ptk-penerapan model pembelajaran konstruktivisme pada kompetensi dasar geometri di sd berdasarkan...

78
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional dijelaskan fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional adalah : Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (UUD RI, No 20, SISDIKNAS, 2003 : 7) Pengembangan aspek-aspek tersebut bermuara pada peningkatan dan pengembangan kecakapan yang diwujudkan melalui pencapaian kompetensi peserta didik untuk bertahan hidup serta menyesuaikan diri dan berhasil dalam kehidupan. Mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian siswa, sehingga banyak siswa yang kurang antusias dan semangat mengikuti pelajaran matematika, sehingga hasil belajar matematika biasanya di bawah rata-rata. Masalah lain yang timbul pada pembelajaran matematika diantaranya masih rendahnya minat belajar matematika siswa, siswa

Upload: eka-l-koncara

Post on 27-Jul-2015

17.481 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Read online only... Lebih lanjut ke: [email protected]

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional dijelaskan fungsi dan

tujuan Pendidikan Nasional adalah :

Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap,kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab. (UUD RI, No 20, SISDIKNAS, 2003 : 7)

Pengembangan aspek-aspek tersebut bermuara pada peningkatan dan

pengembangan kecakapan yang diwujudkan melalui pencapaian kompetensi

peserta didik untuk bertahan hidup serta menyesuaikan diri dan berhasil dalam

kehidupan.

Mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang

dianggap sulit oleh sebagian siswa, sehingga banyak siswa yang kurang antusias

dan semangat mengikuti pelajaran matematika, sehingga hasil belajar matematika

biasanya di bawah rata-rata. Masalah lain yang timbul pada pembelajaran

matematika diantaranya masih rendahnya minat belajar matematika siswa, siswa

2

cenderung merasa takut apabila akan belajar matematika, siswa merasa bosan

dengan angka-angka yang menakutkan, siswa menganggap pelajaran matematika

adalah mata pelajaran yang kurang menyenangkan atau kurang menarik.

Dari permasalah di atas akan banyak menimbulkan dampak yang kurang

baik dari siswa diantaranya siswa menjadi malas untuk belajar matematika, siswa

merasa tidak termotivasi untuk belajar matematika bahkan ada siswa yang takut

untuk belajar matematika sehingga menimbulkan keberhasilan belajar matematika

semakin menurun dan cenderung hasil belajar siswa di bawah rata-rata.

Keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar mata pelajaran

Matematika sangat ditentukan oleh beberapa faktor. Diantaranya dalam

pengajaran matematika, penyampaian guru cenderung bersifat monoton, hampir

tanpa variasi kreatif, kalau saja siswa ditanya ada saja alasan yang mereka

kemukakan seperti matematika sulit, tidak mampu menjawab, takut disuruh guru

ke depan dan sebagainya.. Hal ini disebabkan karena guru dalam pembelajarannya

di kelas kurang mengaitkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa

dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan

mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika.

Hasil pembelajaran juga bukan saja tergantung pada situasi pembelajaran,

tetapi juga pada pengetahuan dasar yang dimiliki oleh siswa. Banyak sekali upaya

yang dilakukan oleh para praktisi pendidikan untuk meningkatkan motivasi dan

hasil belajar diantaranya menerapkan dan memperkenalkan berbagai metode dan

model pembelajaran serta penggunaan alat peraga dalam suatu model

pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran.

3

Salah satu model pembelajaran matematika adalah Model pembelajaran

konstruktivisme merupakan suatu penjelasan bagaimana peserta didik belajar dan

dapat membina pemahaman yang bermakna tentang alam sekeliling mereka.

Konstruktivisme merupakan landasan kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun

sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan

tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep

atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi peserta didik harus

mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Dalam model pembelajaran konstruktivisme siswa dituntut untuk

mengkonstruksi pengetahuan matematika mereka secara aktif sedangkan peranan

guru sendiri hanya sebagai moderator dan fasilitator. Sebagai moderator artinya

guru hanya menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa

bertanggung jawab dalam membuat rancangan proses penelitian, sedangkan guru

sebagai fasilitator adalah guru hanya menyediakan atau memberikan kegiatan-

kegiatan yang merangsang keingin tahuan siswa, membantu mereka untuk

mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah

mereka. Menyediakan sarana dan merangsang siswa berfikir produktif, dan guru

harus menyemangati siswa.

Berdasarkan kajian-kajian di atas maka dianggap perlu menerapkan model

pembelajaran konstruktivisme pada siswa Sekolah Dasar, sehingga dapat

menumbuh kembangkan cara berpikir logis, kritis dan sistematis. Pembelajaran

tersebut akan diterapkan pada pokok bahasan geometri, sebab pada pokok bahasan

tersebut banyak siswa yang mengalami kesulitan dengan pemahamannya. Untuk

4

itu perlu kiranya dilakukan penelitian tindakan kelas dengan judul Penerapan

Model Pembelajaran Konstruktivisme Pada Kompetensi Dasar Geometri di SD

Berdasarkan Kurikulum 2006.

B. Rumusan Masalah

Yang menjadi pokok permasalah dalam penelitian ini adalah rendahnya

minat belajar siswa dalam metematika khususnya pada geometri bangun ruang

sehingga menimbulkan kurang oftimalnya hasil belajar siswa yang cenderung di

bawah nilai rata-rata.

Agar kajian permasalah ini tidak terlampau meluas, kajian ini dibatasi

pada keberhasilan penerapan model pembelajaran konstruktivisme pada

kompetensi dasar geometri di SD berdasarkan kurikulum 2006. Sedangkan yang

menjadi subjek penelitian adalah siswa Kelas V semester 2 SD Negeri I

Gandasoli.

Selanjutnya dari rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan menjadi

pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana hasil belajar matematika siswa kelas V di SD Negeri I Gandasoli

sebelum menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme?

2. Bagaimana aktivitas dan minat belajar matematika siswa kelas V di SD

Negeri I Gandasoli untuk mengembangkan pengetahuannya dengan

menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme ?

3. Bagaimana hasil belajar matematika siswa kelas V SD Negeri I Gandasoli

setelah menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme?

5

C. Tujuan Penelitian

Ada dua tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu tujuan umum

dan tujuan khusus, yaitu :

1. Tujuan Umum

Secara umum tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui keberhasilan

penerapan model pembelajaran konstruktivisme pada pokok bahasan geometri di

SD berdasarkan kurikulum 2006 terhadap peningkatan minat dan hasil belajar

siswa.

2. Tujuan Khusus

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan secara khusus yang

ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

a. Mengidentifikasi hasil belajar matematika siswa Kelas V SDN I Gandasoli

pokok bahasan geometri bangun ruang sebelum menggunakan model

pembelajaran konstruktifisme.

b. Mengetahui aktivitas dan minat siswa dalam belajar dengan menggunakan

model pembelajaran konstruktivisme.

c. Mengidentifikasi hasil belajar matematika siswa kelas V SDN I Gandasoli

pada geometri bangun ruang setelah menggunakan model pembelajaran

konstruktivisme

6

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharafkan dapat bermanfaat untuk :

1. Penulis

Untuk dijadikan pengalaman dalam upaya meningkatkan motivasi mengajar di

masa yang akan datang.

2. Guru Kelas

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam mengembangkan

kreatifitas mengajar yang lebih berkualitas dan sebagai motivasi untuk

meningkatkan profesionalisme guru.

3. Siswa Kelas V SD Negeri I Gandasoli

Untuk memotivasi siswa dalam belajar sehingga menjadi siswa yang lebih aktif

dan kreatif dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya sehingga dapat

meningkatkan hasil belajar .

E. Klarifikasi Konsep

1. Model Pembelajaran Konstruktivisme

Model Pembelajaran Konstruktivisme lebih memfokuskan pada

kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. bukan

kepatuhan siswa dalam merefleksikan atas apa yang telah diperintahkan dan

dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk

mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi

Adapun tahap-tahap pembelajaran dalam Model Pembelajaran Konstruktivisme

adalah sebagai berikut :

7

a. Tahap Pertama

Guru mengajukan pertanyaan yang dapat mendorong siswa mengemukakan

pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas.

b. Tahap Kedua

Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok untuk menyelidiki dan menemukan

konsep yang akan dibahas dengan bantuan LKS.

c. Tahap Ketiga

Siswa diberi kesempatan untuk melaporkan hasil diskusi kelompok di depan

kelas, kemudian guru memberikan penguatan terhadap konsep hasil temuan

siswa.

d. Tahap Keempat

Siswa diberi masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena di

lingkungannya yang harus dipecahkan.

2. Hasil Belajar

Dalam proses belajar mengajar ada sesuatu yang kita harafkan yang biasa

disebut dengan hasil belajar, hasil belajar yang didapat siswa penting sekali untuk

diketahui guru agar dapat merancang/mendesain pengajaran secara tepat.. Setiap

proses belajar mengajar keberhasilannya diukur oleh berapa jauh hasil belajar

yang dicapai siswa, di samping diukur dari segi prosesnya.

Howard Kingsley (Nana Sudjana,2002 : 45) “membagi tiga macam hasil

belajar, yakni : (a) Keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian,

8

(c) sikap dan cita-cita., yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan

yang ditetapkan dalam kurikulum sekolah.”

Dan menurut Gagne (Suprayekti , 2003 : 5) “mengklasifikasikan hasil

belajar menjadi lima kategori yaitu informasi verbal, kemahiran intelektual,

strategi kognitif yang termasuk ranah kognitif, sikap dari ranah afektif dan

keterampilan motorik dari ranah psikomotor.”

Sedangkan menurut Bloom (Nana Sudjana , 2002 : 46) bahwa :” Tujuan

pendidikan yang hendak kita capai digolongkan atau dibedakan (bukan

dipisahkan) menjadi tiga bidang, yakni : (a) bidang kognitif, (b) bidang afektif,

dan (c) bidang psikomotor. Masing-masing bidang dibagi lagi menjadi bebrapa

tingkatan.”

Dari konsep-konsep di atas dapat disimpilkan bahwa hasil belajar adalah

perubahan tingkah laku yang diperoleh dari hasil interakti siswa dengan

lingkungannya yang sengaja direncanakan oleh guru dalam perbuatan

mengajarnya yang dituangkan dalam rencana pembelajaran. Hasil belajar dapat

berupa pengetahuan atau perubahan tingkah laku.

9

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Belajar Mengajar

1. Pengertian Belajar Mengajar

a. Pengertian Belajar

Menurut Bloom,dkk (Suprayekti 2003:4) „belajar secara umum dapat diartikan

sebagai proses perubahan perilaku akibat interaksi individu dengan lingkungan. Proses

perubahan perilaku ini tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi ada yang disengaja dan

direncanakan dan ada yang dengan sendirinya terjadi karena proses kematangan. Proses

yang sengaja direncanakan agar terjadi perubahan perilaku ini disebut proses belajar.

Proses ini merupakan suatu aktivitas psikis/mental yang berlangsung dalam interakti aktif

dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan yang relatif konstan dan

berbekas. Perubahan-perubahan perilaku ini merupakan hasil belajar yang mencakup

ranah kognitif, afektif dan psikomotor‟.

Crow and Crow (Surya, 1996 : 22), menyatakan bahwa : „Belajar adalah

memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap. Hal tersebut, meliputi cara-

cara baru untuk melakukan suatu usaha penyesuaian diri terhadap sesuatu yang baru.

Belajar menunjukkan adanya tingkah laku yang progresif, dan memberi kemungkinan

untuk memuaskan kebutuhan dalam mencapai tujuan. Selanjutnya, menurut Crow and

Crow pula bahwa, “belajar dapat bersifat vertikal maupun horizontal.”

Menurut H.C. Witherington (Usman, dkk 1993 : 5) mengemukakan bahwa :

„Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku di dalam kepribadian yang menyatakan diri

10

sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan keperibadian

atau suatu pengertian‟. Pendapat serupa dikemukakan oleh

Gagne (Hernawan, dkk 2007 : 62) mengemukakan bahwa „Belajar adalah suatu

perubahan tingkah laku manusia atau kemampuan yang dapat dipelihara yang bukan dari

proses pertumbuhan. Hal itu ditunjukkan dari perubahan tingkah laku yang dapat diamati

yang terjadi berdasarkan syarat-syarat tertentu yang dapat diamati pula. Belajar disebut

juga suatu proses krena secara formal dapat dibandingkan dengan proses organik lainnya

sperti pencernaan dan pernapasan‟.

Dari definisi-definisi belajar di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah

suatu proses perubahan tingkah laku pada seseorang baik perubahan sikap, kepribadian,

kebiasaan-kebiasaan maupun pengetahuan sebagai akibat dari interaksi antara peserta

didik dan pendidik atau proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang telah

direncanakan terlebih dahulu atau berdasarkan kematangan seseorang.

b. Pengertian Mengajar

Mengajar menurut Jerome S. Brunner (Usman, dkk: 1993 : 5) mengemukakan

bahwa : “Mengajar adalah menyajikan ide, problem, atau pengetahuan dalam bentuk yang

sederhana sehingga dapat dipahami oleh setiap siswa.”

