qowaid
TRANSCRIPT
DELIMA ANTARA BIAYA PENDIDIKAN DAN
ISTITHO’AH DALAM HAJI
I. PENDAHULUAN
Maraknya keberangkatan haji Indonesia dari tahun ke tahun semakin
meningkat, mereka seolah-olah hobi melaksanakan haji, pada hal jika kita mau
cermati kewajiban haji itu cukup hanya sekali itu saja bagi yang mampu, dan
jika dibenturkan kepada taraf pendidikan di Indonesia yang jauh masih di
bawah standar akibat ekonomi juga sarana prasarana pendidikan yang sangat
tertinggal, sangatlah terjadi ketimpangan besar. Para hartawan lebih suka
menghambur-maburkan uang dengan berkali-kali haji demi popularitas,
disamping mengangkat harkat dan martabat bangsa dengan meng4entaskan
kemiskinan dan memperbaiki pendidikan yang ada di Indonesia.
Hal ini perlu pembahasan serius dari berbagai pihak karena pendidikan
sangat penting, dan tidak kalah pentingnya dengwan keberangkatan haji kedua
ketiga para hartawan itu.
Dari sini terbersit untuk mengusulkana pemerintah agar melarang
keberangkatan haji kedua atau ke tiga dan seterusnya bagi rakyatnya
mengingat juga area haji di tanah suci yang hampir tak mencukup karena
banyaknya jamaah haji, jika dibiarkan bisa jadi potensi ketik sempurnaan haji
bagi jamaan haji bertambah karena melewati batas wukuf dan lain sebagainya,
dengan membatasi itu semua kita berkontribusi mengurangi itu, dengan
dialihkan kepada biaya sekolah atau pengentasan fakir miskin.
II. PEMBAHSAN
1. Konsep Kaidah Fiqih
” wajib itu tidakdapat ditinggalkan kecuali karena wajib yang lain”
lebih lanjut, diterangkan bahwa meninggalkan kewajiaban karena
kewajiban lain, dengan catatan ketika dua perkara (kewajiban) ini
dilaksanakan dalam satu waktu dan kondisi, tidak memungkinkandan
1
mengharuskan memilih sala satu di antara keduanya. Contoh dalam
keadaan sujud, di satu sisi wajib meletakkan tangan ketiak sujud, di sisi
lain kewajiban menutup sebagian aurat dengan tangan, maka dipilih
kewajiaban yang kedua.
Kaidah ini mempunyai ibarat lain yang hampir sama, yaitu:
1. wajib itu tidak dapat ditinggalkan karena sunnah
2. Seauatu yang terlarang ketika diperbolehkan, maka menjadi wajib
3. Sesuatu yang menjadi keharusan, tidak boleh ditinggalkan, kecuali
karena suatu keharusan.
Dari kaidah diatas, permasalahan menjadi berkembang ketika
dihadapkan dengan konteks sekarang, seperti, delima antara biaya
pendidikan dengan kewajiban haji bagi orang yang sudah mampu. Untuk
lebih lanjut deterangkan dalam bagian selanjutnya.
2. Penekanan Permasalahan
Di satu sisi , merupakan suatu kewajiaban bagi setiap muslim,
melaksanakan ibadah haji yang merupakan pilar (rukun) islam yang
kelima. Ibadah yang satu ini adalah merupakan ibadah yang di samping
memerlukan kekuatan fisik yang ekstra, juga memerlukan biaya yang
tidak sedikit untuk melakukan perjalanan ketanah suci. Maka dari itu,
Allah SWT mewajibkan ibadah ini hanya bagi muslim yang menyandang
predikat mampu, dalam bahasa agama disebut istitha’ah. Baca al-Qur’an,
surat Ali Imran : 97, ”mengerjakan haji adalah kewajiban menusia
terhadap Allah Yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan
ke Baitullah”. Serta kewajiban ini hanya dibebankan kepada setiap
muslim satu kali seumur hidup.
