q,d - istpromarine.com · nomor 40 tahun 2014 tentang perasuransian dengan rahmattuhanyang maha esa...

86
q,D PRESIDEN R EP UBLIK IND ONES IA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMATTUHANYANG MAHA ESA PRESIDDN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat b. !,ahwa industri perasuransian yang sehat, dapat diandalkan, a.mrnah, dan kompetitif akan meningkatkan pelindungan bAgi pemegang polis, tertanggung, atau peserta, dan berperan mendorong pembangunan nasional; bahwa dalam rangka menyikapi dan mengantisipasi perkembangan industri perasuransian serta perkembangan perekonomian, baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat global, perlu mengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun lgg2 tentang Usah; Perasuransian dengan undang-undang yang baru; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang- Undang tentang Perasuran sian; c. : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPI'BLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: : UNDANG-UNDANGTENTANG PERASURANSIAN. Menetapkan BAB I

Upload: lydang

Post on 10-Apr-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

q,DPRESIDEN

R EP UBLIK IND ONES IA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 40 TAHUN 2014

TENTANG

PERASURANSIAN

DENGAN RAHMATTUHANYANG MAHA ESA

PRESIDDN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

Mengingat

b.

!,ahwa industri perasuransian yang sehat, dapatdiandalkan, a.mrnah, dan kompetitif akan meningkatkanpelindungan bAgi pemegang polis, tertanggung, ataupeserta, dan berperan mendorong pembangunan nasional;

bahwa dalam rangka menyikapi dan mengantisipasiperkembangan industri perasuransian sertaperkembangan perekonomian, baik pada tingkat nasionalmaupun pada tingkat global, perlu mengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun lgg2 tentang Usah;Perasuransian dengan undang-undang yang baru;

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksuddalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perasuran sian;

c.

: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan pasal 33 Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPI'BLIK INDONESIAdan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

: UNDANG-UNDANGTENTANG PERASURANSIAN.Menetapkan

BAB I

PRESIDENREPUBLIK IN D ONES IA

-2-

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasa] I

Dalam Undang-Undang ini yarrg dimaksud dengan:

l. Asuransi adalah peg'anjian antara dua pihak, yaituperusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadidasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransisebagai imbalan untuk:a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau

pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biayayang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkindiderita tertanggung atau pemegang polis karenaterjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau

b. memberikan pembayaran yang didasarkan padameninggalnya tertanggung atau pembayaran yangdidasarkan pada hidupnya tertanggung denganmanfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/ataudidasarkan pada hasil pengelolaan dana.

2. Asuransi Syariah adalah kumpulan perjanjian, yang terdiriatas perjanjian antara perusahaan asuransi syariah danpemegang polis dan pe{anjian di antara para pemegangpolis, dalam rangka pengelolaan kontribusi berdasarkanprinsip syariah guna saling menolong dan melindungidengan cara:

a. memberikan penggantian kepada peserta ataupemegang polis karena kerugian, kerusakan, biayayang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkindiderita peserta atau pemegang polis karena terjadinyasuatu peristiwa yang tidak pasti; atau

b. memberikan pembayaran yanrg didasarkal padameninggatrya peserta atau pembayaran yangdidasarkan pa.da hidupnya peserta dengan manfaatyang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkanpada hasil pengelolaan dana.

3. Prinsip

$).)-r!p4{

PRESIDENR EPLIBLIK IN D ONES IA

-3-

3. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalamkegiatan perasuransian berdasarkan fatwa yangdikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangandalam penetapan fatwa di bidang syariah.

4. Usaha Perasuransian adalah segala usaha menyangkutjasa pertangtungan atau pengelolaan risiko,pertanggungan ulang risiko, pemasaran dan distribusiproduk asuransi atau produk asuransi syariah,konsultasi dan keperantaraan asuransi, asuransisyariah, reasuransi, atau reasuransi syariah, ataupenilaian kerugian asuransi atau asuransi syariah.

Usaha Asuransi Umum adalah usaha jasa pertanggunganrisiko yang memberikan penggantian kepada tertanggungatau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biayayang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin dideritatertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatuperistiwa yang tidak pasti.

Usaha Asuransi Jiwa adalah usaha yangmenyelenggarakan jasa penanggulangan risiko yangmemberikan pembayaran kepada pemegarlg polis,tertanggung, atau pihak Lain yang berhak dalam haltertanggung meninggal dunia atau tetap hidup, ataupembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung,atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yangdiatur dalam pe{anjian, yang besarnya telah ditetapkandan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Usaha Reasuransi adalah usaha jasa pertanggunganulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaanasuransi, perusahaan penjaminan, atau perusahaanreasuransi lainnya.

Usaha Asuransi Umum Syariah adalah usahapengelolaan risiko berdasarkan Prinsip Syariah gunasaling menolong dan melindungi dengan memberikanpenggantian kepada peserta atau pemegang polis karenakerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangankeuntungan, atau tanggungjawab hukum kepada pihakketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegangpolis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.

5.

6.

7.

8.

9. Usaha.

9.

PRESIDENR EPUBLIK INDONESIA

-4-

Usaha Asuransi Jiwa Syariah adalah usaha pengelolaanrisiko berdasarkan kinsip Syariah guna saling menolongdan melindungi dengan memberikan pembayaran yangdidasarkan pada meninggal atau hidupnya peserta, ataupembayaran Iain kepada peserta atau pihak lain yangberhak pada waktu tertentu yang diatur dalamperjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/ataudidasarkan pada hasil pengelolaan dala.Usaha Reasuransi Syariah adalah usaha pengelolaanrisiko berdasarkan Prinsip Syariah atas risiko yangdihadapi oleh perusahaan asuransi syariah, perusahaanpenjaminan syariah, atau perusahaan reasuransi syariahlainnya.

Usaha Pialang Asuransi adalah usaha jasa konsultasidan/atau keperantaraan dalam penutupan asuransi atauasuransi syariah serta penanganan penyelesaianklaimnya dengan bertindak untuk dan atas namapemegang polis, tertanggung, atau peserta.

Usaha Pialang Reasuransi adalah usaha jasa konsultasidan/atau keperantaraan dalam penempatan reasuransiatau penempatar reasuransi syariah serta penangananpenyelesaian ttaimnya dengan bertindak untuk dan atasnama perusahaan asuransi, perusahaan asuransisyariah, perusahaan penjaminan, perusahaanpenjaminan syariah, perusahaan reasuransi, atauperusahaan reasuransi syariah yang melalukanpenempatan reasuransi atau reasuransi syariah.

13. Usaha Penilai Kerugian Asuransi adalah usaha jasapenilaian klaim dan/ atau jasa konsultasi atas objekasuransi.

Perusahaan Perasuransian adalah perusahaan asuransi,perusa-haan asuransi syariah, perusahaan reasuransi,perusahaan reasuransi syariah, perusahaan pialangasuransi, perusahaan pialang reasuransi, danperusahaan penilai kerugian asuransi.

Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi umumdan perusahaan asuransi jiwa.

16. Perusahaan Asuransi Syariah adalah perusahaanasuransi umum syariah dan perusahaan asuransi jiwasyariah.

10.

11.

t2.

14.

15.

17. Pihak.

$).)-r!p4{

t7.

18.

PRESIOENR EPUBL IK INDONESIA

-5-

Pihak adalah orang atau badan usaha, baik yangberbentuk badan hukum maupun yang tidak berbentukbadan hukum.

Dana Jaminan adalah kekayaan Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,atau perusatraan reasuransi syariah yang merupakanjaminan terakhir dalam rangka melindungi kepentinganpemegang polis, tertanggung, atau peserta, dalam halPerusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransisyariah dilikuidasi.

Pengendali adalah Pihak yang secara langsung atau tidaklangsung mempunyai kemampuan untuk menentukandireksi, dewan komisaris, atau yang setara dengandireksi atau dewan komisaris pada badan hukumberbentuk koperasi atau usaha bersama dan/ataumempengaruhi tindakan direksi, dewan komisaris, atauyang setara dengan direksi atau dewan komisaris padabadan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama.

Dana Asuransi adalah kumpulan dana yang berasal daripremi yang dibentuk untuk memenuhi kewajiban yangtimbul dari polis yang diterbitkan atau dari klaimasuransi.

2L. Dana Tabarm'adalah kumpulan dana yang berasal darikontribusi para peserta, yang mekanisme penggunaannyasesuai dengan perjanjian Asuransi Syariah atauperjanjian reasuransi syariah.

22. Pernegang Polis adalah Pihak yang mengikatkan diriberdasarkan perjanjian dengan Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,atau peru sahaan reasuransi syariah untuk mendapatkanpelindungan atau pengelolaan atas risiko bagi dirinya,tertanggung, atau peserta lain.

23. Tertanggung adalah Pihak yang menghadapi risikosebagaimana diatur dalam pedanjian Asuransi ataupe{anjian reasuransi.

19.

20.

24. Peserta

mPRESIDEN

R EP I]EL IK IN D ONES IA

-6-

24. Peserta adalah Pihak yang menghadapi risikosebagaimana rliatur dalam perjanjian Asuransi Syariahatau perjanjian reasuransi syariah.

25. Objek Asuransi adalah jiwa dan raga, kesehatanmanusia, tanggung jawab hukum, benda dan jasa, sertasemua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak,rugi, dan/atau berkurang nilainya.

26. Pialarl,g Asuransi adalah orang yang bekerja padaperusahaan pialang asuransi dan memenuhi persyaratanuntuk memberi rekomendasi atau mewakili PemegangPolis, Tertanggung, atau Peserta dalam melakukanpenutupan asuransi atau asuransi syariah dan/ataupenyelesaian klaim.

27. Piallang Reasuransi adalah orang yang beke{a padaperusahaan pialang reasuransi dan memenuhipersyaratan untuk memberi rekomendasi atau mewakiliPerusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan penjaminan, perusahaan penjaminansyariah, perusahaan reasuransi, atau perusaJraanreasuransi syariah dalam melakukan penutupanreasuransi atau reasuransi syariah dan/ataupenyelesaian klaim.

28. Agen Asuransi adalah orang yang bekerja sendiri ataubekerja pada badan usaha, yang bertindak untuk danatas narna Perusahaan Asuransi atau PerusahaanAsuransi Syariah dan memenuhi persyaratan untukmewakili Perusahaan Asuransi atau PerusahaanAsuransi Syariah memasarkan produk asuransi atauproduk asuransi syariah.

29. Premi adalah sejumlah uang yang ditetapkan olehPerusahaan Asuransi atau perusahaan reasuransi dandisetujui oleh Pemegang Polis untuk dibayarkanberdasarkan perjanjian Asuralsi atau pe{anjianreasuransi, atau sejumlah uang yang ditetapkanberdasarkan ketentuan peraturan perundang-undanganyang mendasari program asuransi wajib untukmemperoleh manfaat.

30. Kontribusi.

30.

PRESIDENR EPI.IBL IK IN D ONES IA

-7 -

Kontribusi adalah sej umlah uang yang ditetapkan olehPerusahaan Asuransi Syariah atau perusahaanreasuransi syariah dan disetujui oleh Pemegang Polisuntuk dibayarkan berdasarkan pe{anjian AsuransiSyariah atau perjanjian reasuransi syariah untukmemperoleh manfaat dari Dana Tabarm'dan/atau danainvestasi Peserta dan untuk membayar biaya pengelolaanatau sejumlah uang yang ditetapkan berdasarkanketentuan peraturan perundang-undangan yangmendasari progrErm asuransi wajib untuk memperolehmanfaat.

Afrliasi adalah hubungan antara seseorang atau badanhukum dengan satu orang atau lebih, atau badan hukumlain, sedemikian rupa sehingga salah satu dari merekadapat mempengaruhi pengelolaan atau kebijakan dariorang yang lain atau badan hukum yang lain atausebaliknya.

Program Asuransi Wajib adalah program yang diwajibkanperaturan perundang-undangan bagr seluruh ataukelompok tertentu dalam masyarakat guna mendapatkanpelindungan dari risiko tertentu, tidak termasuk programyang diwajibkan undang-undang untuk memberikanpelindungan dasar bagi masyarakat dengan mekanismesubsidi silang dalam penetapan manfaat dan Premi atauKontribusinya.

Pengelola Statuter adalah Pihak yang ditunjuk olehOtoritas Jasa Keuangan untuk mengambil alihkepengurusan Perusahaan Asuransi, PerusahaanAsuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atauperu sahaan reasuransi syariah.

Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi.

Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga pengatur darrpengawas seli:tor jasa keuangan sebagaimana dimaksuddalam undang-undang mengenai otoritas jasa keuangan.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan adalah peraturantertulis yang ditetapkan oleh Dewan Komisioner OtoritasJasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai otoritas jasa keuangan.

Pemerintah adalah pemerintah Republik Indonesia.

31.

32.

33.

34.

35.

36.

37.

38. Menteri

q,DPRESIDEN

R EFUBL IK IND ONES IA

-8-

38. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusanpemerintahan di bidang keuangan.

BAE} IIRUANG LINGKUP USAHA PERASURANSIAN

Pasal 2

(1) Perusahaan asuransi umum hanyamenyelenggarakan:

dapat

a. Usaha Asuransi Umum, termasuk lini usaha asuransikesehatan dan lini usalta asuransi kecelakaan diri; dan

b. Usaha Reasuransi untuk risiko Perusahaan AsuransiUmum lain.

Perusahaan asuransi jiwa hanya dapatmenyelenggarakan Usaha Asuransi Jiwa termasuk liniusaha anuitas, lini usaha asuransi kesehatan, dan liniusaha asuransi kecelakaan diri.

Perusahaan reasuransi hanya dapat menyelenggarakanUsaha Reasuransi.

Pasal 3

Perusahaan asuransi umum syariah hanya dapatmenyelenggarakan:

a. Usaha Asuransi Urnum Syariah, termasuk lini usahaasuransi kesehatan berdasarkan Prinsip Syariah danlini usaha asuransi kecelakaan diri berdasarkanPrinsip Syariah; dan

b. Usaha Reasuralsi Syariah untuk risiko PerusahaanAsuransi Umum Syariah Lain.

Perusahaan asuransi jiwa syariah hanya dapatmenyelenggarakan Usaha Asuransi Jiwa Syariahtermasuk lini usaha anuitas berdasarkan PrinsipSyariah, lini usaha asuransi kesehatan berdasarkanPrinsip Syariah, dan lini usaha asuransi kecelakaan diriberdasarkan Prinsip Syariah.

Perusahaan reasuransi syariah hanya dapatmenyelenggaralan Usaha Reasuransi Syariah.

(2t

(3)

(1)

(2t

(3)

Pasal 4

f).)-ag4{

(2t

(3)

PRESIDENR EPL]BL IK INDONESIA

-9-

Pasal 4

(l) Perusahaan piatang asuransi hanya dapatmenyelenggarakan Usaha Pialang Asurarsi.

Perusahaan pialang reasuransi hanya dapatmenyelenggarakan Us$a Pialang Reasuransi.

Perusahaan penilai kerugian asuransi hanya dapatmenyelenggarakan Usaha Penilai Kerugian Asuransi.

Pasal 5

Ruang lingkup Usaha Asuransi Umum dan UsahaAsuransi Jiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat(1) dan ayat (21 serta Usaha Asuransi Umum Syariah danUsaha Asuransi Jiwa Syariah sebagaimana dimaksuddalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) dapat diperluas sesuaidengan kebutuhan masyarakat.

