ptk matematika

Upload: topenk-baday

Post on 19-Jul-2015

741 views

Category:

Documents


27 download

TRANSCRIPT

KEEFEKTIVAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN JIGSAW II TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA POKOK BAHASAN TEOREMA PYTHAGORAS PADA SISWA KELAS VIII-A SEMESTER 1 SMP N 5 MALANG TAHUN PELAJARAN 2010/2011ABSTRAK RV. Sudharmanto. Keefektivan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Dan Jigsaw VIII-A Terhadap Hasil Belajar Matematika Pokok Bahasan Teorema Pythagoras Pada Siswa Kelas VIII-A Semester 1 SMPN 5 Malang Tahun Pelajaran 2010/2011 . Matematika yang bersifat deduktif aksiomatik dan berangkat dari hal-hal yang abstrak, cenderung sulit diterima dan dipahami oleh siswa sehingga mengakibatkan daya tarik siswa terhadap pelajaran matematika cukup rendah. Oleh karena itu penyajian materi perlu mendapat perhatian guru, dan hendaknya dalam pembelajaran di sekolah guru memilih dan menggunakan strategi pendekatan, metode dan teknik yang banyak melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik mental, fisik, maupun sosial. Salah satu alternatif pembelajaran yang dapat digunakan diantaranya adalah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif. Ada beberapa tipe dalam model pembelajaran kooperatif diantaranya tipe STAD dan tipe JIGSAW VIII-A. Dari hal tersebut muncul permasalahan manakah yang lebih efektif antara pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW VIII-A, ataukah pembelajaran konvensional pada siswa kelas VIII-A semester 1 SMPN 5 Malang tahun pelajaran 2010/2011 pada pokok bahasan teorema Pythagoras. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah perbedaan hasil belajar matematika pokok bahasan Teorema Pythagoras antara siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD, tipe JIGSAW VIII-A, dan siswa yang dikenai pembelajaran konvensional. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII-A SMP N 5 Malang Tahun Pelajaran 2004/ 2005, Sampel penelitian ini diambil dengan teknik random sampling yaitu kelas VIII-A yang dikenai pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II dan kelas VIII-A yang dikenai pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, dan satu kelas kontrol yaitu kelas VIII-A yang dikenai pembelajaran konvensional. Kemudian ditentukan pula satu kelas Ujicoba yaitu kelas VIII-A. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW VIII-A, model pembelajaran kooperatif tipe STAD, dan konvensional. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD, tipe JIGSAW VIII-A dan siswa yang dikenai pembelajaran konvensional. Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan terdiri dari uji pendahuluan dan uji tahap akhir. Uji pendahuluan meliputi uji homogenitas dan uji normalitas, sedangkan uji tahap akhir meliputi analisis varians dan uji Rank Berganda Duncan. Data awal dalam penelitian ini diperoleh dari nilai ulangan harian siswa pada pokok bahasan kuadrat dan akar kuadrat. Dari data tersebut diperoleh bahwa sampel berasal dari populasi yang normal dan homogen. Setelah dua kelas eksperimen dan satu kelas kontrol diberi perlakuan yang berbeda, ketiga kelas tersebut diberikan tes hasil belajar pokok bahasan teorema Pythagoras. Dari tes hasil belajar tersebut diperoleh nilai rata-rata kelas VIIIA-D=5,007; nilai rata-rata kelas VIII-A-E=5,2053; dan nilai rata-rata kelas VIII-A- F= 4,338. Dari Analisis Varians diperoleh Fhitung=5,28973 dan Ftabel=3,08 berarti Fhitung>Ftabel. Jadi Ho ditolak, dengan kata lain ada perbedaan yang signifikan hasil

belajar matematika pokok bahasan teorema Pythagoras siswa kelas VIII-A SMPN 5 Malang Tahun Pelajaran 2010/2011 antara siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW VIII-A, tipe STAD, dan siswa yang dikenai pembelajaran konvensional. Dari uji rank Berganda Duncan diperoleh hasil belajar siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II lebih baik daripada hasil belajar siswa yang dikenai pembelajaran konvensional dan hasil belajar siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada hasil belajar siswa yang dikenai pembelajaran konvensional, sedangkan siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II maupun tipe STAD mempunyai hasil belajar yang tidak berbeda secara signifikan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa yang diberi pengajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW VIII-A maupun tipe STAD mempunyai hasil belajar yang lebih baik daripada hasil belajar siswa yang dikenai pembelajaran konvensional. Untuk itu perlu diadakan suatu pengenalan model pembelajaran kooperatif lebih lanjut agar model pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan yang lain.

