dahulu mengenai komponen

dosimetri yang berperan dalam terjadinya perbedaan perhitungan / evaluasi, antara lain

model metabolik saluran pernafasan, apa saja perbedaan yang ada antara model dalam

Publikasi 30 dengan model saluran pernafasan dalam Publikasi 66, yang banyak

mendasari parameter dosimetri dalam Publikasi 68. Selanjutnya untuk memperjelas

perbedaan yang terjadi, akan dilakukan perhitungan dosis dengan menggunakan data

hasil pemantauan rutin pekerja radiasi PPTN Serpong. Hasil perhitungan akan dibahas

untuk kemudian ditarik kesimpulan yang diharapkan dapat menjadi masukan untuk

perbaikan dan pengembangan prosedur pemantauan.

Diharapkan dengan diperolehnya hasil pengkajian ini, maka jika suatu saat nanti

NBD 20 mSv/tahun diterapkan di Indonesia, kita telah siap dan mampu melakukan

perhitungan dan evaluasi dosis sesuai dengan acuan dalam rekomendasi barutersebut.

TAT A KERJA

Model metabolik saluran pernafasan

Radionuklida yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami metabolisme dan

terdistribusi di dalam organ/jaringan tubuh. Untuk menggambarkan perjalanan

radionuklida di dalam tubuh, maka dibuatlah suatu model metabolisme atau model

metabolik. Dalam dosimetri interna ada beberapa model metabolik, antara lain model

metabolik saluran pernafasan, saluran pencernaan, translokasi unsur ke jaringan dan

organ, dll.

144

Page 3: R. Suminar Tedjasari, Ruminta Ginting, Tri Bambang L, Yanni A

Hasi/ Penelitian dan Kegialan PTLR Tahun 2006 ISSN 0852 - 2979

Salah satu model metabolik yang cukup penting adalah model metabolik saluran

pernafasan, terutama untuk penggambaran radionuklida yang masuk melalui inhalasi.

Beberapa parameter dosimetri interna diturunkan berdasarkan model metabolik ini, dan

ICRP telah mengadopsi model dosimetri baru untuk saluran pernafasan manusia yang

secara lengkap diuraikan dalam ICRP Publikasi 66. Model saluran pernafasan ini

merupakan pengembangan dari model yang diadopsi dalam ICRP Publikasi 30, tapi

dengan ruang lingkup yang lebih luas dan beberapa perbedaan lain, yaitu [1,2] :

1. Model saluran pernafasan Publikasi 30 membagi saluran pernafasan ke dalam 3

bagian utama yaitu naso-pharringeal (NP), tracheobronchial (TB) dan pulmonary

(P). Deposisi di setiap bagian bergantung pada sifat fisis, kimia serta ukuran

partikel yang terhirup.

Model saluran pernafasan Publikasi 66 dibagi dalam 5 daerah yaitu jalur extra­

thoracic (ET) yang dibagi dalam ET1 (anterior nasal passage) dan ET2 (terdiri

dari posterior nasal dan oral passages,pharynx dan larynx), kemudian daerah

thoracic adalah bronchial (BB), bronchiolar (bb) dan alveolar-interstitial.

Lympatics bergabung dengan jalur extrathoracic dan thoracic ( masing-masing

LNET dan LNTH). Deposisi di setiap bagian daerah pernafasan ditentukan juga

dengan memperhitungkan beberapa kegiatan tubuh yaitu tidur, dud uk, kegiatan

ringan dan kegiatan berat.

2. Ruang lingkup penerapan model Publikasi 30 hanya untuk pekerja radiasi

sedangkan Model Publikasi 66 dikembangkan untuk dapat diaplikasikan bagi

semua anggota masyarakat dengan dilengkapi nilai acuan untuk anak-anak

umur 3 bulan, 1, 5, 10 dan 15 tahun serta dewasa. Model ini juga menyediakan

nilai parameter yang berbeda untuk laki-Iaki dan perempuan.

3. Model Publikasi 30 hanya menghitung dosis rerata pada paru-paru, sedangkan

model Publikasi 66 memperhitungkan pula perbedaan radiosensitivitas dari

janngan, rentang dosis yang dapat diterima serta menghitung dosis pada

jaringan tertentu.