Sedangkan Sudjana (2002:29) berpendapat bahwa Mengajar pada hakikatnya

adalah suatu proses, yakni proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di

sekitar siswa sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses

belajar. Pada tahap berikutnya mengajar adalah proses meberikan bimbingan/bantuan

kepada siswa dalam melakukan proses belajar.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mengajar adalah proses mengatur

dan mengorganisir keadaan ruang belajar dalam menyampaikan ide, problem atau

11

pengetahuan sehingga tercipta ruangan belajar yang tidak membosankan siswa sehingga

akan menumbuhkan dan mendorong siswa untuk melakukan proses belajar mengajar.

Dari konsep-konsep belajar dan mengajar di atas maka dapat disimpulkan bahwa

pengertian belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bersifat interaktif dari berbagai

komponen untuk mewujudkan tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan

dalam perencanaan pembelajaran.

2. Teori-teori Belajar Matematika

a. Teori Ausubel

Ausubel terkenal dengan teori belajar bermaknanya. Ia membedakan antara

belajar menemukan dengan belajar menerima. Pada belajar menerima siswa hanya

menerima, jadi tinggal menghapalkannya. Sedangkan pada belajar menemukan konsep

ditemukan oleh siswa, jadi tidak menerima pelajaran begitu saja. Pada belajar menghapal

siswa menghapalkan materi yang sudah diperolehnya. Sedangkan Pada belajar

bermakna, materi yang telah diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan lain sehingga

belajarnya lebih dimengerti (Suwangsih, 2006:78).

Pada saat metode penemuan dianggap sebagai suatu metode mengajar yang baik

karena bermakna, dan sebaliknya metode ceramah adalah metode yang merupakan belajar

menerima, Ausubel menentang pendapat itu. Ia berpendapat bahwa dengan metode

penemuan maupun metode ceramah bisa menjadi belajar menerima atau belajar bermakna

tergantung situasinya.

Selanjutnya Ausubel mengemukakan bahwa metode ekspositori adalah metode

mengajar yang paling baik dan bermakna. Hal ini ia kemukakan berdasarkan

penelitiannya.

12

b. Teori Piaget

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori

belajar kontruktivisme adalah Teori Perkembangan Mental Piaget . Teori ini biasa

disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar

tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap

perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan

intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri–ciri tertentu dalam mengkonstruksi

ilmu pengetahuan.

Perkembangan mental setiap pribadi anak melewati empat tahap, yaitu :

1). Tahap Sensori Motor (Senspry Motoric Stage)

Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui perbuatan

fisik (Gerakan anggota tubuh) dan sensori (Koordinasi alat indera). Pada mulanya

pengalaman itu bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada

penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang

asalnya terlihat kemudian menghilang dari pandangannya, asal perpindahan terlihat.

Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat

perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya, bersamaan dengan itu konsep objek

dalam struktur kognitif mulai matang. Ia mulai mapun untuk melambungkan objek fisik

ke dalam simbol misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan.

2). Tahap Pra Operasional (Pre Operational Stage)

Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian opersi konkrit. Istilah

operasi yang digunakan Piaget di sisni adalah berupa tindakan-tindakan kognitif, seperti

mengklasifikasikan sekelompok objek (Classifying), menata letak benda-benda menurut

urutan tertentu (Seriation), dan membilang (Counting). Pada tahap ini pemikiran anak

13

lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit dari pada pemikiran logis, sehingga

jika ia melihat objek-objek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakan berbeda pula.

3). Tahap Operasi Konkrit (Concrete Operational Stage)

Umumnya nak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan

benda-benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan,

kemampuan untuk mengkalasifikasi dan serasi, mampu memandang suatu objek dari

sudut pandang yang berbeda secara objektif, dan mampu berfikir reversible.

Piaget mengidentifikasi adanya enam jenis konsep kekekalan yang berkembang

selama anak berada pada tahap operasi konkrit, yaitu :

a). Kekekalan banyak (6-7 tahun)

b). Kekekalan materi (7-8 tahun)

c). Kekekalan panjang (7-8 tahun)

d). Kekekalan luas (8-9 tahun)

e). Kekekalan berat (9-10 tahun)

f). Kekekalan Volum (11-12 tahun)

4). Tahap Opersi Formal (Formal Operation Stage)

Pada tahap ini anak mulai mampu berfikir secara abstrak, dia dapat menyusun

hipotesis dari hal-hal yang abstrak menjadi real, dan tidak terlalu bergantung pada benda-

benda kongkrit.

Piaget menekankan bahwa belajar mengajar merupakan suatu proses asimilasi

dan akomodasi informasi ke dalam struktur mental. Asimilasi adalah proses terpadunya

informasi dan pengalaman baru ke dalam struktur mental. Sedangkan akomodasi adalah

hasil perubahan pikiran sebagai suatu akibat adanya informasi dan pengalaman baru.

Mereka secara aktif mencoba menerima ide baru itu dalam kaitannya dengan pengalaman

dan ide-ide lama yang sudah ada. Suatu istilah umum untuk teori belajar Piaget adalah

14

Construktivism, karena keyakinan bahwa para siswa pasti mengkonstrukti pikiran mereka

sendiri dan bukan menjadi penerima informasi yang bersifat pasif.

c. Teori Vygotsky

Menurut Vygotsky (Suwangsih, 2006:114) dalam mengkonstruksi suatu konsep

perlu memperhatikan lingkungan sosial. Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut

konstruktivisme sosial. Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky yaitu Zone of

Proximal Development ( ZPD) dan Scaffolding. Zone of Proximal Development ( ZPD)

merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai

kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial

yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah dibawah bimbingan orang

dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu. Scaffolding

merupakan sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap awal pembelajaran, kemudian

mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab

yang semakin besar setelah ia melakukannya. Scaffolding merupakan bantuan-bantuan

yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan masalah. Bantuan tersebut

dapat berupa pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang

memungkinkan siswa itu belajar mandiri.

d. Teori Bruner

Jerome Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika berhasil

jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang

terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, di samping hubungan yang terkait antara

konsep-konsep danstruktur-struktur.

Bruner, melalui teorinya itu, mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak

sebaiknya duberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat perag). Melalui alat

peraga yang ditelitinya itu anak akan melihat langsung bagaimana keteraturan dan pola

15

struktur yang terdapat dalam benda yang sedang diperhatikannya. Keteraturan tersebut

kemudian oleh anak dihubungkan dengan keterangn intuitif yang telah melekat pada

dirinya.

Bruner mengemukakan bahwa dalam proses belajarnya anak melewati 3 tahap,

yaitu :

1). Tahap Enaktif

2). Tahap Ikonik

Selain itu Bruner mengemukakan 4 dalil yang berhubungan dengan pengajaran

matematika yaitu :

1). Dalil penyusunan

2). Dalil notasi

3). Dalil pengontrasan

4). Dalil penyertaan

3. Anak Usia SD dalam Pembelajaran Matematika di SD

Suwangsih (2006:15) mengatakan bahwa :

Anak usia SD adalah anak yang berada pada usia sekitar 7 sampai 12

tahun. Menurut Piaget anak usia sekitar ini masih berpikir pada tahap operasi konkrit

artinya siswa SD belum berpikir secara formal. Ciri-ciri anak-anak pada tahap ini

dapat memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit.

Sebagaimana kita ketahui, matematika adalah ilmu deduktif, formal, hierarki dan

menggunakan bahasa simbol yang memiliki arti yang padat. Karena ada perbedaan

karakteristik antara matematika dengan anak usia SD, maka matematika akan sulit

dipahami oleh anak SD jika diajarkan tanpa memperhatikan tahap berpikir anak SD.

Seorang guru hendaknya mempunyai kemampuan untuk menghubungkan antara dunia

anak yang belum dapat berpikir secara deduktif agar dapat mengerti matematika yang

bersifat deduktif.

16

Matematika merupakan ilmu dengan objek abstrak dan dengan pengembangan

melalui penalaran deduktif telah mampu mengembangkan model-model yang merupakan

contoh dari sistem itu yang pada akhirnya telah digunakan untuk memecahkan persoalan

dalam kehidupan sehari-hari. Matematika juga dapat mengubah pola pikir seseorang

menjadi pola pikir yang matematis, sistematis, kritis dan cermat. Tetapi sistem

matematika ini tidak sejalan dengan tahap perkembangan mental anak.

Faktor lain yang harus diperhatikan dalam proses pembelajaran matematika,

selain bahwa tahap perkembangan berpikir siswa SD masih bersifat konkrit adalah

adanya keanekaragaman intelegensi siswa SD. Matematika yang dipelajari oleh siswa SD

dapat digunakan oleh mereka dalam kehidupan sehari-hari dalam lingkungannya, untuk

membentuk pola pikir yang logis, sistematis, kritis dan cermat yang pada akhirnya dapat

digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain.

4. Meningkatkan Minat Belajar Matematika pada Anak

Minat belajar merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan proses

pembelajaran matematika. Minat yang timbul dari kebutuhan anak merupakan faktor

yang penting bagi anak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya. Oleh karena itu minat

belajar anak harus diperhatikan dengan baik. Dengan adanya minat belajar pada anak

dapat memudahkan membimbing dan mengarahkan anak untuk belajar matematika.

Dengan demikian anak tidak perlu lagi mendapat dorongan dari luar jika belajar yang

dilakukannya cukup menarik minatnya.

Guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran hendaknya berusaha sedapat

mungkin untuk membangkitkan minat belajar pada anak. Berbagai cara dapat digunakan

untuk membangkitkan minat belajar pada anak, misalnya dengan memperkenalkan

kepada anak berbagai kegiatan belajar pada anak, seperti bermain sambil belajar,

17

menggunakan alat peraga, menggunakan bermacam-macam metode pembelajaran, atau

dengan mengaitkan pembelajaran matematika dengan dunia anak.

Beberapa cara yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan minat belajar anak

SD dalam belajar matematika (Suwangsih, 2006:16-18) :

a. Menyesuaikan bahan pelajaran yang akan diajarkan dengan dunia anak, misalnya

dengan memanfaatkan lingkungan sekitar.

b. Pembelajaran dilakukan dari hal yang mudah ke yang sukar atau dari konkrit ke

abstrak.

c. Menggunakan alat peraga

d. Pembelajaran sebaiknya dapat membangkitkan aktivitas anak

e. Semua kegiatan belajar harus kontras

5. Upaya Meningkatkan Prestasi Anak dalam Pembelajaran Matematika

Untuk dapat meningkatkan prestasi anak dalam pembelajaran matematika, salah

satu faktor penunjang adalah adanya proses belajar yang efektif (Suwangsih, 2006:18).

Kedewasaan manusia yang hidup dan berkembang adalah manusia yang selalu berubah

dan perubahan itu merupakan hasil belajar. Perubahan tersebut dapat berupa dari tidak

tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa dan sebagainya.

Proses belajar matematika di sekolah maupun dirumah akan berlangsung dengan

efektif jika guru dan orang tua mengetahui tugas apa yang harus dilaksanakan dalam

proses belajar matematika.

Sifat-sifat proses belajar matematika (Suwangsih, 2006:18) antara lain :

a. Belajar matematika merupakan suatu interaksi antara anak dengan lingkungan. Dari

lingkungannya anak memilih apa yang ia butuhkan dan apa yang dapat ia pergunakan

untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Menyediakan lingkungan belajar

matematika yang kaya dengan stimulus berarti membantu anak dalam pertumbuhan

dan perkembangannya.

b. Belajar berarti berbuat

Belajar matematika adalah suatu kegiatan, dengan bermain, berbuat, bekerja dengan

alat-alat. Dengan berbuat anak menghayati sesuatu dengan seluruh indera dan jiwanya.

Konsep-konsep matematika menjadi lebih jelas dan mudah dipahami oleh anak

sehingga konsep itu benar-benar tahan lama dalam ingatan anak.

c. Belajar matematika berarti mengalami

Mengalami berarti menghayati sesuatu aktual penghayatan. Dengan mengalami

berulang-ulang perbuatan maka belajar matematika akan menjadi efektif, teknik akan

menjadi lancar, konsep makin lama makin jelas dan generalisasi makin mudah

18

disimpulkan. Belajar matematika adalah suatu aktivitas yang bertujuan. Agar tujuan

matematika yang dirumuskan tercapai, maka pembelajaran harus menimbulkan

aktivitas pada anak sebab dengan aktivitas dapat diperoleh pengalaman baru. Dengan

meningkatnya aktivitas anak maka akan semakin meningkat pula pengalaman anak.

d. Belajar matematika memerlukan motivasi

Anak didik adalah manusia yang memerlukan bantuan dari sekitarnya sehingga dapat

berkembang secara harmonis. Anak didik membutuhkan kemampuan untuk

berkembang. Dengan memenuhi kebutuhan anak akan merupakan motivasi atau

dorongan untuk melakukan suatu kegiatan.