Perluasan ruang lingkup Usaha Asuransi Umum, UsahaAsuransi Jiwa, Usaha Asuransi Umum Syariah, danUsaha Asuransi Jiwa Syariah sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dapat berupa penambahan manfaat yangbesamya didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Ketentuan lebih lanjut mengenai perluasan ruanglingkup Usaha Asuransi Umum, Usaha Asuransi Jiwa,Usaha Asuransi Umum Syariah, dan Usaha AsuransiJiwa Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) danayat (2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

BAB IIIBENTUK BADAN HUKUM DAN KEPEM]LIKAN

PERUSAHAAN PERASURANSIAN

Pasal 6

(1) Bentuk badan hukumPerasuransian adalah:a. perseroan terbatas;b. koperasi; atauc. usaha bersama yang telah

Undang ini diundangkan.

penyelenggara Usaha

ada pada saat Undang-

(1)

(2\

(3)

(2) Usaha

(1)

PRESIDENREPUEL.IK INOONESIA

_ 10_

(21 Usaha bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf c dinyata}an sebagai badan hukum berdasarkanUndang-Undang ini.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai badan hukum usahabersama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diaturdalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 7

Perusahaan Perasuransian hanya dapat dimiliki oleh:a. warga negara Indonesia dan/atau badan hukum

Indonesia yang secara Langsung atau tidak langsungsepenuhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia;atau

b. warga negara Indonesia dan/atau badan hukumIndonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf a,bersama-sama dengan warga negara asing ataubadan hukum asing yang harus merupakanPerusahaan Perasuransian yang memiliki usahasejenis atau perusahaan induk yang salah satu anakperusahaannya bergerak di bidang UsahaPerasuran sian yang sejenis.

Warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b dapat menjadi pemilik PerusahaanPerasuransian hanya melalui transaksi di bursa efek.

Ketentuan lebih lanj ut mengenai kriteria badan hukumasing dan kepemilikan badan hukum asing sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf b dan kepemilikan warganegara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalamPerusahaan Perasuransian diatur dalam PeraturanPemerintah.

BAB IVPERIZINAN USAHA

Pasal 8

(1) Setiap Pihak yang melakukan Usaha Perasuransian wajibterlebih dahulu mendapat izin u saha dari Otoritas JasaKeuangan.

(21

(3)

(2) Untuk

fl,DPRESIDEN

R EPUBL IK INDONESIA

- 1l -

(2\ Untuk mendapatlan izin usaha sebagaimana dimaksudpada ayat (1) harus dipenuhi persyaratan mengenai:a. anggaran dasar;b. susunan organisasi;

modal disetor;Dana Jaminan;kepemilikan;kelayakan dan kepatutan pemegang saham danPengendali;kemampuan dan kepatutan direksi dan dewankomisaris, atau yang setara dengan direksi dandewan komisaris pada badan hukum berbentukkoperasi atau usaha bersama sebaga im6ns dimaksuddalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dewan pengawassyariah, aktuaris perusahaan, dan auditor internal;tenaga ahli;kelayakan rencana kerja;kelayakan sistem manajemen risiko;produk yang akan dipasarkan;perikatan dengan pihak terafiliasi apabila ada dankebijakan pengalihan sebagian fungsi dalampenyelenggaraan usaha;

m. infrastruktur penyiapan dan penyampaian laporankepada Otoritas Jasa Keuangan;

n. konfirmasi dari otoritas pengawas di negara asalpihak asing, dalam hal terdapat penyerlaan langsungpihak asing; dan

o. hal lain yang diperlukan untuk mendukungpertumbuhan usaha yang sehat.

Persyaratan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat(2) diberlakukan sesuai dengan jenis usaha yang akandijalankan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tatacara perizinan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat(2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 9

Otoritas Jasa Keuangan menyetujui atau menolakpermohonan izin usaha Perusahaan Perasuransian palinglama 30 (tiga puluh) hari ke{a sejak permohonanditerima secara lengkap.

e.

c.d.e.f.

h.i.j.k.1.

(3)

(4)

(1)

(2) Dalam

(1)

(21

PRESIDENR EPLIBLIK IN DONES IA

-12-

(21 Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menolak permohonanizin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1),penolakan harus dilakukan secara tertulis dengandisertai alasannya.

Pasal l0

Perusahaan Perasuransian wajib melaporkan setiappembukaan kantor di luar kantor pusatnya kepadaOtoritas Jasa Keuangan.

Kantor Perusahaan Asuransi, Perusahaan AsuransiSyariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaanreasuransi syariah di luar kantor pusatnya yang memilikikewenangan untuk membuat keputusan mengenaipenerimaan atau penolakan pertanggungan dan/ ataukeputusan mengenai penerimaan atau penolakan klaimsetiap saat wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkanOtoritas Jasa Keuangan.

Perusahaan Perasuransian bertanggung jawabsepenuhnya atas setiap kantor yang dimiliki ataudikelolanya atau yang pemilik atau pengelolanya diberiizin menggunakan nama Perusahaan Perasuransian yangbersangkutan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata carapelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaturdalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

BAB VPEMELENGGARAAN USAHA

Pasal l l

(1) Perusahaan Perasuransian wajib menerapkan tata kelolaperusahaan yang baik.

{2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kelola perusahaansebagaimana dimaksud pada ayat (l) diatur dalamPeraturan Otoritas Jasa Keuangan.

(3)

(41

Pasal 12

(1)

(2)

PRESIDENREPt]BLIK INDONESIA

_13-

Pasal 12

Anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau yangsetara dengan anggota direksi dan anggota dewankomisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atauusaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6ayat (1) huruf c, anggota dewan pengawas syariah,aktuaris perusahaan, auditor intemal, dan Pengendalisetiap saat wajib memenuhi persyaratan kemampuandan kepatutan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dart tata carapenilaian kemampuan dan kepatutan sebagaimanadimaksud pada ayat (l) diatur dalam Peraturan OtoritasJasa Keuangan.

Pasal 13

(l) Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransisyariah wajib menetapkan paling sedikit I (satu)Pengendali.

(21 Ddam hal terdapat Pengendali lain yang belumditetapkan oleh Perusahaan Asuransi, PerusahaanAsuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atauperusahaan reasuransi syariah, Otoritas Jasa Keuanganberwenang menetapkan Pengendali di luar Pengendalisebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria Pengendalisebagaimana dimal<sud pada ayat (1) dan ayat (2) diaturdalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 14

(1) Setiap Pihak yang ditetapkan sebagai Pengendalisebagaimsla dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) wajibdilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan.

l2l Perubahan Pengendali wajib dilaporkan kepada OtoritasJasa Keuangan.

(3) Pihak yang telah ditetapkan menjadi Pengendali tidakdapat berhenti menjadi Pengendali tanpa persetujuandari Otoritas Jasa Keuangan.

(4) Ketentuan

$-.D

(1)

PRESIDENREFI,]ElLIK IND ONES IA

-14-

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata caramemperoleh persetujuan berhenLi sebagai Pengendalisebagaimana dirnaksud pada ayat (3) diatur dalamPeraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 15

Pengendali wajib ikut bertanggung jawab atas kerugianPerusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariahyang disebabkan oleh Pihak dalam pengendaliannya.

Pasal 16

Setiap Pihak hanya dapat menjadi pemegang sahampengendali pada I (satu) perusahaan asuransi jiwa, 1

(satu) perusahaan asuransi umum, 1 (satu) perusahaanreasuransi, 1 (satu) perusahaan asuransi jiwa syariah, I(satu) perusahaan asuransi umurr syariah, dan I (satu)perusahaan reasuransi syariah.

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidakberlaku apabila pemegang saham pengendali adalahNegara Republik Indonesia.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pemegang sahampengendali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaturdalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 17

Perusahaan Perasuransian wajib mempeke{akan tenagaahli dalam jumlah yang cukup sesuai dengan jenis danlini usaha yang diselenggarakannya, dalam rangkamemastikan penerap.rn manajemen asuralsi yang baik.

Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransisyariah wajib mempekerjakan aktuaris dalam jumlahyang cukup sesuai dengan jenis dan lini usaha yangdiselenggarakannya, untuk secara independen dan sesuaidengan standar praktik yang berlaku mengelola dampakkeuangan dari risiko yang dihadapi perusahaan.

(2t

(3)

(1)

(21

(3) Ketentuan

(t)

(2t

(3)

(4)

PRESIDENR EPUELIK INDONESIA

- 15-

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, jumlah, danpersyaratan tenaga a-l.li sebagaimana dimaksud padaayat (1) dan aktuaris sebagaimana dimaksud pada ayat(2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 18

Perusahaan Perasuransian dapat bekerja sanrla denganpihak lain dalam rangka memperoleh bisnis ataumelaksanakan sebagian fungsi dalam penyelenggaraanusahanya.

Perusahaan Perasuransian wajib memastikan bahwapihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memilikiizin untuk menjalankan usahanya dari instansi yangberwenang.

Perusahaan Perasuransian wajib memiliki danmenerapkan standar seleksi dan akuntabilitas dalampelaksanaan ke{a sama sebagaimana dimaksud padaayat (l ).Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan OtoritasJasa Keuangan.

Pasal 19

Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransisyariah wajib mematuhi ketentuan mengenai kesehatankeuangan.

Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransisyariah wajib melakukan evaluasi secara berkalaterhadap kemampuan Dana Asuransi atau Dana Tabamt'untuk memenuhi ktaim atau kewajiban lain yang timbuldari polis.

Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransisyariah wajib merencanakan dan menerapkan metodemitigasi risiko untuk menjaga kesehatan keuangannya.

(1)

(2t

(3)

(4) Ketentuan

$-,D

(2t

(3)

(4t

(s)

(4)

(1)

(1)

(21

PRESIDENR EF LIBL,IK INDONESIA

-16-

Ketentuan lebih lanjut mengenai kesehatan keuangansebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan metode mitigasirisiko sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalamPeraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 20

Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransisyariah wajib membentuk Dana Jaminan dalam bentukdan jumlah yarlg ditetapkan oleh Otoritas JasaKeuangan.

Dana Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

waj ib disesuaikan jumlahnya dengan perkembanganusaha, dengan ketentuan tidak kurang dari yangd ipersyaratlan pada awal pendirian.

Dana Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilarang diagunkan atau dibebani dengan hak apa pun.

Dana Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

hanya dapat dipindahkan atau dicairkan setelahmendapat persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai Dana Jaminansebagaimana dimaksud pada ayat (l), ayat (2), ayat (3),

dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Otoritas JasaKeuangan.

Pasa] 2l

Kekayaan dan kewajiban yang terkait dengan hakPemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta wajibdipisahkan dari kekayaan dan kewajiban yang lain dariPerusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransisyariah.

Untuk perusahaan asuransi jiwa syariah, kekayaan dankewajiban Peserta untuk keperluan saling menolongdalam menghadapi risiko wajib dipisahkan dari kekayaandan kewajiban Peserta untuk keperluan investasi'

(3) Perusahaan

$.).)-t!sy4{

(s)

(4)

(4)

(s)

(1)

(2t

(3)

PRESIDENR EP UBLIK INOONESIA

-t7-

Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransisyariah wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dankesesuaian antara kekayaan dan kewajiban dalammenginvestasikan kekayaan Pemegang Polis,Tertalggung, atau Peserta.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pemisahan kekayaandan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) danayat (2ll, dan investasi kekayaan Pemegang Polis,Tertanggung, atau Peserta sebagaimana dimaksud padaayat (3) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 22

Perusahaan Perasuransian wajib menyampaikan laporan,informasi, data, dan/ atau dokumen kepada Otoritas JasaKeuangan.

Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dapat dilakukan melalui sistem data elektronik.

Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasttransi, atau perusahaan reasuransisyariah wajib mengumumkan posisi keuangan, kine{akeuangal, dan kondisi kesehatal keuangan perusahaandalam surat kabar harian berbahasa Indonesia yangberedar secara nasional dan media elektronik.

Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransisyariah wajib menyediakan informasi mengenai posisikeuangan, kinerja keuangan dan risiko yang dihadapinyakepada pihak yang berkepentingan dengan cara yangsesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransisyariah wajib mengumumkan laporan keuangan yangtelah diaudit paling lama 1 (satu) bulan setelah bataswaktu penyampaian laporan keuangan tersebut kepadaOtoritas Jasa Keuangan.

(6) Ketentuan

f,,D

(1)

PRESIDENREPIJBL..IK IN D ONES IA

-18-

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyampaian laporankepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dan pengumuman sebagaimana dimaksudpada ayat (3) diatur dalam Peraturan Otoritas JasaKeuangan.

Pasal 23

Laporan tertentu dan hasil analisis atas laporansebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) tidakdapat dibuka oleh Otoritas Jasa Keuangan kepada pihaklain, kecuali kepada:a. polisi dan jaksa untuk kepentingan penyidikan;b. hakim untuk kepentingan peradilan;c. pejabat pajak untuk kepentingan perpajakan;d. Bank Indonesia untuk pelaksanaan tugasnya; ataue. pihak lain berdasarkan peraturan perundang-

undangan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata caramemperoleh laporan tertentu dan hasil analisis ataslaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaturdalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 24

Penutupan asuransi atas Objek Asuransi harusdidasarkan pada asas kebebasan memilih PerusahaanAsuransi atau Perusahaan Asuralsi Syariah.

Penutupan Objek Asuransi sebagaimana dimaksud padaayat (1) harus dilakukan dengan memperhatikan dayatampung Perusahaan Asuransi, Perusahaan AsuransiSyariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaalreasuransi syariah di dalam negeri.

Ketentuan lebih lanjut mengenai penutupan ObjekAsuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diaturdalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

(2t

(1)

(2t

(3)

Pasa] 25

mPRESIDEN

R EP'JBL IK IN DONES IA

-19-

Pasal 25

Objek Asuransi di Indonesia hanya dapat diasuransikan padaPerusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah yangmendapatkan izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan, kecualida-lam hal:

a. tidak ada Perusahaan Asuransi dan Perusahaan AsuransiSyariah di Indonesia, baik secara sendiri-sendiri maupunbersama-sama, yang memiliki kemampuan menahan ataumengelola risiko asuransi atau risiko asuransi syariah dariObjek Asuransi yang bersangkutan; atau

b. tidak ada Perusahaan Asuransi dan Perusahaan AsuransiSyariah di Indonesia yang bersedia melakukan penutupanasuransi atau asuransi syariah atas Objek Asuransi yangbersangkutan.

Pasal 26

(1) Perusahaan Perasuransian wajib memenuhi standarperilaku usaha yang mencakup ketentuan mengenai:a. polis;b. Premi atau Kontribusi;c. urderutititrg dan pengenalan Pemegalg Polis,

Tertanggung, atau Peserta;d. penyelesaian klaim;e. keahlian di bidang perasuransian;f. distribusi atau pemasaran produk;g. penarlganan keluhan Pemegang Polis, Tertanggung,

atau Peserta; danh. standar lain yang

penyelen ggaraan usaha.berhubungan dengan

(21 Ketentuan lebih lanjut mengenai standar perilaku usahasebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalamPeraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal2T

(1) Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi, dan Agen Asuransiwajib terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan.

(2) Pialang

(2t

(3)

PRESIDENR EPUBL IK IND ONES IA

_20-

Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi, dan Agen Asuransiwajib memiliki pengetahuan dan kemampuan yangcukup serta memiliki reputasi yang baik.

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tatacara pendaftaran Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi,dan Agen Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Otoritas JasaKeuangan.

Pasal 28

Premi atau Kontribusi dapat dibayarkan langsung olehPemegang Polis atau Peserta kepada PerusahaartAsuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah, ataudibayarkan melalui Agen Asuransi.

Agen Asuransi hanya dapat menerima pembayaran Premiatau Kontribusi dari Pemegang Polis atau Peseria setelahmendapatkan persetujuan dari Perusahaan Asuransiatau Perusahaan Asuransi Syariah.

Pertanggungan dinyatakan mulai berlaku dan mengikatpara Pihak terhitung sejak Premi atau Kontribusiditerima oleh Agen Asuransi.

Agen Asuransi dilarang menahan atau mengelola Premiatau Kontribusi.

Agen Asuransi dilarang menggelapkan Premi atauKontribusi.

Dalam hat Premi atau Kontribusi dibayarkan mela-luiAgen Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) danayat (21, Agen Asuransi wajib menyerahkan Premi atauKontribusi tersebut kepada Perusahaan Asuransi atauPerusahaan Asuransi Syariah dalam jangka waktu yangdiatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Perusahaan Asuransi atau Peru sahaan Asuransi Syariahwajib bertanggung jawab atas pembayaran klaim yangtimbul apabila Agen Asuransi telah menerima Premi atauKontribusi, tetapi belum menyerahkannya kepadaPerusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariahtersebut.