4. Untuk penentuan papa ran radiasi akibat bekerja, jika tidak ada informasi, maka

pada Publikasi baru digunakan ukuran partikel /aerosol Activity Median

Aerodynamic Diameter (AMAD) sebesar 5 IJm, yang dianggap lebih mewakili

kondisi aerosol daerah kerja dibandingkan dengan AMAD 1 IJm yang diadopsi

dalam Publikasi 30.

145

Page 4: R. Suminar Tedjasari, Ruminta Ginting, Tri Bambang L, Yanni A

Hasi/ Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2006 ISSN 0852 - 2979

5. Laju penyerapan atau retensi unsur radioaktif dalam paru-paru diklasifikasikan ke

dalam 3 rentang waktu, yang dalam Publikasi 30 disebut sebagai kelas 0 (day),

W (week) dan Y (year) sedangkan dalam Publikasi 66 dinyatakan sebagai type

F (fast) , M (moderate) dan S (slow), masing-masing dengan rentang waktu :

Klas 0: < 10 hari; klas W: 10 -100 hari dan klas Y: > 100 hari

Type F: 10 menit (100 %) : Type M : 10 menit (10%) - 140 hari (90%) dan

Type S : 10 menit (0,1 %) - 7000 hari (99,9 % )

Adanya perbedaan tersebut mengakibatkan perbedaan pula pada parameter

dosimetri, misalnya dalam penentuan koefisien dosis. Koefisien dosis yang dihitung

dengan model baru memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan bila

dihitung dengan model publikasi 30, terutama untuk tipe F dan tipe S, dengan faktor

perbedaan kurang dari 3. Hal ini disebabkan oleh deposisi yang lebih rendah di model

baru ini, khususnya di bagian AI untuk aerosol dengan AMAD 1 \.1m,yang menghasilkan

dosis paru-paru ekivalen yang lebih rendah. [2]

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa model pernafasan baru jauh lebih

komprehensif dari pad a model Publikasi 30 karena :

1. Memungkinkan dosis per satuan paparan dihitung, demikian juga dosis per

satuan intake

2. Dapat diterapkan pada seluruh anggota masyarakat, semua umur dan berbagai

aktivitas tubuh

3. Dapat diterapkan untuk penilaian intake individual dari bioassay

4. Dapat dimodifikasi untuk memperoleh informasi khusus mengenai paparan

5. Model ini juga memperhitungkan radiosensitivitas bagian-bagian saluran

pernafasan.

Dalam pengkajian kali ini, data dosimetri yang digunakan dalam perhitungan

akan didasarkan pad a model metabolik ini dengan pertimbangan bahwa radionuklida

yang terdeteksi dalam pemantauan rutin merupakan unsur yang masuk melalui

pernafasan (inhalasi).

Prosedur perhitungan dosis

Sebagaimana telah diuraikan di pendahuluan, untuk lebih memahami perbedaan

yang terdapat antara rekomendasi dalam publikasi lama ICRP 30 dengan yang baru

dalam ICRP 68, akan dilakukan melalui perhitungan dosis menggunakan data hasil

146

Page 5: R. Suminar Tedjasari, Ruminta Ginting, Tri Bambang L, Yanni A

Hasi/ Pene/ilian dan Kegiatan PTLR Tahun 2006 lSSN 0852 - 2979

................................................................ (1)

pemantauan rutin dosis interna terhadap pekerja radiasi.. Data yang digunakan adalah

data hasil pemantauan dengan alat cacah WBC terhadap pekerja radiasi di bagian

produksi radioisotop. Untuk lebih menyederhanakan permasalahan, maka dari beberapa

radionuklida yang terdeteksi hanya diambil 3 (tiga) jenis nuklida sebagai contoh

perhitungan, yaitu 1-131, Cs-137 dan Zr-95. Pemilihan ini dilakukan dengan beberapa

pertimbangan yaitu data dosimetri yang tersedia cukup lengkap, terdeteksi pada

beberapa pekerja produksi yang dipantau, dan 1-131 adalah unsur yang juga digunakan

dalam program interkomparasi perhitungan dosis dibawah dikoordinasi IAEA pada

beberapa waktu yang lalu, sehingga hasil perhitungan inipun dapat dibandingkan

langsung dengan hasil interkomparasi tersebut.

Dalam melakukan perhitungan dosis internal, ada beberapa tahapan yang harus

dilakukan agar hasil perhitungan dan analisis tepat dan dapat dipertanggung jawabkan.