Motivasi itu dapat dirangsang dengan cara :

Merencanakan kegiatan belajar matematika dengan memperhitungkan kebutuhan

minat dan kesanggupan anak didik.

Menggunakan perencanaan pembelajaran matematika bersama dengan anak didik.

Belajar matematika memerlukan kesiapan anak didik

Kesiapan artimya bahwa anak sudah matang dan sudah meguasai apa yang diperlukan.

Anak yang belum siap tidak boleh dipaksa belajar matematika karena akan membuat

anak malas belajar dan merasa tidak mampu belajar.

e. Belajar matematika harus menggunakan daya pikir

Berpikir konkrit pada prinsipnya hanya pada jenjang SD dan setelah itu akan beralih

ke taraf berpikir abstrak. Hal ini disebabkan matematika merupakan ilmu yang

abstrak.

Untuk membantu anak berpikir abstrak, harus banyak diberikan pengalaman-

pengalaman dengan berbagai alat peraga. Pengalaman-pengalaman berpikir akan

memberikan kesanggupan kepada anak untuk memecahkan persoalan dalam

kehidupan sehari-hari.

f. Belajar matematika memerlukan latihan (drill)

Untuk memperoleh keterampilan dalam matematika diperlukan latihan berkali-kali

atau terus menerus.

B. Hakikat Matematika

1. Pengertian

Matematika

Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya

diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan itu

mempunyai asal kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science).

Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu

mathein atau mathenein yang artinya belajar atau berpikir. Jadi, berdasarkan asal katanya,

maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir

(bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan

19

menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi. Matematika terbentuk karena

pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran Russefendi

(Suwangsih, 2006:3)

Matematika terbentuk dari pengalaman manusia secara empiris. Kemudian

pengalaman itu diproses di dalam dunia rasio, diolah secara analisis dengan penalaran

didalam struktur kognitif sehingga sampai terbentuk konsep-konsep matematika agar

konsep-konsep matematika yang terbentuk tersebut itu mudah dipahami oleh orang lain

dan dapat dimanipulasi secara tepat, maka digunakan bahasa matematika atau notasi

matematika yang bernilai global (universal). Konsep matematika didapat karena proses

berpikir, karena itu logika adalah dasar terbentuknya matematika.

Pada awalnya cabang matematika yang ditemukan adalah Aritmatika atau

Berhitung, Aljabar, Geometri setelah itu ditemukan Kalkulus, Statistika, Aljabar Abstrak,

Aljabar Linear, Himpunan, Geometri Linear, Analisis Vektor dan sebagainya.

Suwangsih (2006:4) mengemukakan beberapa definisi para ahli mengenai

matematika, diantaranya sebagai berikut :

a. Russefendi (1988:23)

Matematika terorganisasi dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-

definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil. Apabila dalil-dalil tersebut telah

dibuktikan kebenarannya maka dalil-dalil tersebut berlaku secara umum, karena

itulah matematika sering disebut ilmu deduktif.

b. James dan James (1976)

Matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan besaran, dan

konsep-konsep yang berhubungan satu sama lainnya.

c. Jhonson dan Rising dalam Russefendi (1972)

Matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang

logis. Matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang

didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat representasinya dengan simbol

dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.

Matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-sifat dalam

teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak

didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya

adalah ilmu tentang keteraturan pola atau ide, dan matematika itu adalah suatu

seni, keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisannya.

d. Reys-dkk (1984)

20

Matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola

berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat.

e. Kline (1973)

Matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena

dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia

dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.

f. Sujono (1988:5)

Sujono mengemukakan beberapa pengertian matematika, diantaranya

Matematika diartikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan

terorganisasi secara sistematik. Selain itu, matematika merupakan cabang ilmu

pengetahuan tentang penalaran yang logik dan masalah yang berhubungan

dengan bilangan. Bahkan dia mengartikan matematika sebagai ilmu bantu

dalam menginterpretasikan berbagai ide dan kesimpulan.

2. Fungsi dan Tujuan Matematika berdasarkan Kurikulum 2006

a. Fungsi dan tujuan Matematika

Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan nalar melalui

kegiatan, penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen sebagai alat pemecahan masalah

melalui pola pikir dalam model matematika serta sebagai alat komunikasi melalui simbol,

tabel, grafik dan diagram dalam menjelaskan gagasan.

Tujuan pembelajaran matematika adalah melatih cara berpikir sistematis, logis,

kritis, dan konsisten.

Tujuan pembelajaran matematika (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,

2006:24) yaitu :

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan

mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat

dalam pemecahan masalah.

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika

dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan

pernyataan matematika.

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami, menyelesaikan model,

dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4) Mengemukakan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk

memperjelas keadaan atau masalah.

b. Ruang lingkup

21

Mata Pelajaran matematika pada satuan pendidikan di SD/MI meliputi aspek-aspek

sebagai berikut :

1). Bilangan

2). Geometri dan Pengukuran

3). Pengolahan Data

C. Model Pembelajaran Konstruktivisme

Model Pembelajaran Konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang

proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar perolehan

pengetahuan diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik kognitif ini hanya dapat

diatasi melalui pengetahuan diri (self regulation). Dan pada akhir proses belajar,

pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interaksi

dengan lingkungannya Bell, 1993:24, Driver & Leach, 1993:104(Karli, 2004:3).

Konflik kognitif tersebut terjadi saat interaksi antara konsepsi awal yang telah

dimiliki siswa dengan fenomena baru yang dapat diintegrasikan begitu saja, sehingga

diperlukan perubahan /modifikasi struktur kognitif (Skemata) untuk mencapai

keseimbangan. Peristiwa itu akan terjadi berkelanjutan selama siswa menerima

pengetahuan baru.

Konsep pembelajaran konstruktivis didasarkan kepada kerja akademik para ahli

psikologi dan peneliti yang peduli dengan konstruktivisme. Para ahli mengatakan bahwa

ketika siswa mencoba menyelesaikan tugas-tugas dikelas, maka pengetahuan matematika

dikonstruksi secara aktif Wood, 1990; Cobb, 1992 (Suwangsih, 2006:114). Para ahli

konstruktivisme yang lain mengatakan bahwa dari perspektifnya konstruktivis, belajar

matematika bukanlah suatu proses „pengepakan‟ pengetahuan secara hati-hati, melainkan

hal mengorganisir aktivitas, dimana kegiatan ini diinterpretasikan secara luas termasuk

aktivitas dan berpikir konseptual Cobb (Suwangsih, 2006:114). Didefinisikan oleh Cobb

(Suwangsih, 2006:114) bahwa belajar matematika merupakan proses dimana siswa secara

22

aktif menkonstruksi pengetahuana matematika. Terjadinya proses modifikasi struktur

kognitif dapat dilihat pada diagram di bawah ini:

Gambar 2.1

Skema Perolehan Pengetahuan

Skema Perolehan Pengetahuan

Stanobridge dalam Sadia, 1996:101(Karli, 2004:3)

Para ahli konstruktivis setuju bahwa belajar matematika melibatkan manipulasi

aktif dari pemaknaan bukan bilangan dan rumus-rumus saja. Mereka menolak paham

matematika dipelajari dalam satu koleksi yang berpola linear. Setiap tahap dari

pembelajaran melibatkan suatu proses penelitian terhadap makna dan penyampaian

keterampilan hafalan dengan cara yang tidak ada jaminan bahwa siswa akan

menggunakan keterampilan intelegensinya dalam setting matematika.

Hal baru (hasil interaksi dengan lingkungan)

Skema

Dibandingkan dengan konsep awal

Akomodasi Cocok Tidak cocok

Cocok Ketidaksembangan

Asimilasi Keseimbangan Jalan buntu (tidak mengerti)

Mengerti Alternatif Strategi lain

23

Lebih jauh lagi para ahli konstruktivis merekomendasi untuk menyediakan

lingkungan belajar dimana siswa dapat mencapai konsep dasar, keterampilan algoritma,

proses heuristik dan kebiasaan bekerjasama dan berefleksi. Dalam kaitannya dengan

belajar, Cobb dkk (Suwangsih 2006:115) menguraikan bahwa belajar dipandang sebagai

proses aktif dan konstruktif dimana siswa mencoba untuk menyelesaikan masalah yang

muncul sebagaimana mereka berpartisipasi aktif dalam latihan matematika dikelas.

Confrey (Suwangsih, 2006:115), yang juga banyak bicara dalam konstrukitvisme

menawarkan suatu powerfull construction dalam matematika. Dalam mengkonstruksi

pengertian matematika melalui pengalaman, ia mengidentifikasi 10 karakteristik dari

powerfull construction berpikir siswa. Lebih jauh ia mengatakan bahwa powerfull

construction ditandai oleh :

1. Sebuah struktur dengan ukuran kekonsistenan internal

2. Suatu keterpaduan antar bermacam-macam konsep

3. Suatu kekonvergenan diantara aneka bentuk dan konteks

4. Kemampuan untuk merefleksi dan menjelaskan

5. Sebuah kesinambungan sejarah

6. Terikat kepada bermacam-macam sistem symbol

7. Suatu yang cocok dengan pendapat ahli

8. Suatu yang potensial untuk bertindak sebagai alat untuk konstruksi lebih lanjut

9. Sebagai petunjuk untuk tindakan berikutnya

10. Suatu kemampuan untuk menjustifikasi dan mempertahankan Confrey (Suwangsih,

2006:115).

Semua ciri-ciri powerfull construction di atas dapat digunakan secara efektif

dalam proses belajar mengajar di kelas. Menurut Confrey (Suwangsih, 2006:115), Siswa-

siswa matematika seringkali hanya menerapkan satu kriteria evaluasi mereka dari yang

mereka konstruksi misalkan dengan bertanya “apakah ini disetujui para ahli ?”atau dalam

istilah konstruktivis “apakah itu benar?”. akibatnya pengetahuan matematika menjadi

terisolasi dari sisa pengalaman mereka yang dikonstruksi dari aksi mereka di dunia dalam

pola yang spontan dan interaktif. Oleh karena itu pandangan siswa tentang „kebenaran‟

ketika mereka belajar matematika perlu mendapat pengawasan ahli dan masyarakat.

24

Dalam kasus ini peranan guru dan peranan siswa lain adalah menjustifikasi berpikir siswa

dalam matematika. Salah satu yang mendasar dalam pembelajaran matematika menurut

konstruktivis adalah suatu pendekatan dengan sebab tidak terduga sebelumnya dengan

suatu keterikatan yang cerdik dalam mempelajari karakter, kejadian, cerita dan

implikasinya.

Pembelajran berdasarkan konstruktivisme berusaha untuk melihat dan

memperhatikan konsepsi dan persepsi siswa dari kaca mata siswa sendiri. Guru memberi

tekanan pada penjelasan tentang pengetahuan tersebut daru kacamata siswa itu sendiri.

Guru dalam pembelajaran hanya sebagai moderator dan fasilitator, Suparno, 1997 : 66

(Suwangsih, 2006 : 113) menjabarkan beberapa tugas guru tersebut sebagai berikut:

1. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung

jawab dalam membuat rancangan, proses pendidikan

2. Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan

siswa membantumereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan

mengkomunkasikan ide ilmiah mereka. Menyediakan sarana yang merangsang siswa

berfikir produktif. Guru harus menyemangati siswa.

3. Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran siswa jalan atau

tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan siswa itu

berlaku untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan.

Adapun prinsip konstruktivisme Piaget menurut De Vries dan Kohlberg;

Suparno, (1977:70) (Suwangsih, 2006 : 114) yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran

matematika antara lain :

1. Struktur psikologi harus dikembangkan dahulu sebelum persoalan bilangan

dikembangkan dulu. Bila siswa mencobamenalarkan blangan sebelum mereka struktur

logika yang cocok dengan persoalannya tidak akan ada jalan.

2. Struktur psikologi (Skemata) harus dikembangkan terlebih dahul;u sebelum simbol

formal diajarkan. Simbol adalah bahasa matematis suatu konsep tetapi bukan

konsepnya sendiri.

3. Siswa harus mendapatkan kesempatan untuk menemukan (membentuk) relasi

matematika sendiri, jangan hanya selalu dihadapkan kepada pemikiran orang dewasa

yang sudah jadi.

4. Suasana berfikir harus diciptakan.

25

D. Penerapan Model Konstruktivisme dalam Pembelajaran Geometri di Sekolah

Dasar Kelas V

Untuk menerapkan model konstruktivisme dalam pembelajaran geometri di

Sekolah Dasar Kelas V tidak dapat sekaligus tetapi memerlukan beberapa tahap. Adapun

tahap-tahap pembelajaran dalam Model Konstruktivisme tersebut adalah :

1. Tahap Pertama

Siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang

akan dibahas dengan cara guru mengajukan beberapa pertanyaan tentang fenomena yang

sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari dengan mengaitkan konsep yang akan

dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengilustrasikan

pemahamannya tentang konsep itu.