(1)

(21

(s)

(41

(s)

(6)

(71

(8) Perusahaan

(l)

(21

(3)

(41

(s)

PRESIDE NR EPUBLIK INDONESIA

-21-

(8) Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariahwajib membayarkan imbalan jasa keperantaraan kepadaAgen Asuransi segera setelah menerima hemi atauKontribusi.

Pasal 29

Premi atau Kontribusi dapat dibayarkan langsung olehPemegang Polis atau Peserta kepada PerusahaanAsuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah, ataudibayarkan melalui perusahaan pialang asuransi.

Premi atau Kontribusi dapat dibayarkan langsung olehPerusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariahkepada perusahaan reasuransi atau perusahaanreasuransi syariah, atau dibayarkan melalui perusahaanpialang reasuransi.

Perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialangreasuransi dilarang menahan atau mengelola Premi atauKontribusi.

Perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialangreasuransi dilarang menggelapkan Premi atau Kontribusi.

Dalam hal Premi atau Kontribusi dibayarkan melaluiperusahaan pialang asuransi sebagaimana dimaksudpada ayat (l) atau melalui perusahaan pialang reasuransisebagaimana dimaksud pada ayat (2l', perusahaanpialang asuransi atau perusahaan pialang reasuransiwajib menyerahkan Premi atau Kontribusi tersebutkepada Perusahaan Asuransi, Perusahaan AsuransiSyariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaanreasuransi syariah dalam jangka waktu yang diaturdalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Dalam hal penyerahan Premi atau Kontribusi dilakukanoleh perusahaan pialang asuransi atau perusahaanpialang reasuransi setelah berakhirnya jangka waktusebagaimana dimaksud pada ayat (5), perusahaanpialang asuransi atau perusahaan pialang reasuransiwajib bertanggung jawab atas pembayaran klaim yangtimbul dari kerugian yang terl'adi setelah berakhirnyajangka waktu tersebut.

(6)

(7) Perusahaan

PRESIDENREPUBLIK IN D ONES IA

-22-

(71 Perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialangreasuransi mendapatlan imbalan jasa keperantaraandari Pemegang Polis atas jasa keperantaraannya.

Pasal 30

(1) Perusahaan pialang asuransi dilarang menempatkanpenutupan asuransi atau penutupan asuransi syariahpada Perusahaan Asuransi atau Perusahaan AsuransiSyariah yang merupakan Afiliasi dari Pialang Asuransiatau perusahaan pialang asuransi yang bersangkutart.

Perusahaan pialang reasuransi dilarang menempatkanpenutupan reasuransi atau penutuPan reasuransisyariah pada perusahaan rieasuransi atau perusahaanreasuransi syariah yang merupatan Afiliasi dari PialangReasuransi atau perusahaan pialang reasuransi yangbersangkutan.

Perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialangreasuransi bertanggung jawab atas tindakan PialangAsuransi dan Pialang Reasuransi yang memberikanrekomendasi kepada Pemegang Polis terkait penutupanasuransi atau penutupan reasuransi.

Pasa] 31

Agen Asuransi, Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi,dan Perusahaan Perasuransian wajib menerapkansegenap keahlian, perhatian, dan kecermatan dalammelayani atau bertransaksi dengan Pemegang Polis,Tertanggung, atau Peserta.

Agen Asuransi, Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi,dan Perusahaan Perasuransian wajib memberikaninformasi yang benar, tidak palsu, dan/atau tidakmenyesatkan kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atauPeserta mengenai risiko, manfaat, kewajiban danpembebanan biaya terkait dengan produk asuransi atauproduk asuransi syariah yang ditawarkan.

(21

(3)

(1)

(21

(3) Perusahaan

(3)

(4)

(s)

PRESIDENREPi]t]LIK IND ON ES IA

_23-

Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, perusahaan reasuransi syariah,perusahaan pialang asuransi, dan perusahaan pialangreasuransi wajib menangani klaim dan keluhan melaluiproses yang cepat, sederhana, mudah diakses, dan adil.

Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransisyariah dilarang melakukan tindakan yang dapatmemperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim,atau tidak melakukan tindakan yang seharusnyadilakukan sehingga mengakibatkan kelambatanpenyelesaian atau pembayaran klaim.

Ketentuan Iebih lanjut mengenai penanganan klaim dankeluhan melalui proses yang cepat, sederhana, mudahdiakses, dan adil sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 32

Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, danperusahaan pialang asuransi w4iib menerapkankebljakan anti pencucian uang dan pencegahanpendanaan terorisme.

Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, danperusahaan pialang asuransi wajib mendapatkaninformasi yang cukup mengenai calon Pemegang Polis,Tertanggung, Peserta, atau pihak lain yang terkaitdengan penutupan asuransi atau asuransi syariah untukdapat menerapkan kebljakan anti pencucian uang danpencegahan pendanaan terorisme.

Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan kebijakananti pencucian uang dal pencegahan pendanaanterorisme bagr Perusahaan Asuransi, PerusahaanAsuransi Syariah, dan perusahaan pialang asuransisglagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diaturdalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

(1)

(2)

(3)

Pasal 33

PRESIDENR EPUBLIK IN DONES IA

-24-

Pasal 33

Setiap Orang dilarang melakukan pemalsuan atas dokumenPerusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah.

Pasal 34

Anggota direksi dan/ atau pihak yang berwenangmenandatangani polis dari Perusahaan Asuransi atauPerusahaan Asuransi Syariah yang dikenai sanksipembatasan kegiatan usaha dilarang menandatangani polisbaru.

BAB VITATA KELOLA USAHA PERASURANSIAN

BERBENTUK KOPERASI DAN USAHA BERSAMA

Pasal 35

Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariahberbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimanadimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c hanya dapatmenyelenggaral<an jasa asuransi atau jasa asuransisyariah bagi anggotanya.

Setiap anggota dari Perusahaan Asuransi danPerusahaan Asuransi Syariah berbentuk koperasi atauanggota usaha bersama sebagaimana dimaksud dalamPasal 6 ayat (1) huruf c w4lib menjadi Pemegang Polisdari perusahaan yang bersangkutan.

Keanggotaan pada Perusahaan Asuransi dan PerusahaanAsuransi Syariah berbentuk koperasi atau keanggotaanpada usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal6 ayat (1) huruf c berakhir apabila:a. anggota meninggal dunia;b. anggota tidak lagi memiliki polis asuransi dari

Perusahaan Asuransi atau Perusahaan AsuransiSyariah yang bersangkutan selama 6 (enam) bulanberturut-turut; atau

c. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, keanggotaan harus berakhir.

(1)

(2t

(3)

(a) Anggota

PRESIDENR EPUBLIK INDONESIA

-25-

Anggota dari Perusahaan Asuransi dan PerusahaanAsuransi Syariah berbentuk koperasi atau anggota dariusaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6ayat (1) huruf c berhak atas seluruh keuntungan danwajib menanggung seluruh kerugian dari kegiatan usahasesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan keuanganuntuk menjadi anggota sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dan ayat (21 serta pemanfaatan keuntungan olehanggota dan pembebanan kerugian di antara anggotasebagaimana dimaksud pada ayat (4) dari PerusahaanAsuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah berbentukkoperasi atau anggota dari usaha bersama sebagaimanadimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c diatur dalamPeraturan Otoritas Jasa Keuangan.

BAB VIIPENINGKATAN KAPASITAS ASURANSI, ASURANSI SYARIAH, REASURANSI,

DAN REASURANSI SYARIAH DALAM NEGERI

Pasal 36

Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, dan perusahaar reasuransi syariahwajib mengoptimalkan pemanfaatan kapasitas asuransi,asuransi syariah, reasuransi, dan/atau reasuransi syariahdalam negeri.

Pasal 37

Pemerintah dan/atau Otoritas Jasa Keuangan mendorongpeningkatan kapasitas asuransi, asuransi syariah, reasuransi,dan/atau reasuransi syariah dalam negeri guna memenuhikebutuhan pertanggungan asuransi, asuransi syariah,reasuransi, dan/atau reasuransi syariah dalam negeri.

(4)

(s)

Pasal 38

(1)

(2t

PRESIDENR EPUBL IK INDONESIA

-26-

Pasal 38

Pemerintah dapat memberikan fasilitas fiskal kepadaperseorangan, rumah tangga, dan/atau usaha mikro, kecil,dan menengah untuk mendorong pemanfaatan jasa asuransi,asuransi syariah, reasuransi, dan/atau reasuraresi syariahdalam pengelolaan risiko sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan.

BAB VIIIPROGRAM ASURANSI WAJIB

Pasal 39

Frogram Asuransi Wajib harus diselenggarakan secarakompetitif.

Pengaturan Program Asuransi Wajib sebagaimanadimaksud pada ayat (1) pding sedikit memuat:a. cakupan kepesertaan;b. hak dan kewajiban Tertanggung atau Peserta;

c. Premi atau Kontribusi;d. manfaat atau santunan;e. tata cara klaim dan pembayaran manfaat atau

santunan;f. kriteriapenyelenggara;g. hak dan kewajiban penyelenggara; danh. keterbukaan informasi.

Pihak yang dapat menyelenggarakan Program AsuransiWajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harusmemenuhi persyaratan yang ditetapkan Otoritas JasaKeuangan.

Penyelenggara Program Asuransi Wajib sebagaimanadimaksud pada ayat (3) dapat menawarkan manfaattambahan dengan tambahan Premi atau Kontribusi.

Penyelenggara Program Asuransi Wajib sebagaimanadimaksud pada ayat (3) dilarang memaksa PemegangPolis untuk menerirna tawaran manfaat tambahansebagaimana dimaksud pada ayat (4).

(3)

(4)

(s)

BAB Ix

q.D

$-,DPRESIDEN

R EPUEL IK IND ONES IA

-27 -

BAE} IXPERUBAHAN KEPEMILIKAN, PENGGABUNGAN, DAN PELEBURAN

(1)

(21

Pasal 40

Setiap perubahan kepemilikan PerusahaanPerasuransian wajib terlebih dahulu memperolehpersetujuan Otoritas Jasa Keuangan.

Dalam hal perubahan kepemilikan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) merupakan perubahankepemilikan yang mengakibatkan terdapatnyapenyertaan langsung oleh pihak asing di dalamPerusahaan Perasuransian, pihak asing tersebut harusmerupakan Perusahaan Perasuransian yang memilikiusaha sejenis atau perusahaan induk yang salah satuanak perusahaannya bergerak di bidang UsahaPerasu ransian yang sejenis.

Ketentuan mengenai Perusahaan Perasuransian yangmemiliki usaha sejenis atau kepemilikan perusahaaninduk atas anak perusahaan yang bergerak di bidangUsaha Perasuransian yang sejenis sebagaimanadimaksud pada ayat (2) wajib tetap dipenuhi selamapihak asing tersebut memiliki penyertaan padaPeru sahaan Perasuransian.

Perubahan kepemilikan Perusahaan Perasuransianmelalui transaksi di bursa efek dikecualikan dariketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

sepanjang tidak menyebabkan perubahan pengendalianpada Perusahaan Perasuransian tersebut.

Untuk memperoleh persetujuan, perubahan kepemilikanPerusahaan Perasuransian sebagaimana dimaksud padaayat (1) harus memenuhi ketentuan:a. perubahan kepemilikan tersebut tidak mengurangi

hak Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta, bagiPerusahaan Asuransi atau Perusahaan AsuransiSyariah; dan

b. perubahan kepemilikan tersebut tidak mengurangihak penanggung, penanggung ulang, atau pengelola,bagr perusahaan reasuransi, atau perusahaanreasuransi syariah.

(3)

(4)

(s)

(6) Ketentuan

(1)

(2t

(3)

PRESIDENREPUBLIK IN D ONES IA

_28-

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara danpersyaratan perubahan kepemilikan PerusahaanPerasuransian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat(2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dalam PeraturanOtoritas Jasa Keuangan.

Pasal 4l

Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransisyariah yang melakukan penggabungan atau peleburanwajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dariOtoritas Jasa Keuangan.

Penggabungan atau peleburan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) hanya dapat dilakukan antar PerusahaanAsuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaanreasuransi, atau perusahaEln reasur€rnsi syariah yangbidang u sahanya sejenis.

Untuk memperoleh persetujuan, penggabungan ataupeleburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harusmemenuhi ketentuan:

a. penggabungan atau peleburan tersebut tidakmengurangi hak Pemegang Polis, Tertanggung, atauPeserta, bagi Perusahaan Asuransi, PerusahaanAsuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atauperusahaan reasuransi syariah; dan

b. kondisi keuangan Perusahaan Asuransi, PerusahaanAsuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atauperusahaan reasuransi syariah hasil penggabunganatau peleburan tersebut harus tetap memenuhiketentuan tingkat kesehatan keuangan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan ataupeleburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Otoritas JasaKeuangan.

(4)

BAB X

(l)

(2\

(3)

(4)

PRESIDENR EP I]BL IK IND ONESIA

_29-

BAB XPEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN

Pasal 42

Perusahaan Perasuransian yang menghentikan kegiatanusahanya wajib terlebih dahulu melaporkan rencanapenghentian kegiatan usaha kepada Otoritas JasaKeuangan.

Perusahaan Perasuransian sebagaimana dimaksud padaayat (l) wajib terlebih dahulu menyelesaikan seluruhkewajibannya.

Dalam hal Perusahaan Perasuransian sebagaimanadimaksud pada ayat (1) telah menyelesaikan seluruhkewajibannya, Otoritas Jasa Keuangan mencabut izinusaha Perusahaan Perasuransian yalg bersangkutan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai penghentian kegiatanusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) danpenyelesaian kewajiban Perusahaan Perasuransiansebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalamPeraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 43

Perusahaan Perasuransian yang dicabut izin usahanyawajib menghentikan kegiatan usahanya.

Pemegang saham, direksi, dewan komisaris, atau yangsetara dengan pemegang saham, direksi, dan dewankomisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atauusaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6ayat (f) huruf c, dan pegawai Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,atau perusahaan reasuransi syariah dilaralgmengalihkan, menjaminkan, mengagunkan, ataumenggunakan kekayaan, atau melakukan tindakan lainyang dapat mengurangi aset atau menurunkan nilai asetPerusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransisyariah sejak dicabut izin usahanya.

(1)

(21

Pasal 44

PRESIDENF{ EP URLIK IND ONES IA

-30-

Pasal 44

(l) Paling Lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal dicabutnyaizin usaha, Perusahaan Asuransi, Perusahaan AsuransiSyariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaanreasuransi syariah yang dicabut izin usahanya wajibmenyelenggarakan rapat umum pemegang saham atauyang setara dengan rapat umum pemegang saham padabadan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersamasebagaimana dimaksud da-lam Pasal 6 ayat (1) huruf cuntuk memutuskan pembubaran badan hukumperusahaan yang bersangkutan dan membentuk timlikuidasi.

(21 Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksudpada ayat (l) rapat umum pemegang saham atau yangsetara dengan rapat umum pemegang saham pada badanhukum berbentuk koperasi atau usaha bersamasebagaimana dima]<sud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf ctidak dapat diselenggarakan atau rapat umum pemegangsaham atau yang setara dengan rapat umum pemegangsaham pada badan hukum berbentuk koperasi atauusaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6ayat (1) huruf c dapat diselenggarakan, tetapi tidakberhasil memutuskan pembubaran badan hukumperusahaan dan tidak berhasil membentuk tim likuidasi,Otoritas Jasa Keuangan:a. memutuskan pembubaran badan hukum peru sahaan

dan membentuk tim likuidasi;b. mendaftarkan dan memberitahukan pembubaran

badan hukum perusahaan kepada instansi yangberwenang, serta mengumumkannya dalam BeritaNegara Republik Indonesia dan 2 (dua) surat kabarharian yang mempunyai peredaran yang luas;

c. memerintahkan tim likuidasi melaksanakan likuidasisesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini; dan

d. memerintahkan tim likuidasi melaporkan hasilpelalsanaan likuidasi.

