px tulang untuk identifikasi umur&jenis kelamin

46
REFERAT PEMERIKSAAN TULANG UNTUK IDENTIFIKASI UMUR DAN JENIS KELAMIN DISUSUN OLEH : Bagus Anggoro G6A 002 001 Latifah Evi Nurlaeli Nur Asri Zulkarnain Prakoso G6A 002 098 G6A 002 150 G6A 002 155 RESIDEN PEMBIMBING : dr. Intarniati N DOSEN PEMBIMBING : dr. Bambang Prameng Sp.F BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL 1

Upload: anangga-aristantyo

Post on 21-Jul-2016

64 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

ikf

TRANSCRIPT

Page 1: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

REFERAT

PEMERIKSAAN TULANG UNTUK IDENTIFIKASI UMUR DAN JENIS KELAMIN

DISUSUN OLEH :

Bagus Anggoro G6A 002 001

Latifah Evi Nurlaeli

Nur Asri

Zulkarnain Prakoso

G6A 002 098

G6A 002 150

G6A 002 155

RESIDEN PEMBIMBING :

dr. Intarniati N

DOSEN PEMBIMBING :

dr. Bambang Prameng Sp.F

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2007

1

Page 2: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................................1

KATA PENGANTAR..................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................3

A. LATAR BELAKANG...........................................................................................3

B. MASALAH...........................................................................................................3

C. TUJUAN................................................................................................................3

D. MANFAAT...........................................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................5

A. BIOLOGI TULANG MANUSIA.........................................................................5

1. Anatomi Tulang................................................................................................5

2. Struktur Molekuler Tulang................................................................................6

3. Histologi dan Metabolisme Tulang...................................................................6

4. Pertumbuhan Tulang.........................................................................................8

B. PENENTUAN JENIS KELAMIN BERDASAR PEMERIKSAAN TULANG...9

1. Identifikasi Berdasarkan Tulang-Tulang Kranium...........................................9

2. Identifikasi Berdasarkan Tulang-Tulang Post-Kranium.................................14

C. PENENTUAN UMUR BERDASARKAN PEMERIKSAAN TULANG..........21

1. Penentuan Umur Berdasarkan Morfologi Symphysis Pubis.............................9

2. Penentuan Umur dengan Mulai Bersatunya Epiphysis dengan diaphysis........9

3. Penentuan Umur dengan Penutupan Sutura pada Krania.................................9

4. Penentuan Umur dengan Gigi...........................................................................9

BAB III KESIMPULAN............................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................28

2

Page 3: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan

KaruniaNya, sehingga kami dapat menyelesaikan referat yang berjudul ”Pemeriksaan

Tulang Untuk Identifikasi Umur dan Jenis Kelamin” ini.

Referat ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam

menyelesaikan program pendidikan profesi dokter pada bagian Ilmu Kedokteran

Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Kami

mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat :

1. Dr. L. Bambang Prameng N., Sp.F

2. Dr. Intarniati N. R.

yang telah memberikan bimbingan serta meluangkan waktunya bagi kami semua

sehingga referat ini terselesaikan.

Semoga referat ini dapat menambah wawasan serta informasi tentang

”Pemeriksaan Tulang Untuk Identifikasi Umur dan Jenis Kelamin” dalam Ilmu

Kedokteran Forensik bagi pembaca dan penulis.

Semarang, Oktober 2007

Penyusun

2

Page 4: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan

membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang.1 Tetapi adakalanya

korban yang ditemukan hanya berupa potongan tubuh atau bahkan hanya berupa

kerangka. Jika demikian maka proses identifikasi akan lebih sulit. Meskipun

demikian dari kerangka tersebut kita masih dapat memperoleh informasi yang

berkaitan dengan identitas seseorang seperti ras, jenis kelamin, umur, dan

perkiraan tinggi badan dari pemilik rangka tersebut.

Cabang ilmu dari forensik yang berkaitan dengan proses identifikasi

adalah antropologi forensik. Definisi dari antropologi forensik itu sendiri adalah

identifikasi dari sisa hayat manusia yang jaringan lunaknya telah hilang sebagian

atau seluruhnya sehingga tinggal kerangka, dalam konteks hukum.2

Dalam antropologi forensik, proses identifikasi rangka manusia dimulai

dengan identifikasi ras, lalu dilanjutkan dengan identifikasi jenis kelamin

kemudian identifikasi umur dan diakhiri dengan identifikasi tinggi badan.2 Dalam

referat ini, kami akan membahas lebih lanjut mengenai identifikasi umur dan jenis

kelamin berdasarkan pemeriksaan tulang.

B. MASALAH

1. Bagaimanakah cara menentukan umur dan jenis kelamin berdasarkan

pemeriksaan tulang?

2. Tulang apa saja yang dapat digunakan untuk identifikasi umur dan jenis

kelamin?

C. TUJUAN

Tujuan dari penulisan referat ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui

cara-cara dan tulang apa saja yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam

identifikasi umur dan jenis kelamin.

3

Page 5: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

D. MANFAAT

Manfaat dari penulisan referat ini adalah untuk menambah informasi

mengenai penentuan umur dan jenis kelamin berdasarkan pemeriksaan tulang.