2. Tahap Kedua

Siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui

pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data secara berkelompok dengan

bantuan LKS. Kemudian hasil temuan tiap kelompok didiskusikan dengan kelompok lain.

Tahap ini akan memenuhi rasa ingin tahu siswa tentang konsep baru yang akan mereka

pelajari.

3. Tahap Ketiga

Saat siswa memberikan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil

temuannya ditambah penguatan yang diberikan guru, maka secara otomatis siswa

membangun pemahaman baru tentang konsep yang sedang dipelajari.

4. Tahap Keempat

26

Guru berusaha menciptakan suasana pembelajaran yang memungkinkan siswa

dapat menerapkan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan atau pemunculan

dan pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena dilingkungannya.

27

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar yang erat

kaitannya dengan perbaikan pembelajaran, jenis penelitian yang dianggap tepat adalah

metode Penelitian Tindakan Kelas (Action Research Class Room). Menurut Hardjodipuro

(Wibawa,2003:7)”Bahwa Penelitian Tindakan Kelas adalah suatu pendekatan untuk

memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk

memikirkan praktik mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktek tersebut, dan agar

mau untuk merubahnya.”

Penelitian Tindakan merupakan suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif

yang dilakukan oleh pelaku dalam masyarakat sosial dan betrtujuan untuk memperbaiki

pekerjaannya, memahami pekerjaan itu serta situasi di mana pekerjaan itu dilakukan.

(Kemmis dan Carr (1986) dalam Kasbolah, 1998: 13). Sedangkan Ebbut

(Kasbolah,1998: 14) mengungkapkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan studi

sistematis yang dilakukan dalam upaya memperbaiki praktik-paraktik dalam pendidikan

dengan melakukan tindakan praktis serta refleksi dari tindakan tersebut.

Penelitian Tindakan Kelas adalah Penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam

kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya

sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa meningkat. (Wardhani, dan Wihardit,2007:1.4)

Wiriaatmadja (2005:13) mengemukakan bahwa Penelitian Tiindakan Kelas

adalah bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan kondisi praktek

pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka

28

sendiri. Mereka dapat mencoba sesuatu gagasan perbaikan dalam praktek pembelajaran

mereka, dan melihat pengaruh nyata dari upaya itu.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Penelitian Tindakan

Kelas (PTK) adalah salah satu bentuk penelitian yang dilakukan langsung oleh guru

sebagai peneliti dalam rangka meningkatkan kinerjanya serta dalam upaya meningkatkan

motivasi belajar siswa dan hasil belajar yang sesuai dengan tujuan dengan menuangkan

gagasan dan ide-ide yang baru sehingga dapat menciptakan suasana pembelajaran yang

merangsang siswa untuk belajar.

Ciri-ciri Penelitian Tindakan Kelas menurut Iskandar (2006:3) adalah (1)

Perbaikan praktis pembelajaran dari dalam kelas, (2) Usaha kolaboratif antar para praktisi

pembelajaran, (3) bersifat reflektif, (4) tidak mengganggu komitmen mengajar, (5) tidak

terlalu menyita waktu, (6) metodologinya andal, (7) merupakan masalah guru, (8)

konsisten terhadap prosedur etika, (9) permasalahan ada dalam persepektif misi sekolah.

Berdasarkan uraian-uraian di atas bahwa salah satu tujuan Penelitian Tindakan

Kelas adalah untuk memperbaiki pembelajaran, yang melibatkan para praktisi

pembelajaran yaitu guru, mitra sejawat dan murid. Perbaikan pembelajaran yang

dimaksud dalam kajian ini adalah perbaikan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar

kelas V khususnya pada pokok bahasan Bangun Ruang.

Adapun model Penelitian Tindakan Kelas dalam penelitian adalah menggunakan

Model Spiral. Menurut Kemmis dan Taggart (1998) “Model Spiral yaitu model siklus

yang dilakukan secara berulang-ulang dan berkelanjutan (siklus spiral)”. Artinya semakin

lama diharapkan semakin meningkat pencapaiannya. Penelitian tindakan kelas model

Kemmis dan Taggart ini merupakan pengembangan dari konsep dasar dalam berbagai

model penelitian tindakan, terutama penelitian tindakan kelas (Classroom Action

Research) yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin.

29

Penelitian tindakan model spiral ini merupakan suatu rangkaian lengkap (a spiral

of steps) yang terdiri dari empat komponen, yaitu : 1) perencanaan (planning), yaitu

rencana tindakan apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan itu

dilakukan; 2) tindakan (acting), yaitu pelaksanaan sesuai rencana; 3) pengamatan

(observing), yaitu pengamatan yang dilakukan bersamaan dengan tindakan; 4) refleksi

(reflecting), yaitu kegiatan mengemukakan implementasi rencana tindakan. Keempat

komponen itu dipandang sebagai suatu siklus spiral atau siklus ini berulang terus sampai

masalah yang dihadapi dapat dipecahkan. Rangkaian siklus tersebut dapat dilihat pada

gambar berikut :

30

Gambar 3.1

Siklus Penelitian Tindakan Kelas Kemmis dan Taggart

Siklus PTK Model Spiral Kemmis dan Taggart

(Kasbollah 1998/1999)

Perencanaan

Pelaksanaan Refleksi I SIKLUS I

Pengamatan

Perencanaan

Pelaksanaan Refleksi II SIKLUS II

Pengamatan

Perencanaan

Pelaksanaan Refleksi III SIKLUS III

Pengamatan

?

31

Tahapan pembelajaran dalam tindakan ini dilakukan dalam tiga siklus. Setiap siklus

mengandung unsur perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.

1. Perencanaan

Kegiatan perencanaan diawali dengan merencanakan ide penelitian kemudian

ditindaklanjuti dengan observasi pelaksanaan proses. Kegiatan ini merupakan kegiatan

pendahuluan yang tujuannya untuk mengidentifikasi masalah. Adapun perencanaan awal

yang telah dilaksanakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Permohonan izin penelitian di Sekolah Dasar Negeri I Gandasoli Kecamatan Plered

Kabupaten Purwakarta kepada Kepala Sekolah. Perizinan ini dapat diperoleh dengan

mudah karena peneliti merupakan salah satu pengajar di sekolah tersebut. Kepala

Sekolah beserta dewan guru telah menyatakan kesiapannya untuk memberi dukungan

dan partisipasinya dalam pelaksanaan penelitian ini.

b. Observasi. Kegiatan ini dilakukan untuk mendapat gambaran awal tentang kegiatan

belajar mengajar, khususnya pada mata pelajaran matematika di kelas V Sekolah

Dasar.

c. Melakukan telaah terhadap jadwal pelajaran yang ada, yang menjadwalkan mata

pelajaran matematika untuk melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan Model

Pembelajaran Konstruktivisme dalam upaya meningkatan hasil belajar matematika

siswa.

d. Melakukan telaah terhadap pokok bahasan pada mata pelajaran matematika di kelas V

semester I yang akan diajukan sesuai dengan jadwal pelajaran yang berlaku.

e. Melakukuan telaah terhadap kurikulum mata pelajaran matematika yang harus

disampaikan pada semester I. Dari hasil telaah terhadap tujuan pembelajaran, isi

materi dan buku sumber akan ditentukan strategi pembelajaran yang sesuai, dengan

32

harapan dapat digunakan untuk membantu siswa mempelajari materi pada mata

pelajaran matematika agar lebih meningkatkan hasil pembelajaran.

f. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pertama (Siklus I) dengan

materi luas permukaan kubus dan balok.

2. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan penelitian dilaksanakan sesuai dengan perencanaan

tindakan yang telah dirumuskan pada tahap perencanaan. Tujuan utama pada tahap ini

adalah mengupayakan inovasi dalam proses pembelajaran dengan tujuan meningkatkan

kualitas pembelajaran. Dalam hal ini Kasihani Kasbollah (1999:72) mengungkapkan

bahwa “tindakan yang dilaksanakan harus sejalan dengan laju perkembangan pelaksanaan

kurikulum dan kegiatan belajar mengajar di kelas”. Artinya segala aktivitas Penelitian

Tindakan Kelas (PTK) tidak boleh mengganggu kegiatan pembelajaran, dalam arti

menghambat atau mengalihkan fokus kegiatan pencapaian tujuan pembelajaran yang

sebenarnya.

3. Tahap Observasi

Kegiatan observasi atau pengamatan dalam penelitian tindakan kelas dilakukan

untuk mengetahui dan memperoleh gambaran lengkap secara obyektif tentang

perkembangan proses pembelajaran, dan pengaruh dari tindakan yang dipilih terhadap

kondisi kelas dalam bentuk data.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan data berkaitan

dengan observasi ini adalah: (1) jenis data yang dihimpun adalah data yang

diperlukan dalam rangka implementasi tindakan perbaikan, (2) indikator-indikator yang

ditetapkan harus tergambarkan pada perilaku siswa dan guru secara teratur, (3)

kesesuaian prosedur pengambilan data, dan (4) pemanfaatan data dalam analisis dan

refleksi.

33

4. Tahap Refleksi

Melalui pedoman pengamatan dan alat pengumpul data yang telah dipersiapkan

sebelumnya dalam kegiatan tindakan pelaksanaan ini, maka diperoleh temuan data dan

informasi-informasi yang selanjutnya direfleksikan. Hasil refleksi ini akan memberikan

makna pada proses pembelajaran.

B. Data Penelitian

Data penelitian yang akan dikumpulkan pada kajian ini terdiri dari dua jenis,

yaitu :

1. Data Kualitatif

Data Kualitatif adalah data yang berbentuk kata-kata, bukan dalam bentuk angka.

Data Kualitatif diperoleh melalui berbagai macam teknik pengumpulan data misalnya

wawancara, analisis dokumen, diskusi, atau observasi yang telah dituangkan dalam

catatan lapangan (transkip).

Adapun data kualitatif yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah

berupa observasi. Data tersebut akan diolah selama penelitian berlangsung.

2. Data Kuantitatif

Data Kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau bilangan. Data ini berupa

tes hasil belajar yang diperoleh dari hasil eveluasi setelah selesai pembelajaran dan

selama kegiatan pembelajaran berlangsung.

C. Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi yang dipilih untuk melakukan penelitian ini adalah Sekolah Dasar Negeri

I Gandasoli yang beralamat di Kp. Cileutak Rt 04/01 Desa Gandasoli Kecamatan Plered

34

Kabupaten Purwakarta. Ada beberapa alasan mengapa lokasi yang dipilih adalah sekolah

tersebut, karena :

a. Sekolah tersebut adalah tempat kerja peneliti.

b. Adanya dorongan dan motivasi dari rekan-rekan untuk meningkatkan motivasi dan

hasil belajar siswa khususnya matematika yang dirasa masih kurang.

2. Subyek Penelitian

Yang menjadi subyek penelitian adalah siswa dan siswi kelas V semester 2

tahun pelajaran 2008/2009 di SDN I Gandasoli yang terdiri dari 23 orang. Terdiri dari 12

orang laki-laki dan 11 orang perempuan.

D. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh hasil penelitian yang obyektif, ada beberapa instrumen

penilaian yang digunakan yaitu:

1. Observasi

Observasi merupakan metode pengumpulan data yang menggunakan pengamatan

terhadap objek penelitian. Pengamatan ini dapat dilakukan secara langsung maupun tidak

langsung ketika penelitian sedang berlangsung.

Observasi yakni pengamatan kepada tingkah laku pada suatu situasi tertentu.

Observasi bisa dalam situasi yang sebenarnya atau observsi langsung dan bisa pula dalam

situasi buatan atau observasi tidak langsung. Kedua jenis observasi ini dapat dilaksanakan

secara sistematik, yakni dengan menggunakan pedoman observasi dan bisa pula tidak.

(Sudjana,2002 : 114)

Observasi dalam sebuah penelitian diartikan sebagai pemusatan perhatian

terhadap suatu objek dengan melibatkan seluruh indera untuk mendapatkan data. Jadi

observasi merupakan pengamatan langsung dengan menggunakan penglihatan,

35

penciuman, pendengaran, perabaan, atau kalau perlu dengan pengecapan. (Hatimah,

Susilana, Nuraedi, 2006 : 184)

Jadi observasi digunakan untuk mengungkap sikap atau prilaku siswa dalam

proses pembelajaran, sikap guru, serta interaksi antara siswa dengan guru dan siswa

dengan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Melalui observasi di dapat

gambaran baik secara umum maupun khusus berkenaan dengan aspek-aspek

pembelajaran yang dikembangkan.