DAFTAR ISI

ABSTRAK ........................................................................................................... LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................... MOTTO DAN PERSEMBAHAN.......................................................................... KATA PENGANTAR ........................................................................................ DAFTAR ISI ...................................................................................................... DAFTAR TABEL.................................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... A. B. C. D. E. Alasan Pemilihan Judul .......................................................................... Permasalahan.......................................................................................... Penegasan Istilah .................................................................................... Tujuan Dan Manfaat ............................................................................... Sistematika Penulisan Skripsi ................................................................. 5 5 12 17 20 21 25 39 41 42 42 43 43 46 46 46 53 58 1 1 3 4 7 9

BAB VIII-A LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS................................................ A. B. C. E. F. G. H. I. Matematika Sekolah ............................................................................... Pembelajaran Kooperatif ........................................................................ Pembelajaran Kooperatif Tipe JIGSAW VIIIA.............................................. Pembelajaran Konvensional.................................................................... Teori Belajar Dan Hasil Belajar Matematika........................................... Teorema Pythagoras ............................................................................... Kerangka Berpikir ................................................................................. Hipotesis Penelitian ...............................................................................

BAB VIII-AI METODE PENELITIAN ...................................................................... A. Metode Penentuan Obyek Penelitian....................................................... B. Variabel Penelitian ................................................................................ C. Prosedur pengumpulan Data ................................................................... D. Alat Pengumpulan Data .......................................................................... E. Teknik Pengumpulan Data...................................................................... F. Analisis Instrumen.................................................................................. G. Metode Analisis Data ............................................................................ BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN......................................

A.

Hasil Penelitian ...................................................................................... B. Pembahasan............................................................................................ BAB V PENUTUP ............................................................................................... A. B.

58 62 67

Kesimpulan ............................................................................................ 67 Saran ...................................................................................................... 68 69 71

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ LAMPIRAN-LAMPIRAN .....................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A.

Alasan Pemilihan Judul dengan

Proses belajar mengajar merupakan rangkaian kegiatan komunikasi antara siswa

guru. Proses belajar mengajar dikatakan efektif apabila terjadi transfer belajar yaitu materi pelajaran yang disajikan guru dapat diserap ke dalam struktur kognitif siswa. Siswa dapat mengetahui materi tersebut tidak hanya terbatas pada tahap ingatan saja tanpa pengertian (rote learning) tetapi bahan pelajaran dapat diserap secara bermakna (meaning learning). Agar terjadi transfer belajar yang efektif, maka kondisi fisik dan psikis dari setiap individu siswa harus sesuai dengan materi yang dipelajarinya. belajar mengajar matematika selalu melibatkan siswa Dalam secara aktif proses untuk

mengembangkan kemampuannya dalam berpikir rasional, kritis, dan kreatif. Matematika yang bersifat deduktif aksiomatik dan berangkat dari hal-hal yang cenderung sulit diterima dan dipahami oleh siswa. abstrak,

Konsep matematika tersusun

secara hierarkis, yang berarti bahwa dalam mempelajari matematika konsep sebelumnya yang menjadi prasyarat harus benar-benar dikuasai agar dapat memahami konsep

selanjutnya. Oleh karena itu penyajian materi perlu mendapat perhatian guru. Dalam pembelajaran di sekolah guru hendaklah memilih dan menggunakan

strategi pendekatan, metode dan teknik yang banyak melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik mental, fisik, maupun sosial. Menurut petunjuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di sekolah, penerapan strategi yang dipilih dalam pembelajaran matematika harus bertumpu pada optimalisasi interaksi semua unsur pembelajaran, indra siswa. Menurut Monks, Knoers dan Siti Rahayu dalam Dimyati (1999: 25) dari segi dua hal yaitu

dan optimalisasi keterlibatan seluruh

perkembangan anak telah memiliki tujuan sendiri pada usia masih muda (pubertas) dan dewasa muda. Pada usia tersebut siswa telah sadar dan memiliki rasa tanggung jawab.

