queen
DESCRIPTION
QUEENTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
Anemia pada Gagal Ginjal Kronik
Disusun Oleh :
Restoe Agustin Riagara (1102006219)
Pembimbing:
Dr. H. Hami Zulkifli Abbas, Sp. PD, M.HKes, FINANSIM
Dr. Sibli, Sp.PD
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAMRSUD ARJAWINANGUN 2015
1
BAB I
KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. T
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur :41 Tahun
Alamat : Kali Anyar
Pekerjaan : -
Agama : Islam
Status Perkawinan :Menikah
Tanggal masuk RS : 12-03-2015
Tanggal keluar RS : 17-03-2015
II. Anamnesis
Keluhan Utama:
Sesak nafas
Keluhan Tambahan :
Penglihatan buram, demam, pusing, lemas, mual, muntah dan nyeri di bagian
punggung belakang bagian bawah
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUD Arjawinangun dengan keluhan sesak nafas, sesak
dirasakan memberat sejak ± 2 hari SMRS,sesak dirasakan saat beraktivitas maupun
saat beristirahat, sesak tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi. Pasien mengeluh
kepala sering pusing dan lemas. Pasien mengeluh mual dan muntah sejak beberapa
minggu SMRS. Pasien juga merasakan sakit pinggang di bagian belakang sejak ±3
bulan SMRS dan pasien merasakan BAK yang sedikit ± 1 tutup botol air
mineral,dengan frekuensi 3x sehari dan berwarna kuning jernih, keluhan ini dirasakan
± 3 bulan SMRS. BAB tidak ada keluhan, penglihatan buram dan kaki terasa
bengkak.
2
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak mengakui pernah menderita penyakit serupa sebelumnya. Pasien tidak
ada riwayat sesak nafas sebelumnya. Riwayat Hipertensi tidak ada, riwayat DM tidak
ada, Pasien juga tidak memiliki riwayat alergi pemakaian obat-obatan dan makanan
sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa.
III. PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan darah : 210/140 mmHg
- Nadi : 82 x /menit
- Pernapasan : 27 x /menit
- Suhu : 36.50 C
- Turgor kulit : Baik
- Tinggi Badan : tidak dilakukan pemeriksaan
- Berat badan : 50 Kg
KEPALA
- Bentuk : Normal, simetris
- Rambut : Hitam (mudah rontok)
- Mata : Konjungtiva anemis (+/+)
sklera iktrerik (-/-)
pupil isokor kanan = kiri,
Refleksi cahaya (+).
- Telinga : Bentuk normal, simetris
- Hidung : Bentuk normal, septum di tengah, tidak deviasi
- Mulut : Bibir tidak sianosis, lidah tidak kotor
3
LEHER
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak terdapat deviasi trakhea dan tidak
ada pembesaran KGB. Tekanan Vena Jugularis tidak meningkat
THORAKS
Paru :
- Inspeksi : Bentuk dada kanan = kiri simetris
pergerakan napas kanan = kiri.
- Palpasi : Tidak teraba nyeri tekan
Fremitus taktil kanan = kiri
- Perkusi : Sonor pada lapang paru
- Auskultasi : Pernapasan vesikuler, Rh-/-, Wh -/-
Jantung :
- Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.
- Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga V garis midclaviculla kiri
- Perkusi : Pekak pada jantung
Batas atas : sela iga III garis sternalis kanan
Batas kanan : sela iga IV garis parasternalis kanan
Batas kiri : sela iga V garis midklavikula kiri
- Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
- Inspeksi : Perut tidak membesar, tidak terlihat adanya sikatriks
umbilikus tidak menonjol
- Palpasi : Nyeri tekan abdomen (+)di daerah epigastrium
Tidak dapat dinilai
Tidak dapat dinilai
Undulasi (-)
- Perkusi : Shifting dullnes (+)
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
GENITALIA
Tidak dilakukan pemeriksaan
4
EKSTREMITAS
- Superior : Hangat
Sianosis (-/-)
Edema (-/-)
- Inferior : Hangat
Edema (+/+)
Sianosis (-/-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin Tgl (12-03-2015)
JENIS NILAI Keterangan SATUAN KISARAN NORMAL
WBC 7.68 103/μL 5.2-12.4
RBC 2.10 106/μL 4,2-6,1
HGB 5.4 g/dL 12-18
HCT 17.5 % 37-52
MCV 83.3 fL 80-99
MCH 25.7 pg 27-31
MCHC 30.9 g/dL 33-37
RDW 15.3 % 11,5-14,5
PLT 304 103/μl 150-450
Neutrophil 77.4 % 40-74
Limfosit 15.5 % 19-48
Monosit 2.5 % 3,4-9
Eosinophil 3.3 % 0-7
Basophil 0.3 % 0-1,5
Luc 1.1 % 0-4
5
Kimia klinik tgl 13-03-2015
Fungsi ginjal
Ureum 83,2mg/dl 10 – 50
Kreatinin 9,59 mg/dl 0.6 – 1.38
CCT dengan formula COCKROFT-GAULT :
CCT = (140-umur) x BB (kg) = (140-41) x 5 0 x 0,85 = 4950 = 7,16
72 x kdr keratin serum 72 x 9,59 690,48
Glukosa Darah Sewaktu 136 mg/dl
V. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Arjawinangun dengan keluhan sesak nafas, sesak
dirasakan memberat sejak ± 2 hari SMRS,sesak dirasakan saat beraktivitas maupun
saat beristirahat, sesak tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi. Pasien mengeluh
kepala sering pusing dan lemas. Pasien mengeluh mual dan muntah sejak beberapa
minggu SMRS. Pasien juga merasakan sakit pinggang di bagian belakang sejak ±3
bulan SMRS dan pasien merasakan BAK yang sedikit ± 1 tutup botol air
mineral,dengan frekuensi 3x sehari dan berwarna kuning jernih, keluhan ini dirasakan
± 3 bulan SMRS. BAB tidak ada keluhan, penglihatan buram dan kaki terasa
bengkak.
Pada pemeriksaan fisik TD 210/140, pernapasan 34x/menit, konjungtiva anemis,
undulasi(-), shifting dullnes(-), dan edema (+).
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan HB 5,4g/dl, ureum 83,2 mg/dl, kreatinin
9,59mg/dl, RBC 2,10 106/μL , HBG 5,4 g/dL, HCT 17,5 %.
VI. DIAGNOSA
Gagal ginjal kronik grade V dengan anemia
6
VII. DIAGNOSA BANDING
1. Glomerulonefritis
2. Nefrotik sindrom
VIII. PENATALAKSANAAN
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanactionam : dubia ad malam
7
FOLLOW UP (12-03-2015 s/d 16-03-2015)
Tanggal 12-03-2015 13-03-2015 14-03-2015 15-03-2015 16-03-2015
Keluhan Sesak (+), Batuk (+), mual (+), mutah (+), penglihatan buram (+)
Sesak (+), Batuk (+), mual (-), mutah (-), penglihatan buram (+)
Sesak (+), Batuk (+), mual (-), mutah (-), penglihatan buram (+)
Sesak berkurang, Batuk (-), mual (-), mutah (-), penglihatan buram (+)
Sesak berkurang, mual (-), muntah (-)
Pemeriksaan fisik - Kesadaran - TD- Nadi - Pernapasan - Suhu - Berat badan
CM210/140mmHg
82x/mnt27x/mnt36,50 C50 kg
CM200/110mmHg
88x/mnt28x/mnt36,30 C50 kg
CM180/100mmHg
84x/mnt28x/mnt36,30 C50 kg
CM160/100mmHg
80x/mnt28x/mnt36,30 C50 kg
CM150/90mmHg
80x/mnt32x/mnt36,50 C50 kg
Mata- Conjungtiva
anemis
Abdomen
Ekstremitas
(+)
Undulasi (-)Shifting dullnes
(-)
Akral hangatEdema (+)
(+)
Undulasi (-)Shifting dullnes
(-)
Akral hangatEdema (+)
(+)
Undulasi (-)Shifting dullnes
(-)
Akral hangatEdema (+)
(+)
Undulasi (-)Shifting dullnes
(-)
Akral hangatEdema (+)
(+)
Undulasi (-)Shifting dullnes
(-)
Akral hangatEdema (+)
Diagnosa Gagal ginjal
kronik grade V
Gagal ginjal
kronik grade V
Gagal ginjal
kronik grade V
Gagal ginjal
kronik grade VGagal ginjal
kronik grade V
Penatalaksanaan Bed restO2 2-4 L/menit.
Infus D 5% 20
gtt/menit.
Ranitidine 2 x
1gr IV.
Ketorolac
Bed restO2 2-4 L/menit.