Data hasil observasi yang dilakukan pada setiap siklus diolah kemudian

dikategorikan berdasarkan kriteria sebagai berikut :

A = Baik Sekali dengan rentang nilai 86 - 100

B = Baik dengan rentang nilai 71 - 85

C = Cukup dengan retang nilai 56 - 70

D = Kurang dengan rentang nilai 41 – 55

E = Kurang Sekali dengan rentang nilai < 40

2. Kuesioner/Angket

Kuesioner atau angket adalah metode pengumpulan data, instrumennya disebut

sesuai nama metodenya. Bentuk lembaran angket dapat berupa sejumlah pertanyaan

tertulis, tujuannya untuk memperoleh informasi dari responden tentang apa yang ia alami

dan ketahui. (Hatimah, Susilana, Nuraedi, 2006 : 184)

Angket atau kuesioner adalah alat untuk mengumpulkan data yang berupa daftar

pertanyaan yang disampaikan kepada responden untuk dijawab secara tertulis.

(Riyanto,1996 :87)

Kuesioner digunakan untuk menjaring data yang valid (absah) dan reliabel (dapat

dipercaya) mengenai pendapat siswa tentang implementasi penggunaan model

konstruktivisme yang diterapkan.

36

3. Tes

Tes adalah serentetan latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan,

pengetahuan, sikap, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau

kelompok. (Riyanto,1996 : 103)

Tes hasil belajar digunakan untuk menjaring data peningkatan hasil belajar siswa

dalam menguasai materi yang dilakukan melalui evaluasi dari tes awal, tes akhir, dan tes

proses yang diambil dari hasil Lembar Kerja Siswa (LKS) dalam setiap siklus.

Pengumpulan data melalui tes hasil belajar adalah untuk mengetahui kondisi hasil

pembelajaran siswa. Hasil dari kegiatan tersebut dapat dijadikan acuan dalam tindakan

selanjutnya.

Data tes hasil belajar berupa skor dari pembelajaran matematika pada pokok

bahasan bangun ruang, dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 60. Hal ini

didasarkan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang dibuat oleh SD Negeri I

Gandasoli yang menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mata pelajaran

matematika adalah 60, dengan skor maksimal 100. Artinya bahwa siswa yang

memperoleh skor dibawah 60 dinyatakan tidak lulus sebaliknya siswa yang memperoleh

skor diatas 60 dinyatakan lulus. Sedangkan penelitian ini sendiri mempunyai target

sampai 90 % siswa dinyatakan lulus, dihitung dengan teknik prosentase. Data tersebut

dikelompokkan berdasarkan KKM, dengan perhitungan sebagai berikut :

X

P = x 100%

Y

Keterangan : P = Persentase penilaian

X = Banyak siswa yang mendapatkan skor ≤ 60 atau ≥ 60

Y = Banyak siswa seluruhnya

37

E. Pengolahan dan Analisis Data

Teknik analisis data berlangsung dari awal sampai akhir pelaksanaan program

penelitian. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini

adalah secara kualitatif dan kuantitatif. Data hasil belajar dari setiap siklus tindakan yang

dilakukan yang meliputi data hasil observasi, hasil kuesioner dan hasil tes diproses dan

disajikan secara bertahap pada bagian pembahasan. Adapun tahapan dalam pengolahan

dan menganalisis data dalam penelitian ini adalah :

1. Pengumpulan Data

Data yang diperoleh melalui kegiatan observasi, kuesioner atau angket, dan tes

dikelompokkan dalam kelompok data peneliti. Data-data tersebut kemudian

diinterpretasikan.

2. Validasi Data

Validasi diartikan sebagai ukuran tingkat kebenaran suatu instrumen. Agar data

memiliki validasi yang tinggi, maka peneliti melakukan hal-hal sebagai berikut :

a. Triangulasi Data

Triangulasi data adalah mengecek keabsahan (validitas) data dengan

menginformasikan data yang sama dari sumber yang berbeda untuk memastikan

keabsahannya.(Wahyudin,2002 : 83)

b. Audit Trail,

Yaitu pengecekan keabsahan tamuan penelitian, dan prosedur penelitian yang

telah diperiksa dengan mengkonfirmasikan kepada sumber data pertama (guru dan siswa).

Kegiatan ini dilakukan guna memperoleh kritik, tanggapan dan masukan, sehingga bisa

mempertajam analisis, dan memperoleh validitas yang tinggi.

c. Member-check

38

Mengecek kebenaran data temuan penelitian dengan mengkonfirmasikan kepada

responden (sumber informasi). Dalam kegiatan ini data atau informasi yang diperoleh

tersebut di konfirmasikan dengan guru mitra penelitian, melalui refleksi / diskusi pada

tiap siklus sampai akhir keseluruhan pelaksanaan tindakan. Sehingga terjaring data yang

lengkap, dan memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi.

3. Interpretasi Data

Pada tahap ini, temuan-temuan penelitian diinterpretasikan berdasarkan kerangka

teoritik yang dipilih maupun norma-norma praktis yang disetujui atau intuisi guru sendiri,

yang menggambarkan pembelajaran yang baik. Dari interpretasi ini diharapkan

memperoleh makna yang berarti sebagai bahan untuk kegiatan tindakan-tindakan, atau

untuk kepentingan peningkatan kinerja guru dalam proses pembelajaran.

39

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri I Gandasoli yang

berlokasi di Kampung Cileutak Rt 05/02 Desa Gandasoli Kecamatan Plered

Kabupaten Purwakarta. SD Negeri I Gandasoli memiliki 8 Ruang Kelas, 1 Ruang

Kepala Sekolah dan Guru, 7 Ruang kelas, dan 2 MCK yang keadaannya sangat

memperihatinkan.

Selain itu SD Negeri I Gandasoli juga memiliki sarana dan prasarana

yang dapat menunjang kegiatan belajar mengajar. Untuk menunjang KBM SD

Negeri I Gandasoli memiliki berbagai macam alat peraga, seperti KIT IPA, Peta,

alat-alat olah raga dan lain-lain.

2. Subjek Penelitian

Yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas V A SD Negeri I

Gandasoli. Dengan jumlah siswa sebanyak 23 orang, yang terdiri dari 13 orang

siswa laki-laki dan 10 orang siswa perempuan. Penelitian ini dilakukan pada

semester 2 Tahun Ajaran 2008/2009.

3. Karakteristik Siswa

Keadaan siswa yang menuntut ilmu di SD Negeri I Gandasoli mayoritas

berasal dari keluarga yang memiliki latar belakang ekonomi menengah. Mata

pencaharian sebagian besar orang tua siswa adalah sebagai petani dan

40

pedagang. Jumlah seluruh siswa yang bersekolah di SD Negeri I Gandasoli pada

tahun ajaran 2008/2009 adalah 280 orang siswa, yang terbagi ke dalam 8

rombongan belajar mulai dari kelas 1 sampai dengan kelas 6. Hal ini dapat

dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.1

KEADAAN SISWA SDN I GANDASOLI

KECAMATAN PLERED

KABUPATEN PURWAKARTA

TAHUN AJARAN 2008/2009

No Kelas Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 I 23 28 51

2 II 22 24 46

3 III 19 29 48

4 IV 8 25 33

5 V A 12 11 23

6 V B 11 14 25

7 VI A 14 13 27

8 VI B 7 20 27

Jumlah 115 165 280

Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa 52,2 persen

siswa berjenis kelamin laki-laki sedangkan sisanya 47,8 persen berjenis kelamin

perempuan. Sedangkan jumlah siswa yang menjadi subjek penelitian berjumlah

23 orang dengan jumlah siswa laki-laki 12 orang dan siswa perempuan 11 orang.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

41

Tabel 4.2

KEADAAN SISWA KELAS VA

SDN I GANDASOLI

BERDASARKAN JENIS KELAMIN

No Nama Siswa Jenis Kelamin

Ket. Laki-laki Perempuan

1 Abdul Hamid L

2 Abdul Roup L

3 Angga Andrianto L

4 Angga Saputra L

5 Ajid Salikin L

6 Acep Andri P

7 Cep Ahmad Ruskanda L

8 Eka Halimatusadiah P

9 Evi Apipah P

10 Fajar Suryaman L

11 Farid Rifai L

12 Gunawan L

13 Heri Irawan L

14 Hana Nurhasanah P

15 Heni Nuraeni P

16 Irma Suryani P

17 Ikoh Nurohmawati P

18 Muhammad Rodialloh L

19 Nadia Retna Ayuningsih P

20 Endang Kusnadi L

21 Nurul Adimah P

22 Siti Aisah P

42

23 Mufti P

Jumlah 12 11

Sedangkan keadaan siswa kelas VA apabila dilihat dari kelompok usia dapat di

lihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.3

KEADAAN SISWA KELAS VA

SDN I GANDASOLI

BERDASARKAN USIA

No Usia Jumlah Porsentase Ket

1 10 Tahun 3 13

2 11 Tahun 18 78,3

3 12 Tahun 2 8,7

Jumlah 23 100

Dari tabel di atas dapat disimpulkan rata-rata usia siswa kelas VA adalah

11 tahun yaitu sekitar 78,3 % sedangkan sisanya berusia 10 tahun 13 % dan usia

12 tahun sebanyak 2 orang mencapai 8,7%.

4. Karakteristik Guru

Jumlah Personil guru, TU dan Penjaga Sekolah yang ada di SD Negeri I

Gandasoli sebanyak 14 orang. Yang terdiri dari 1 orang Kepala Sekolah, 8 orang

guru kelas dan 3 orang guru mata pelajaran, 1 orang Tata Usaha, dan 1 orang

Penjaga Sekolah. Latar belakang pendidikan guru yang mengajar di SD Negeri I

Gandasoli terdiri dari lulusan D2 sebanyak 10 orang, lulusan S1 sebanyak 2

orang . Keadaan guru di SD Negeri I Gandasoli dapat dilihat pada tabel berikut

ini :

Tabel 4.4

KEADAAN GURU SDN I GANDASOLI

TAHUN AJARAN 2008/2009

No Nama Guru NIP Ijazah

Jabatan

Mengajar

di Kelas Gol

43

1 Didin Supriadin 19530401

198109 1

001 D 2

Kepala

Sekolah - IV A

2 Inik Suhariah 19570414

197702 2

003 D 2 Guru I IV A

3 Nurlaela AK 19611201

198109 2

001 D 2 Guru IV IV A

4 Saepudin 19620930

198204 1

001 D 2 Guru II IV A

5 Ujat Suryana 19630709

198410 1

001 D 2 Guru VI A IV A

6 Rosadi 19660215

199202 1

001 D 2 Guru VI B IV A

No Nama Guru NIP Ijazah

Jabatan

Mengajar

di Kelas Gol

7 Pepi Pramahsari 19751208

199803 2

006 D 2 Guru V A III C

8 Anin Yunani 19710914

200501 2

007 D 2 Guru III II C

9 Pipih Sopiah 480 184 373 D 2 Guru

PAI I-VI II B

10 Lukman Fauzie - D 2 Guru

Olahraga I-VI GTT

11 Lili Damayanti - S 1 Guru V B GTT

12 Atien Fauziah - S 1

Guru

B.

Inggris

IV-VI GTT

13 Nurhaeni - SMEA TU - PTT

14 Sunandar - SMA Penjaga - PTT

5. Deskripsi Awal Pembelajaran

Langkah awal yang dilakukan penulis pada penelitian ini adalah

melakukan pengamatan terhadap siswa kelas V SDN I Gandasoli yang dijadikan

44

subjek pada penelitian ini. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui kemampuan

siswa ditinjau dari segi prestasi akademik, yang dikelompokkan ke dalam tiga

kategori, yaitu kategori pandai, sedang dan kurang. Penetapan prestasi akademik

siswa tersebut didasarkan pada ranking yang diperoleh siswa di kelas IV

semester kedua. Dimana untuk rangking 1sampai dengan ranking 8

dikategorikan sebagai kelompok pandai, ranking 9 sampai dengan ranking 16

dikategorikan sebagai kelompok sedang, dan ranking 17 sampai dengan ranking

23 dikategorikan sebagai kelompok kurang.

Tujuan ditetapkannya hal tersebut adalah diperkirakan mempunyai

relevansi yang berarti bagi kelancaran dan keberhasilan siswa dalam kegiatan

pembelajaran yang akan menjadi bahan kajian dalam penelitian ini. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.5

Keadaan Siswa Kelas VA SDN I Gandasoli

Berdasarkan Prestasi Akademik

No NAMA SISWA KELOMPOK

PANDAI SEDANG KURANG

1 Abdul Hamid

2 Abdul Roup

3 Angga Andrianto

4 Angga Saputra

5 Ajid Salikin

6 Acep Andri

7 Cep Ahmad Ruskanda

45

8 Eka Halimatusadiah

9 Evi Apipah

10 Fajar Suryaman

11 Farid Rifai

12 Gunawan

13 Heri Irawan

14 Hana Nurhasanah

15 Heni Nuraeni

16 Irma Suryani

No NAMA SISWA KELOMPOK

PANDAI SEDANG KURANG

18 Muhammad Rodialloh

20 Endang Kusnadi

21 Nurul Adimah

22 Siti Aisah

23 Mufti

Jumlah 8 8 7

6. Analisis dan Refleksi Terhadap Gambaran Awal Pembelajaran

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh penulis terhadap proses

pembelajaran matematika yang selama ini dilakukan selalu berpusat pada guru

(teacher centered). Siswa hanya mendengarkan penjelasan yang diberikan oleh

guru. Siswa tidak terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Sehingga

membuat hasil belajar matematika siswa pun kurang memuaskan.