Perhitungan dosis diawali dengan pengumpulan informasi mengenai berbagai

parameter dosimetri yang dibutuhkan untuk perhitungan antara lain kondisi daerah kerja,

karakteristik / jenis kegiatan yang dilakukan , jenis dan jumlah atau aktivitas

radionuklida yang ditangani dan yang terdeteksi, sifat fisis dan kimia radionuklida

terdeteksi, tindak Ianjut yang telah dilakukan atas hasil yang terdeteksi, misalnya

pemantauan ulang berikut hasilnya, dan tak lupa pula data identitas pekerja yang

bersangkutan. Tahap selanjutnya adalah perhitungan intake atau masukan

radionuklida, yaitu banyaknya radionuklida yang masuk ke dalam tubuh, dan diikuti

dengan menghitung dosis interna yang didasarkan pada data pengukuran dan infodosimetri tersebut diatas.

Perhitungan Intake

Informasi yang diperlukan dalam penentuan intake radionuklida terutama adalah

prakiraan waktu terjadinya intake, jenis dan sifat fisis/ kimia radionuklida, jenis

penyerapan radionuklida dalam saluran pernafasan, serta parameter dosimetri lainnya

antara lain fraksi intake radionuklida berdasarkan fungsi retensi dan ekskresi, dan

ukuran partikel radionuklida ( AMAD 1 IJm atau 5 IJm ).

Berdasarkan parameter diatas, perhitungan intake dapat dilakukan melalui

persamaan [1] :

l(t) = M(t)met)

147

Page 6: R. Suminar Tedjasari, Ruminta Ginting, Tri Bambang L, Yanni A

Hasi/ Penelitian dan Kegialan PTLR Tahun 2006 fSSN 0852 - 2979

dim ana :

I(t) : intake radionuklida (Bq)

M(t) : aktivitas radionuklida yang terdeteksi dalam tubuh atau contoh urin pad a

waktu t setelah intake

m(t) : fraksi intake atau retensi radionuklida dalam tubuh pad a waktu t setelah

intake [ 1, 3 ]

Perhitungan dosis

Setelah diperoleh nilai intake selanjutnya dosis dihitung dengan menggunakan

rumus [1] :

............................................................................. (2)

dimana :

HE : dosis terikat efektif (Sv)

I(t) : intake radionuklida (Bq)

e(g) : faktor konversi dosis HE perasatuan intake (Sv/Bq) [1, 3]

Perhitungan dosis dari multiple data

Jika data pengukuran terhadap satu pekerja emepunyai satu data atau lebih dari

satu data, misalnya dari hasil pengukuran berulang dalam hal terjadinya kecelakaan

atau kontaminasi berlebih, maka perhitungan intake dan dosis agak sedikit berbeda.

Misalnya data hasil pengukuran adalah M1, M2, Mn, maka perhitungan intake

dilakukan dengan prosedur distribusi log-normal data pengukuran.

Jika telah terjadi satu kali intake Ii, yang mengakibatkan retensi atau ekskresi

sebesar mi, maka intake adalah [1]:

......................................................................................... (3)

dim ana :

Ri : fraksi retensi atau ekskresi per satuan intake pada pengukuran ke i

Selanjutnya estimasi intake dari n pengukuran adalah rata-rata geometrik dari beberapa

prakiraan intake terse but, yaitu :

148

Page 7: R. Suminar Tedjasari, Ruminta Ginting, Tri Bambang L, Yanni A

Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2006 ISSN 0852 - 2979

I = ~iIIi = exp (~LInI;) (4)i=) n

dim ana :

n = jumlah pengukuran

Selanjutnya dosis diperoleh melalui persamaan seperti diatas yaitu

H Ii = I x e(g) (5)

Data hasil pemantauan rutin

Sebagaimana telah diuraikan dalam pendahuluan, dalam pengkajian ini akan

digunakan data hasil pemantauan rutin terhadap pekerja radiasi, khususnya pekerja di

bagian produksi radioisotop, yang dipantau dengan alat cacah WBC ACCUSCAN-II. Alat

ini dilengkapi dengan detektor HpGe dan mampu mendeteksi radionuklida pemancar

gamma yang terdeposit dalam tubuh. Perangkat lunak ABACOS digunakan untuk

analisis jenis dan jumlah radionuklida yang terdeteksi.

