queen

24
PRESENTASI KASUS Anemia pada Gagal Ginjal Kronik Disusun Oleh : Restoe Agustin Riagara (1102006219) Pembimbing: Dr. H. Hami Zulkifli Abbas, Sp. PD, M.HKes, FINANSIM Dr. Sibli, Sp.PD 1

Upload: agungjumais

Post on 21-Dec-2015

220 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

QUEEN

TRANSCRIPT

Page 1: Queen

PRESENTASI KASUS

Anemia pada Gagal Ginjal Kronik

Disusun Oleh :

Restoe Agustin Riagara (1102006219)

Pembimbing:

Dr. H. Hami Zulkifli Abbas, Sp. PD, M.HKes, FINANSIM

Dr. Sibli, Sp.PD

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAMRSUD ARJAWINANGUN 2015

1

Page 2: Queen

BAB I

KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : Ny. T

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur :41 Tahun

Alamat : Kali Anyar

Pekerjaan : -

Agama : Islam

Status Perkawinan :Menikah

Tanggal masuk RS : 12-03-2015

Tanggal keluar RS : 17-03-2015

II. Anamnesis

Keluhan Utama:

Sesak nafas

Keluhan Tambahan :

Penglihatan buram, demam, pusing, lemas, mual, muntah dan nyeri di bagian

punggung belakang bagian bawah

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke IGD RSUD Arjawinangun dengan keluhan sesak nafas, sesak

dirasakan memberat sejak ± 2 hari SMRS,sesak dirasakan saat beraktivitas maupun

saat beristirahat, sesak tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi. Pasien mengeluh

kepala sering pusing dan lemas. Pasien mengeluh mual dan muntah sejak beberapa

minggu SMRS. Pasien juga merasakan sakit pinggang di bagian belakang sejak ±3

bulan SMRS dan pasien merasakan BAK yang sedikit ± 1 tutup botol air

mineral,dengan frekuensi 3x sehari dan berwarna kuning jernih, keluhan ini dirasakan

± 3 bulan SMRS. BAB tidak ada keluhan, penglihatan buram dan kaki terasa

bengkak.

2

Page 3: Queen

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak mengakui pernah menderita penyakit serupa sebelumnya. Pasien tidak

ada riwayat sesak nafas sebelumnya. Riwayat Hipertensi tidak ada, riwayat DM tidak

ada, Pasien juga tidak memiliki riwayat alergi pemakaian obat-obatan dan makanan

sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa.

III. PEMERIKSAAN FISIK

- Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

- Kesadaran : Compos mentis

- Tekanan darah : 210/140 mmHg

- Nadi : 82 x /menit

- Pernapasan : 27 x /menit

- Suhu : 36.50 C

- Turgor kulit : Baik

- Tinggi Badan : tidak dilakukan pemeriksaan

- Berat badan : 50 Kg

KEPALA

- Bentuk : Normal, simetris

- Rambut : Hitam (mudah rontok)

- Mata : Konjungtiva anemis (+/+)

sklera iktrerik (-/-)

pupil isokor kanan = kiri,

Refleksi cahaya (+).

- Telinga : Bentuk normal, simetris

- Hidung : Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi

- Mulut : Bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor

3

Page 4: Queen

LEHER

Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak terdapat deviasi trakhea dan tidak

ada pembesaran KGB. Tekanan Vena Jugularis tidak meningkat

THORAKS

Paru :

- Inspeksi : Bentuk dada kanan = kiri simetris

pergerakan napas kanan = kiri.

- Palpasi : Tidak teraba nyeri tekan

Fremitus taktil kanan = kiri

- Perkusi : Sonor pada lapang paru

- Auskultasi : Pernapasan vesikuler, Rh-/-, Wh -/-

Jantung :

- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.

- Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga V garis midclaviculla kiri

- Perkusi : Pekak pada jantung

Batas atas : sela iga III garis sternalis kanan

Batas kanan : sela iga IV garis parasternalis kanan

Batas kiri : sela iga V garis midklavikula kiri

- Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN

- Inspeksi : Perut tidak membesar, tidak terlihat adanya sikatriks

umbilikus tidak menonjol

- Palpasi : Nyeri tekan abdomen (+)di daerah epigastrium

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Undulasi (-)

- Perkusi : Shifting dullnes (+)

- Auskultasi : Bising usus (+) normal

GENITALIA

Tidak dilakukan pemeriksaan

4

Page 5: Queen

EKSTREMITAS

- Superior : Hangat

Sianosis (-/-)

Edema (-/-)

- Inferior : Hangat

Edema (+/+)

Sianosis (-/-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Darah Rutin Tgl (12-03-2015)