4

Page 6: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. BIOLOGI TULANG MANUSIA

Tulang manusia berbeda dengan tulang hewan dalam hal struktur,

ketebalan, ukuran dan umur penulangan (osifikasi). Setiap manusia memiliki 190

tulang, dan tulang ini dibedakan menjadi tulang panjang, pendek, pipih dan tidak

teratur. Tulang panjang kita dapati pada tangan dan kaki seperti humerus, radius,

ulna, femur, tibia dan fibula. Tulang pendek meliputi tulang belikat/klavikula,

metacarpal, dan metatarsal (jari tangan dan kaki). Tulang pipih terdapat pada

tulang-tulang atap tengkorak seperti frontal, parietal, dan occipital. Tulang tidak

teratur adalah tulang vertebra dan basis cranii.2

1. Anatomi Tulang

Secara umum, rangka orang dewasa memiliki dua komponen struktur

yang mendasar yaitu tulang spongiosa dan kompakta/kortikal. Struktur

kompak talkortikal terdapat pada bagian tepi tulang panjang meliputi

permukaan eksternal. Pada bagian internal tulang, terdapat struktur spongiosa

seperti jala jala sedangkan bagian tengah tulang panjang kosong atau disebut

cavitas medullaris untuk tempat sumsum tulang.2

Pada persendian, tulang kompakta ditutupi oleh kartilago/tulang rawan

sepanjang hidup yang disebut tulang subchondral. Tulang subchondral pada

persendian ini lebih halus dan mengkilap dibanding tulang kompakta yang

tidak terletak pada persendian. Contohnya adalah pada bagian distal humerus

atau siku. Selain itu, tulang subchondral pada sendi juga tidak remiliki kanal

Haversi.2

Pada tulang vertebra, strukturnya porus dan dinamakan tulang tra-

becular atau cancellous. Daerah tulang trabekular pada rangka yang sedang

tumbuh memiliki tempat-tempat sumsum merah, jaringan pembuat darah atau

hemopoietic yang memproduksi sel-sel darah merah, putih dan platelet.

Sumsum kuning berfungsi terutama sebagai penyimpan sel-sel lemak di

kavitas medullaris pada tulang panjang, dikelilingi oleh tulang kompakta.

5

Page 7: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

Selama pertumbuhan, sumsum merah digantikan secara progresif oleh

sumsum kuning di sebagian besar tulang panjang.2

Bagian-bagian tulang panjang yang panjang dan silindris disebut

diaphysis, sedang ujung proksimal dan distalnya terdapat epiphysis dan

metaphysis. Jadi, diaphysis adalah batang tulang panjang, epiphysis adalah

ujung akhir tulang panjang sedangkan metaphysis adalah ujung tulang panjang

yang melebar ke samping. Semasa hidup, bagian eksternal tulang yang tidak

berkartilago dilapisi oleh periosteum. Periosteum adalah membran dengan

vaskularisasi yang memberi nutrisi pada tulang. Bagian internal tulang dilapisi

oleh endosteum/membran seluler. Baik periosteum maupun endosteum adalah

jaringan osteogenik yang berisi sel-sel pembentuk tulang. Pada periosteum

yang mengalami trauma, sel-sel pembentuk tulang juinlahnya bertambah. Pada

periostitis/trauma pada periosteum ditandai dengan pembentukan tulang baru

di permukaan eksternal tulang yang nampak seperti jala/trabekular.

2. Struktur Molekuler Tulang

Tulang manusia dan hewan sama-sama terdiri atas kolagen, molekul

protein yang besar, yang merupakan 90% elemen organik tulang. Molekul-

molekul kolagen membentuk serabut-serabut elastik pada tulang tapi pada

tulang dewasa, kolagen mengeras karena terisi bahan anorganik

hydroxyapatite. Kristal-kristal mineral ini dalam bentuk calcium phosphate

mengisi matriks kolagen. Serabut-serabut protein dan mineral ini membuat

tulang memiliki dua sifat: melunak seperti karet bila mineral anorganiknya

rusak atau mengeras (bila direndam dalam larutan asam); atau retak dan

hancur bila kolagen/organiknya rusak (bila direbus/dipanasi).2

3. Histologi dan Metabolisme Tulang

Histologi adalah studi jaringan pada tingkat mikroskopik. Tulang

imatur dan mater berbeda struktumya. Tulang imatur lebih primitif dalam

istilah evolusi phylogenetiknya, berupa jaringan ikat yang kasardan seperti jala

kolagen, polanya random dan tidak teratur orientasinya. Tulang imatur lebih

banyak memiliki osteocyte, biasanya terdapat pada tulang yang menderita

tumor, pada penyembuhan fraktur dan pada rangka embryonik.2

6

Page 8: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

Tulang kompakta tidak bisa diberi nutrisi melalui difusi permukaan

pembuluh-pembuluh darah, sehingga memerlukan sistem Haversi. Tulang

trabekular lebih pores dan menerima nutrisi dari pembuluh darah di sekitar

ruang sumsum. Tulang dewasa baik yang kompakta maupun trabekular secara

histologis adalah tulang lamela.2

Pemeriksaan mikroskopik potongan melintang tulang kompakta

umumnya menunjukkan 4 sampai dengan 8 cincin konsentris yang dinamakan

lamella haversi. Pemeriksaan setiap lamella menunjukkan tumpukan paralel

serabut kolagen. Serabut kolagen pada lamella berikutnya berorientasi ke arah

yang berbeda. Perbedaan arah serabut-serabut kolagen ini menambah kekuatan

struktur tulang. 2

Setiap batang potongan melintang tulang kompakta lamelar disebut

sistem Haversi atau osteon berukuran 0,3 mm diameternya dan 3-5 mm

panjangnya. Inti sistem haversi adalah kanal haversi dimana darah, lymfe dan

serabut saraf lewat. Kanal-kanal kecil tambahan disebut kanal-kanal Volkmann

membelah jaringan tulang secara oblique pada sudut runcing di permukaan

periosteal dan endosteal untuk menghubungkan kanal kanal Haversi,

membentuk jaringan yang mensuplai darah dan limfe ke sel-sel tulang

panjang. 2

Lubang-lubang kecil di dalam setiap lamella disebut lacunae. Setiap

lacunae mempunyai sel-sel tulang disebut osteocyte. Nutrisi ditransport ke sel-

sel ini melalui kanalikuli. Osteoblast adalah sel-sel tulang yang berfungsi

untuk membentuk, sintesis, dan deposit materi tulang, biasanya terkonsentrasi

di bawah periosteum. Osteoblast membuat osteoid matriks organik tak

terkalsifikasi yang kaya kolagen. Kalsifikasi tulang

terjadi sebagai kristal-kristal hydroatapatite, komponen anorganik. tulang

Ketika osteoblast dikelilingi matriks tulang, disebut osteocyte, sel-sel

yang terletak di dalam lacunae dan bertanggung jawab memelihara tulang.