(3) Ketentuan tebih lanjut mengenai pembentukan timlikuidasi dan pelaporan hasil pelaksanaan likuidasi olehtim likuidasi sebagairnala dimaksud pada ayat (1) danayat (2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 45

q,D

$1.)-$ay4{

(1)

(2t

(3)

PRESIDENR EP UBL IK INDONESIA

-31 -

Pasal 45

Sejak terbentuknya tim likuidasi sebagaimana dimaksuddalam Pasal 44 ayat (1) dan ayat {21, tanggung jawab dankepengurusan Perusahaan Asuransi, PerusahaanAsuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atauperusahaan reasuransi syariah da-lam likuidasidilaksanakan oleh tim likuidasi.

Tim likuidasi berwenang mewakili Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,atau perusahaan reasuransi syariah da-lam likuidasidalam segala hal yang berkaitan dengal penyelesaianhak dan kewajiban Perusahaan Asuransi, PerusahaanAsuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atauperusahaan reasuransi syariah.

Ketentuan lebih Ianjut mengenai pelaksanaan likuidasiPerusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransisyariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21

diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 46

(1) Sejak terbentuknya tim likuidasi, direksikomisaris, atau yang setara dengan direksi

dandan

dewandewan

komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atauusaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6ayat (1) huruf c, Perusahaan Asuransi, PerusahaanAsuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atauperusahaan reasuransi syariah dalam likuidasi tidakmemiliki kewenangan sebagai direksi dan dewankomisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewankomisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atauusaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6ayat (1) huruf c, Perusahaan Asuransi, PerusahaanAsuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atauperusahaan reasuransi syariah.

(2) Pemegang

i.DPRESIDEN

R EF I,.II-]I., IK IND ONESIA

-32-

(21 Pemegang saham, direksi, dewan komisaris, atau yangsetara dengan pemegang saham, direksi, dan dewankomisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atauusaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6ayat (1) huruf c, dan pegawai Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,atau perusahaan reasuransi syariah dalam likuidasiwajib memberikan data, informasi, dan dokumen yangdiperlukan oleh tim likuidasi.

(3) Pemegang saham, direksi, dewan komisaris, at€.u yangsetara dengan pemegang saham, direksi, dan dewankomisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atauusaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6ayat (l) huruf c, dan pegawai Perusahaan Asuralsi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,atau perusahaan reasuransi syariah dalam likuidasidilarang menghambat proses likuidasi.

Pasal 47

Seluruh biaya pelaksanaan likuidasi yang tercantumdalam daftar biaya likuidasi menjadi beban asetPerusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransisyariah dalam likuidasi dan dikeluarkan terlebih dahuludari setiap hasil pencairannya.

Dalam ha.l terdapat sisa hasil likuidasi setelah dilakukanpembayaran atas seluruh kewajiban PerusahaanAsuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaanreasuransi, atau perusahaEln reasuransi syariah dalamIikuidasi, sisa hasil likuidasi tersebut merupakan hakpemegang saham atau yang setara dengan pemegarlgsaham pada badan hukum berbentuk koperasi atauusaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6ayat (1) huruf c.

(1)

(2t

Pasal 48

PRESIDENR EPUBLIK INDONESIA

-33-

Pasal 48

(1) Dalam hal terdapat sisa hasil likuidasi sebagaimanadimaksud dalam Pasal 47 ayat (2), tagihan yang timbuldalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak proses [kuidasiselesai diajukan melalui Otoritas Jasa Keuangan kepadapemegang saham atau yang setara dengan pemegarlgsaham pada badan hukum berbentuk koperasi atauusaha bersama ssla ga i p6qna dimaksud dalam Pasal 6ayat (1) huruf c.

(21 Tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dibebankan pada sisa hasil likuidasi yang merupakanhak pemegang saham atau yang setara dengan pemegangsaham pada badan hukum berbentuk koperasi atauusaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6ayat (1) huruf c.

Pasal 49

(1) Tim likuidasi harus bertindak adil dan objektif dalammelaksanal<an tugasnya.

(21 Dalam hal teg'adi benturan kepentingan antarakepentingan pemegang saham atau yang setara denganpemegang saham pada badan hukum berbentuk koperasiatau usaha bersama sebagaimala dimaksud dalam Pasal6 ayat (l) huruf c dan kepentingan Pemegang Polis,lbrtanggung, atau Peserta, tim likuidasi harusmengutamakan kepentingan Pemegang Polis,Tertanggung, atau Peserta.

(1)

Pasal 5O

Permohonan pernyataan pailitAsuransi, Perusahaan Asuransireasuransi, atau perusahaanberdasarkan Undang-Undang inioleh Otoritas Jasa Keuangan.

terhadap PerusahaanSyariah, perusahaanreasuransi syariah

hanya dapat diajukan

(2) Tata .

l2t

(3)

PRESIDENREPURL.IK IND ONES IA

-34-

Tata cara dan persyaratan permohonan pernyataan pailitterhadap Perusahaan Asuransi, Perusahaan AsuransiSyariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaanreasuransi syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan.

Permohonan pernyataan pailit terhadap PerusahaanAsuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaanreasuransi, atau perusahaan reasuransi syariahsebagaimana dimaksud pada ^yat (1) tidak dapatdiajukan dalam rangka mengeksekusi putusanpengadilan.

Pasal 51

(1) Kreditor menyampaikan permohonal kepada OtoritasJasa Keuangal untuk mengajukan permohonanpemyataan pailit kepada pengadilan niaga.

(2) Otoritas Jasa Keuangan menyetujui atau menolakpermohonan yang disampaikan oleh kreditorsebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 30 (tigapuluh) hari sejak permohonan diterima secara lengkap.

Datam hal Otoritas Jasa Keuangan menolak permohonanyang disampaikan oleh kreditor sebagaimana dimaksudpada ayat (2), penolakan harus dilakukan secara tertulisdengan disertai alasalnya.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara danpersyaratan permohonan dari kreditor sebagaimanadimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diaturdalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 52

(1) Dalam hal Perusahaan Asuransi, Perusahaan AsuransiSyariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaanreasuransi syariah dipailitkan atau dilikuidasi, hakPemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta ataspembagian harta kekayaannya mempunyai kedudukanyang lebih tinggi daripada hak pihak lainnya.

(3)

(4)

(2) Dalam

$-.DPRESIOEN

R EPUBLIK INDONESIA

-35-

Dalam hd Perusahaan Asuransi atau perusahaanreasuransi dipaifitkan atau dilikuidasi, Dana Asuransiharus digunakan terlebih dahulu untuk memenuhikewajiban kepada Pemegang Polis, Tertanggung, ataupihak lain yang berhak atas marfaat asuransi.

Dalam hal terdapat kelebihan Dana Asuransi setelahpemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat(2), kelebihan Dana Asuransi tersebut dapat digunakanuntuk memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga selainPemegang Polis, Tertanggung, atau pihak lain yangberhak atas manfaat asuransi.

Dalam hat Perusahaan Asuransi Syariah atauperusahaan reasuransi syariah dipailittan ataudilikuidasi, Dana Tabamt' dan dana investasi pesertatidak dapat digunakan untuk membayar kewajiban selainkepada Peserta.

BAB XIPELINDUNGAN PEMEGANG POLIS, TERTANGGUNG,

ATAU PESERTA

Pasal 53

Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariahwajib menjadi peserta program penjaminan polis.

Penyelenggaraan program penjaminan polis sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur dengan undang-undang'

Pada saat program penjaminan polis berlakuberdasarkan undang-undang sebagaimana dimaksudpada ayat (2), ketentuan mengenar Dana Jaminansebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf ddan Pasal 20 dinyatakan tidak berlaku untukPerusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah '

(4) Undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (21

dibentuk paling lama 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

(2)

(3)

(41

(1)

(21

(3)

Pasal 54

(1)

PRESIDENR EPT]EL IK INDONESIA

-36-

Pasal 54

Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransisyariah wajib menjadi anggota lembaga mediasi yangberfungsi melakukan penyelesaian sengketa antaraPerusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransisyariah dan Pemegang Polis, Tertanggung, Peserta, ataupihak lain yang berhak memperoleh manfaat asurarsi.

kmbaga mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

bersifat independen dan imparsial.

I-embaga mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)harus mendapat persetujuan tertulis dari Otoritas JasaKeuangan.

Kesepakatan mediasi bersifat final dan mengikat bagipara Pihak.

Ketentuan Iebih lanjut mengenai lembaga mediasisebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Otoritas JasaKeuangan.

Pasal 55

(1) Profesi penyedia jasa bagi Perusahaan Perasuransianterdiri atas:a. konsultan aktuaria;b. akuntan publik;c. penilai; dand. profesi lain yang ditetapkan dengan Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan.

(2) Untuk dapat menyediakan jasa bagi PerusahaanPerasuransian, profesi penyedia jasa sebagaimanadimaksud pada ayat (1) wajib terlebih dahulu terdaftar diOtoritas Jasa Keuangan.

(2t

(3)

(4)

(s)

BAB XIIPROFESI PEI{YEDIA JASA BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

(3) Ketentuan

(3)

PRESIDENR EPTJEII,..IK IN D ONES IA

-37 -

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyarat€rn dan tatacara pendaJtaran profesi penyedia jasa sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dan ayat l2l diatur dalamPeraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 56

Pendaftaran profesi penyedia jasa sebagaimana dimaksuddalam Pasal 55 ayat (2) menjadi batal apabila izin profesiyang bersangkutan dicabut oleh instansi yangberwenang.

Jasa dari profesi penyedia jasa sebagaimana dimaksudpada ayat (l) yang diberikan sebelum dibatalkannyapendaftaran profesi dinyatakan tetap berlaku, kecualiapabila jasa yang diberikan tersebut merupakanpenyebab dibatalkannya pendaftaran atau dicabutnyaizin profesi yang bersangkutan.

Dalam hal pendaftaran profesi penyedia jasa menjadibatal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otoritas JasaKeuangan dapat melakukan pemeriksaan atau penilaianatas jasa lain yang diberikan profesi penyedia jasatersebut kepada Perusahaan Perasuransian untukmenentukan berlaku atau tidak berlakunya jasa tersebut.

Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan memutuskan bahwajasa yang diberikan oleh profesi penyedia jasasebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak berlaku,Otoritas Jasa Keuangan dapat memerintahkanPerusahaan Perasuransian yang menggunakan jasaprofesi penyedia jasa tersebut untuk menunjuk profesipenyedia lain untuk melakukan kembali jasa yang sama.

BAB XIIIPENGATURAN DAN PENGAWASAN

Pasal 57

(1) Pengaturan dan pengawasan kegiatan UsahaPerasuransian dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

(r)

(21

(3)

(4)

(2) Menteri

(1)

(2t

(1)

(2t

FRESIDENR EPIJ?L IK IND ONES IA

-38-

(21 Menteri menetapkan kebijakan umum dalam rangkapengembangan pemanfaatan asuransi dan reasuransiuntuk mendukung perekonomian nasional.

Pasal 58

Otoritas Jasa Keuangan harus mengupayakan terciptanyapersaingan usaha yang sehat di bidang Usaha PerasurEmsian.

Pasal 59

Otoritas Jasa Keuangan dapat menugaskan pihaktertentu untuk dan atas nama Otoritas Jasa Keuanganmelaksanakan sebagian dari fungsi pengaturan danpengawasan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penugasandan pelaksanaan sebagian fungsi pengaturan danpengawasan oleh pihak tertentu sebagaimana dimaksudpada ayat (l) diatur dalam Peraturan Otoritas JasaKeuangan.

Pasal 60

Dalam rangka pelaksanaan fungsi pengaturansebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), OtoritasJasa Keuangan menetapkan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian.

Dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasansebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), OtoritasJasa Keuangan berwenang:

a. menyetujui atau menolak memberikan izin UsahaPerasuransian;

b. mencabut iain Usaha Perasuransian;c. menyetujui atau menolak memberikan pemyataarl

pendaftaran bagi konsultan aktuaria, akuntan publik,penilai, atau pihak lain yang memberikan jasa kepadaPerusahaan Perasuransian;

d. membatalkan pemyataan pendaftaran bagi konsultanaktuaria, akuntan publik, penilai, atau pihak lainyang memberikan jasa kepada PerusahaanPerasuransian;

e. mewajibkan

f.

PRESIDENREPLIi]LIK IN DONES IA

-39-

e. mewajibkarl Perusahaan Perasuransianmenyampaikan laporan secara berkala;

melakukan pemeriksaan terhadap PerusahaanPerasuransian dan pihak lain yang sedang ataupernah menjadi pihak terafiliasi atau memberikanjasa kepada Perusahaan Perasuransian;

menetapkan Pengendali dari Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaanreasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah;

menyetujui atau mencabut persetujuan suatu Pihakmenjadi Pengendali Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaanreasuransi, atau peru sahaan reasuransi syariah;

mewajibkan suatu Pihak untuk berhenti menjadiPengendali dari Perusahaan Asuransi, PerusahaanAsuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atauperu sahaan reasuransi syariah ;

j. melakukan penilaian kemampuan dan kepatutan

1.

terhadap direksi, dewan komisaris, atau yang setaradengan direksi dan dewan komisaris pada badanhukum berbentuk koperasi atau usaha bersamasebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (l) hurufc, dewan pengawas syariah, aktuaris peru sahaan,auditor internal, dan Pengendali;

menonal,rtifkan direksi, dewal komisaris, atau yangsetara dengan direksi dan dewan komisaris padabadan hukum berbentuk koperasi atau usahabersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat(1) huruf c, dan/atau dewan pengawas syariah, danmenetapkan Pengelola Statuter;

memberi perintah tertulis kepada:

l. pihak tertentu untuk membuat laporan mengenaihal tertentu, atas biaya PerusahaanPerasuransian dan disampaikan kepada OtoritasJasa Keuangan;

c.

h.

1.

k.

2. Perusahaan

mPRESIOEN

R EPLIBLIK INDONESIA

_40-

2. Perusahaan Asuransi, Perusahaan AsuransiSyariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaanreasuransi syariah untuk mengalihkan seba granatau seluruh portofolio pertanggungannya kepadaPerusahaan Asuransi, Perusahaan AsuransiSyariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaanreasuransi syariah lain;

3. Perusahaan Perasuransian untuk melakukan atautidak melakukan hal tertentu guna memenuhiketentuar peraturan perundang-undangan dibidang perasuransian;

4. Perusahaan Perasuransian untuk memperbaikiatau menyempurnakan sistem pengendalianintern untuk mengidentifrkasi dan menghindaripemanfaatan Perusahaan Perasuransian untukkejahatan keuangan;

5. Perusahaan Asuransi atau Perusahaan AsuransiSyariah untuk menghentikan pemasaran produkasuransi tertentu; dan

6. Perusahaan Perasuransian untuk menggantikanseseorang dari jabatan atau posisi tertentu, ataumenunjuk seseorang dengan kualifikasi tertentuuntuk menempati jabatan atau posisi tertentu,dalam hal orang tersebut tidak kompeten, tidakmemenuhi kualifrkasi tertentu, tidakberpengalaman, atau melakukan pelanggaranterhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian;

m. mengenakan sanksi kepada PerusahaanPerasuransian, pemegang saham, direksi, dewankomisaris, atau yang setara dengan pemegang saham,direksi, dan dewan komisaris pada badan hukumberbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimanadimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dewanpengawas syariah, aktuaris perusahaan, dan/atauauditor internal; dan

melaksanakan kewenangan lain berdasarkanperaturan perundang-undangan.

Pasal 61

(1)

(2t

(3)

PRESIDENR EP UBL-IK INDONESIA

-4t-Pasal 6 I

Pemeriksaan sslagaimana dimaksud dalam Pasal 6O ayat(2) huruf f dilakukan secara berka-la dan/atau sewaktu-waktu.

Otoritas Jasa Keuangan dapat menugaskan pihak lainuntuk dan atas nama Otoritas Jasa Keuanganmelakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud padaayat (1).