Infus D 5% 20
gtt/menit.
Ranitidine 2 x
1gr IV.
Ketorolac
Bed restO2 2-4 L/menit.
Infus D 5% 20
gtt/menit.
Ranitidine 2 x
1gr IV.
Ketorolac
8
Amlodipin
Transfusi PRC
2 lab
Amlodipin
Natrium
bikarbonat
Asam folat,
B12
CaCO3
Amlodipin
Natrium
bikarbonat
Asam folat,
B12, CaCO3
Pemeriksaan anjuran tambahan
darah rutin Elektrolit,
Urin lengkap
Gula darah sewaktu
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENYAKIT GINJAL KRONIK
Definisi
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang
ditandai dengan penurunan fungi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi ginjal.
Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ,
akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.
Table 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik
1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan
structural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG), dengan manifestasi:
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau
urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test)
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3bulan,
dengan atau tanpa kerusakan ginjal
Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama
atau lebih dari 60 ml/menit/1,73m2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.
Klasifikasi
Klasifikasi ginjal kronik didasarkan atas dua hal,yaitu, atas dasar derajat (stage)
penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.3
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :
10
LFG (ml/mnt/1,73m2) = (140 – umur) X berat badan *)
72 X kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada wanita dikalikan 0,85
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
Anemia
Definisi
World Health Organization (WHO) mendefinisikan anemia dengan konsentrasi
hemoglobin < 13,0 mg/dl pada laki-laki dan wanita postmenopause dan < 12,0 gr/dl pada
wanita lainnya. The European Best Practice Guidelines untuk penatalaksanaan anemia
pada pasien-pasien penyakit ginjal kronik mengatakan bahwa batas bawah hemoglobin
normal adalah 11,5 gr/dl pada wanita, 13,5 gr/dl pada laki-laki dibawah atau sama dengan
70 tahun dan 12,0 gr/dl pada laki-laki diatas 70 tahun.
Karena semua sistem organ dapat terkena, maka pada anemia dapat menimbulkan
manifestasi klinis yang luas, bergantung pada (1) kecepatan timbulnya anemia, (2) usia
individu, (3) mekanisme kompensasi, (4) tingkat aktivitasnya, (5) keadaan penyakit yang
mendasarinya, dan (6) beratnya anemia.
Eritrosit dibentuk di dalam sumsum tulang dari ruas tulang belakang (vertebrae),
trokanter femur dan pada tulang-tulang gepeng. Sel-sel eritrosit ini mengalami
pematangan di dalam sumsum tulang. Pada mulanya eritrosit mempunyai inti yang
disebut normoblas. Hemoglobin dibentuk di dalam protoplasma normoblas ini. Kemudian
11
inti sel akan menghilang dan sesudahnya akan ditransportasikan ke peredaran darah. Di
dalam darah eritrosit akan hidup kira-kira 120 hari, kemudian akan dirusak di limpa
dimana zat besi dari hemoglobin dikembalikan ke peredaran darah, sedangkan gugus hem
akan dipecah menjadi pigmen empedu. Pigmen empedu kemudian diekskresi ke dalam
empedu dan dibuang melalui feses, yang memberikan warna coklat pada feses.
Sebagian dari pigmen empedu dirubah menjadi sterkobilin oleh bakteri usus, yang
diserap kembali dan diekskresi dalam bentuk urobilin dalam urin. Selama 2 hari pertama
dalam aliran darah, eritrosit masih mengandung benang-benang yang halus dari
RNA(untuk membentuk hemoglobin). Benang-benang ini hanya dapat dilihat dengan
pewarnaan khusus pada sel yang hidup yaitu pewarnaan brilliant cresyk blue. Sel eritrosit
yang muda ini disebut retikulosit dan dapat dihitung dengan mudah. Pada orang normal
jumlahnya 16‰ dari eritrosit.
Erythropoietin adalah hormon peptida yang terlibat dalam kontrol produksi
erythrocyte oleh sumsum tulang. Sumber utama dari erythropoietin adalah ginjal,
walaupun disekresikan juga dalam jumlah sedikit oleh hati. Sel ginjal yang mensekresi
adalah sekumpulan cell di interstitium. Stimulus dari pengsekresian erythropoietin adalah
berkurangnya tekanan parsial oksigen pada ginjal, seperti pada anemia, hipoksia arterial,
dan tidak adekuatnya aliran darah ginjal. Erythropoietin menstimulasi sumsum tulang
untuk meningkatkan produksi erythrocytes. Penyakit ginjal bisa menyebabkan penurunan
sekresi erythropoietin, dan memicu penurunan aktivitas sumsum tulang adalah faktor
penyebab penting dari anemia pada penyakit ginjal kronik.