Radionuklida yang digunakan sebagai sam pel perhitungan dibatasi hanya pada

3 jenis radionuklida yaitu 1-131, Cs-137 dan Zr-95, dengan pertimbangan yang telah

dijelaskan dimuka. Dari setiap radionuklida akan diambil 3 (tiga) hasil pengukuran yang

cukup besar agar perbedaan hasil perhitungan dapat jelas terlihat. Data hasil

pengukuran untuk setiap nuklida disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Data hasil pemantauan rutin [4 ]

No RadionuklidaAktivitas M(t)TY2 (hari)

(Bq)1.

1-131 649,588,04

1934,49 8702,002.

Cs-137 1587,0011012,05

11067,00 19965,00

149

Page 8: R. Suminar Tedjasari, Ruminta Ginting, Tri Bambang L, Yanni A

Hasi/ Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahlln 2006 ISSN 0852 - 2979

Parameter dosimetri yang digunakan sebagai data perhitungan disesuaikan

dengan data yang diperoleh dari informasi daerah kerja & kegiatan pekerja yang

dipantau. Parameter terse but adalah jenis/ukuran partikel (AMAD), fraksi penyerapan

radionuklida ke dalam darah (f1) , jenis intake dan tipe penyerapan, Batas Masukan

Tahunan (All), fraksi intake dan retensi radionuklida, faktor konversi dosis per satuan

intake (mSv/Bq). Untuk waktu terjadinya intake (sebelum pemantauan), dapat

divariasikan dan disini akan digunakan t = 7 dan 30 hari. Parameter dosimetri untuk

setiap radionuklida akan berbeda nilainya, demikian pula jika acuan yang digunakan

berbeda, ICRP Publikasi 30 atau Publikasi 68. Oleh karena itu, semua parameter

terse but akan ditampilkan dalam bentuk tabel sehingga dapat terlihat perbedaan nya

dengan jelas. Parameter dosimetri ditampilkan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Parameter dosimetri [1,3, 6]

1-131Cs-137Zr-95No

ParameterICRP 30

ICRP 68ICRP 30ICRP 68ICRP 30ICRP 68

1

AMAD 111111(\..1m) 2

f1 1,01,01,01,00,0020,0023

Jenis Inhalasi/InhalasilInhalasi /Inhalasi /Inhalasi /Inhalasi /intake/tipe

kls 0tipe Fkls 0tipe Fkls 0tipe F4

All (Bq) 6 x 1062,6x10°6 x 1064,2 x 10°1 x 10r8 X 10°5

Fraksiintake

1,1x10-15,4x 10-25,4x 10-13,Ox10-13,4x10-11,7x10-1t = 7 hari t = 30 hari

1,05 x10-26,2 x10-35,1xlO-12,6x 10-12,5x 10-19,2x 10-26

Faktorkonversi

8,8x 10-67,6x 10-68,7x 10-64,8x 10-65,2x 10-62,5x 10-6dosis (mSv/Bq)

Perhitungan intake dan dosis

Perhitungan intake dan dosis didasarkan pada data dalam Tabel 1 dan 2 serta

rumus perhitungan (1) dan (2), dan hasil nya disajikan dalam Tabel 3 untuk

perhitungan dengan waktu intake t = 7 hari dan Tabel 4 untuk perhitungan dengan t =

30 hari

150

Page 9: R. Suminar Tedjasari, Ruminta Ginting, Tri Bambang L, Yanni A

Hasi/ Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2006 ISSN 0852 - 2979

Tabel 3. Hasil perhitungan intake dan dosis dengan asumsi waktu intake t = 7 hari

NoRadionuklidAktivitas M(t)ICRP 30ICRP 68

a

(Bq)Intake (Bq)HE (mSv)Intake (Bq)HE (mSv)1

1-131 649,585905,270,0512029,260,091934,49

17586,280,1635823,890,278702,00

79109,100,70161148,15 1,22

2

Cs-137 1587,002938,890,035290,000,0311067,00

20494,440,1836890,000,1819965,00

36972,220,3266550,000,32

3

Zr-95 3131,639210,680,0518421,350,0520450,61

60148,850,31120297,71 0,30

Tabel 4. Hasil perhitungan intake dan dosis dengan asumsi waktu intake t = 30 hari

NoRadionuklidAktivitas M(t)ICRP 30ICRP 68

a

(Bq)Intake (Bq)HE (mSv)Intake (Bq)HE(mSv)1

1-131 649,5861864,760,54104770,970,801934,49

184237,141,62312014,522,378702,00

828761,907,291403548,3910,67

2

Cs-137 1587,003111 ,770,036103,850,0311067,00

21700,000,1942565,390,2119965,00

39147,060,3476788,460,37

3

Zr-95 3131,6312526,520,0734039,460,0920450,61

81802,440,43222289,240,56

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data hasil perhitungan dalam Tabel 3 dan 4 tersebut dapat terlihat

jelas perbedaan yang terjadi ketika perhitungan menggunakan acuan yang berbeda.