Untuk tujuan pemeriksaan, anggota direksi, anggotadewan komisaris, atau yang setara dengan anggotadireksi dan anggota dewan komisaris pada badan hukumberbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimanadimaksud dalam Pasal 6 ayat (l) huruf c, dewanpengawas syariah, aktuaris perusahaan, auditor internal,pegawai liain, pemegang saham, Pengendali, pihakteraliliasi, dan pihak yang menerima pengalihan sebagianfungsi dalam penyelenggaraan usaha untuk kepentinganPerusahaan Perasuransian wajib memberikan keterangandan/atau data, kesempatan untuk melihat semuapembukuan, catatan, dokumen, dan sarana fisik yangberkaitan dengan kegiatan usahanya dan hal lain yangdiperlukan oleh pemeriksa.

(41 Untuk tujuan pemeriksaan, pihak yang pernah menjadianggota direksi, anggota dewan komisaris, atau yangsetara dengan anggota direksi dan anggota dewankomisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atauusaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6ayat (l) huruf c, dewan pengawas syariah, alrtuarisperusahaan, auditor internal, pegawai lain, pemegangsaham, Pengendali, pihak terafiliasi, dan pihak yangmenerima pengalihan sebagian fungsi dalampenyelenggaraan usaha untuk kepenLingan PerusahaalPerasuransian, wajib memberikan keterangan dan/ataudata, kesempatan untuk melihat semua pembukuan,catatan, dokumen, dan sarana fisik yang berkaitandengan kegiatan Usaha Perasuransian yang diperlukanoleh pemeriksa.

(5) Ketentuan

PRESIDENR EPI,]BLIK IND ONES IA

_42_

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata carapemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sertakriteria dan tata cara penugasan pihak lain sebagaimanadimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan OtoritasJasa Keuangan.

Pasal 62

(1) Otoritas Jasa Keuangan dapat menonaktilkan direksi,dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dandewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasiatau usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal6 ayat (1) huruf c, dan/atau dewan pengawas syariah,serta menetapkan Pengelola Statuter untuk mengambilalih kepengurusan Perusahaan Asuransi, PerusahaanAsuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atauperusahaan reasuransi syariah, dalam hal:a. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,

perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransisyariah tersebut telah dikenai sanksi pembatasankegiatan usaha;

b. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransisyariah tersebut memberikan informasi kepadaOtoritas Jasa Keuangan bahwa menurutpertimbangannya perusahaan diperkirakan tidakmampu memenuhi kewajibannya atau akanmenghentikan pelunasan kewajiban yang jatuhtempo;

c. menurut perLimbangan Otoritas Jasa Keuangan,Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransisyariah tersebut diperkirakan tidak mampumemenuhi kewajiban atau akan menghentikanpelunasan kewajiban yang jatuh tempo;

d. menurut perLimbangan Otoritas Jasa Keuangan,Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusa-haan reasuransi, atau perusahaan reasuransisyariah tersebut melakukan kegiatan usaha yangtidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian atau secarafinansial dinilai tidak sehat; atau

e. menurut

12)

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

-43-

e. menurut pertimbangan Otoritas Jasa Keuangan,Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransisyariah tersebut dimanfaatkan untuk memfasilitasidan/atau melakukan kejahatan keuangan.

Pengelola Statuter yang telah ditetapkan oleh OtoritasJasa Keuangan mempunyai tugas:a. menyelamatkan kekayaan dan/atau kumpulan dana

peserta Perusahaan Asuransi, Perusahaan AsuransiSyariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaanreasuransi syariah;

b. mengendalikan dan mengelola kegiatan usaha dariPerusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransisyariah sesuai dengan Undang-Undang ini;

c. menyusun langi<ah-langkah apabila PerusahaanAsuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaanreasuransi, atau perusahaan reasuransi syariahtersebut masih dapat diselamatkan;

d. mengajukan usulan agar Otoritas Jasa Keuanganmencabut i n usaha Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaanreasuransi, atau perusahaan reasuransi syariahapabila perusahaan tersebut dinilai tidak dapatdiselamatkan; dan

e. melaporkan kegiatannya kepada Otoritas JasaKeuangan.

Pada saat Pengelola Statuter mulai melakukanpengambilalihan kepengurusan Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,atau perusahEran reasuransi syariah, maka:

a. direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengandireksi dan dewan komisaris pada badan hukumberbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimanadimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dan/ ataudewan pengawas syariah tidak dapat melakukantindakan selaku direksi, dewan komisaris, atau yangsetara dengan direksi dan dewan komisaris padabadan hukum berbentuk koperasi atau usahabersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat(1) hurufc, dan/atau dewan pengawas syariah; dan

(3)

b. direksi

$).)-fl64€

PRESIDENR EF L]tsL IK IN D ONES IA

-44-

b. direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengandireksi dan dewan komisaris pada badan hukumberbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimanadimaksud dalam Pasal 6 ayat (I) huruf c, dan/ataudewan pengawas syariah nonaktif w4jib membantuPengelola Statuter dalam menjalankan fungsikepengurusan.

(4) Direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengandireksi dan dewan komisaris pada badan hukumberbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimanadimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dan/ataudewan pengawas syariah nonaktif dilarangmengundurkan diri selama fungsi kepengurusarl diambilalih oleh Pengelola Statuter.

(5) Otoritas Jasa Keuangan setiap saatmemberhentikan Pengelola Statuter.

dapat

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan, tugas, masatugas, dan pemberhentian Pengelola Statutersebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat(5) serta hak dan kewajiban direksi, dewan komisaris,atau yang setara dengan direksi dan dewan komisarispada badan hukum berbentuk koperasi atau usahabersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)

huruf c, dal /atau dewan pengawas syariah nonaktifsebagaimana dimalsud pada ayat (3) dan ayat (4) diaturdalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 63

Pengelola Statuter dalam melaksanakan tugasnya wajibmematuhi peraturan perundang-undangan di bidangperasuransian.

Pengelola Statuter wajib mematuhi setiap perintahtertulis dari Otoritas Jasa Keuangan mengenaipengendalian dan pengelolaan kegiatan usaha dariPerusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransisyariah.

(1)

(21

(3) Pengelola

(3)

(41

(s)

PRESIDENR EP IJALIK IND ONES IA

_45_

Pengelola Statuter mengambil alih pengendalian danpengelolaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan AsuransiSyariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaanreasuransi syariah sejak tanggal penetapan sebagaiPengelola Statuter.

Pengelola Statuter memiliki seluruh wewenEutg dan fungsidireksi, dewan komisaris, atau yang setara dengandireksi dan dewan komisaris pada badan hukumberbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimanadimaksud datam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dan/ ataudewan pengawas syariah dari Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,atau perusahaan reasuransi syariah.

Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4l',Pengelola Statuter juga memiliki kewenangan:

a. membatalkan atau mengakhiri pe{anjian yang dibuatoleh Perusahaan Asuransi, Perusahaan AsuransiSyariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaanreasuransi syariah dengan pihak ketiga, yangmenurut Pengelola Statuter dapat merugikankepentingan perusahaan dan Pemegang Polis,Tertanggung, atau Peserta; dan

b. melakukan pengalihan sebagian atau seluruhportofolio pertanggungan Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaanreasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah, yangmenurut Pengelola Statuter dapat mencegah kerugianIebih besar bagi Pemegang Polis, Tertanggung, atauPeserta.

Pasal 64

Pengelola Statuter bertanggung jawab atas kerugianPerusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusa-haan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariahdan/atau pihak ketiga jika kerugian tersebut disebabkan olehkecurangan, ketida\iujuran, atau kesengajaannya untuktidak mematuhi ketentuan peraturan perundangan-undangandi bidang perasuransian.

Pasal 65

(l)

PRESIDENR EPI.,]BL IK IND ONES IA

_46_

Pasal 65

Pengendalian dan pengelolaan Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,atau perusahaan reasuransi syariah oleh PengelolaStatuter berakhir apabila Otoritas Jasa Keuanganmemutuskan:

a. pengendalian dan pengelolaan Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaanreasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah olehPengelola Statuter tidak diperlukan lagi; atau

b. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransisyariah telah dicabut izin usahanya.

Pengelola Statuter wqiib mempertanggungjawabkansegala keputusan dan tindakannya dalam mengenda-likandan mengelola Perusahaan Asuransi, PerusahaanAsuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atauperusahaan reasuransi syariah kepada Otoritas JasaKeuangan.

Pasal 66

(1) Perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60ayat (21 huruf I diberikan dalam hal Otoritas JasaKeuangan berkesimpulan bahwa PerusahaanPerasuransian:

(2t

a. menjalankanhati-hati danfinansial;

b. diperkirakanyang tidakkewajibannya;

c. melanggar peraturan perundang-undangan di bidangperasuransian; dan /atau

d. terlibat kejahatan keuangan.

kegiatan usahanya dengan cara tidaktidak wajar atau tidak sehat secara

akan mengalami keadaan keuangansehat atau akan gagal memenuhi

(2) Perintah

(2t

(3)

PRESIDENR EPUB L.IK IN DONES IA

-47 -

Perintah tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)juga dapat diberikan kepada Pengendali dari PerusahaanAsuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaanreasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah.

Perusahaan Perasuransian dan/atau Pengendali dariPerusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusa.haan reasuransi, atau perusahaal reasuransisyariah wajib mematuhi perintah tertulis sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

Perintah tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dan ayat (2) tidak dapat dijadikan alasan oleh pihak yangmelakukan perjanjian dengan Perusahaan Perasuransianuntuk membatalkan atau menolak pery'anjian,menghindari kewajiban yang ditentukan di dalampe{anjian, atau melakukan hal apa pun yang dapatmengakibatkan kerugian bagi Perusahaan Perasuransian.

Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berhakmendapatkan ganti kerugian dari PerusahaanPerasuransian apabila menderita kerugian yangdisebabkan oleh perintah tertulis yang diberikan kepadaPerusahaan Perasuransian.

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidakberlaku apabila pihak yang bersangkutan merupakanpihak teraliliasi atau pihak yang terkait dengan keadaanyang menyebabkan dikeluarkannya perintah tertulistersebut oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 67

Pihak lain yang ditunjuk atau ditugasi oleh Otoritas JasaKeuangan sebagaimana rl imaksud dalam Pasa.l 59 ayat (1) danPasal 61 ayat (21 dilarang menggunakan atau mengungkapkaninformasi apa pun yang bersifat rahasia kepada pihak lain,kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, danwewenangnya berdasarkan keputusan Otoritas JasaKeuangan atau diwajibkan oleh undang-undang.

(4)

(s)

(6)

BAB XIV

(1)

(2)

(1)

(21

PRESIDENR EPUR I- IK IN DONES IA

_48_

BAB xIVASOSIASI USAHA PERASURANSIAN

Pasal 68

Setiap Perusahaan Perasuralsian wajib menjadi anggotasalah satu asosiasi Usaha Perasuransian yang sesuaidengan jenis usahanya.

Asosiasi Usaha Perasuransian sebagaimana dimaksudpada ayat (1) harus mendapat persetujuan tertuls dariOtoritas Jasa Keuangan.

Pasal 69

Otoritas Jasa Keuangan dapat menugaskan ataumendelegasikan wewenang tertentu kepada asosiasiUsaha Perasuransian dalam rangka pengatura-ndan/atau pengawasan Usaha Perasuransian.

Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan ataupendelegasian wewenang sebagaimana dimaksud padaayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

BAB XVSANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 70

Otoritas Jasa Keuangan berwenang mengenakan sanksiadministratif kepada Setiap Orang yang melakukanpelanggaran terhadap ketentuan dalam Undang-Undang inidan peraturan pelaksanaan nya.

Pasal 71

(1)

PRESIDENREPL]BLIK IN D ONES IA

_49_

Pasal 7l

Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3),Pasal 3 ayat (1), ayat (21, dan ayat (3), Pasal 4 ayat (1),ayat (21, dan ayat (3), Pasal 7 ayat (l), Pasal 10 ayat (l)dan ayat (2), Pasal 11 ayat (1), Pasal 12 ayat (1), Pasaf 13ayat (1), Pasal 14 ayat (l), ayat(21, dan ayat (3), Pasal 15,Pasal 16 ayat (1), Pasa.l 17 ayat (l) dan ayat (2), Pasal 18ayat (2) dan ayat (3), Pasal 19 ayat (1), ayat (2), dan ayat(3), Pasal 20 ayat (1), ayat (21, ayat (3), dan ayat (4), Pasal2l ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 22 ayat (l), ayat(3), ayat (4), dan ayat (5), Pasal 26 ayat (1), Pasal 27 ayat(1) dan ayat (2), Pasal 28 ayat (2), ayat (4), ayat (6), ayat(7), dan ayat (8), Pasal 29 ayat (3), ayat (5), dan ayat (6),Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 31 ayat (1), ayat (3),dan ayat (a), Pasal 32 ayat (1) dan ayat (21, Pasal 35 ayat(1) dan ayat (2), Pasal 36, Pasal 39 ayat (5), Pasal 40 ayat(l) dan ayat (3), Pasal 41 ayat (1), Pasal 42 ayat (l) danayat (21, Pasal 46 ayat l2l dan ayat (3), Pasal 53 ayat (1),Pasal 54 ayat (1), Pasal 55 ayat (21, Pasal 68 ayat (1), danPasal 86 dikenai sanksi administratif.

Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat( 1) berupa:

a. peringatantertulis;b. pembatasan kegiatan usaha, untuk sebagian atau

seluruh kegiatan usaha;c. larangan untuk memasarkan produk asuransi atau

produk asuransi syariah untuk lini usaha tertentu;d. pencabutan izin usaha;

e. pembatalan pemyataan pendaftaran bagi PialangAsuransi, Pialang Reasuransi, dan Agen Asuransi;

f. pembatalan pernyataan pendaftaran bagi konsultanalrtuaria, akuntan publik, penilai, atau pihak lainyang memberikan jasa bagr PerusahaanPerasuransian;

g. pembatalan persetujuan bagi lembaga mediasi atauasosiasi;

h. denda administratif; dan/ atau

(2t

i. larangan . . .

i.D

(s)

(41

PRESIDENR EPUBL IK IND ONES IA

-50-

i. larangan menjadi pemegang saham, Pengendali,direksi, dewan komisaris, atau yang setara denganpemegang saham, Pengendali, direksi, dan dewankomisaris pada badan hukum berbentuk koperasiatau u saha bersama sebagaimana dimaksud dalamPasal 6 ayat (1) huruf c, dewan pengawas syariah,atau menduduki jabatan eksekutif di bawah direksi,atau yang setara dengan jabatan eksekutif di bawahdireksi pada badan hukum berbentuk koperasi atauusaha bersama sebagaimana dimaksud da-lam Pasal 6ayat (1) huruf c, pada Perusahaan Perasuransian.

Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menilai kondisiPerusahaan Perasuransian membahayakan kepentinganPemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta, Otoritas JasaKeuangan dapat mengenakan sanksi pencabutan izinusaha tanpa didahului pengenaan sanksi administratifyang lain.

Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata carapengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksudpada ayat (1), ayat (21, dan ayat (3), serta besaran dendasanksi administratif seb,gaimana dimaksud pada ayat (2)huruf h diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 72

(1) Dalam hal Perusahaan Asuransi, Perusahaan AsuransiSyariah, perusahaan reasuralsi, atau perusahaanreasuransi syariah dikenai sanksi peringatan tertulisatau pembatasan kegiatan usaha, Otoritas JasaKeuangan dapat memerintahkan :

a. penambahan modal;

b. penggantian direksi, dewan komisaris, atau yangsetara dengan direksi dan dewan komisaris padabadan hukum berbentuk koperasi atau usahabersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat(1) huruf c, dewan pengawas syariah, al<tr.rarisperusahaan, atau auditor internal;

c. direksi

(2t

(3)

PRESIDENREPI,]BLIK INDONESIA

-51 -

c. direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengandireksi dan dewan komisaris pada badan hukumberbentuk koperasi atau usaha bersama sebagaimanadimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, dan/ataudewan pengawas syariah menyerahkan pengendaliandan pengelolaan kegiatan Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaanreasuransi, atau perusahaan reasuransi syariahkepada Pengelola Statuter;

d. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransisyariah mengalihkan sebagian atau seluruh portofoliopertanggungan kepada Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaanreasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah lain;dan/atau

e. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, atau perusalraan reasuransisyariah melakukan tindakan yang dinilai dapatmengatasi kesulitan atau tidak melakukan tindakanyang dinilai dapat memperburuk kondisi perusahaan.