JENIS NILAI Keterangan SATUAN KISARAN NORMAL

WBC 7.68 103/μL 5.2-12.4

RBC 2.10 106/μL 4,2-6,1

HGB 5.4 g/dL 12-18

HCT 17.5 % 37-52

MCV 83.3 fL 80-99

MCH 25.7 pg 27-31

MCHC 30.9 g/dL 33-37

RDW 15.3 % 11,5-14,5

PLT 304 103/μl 150-450

Neutrophil 77.4 % 40-74

Limfosit 15.5 % 19-48

Monosit 2.5 % 3,4-9

Eosinophil 3.3 % 0-7

Basophil 0.3 % 0-1,5

Luc 1.1 % 0-4

5

Page 6: Queen

Kimia klinik tgl 13-03-2015

Fungsi ginjal

Ureum 83,2mg/dl 10 – 50

Kreatinin 9,59 mg/dl 0.6 – 1.38

CCT dengan formula COCKROFT-GAULT :

CCT = (140-umur) x BB (kg) = (140-41) x 5 0 x 0,85 = 4950 = 7,16

72 x kdr keratin serum 72 x 9,59 690,48

Glukosa Darah Sewaktu 136 mg/dl

V. RESUME

Pasien datang ke IGD RSUD Arjawinangun dengan keluhan sesak nafas, sesak

dirasakan memberat sejak ± 2 hari SMRS,sesak dirasakan saat beraktivitas maupun

saat beristirahat, sesak tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi. Pasien mengeluh

kepala sering pusing dan lemas. Pasien mengeluh mual dan muntah sejak beberapa

minggu SMRS. Pasien juga merasakan sakit pinggang di bagian belakang sejak ±3

bulan SMRS dan pasien merasakan BAK yang sedikit ± 1 tutup botol air

mineral,dengan frekuensi 3x sehari dan berwarna kuning jernih, keluhan ini dirasakan

± 3 bulan SMRS. BAB tidak ada keluhan, penglihatan buram dan kaki terasa

bengkak.

Pada pemeriksaan fisik TD 210/140, pernapasan 34x/menit, konjungtiva anemis,

undulasi(-), shifting dullnes(-), dan edema (+).

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan HB 5,4g/dl, ureum 83,2 mg/dl, kreatinin

9,59mg/dl, RBC 2,10 106/μL , HBG 5,4 g/dL, HCT 17,5 %.

VI. DIAGNOSA

Gagal ginjal kronik grade V dengan anemia

6

Page 7: Queen

VII. DIAGNOSA BANDING

1. Glomerulonefritis

2. Nefrotik sindrom

VIII. PENATALAKSANAAN

IX. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad malam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanactionam : dubia ad malam

7

Page 8: Queen

FOLLOW UP (12-03-2015 s/d 16-03-2015)

Tanggal 12-03-2015 13-03-2015 14-03-2015 15-03-2015 16-03-2015

Keluhan Sesak (+), Batuk (+), mual (+), mutah (+), penglihatan buram (+)

Sesak (+), Batuk (+), mual (-), mutah (-), penglihatan buram (+)

Sesak (+), Batuk (+), mual (-), mutah (-), penglihatan buram (+)

Sesak berkurang, Batuk (-), mual (-), mutah (-), penglihatan buram (+)

Sesak berkurang, mual (-), muntah (-)

Pemeriksaan fisik - Kesadaran - TD- Nadi - Pernapasan - Suhu - Berat badan

CM210/140mmHg

82x/mnt27x/mnt36,50 C50 kg

CM200/110mmHg

88x/mnt28x/mnt36,30 C50 kg

CM180/100mmHg

84x/mnt28x/mnt36,30 C50 kg

CM160/100mmHg

80x/mnt28x/mnt36,30 C50 kg

CM150/90mmHg

80x/mnt32x/mnt36,50 C50 kg

Mata- Conjungtiva

anemis

Abdomen

Ekstremitas

(+)

Undulasi (-)Shifting dullnes

(-)

Akral hangatEdema (+)

(+)

Undulasi (-)Shifting dullnes

(-)

Akral hangatEdema (+)

(+)

Undulasi (-)Shifting dullnes

(-)

Akral hangatEdema (+)

(+)

Undulasi (-)Shifting dullnes

(-)

Akral hangatEdema (+)

(+)

Undulasi (-)Shifting dullnes

(-)

Akral hangatEdema (+)

Diagnosa Gagal ginjal

kronik grade V

Gagal ginjal

kronik grade V

Gagal ginjal

kronik grade V

Gagal ginjal

kronik grade VGagal ginjal

kronik grade V

Penatalaksanaan Bed restO2 2-4 L/menit.