Akan lebih jelas terlihat jika data tersebut disatukan dalam satu tabel.yaitu Tabel 5.

Oalam tabel ini juga disajikan faktor perbedaan yang terjadi dari kedua acuan tersebut,

dari hasil perhitungan pada Tabel 4.

151

Page 10: R. Suminar Tedjasari, Ruminta Ginting, Tri Bambang L, Yanni A

Nasi! Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahun 2006

Tabel 5. Perbandingan hasil perhitungan berdasarkan t = 30 hari

ISSN 0852 - 2979

NoRadio Intake (Bq)Oosis HE (mSv)

nuklidaICRP 30(CRP 68FKICRP 30ICRP 68FK

1

1-131 61864,76104770,971,690,540,801,48184237,14

312014,521,691,622,371,46828761,90

1403548,391,697,2910,671,46

2

Cs-137 3111 ,776103,851,960,030,031,0021700,00

42565,391,960,190,211,1139147,06

76788,461,960,340,371,09

3

Zr-95 12526,5234039,462,720,070,091,2981802,44

222289,242,720,430,561,30

Catatan :

FK = faktor koreksi = hasillCRP 68 / hasil ICRP 30

Oari Tabel 5 dapat jelas dilihat bahwa perhitungan intake maupun dosis dengan

acuan (CRP 68 memberikan hasil yang lebih besar dibandingkan dengan

menggunakan nilai acuan dari ICRP 30 dengan faktor perbandingan rerata 2,05 ± 0,40

untuk intake dan 1,27 ± 0,18 untuk dosis HE.

Adanya perbedaan ini dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan, antara

(ain Nilai Batas Oosis yang diadopsi dalam (CRP 68 adalah 20 mSv/tahun dan NBO

ICRP 30 masih menerapkan 50 mSv/tahun . Sedangkan nilai parameter dosimetri,

terutama nilai batas masukan tahunan All dan faktor konversi dosis sangat ditentukan

oleh NBO.

Faktor lain yang mempengaruhi adalah fraksi intake dan retensi, yang nilainya

didasarkan pada model metabolik saluran pernafasan. Nilai parameter fraksi dalam

ICRP 68 didasarkan pad a model metabolik saluran pernafasan yang telah

dikembangkan dan lebih komprehensif dibandingkan dengan (CRP 30. Oari data dalam

Tabel 2 dapat dilihat bahwa fraksi intake untuk nuklida tertentu dalam ICRP 68 lebih

kecil dibandingkan dengan (CRP 30, misalnya untuk 1-131 pad a t = 7 hari, fraksi intake

pad a ICRP 68 adalah 5,4x10-2 sedangkan dalam ICRP 30 sebesar 1,1x1 0-1 . Oengan

melihat rumus perhitungan intake (1), hal ini mengakibatkan intake pada ICRP 68

menjadi lebih besar dibandingkan dengan ICRP 30

Perbedaan hasil perhitungan ini juga terjadi pada hasil interkomparasi

perhitungan dosis interna yang dikoodinir oleh IAEA beberapa waktu lalu. Indonesia

adalah satu-satunya negara yang masih menggunakan ICRP 30 dan NBO 50 mSv/tahun

152

Page 11: R. Suminar Tedjasari, Ruminta Ginting, Tri Bambang L, Yanni A

Hasil Penelitian dan Kegiatan PTLR Tahlln 2006 ISSN 0852 - 2979

sebagai acuan perhitungannya. Hasilnya pun sam a dengan hasil pengkajian ini, yaitu

hasil perhitungan ICRP 30 lebih kecil dibandingkan dengan hasil perhitungan

rekomendasi baru, dan faktor perbedaannya mencapai 2,3 untuk perhitungan dosis,

sedangkan untuk perhitungan intake hanya 1,05. Perbedaan nilai faktor perbandingan

pad a interkomparasi dengan hasil kajian kali ini adalah karena pad a interkomparasi

terse but ada perbedaan asumsi yang digunakan oleh panitia dalam penentuan jenis dan

ukuran partikel kontaminan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan diatas dapat disimpulkan

bahwa untuk perhitungan dosis interna, acuan yang digunakan sangat menentukan hasil

perhitungan tersebut. Jika acuan yang digunakan masih menggunakan rekomendasi

ICRP Publikasi 30 dengan parameter dosimetri nya mengacu pada model metabolik

lama dan NBD 50 mSv/tahun, maka hasil perhitungan akan menjadi lebih kecil

dibandingkan dengan hasil perhitungan berdasarkan rekomendasi ICRP Publikasi 68

dengan parameter dosimetri mengacu pada model metabolik baru dan NBD 20

mSv/tahun. Faktor perbedaan yang terjadi dapat bervariasi, dan dalam pengkajian ini

faktor perbedaan dosis mencapai 1,27 ± 0,18 untuk dosis HE dan 2,05 ± 0,40 untuk

intake yang dihitung berdasarkan asumsi waktu intake 30 hari.

Mengingat sampai saat ini Indonesia belum menerapkan NBD 20 mSv/tahun,

maka sebagai tindakan persiapan ada baiknya jika dilakukan strategi perhitungan dosis

yang dapat mengakomodasi rekomendasi baru. Ada beberapa cara yang dapat

dilakukan antara lain:

1. Perhitungan intake dilakukan dengan mengacu pada rekomendasi baru tapi

perhitungan dosis tetap dilakukan dengan didasarkan pad a NBD 50 mSv/tahun.

Kemungkinan yang terjadi, dosis yang dihasilkan akan jauh lebih besar

dibandingkan dengan perhitungan menggunakan rekomendasi beru seluruhnya,

dan untuk contoh dalam pengkajian ini faktor perbandingan mencapai 1,66 ±

0,37 untuk perhitungan dosis.

2. Perhitungan intake dan dosis tetap mengacu pada rekomendasi lama dan jika

diperlukan, dapat dikoreksi dengan faktor perbandingan atau faktor koreksi

terse but diatas. Kemungkinan yang terjadi : faktor koreksi dapat berubah-ubah

bergantung pada jenis radionuklida, waktu intake serta jumlah sam pel yang

153

Page 12: R. Suminar Tedjasari, Ruminta Ginting, Tri Bambang L, Yanni A

Hasil Penelitian dan Kegialal1 PTLR Tahun 2006 ISSN 0852 - 2979

digunakan dalam perhitungan tersebut. Hal ini mungkin dapat diatasi dengan

penentuan faktor koreksi untuk berbagai radionuklida.

Diharapkan dengan adanya pengkajian ini maka masalah penentuan dosis

internal yang mungkin terjadi akibat dari penerapan rekomendasi baru dapat lebih

dipahami dan diatasi. Hal ini terutama ditujukan bagi mereka yang terkait dengan

kegiatan pemantauan dan evaluasi dosis perorangan, khususnya dosis radiasi internal,

sehingga tujuan proteksi radiasi dapat tercapai dengan optimal.

DAFTAR PUSTAKA :

1. ICRP, Dose Coefficients for Intakes of Radionuclides by Workers, Replacement ofICRP Publication 61, ICRP Publication 68, ICRP, Pergammon, 1995.

2. ICRP, Limits for Intake of Radionuclides by Workers, ICRP Publication 30, Oxford,1978.

3. IAEA, Methods for Assessing Occupational Radiation Doses Due to Intakes ofRadionuclides, Safety Report Series No. 37, IAEA, Vienna, 2004.

4. PTLR, Data Pemantauan Dosis Personil, Laporan Periodik Pemanatauan Dosisdengan Whole Body Counter, BKL-PTLR, Serpong, 2004.

5. IAEA, Occupational Radiation Protection, Safety Guide No. RS-G-1.1, IAEA SafetyStandard Series, Vienna, 1999.

6. IAEA, Assessment of Occupational Exposure Due to Intakes of Radionuclides,Safety Guide No. RS-G-1.2, Vienna, 1995.

7. IAEA, Internal Dose Assessment, IAEA Interregional Post Graduate EducationCourse on Radiation Protection, Argone National Laboratory, USA, November,1995

154