Osteoklas bertugas meresorbsi tulang. Pembentukan kembali atau

remodelling tulang terjadi pada tingkat seluler di mana osteoklas

meresorpsi jaringan tulang dan osteoblast membangun jaringan tulang. 2

7

Page 9: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

4. Pertumbuhan Tulang

Osteogenesis atau osifikasi terjadi pada dua lokasi: intramembraneous

(contohnya pada tulang frontal dan parietal) dan endochondral (contohnya

pada tulang iga, vertebra, basis cranii, tulang tangan dan kaki), di mana

osifikasinya melalui fase kartilago. Pertumbuhan tulang meluas dari lokasi

penetrasi awal, yang menjadi foramen nutrisi, Membrana tipis bemama

perichondrium mengelilingi kartilago pada tulang panjang. Osteoblast di

bawah perichondrium pada tulang panjang fetus mulai mendeposit tulang di

sekitar bagian luar batang kartilago. Sekali hal ini terjadi, membran ini disebut

periosteum, jaringan ikat berserabut yang mendeposit tulang selapis demi

selapis. Diameter tulang panjang meningkat, dan osteoklas pada permukaan

endosteal meresorpsi tulang sedangkan osteoblas pada periosteum mendeposit

tulang. Proses pertumbuhan pada tulang melebar (diametrik) tulang panjang

ini disebut pertumbuhan aposisional. 2

Pertumbuhan memanjang tulang panjang terjadi pada bidang

epiphyseal oleh karenanya lokasi ini disebut bidang pertumbuhan yang

terletak diantara metaphysis (pusat osifikasi primer) dan epiphysis (pusat

osifikasi sekunder). Pertumbuhan memanjang ini menjauhi bagian tengah

tulang yakni menuju proksimal dan menuju distal. Pertumbuhan memanjang

tulang panjang berhenti ketika metaphysis menyatu dengan epiphysis. 2

Pada sebelas minggu sebelum lahir. biasanya terdapat kurang lebih

800 pusat osifikasi. Pada waktu lahir terdapat 450 pusat osifikasi. Pusat

osifikasi primer muncul sebelum lahir dan pusat osifikasi sekunder muncul

sesudah lahir. Setelah dewasa, semua pusat osifikasi primer dan sekunder

menyatu dan jumlah tulang menjadi 206 elemen. 2

8

Page 10: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

B. PENENTUAN JENIS KELAMIN BERDASAR PEMERIKSAAN TULANG

Tulang manusia dewasa menunjukkan adanya dimorfisme seksual sehingga

laki-laki dan perempuan dapat dibedakan berdasarkan morfologinya.2 Perlu

diingat bahwa sebelum dilakukan identifikasi jenis kelamin kita sebaiknya terlebih

dahulu melakukan identifikasi ras, hal ini dikarenakan ras tertentu memiliki

morfologi yang khas sehingga dapat mengaburkan dimorfisme seksual itu sendiri.

Akurasi penentuan jenis kelamin dari tulang bervariasi terhadap usia subjek,

derajat fragmentasi tulang dan variasi biologis.3 Selain itu Krogmann juga

menyimpulkan bahwa akurasi ini dipengaruhi oleh kelengkapan kerangka yang

ada yaitu ketepatan penentuan jenis kelamin dengan pemeriksaan rangka adalah

100% bila seluruh tulang tersedia, 95% bila hanya pelvis, 92% bila dengan tulnag

tengkorak, 98% bila dengan pelvis dan tulang tengkorak, 98% bila dengan pelvis

dan tulang panjang, serta 80 % bila hanya dengan tulang panjang.1,3 ini

mengindikasikan kepentingan relatif berbagai tulang dalam penentuan jenis

kelamin.

1. Identifikasi Berdasarkan Tulang-Tulang Kranium.

Identifikasi berdasarkan tulang-tulang kranium ada dua cara. Cara

yang pertama yaitu dengan pengamatan dan cara yang kedua dengan

pengukuran.

a. Cara pengamatan

Terdapat dua cara pengamatan identifikasi jenis kelamin dari tulang

kranium, yaitu menurut Buikstra dan Mielke (1985) serta menurut

Krogmann (1986).

9

Page 11: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

Tabel 1. Identifikasi tulang kranium menurut Buikstra dan Mielke (1985)4

Karakter tulang Laki-laki Perempuan

Kranium dan wajah Secara umum lebih besar Secara umum lebih kecil

Kapasitas kranium Cenderung >1450 cc Cenderung <1300 cc

Rigi supraorbitalis Lebih menonjol Lebih halus, datar

Dahi/frontal Mengarah kebelakang Halus, tegak, dan

membulat

Batas tepi atap orbita Tumpul Tajam

Krista temporalis, garis

nuchale, dan protuberentia

occipitalis eksterna

Lebih berkembang dan

menonjol

Kurang berkembang,

halus dan lebih datar

Krista mastoideus, processus

supramastoideus, processus

zygomaticus

Lebih besar, lebih lebar

dan kasar

Halus, lebih tegak dan

membulat

Tulang zygomaticus Lebih besar, lebih lebar

dan kasar

Kecil, ramping dan

halus

Mandibula: corpus, ramus,

symphisis dan condylus

Lebih lebar, besar, tinggi,

kuat dan kasar

Kecil dan halus

Sudut gonion Tajam, kuat, kasar,

cenderung eversi

Cenderung <125º

Dagu/ gnathion Cenderung segi empat,

berproyeksi kedepan

Lebih runcing

10

Page 12: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

Tabel 2. Identifikasi tulang kranium menurut Krogmann (1986)5

Karakter tulang Laki-laki PerempuanUkuran secara umum besar KecilRigi supra orbitalis Lebih menonjol Lebih halus, datar