46

Pada observasi selanjutnya penulis mengadakan pre test terhadap siswa

secara individu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui gambaran awal tentang

kemampuan siswa kelas V pada mata pelajaran matematika. Hasilnya akan

ditindakanjuti pada kajian yang akan penulis lakukan. Adapun hasil pelaksanaan

pree test yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.6

Perolehan Nilai Matematika Pra Siklus

NO NAMA SISWA SKOR PROSENTASE

( % )

1 Abdul Hamid 20 0 = 0

2 Abdul Roup 40 20 = 17

3 Angga Andrianto 40 40 = 26

4 Angga Saputra 20 60 = 48

5 Ajid Salikin 20 80 = 9

6 Acep Andri 40 100 = 0

7 Cep Ahmad Ruskanda 40

8 Eka Halimatusadiah 60

9 Evi Apipah 60

10 Fajar Suryaman 60

11 Farid Rifai 60

12 Gunawan 20

47

13 Heri Irawan 60

14 Hana Nurhasanah 60

15 Heni Nuraeni 40

16 Irma Suryani 60

17 Ikoh Nurohmawati 60

18 Muhammad Rodialloh 60

19 Nadia Retna Ayuningsih 40

20 Endang Kusnadi 20

21 Nurul Adimah 80

22 Siti Aisah 20

23 Mufti 20

JUMLAH 1140

RATA-RATA 49,5

Hasil skor pra siklus di atas dapat dituangkan dalam tabel distribusi

frekuensi di bawah ini :

Tabel 4.7

Distribusi Frekuensi Nilai Matematika Pra Siklus

NO

Nilai

(x)

Frekuensi

(f)

fx %

Kumulatif f Kumulatif %

Atas Bawah Atas Bawah

1 20 4 80 17 4 23 17 100

2 40 6 240 26 10 19 43 83

3 60 11 660 48 21 13 91 57

4 80 2 160 9 23 2 100 9

Jumlah 23 1140 100

48

Rata-rata 49,5

Diagram 4.1

Perolehan Nilai Matematika Pra Siklus

Dari tabel dan diagram di atas menunjukkan bahwa siswa yang

mengalami ketuntasan belajar hanya 13 orang siswa atau hanya 56,5 % dan

dinyatakan lulus, sedangkan sisanya 43.5 % dinyatakan tidak lulus.

Berdasarkan observasi dan refleksi pada tahap ini maka perlu diadakan

perbaikan-perbaikan. Hal ini dimaksudkan agar kualitas pembelajaran

matematika bisa lebih baik dan hasil belajar matematika siswa bisa lebih

memuaskan.

B. Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Tindakan Kelas

Pelaksanaan penelitian tindakan kelas disesuaikan dengan waktu yang

telah dijadwalkan sebelumnya yaitu pada tanggal 25 Mei sampai 6 Juni 2009.

49

Adapun pelaksanaan pembelajarannya disesuaikan dengan jadwal sekolah,

sehingga tidak mengganggu proses pembelajaran sehari-hari.

1. Siklus Pertama

a. Perencanaan Tindakan

Proses pembelajaran tindakan siklus pertama diawali dengan

melaksanakan segala sesuatu yang telah direncanakan pada tahap perencanaan

tindakan yang telah dibuat sebelumnya. Di dalam perencanaan tindakan diawali

dengan menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tentang

menentukan luas permukaan kubus dan balok.

b. Pelaksanaan Tindakan

Siklus pertama dilaksanakan pada hari Senin tanggal 25 Mei 2009.

Kegiatan pembelajaran pada tindakan siklus pertama ini diawali dengan

kegiatan apersepsi. Dalam kegiatan apersepsi ini guru mengajukan beberapa

pertanyaan yang dapat mendorong siswa mengemukakan pengetahuan awal

yang dimilikinya yang ada kaitannya dengan kubus dan balok. Pada kegiatan ini

sebagian besar siswa dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan guru, karena

materi tentang kubus dan balok memang sudah dipelajari sebelumnya di kelas

IV.

Kemudian guru membagi siswa ke dalam 6 kelompok. Setelah itu

membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada tiap kelompok untuk

dikerjakan dengan cara berdiskusi dalam kelompok. Soal-soal yang disajikan

dalam LKS diharapkan dapat membantu siswa dalam membangun konsep yang

akan dibahas yaitu tentang menentukan luas permukaan kubus dan balok dengan

50

menggunakan gambar kubus bergaris. Tiap kelompok diberikan kebebasan

untuk menyelesaikan soal-soal dengan caranya masing-masing.

Pada saat kegiatan diskusi kelompok berlangsung guru berjalan

berkeliling untuk mengamati aktivitas diskusi kelompok tersebut. Kepada tiap

kelompok guru mengajukan beberapa pertanyaan tentang LKS yang sedang

dikerjakan. Setelah diskusi kelompok selesai, kemudian guru memberikan

kesempatan pada tiap kelompok untuk melaporkan hasil diskusinya di depam

kelas dan kelompok lain memberikan komentar terhadap hasil temuan kelompok

yang tampil di depan kelas. Kegiatan ini dipimpin oleh guru. Setelah selesai,

kegiatan dilanjutkan dengan membuat kesimpulan terhadap hasil temuan secara

bersama-sama. Guru memberi penguatan terhadap hasil temuan tersebut.

Pada kegiatan akhir setiap siswa diberi soal-soal evaluasi mencari luas

permukaan kubus dan balok dengan menggunakan gambar kubus untuk

memantapkan pengetahuan yang telah dibangun. Kemudian dilakukan

pembahasan dan penilaian. Adapun hasil evaluasi tersebut dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 4.8

Nilai Matematika Post Test Siklus I

No Nama Siswa Skor Prosentase

( % )

1 Abdul Hamid 40 0 = 0

2 Abdul Roup 40 20 = 0

3 Angga Andrianto 60 40 = 39

4 Angga Saputra 60 60 = 57

5 Ajid Salikin 40 80 = 4

51

6 Acep Andri 60 100 = 0

7 Cep Ahmad Ruskanda 60

9 Evi Apipah 60

10 Fajar Suryaman 60

11 Farid Rifai 60

12 Gunawan 60

13 Heri Irawan 60

14 Hana Nurhasanah 60

15 Heni Nuraeni 60

16 Irma Suryani 60

17 Ikoh Nurohmawati 40

18 Muhammad Rodialloh 80

19 Nadia Retna Ayuningsih 40

20 Endang Kusnadi 40

21 Nurul Adimah 60

22 Siti Aisah 40

23 Mufti 40

JUMLAH 1220

RATA-RATA 53

Tabel 4.9

52

Distribusi Frekuensi Nilai Matematika Siklus I

NO

Nilai

(x)

Frekuensi

(f)

fx %

Kumulatif f Kumulatif %

Atas Bawah Atas Bawah

1 20 0 0 0 0 23 0 100

2 40 9 360 39 9 23 39 100

3 60 13 780 57 22 14 96 61

4 80 1 80 4 23 1 100 4

5 100 0 0 0 23 0 100 0

Jumlah 23 1220 100

Rata-rata 53

Diagram 4.2

Perolehan Nilai Matematika Siklus I

Berdasarkan Tabel 4.6 dan 4.7 dapat dilihat bahwa skor rata-rata kelas

Post Test pada tindakan siklus pertama adalah 53. Siswa yang memperoleh skor

53

diatas 60 dan dinyatakan lulus hanya 14 orang siswa atau 61 %. Sedangkan

sisanya sebanyak 9 orang siswa atau 39 % memperoleh skor dibawah 60 dan

dinyatakan tidak lulus. Ini merupakan bukti bahwa pada siklus pertama,

pembelajaran matematika dengan menggunakan Model Pembelajaran

Konstruktivisme pada sub pokok bahasan menentukan luas permukaan kubus dan

balok dengan menggunakan gambar kubus belum berhasil.

Sedangkan skor rata-rata kelompok pada siklus pertama ini dapat dilihat

pada tabel berikut :

Tabel 4.10

Nilai Rata-rata Kelompok Siklus I

No Kelompok Nilai Keterangan

1 A 60

2 B 50

3 C 50

4 D 60

5 E 60

6 F 50

Jumlah 330

Rata-rata 55

Dari tabel 4.8 di atas dapat disimpulkan bahwa dari 6 kelompok, 3

kelompok diantaranya dinyatakan telah berhasil membangun konsep tentang

bagaimana cara menentukan luas permukaan kubus dan balok dengan

54

menggunakan kubus gambar kubus berpetak, karena memperoleh skor diatas 60.

Dan ada 3 kelompok yang dinyatakan belum berhasil karena hanya memperoleh

skor 50.

c. Observasi

Observasi atau pengamatan dilakukan untuk mengamati dan mengetahui

aktivitas siswa pada saat pembelajaran berlangsung. Terutama pada saat

kegiatan diskusi kelompok dan diskusi kelas. Sedangkan untuk mengetahui

tingkat pemahaman siswa terhadap konsep yang telah dipelajari diadakan

evaluasi dengan menggunakan soal-soal evaluasi.

d. Analisis dan Refleksi Siklus Pertama

Setelah melakukan tindakan siklus pertama pada pembelajaran

matematika pada sub pokok bahasan menentukan luas permukaan kubus dan

balok dengan menggunakan gambar kubus dengan menggunakan Model

Pembelajaran Konstruktivisme, maka selanjutnya dilakukan analisis dan refleksi

hasil kegiatan berdasarkan data dan sejumlah informasi yang diperoleh dari hasil

observasi pada saat proses pembelajaran berlangsung. Adapun hasil analisis

tersebut adalah sebagai berikut:

1) Pembelajaran matematika dengan menggunakan Model Pembelajaran

Konstruktivisme untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa

Sekolah Dasar belum menunjukkan hasil yang optimal. Hal ini dapat dilihat

selama kegiatan pembelajaran berlangsung terutama pada saat diskusi kelas

masih ada beberapa kelompok yang tidak mau tampil di depan kelas untuk

melaporkan hasil diskusinya karena mereka merasa malu dan takut tampil di

55

depan kelas. Hal ini disebabkan karena sebelumnya mereka tidak terbiasa

tampil di depan kelas.

2) Partisipasi dan kerjasama siswa dalam kelompok belum terlihat. Hanya

siswa yang pandai saja yang sibuk mengerjakan soal, sedangkan siswa yang

memiliki kemampuan kurang hanya diam memperhatikan temannya yang

sedang mengerjakan soal.

3) Komunikasi antara siswa dan guru belum berjalan dengan baik. Hal ini

disebabkan siswa belum terbiasa menegemukakan pertanyaan atau

pendapatnya kepada guru.

4) Hasil belajar matematika siswa masih belum memuaskan. Hal ini dapat

dilihat dari hasil evaluasi pada siklus pertama ini menunjukkan bahwa

sebagian besar siswa dinyatakan tidak lulus.

Sebelum membuat perencanaan untuk siklus kedua, terlebih dahulu

diadakan refleksi guna meningkatkan segala sesuatu yang dirasakan masih

kurang pada pelaksanaan tindakan pertama dan hal-hal yang sudah baik tetap

dipertahankan. Perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan antara lain :

1). Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ), 2). Memberikan

motivasi kepada siswa agar berani tampil di depan kelas. Sehingga diskusi kelas

dapat berjalan dengan lancar, 3). Memberikan penjelasan kepada siswa bahwa

dalam kelompok setiap anggota kelompok mempunyai peran dan tanggung

jawab yang sama dalam segala hal serta kerjasama dan kekompakkan dalam

kelompok juga sangat dibutuhkan, 4).Memperbaiki komunikasi antara guru dan

siswa, agar terjadi interaksi yang baik pula. Sehingga dapat memperlancar

56

proses pembelajaran, dan 5).Mengoptimalkan pembelajaran dengan

menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme, agar hasil belajar siswa

dapat meningkat.

2. Siklus Kedua

a. Perencanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan siklus kedua diawali dengan melakukan refleksi

terhadap hasil yang diperoleh dari tindakan pada siklus pertama melalui analisis

terhadap sejumlah data yang telah diperoleh. Berdasarkan hasil kegiatan ini

selanjutnya dilakukan perbaikan terhadap proses pembelajaran secara

keseluruhan.

b. Pelaksanaan Tindakan

Proses pembelajaran pada tindakan siklus kedua ini dilaksanakan pada

hari Selasa tanggal 26 Mei 2009 . Prosedur pelaksanaan pembelajaran pada

tindakan siklus kedua ini sama dengan pada tindakan siklus pertama. Yaitu

diawali dengan apersepsi dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang dapat

mendorong siswa mengemukakan pengetahuan awal yang telah dimilikinya.