Infus D 5% 20

gtt/menit.

Ranitidine 2 x

1gr IV.

Ketorolac

Bed restO2 2-4 L/menit.

Infus D 5% 20

gtt/menit.

Ranitidine 2 x

1gr IV.

Ketorolac

Bed restO2 2-4 L/menit.

Infus D 5% 20

gtt/menit.

Ranitidine 2 x

1gr IV.

Ketorolac

8

Page 9: Queen

Amlodipin

Transfusi PRC

2 lab

Amlodipin

Natrium

bikarbonat

Asam folat,

B12

CaCO3

Amlodipin

Natrium

bikarbonat

Asam folat,

B12, CaCO3

Pemeriksaan anjuran tambahan

darah rutin Elektrolit,

Urin lengkap

Gula darah sewaktu

9

Page 10: Queen

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

PENYAKIT GINJAL KRONIK

Definisi

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang

beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya

berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang

ditandai dengan penurunan fungi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang

memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi ginjal.

Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ,

akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.

Table 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik

1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan

structural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus

(LFG), dengan manifestasi:

- Kelainan patologis

- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau

urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test)

2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3bulan,

dengan atau tanpa kerusakan ginjal

Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama

atau lebih dari 60 ml/menit/1,73m2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.

Klasifikasi

Klasifikasi ginjal kronik didasarkan atas dua hal,yaitu, atas dasar derajat (stage)

penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.3

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan

mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :

10

Page 11: Queen

LFG (ml/mnt/1,73m2) = (140 – umur) X berat badan *)

72 X kreatinin plasma (mg/dl)

*) pada wanita dikalikan 0,85

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit

Anemia

Definisi

World Health Organization (WHO) mendefinisikan anemia dengan konsentrasi

hemoglobin < 13,0 mg/dl pada laki-laki dan wanita postmenopause dan < 12,0 gr/dl pada

wanita lainnya. The European Best Practice Guidelines untuk penatalaksanaan anemia

pada pasien-pasien penyakit ginjal kronik mengatakan bahwa batas bawah hemoglobin

normal adalah 11,5 gr/dl pada wanita, 13,5 gr/dl pada laki-laki dibawah atau sama dengan

70 tahun dan 12,0 gr/dl pada laki-laki diatas 70 tahun.

Karena semua sistem organ dapat terkena, maka pada anemia dapat menimbulkan

manifestasi klinis yang luas, bergantung pada (1) kecepatan timbulnya anemia, (2) usia

individu, (3) mekanisme kompensasi, (4) tingkat aktivitasnya, (5) keadaan penyakit yang

mendasarinya, dan (6) beratnya anemia.

Eritrosit dibentuk di dalam sumsum tulang dari ruas tulang belakang (vertebrae),

trokanter femur dan pada tulang-tulang gepeng. Sel-sel eritrosit ini mengalami

pematangan di dalam sumsum tulang. Pada mulanya eritrosit mempunyai inti yang

disebut normoblas. Hemoglobin dibentuk di dalam protoplasma normoblas ini. Kemudian

11

Page 12: Queen

inti sel akan menghilang dan sesudahnya akan ditransportasikan ke peredaran darah. Di

dalam darah eritrosit akan hidup kira-kira 120 hari, kemudian akan dirusak di limpa

dimana zat besi dari hemoglobin dikembalikan ke peredaran darah, sedangkan gugus hem

akan dipecah menjadi pigmen empedu. Pigmen empedu kemudian diekskresi ke dalam

empedu dan dibuang melalui feses, yang memberikan warna coklat pada feses.

Sebagian dari pigmen empedu dirubah menjadi sterkobilin oleh bakteri usus, yang

diserap kembali dan diekskresi dalam bentuk urobilin dalam urin. Selama 2 hari pertama

dalam aliran darah, eritrosit masih mengandung benang-benang yang halus dari

RNA(untuk membentuk hemoglobin). Benang-benang ini hanya dapat dilihat dengan

pewarnaan khusus pada sel yang hidup yaitu pewarnaan brilliant cresyk blue. Sel eritrosit

yang muda ini disebut retikulosit dan dapat dihitung dengan mudah. Pada orang normal

jumlahnya 16‰ dari eritrosit.