Proccesus mastoideus Sedang-besar Kecil-sedangRegio occipital Terdapat tanda perlekatan

ototTidak terdapat tanda perlekatan otot

Eminensia frontalis Kecil BesarEminensia parietal Kecil BesarOrbita Persegi dengan tepi

tumpulBulat dengan tepi tajam

Dahi Membentuk slope, kurang membulat

Vertical

Tulang pipi Berat, menonjol kelateral Kecil, rampingPalatu Besar, lebar, bentuk U Kecil, parabolicCondylus occipitalis Besar KecilMandibula Besar, simphysis tinggi,

ramus lebarKecil, simphysis rendah dan ramus lebih kecil

Bentuk dagu Bentuk U Bentuk VSudut gonial Membentuk sudut VerticalGonial flare Menonjol Datar

Gambar. 1 Perbandingan antara tengkorak laki-laki dan perempuan (kiri) dan perbandingan

antara mandibula laki-laki dan perempuan (kanan)

b. Cara pengukuran

Cara identifikasi dengan menggunakan pengukuran memiliki

akurasi 80-90%. Standar pengukuran yang digunakan adalah pengukuran

Hooton (1946). Sembilan pengukuran tersebut adalah sebagai berikut:2

1) Panjang glabelo-occipital: panjang maksimum krania, dari titik paling

anterior tulang midfrontal tengah ketitik paling jauh di midoccipital

(GO)

11

Page 13: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

2) Lebar maksimum kranium: lebar terbesar kranium, dihitung tegak

lurus terhadap bidang midsagital, hindari krista supramastoidea (LM)

3) Tinggi basion-bregma: tinggi kranium diukur dari basion (titik tengah

pada tepi anterior foramen magnum ke bregma (titik temu antara

sutura coronalis dan sagitalis) (B-BR)

4) Diameter maksimum bi-zygomatic: lebar maksimum antara permukaan

lateral lengkung zygomatic kanan dan kiri, diukur tegak lurus terhadap

bidang midsagital (MD-BZ)

5) Tinggi prosthion-nasion: titik terendah pada tepi alveolar antara kedua

incisivus pertama atas, ke nasion (titik tengah sutura naso-frontalis)

(P-N)

6) Basion-nasion: dari basion ke nasion (B-N)

7) Basion-prosthion: dari basion ketitik paling anterior di maksila pada

bidang midsagital (B-P)

8) Lebar eksternal palatum: lebar maksimum palatum, diukur dari bagian

luar tepi alveolar (PT)

9) Panjang mastoid: diukur tegak lurus terhadap bidang Frankfurt

horizontal (tepi bawah orbita dan tepi atas meatus acusticus externus)

(MSL)

Gambar. 2 Panjang maksimum krania (GO) ditunjukkan dengan panah hitam.

Tinggi kranium (B-BR) ditunjukkan dengan panah merah, prosthion-nasion(P-N)

ditunjukkan dengan panah merah muda, Basion-nasion(B-N) panah hijau,

Basion-prosthion(B-P) panah biru.

12

Page 14: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

Gambar. 3 Diameter maksimum bi-zygomatic (MD-BZ) ditunjukkan dengan

panah merah Lebar maksimum kranium(LM) ditunjukkan dengan panah biru

Gilles dan Elliot (1963) mengembangkan metodologi penentuan

jenis kelamin dengan analisa fungsi diskriminan dengan menggunakan

standar pengukuran tersebut. Kita ambil 3 persamaan dari 21 fungsi yang

dikembangkan:

1) (GO x 1.236)-(LM x 1.00)+(MD-BZ x 3.291)+(MSL x 1.528) = …

2) (GO x 2.11)+(LM x 1.00)+(MD-BZ x 4.963)+(MSL x 8.037) = …

3) (GO x 1.165)+(B-N x 1.659)+(MD-BZ x 3.976)-(B-P x 1.00)+

(P-N x 1.541) = …

Tabel 3. Persamaan Gilles dan Elliot (1963)5

Persamaan 1 2 3

Laki-laki, p.05 565,79 1448,76 935,75

Laki-laki, rata-rata 558,22 1436,80 920,55

Borderline 536,93 1387,72 891,48

Perempuan, rata-rata 515,63 1338,64 862,41

Perempuan, p.05 509,72 1316,72 849,99

Günay dan Altinkök (2000) telah melakukan penelitian untuk

membedakan jenis kelamin berdasarkan area foramen magnum, yaitu luas

13

Page 15: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

dari lingkaran semu yang jari-jarinya ditentukan dengan rata-rata dari

separuh panjang dan separuh lebar dari foramen magnum.

Gambar. 4Jari-jari area foramen magnum (misal: r) = ½ A + ½ B

2Area foramen magnum = 22 x r2

Rata –rata daerah foramen magnum adalah 909.91 + 126.02 mm pada pria

dan 819.01 ± 117.24 mm2- pada wanita.6

2. Identifikasi Berdasarkan Tulang-Tulang Post-Kranium

Identifikasi jenis kelamin berdasarkan tulang-tulang post-cranial

seringkali diobservasi berdasarkan dari ukuran tulang dan tekstur tulang.

Tetapi hal ini seringkali menimbulkan kesalahan karena banyak terjadi

tumpang tindih antara laki-laki dan wanita baik diantara populasi yang sama

maupun antar populasi yang berbeda.5

Pada umumnya pemeriksaan untuk penetuan jenis kelamin berdasarkan

tulang panggul, tulang dada dan tulang panjang.

a. Tulang panggul

Washburn dan Krogmann (1962) menyatakan bahwa hanya dengan

memeriksa tulang panggul tanpa pemeriksaan lain sudah dapat ditentukan

jenis kelamin pada sekitar 90% kasus.7

14

AB

Page 16: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

Washburn menemukan rumus Ischiopubic indeks yaitu:

Ischiopubic indeks = panjang os pubis x 100 panjang os ischium

Pengukuran harus dikerjakan dengan hati-hati, panjang os pubis

diukur dari dataran simfisis sampai titik acuan di asetabulum; panjang os

ischium diukur dari tempat yang sama sampai atas paling distal dari os

ischium. Titik acuan yang dimaksud terletak pada tempat bersatunya tiga

bagian tulang imatur inominata, biasanya ditandai dengan sebuah takik

pada permukaan artikuler dari asetabulum (schultz).8 Jika indeks iscio-

pubic (pada ras kulit putih) kurang dari 90 maka adalah pelvis pria; jika

lebih dari 95 maka adalah pelvis wanita.

Gambar. 5 Pelvis laki-laki (kiri) dan pelvis wanita (kanan). Panjang os pubis

ditandai dengan panah biru sedangkan panjang os ischium dengan panah merah.

Asetabulum lebih luas pada pria, diameter rata ratanya 52 mm

dibandingkan rata rata diameter asetabulum wanita yaitu 46 mm. Mangkok

sendi pada pria juga menghadap lebih kelateral dibandingkan pada wanita.

Secara alamiah ukuran asetabulum berhubungan dengan caput femoris,

dimana akan dibicarakan kemudian. Takik panggul yang lebih besar

adalah sebuah kriteria yang penting, sempit dan dalam pada pria; dan lebar

dan dangkal pada wanita. Harrison dan Hrdlicka merasa bahwa semakin

besar takik panggulnya semakin baik dalam penentuan jenis kelamin yang

berikutnya diklaim 75% tingkat ketepatannya hanya dengan kriteria ini.9

Pada gambar. 5 dapat dilihat cara mengukur diameter rata-rata acetabulum.

15

Page 17: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

Gambar. 6 Diameter rata-rata acetabuluma b

. .

Gambar. 7 Pelvis laki-laki ( gambar. 6a) dan pelvis perempuan ( gambar. 6b) dilihat dari atas

a. b.

Gambar 8. Pelvis laki-laki ( gambar. 7a) dan pelvis perempuan ( gambar. 7b)

dilihat dari depan

Foramen obturator pada pria lebih ovoid dan pada wanita

berbentuk segitiga. Sulkus preaurikularis yang menjadi tempat melekatnya

ligamentum sacroiliaca terletak di sebelah lateral sendi sacroiliaca dan

tampak jelas pada wanita dan sering tidak didapatkan pada pria. Pintu

bawah panggul bila dilihat dari atas tampak lebih bulat pada wanita dan

pada pria tampak heart shape sebagai akibat dari protrusi sacrum ke

posterior (Greulich dan Thomas). Sejumlah indeks panggul lainnya telah

ditemukan oleh beberapa pengarang seperti Greulich dan Thomas; Turner;

Chadwell dan Molloy; serta Straus dan Derry.

16

Page 18: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

Sacrum secara fungsional adalah bagian dari pelvis dan juga

memiliki perbedaan pada kedua jenis kelamin. Sacrum wanita lebih lebar

dan memiliki cekungan dangkal, sekali lagi hal ini berhubungan dengan

canalis pelvicalis yang lebih luas untuk proses melahirkan. Pada wanita

canalis pelvicalis ini lebih pendek dan kelengkungannya hampir

seluruhnya sampai bagian distal dari pertengahan vertebra sacral ketiga.

Sacrum pada pria dapat memiliki lebih dari lima segmen dimana

hal ini jarang terjadi pada wanita. Kelengkungan sacrum pria berlanjut

sampai ke bawah sampai keseluruhan tulang dan memproyeksikan os

coccyx agak kedepan. Fawcet membandingkan diameter tranversa dari

vertebra sacral pertama (CW) dengan diameter tranversa basis sacrum

(BW). Dengan rumus CW x 100/BW didapatkan pada pria rata ratanya 45,

dan pada wanita rata ratanya 40. kimura telah mengembangkan base wing

index dimana lebar relatif dari sayap dan basis menyediakan koefisien

fungsi diskriminan untuk penentuan jenis kelamin.

Gambar. 9 Pada gambar ini terlihat jelas bahwa kelengkungan sacrum pria berlanjut sampai

ke bawah sampai keseluruhan tulang sehingga proyeksi os coccyx agak kedepan.

17

Page 19: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

Tabel 4. Identifikasi jenis kelamin pada tulang panggul yang diadaptasi dari

Buikstra dan Mielke (1985)4

Karakter tulang Laki-laki Perempuan

Lengkung subpubic Bentuk V Lebih lebar, mendekati

bentuk U

Ramus ischiopubicum Sedikit elevasio Elevasi sangat nyata

Simphysis Tinggi,segitiga,bikonveks

arah antero-posterior

Rendah,segiempat,anterior

konveks, posterior datar

Foramen obturator Besar Kecil, cenderung segitiga

Acetabulum Besar, lebih mengarah

kedepan

Kecil, lebih mengarah

kelateral

Incisura ischiadica

mayor

Sudut agak menutup dan

dalam, 30˚

Sudut lebar dan dangkal,

60˚

Ilium Tinggi, mengarah keatas Rendah, bagian atas lebih

mengarah kelateral

Sendi sacro-iliaca Besar Kecil dan oblik

Sacrum Relatif tinggi dan sempit Pendek dan lebar, lebih

oblik, bagian atas kurang

melengkung, susut sakro-

vertebral lebih menonjol

Inlet superior Bentuk seperti jantung Lebih eliptik atau bundar,

lebih besar

Sulcus praauricularis Tidak nyata Nyata

Lengkung ventral Tidak nyata Nyata

b. Tulang Dada

Tulang sternum bisa bermanfaat dalam pengukuran manubrium,

pada wanita ≥ setengah dari panjang sternum, sedangkan manubrium pada

laki-laki kurang dari setengah panjang sternum. Penemuan ini

dikemukakan pada abad ke 19 oleh Hytrl, tapi kemudian dibantah oleh

Krogman dan Dwight. Penemuan terakhir, bahwa ratio manubrium dan

corpus adalah 52 : 100 pada wanita dan 49 : 100 pada laki-laki, terlihat

18

Page 20: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

sedikit perbedaan. Pada saat ini, walaupun metode tersebut telah diperbaiki

oleh Iordanidis yang telah berhasil dengan tingkat keakuratan 80 % dengan

hanya menggunakan tulang sternum dimana rasio panjang dari manubrium

sterni dan corpus sterni menentukan jenis kelamin, pada wanita

manubrium sterni melebihi separuh panjang corpus sterni.3

Stewart dan Mc Cormick menggunakan teknik radiologi dan

menegaskan total keakuratannya pengukuran tulang sternum sampai

kurang dari 121 mm pada perempuan dan lebih dari 173 mm pada pria.

Tulang skapula telah dipelajari lebih dalam tetapi lebih erat hubungannya

terhadap umur. Terdapat sedikit hubungan jenis kelamin yang lebih

bervariasi dalam pengukuran diameter vertikal pada cavitas glenoid.

Menurut Dwight pada pria 36 mm lebih kecil dibandingkan wanita.3

c. Tulang Panjang

Pria pada umumnya memiliki tulang yang lebih panjang, lebih

berat dan lebih kasar serta penonjolannya lebih banyak.1 Tulang panjang

yang paling berguna dalam penentuan jenis kelamin adalah os femur,

dimana panjang dan kepadatannya penting. Ketepatannya pada orang

dewasa sekitar 80%. Seperti biasa, karakteristik jenis kelamin pada tulang

panjang sangat tumpang tindih, tetapi penelitian seril Brash menunjukan

bahwa panjang maksimal (oblik) pada femur pria sekitar 459 mm

sedangkan pada wanita hanya sekitar 426 mm. hasil yang berbeda

didapatkan oleh Pearson dan Bell yaitu rata rata 447 mm untuk laki laki

dan dan 409 mm untuk perempuan. Dengan menggunakan panjang oblik

trokanterika mereka mengusulkan range antara 390-405 mm untuk wanita

dan 430-450 mm untuk pria, meskipun dapat terjadi tumpang tindiih

diantara keduanya. Ras dan status gizi (dimana berhubungan dengan waktu

dan tempat dimana sampel didapatkan) harus dipertimbangkan pada saat

pengukuran.5

Ukuran dari kaput femur bisa dijadikan petunjuk untuk

membedakan jenis kelamin yang lebih baik, ukuran diameter vertikal

seperti yang dicantumkan oleh pearson dan bell hampir lebih besar dari 45

mm untuk laki-laki dan kurang 41 mm untuk perempuan , meskipun yang

19

Page 21: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

lebih sering dipakai adalah ukuran yang berkisar 43 mm. pada pria

umumnya 43-56 mm dan 37-46 mm pada wanita.5

Ukuran kaput femur menurut penelitian Pearson dalam “Femur

menurut jenis kelamin bedasarkan perhitungan matematika” yang sering

dimasukkan dalam beberapa cara pengukuran. Dwight mempelajari ukuran

kaput femur dan kaput humerus dan menegaskan bahwa keduanya lebih

berguna daripada mengukur panjang tulang.5

Satu hal lagi, penggunaan metode dengan melakukan sejumlah

pengukuran untuk menentukan perbedaan pada jenis kelamin sudah

banyak ditinggalkan. Keterangan hal ini lebih lanjut dapat diketahui dari

Miller shavits. Sifat lain femur menurut jenis kelamin adalah pada sudut

yang dibuat badan tulang terhadap garis vertikal karena tulang pelvis pada

wanita relatif lebih besar, badan tulang harus dimiringkan agar bertemu

pada bagian lutut, sehingga condylus terletak pada bagian paling bawah

dari femur dalam posisi horisontal pada lempeng tibia. Dengan demikian

ketika tulang femur wanita diletakkan pada permukaan yang datar, sudut

yang terbentuk oleh tulang dengan permukaan tadi kurang lebih 76”

sedangkan pada tulang pria sedikit lebih besar yaitu berkisar 80”. Sudut

pada bagian leher dari badan femur (sudut pada collum dan diafisis) telah

dipelajari oleh godycki, hasilnya mengemukaan bahwa tulang dengan

sudut kurang dari 40’ hampir 85% terdapat pada pria, sedangkan jika sudut

lebih besar dari 50 “ hampir 75 % terdapat pada wanita.5

Sebagian besar pekerja telah bekerja dengan spesimen tulang

kering, ketika metode yang digunakan sudah menggunakan tulang segar,

tapi memang akan bermakna bila menggunakan sambungan kartilago yang

dimana lebih relevan.

20

Page 22: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

Tabel 5. Perbandingan panjang relative tulang panjang antara pria dan

perempuan menurut Krogman 5

Tulang Laki-laki

Panjang (mm)

Perempuan

Panjang (mm)

Rasio laki-laki

dan perempuan

Femur 491 434 88,5

Tibia 409 359 88,0

Fibula 388 351 90,5

Humerus 336 317 94,5

Radius 255 220 86,4

Ulna 276 236 85,5

C. PENENTUAN UMUR BERDASARKAN PEMERIKSAAN TULANG

1. Penentuan umur berdasarkan morfologi symphysis pubis 8

Adapun metode-metode yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

a. Metode Todd (1920-1921)

Berdasarkan penelitian atas kerangka manusia 18-50 tahun, Todd

membagi umur dalam 10 fase sebagai berikut :

1) Fase paska adolosen pertama ( umur 18-19 tahun )

Permukaan simfisis kasar, terbagi oleh tonjolan melintang yang di

batasi oleh cekungan yang jelas, tak ditemukan nodulus ossifikasi

(epifiseal) yang menyatu dengan permukaan, tidak dijumpai tepi yang

berbatas tegas, tidak dijumpai batas ektremitas.