Kegiatan dilanjutkan dengan membagi siswa ke dalam beberapa

kelompok. Kemudian setiap kelompok diberi Lembar Kerja Siswa (LKS) yang

harus diselesaikan dengan cara berdiskusi dalam kelompok. LKS ini berisi soal-

soal yang dapat membangun pengetahuan siswa tentang konsep yang akan

dipelajari yaitu menentukan rumus luas permukaan kubus dan balok.

57

Setelah diskusi kelompok selesai, dilanjutkan dengan diskusi kelas

dimana setiap kelompok diberi kesempatan untuk tampil di depan kelas untuk

melaporkan hasil temuannya pada saat berdiskusi dan kelompok lain

memberikan komentar. Kemudian guru bersama siswa membuat kesimpulan

dari hasil temuan siswa, dan guru memberi penguatan terhadap hasil temuan

siswa tersebut.

Untuk memantapkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa guru

menyajikan soal-soal eveluasi menentukan luas permukaan kubus dan balok

dengan menggunakan rumus dalam lembar evaluasi yang harus dikerjakan oleh

setiap siswa. Kemudian dilakukan pembahasan dan penilaian. Adapun hasil post

test tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.11

Nilai Matematika Post Test Siklus II

No Nama Siswa Skor Prosentase

( % )

1 Abdul Hamid 60 0 = 0

2 Abdul Roup 60 20 = 0

3 Angga Andrianto 80 40 =13

4 Angga Saputra 40 60 = 48

5 Ajid Salikin 40 80 = 26

6 Acep Andri 60 100 = 9

7 Cep Ahmad Ruskanda 60

8 Eka Halimatusadiah 60

9 Evi Apipah 80

10 Fajar Suryaman 80

58

11 Farid Rifai 100

12 Gunawan 60

13 Heri Irawan 80

14 Hana Nurhasanah 80

15 Heni Nuraeni 80

16 Irma Suryani 60

17 Ikoh Nurohmawati 60

No Nama Siswa Skor Prosentase

( % )

19 Nadia Retna Ayuningsih 60

20 Endang Kusnadi 40

21 Nurul Adimah 100

22 Siti Aisah 40

23 Mufti 60

JUMLAH 1500

RATA-RATA 65

Tabel 4.12

Distribusi Frekuensi Nilai Matematika Siklus II

NO

Nilai

(x)

Frekuensi

(f)

fx %

Kumulatif f Kumulatif %

Atas Bawah Atas Bawah

1 20 0 0 0 0 1500 0 100

2 40 4 160 17 160 1500 17 100

3 60 11 660 48 820 1340 65 83

59

4 80 6 480 26 1300 680 91 35

5 100 2 200 9 1500 200 100 9

Jumlah 23 1500 100

Rata-rata 65

Diagram 4.3

Perolehan Nilai Matematika Siklus II

Berdasarkan data pada tabel nilai post test tindakan siklus kedua terhadap

sub pokok bahasan menentukan rumus luas permukaan kubus dan balok , dapat

disimpulkan bahwa siswa yang memperoleh skor 60 ke atas dan dinyatakan lulus

lebih dari setengah dari seluruh jumlah siswa yaitu sebanyak 19 orang siswa atau

60

83 %. Sedangkan 4 orang siswa atau 17 % dinyatakan belum lulus. Skor rata-

ratakelas pada post test tindakan siklus kedua ini adalah 65.

Sedangkan skor rata-rata kelompok siswa dapat dilihat pada tabel di

bawah ini :

Tabel 4.13

Nilai Rata-rata Kelompok Siklus II

No Kelompok Nilai Keterangan

1 A 60

2 B 60

3 C 60

No Kelompok Nilai Keterangan

4 D 50

5 E 70

6 F 60

Jumlah 360

Rata-rata 60

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa secara kelompok hampir

seluruh siswa dinyatakan telah berhasil dalam membangun konsep bagaimana

cara menentukan rumus luas permukaan kubus dan balok.

c. Observasi

Observasi atau pengamatan dilakukan untuk mengamati dan mengetahui

aktivitas siswa pada saat pembelajaran berlangsung. Terutama pada saat

kegiatan diskusi kelompok dan diskusi kelas. Sedangkan untuk mengetahui

61

tingkat pemahaman siswa terhadap konsep yang telah dipelajari diadakan

evaluasi dengan menggunakan soal-soal evaluasi.

d. Analisis dan Refleksi Siklus Kedua

Setelah melakukan tindakan siklus kedua pada pembelajaran matematika

pada sub pokok bahasan menentukan rumus luas permukaan kubus dan balok

dengan menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme, maka selanjutnya

dilakukan analisis dan refleksi hasil kegiatan berdasarkan data dan sejumlah

informasi yang diperoleh dari hasil observasi pada saat proses pembelajaran

berlangsung. Adapun hasil analisis tersebut adalah sebagai berikut:

1) Aktivitas siswa pada saat berlangsung diskusi kelompok sudah berjalan

dengan baik. Setiap anggota kelompok sudah memberikan kontribusinya

untuk kelompok. Mereka saling bekerjasama dan bahu-membahu dalam

memecahkan masalah yang ada dalam LKS.

2) Diskusi kelas sudah berjalan dengan baik. Pada siklus kedua ini semua

kelompok sudah berani tampil di depan kelas tanpa rasa malu dan takut lagi

seperti pada siklus pertama. Mereka sudah mulai terbiasa dengan kegiatan

diskusi kelas.

3) Hasil belajar matematika siswa pada siklus kedua ini mengalami peningkatan.

Hal ini dapat terlihat dari hasil perolehan nilai rata-rata post test siklus kedua

lebih baik dibandingkan nilai post test siklus pertama.

Sebelum membuat perencanaan untuk siklus ketiga, terlebih dahulu

diadakan refleksi guna meningkatkan segala sesuatu yang dirasakan masih

62

kurang pada pelaksanaan tindakan siklus kedua dan hal-hal yang sudah baik

tetap dipertahankan. Perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan antara lain :

1) Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP )

2) Membuat soal-soal yang lebih variatif dan mudah dipahami dalam LKS,

sehingga dapat lebih membantu siswa dalam membangun konsep yang

akan dipelajari.

3) Memotivasi siswa agar menciptakan diskusi kelas yang lebih aktif dan

hidup.

3. Siklus Ketiga

a. Perencanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan siklus ketiga diawali dengan melakukan refleksi

terhadap hasil yang diperoleh dari tindakan pada siklus kedua melalui analisis

terhadap sejumlah data yang telah diperoleh. Berdasarkan hasil kegiatan ini

selanjutnya dilakukan perbaikan terhadap proses pembelajaran secara

keseluruhan.

b. Pelaksanaan Tindakan

Proses pembelajaran pada tindakan siklus ketiga ini dilaksanakan pada

hari Jum‟at tanggal 29 Mei 2009 . Prosedur pelaksanaan pembelajaran pada

tindakan siklus ketiga ini sama dengan pada tindakan siklus pertama dan kedua.

63

Yaitu diawali dengan apersepsi dengan cara guru mengajukan beberapa

pertanyaan yang dapat mendorong siswa mengemukakan pengetahuan awal

yang telah dimilikinya.

Kegiatan dilanjutkan dengan membagi siswa ke dalam beberapa

kelompok. Kemudian setiap kelompok diberi Lembar Kerja Siswa (LKS) yang

harus diselesaikan dengan cara berdiskusi dalam kelompok. LKS ini berisi soal-

soal yang dapat membangun pengetahuan siswa tentang konsep yang akan

dipelajari yaitu Menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan

perhitungan luas permukaan kubus dan balok.

Setelah diskusi kelompok selesai, dilanjutkan dengan diskusi kelas

dimana setiap kelompok diberi kesempatan untuk tampil di depan kelas untuk

melaporkan hasil temuannya pada saat berdiskusi dan kelompok lain

memberikan komentar. Kemudian guru bersama siswa membuat kesimpulan

dari hasil temuan siswa, dan guru memberi penguatan terhadap hasil temuan

siswa tersebut.

Untuk memantapkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa guru

menyajikan soal-soal menentukan luas permukaan kubus dan balok dengan

menggunakan rumus dalam lembar evaluasi yang harus dikerjakan oleh setiap

siswa. Kemudian dilakukan pembahasan dan penilaian. Adapun hasil post test

tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.14

Nilai Matematika Post Test Siklus III

No Nama Siswa Skor Prosentase

64

( % )

1 Abdul Hamid 60 0 = 0

2 Abdul Roup 80 20 = 0

3 Angga Andrianto 100 40 = 4

4 Angga Saputra 60 60 = 31

5 Ajid Salikin 40 80 = 26

6 Acep Andri 60 100 = 39

7 Cep Ahmad Ruskanda 60

8 Eka Halimatusadiah 80

9 Evi Apipah 100

10 Fajar Suryaman 100

11 Farid Rifai 100

12 Gunawan 80

13 Heri Irawan 100

14 Hana Nurhasanah 100

15 Heni Nuraeni 100

16 Irma Suryani 80

17 Ikoh Nurohmawati 60

18 Muhammad Rodialloh 100

19 Nadia Retna Ayuningsih 80

20 Endang Kusnadi 80

21 Nurul Adimah 100

No Nama Siswa Skor Prosentase

( % )

22 Siti Aisah 60

23 Mufti 60

JUMLAH 1840

65

RATA-RATA 80

Tabel 4.15

Distribusi Frekuensi Nilai Matematika Siklus III

NO

Nilai

(x)

Frekuensi

(f)

fx %

Kumulatif f Kumulatif %

Atas Bawah Atas Bawah

1 20 0 0 0 0 1820 0 100

2 40 1 40 4 40 1820 4 100

3 60 7 420 31 460 1780 35 96

4 80 6 460 26 920 1360 61 65

5 100 9 900 39 1820 900 100 39

Jumlah 23 1820 100

Rata-rata 80

Diagram 4.4

Perolehan Nilai Matematika Siklus III

Berdasarkan data pada tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa pada

tindakan siklus ketiga ini hampir seluruh siswa yaitu sebanyak 22 orang siswa

atau 96 % dinyatakan lulus. Sedangkan sisanya 1 orang siswa atau 4 %

66

dinyatakan tidak lulus. Sementara skor rata-rata kelas mengalami kenaikan yang

signifikan yaitu 80.

Skor rata-rata kelompok pada tindakan siklus III ini dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 4.16

Nilai Rata-rata Kelompok Siklus III

No Kelompok Nilai Keterangan

1 A 70

2 B 80

3 C 80

4 D 70

6 E 70

7 F 80

Jumlah 450

Rata-rata 75

Berdasarkan data pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa seluruh

kelompok pada kegiatan diskusi siklus III dinyatakan lulus dengan skor yang

baik, dengan skor rata-rata 75. Ini berarti bahwa penggunaan Model

Pembelajaran Konstruktivisme yang menekankan kepada pembelajaran secara

berkelompok dinyatakan berhasil.

c. Observasi dan Analisis Tindakan Siklus Ketiga

67

Setelah melakukan pembelajaran matematika dengan menggunakan

Model Pembelajaran Konstruktivisme untuk meningkatkan hasil belajar

matematika siswa, maka dilakukanlah observasi dan analisis terhadap

pelaksanaan kegiatan tindakan tersebut. Hasil analisis tersebut dijelaskan

sebagai berikut :

1) Aktivitas siswa selama diskusi kelompok sudah berjalan sesuai dengan yang

diharapkan.

2) Hasil belajar siswa pada siklus ketiga ini mengalami peningkatan yang

signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai post test siklus ketiga yang

mengalami peningkatan dibanding siklus pertama dan kedua. Hanya 1 orang

siswa yang mendapatkan skor dibawah 60.

C. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Matematika dengan

Menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme

Informasi yang diperoleh dari hasil observasi pada setiap siklus

menunjukkan bahwa selama proses pembelajaran berlangsung siswa mau

berdiskusi dengan temannya dalam kelompok, selalu mengerjakan tugas yang

diberikan oleh guru. Selain itu mereka serius dan memiliki toleransi yang tinggi

terhadap teman dan kelompok lain pada saat pembelajaran berlangsung.