Dalam hal tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)tidak dapat mengatasi kesulitan yang dihadapiPerusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransisyariah, Otoritas Jasa Keuangan dapat mencabut izinusaha Perusaluan Asuransi, Perusahaan AsuransiSyariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaanreasuransi syariah.

Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta instansi yangberwenang untuk memblokir sebagian atau seluruhkekayaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan AsuransiSyariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaanreasuransi syariah yang sedang dikenai sanksipembatasan kegiatan usaha karena tidak memenuhiketentuan tingkat solvabilitas atau dicabut izinusahanya.

(4) Pencabutan

(4)

(s)

PRESIDENR EP UBL IK iNDONESIA

-52-

Pencabutan blokir terhadap sebagian atau seluruhkekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari OtoritasJasa Keuangan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata carapemblokiran sebagaimana dimalsud pada ayat (3) danpencabutan blokir sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

BAB XVIKETENTUAN PIDANA

Pasal 73

Setiap Orang yang menjalankan kegiatan usaha asuransi,usaha asuransi syariah, Usaha Reasuransi, atau UsahaReasuransi Syariah tanpa izin usaha sebagaimanadimaksud datam Pasal 8 ayat (1) dipidana dengan pidanapenjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidanadenda paling banyak Rp200.000.OO0.000,00 (dua ratusmiliar rupiah).

Setiap Orang yang menjalankan kegiatan Usaha PialangAsuransi atau Usaha Pialang Reasuransi tanpa izinusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)tahun dan pidana denda paling banyakRp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(3) Setiap

(1)

(2)

(1)

PRESIDENR EPUBLIK IND ONES IA

-53-

(3) Setiap Orang yang menjalankaa kegiatan Usaha PenilaiKerugian Asuransi tarpa iarr usaha sebagaimanarlimaksud dalam Pasal 8 ayat (l) dipidana dengan pidanapenjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana dendapaling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 74

Anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau yangsetara dengan anggota direksi dan anggota dewankomisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atauusaha bersama s€bagaimana dimaksud dalam Pasal 6ayat (1) huruf c, anggota dewan pengawas syariah,aktuaris perusahaan, auditor internal, Pengendali, ataupegawai lain dari Perusahaan Perasuransian yang dengansengaja memberikan laporan, informasi, data, dan/ ataudokumen kepada Otoritas Jasa Keuangan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 22 ayat (l) yang tidak benar,palsu, dan/atau menyesatkan dipidana dengan pidanapenjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana dendapaling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliarrupiah).

Anggota direksi, anggota dewan komisaris, atau yangsetara dengan anggota direksi dan anggota dewankomisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atauusaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6ayat (1) huruf c, anggota dewan pengawas syariah,aktuaris perusahaan, auditor internal, Pengendali, ataupegawai lain dari Perusahaan Perasuransian yang dengansensaja memberikan informasi, dar.a, dan/atau dokumenkepada pihak yang berkepentingan sebagaimaladimaksud dalam Pasal 22 ayat (a) dan Pasal 46 ayat (21

yang tidak benar, palsu, dan/atau menyesatkan dipidanadengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun danpidana denda paling banyak Rp20.000.000.000,00 (duapuluh miliar rupiah).

(2t

Pasal 75

PRESIOENR EP UBL IK IN D ONES IA

-54-

Pasal 75

Setiap Orang yang dengan sengaja tidak memberikaninformasi atau memberikan informasi yang tidak benar, palsu,dan / atau menyesatkan kepada Pemegang Polis, Tertanggung,atau Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2)

dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahundan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (limamiliar rupiah).

Pasal 76

Setiap Orang yarrg menggelapkan Premi atau Kontribusisebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (5) dan Pasal 29ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (Iima)tahun dan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00(lima miliar rupiah).

Pasal 77

Setiap Orang yang menggelapkan dengan cara mengalihkan,menjaminkan, mengagunkan, atau menggunakan kekayaan,atau melakukan tindakan lain yang dapat mengurangi asetatau menurunkan nilai aset Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atauperusahaal reasuransi syariah sebagaimana dimaksud dalamPasal 43 ayat (21 tanpa hak dipidana dengan pidana penjarapaling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda palingbanyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

Pasal 78

Setiap Orang yang melakukan pemalsuan atas dokumenPerusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariahsebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dipidana denganpidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana dendapaling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 79

PRESIDENREPUBLIK IN OONESIA

-55-

Pasal 79

Anggota direksi dan/atau pihak yang menandatangani polisbaru dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan AsuransiSyariah yang sedang dalam pengenaan sanksi pembatasankegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahundan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (limabelas miliar rupiah).

Pasal 8O

Setiap Orang, yang ditunjuk atau ditugasi oleh Otoritas JasaKeuangan, yang menggunakan atau mengungkapkaninformasi apapun yang bersifat rahasia kepada pihak lain,kecuali dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, danwewenangnya berdasarkan keputusan Otoritas JasaKeuangan atau diwajibkan oleh undang-undang sebagaimanadimaksud dalam Pasal 67, dipidana dengan pidana penjarapaling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyakRp20. 0OO. 000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).

Pasal 81

(1) Dalam hd tindak pidana sebagaimana dimaksud dalamPasal 73, Pasal 75, Pasal 76, Pasal 77, Pasal 78, atauPasal 80 dilakukan oleh korporasi, pidana dijatuhkanterhadap korporasi, Pengendali, dan/atau pengurus yangbertindak untuk dan atas nama korporasi.

(21 Pidana dijatuhkan terhadap korporasi apabila tindakpidana:

a. dilakukan atau diperintahkan oleh Pengendalidan/atau pengurus yang berlindak untuk dan atasnama korporasi;

b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dantujuan korporasi;

c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelakuatau pemberi perintah; dan

d. dilakukarr

i,DPRESIOEN

R EPUBL IK INDONESIA

-56-

d. dilakukan dengan malsud memberikan manfaat bagikorporasi.

Pasal 82

Pidana yang dijatuhkan terhadap korporasi adalah pidanadenda paling banyak Rp600.000.000.000,00 (enam ratusmiliar rupiah).

BAB XVIIKETENTUAN PERALIHAN

Pasal 83

Perusahaan Perasuransian yang telah mendapatkan izinusaha pada saat diundangkannya Undang-Undang ini,dinyatakan telah mendapat izn usaha berdasarkanUndang-Undang ini.

Perusahaan agen asuransi yang telah mendapatJ<an izinusaha pada saat diundangkannya Undang-Undang initetap dapat menjalankan usahanya.

Izin atau persetujuan yang telah diberikan kepadaPerusahaan Perasuransian berkenaan dengankelembagaan dan penyelenggaraan Usaha Perasuransianpada saat diundangkannya Undang-Undang ini,dinyatakan tetap berlaku berdasarkan Undang-Undangini.

Pasal 84

Perusahaan konsultan aktuaria yang telah mendapat izinusaha pada saat diundangkannya Undang-Undang initetap dapat menjalankan kegiatan usahanya.

Dengan diundangkannya Undang-Undang ini, perizinanusaha, pembinaan, dan pengawasan perusahaankonsultan aktuaria dilakukan oleh Menteri.

(1)

(2t

(3)

(1)

(21

Pasal 85

q,DPRESIDEN

R EPUBLIK INOONESIA

-57-

Pasal 85

(1) Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini, setiapPihak yang menjadi pemegang saham pengendali padalebih dari I (satu) perusahaan asuransi jiwa, I (satu)perusahaan asuransi umum, 1 (satu) perusahaanreasuransi, 1 (satu) perusahaan asuransi jiwa syariah, 1

(satu) perusahaan asuransi umum syariah, dan 1 (satu)perusahaan reasuransi syariah wajib menyesuaikandengan ketentuan dalam Pasal 16 ayat (1) pafing lama 3(tiga) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini.

(21 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyesuaianpemegang saham pengendali sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dan sanksi bag, Pihak yang tidakmelakukan penyesuaian pemegang saham pengendalidiatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 86

Usaha bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasa-l 6 ayat (1)

huruf c wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalamUndang-Undang ini dan f,eraturan pelaksanaannya palinglama 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Undang-Undangini.

Pasal 87

(1) Dalam hal Perusahaan Asuransi atau perusahaanreasuransi memiliki unit syariah dengan nilai DanaTabamt' dan dana investasi peserta telah mencapaipaling sedikit 50% (lima puluh persen) dari total nilaiDana Asuransi, Dana Tabarnt', dan dana investasipeserta pada perusahaan induknya atau 10 (sepuluh)tahun sejak diundangkannya Undang-Undang ini,Perusahaan Asuransi atau perusahaan reasuransitersebut w4Jib melakukan pemisahan unit syariahtersebut menjadi Perusahaan Asuransi Syariah atauperusahaan reasuransi syariah.

(2) Ketentuan

(1)

(2t

PRESIOENR EPUBLIK INDONESIA

-58-

(21 Ketentuan lebih lanjut mengenai pemisahan unit syariahdan sanksi bagi Perusahaan Asuransi dan perusahaanreasuransi yang tidak melakukan pemisahan unit syariahsebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalamPeraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 88

Perusahaan Perasuransian yang belum memenuhiketentuan dalam Pasal 7 ayat (ll huruf a wajibmenyesuaikan dengan ketentuan tersebut denganmengalihkan kepemilikan sahamnya kepada warganegara Indonesia atau melakukan perubahankepemilikan melalui mekanisme penawzuan umum (inifialpttblic offenng pding lama 5 (lima) tahun sejakdiundangkannya Undang-Undang ini.Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyesuaiankepemilikan sglagairnana dimaksud pada ayat (l) dansanksi bagr Perusahaan Perasuransian yang tidakmelakukan penyesuaian kepemilikan diatur dalamPeraturan Otoritas Jasa Keuangan.

BAB XVIIIKETENTUAN PENUTUP

Pasal 89

Ketentuan di dalam peraturan perundang-undangan yangmewajibkan penutupan asuransi atau asuransi syariah olehseluruh atau kelompok tertentu dalam masyarakat wajibdisesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 90

PRESIDENR EP UBL IK INDONESIA

-59-

Pasal 90

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:

a. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang UsahaPerasuransian (I*mbaran Negara Republik IndonesiaTahun 1992 Nomor 13, Tambahan kmbaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3467) dicabut dan dinyatakantidak berlaku;

b. ketentuan mengenai permohonan pemyataan pailit olehMenteri Keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat(5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2OO4 tentangKepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor131, Tambahan kmbaran Negara Republik IndonesiaNomor 4443) dinyatakan tidak berlaku bagi PerusahaanAsuransi dan perusahaan reasuransi; dan

c. semua peraturan perundang-undangan yang merupakanperaturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 2Tahun 1992 tentang Usaha Perasurarsian (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13,Tambahan kmbaran Negara Republik Indonesia Nomor3467), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidakbertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undangini.

Pasa] 91

Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harusditetapkan paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan terhitungsejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 92

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar

PRESIDENR EPUBLIK INDONESIA

-60-

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkanpengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannyadalam kmbaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di JakartaPada tanggal 17 Oktober 2014PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di JakartaPada tanggal 17 Oktober 2014MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 337

Satinan sesuai dengan aslinyaKEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA

REPUBLIK INDONESIADeputi Perundang-undangan

Perekonomian,

Silvanna Djaman

PRESIDENR EPUBLIK IND ONES IA

PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 40 TAHUN 2014

TENTANG

PERASURANSIAN

I. UMUM

Pembangunan nasional memerlukan dan mengharuskan dilakukannyapenyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasimasyarakat. Dalam industri perasuransian, baik secara nasional maupunglobal, terjadi perkembangan yang pesat yang ditandai dengan meningkatnyavolume usaha dan bertambahnya pemanfaatan layanan jasa perasuransianoleh masyarakat. I€.yanan jasa perasuransian pun semakin bervariasi sejalandengan perkembangan kebutuhan masyarakat akan pengelolaan risiko danpengelolaan investasi yang semakin tidak terpisahkan, baik dalam kehidupanpribadi maupun dalam kegiatan usaha.

Selain perkembangan di dalam industri perasuransian, terjadi pulaperkembangan di industri jasa keuangan yang lain. Perkembangan di berbagaiindustri jasa keuangan ini mengakibatkan semakin menipisnya batasan danperbedaan jenis layanan yang diberikal oleh industri jasa keuangan.Perkembangan demikian menuntut adanya sistem pengaturan danpengawasan selrtor keuangan yang lebih baik dan terpadu.

Ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992tentang Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1992 Nomor 13; Tambahan l,embaran Negara Republik Indonesia Nomor 3467]tidalc lagr cukup untuk menjadi dasar pengaturan dan pengawasan industriperasuransian yang tela,h berkembang. Penyempumaan terhadap peraturanperundang-undangan mengenai perasuransian harus dilakukan untukmenciptakan industri perasuransian yang lebih sehat, dapat diandalkan,amanah, dan kompetitif serta meningkatkan perzmnya dalam mendorongpembangunan nasional.

Upaya untuk menciptakan industri perasuransian yang lebih sehat,dapat diandalkan, amanah, dan kompetitif secara umum dilakukan, baikdengan penetapan ketentuan baru maupun dengan penyempumaan ketentuanyang telah ada. Upaya tersebut diwujudkan antara lain dalam bentuk:l. penetapan landasan hukum bagi penyelen trgaraar. Usaha Asuransi Syariah

dan Usaha Reasuransi Syariah;

2. penetapan

PRESIDE NR EPUBL IK INDONESIA

-2-

2. penetapan status badan hukum bagi Perusahaan Asuransi berbentukusaha bersama yalg telah ada pada saat Undang-Undang ini diundangkan;

3. penyempurnaan pengaturan mengenai kepemilikan perusahaanperasuransian yang mendukung kepentingan nasional;

4. pemberian amanat lebih besar kepada Perusahaan Asuransi danPerusahaan Asuransi Syariah untuk mengelola kerja sama dengan pihaklain dalam rangka pemasarErn layanan jasa asuransi dan asuransi syariah,termasuk kerja sama keagenan; dan

5. penyempurnaan ketentuan mengenai kewajiban untuk menjaga tata kelolaperusahaan yang baik, kesehatan keuangan, dan perilaku usaha yangsehat.

Peningkatan peran industri perasuransian dalam mendorongpembangunan nasional tedadi apabila industri perasuransian dapat lebihmendukung masyarakat dalam menghadapi risiko yang dihadapinya sehari-hari dan pada saat mereka memulai dan menjalankan kegiatan usaha. Untukitu, Undang-Undang ini mengatur bahwa Objek Asuransi di Indonesia hanyadapat diasuransikan pada Perusahaan Asuransi atau Perusahaan AsuransiSyariah di Indonesia dan penutupan Objek Asuransi tersebut harusmemperhatikan optimalisasi kapasitas Perusahaar Asuransi, PerusahaanAsuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaErn reasuransi syariahdalam negeri. Guna mengimbangi kebiliakan ini, Pemerintah dan/atau OtoritasJasa Keuangan melakukan upaya untuk mendorong peningkatan kapasitasasuransi dan reasuransi dalam negeri. Undang-Undang ini juga mengharuskanpenyelenggaraan Program Asuransi Wajib, misalnya asuransi tanggung jawabhukum kepada pihak ketiga bagi pengendara kendaraan bermotor, secarakompetitif dan memungkinkan pemberian fasilitas frskal kepada perseorangan,rumah tangga, dan/atau usaha mikro, kecil, dan menengah untuk mendorongpeningkatan pemanfaatan Asuransi atau Asuransi Syariah dalam rangkapengelolaan risiko.

Peningkatan peran industri perasuransian dalam mendorongpembangunan nasional juga terjadi melalui pemupukan dana jangka panjangdalam jumlah besar, yang selanjutnya menjadi sumber dana pembangunan.Pengaturan lebih lanjut yang diamanatlan Undang-Undang ini kepada OtoritasJasa Keuangan, terutama dalam hal pengaturan lini usaha dan produkAsuransi dan Asuransi Syariah serta pengaturan pengelolaan kekayaan dankewajiban Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaanreasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah, akan menentukan besar ataukecilnya peran industri perasuransia.rr tersebut.