2) Fase pasca adolesen kedua (umur 20-21 tahun)

Permukaan simfisis masih kasar dengan tonjolan melintang dan

cekungan diantaranya, tetapi cekungan mulai berkurang idekat batas

dorsal karwena terisi oleh tulang yang teksturnya halus. Formasi ini

mulai menyamarkan ekstremitas inferior dari tonjolan horizontal.

Nodulus ossifikasi (epifiseal) mungkin bersatu dengan permukaan

simfisis bagian atas, batas tepi dorsal mulai terbentuk, tidak ada batas

ektremitas, bagian depan samar-samar terhadap lereng ventral (ventral

bevel).

21

Page 23: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

3) Fase pasca adolesen ketiga (umur 22-24 tahun)

Permukaan simfisis menunjukan obliterasi progressif tonjolan dan

cekung. Terbentuk plato dorsal, terdapat nodulus ossifikasi, tepi dorsal

bertahap makin jalas, tidak dijumpi pembatsan ekstremitas.

4) Fase keempat (umur 25-26)

Peningkatan keras daerah lerng ventral, berhubungan dengan

hilangnya tonjolan dan cekungan, batas tepi dorsal sempurna akibat

terbentuknya plato dorsal, terdapat pembatasan ektremitas.

5) Fase kelima (umur 27-30 tahun)

Sedikit atau tidak ada perubahan pada permukan simfisis dan plato

dorsal, kecuali dijumpai adanya usaha sporaik dan premau pmbetukan

tanggul ventral (ventral rampart), ekstremitas bwah perti tepi dorsal,

baasnya makin bertambah jelas, pembentukan ekstremitas atas atau

tanpa bawah intervensi nodulus tulang (epifiseal).

6) Fase keenam (umur 39-44 tahun)

Batas ekstremitas makin jelas, perkembangan dan penyempurnaan

tanggul ventral terdapat gambaran granular pada permukaan simfisis

dan bagian ventral pubis tidak dijumpai bibir (lipping) pada tepi

simfisis.

7) Fase ketujuh (umur 35-39 tahun)

Perubahan pada permukaan simfisis dan bagian ventral pubis akibat

berkurangnya aktivitas, terjadi pertumbuhan tulang pada peltqakan

tendon dan ligamen terutama tendon gracilis dan ligamen

sakrotuberosum.

8) Fase kedelapan (39-44 tahun)

Permukaan simfisis umumnya halus dan inaktif, permukaan ventral

juga inaktif, batas oval sempurna atau hampir sempurna, ekstremitas

sangat jelas, tidak dijumpai bingkai (rim) yang jela pada permukaan

simfisis, tidak dijumpai bibir yang jelas baik pada tepi ventral aupun

dorsal.

9) Fase kesembilan (umur 45-50 tahun)

Permukaan simfisis menunjukan lebih kurang bingkai yang jelas, tepi

dorsal smuanya berbibir, tepi ventral berbibir tidak teratur.

22

Page 24: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

10) Fase kesepuluh (umur 50 tahun keatas)

Permukaan simfisis mengalami erosi dan menunjukan osifikasi yang

tidak menentu, tepi ventral lebih kurang mulai hancur dengan

bertambahnya umur.

b. Metode Hanihara – Suzuki

Ada 7 komponen yang diperiksa, yaitu :

1) Tonjolan dan cekungan horizontal

Tonjolan dan cekungan horizontal ini sangat jelas pada yang berumur

20 tahun : tonjolan tinggi dan cekungan tajam serta dalam. Pada umur

antara 20-23 tahun cekungan menjadi dangkal dan tonjolan relatif

tumpul. Pengikisan yang berlanjut sampai kira-kira umur 27 tahun,

setelah umur 28 tahun dengan sedikit kekecualian gambar ini akan

hilang seluruhnya permukaan simfisis akan menjadi datar.

2) Tuberkulum pubikum.

Pada tulang pubis orang yang berumur dibawah 23 tahun,

tuberkulumnya melekat melalui tulang rawan sehingga garis efisial

masih terlihat. Setelah umur 24 tahun tuburkulum akan menyatu

dengan tulang pada semua orang tanpa kecuali.

3) Ujung bawah

Sebelum umur 22 dan 23 tahun, ujung bawah permukaan simfisis tak

dapat dibedakan dari ujung atas rumus pubis inferior. Pada umur 23-

30 tahun, bagian bawah permukaan simfisis di batasi oleh tonjolan

sempit dan setelah 30 tahun, tonjolan itu melebar dan banyak kasus

bentuknya menjadi segitiga menonjol.

4) Tepi dorsal

Sampai dengan umur 19 tahun, tidak terdapat tonjolan pada batas

dorsal pada permukaan simfisis. Pada sekitar 20 tahun suatu tonjolan

samar-samar muncul pada batas dorsal permukaan. orang yang lebih

tua dari 27 tahun menunjukkan pembentukan tonjolan yang hampir

sempurna meskipun masih sempit pada seluruh panjang tepi dorsal.

Pada separuh kasus setelah 33 atau 34 tahun, tapi hal ini sangat

bervariasi.

23

Page 25: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

5) Nodulus osifikasi superior.

Pembentukan nodulus terjadi pada permukaan pubis bagian atas

selama waktu yang terbatas. Tak ditemukannya nodulus bisa berarti

umurnya dibawah 20 tahun diatas 27 tahun. Ia jelas terlihat pada umur

21-27 tahun.

6) Lereng ventral.

Sampai umur 22 tahun keatas, batas ventral permukaan simfisis pubis

bersatu dengan permukaan ventral permukaan tulang pubis. Pada

umur yang lebih tua terbentuk permukaan sempit diantara keduanya.

Tood menyebutkan lereng ventral permukaan intermedia dan

menganggapnya sebagai gambaran yang berguna untuk perkiraan

umur. Ia mulai muncul pada umur 23 tahun dan baru sempurna pada

umur 27 tahun. Antara 28-33 tahun ia telah terbentuk sempurna

sepanjang permukaan simfisis pubis. Pada individu yang pada

umurnya lebih tua dari 33 atau 34 tahun bagian atas lereng ventral

menghilang tapi pada variasi hal ini sangat besar.