Erythropoietin adalah hormon peptida yang terlibat dalam kontrol produksi

erythrocyte oleh sumsum tulang. Sumber utama dari erythropoietin adalah ginjal,

walaupun disekresikan juga dalam jumlah sedikit oleh hati. Sel ginjal yang mensekresi

adalah sekumpulan cell di interstitium. Stimulus dari pengsekresian erythropoietin adalah

berkurangnya tekanan parsial oksigen pada ginjal, seperti pada anemia, hipoksia arterial,

dan tidak adekuatnya aliran darah ginjal. Erythropoietin menstimulasi sumsum tulang

untuk meningkatkan produksi erythrocytes. Penyakit ginjal bisa menyebabkan penurunan

sekresi erythropoietin, dan memicu penurunan aktivitas sumsum tulang adalah faktor

penyebab penting dari anemia pada penyakit ginjal kronik.

Salah satu dari tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat.

Keadaan ini umumnya diakibatkan dari berkurangnya volume darah, berkurangnya

hemoglobin, dan vasokonstriksi untuk memaksimalkan pengiriman O2 ke organ-organ

vital. Warna kulit bukan merupakan indeks yang dapat dipercaya untuk pucat karena

dipengaruhi pigmentasi kulit, suhu, dan kedalaman serta distribusi bantalan kapiler.

Bantalan kuku, telapak tangan, dan membrane mukosa mulut serta konjungtiva

merupakan indicator yang lebih baik untuk menilai pucat. Jika lipatan tangan tidak lagi

berwarna merah muda, hemoglobin biasanya kurang dari 8 gr.

12

Page 13: Queen

Patofisiologi Anemia Pada Penyakit Ginjal Kronik

Anemia pada penderita gagal ginjal berat disebabkan oleh 2 mekanisme:

1. Darah mengalami pengenceran oleh cairan yang berlebihan sehingga konsentrasi

hemoglobin turun.

2. Untuk produksi eritrosit di dalam sumsum tulang, diperlukan bahan yang khusus,

yaitu suatu protein yang disebut eritropoetin. Oleh karena eritropoetin hanya

dibuat oleh ginjal, maka pada gagal ginjal kronik produksi eritropoetin juga

sangat kurang (pada keadaan ini berat jaringan ginjal yang biasanya 300gr, dapat

berkurang menjadi hanya 30gr). Karena itu tidak ada gunanya memberikan zat

besi (Fe) atau preparat-preparat vitamin pada penderita anemia yang disebabkan

uremia. Jika terjadi anemia yang berat, maka jantung harus memompa darah lebih

banyak untuk mencukupi jumlah kebutuhan oksigen pada jaringan. Ini merupakan

beban tambahan terhadap jantung.

Anemia terjadi pada 80-90 % pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada penyakit ginjal

kronik terutama disebabkan oleh defisiensi ertiropoietin. Hal-hal lain yang ikut berperan

dalam terjadinya anemia adalah, defisiensi besi, kehilangan darah (misal, perdarahan

saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis,

defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi

akut maupun kronik.

Diagnosis Anemia

Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin ≤10 gr% atau

hematokrit ≤30%, meliputi evaluasi terhadap status besi ( kadar besi serum / Serum Iron,

kapasitas ikat besi total / Total Iron Binding Capacity, feritin serum), mencari sumber

perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan lain sebagainya.

Sebuah anemia, normositik normokromik disebabkan PGK diamati mulai pada

tahap 3 PGK dan hampir universal pada tahap 4. Jika tidak diobati, anemia dari PGK

berkaitan dengan sejumlah kelainan fisiologis, termasuk penurunan pengiriman dan

pemanfaatan oksigen jaringan, meningkatkan output jantung, pembesaran jantung,

hipertrofi ventrikel, angina, gagal jantung kongestif, penurunan kognisi dan ketajaman

mental, perubahan siklus haid, dan gangguan pertahanan host terhadap infeksi. Selain itu,

13

Page 14: Queen

anemia mungkin memainkan peran dalam keterbelakangan pertumbuhan anak-anak

dengan PGK.

Tatalaksana Anemia Pada Penyakit Ginjal Kronik

Anemia dari PGK ini disebabkan beberapa faktor, termasuk kehilangan darah

kronis, hemolisis, penekanan sumsum oleh tertahannya faktor-faktor uremic dan

berkurangnya produksi EPO ginjal. Ketersediaan rekombinan EPO manusia, epoetin alfa,

telah membuat salah satu kemungkinan kemajuan yang sangat besar dalam perawatan

pasien ginjal sejak diperkenalkannya dialisis dan transplantasi. Baru-baru ini, sebuah

protein novel eritropoiesis-stimulating telah diperkenalkan untuk pengobatan anemia

pada pasien PGK. Protein ini, darbopoetin alfa, adalah analog hyperglycosylated

rekombinan EPO manusia yang memiliki aktivitas biologis yang lebih besar dan

perpanjangan waktu paruh. Dengan demikian, interval dosis dapat diperpanjang dan

masih efektif memperbaiki anemia ginjal pada pasien predialysis dan dialisis. Pedoman

penggunaan epoetin dan alfa darbopoetin untuk manajemen anemia pada PGK disediakan

di tabel.