Salah satu dari tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat.
Keadaan ini umumnya diakibatkan dari berkurangnya volume darah, berkurangnya
hemoglobin, dan vasokonstriksi untuk memaksimalkan pengiriman O2 ke organ-organ
vital. Warna kulit bukan merupakan indeks yang dapat dipercaya untuk pucat karena
dipengaruhi pigmentasi kulit, suhu, dan kedalaman serta distribusi bantalan kapiler.
Bantalan kuku, telapak tangan, dan membrane mukosa mulut serta konjungtiva
merupakan indicator yang lebih baik untuk menilai pucat. Jika lipatan tangan tidak lagi
berwarna merah muda, hemoglobin biasanya kurang dari 8 gr.
12
Patofisiologi Anemia Pada Penyakit Ginjal Kronik
Anemia pada penderita gagal ginjal berat disebabkan oleh 2 mekanisme:
1. Darah mengalami pengenceran oleh cairan yang berlebihan sehingga konsentrasi
hemoglobin turun.
2. Untuk produksi eritrosit di dalam sumsum tulang, diperlukan bahan yang khusus,
yaitu suatu protein yang disebut eritropoetin. Oleh karena eritropoetin hanya
dibuat oleh ginjal, maka pada gagal ginjal kronik produksi eritropoetin juga
sangat kurang (pada keadaan ini berat jaringan ginjal yang biasanya 300gr, dapat
berkurang menjadi hanya 30gr). Karena itu tidak ada gunanya memberikan zat
besi (Fe) atau preparat-preparat vitamin pada penderita anemia yang disebabkan
uremia. Jika terjadi anemia yang berat, maka jantung harus memompa darah lebih
banyak untuk mencukupi jumlah kebutuhan oksigen pada jaringan. Ini merupakan
beban tambahan terhadap jantung.
Anemia terjadi pada 80-90 % pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada penyakit ginjal
kronik terutama disebabkan oleh defisiensi ertiropoietin. Hal-hal lain yang ikut berperan
dalam terjadinya anemia adalah, defisiensi besi, kehilangan darah (misal, perdarahan
saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis,
defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi
akut maupun kronik.
Diagnosis Anemia
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin ≤10 gr% atau
hematokrit ≤30%, meliputi evaluasi terhadap status besi ( kadar besi serum / Serum Iron,
kapasitas ikat besi total / Total Iron Binding Capacity, feritin serum), mencari sumber
perdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan lain sebagainya.
Sebuah anemia, normositik normokromik disebabkan PGK diamati mulai pada
tahap 3 PGK dan hampir universal pada tahap 4. Jika tidak diobati, anemia dari PGK
berkaitan dengan sejumlah kelainan fisiologis, termasuk penurunan pengiriman dan
pemanfaatan oksigen jaringan, meningkatkan output jantung, pembesaran jantung,
hipertrofi ventrikel, angina, gagal jantung kongestif, penurunan kognisi dan ketajaman
mental, perubahan siklus haid, dan gangguan pertahanan host terhadap infeksi. Selain itu,
13
anemia mungkin memainkan peran dalam keterbelakangan pertumbuhan anak-anak
dengan PGK.
Tatalaksana Anemia Pada Penyakit Ginjal Kronik
Anemia dari PGK ini disebabkan beberapa faktor, termasuk kehilangan darah
kronis, hemolisis, penekanan sumsum oleh tertahannya faktor-faktor uremic dan
berkurangnya produksi EPO ginjal. Ketersediaan rekombinan EPO manusia, epoetin alfa,
telah membuat salah satu kemungkinan kemajuan yang sangat besar dalam perawatan
pasien ginjal sejak diperkenalkannya dialisis dan transplantasi. Baru-baru ini, sebuah
protein novel eritropoiesis-stimulating telah diperkenalkan untuk pengobatan anemia
pada pasien PGK. Protein ini, darbopoetin alfa, adalah analog hyperglycosylated
rekombinan EPO manusia yang memiliki aktivitas biologis yang lebih besar dan
perpanjangan waktu paruh. Dengan demikian, interval dosis dapat diperpanjang dan
masih efektif memperbaiki anemia ginjal pada pasien predialysis dan dialisis. Pedoman
penggunaan epoetin dan alfa darbopoetin untuk manajemen anemia pada PGK disediakan
di tabel.