7) Bingkai simfisis

Pada orang yang lebih tua, permukaan simfisis kadang-kadang

dibatasi oleh bingkai yang relatif lebar dan tumpul. Hal ini dapat

dijumpai pada orang yang berumur diatas 30 tahun dan frekuensinya

meningkat setelah umur 34 tahun, meskipun variasinya juga besar.

karenanya bila dijumpai bingkai yang jelas secara aman dapat

dikatakan bahwa umur 35-an atau lebih, tetapi individu tanpa bingkai

mungkin tidak selalu mudah.

24

Page 26: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

2. Penentuan umur dengan mulai bersatunya epiphysis dengan diaphysis

Tabel 6. Penentuan umur dengan mulai bersatunya epiphysis dengan

diaphysis

Epiphysis Umur saat mulai

bersatunya Epiphysis (tahun)

Laki-laki Perempuan

Klavikula, medial 18 – 22 17 – 21

Scapula: processus acromialis 14 – 22 13 – 20

Humerus : caput

Tuberkel mayor

Trochlea

Epicondylus lateralis

14 – 21

2 – 4

11 – 15

11 – 17

14 – 20

2 – 4

9 – 13

10 – 14

Radius: caput

distal

14 – 19

16 – 20

13 – 16

16 – 19

Ulna, distal 18 – 20 16 – 19

Ilium : Krista iliaca 17 – 20 17 – 19

Ischium: pubis 7 – 9 7 – 9

Tuberositas ischium 17 – 22 16 – 20

Femur: caput

Distal

15 – 18

14 – 19

13 – 17

14 – 17

Tibia: proximal

Distal

15 – 19

14 – 18

14 – 17

14 – 16

Fibula : proximal

distal

14 – 20

14 – 18

14 – 18

13 – 16

3. Penentuan umur dengan penutupan sutura pada krania.2

Salah satu teknik yang dikembangkan oleh Meindl dan Lovejoy (1985) untuk

menentukan umur mati adalah “latero-anterior suture closure”, penutupan

sutura cranial pada daerah lateral dan anterior. Sutura-sutura yang diperiksa

adalah:

a. Midcoronal

b. Pterion

c. Sphenofrontal: titik tengah

25

Page 27: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

d. Sphenotemporal inferior

e. Sphenotemporal superior

4. Penentuan umur dengan pertumbuhan gigi

Klasifikasi dan erupsi gigi terjadi pada umur tertentu, sehingga pengetahuan

mengenai saat gigi mengalami erupsi bisa dipakai sebagai acuan penentuan

umur individu dari umur intrauterine sampai dengan dewasa.

Dikenal tiga periode pertumbuhan gigi:9

a. Periode gigi sulung (6 bulan – 6 tahun)

Patokan waktu pertumbuhan gigi sulung:

- Gigi incisivus 1 : 6 – 8 bulan

- Gigi incisivus 2 : 8 – 10 bulan

- Gigi caninus : 16 – 20 bulan

- Gigi molar 1 : 16 – 20 bulan

- Gigi molar 2 : 20 – 30 bulan

b. Periode gigi pergantian (6 – 12 tahun)

c. Periode gigi tetap (> 12 tahun)

Patokan waktu pertumbuhan gigi tetap:

Rahang Atas Rahang Bawah

- Incisivus 1- Incisivus 2- Caninus- Premolar 1- Premolar 2- Molar 1 (6 tahun)- Molar 2 (12 tahun)- Molar 3

7 – 8 tahun8 – 9 tahun

11 – 13 tahun10 – 11 tahun12 – 13 tahun6 – 7 tahun

11 – 13 tahun17 – 21 tahun

6 – 7 tahun7 – 8 tahun8 – 10 tahun10 – 11 tahun11 – 12 tahun6 – 7 tahun

11 – 13 tahun17 – 21 tahun

26

Page 28: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

BAB III

KESIMPULAN

Jenis kelamin dan umur bisa ditentukan dari pemeriksaan tulang. Secara garis

besar penentuan jenis kelamin dari sebuah rangka dilakukan melalui 2 cara, yaitu cara

yang pertama adalah melalui pengamatan dari karakteristik tulang-tulang tertentu dan

cara yang kedua yaitu dengan cara pengukuran. Tulang-tulang yang dapat digunakan

sebagai bahan identifikasi jenis kelamin diantaranya adalah tulang kranium, tulang

panggul, tulang dada, dan tulang panjang. Sedangkan penentuan umur bisa

berdasarkan morfologi simpisis pubis, mulai bersatunya epifisis dan diafisis,

penutupan sutura kranium, dan erupsi gigi.

27

Page 29: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Mun’im A, Hertian S, et al.

Ilmu kedokteran forensik. Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 1997

2. Indrati E. Antropologi forensik. Jogjakarta: Gadjah Mada University Press, 1993

3. Knight B. Forensic pathology. Second ed. New York: Oxford University Press,

1996

4. Briggs CA. Anthropological assessment. In : Clement JG, Ranson DL, editors.

Craniofacial identification in forensic medicine. New York: Oxford University

Press, 1998. p. 53-55

5. Determination of sex by foramen magnum. Available from URL: HYPERLINK

http://www.ispub.com

6. Idries AM. Pedoman ilmu kedokteran forensic. Edisi pertama. Jakarta: Bina Rupa

Aksara, 1997

7. Fatteh A. Handbook of forensic pathology. Philadelphia: J.B.Lippincot Company,

1973. p. 51-65

8. Ritonga M, Penentuan umur melihat dari perubahan bentuk simfisis

pubis.Medan:Universitas Sumatra Utara Digital Library.2004

9. Susanti. Pertumbuhan Gigi. Bahan kuliah gigi dan mulut Mahasiswa FK UNDIP.

28

Page 30: Px Tulang Untuk Identifikasi Umur&Jenis Kelamin

29