Status zat besi pasien dengan PGK harus dinilai, dan kadar zat besi harus

memadai sebelum pengobatan dengan EPO dimulai. Tablet zat besi biasanya penting

untuk memastikan respon yang memadai untuk EPO pada pasien dengan PGK, karena

kebutuhan besi oleh sumsum erythroid sering melebihi jumlah besi yang segera tersedia

untuk eritropoiesis (diukur dengan kejenuhan persen transferrin) serta kadar besi (yang

diukur dengan feritin serum). Dalam kebanyakan kasus, besi intravena diperlukan untuk

mencapai dan / atau mempertahankan zat besi yang memadai. Namun, terapi besi yang

berlebihan mungkin terkait dengan sejumlah komplikasi, termasuk hemosiderosis,

aterosklerosis dipercepat, peningkatan kerentanan terhadap infeksi, dan mungkin suatu

kecenderungan meningkatnya kemunculan keganasan. Selain besi, pasokan yang cukup

dari substrat utama lainnya dan kofaktor untuk produksi eritrosit harus terjamin, terutama

vitamin B12 dan folat. Anemia resisten terhadap dosis EPO yang direkomendasikan pada

awal ketersediaan memadai faktor besi dan vitamin sering menunjukkan dialisis tidak

memadai; hiperparatiroidisme yang tidak terkendali; toksisitas aluminium; kehilangan

darah kronis atau hemolisis; hemoglobinopati terkait, malnutrisi, infeksi kronis, multiple

14

Page 15: Queen

myeloma, atau keganasan lain. Transfusi darah dapat berkontribusi untuk penekanan

eritropoiesis di PGK, karena mereka meningkatkan risiko hepatitis, hemosiderosis, dan

sensitisasi transplantasi, mereka harus dihindari kecuali anemia gagal untuk merespon

erythropoietin dan pasien bergejala.

Pedoman Manajemen Untuk Memperbaiki Anemia Pada Penyakit Ginjal

Kronik

Eritropoietin

Dosis permulaan :

Target Hb :

Tingkat koreksi optimal :

50–150 units/kg/minggu IV atau SC (1, 2, atau 3

kali/minggu)

11-12 gr%

Peningkatan Hb 1-2 gr% periode selama 4

minggu

Darbopoietin alfa

Dosis permulaan :

Target Hb :

Tingkat koreksi optimal :

0.45 mcg/kg diberikan IV tunggal atau injeksi SC

1X/minggu

0.75 mcg/kg diberikan IV tunggal atau injeksi SC

1X/2 minggu

≤12 gr%

Peningkatan Hb 1-2 gr% periode selama 4

minggu

Zat Besi

1. Monitor kadar zat besi dari saturasi transferin (TSat) dan serum ferritin

2. Jika pasien kekurangan zat besi (TSat <20% ; serum feritin <100 mcg/L),

beri zat besi 50 – 100 mg IV 2X/minggu selama 5 minggu, jika indeks zat

besi masih rendah, ulangi

3. Jika indeks zat besi normal,Hb masih tidak mencukupi, berikan zat besi

15

Page 16: Queen

seperti yang di uraikan diatas, monitor Hb, TSat, dan ferritin

4. Tahan terapi zat besi saat TSat >50% dan/atau ferritin >800mcg/L

16

Page 17: Queen

DAFTAR PUSTAKA

1. Adamson JW (ed). Iron Deficiency and Another Hipoproliferative Anemias

inHarrison’s Principles of Internal Medicine 16 th edition vol 1. McGraw-

HillCompanies : 2005.p.586-92

2. Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3

Edisi13. Jakarta: EGC, 2000. hal.1435-1443.

3. Collaghan C. At a Glance Sistem Ginjal, 2nd ed. Jakarta: Erlangga:2007; hal.29-44

4. Mansjoer A, et al.Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi

3.Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2002. Hal. 118-123

5. Price, S. A. & Lorraine M., Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.

Edisi 6. Jakarta : EGC. 2005. Hal. 1345-1360

6. Simardibrata, M., dkk., Penyakit Kronik dan Generatif. Penatalaksanaan Dalam

Praktik Sehari-hari. Jakarta : FKUI. 2003. Hal .270-287

7. Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. Gagal Ginjal Kronik. Buku

AjarIlmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI, 2001. Hal.427-434.

17