Pengaturan

PRESIDENR EFIJBI- IK IND ONESIA

-3-

Pengaturan dalam Undang-Undang ini juga mencerminkan perhatiandan dukungan besar bagi upaya pelindungan konsumen jasa perasuransian,upaya antisipasi lingkungan perdagangan jasa yErng lebih terbuka pada tingkatregional, dan penyesuaian terhadap praktik terbaik (best practices) di tingkatinternasional untuk penyelenggaraan, pengaturan, dan pengawasan industriperasuransian.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal ICukup jelas.

Pasal 2Ayat ( 1)

Berdasarkan mekanisme pengelolaan risikonya, lini usaha asuransikesehatan dan lini usaha asuransi kecelakaan diri lebih tepatdigolongkan sebagai Usaha Asuransi Umum. Namun, mengingat ObjekAsuransi yang dipertanggungkan dalam kedua lini usaha dimaksudmenyangkut diri manusia, lini usaha asuransi kesehatan dan liniusaha asuransi kecelakaan diri juga dapat digolongkan sebagai UsahaAsuransi Jiwa. Dalam praktiknya, kedua lini usaha asuransi tersebuttelah diselenggarakan, baik oleh perusa-haan asuransi umum maupunoleh perusahaan asuransi jiwa.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Cukup jelas.

Pasal 3Usaha asuransi syariah dan Usaha Reasuransi Syariah berbeda dariusaha asuransi konvensional dan usaha reasuransi konvensional. Usahaasuransi dan Usaha Reasuransi yang dikelola secara konvensionalmenerapkan konsep transfer risiko, sedangkan usaha asuransi syariahdan Usaha Reasuransi Syariah merupakan penerapan konsep berbagirisiko (risk slnringl. Mengingat perbedaan konsepsi yang mendasaripenyelenggaraan usaharrya, usaha asuransi syariah dan UsahaReasuransi Syariah yang saat ini diperkenankan dalam bentuk unit didalam perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi konvensionalakan didorong untuk diselenggarakan oleh entitas yang terpisah.

Pasal 4

PRESIDENREPIIE]L,IK INDONESIA

-4-

Pasal 4Cukup jelas.

Pasal 5Cukup jelas.

Pasal 6Ayat (1)

Huruf aCukup jelas.

Huruf bCukup jelas.

Huruf cPihak yang bermaksud menyelenggarakan Usaha AsuransiUmum, Usaha Asuransi Jiwa, Usaha Asuransi Umum Syariah,atau Usaha Asuransi Jiwa Syariah dengan bentuk badan hukumusaha bersama setelah Undang-Undang ini diundangkan,didorong untuk menjadi berbentuk koperasi denganpertimbangan kejelasan tata kelola dan prinsip usaha bersamaberdasar atas asas kekeluargaan.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)HaJ yang diatur dalam Peraturan Pemerintah antara lain tata kelola,persyaratan dan tata cara perubahan menjadi badan hukumperseroan terbatas atau koperasi, serta persyaratan dan tata carapembubaran badan hukum usaha bersama.

Pasal 7Ayat (1)

Dalam kehidupan perekonomian yang semakin terbuka danberkembang cepat, dibutuhkan layanan jasa pertanggungan ataupengelolaan risiko yang semakin beragam dan berkualitas olehPerusahaan Perasuransian yang sehat, dapat diandalkan, amanah, dankompetitif. Untuk itu, Perusahaan Perasuransian perlu dibangundengan permodalan yang kuat, yang bersumber, baik dari dalam negerimaupun dari luar negeri.

Huruf aCukup jelas.

Huruf b

i,DPRESIDEN

R EPUTIL IK IN DONES IA

-5-

Huruf bKepemilikan pihak asing pada Perusahaan Perasuransian dibatasisecara kualitatif. Pembatasan secara kualitatif dilakukan denganmempersyaratkan bahwa pada saat pendirian PerusahaanPerasuransian, pihak asing yang dapat menjadi pemilik adalahbadan hukum asing yang memiliki Usaha Perasurzulsian yangsejenis atau perusahaan induk yang salah satu anakperusahaannya bergerak di bidang Usaha Perasuransian yangsejenis. Persyaratan badan hukum asing harus mempunyai UsahaPerasuransian yang sejenis dimaksudkan agar mitra asing yangakan menjadi salah satu pemilik Perusahaan Perasuransian diIndonesia tersebut merupakan Perusahaan Perasuransian yangbenar-benar mempunyai pengalaman usaha di bidangnya sehinggadiharapkan terjadi transfer modal dan transfer pengetahuan danteknologi kepada pihak Indonesia.

Ayat (21

Cukup jelas.

Ayat (3)Ketentuan yang diatur dalam peraturan pemerintah antara lainmengenai pembatasan kepemilikan badan hukum asing secarakuantitatif. Pembatasan tersebut dapat berupa persentase maksimumkepemilikan asing pada Perusahaan Perasuransian.

Pembatasan secara kuantitatif membutuhkan fleksibilitas gunamenyesuaikan dengan dinamika kebutuhan dan ketersediaan danadalam negeri.

Batas kepemilikan badan hukum asing dalam PerusahaanPerasuransian dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rat<yatRepublik Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 8Ayat (l)

Cukup jelas.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Cukup jelas.

Ayat (a)

q.DPRESIDEN

R EP IJBI.IK IND ONESIA

-6-

Ayat (4)Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara perizinanusaha antara lain berupa persyaratan kompetensi atau keahlian dibidang Usaha Perasuransian sesuai dengan standar yang ditetapkanoleh Otoritas Jasa Keuangaa termasuk bagi pengurus dan tenaga ahliasing.

Pasal 9Ayat (l)

Waktu 30 (tiga puluh) hari kerja mencakup waktu untukmengklarifikasi data atau informasi dalam dokumen yangdipersyaratkan untuk mendapatkan izin usaha.

Ayat (2)Cukup jelas.

Pasal 10Cukup jelas.

Pasal 11Cukup jelas.

Pasal 12Ayat (1)

Pemenuhan persyaratan kemampuan dan kepatutan bagi anggotadewan pengawas syariah mencakup integritas dan kompetensi terkaittugas dan fungsi dewan pengawas syariah serta pengalaman dankeahlian di bidang usaha perasuransian syariah.

Ayat (2)Cukup jelas.

Pasal 13Ayat (1)

Penetapan Pengendali diperlukan agar Otoritas Jasa Keuangan dapatmenentukan Pihak yang dimintai pertanggungiawaban, selain direksidan komisaris, apabila terjadi kegagalan perusalraan untuk memenuhikewajiban kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta akibatpengaruh Pihak tersebut dalam pengelolaan perusahaan.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Cukup jelas.

Pasal 14

PRESIDE NR EPUBL IK IND ONESIA

-7 -

Pasal 14Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Persetujuan ini diperlukan antara lain agar Prhak yang tidak lagimenjadi Pengendali dipas'ikan tidak lagi memiliki kewajiba;r untukikut bertanggung jawab atas kerugian Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atauperusahaan reasuransi syariah yang disebabkan oleh Pihak yangsebelumnya berada dalam pengendaliannya.

Ayat (4)Cukup jelas.

Pasal 15Cukup jelas.

Pasal 16Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (21

Pengecualian dalam ketentuan ini dimaksudkan agar negara dapatmemiliki dan/atau mengendalikan lebih dari satu perusahaan denganusaha sejenis dalam rangka menyediakan jasa asuransi bagi kelompokmasyarakat tertentu atau daerah tertentu, menjadi perintis kegiatanusaha asuransi yang belum dapat dilaksanakan oleh pihak swasta,atau menyelenggarakan kemanfaatan umum lain yang strategis bagimasyarakat.

Ayat (3)Hal yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Otoritas JasaKeuangan antara lain besar kepemilikan saham dan tata carakonsolidasi perusahaan.

Pasal 17Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)

PRESIDENR EPL]BI- IK IN D ONES IA

-8-

Ayat (3)HaJ yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan antaramengenai jenis, jumlah, persyaratan, tugas, tanggung jawab,wewenang tenaga ahli dan alrhraris.

Pasal 18Ayat (l)

Cukup jelas.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Yang dimaksud dengan "standar seleksi'adalah persyaratan minimumbagi Pihak vang akan dijadikan mitra kerja sama oleh PerusahaanPerasuransian.

Yang dimaksud dengan 'akuntabilitas' adalah adanya keyakinanPerusahaan Perasuransian atas kemampuan dan pengalaman dariperusahaan yalg diajak bekeqia sarna dan adanya kejelasanpertanggungjawaban oleh Perusahaan Perasuransian atas kegiatanatau fungsi yang dilaksanalan oleh pihak lain tersebut.

Ayat (4)Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuanganantara lain mengenai jenis, nilai, dan jangka waktu pengalihan fungsiyang dapat dilakukan oleh Perusahaan Perasuransian, termasukperusahaan penilai kerugian asuransi, kepada pihak lain terutamapihak asing.

Pasal 19Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)Ketentuan ini dimaksudkan agar Dana Asuransi atau Dana Tabarnt'dapat dikelola dengan baik, mengingat Dana Asuransi atau DanaTabamt' dimaksud merupakan dana yang akan digunakanperusahaan untuk memenuhi kewajiban kepada Pemegang Polis,Tertanggung, atau Peserta. Kewajiban melakukan evaluasi atas DanaAsuransi atau Dana Tabamt' juga dilakukan di negara lain.

Ayat (3)Cukup jelas.

Ayat (a)Cukup jelas.

Iaindan

Pasal 20

$-.#PRESIDEN

R EPUBL.IK IN D ONES IA

-9-

Pasal 20Ayat (l)

Dana Jnminan dibentuk untuk memberikan jaminan atas penggantiansebagian atau seluruh hak Pemegang Polis, Tertanggung, atau Pesertadalam hal perusahaan harus dilikuidasi. Dengan demikian, DanaJaminan merupakan bagian dari upaya melindungi Pemegang Polis,Te rtanggun g, atau Peserta.

Ayat (2)Pada umumnya, perkembangan usaha mengakibatkan bertambahnyakewajiban perusahaan kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atauPeserta. HaI ini juga berarti bertambah pula besar hak Pemegang Polis,Tertanggung, atau Peserta yang perlu dijamin pengembaliannya jikaperusahaan dilikuidasi.

Ayat (3)Ketentuan ini dimaksudkan agar penggunaan Dana Jaminan untukmengembalil<an sebagian atau seluruh hak Pemegang Polis,Tertanggung, atau Peserta pada saat perusahaan dilikuidasi dapatdipastikan.

Ayat (4)Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah penyalahgunaan DanaJaminan.

Ayat (5)Ketentuan lebih lanjut mengenai Dana Jaminan meliputi pengaturElnjenis aset yang dapat digunakan sebagai Dana Jaminan, jumlah DanaJaminan minimum yang harus dimiliki perusahaan, penyesuaianbesar Dana Jarninan berdasarkan volume usaha, tata carapemindahan atau pencairan Dana Jaminan, dan penatausahaannya.

Pasal 21Ayat (l)

Cukup jelas.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Cukup jelas.

Ayat (a)Pemisahan kekayaan dan kewajiban dilaksanakan dengan tetapmemperhatikan keseirnbangan a-rrtara pengembangan u saha danpelindungan konsumen.

Pasal22

$-,DPRESIDEN

R EP IJB I- IK INDONES IA

- 10-

Pasal 22Ayat (1)

Iaporan yang wajib disampaikan Perusahaan Perasuransian kepadaOtoritas Jasa Keuangan antara lain laporan keuangan, laporankegiatan usaha, dan laporan program dukungan reasuransi otomatis.Selain itu, dalam keadaan atau untuk tujuan tertentu, PerusahaanPerasuransian juga dapat diwajibkan menyampaikan laporan yangbersifat tematik misalnya profil risiko dan pelaksanaan tata kelolaperusahaan.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Posisi keuangan, kinerja keuangan, dan kondisi kesehatan keuanganyang diumumkan paling sedikit meliputi rasio kesehatan keuangansesuai dengan ketentuan mengenai kesehatan keuangan PerusahaanAsuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, danperusahaan reasuransi syariah. Pengumuman melalui mediaelelrtronik dilakukan pada situs perusahaan dan situs Otoritas JasaKeuangan.

Ayat (a)Cukup jelas.

Ayat (5)Cukup jelas.

Ayat (6)Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuanganantara lain mengenai jenis, bentuk, dan susunan laporan ataupengumumErn, serta jadwal dan batas waktu penyampaian laporandan pengumuman.

Pasal 23Cukup jelas.

Pasd24Cukup jelas.

Pasal 25Cukup jelas.

Pasal 26

$-,DPRESIDEN

REPI]BLIK IND ONES IA

- 11-

Pasal 26Ayat (1)

Ketentuan mengenai standar perilaku usaha bagt PerusahaanAsuransi Syariah dan perusahaan reasuransi syariah mengacu pulapada Prinsip Syariah.

Ayat (21

Pengaturan mengenai standar perilaku usaha dalam PeraturanOtoritas Jasa Keuangan disesuaikan dengan jenis usaha PerusahaanPerasuransian masing-masing.

PaseJ27Cukup jelas.

Pasal 28Cukup jelas.

Pasal 29Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Cukup jelas.

Ayat (a)Cukup jelas.

Ayat (5)Cukup jelas.

Ayat (6)Cukup jelas.

Ayat (7)Imbalan jasa keperantaraan dapat dibayarkan langsung olehPemegang Polis atau menjadi bagian dari Premi. Dalam hal imbalanjasa keperantaraan merupakan bagian dari Premi, dalam polis ataudokumen yang merupakan kesatuan dengannya dimuat perincianmengenai bagran premi yang diteruskan kepada Perusahaan Asuransidan imba-lan jasa keperantaraan yang dibayarkan kepada PerusahaanPialang Asuransi.

Pasal 30Cukup jelas.

Pasal 3 1

FRESIDENREPI]RL.IK INDONES IA

-12-

Pasal 31Ayat (1)

Cukupjelas.Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)Yang dimaksud dengan "cepat" adalah bahwa proses penangananklaim dan keluhan ditakukan dengan segera, dalam waktu sesingkat-singkatnya, dan secara cekatan.

Yang dimaksud dengan "sederhana.' adalah bahwa proses penangananklaim dan keluhan bersifat lugas dan tidak rumit.Yang rlirnaksud dengan "mudah diakses" adalah bahwa prosespenanganan klaim dan keluhan diselenggarakan di kantor perusahaanatau tempat lain yang mudah dikunjungi, atau diselenggarakandengan memanfaatkan telanologi yang memudahkan orang untukmenyampaikan klaim atau keluhan dan mendapatkan tanggapan.

Yang dimaksud dengan "adil" adalah bahwa proses penanganan klaimdan keluhan dilakukan dengan berpegang kepada kebenaran, tidakmemihak, dan tidak sewenang-wenairg.

Ayat (4)Tindakan yang dapat memperlambat penyelesaian atau pembayaranklaim antara lain:

a. memperpanjang proses penyelesaian klaim dengan memintapenyeraJran dokumen tertentu, yalg kemudian diikuti denganmeminta penyerahan dokumen lain yang pada dasarnya berisi halyang sama;

b. menunda penyelesaian dan pembayaran klaim karena menunggupenyelesaian dan / atau pembayaran klaim reasuransinya;

c. tidak meLakukan penyelesaian klaim yang merupakan bagran daripenutupan asuransi karena alasan adanya keterkaitan denganpenyelesaian klaim yang merupakan bagian lain dari penutupanasuransi dalam 1 (satu) polis yang sama;

d. memperlambat penunjukan perusahaan penilai kerugian asuransi,apabila jasa penilai kerugian asuransi dibutuhkan dalam prosespenyelesaian klaim; dan

e. menerapkan prosedur penyelesaian klaim yang tidak sesuaidengan praktik usaha asuransi yang berlaku umum.

Ayat (s)

q.DPRESIDEN

R EPL]BL IK IN D ONES IA

-13-

Ayat (5)Cukup jelas.

Pasal 32Cukup jelas.

Pasal 33Cukup jelas.

Pasal 34Cukup jelas.