Disisi lain, pendidikan dalam wacana keislaman menempati
rangking atas kewajiban tiap umat islam. Untuk dapat meraih predikat
hamba yang saleh dan menjalankan semua syari’at Allah, langkah awal
yang ditempuh adalah melalui jalur pendidikan, pengetahuan dan
pemahaman yang detail akan essensi sunnah Rasul dan segala ajarannya,
2
harus ditempuh melalui proses edukasi terlebih dahulu. Dengan harapan
agar ibadah atau transaksi muamalah yang dilakukan tidak sampai
illegal(menyimpang dari hukum syari’at). Memandang latar belakang
yang krusial inilah, agama islam mengelompokan kewajiban menuntun
ilmu pengetahuan sebagai kewajiabn setiap individu muslim. Bahkan
sejak usia dini, rangsangan dan minat belajar dan menimba ilmu perlu
ditanamkan oleh orang tua terhadap putra-putrinya. Pendidikan moral,
akhlak, etika akan menuai hasil sesuai harapan manakala orang tua
menuangkan porsi yang cukup ekstra terhadap hal itu, menjadi tanggung
jawab bagi orag tua semua proses pendidikan bagi anak, temasuk dalam
hal ini adalah biaya pendidikan.
III. ANALISIS / KESIMPULAN
Berangkat dari gambaran permasalahan diatas, mengantarkan satu
pertanyaan, bagaimana sikap kita, ketika dihadapkan dua pemasalahan yang
sama-sama urgens bahkan wajib dalam hal ini adalah ibadah haji dan biaya
pendidikan.? Dengan konsep kaidah di atas. Sebelum melangkah lebih jauh,
alangkah lebih baik, jika kita menganalisa konsep istitha’ah serta kreteri-
kreteria pendidikan yang wajib. Pada konteks ini dituntut seleksi yang ketat
untuk memberikan label istitha’ah pada setiap individu, sebagaimana imam
Syafi’i membagi konsep ini menjadi dua kelompok, yaitu kemampuan fisik
dan kemampuan finansial. Hal ini menjadi penting , karena tidak mungkin
seorang melakuakn ibadah haji , sedangkan kesehatannya tidak dalam keadaan
normal, begitu juga biaya yang tidak sedikit.
Disamping itu karena perjalanan yang oleh para calon jama’ah haji
memakan waktu yang lama , keluarga yang ditinggalkan pun tentunya
hendaknya mendapat perhatian ekstra, kebutuhan keluarga selama
pelaksanaan ibadah haji itu tetap menjadi kewajibannya meskipun kepala
keluarga akan berpisah. Baik kebutuhan pokok maupun kebutuhan yang lain
3
yan berkenaan dengan kelangsungan rutunitas anggota keluarga harus bisa
berjalan sebagaimana semestinya.
Melihat ini pendidikan dapat dikelompokan menjadi kebutuhan pokok
yang harus dipenuhi oleh orang tua terhadap anak yang masih dalam masa
pembelajaran, karena pendididikan merupakan kewajiaban yang dibebankan
oleh islam terhadap setiap muslim. Sehingga keluarga yang berada di tanah
air tetap menjalani hidup dengan tenang dan aman. Sebagai aspek pendukung
utama inilah menghantarkan konsep al-istitho’ah. Jika biaya ibadah haji
mengakibatkan keungan serta pendidikan keluarga menjadi terbelit, maka
ibadah haji dapat ditangguhkan dulu, sampai menunggu benar-benar mendapat
label istitho’ah. Hal ini berdasarkan kaidah fiqih:
”kewajiban tidak dapat ditinggalkan kecuali karena kewajiaban
yang lain”.
IV. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami sampaiakan kurang lebihnya mohon
di maafkan, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan, jika ada
kesalahan mohon di ingatkan dan dibenarkan, sebagai perbaikan saya ke
depan.
Semoga apa yang tertera disini bisa membawa manfaat untuk kita semua
dan bisa menambah wawsan kita semua dalam kompeternsi terkait.
REFERENSI
Drs. Moh. Adib Bisri, Terjemah Al Faroidul Bahiyah,
Menara Kudus, Kudus, 1977.
Respon Ma’had Aly Terhadap Wacana Hukum Islam
Kontemporer, Fiqih Realitas, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005.
4
5