Pembelajaran dengan menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme ini

juga membuat mereka menjadi lebih berani bertanya dan mengemukakan

pendapat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.17

Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran

68

pada setiap Siklus

No Aspek Yang Dinilai

Hasil Yang Dicapai

Pra

Siklus

Siklus

I

Siklus

II

Siklus

III

1 Keberanian K C B B

2 Keaktifan C C B B

3 Menghargai pendapat teman C C B B

4 Kerja sama C C B B

5 Pemecahan masalah C C B B

6 Mengembangkan pendapat dengan

baik K C B B

7 Kreatif C C B B

8 Ketekunan C C B B

9 Ketelitian C C B B

10 Perhatian C C C B

D. Persepsi Siswa Tentang Pembelajaran dengan Menggunakan Model

Konstruktivisme

Untuk mengetahui persepsi siswa tentang pembelajaran yang telah

dilakukan, Setelah kegiatan Penelitian Tindakan Kelas Siklus III selesai, peneliti

menyebarkan angket yang berisi 4 pertanyaan. Dari jawaban-jawaban siswa dapat

ditarik beberapa kesimpulan, diantaranya :

1. Hampir seluruh siswa menjawab bahwa pembelajaran dengan menggunakan

metode konstruktivisme menyenangkan, yaitu dari 23 siswa yang menjawab

Ya sebanyak 20 siswa dan sisanya menjawab Tidak.

2. 16 orang siswa menjawab bahwa dengan menggunakan model

konstruktivisme kegiatan pembelajaran lebih mudah dipahami sedangkan

yang lainnya menjawab tidak.

3. Hampir seluruh siswa merasa lebih aktif dalam pembelajaran dengan metode

konstruktivisme.

69

4. Seluruh siswa setuju pada pembelajaran berikutnya menggunakan metode

konstruktivisme kembali.

E. Hasil Analisis Pelaksanaan Tindakan

1. Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Matematika Sebelum

Menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme

Hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika sebelum

menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme kurang memuaskan. Hal ini

dapat dilihat dari hasil perolehan skor rata-rata pada pra siklus yang hanya

mencapai 49,5. Hasil perolehan nilai ini masih jauh dibawah KKM yang telah

ditetapkan yaitu 60. Jumlah siswa yang dinyatakan lulus sebanyak 13 orang

siswa atau hanya 56,5 % dari jumlah seluruh siswa yang ada, sedangkan jumlah

siswa yang dinyatakan tidak lulus sebanyak 10 orang atau 43,5 %.

2. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan

Model Pembelajaran Konstruktivisme

Aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan Model

Pembelajaran Konstruktivisme menunjukkan hasil yang positif pada setiap

siklus. Berikut informasi yang diperoleh dari setiap siklus :

a. Aktivitas siswa pada saat pembelajaran siklus pertama dengan menggunakan

Model Pembelajaran Konstruktivisme belum menunjukkan hal yang berarti,

semuanya masih berjalan biasa-biasa saja. keaktifan siswa pada saat

pembelajaran berlangsung masih kurang. Diskusi kelompok dan diskusi kelas

belum berjalan dengan baik. Dalam diskusi kelompok hanya siswa dengan

kemampuan pandai saja yang aktif mengerjakan soal-soal dalam LKS,

70

sedangkan pada saat diskusi kelas masih ada kelompok yang belum berani

tampil di depan kelas untuk melaporkan hasil diskusinya.

b. Pada siklus kedua akitvitas siswa pada saat pembelajaran mulai menunjukkan

perubahan. Mereka mulai bersemangat dalam berdiskusi kelompok dan kelas,

dan tidak ada lagi kelompok yang tidak mau tampil di depan kelas. Pada

siklus kedua ini juga sudah mulai ada interaksi yang baik antara siswa dengan

siswa maupun antara siswa dengan guru.

c. Aktivitas siswa pada siklus ketiga jauh lebih baik dibanding siklus-siklus

sebelumnya. Mereka sangat antusias dalam melakukan pembelajaran, baik

pada saat diskusi kelompok maupun diskusi kelas.

3. Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Matematika Setelah

Menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme

Hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika setelah

menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme dalam penelitian ini cukup

memuaskan. Skor evaluasi dari siklus ke siklus mengalami peningkatan yang

signifikan. Hal ini dapat dilihat dari skor rata-rata siswa pada setiap siklus. Pada

siklus pertama skor rata-rata siswa hanya 53, pada siklus kedua naik menjadi 65,

dan pada siklus ketiga perolehan skor rata-rata siswa mengalami peningkatan lagi

dibanding siklus kedua menjadi 80.

Untuk lebih jelasnya peningkatan hasil belajar matematika siswa dengan

menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme dapat dilihat pada tabel

berikut ini :

Tabel 4.18

Rekapitulasi Nilai Hasil Belajar Matematika dengan Menggunakan

Model Pembelajaran Konstruktivisme

71

No Nama Siswa

Skor Pada

Pra

Siklus Siklus I Siklus II

Siklus

III

1 Abdul Hamid 20 40 60 60

2 Abdul Roup 40 40 60 80

3 Angga Andrianto 40 60 80 100

5 Ajid Salikin 20 40 40 40

6 Acep Andri 40 60 60 60

7 Cep Ahmad Ruskanda 40 60 60 60

8 Eka Halimatusadiah 60 40 60 80

9 Evi Apipah 60 60 80 100

10 Fajar Suryaman 60 60 80 100

11 Farid Rifai 60 60 100 100

12 Gunawan 20 60 60 80

13 Heri Irawan 60 60 80 100

14 Hana Nurhasanah 60 60 80 100

15 Heni Nuraeni 40 60 80 100

16 Irma Suryani 60 60 60 80

17 Ikoh Nurohmawati 60 40 60 60

18 Muhammad Rodialloh 60 80 60 100

19 Nadia Retna Ayuningsih 40 40 60 80

20 Endang Kusnadi 20 40 40 80

21 Nurul Adimah 80 60 100 100

22 Siti Aisah 20 40 40 60

23 Mufti 20 40 60 60

JUMLAH 1140 1220 1500 1840

RATA-RATA 49,5 53 65 80

72

F. Pembahasan dan Temuan

1. Pembahasan Hasil Penelitian

Menurut pengamatan peneliti aktivitas belajar matematika siswa dengan

menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme menunjukkan adanya

peningkatan dibandingkan dengan pembelajaran matematika dengan

pembelajaran konvensional yang hanya menekankan pada latihan-latihan soal

atau drill and practice. Karena dalam pembelajaran matematika dengan

menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme siswa aktif membangun

sendiri pengetahuannya.

Sebelum menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme proses

pembelajaran didominasi oleh guru, setelah menggunakan Model Pembelajaran

Konstruktivisme siswalah yang banyak mendominasi pembelajaran. Guru hanya

berperan sebagai fasilitator dan moderator dalam proses pembelajaran. Karena

siswalah yang membangun sendiri pengetahuan barunya dengan berbekal

pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Hal ini sejalan dengan pendapat

Piaget yang menyatakan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran anak.

Pendapat tersebut diperkuat oleh Ausubel yang menyatakan bahwa faktor yang

paling penting yang mempengaruhi belajar yaitu apa yang diketahui siswa, guru

harus meyakininya dalam mengajar.

Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil belajar matematika siswa dalam

pembelajaran matematika setelah menggunakan Model Pembelajaran

73

Konstruktivisme mengalami peningkatan dibanding sebelum menggunakan

Model Pembelajaran Konstruktivisme . Hal ini dapat dilihat dari skor evaluasi

yang terus meningkat dari siklus ke siklus.

Untuk lebih jelasnya hasil perolehan skor rata-rata hasil belajar siswa

tiap siklus dapat dilihat pada grafik berikut ini :

Diagram 4.5

Nilai Rata-Rata Tiap Siklus

2. Temuan

Salah satu temuan pada penelitian ini bahwa pembelajaran matematika

dengan menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme dapat

meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Temuan ini diperkuat oleh temuan

Deti Rostika (2008). Dalam penelitiannya beliau menemukan bahwa dengan

menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme hasil belajar matematika

siswa mengalami peningkatan.

74

Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti pada awal pembelajaran

dengan menggunakan Model Pembelajaran Konstruktivisme menunjukkan

bahwa pada saat dilakukan diskusi kelompok maupun diskusi kelas belum

berjalan dengan baik. Kegiatan diskusi masih didominasi oleh siswa yang

pandai.

Dari hasil penskoran terhadap LKS yang mereka kerjakan, pada

umumnya mereka kesulitan mengkomunikasikan jawaban mereka dengan baik.

Walaupun secara keseluruhan sebetulnya mereka dapat menyelesaikan soal-soal

dalam LKS tersebut.

Berdasarkan temuan peneliti dari hasil Penelitian Tindakan Kelas yang

dilakukan, pembelajaran dengan menggunakan Model Pembelajaran

Konstruktivisme perlu mendapat perhatian dan dikembangkan, karena

berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika siswa.

75

BAB V

KESIMPILAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mulai dari studi pendahuluan sampai berakhirnya

penelitian pada siklus III dapat disimpulkan hal-halberikut ini :

1. Pembelajaran geometri bangun ruang sebelum menerapkan model konstruktivisme

dari segi hasil masih kurang, baik dari nilai post tes maupun partisifasi siswa dalam

pembelajaran.

2. Penerapan model konstruktivisme dalam pembelajaran matematika khususnya

geometri bangun ruang telah mampu menumbuhkan aktivitas dan minat siswa dalam

pembelajaran, hal ini dapat dilihat pada hasil partisifasi aktivitas siswa selama

pembelajaran yang menunjukkan peningkatan yang signifikan pada setiap siklusnya.

3. Pembelajarn geometri dengan menerapkan model pembelajaran konstruktivisme

telah menunjukkan hasil yang baik, hal ini terlihat dari nilai rata-rata perolehan tiap

siklus. Di mana pada siklus I nilai rata-ratanya 53, kemudian meningkat pada siklus

kedua dengan nilai rata-rata 65, dan akhirnya pada siklus III mencapai nilai rata-rata

80.

Meskipun pada intinya peningkatan hasil belajar di atas karena adanya pengaruh

dari penggunaan model konstruktivisme yang digunakan dalam pembelajaran, namun

tentu sajahal ini tidak terlepas dari berbagai faktor yang mendukung.

Dari ketiga kesimpulan yang telah diuraikan di atas, ditarik kesimpulan bahwa

penerapan model konstruktivisme pada pembelajaran matematika telah memberikan

76

dampak yang positif, baik hasil yang berupa nilai maupun sktivitas dan minat belajar

siswa yang semakin meningkat.

B. Rekomendasi

Berdasarkan temuan-temuan selam penelitian, peneliti merekomendasikan hal-hal

sebagai berikut :

1. Sebaiknya suatu pembelajaran dilakukan dengan tidak mengesampingkan faktor-

faktor yang mempengaruhinya.

2. Alangkah baiknya suatu pembelajaran telah disusun secara sistematis dan

direncanakan dengan matang melalui suatu rencana pembelajaran serta pelaksanaan

dari rencana pembelajaran tersebut.

3. Dalam suatu pembelajaran guru hendaknya mampu mengembangkan motivasi

belajar siswa pada awal pembelajaran, dan dalam proses pembelajaran itu sendiri

agar siswa tidak merasa bosan dan jenuh apalagi ketakutan.

77

DAFTAR PUSTAKA

Burhanudin, TR. (2007), Pendekata, Metode, dan Teknik Penelitian Pendidikan.

UPI Kampus Purwakarta

Hamalik, O. (2004), Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung : Sinar

Baru Algensindo

Herman, T. dan Sufyani, P. (2007), Bahan Ajar Pendidikan dan Latihan

Profesi Guru. Bandung : Unipersitan Pendidikan Indonesia

Karli, H dan Margaretha. (2002), Implementasi Kurikulum Berbasis

Kompetensi 1. Bandung : Bina Media Informasi

Kasbollah, K (1998/1999). Penelitian Tindakan Kelas. Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan. Jakarta : DIRJEN DIKTI

Mulyasa, E. (2004), Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung : Remaja

Rosdakarya

Natawidjaja,R.(1995/1996)Pokok-Pokok Pikiran Mengenai Penelitian Kelas.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Riyanto, Y. (1996), Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya : SIC

Sudjana, N. (2002), Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung :

Sinar Baru Algensindo

Suprayekti, (2003), Interaksi Belajar Mengajar. Jakarta : Departeman Pendidikan

Nasional

Surya, M. (1996), Psikologi Pendidikan. Bandung : CV. Pembangunan Jaya

Suwangsih, E. dan Tiurlina (2006), Model Pembelajaran Matematika.

Bandung : UPI Press

Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003. (2003), Sistem Pendidikan Nasional.

Bandung : Citra Umbara

Usman, U. dan Setiawati,L. (1993), Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar

Mengajar. Bandung : Remaja Rosda Karya

78

Wardani, IGAK dan Wihardit, K. (2008), Penelitian Tindakan Kelas.

Universitas Terbuka

Wibawa, B. (2003), Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Departemen

Pendidikan Nasional

Departemen Pendidikan. (2006), Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Tingkat SD,MI dan SLB, Departemen Pendidikan.

Tesis

Wahyudin, D. (2002), Implementasi Pendidikan Keterampilan Proses dalam

Pembelajaran Pendidikan IPS di SD. Bandung : Program Pasca Sarjana

Universitas Pendidikan Indonesia

Jurnal

Iskandar, S. (2006), Ancangan Alternatif Penelitian bagi Guru Sekolah Dasar.

Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia