quo vadis ruu tentang desa
TRANSCRIPT
7/16/2019 Quo Vadis RUU Tentang Desa
http://slidepdf.com/reader/full/quo-vadis-ruu-tentang-desa 1/2
Perkembangan Pembahasan RUU Tentang Desa
Niatan mulia pemerintah dan DPR RI untuk menjadikan desa sebagai ruang hidup
dan penghidupan masyarakat terlihat jelas dalam Rancangan Undang-UndangTentang Desa. Desa, yang dimaknai sebagai kesatuan masyarakat hukum yang
mengatur dan mengurusi kepentingannya dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dikonstruksikan mampu mendefinisikan dirinya, menemukan
masalahnya, dan mampu menyelesaikan masalahnya.
Makna dimaksud hanya dapat dicapai apabila desa memiliki tiga prasyarat dasar.
Pertama, diakui oleh negara sebagai entitas masyarakat asli yang memiliki otonomi
asli (prinsip rekognisi). Kedua, diberikan sejumlah kewenangan untuk mengurus
urusan yang berhubungan dengan pelayanan dasar masyarakat. Ketiga,
diberdayakan pemerintah dan masyarakatnya.
Ketiga prasyarat dimaksud tergambar jelas dalam naskah RUU tentang Desa yang
diserahkan pemerintah kepada DPR RI dengan Ampres (Amanat Presiden) No. R-
02/Pres/01/2012 tanggal 4 Januari 2012. Kewenangan desa dikonstruksikan dalam
Bab III (Pasal 15-17) dalam dua bentuk, kewenangan asli dan sebagian
kewenangan yang dilimpahkan. Pemberdayaan pemerintah dan masyarakat
dikonstruksikan dalam Bab IV-IV (Pasal 18-83). Sementara rekognisi desa
tergambar dalam Bab I (Pasal 1-3).
Pembahasan Materi RUU tentang Desa
Pembahasan materi Rancangan Undang-Undang tentang Desa telah dilakukan di
tingkat Panitia Kerja (PANJA) sebagai langkah lanjutan dari penyerahan jawaban
Pemerintah atas DIM (daftar infentarisasi masalah) DPR RI. Rapat Panja DPR RI
telah digelar pada tanggal 25-27 Januari 2013. Rapat lanjutan dilaksanakan pada
tanggal 30 Januari dan 31 Januari 2013.
Materi RUU dibagi dalam cluster-cluster guna memudahkan pendalaman substansi.
Terdapat delapan cluster RUU Tentang Desa. Pertama, cluster judul, konsideran,
dan ketentuan umum (Bab I). Kedua, cluster penataan desa, kewenangan desa, hak
dan kewajiban masyarakat dan Desa (Bab II,III dan IV). Ketiga, cluster
Pemerintahan Desa, Pemilihan Kepala Desa, dan Musyawarah Desa (Bab V,VI,VII,
dan VIII). Keempat, cluster keuangan desa, Badan Usaha Milik Desa, Pembangunan
Desa dan Pembangunan Kawasan Perdesaan, dan Kerjasama Desa (Bab IX,X,XI
dan XII).
7/16/2019 Quo Vadis RUU Tentang Desa
http://slidepdf.com/reader/full/quo-vadis-ruu-tentang-desa 2/2
Kelima, cluster lembaga kemasyarakatan dan lembaga adat (Bab XIII). Keenam,
cluster peraturan desa (Bab XIV). Ketujuh, cluster pembinaan dan pengawasan,
ketentuan sanksi (Bab XV dan XVI). Kedelapan, cluster ketentuan peralihan dan
ketentuan penutup (Bab XVII dan XVIII).
RUU tentang Desa sendiri berisi 18 Bab yang didalamnya memuat 96 Pasal. Setelah
diserahkan pemerintah kepada DPR RI, lembaga rakyat dimaksud telah memberikan
daftar inventarisasi masalah (DIM) sebagai catatan pendapat atas naskah RUU.
Terdapat 445 daftar inventarisasi masalah atas 18 Bab dan 96 Pasal RUU. Dari total
445 DIM, ada 188 DIM yang tetap (setuju dengan materi RUU) dan ada 257 DIM
yang dibahas dalam Panja. Dari 257 DIM yang dibahas dalam Panja terdapat lima
klasifikasi masing-masing dihapus, perubahan redaksional, perubahan substansi,
penambahan pasal dan penambahan ayat.
Arah Perubahan
Baik pemerintah maupun DPR RI sepakat bahwa Undang-Undang tentang Desa
selayaknya membawa perubahan bagi desa. Titik perubahan yang dituju adalah
desa sebagai ruang hidup dan ruang penghidupan orang desa. Pemaknaan atas
tujuan itu adalah desa yang otonom, asimetris dan berdaya. Otonom dalam arti hak-
hak desa dalam mengatur dirinya diakui negara termasuk hak atas kekayaan, aset
serta kehidupan komunal. Asimetris dalam arti tidak ada satu model desa yangseragam untuk semua. Berdaya dalam arti mampu mengenali diri, mendefinisikan
masalah dan merumuskan pemecahan masalah melalui keputusan-keputusan yang
demokratis.
Pemerintah memiliki definisi yang jelas tentang desa dalam menjawab DIM RUU.
Desa adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena itu,tentang
posisi desa adat, pemerintah berpendapat bahwa RUU tidak perlu mengatur desa
adat secara spesifik. Desa sebagai kesatuan masyarakat, termasuk di dalamnya
kesatuan masyarakat hukum adat dimaknai sebagai totalitas. Artinya, tidak ada
dualisme (desa pemerintah dan desa adat). Apabila ciri-ciri adat lebih menonjol
dalam sebuah desa, maka pemerintah daerah dapat menetapkan pengaturan desa
adat dalam peraturan daerah.
Terdapat 6 isu strategis yang terkadung dalam RUU tentang Desa. Pertama,
kedudukan desa. Kedua, penataan desa. Ketiga, kewenangan desa. Keempat,
penyelenggaraan pemerintahan desa. Kelima, keuangan desa. Keenam,
pembangunan desa dan kawasan perdesaan.