Status zat besi pasien dengan PGK harus dinilai, dan kadar zat besi harus
memadai sebelum pengobatan dengan EPO dimulai. Tablet zat besi biasanya penting
untuk memastikan respon yang memadai untuk EPO pada pasien dengan PGK, karena
kebutuhan besi oleh sumsum erythroid sering melebihi jumlah besi yang segera tersedia
untuk eritropoiesis (diukur dengan kejenuhan persen transferrin) serta kadar besi (yang
diukur dengan feritin serum). Dalam kebanyakan kasus, besi intravena diperlukan untuk
mencapai dan / atau mempertahankan zat besi yang memadai. Namun, terapi besi yang
berlebihan mungkin terkait dengan sejumlah komplikasi, termasuk hemosiderosis,
aterosklerosis dipercepat, peningkatan kerentanan terhadap infeksi, dan mungkin suatu
kecenderungan meningkatnya kemunculan keganasan. Selain besi, pasokan yang cukup
dari substrat utama lainnya dan kofaktor untuk produksi eritrosit harus terjamin, terutama
vitamin B12 dan folat. Anemia resisten terhadap dosis EPO yang direkomendasikan pada
awal ketersediaan memadai faktor besi dan vitamin sering menunjukkan dialisis tidak
memadai; hiperparatiroidisme yang tidak terkendali; toksisitas aluminium; kehilangan
darah kronis atau hemolisis; hemoglobinopati terkait, malnutrisi, infeksi kronis, multiple
14
myeloma, atau keganasan lain. Transfusi darah dapat berkontribusi untuk penekanan
eritropoiesis di PGK, karena mereka meningkatkan risiko hepatitis, hemosiderosis, dan
sensitisasi transplantasi, mereka harus dihindari kecuali anemia gagal untuk merespon
erythropoietin dan pasien bergejala.
Pedoman Manajemen Untuk Memperbaiki Anemia Pada Penyakit Ginjal
Kronik
Eritropoietin
Dosis permulaan :
Target Hb :
Tingkat koreksi optimal :
50–150 units/kg/minggu IV atau SC (1, 2, atau 3
kali/minggu)
11-12 gr%
Peningkatan Hb 1-2 gr% periode selama 4
minggu
Darbopoietin alfa
Dosis permulaan :
Target Hb :
Tingkat koreksi optimal :
0.45 mcg/kg diberikan IV tunggal atau injeksi SC
1X/minggu
0.75 mcg/kg diberikan IV tunggal atau injeksi SC
1X/2 minggu
≤12 gr%
Peningkatan Hb 1-2 gr% periode selama 4
minggu
Zat Besi
1. Monitor kadar zat besi dari saturasi transferin (TSat) dan serum ferritin
2. Jika pasien kekurangan zat besi (TSat <20% ; serum feritin <100 mcg/L),
beri zat besi 50 – 100 mg IV 2X/minggu selama 5 minggu, jika indeks zat
besi masih rendah, ulangi
3. Jika indeks zat besi normal,Hb masih tidak mencukupi, berikan zat besi
15
seperti yang di uraikan diatas, monitor Hb, TSat, dan ferritin
4. Tahan terapi zat besi saat TSat >50% dan/atau ferritin >800mcg/L
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Adamson JW (ed). Iron Deficiency and Another Hipoproliferative Anemias
inHarrison’s Principles of Internal Medicine 16 th edition vol 1. McGraw-
HillCompanies : 2005.p.586-92
2. Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3
Edisi13. Jakarta: EGC, 2000. hal.1435-1443.
3. Collaghan C. At a Glance Sistem Ginjal, 2nd ed. Jakarta: Erlangga:2007; hal.29-44
4. Mansjoer A, et al.Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi
3.Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2002. Hal. 118-123
5. Price, S. A. & Lorraine M., Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Edisi 6. Jakarta : EGC. 2005. Hal. 1345-1360
6. Simardibrata, M., dkk., Penyakit Kronik dan Generatif. Penatalaksanaan Dalam
Praktik Sehari-hari. Jakarta : FKUI. 2003. Hal .270-287
7. Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. Gagal Ginjal Kronik. Buku
AjarIlmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI, 2001. Hal.427-434.
17