Pasal 35Ayat (1)

Ketentuan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa koperasi atauusaha bersama memiliki keterbatasan kemampuan untuk menambahmodal. Namun, di sisi lain koperasi atau usaha bersama tetap harusmemastikan kemampuannya untuk memenuhi kewajiban kepadaPemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta.

Ayat (2)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menegaskan konseppertanggungan bersama dan berbagi risiko antaranggota, danmenghindari adanya anggota yang hanya menjadi pemodal bagi usahaasuransi yang dijalankan oleh Perusah.ran Asur.rnsi dan PerusahaanAsuransi Syariah berbentuk koperasi atau usaha bersamasebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (l) hurufc.

Ayat (3)Ketentuan ini juga dimaksudkal untuk menegaskan konseppertanggungan bersama dan berbagi risiko antaranggota, danmenghindari adanya anggota yang hanya menjadi pemodal

Ayat (4)Cukup jelas.

Ayat (5)Yang dimaksud dengan 'persyaratan keuangan" antara lain besaransimpanan pokok dan simpanan wajib yang harus disetor oleh anggota.

Pasal 36Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendorong Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaanreasuransi syariah agar benar-benar menjalankal fungsinya sebagaipenanggung dan/ atau penanggung ulang.

Optimalisasi

PRESIDENR EPUBLIK IND ONES IA

-14-

Optimalisasi pemanfaatan kapasitas reasuransi dalam negeri dilakukandengan menempatkan sebanyak-banyalnya pertanggungan ulangasuransi pada Perusahaan Asuransi dan/atau perusahaan reasuransi didalam negeri, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dengantetap memperhatikan prinsip manajemen risiko, terutama penyebaranrisiko.

Pasal 37Pemerintah dan/atau Otoritas Jasa Keuangan, baik secara sendiri-sendirimaupun bersama-sama, dapat melakukan langkah- langkah, seperti:a. membentuk perusahaan reasuransi baru;b. menggabungkan beberapa badan usaha milik negara yang bergerak di

bidang perasuransian dan menugaskan perusahaan hasilpenggabungan tersebut menjadi perusahaan reasuransi;

c. memberikan fasilitas untuk pembentukan pool atau konsorsiumasurarrsi untuk risiko tertentu, misalnya risiko bencana alam; atau

d. menghindari pengenaan pqiak berganda terhadap industriperasuransian.

Pasal 38Cukup jelas.

Pasal 39Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Otoritas Jasa Keuangan harus menetapkan persyaratan bagi pihakyang akan menyelenggarakan Program Asuransi Wajib, misalnya besarmodal dan ketersediaan infrastruktur usaha'

Ayat (4)Yang dimaksud dengan "manfaat tambahan" adalah besaran manfaatyang diberikan dan bukan tambahan jenis manfaat.

Ayat (5)Cukup jeLas.

Pasal 40Ayat (1)

Perubahan kepemilikan mencakup antara lain perubahan komposisisaham, pengambilalihan, dan penambahan pemegang saham baru.

Ayat (2)

f,,DPRESIDEN

R EPUEJLIK INDONESIA

- 15-

Ayat 12\Cukup jelas.

Ayat (3)Cukup jelas.

Ayat (a)Cukup jelas.

Ayat (5)Cukup jelas.

Ayat (6)Cukup jelas.

Pasal 41Cukup jelas.

Pasal 42Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Cukup jelas.

Ayat (4)HaI yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Otoritas JasaKeuangan antara lain adanya transfer portofolio pertanggungan ataupengembalian hak Pemegang Polis atau Tertanggung sebelumPerusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi tersebutmenghentikan kegiatan usahanya.

Pasal 43Cukup jelas.

Pasal 44Ayat (1)

Likuidasi perusahaan yang telah dicabut izin usahanya perlu segeradilakukan untuk melindungi kepentingan Pemegang Polis,Tertanggu ng, atau Peserta.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)

$).)-r)c>.€

PRESIDENREPLiPL.IK lN D ONESIA

-16-

Ayat (3)Cukup jelas.

Pasal 45Ayat (l)

Cukup jelas.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Hal yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan antara lain:a. mekanisrne pembubaran badan hukum Perusahaan Asuransi,

Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atauperusahaan reasuransi syariah;

b. jumlah anggota tim likuidasi;c. penghasilan tim likuidasi;d. tata cara pelaksanaan likuidasi;e. jangka waktu likuidasi;f. pengawasan pelaksanaan likuidasi oleh Otoritas Jasa Keuangan;

g. tata cara pengalihan aset dan kewajiban Perusahaan Asuransi,Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atauperusahaan reasuransi syariah; dan

h. pertanggungiawaban tim likuidasi.

Pasal 46Cukup jelas.

Pasal 47Cukup jelas.

Pasal 48Ayat (l)

Tagihan diajukan melalui Otoritas Jasa Keuangan dimaksudkanuntuk memudahkan proses penagihan, tetapi Otoritas Jasa Keuangantidak melakukan verifikasi terhadap tagihan tersebut.

Ayat (2)Cukup jelas.

Pasal 49Cukup jelas.

Pasal 50

PRESIDENREPUBLIK IN D ONES IA

-t7-Pasal 50

Ayat (1)Sejalan dengan ruang lingkup tugas Otoritas Jasa Keuangan yangberfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yangterintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasakeuangan, maka kewenangan pengajuan pailit terhadap PerusahaanAsuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, danperusahaan reasuransi syariah yang semula dilakukan oleh MenteriKeuangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utangberalih menjadi kewenangan Otoritas Jasa Keuangan berdasarkanUndang-Undang ini.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Cukup jelas.

Pasal 51Cukup jelas.

Pasal 52Cukup jelas.

Pasal 53Ayat (1)

Program penjaminan polis dimaksudkan untuk menjaminpengembalian sebagiarr atau seluruh ha} Pemegang Polis,Tertanggung, atau Peserta dari Perusahaan Asuransi atau PerusahaanAsuransi Syariah yang dicabut izin usahanya dan dilikuidasi.

Selain itu, keberadaan program penjaminan polis dimaksudkan untukmeningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industriperasuransian pada umumnya sehingga diharapkan dapatmeningkatlarr minat masyarakat untuk menggunakan jasa asuransi.

Ayat(21Cukup jelas.

Ayat (3)CukupjeLas.

Ayat (a)Cukup jelas.

Pasal 54

FRESIDENR EI] UEL IK IND ONES IA

-18_

Pasal 54Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)Yang dimaksud dengan 'independen" adalah tidak dipengaruhi olehpihak lain.

Yang dimaksud dengan "imparsid" adalah tidak berpihak pada salahsatu pihak yang bersengketa.

Ayat (3)Cukup jelas.

Ayat (a)Cukup jelas.

Ayat (5)Cukup jelas.

Pasal 55Ayat (1)

Huruf aCukup jelas.

Huruf bCukup jelas.

Huruf cYang dimaksud dengan openilai' adalah penilai aset.

Huruf dCukup jelas.

Ayat (21

Ketentuan ini didasarkan pertimbangan bahwa Usaha Perasuransiarmemiliki karakteristik yarrg khas sehingga profesi penyedia jasa bagiPerusahaan Perasuransian harus memenplf ftqalifikasi tertentu.

Ayat (3)Cukup jelas.

Pasal 56Cukup jelas.

Pasal 57

PRESIDENREPtJtsLIK IN D ONES IA

-19-

Pasal 57Ayat (1)

Pengaturan dan pengawasan kegiatan Usaha Perasuransian olehOtoritas Jasa Keuangan antara Iain aspek tata kelola, perilaku usaha,dan kesehatan keuangan.

Yang dimaksud dengan upengawasan' antara lain analisis laporan,pemeriksaan, dan penyidikan.

Ayat (2)Kebijakan umum dalam rangka pengembangan pemanfaatan asuransidal reasuransi untuk mendukung perekonomian nasiona-l melputi halkepemilikan asing atas Perusahaan Perasuransian, peningkatankapasitas asuransi, asuransi s,yariah, reasuransi, dan reasuransisyariah dalam negeri, serta pemberian fasilitas fiskal kepadaperseorangan, rumah tangga, dan/atau usaha mikro, kecil, danmenengah.

Pasal 58Cukup jelas.

Pasal 59Cukup jelas.

Pasal 6OAyat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)Huruf a

Cukup jelas.

Huruf bCukup jelas.

Huruf cCukup jelas.

Huruf dCukup jelas.

Huruf eCukup jelas.

Huruf fCukup jelas.

Huruf g

PRESIDENR EP UE'_ iK INDONESIA

-20-

Huruf gCukup jelas.

Huruf hCukup jelas.

Huruf iCukup jelas.

HurufjCukup jelas.

Huruf kCukup jelas.

Huruf IAngka 1

Cukup jelas.

Arrdr'a2Cukup jelas,

Angka 3Cukup jelas.

Angka 4Cukup jelas.

Angka 5Yang dimaksud dengan produk asuransi tertentu yang dapatdihentikan pemasarannya adalah produk yang dapatmerugikan Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta,produk yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan norrna yang berlaku di masyarakat, darr/atauproduk yang dapat membahayakan keuangan PerusahaanAsuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusaha€u1reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah.

Angka 6Cukup jelas.

Huruf mCukup jelas.

HurufnCukup jelas.

Pasal 61

PRESIDENR EPI.]RL IK IN D ONESIA

-2t-Pasal 61

Ayat (1)Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cana pemeriksaan di kantorPerusahaan Perasuransian dan/ atau pemeriksaan di kantor OtoritasJasa Keuangan. Pemeriksaan di kantor Perusahaan Perasuralsiandapat dilakukan terhadap seluruh aspek penyelenggaraErn kegiatanusaha Perusahaan Perasuransian dan/atau terhadap aspek tertentudari penyelenggaraan kegiatan usaha Perusahaan Perasuransian.Sedangkan pemeriksaan di kantor Otoritas Jasa Keuangan dilakukanhanya terhadap aspek tertentu dari penyelenggaraan kegiatan usahaPerusahaan Perasuransian.

Pemeriksaan di kantor Otoritas Jasa Keuangan dapat ditindaklanjutidengan pemeriksaan di kantor Perusahaan Perasuransian apabila:

a. data, dokumen, dan/atau keterangan dari PerusahaanPerasuransian yang diperiksa tidak dapat memberikan dasar yangcukup bagi pegawai Otoritas Jasa Keuangan dan/atau pihak lainyang ditunjuk oleh Otoritas Jasa Keuangan yang melakukanpemeriksaan di kantor Otoritas Jasa Keuangan untuk membuatkesimpulan atas hasil pemeriksaan di kantor Otoritas JasaKeuangan; dan /atau

b. adanya tanggapan Perusahaan Perasuransian yang diperiksaterhadap kesimpulan hasil pemeriksaan di kantor Otoritas JasaKeuangan.

Ayat (2)Yang dimaksud dengan 'pihak lain" adalah badan, lembaga, institusi,atau orang, baik dari dalam maupun luar Otoritas Jasa Keuangan.Pihak tersebut antara lain akuntan publik, konsultan aktuaria, penilaikerugian, pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan/atau pejabatpenyidik Kepolisian Republik Indonesia.

Ayat (3)Cukup jelas.

Ayat (a)

Cukup jelas.

Ayat (s)Cukup jelas.

Pasal 62Ayat (r)

Cukup jelas.

Ayat (2)

q,DPRESIDEN

R EPLIAL !K INDONESIA

-22 -

Ayat (21

Huruf aYang dimaksud dengan "kekayaan"tanah, gedung, dan kendaraan.

Huruf bCukup jelas.

Huruf cCukup jelas.

Huruf dCukup jelas.

Huruf eCukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

antara Lain surat berharga,

Ketentuan ini didasarkan bahwa direksi dan komisaris nonaktifPerusahaan Perasuransian dianggap pihak yang paling mengetahuikeadaan keuangan dan operasional Perusahaan Perasuransian yangsedang diambil alih kepengurusannya oleh Pengelola Statuter.

Ayat (5)Cukup jelas.

Ayat (6)Cukup jelas.

Pasal 63Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (21

Yang dimaksud "perintah tertulis' adalah perintah secara tertulisuntuk melaksanakan atau tidak melaksanakan kegiatan tertentu gunamemenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasakeuangan dan/atau mencegah dan mengurangi kerugian PemegangPolis, Tertanggung, atau Peserta.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)Cukup jelas.

Ayat (s)

$-,DPRESIDEN

R EPUBLIK INDONESIA

-23-

Ayat (5)Cukup jelas.

Pasal 64Cukup jelas.

Pasal 65Cukup jelas.

Pasal 66Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (21

Ketentuan ini didasarkan bahwa Pengendali mempunyai per.rnanpenting, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dapatmempengaruhi pengelolaan atau kebijakan suatu PerusahaanPerasuransian.

Ayat (3)Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)Cukup jelas.

Ayat (6)Cukup jelas.

Pasal 67Informasi yang dimiliki Otoritas Jasa Keuangan dapat berupa informasiyang sifatnya rahasia, antara lain informasi yang terkait dengan stabilitasperekonomian nasional dan informasi yang berkaitan dengan kepentinganpelindungan Usaha Perasuransian dari persaingan usaha lidak sehat.Informasi rahasia tersebut dapat dialses oleh pegawai Otoritas JasaKeuangan atau pihak yang ditunjuk dan/atau diberi tugas oleh OtoritasJasa Keuangan.

Pasal 68Ayat (l)

Pengaturan ini dimaksudkan untuk meningkatkan peran asosiasiddam mengatur para anggotanya (self regulatory) d* melancarkankoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan.

Ayat (2)

$).)-ilt>^-€

Pasal 69Ayat

PRESIDENR EPLIBL IK INDONESIA

-24-

Ayat (2)Cukup jelas.

(1)Penugasan atau pendelegasian wewenang tertentu dari Otoritas JasaKeuangan kepada asosiasi antara lain penyusunan standar etikausalra dan tata perilaku (ade of anduc{, pembentukan profil risikodan tabel mortalita, serta pelaksanaan dan penetapan sertifikasikeagenan.

Ayat (2)Cukup jelas.

Pasal 7OCukup jelas.

Pasal 7lAyat (1)

Cukup jelas.

Ayat (21

Cukup jelas.

Ayat (3)Contoh kondisi yang membahayakan kepentingan Pemegang Polis,Tertanggung, atau Peserta antara lain kondisi keuangan peru sahaanmemburuk secara drastis, pemegang saham tidak kooperatif,dan/atau direksi dan komisaris, atau yang setara dengan direksi dankomisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usahabersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, tidakmemiliki jalan keluar untuk mengatasi permasalahan.

Ayat (4)Cukup jelas.

Pasal 72Cukup jelas.

Pasal 73Cukup jelas.

Pasa-l 74Cukup jelas.

Pasal 75

#).)-r,},c>^4

PRESIDENREF]UBL.IK INDONESIA

-25-

Pasal 75Cukup jelas.

Pasa-l 76Cukup jelas.

Pasal 77Cukup jelas.

Pasal 78Cukup jelas.

Pasal 79Cukup jelas.

Pasal 80Cukup jelas.

Pasal 8lCukup jel;as.

Pasal 82Cukup jelas.

Pasal 83Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Yang dimaksud dengan "izin" adalah izin di luar izin usaha. Contohizin atau persetujuan antara lain izin untuk memasarkan produkasuransi dan persetujuan untuk banwos surance.

Pasal 84Cukup jelas.

Pasal 85Cukup jelas.

Pasal 86Cukup jelas.

Pasal 87

PRESIDENR EPUBLIK INDONESIA

-26-

Pasal 87Ayat (l)

Cukup jelas.

Ayat (2)Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuanganantara lain mengenai kewajiban membuat rencana keda dankewajiban perusahaan menginforrnasikan rencana pemisahan kepadaPemegang Polis dan Peserta.

Pasal 88Cukup jelas.

Pasal 89Ketentuan yang wajib disesuaikan termasuk ketentuan mengenai aspekProgram Asuransi Wajib yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan mengenai dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpangdan dana kecelakaan lalu lintas jalan.

Pasal 9OCukup jelas.

Pasal 91Cukup jelas.

Pasal 92Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5618