Siswa SMP berada pada usia pubertas. Dari segi pembelajaran, maka sadar diri dan

rasa tanggung jawab tersebut perlu ditanamkan. Dengan kata lain siswa SMP secara perlahan perlu dididik agar memiliki rasa tanggung jawab dalam belajar dan membuat program belajar dengan tujuan belajar sendiri. Siswa perlu dididik untuk menjalankan program dan mencapai tujuan belajar sendiri

Belajar dengan pengajaran kelompok kecil membuat siswa belajar lebih kreatif mengembangkan sifat kepemimpinan pada siswa serta

dan

dapat memenuhi kebutuhan (2000: 17)

siswa secara optimal. Linda Lundgren dalam Muslimin Ibrohim menyatakan Hasil penelitian

menunjukkan bahwa

pembelajaran kooperatif memiliki dampak positif untuk siswa yang rendah hasil belajarnya. Hal ini disebabkan pembelajaran kooperatif memanfaatkan kecenderungan siswa berinteraksi. Terdapat beberapa macam (tipe) untuk

pembelajaran kooperatif, diantaranya

tipe STAD dan JIGSAW VIII-A. Untuk mengetahui efektifitas kedua tipe pembelajaran kooperatif tersebut pada siswa SMP diperlukan adanya penelitian. Di SMP N 5 Malang model pembelajaran yang digunakan pada mata pelajaran matematika masih menggunakan pembelajaran konvensional. Menurut pengamatan hasil belajar matematika pada pokok bahasan kuadrat dan akar kuadrat masih belum memuaskan, untuk itu perlu diadakan penelitian khususnya pembelajaran matematika pada pokok bahasan teorema Pythagoras agar hasil belajarnya meningkat. Untuk mengetahui pembelajaran mana yang lebih baik, maka dilakukan penelitian berjudul KEEFEKTIVAN MODEL PEMBELAJARAN yang

KOOPERATIF TIPE STAD DAN

JIGSAW II TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA POKOK BAHASAN TEOREMA PYTHAGORAS PADA SISWA TAHUN PELAJARAN 2010/2011. KELAS VIII-A SEMESTER 1 SMPN 5 MALANG

B.

Permasalahan

Masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah:

1. apakah ada perbedaan hasil belajar matematika pokok bahasan teorema Pythagoras antara siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW VIII-A, dan siswa yang dikenai pembelajaran konvensional; 2. jika ada perbedaan hasil belajar matematika pokok bahasan teorema Pythagoras antara siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe pembelajaran konvensional, maka: a. apakah hasil belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada siswa yang dikenai pembelajaran konvensional pada pokok JIGSAW VIII-A, dan siswa yang dikenai

bahasan teorema Pythagoras siswa SMP kelas VIII-A; b. apakah hasil belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW VIII-A lebih baik daripada siswa yang dikenai pembelajaran konvensional pada pokok bahasan teorema Pythagoras siswa SMP kelas VIII-A; c. manakah yang lebih baik hasil belajar matematika antara siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model pembelajaran kooperatif tipe

JIGSAW II pada pokok bahasan teorema Pythagoras siswa SMP kelas VIII-A .

C.

Penegasan Istilah

1. Keefektivan Efektif adalah ada pengaruhnya atau dapat membawa hasil. Keefektivan adalah keberhasilan tentang suatu usaha atau tindakan. (Kamus besar bahasa Indonesia,1993:219) Keefektivan yang dimaksudkan pada judul di atas bahwa dalam penelitian ini hasil belajar dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan JIGSAW II lebih baik dari pada hasil belajar kelas dengan pembelajaran konvensional. 2. Pembelajaran, yakni suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik. Sedangkan menurut aliran kognitif pembelajaran adalah cara guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir agar mengenal dan

memahami apa

yang dapat dipelajari apa yang sedang terjadi. (Darsono, 2000: 24)

Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran dengan metode ekspositori dimana guru lebih banyak berperan. 3. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi belajar dimana siswa belajar dalam kelompok kecil dengan tingkat kemampuan yang berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok setiap anggota saling bekerja sama dan membatu untuk memahami suatu bahan pembelajaran. Selama kerja kelompok, tugas anggota

kelompok adalah mencapai ketuntasan materi dan saling membantu teman sekelompok mencapai ketuntasan.(Slavin dalam Hermin Budiningrati, 1998;11) 4. Pembelajaran Kooperaif Tipe STAD Student Team Achievement Division (STAD) merupakan tipe pembelajaran yang paling sederhana sebuah model yang bagus untuk memulai bagi seorang guru yang baru untuk menggunakan pendekatan kooperatif. 5. Pembelajaran Kooperatif Tipe JIGSAW VIII-A Pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW VIII-A merupakan model pembelajaran dimana siswa belajar berkelompok / tim yang beranggotakan 4 atau 5 orang siswa heterogen kemampuannya. Dalam pembelajaran ini yang

siswa digolongkan dalam dua

kelompok yaitu kelompok asal dan kelompok ahli. Masing masing anggota kelompok asal bertemu dalam kelompok ahli untuk membahas materi yang ditugaskan pada masingmasing anggota kelompok dimana guru sebelumnya tidak menjelaskan tentang materi tersebut. Setelah pembahasan dalam kelompok ahli selesai kemudian tiap siswa kembali ke kelompok semula (asal) dan menjelaskan pada teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan materi. 6. Hasil Belajar Matematika Hasil belajar matematika adalah hasil belajar yang diperoleh dari perubahan tingkah laku berkat pengalaman dan latihan yang berupa penguasaan pengetahuan dan keterampilan dalam pelajaran matematika.(Darsono, 2000: 27) 7. Pembelajaran Konvensional Menurut percivel F dan Ellington H ( terjemahan Sudjarwo,1998:19) pendekatan

yang berorientasi pada guru adalah pendidikan yang konvensional dimana hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan oleh guru. Berdasarkan kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa guru memegang peranan utama dalam menentukan isi dan proses belajar, termasuk dalam menilai kemajuan belajar siswa. Pada penelitian

ini, pembelajaran konvensional adalah pembelajaran dengan menggunakan metode ekspositori. 8. Teorema Pythagoras Teorema Pythagoras adalah bagian dari materi geometri SLTP yang banyak menuntut siswa untuk dapat menemukan prinsip dan menggunakan teorema itu dalam menyelesaikan soal-soal bangun datar, bangun ruang, atau masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam penelitian ini teorema Pythagoras merupakan salah satu pokok bahasan yang terdapat dalam mata pelajaran matematika bagi SLTP kelas VIII-A semester I. D. Tujuan Dan Manfaat

1. Tujuan

a. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan hasil belajar matematika pokok bahasan teorema Pythagoras antara siswa yang dikenai model kooperatif tipe STAD, siswa yang dikenai model pembelajaran pembelajaran tipe

kooperatif

JIGSAW VIII-A, dan siswa yang dikenai pembelajaran konvensional. b. Jika ada perbedaan hasil belajar matematika pokok bahasan teorema Pythagoras antara siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW VIII-A, dan siswa yang dikenai pembelajaran konvensional, maka: 1. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah hasil belajar yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih siswa yang dikenai matematika baik daripada siswa

pembelajaran konvensional pada pokok

bahasan teorema pythagoras siswa SMP kelas VIII-A; 2. penelitian bertujuan untuk mengetahui apakah hasil belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II lebih baik daripada siswa yang dikenai pembelajaran konvensional pada pokok bahasan teorema pythagoras siswa SMP kelas

VIII-A; 3. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manakah yang lebih baik hasil belajar

matematika antara siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II pada pokok bahasan teorema Pythagoras siswa SMP kelas VIII-A. 2. Manfaat Hasil dari kegiatan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk, a. memberikan alternatif model pembelajaran pokok bahasan teorema Pythagoras; b. menumbuhkan semangat kerjasama, karena dalam model pembelajaran kooperatif keberhasilan individu merupakan tanggung jawab kelompok; c. meningkatkan motivasi dan daya tarik siswa terhadap mata pelajaran matematika; d. memberi bekal mahasiswa calon guru matematika siap melaksanakan tugas di lapangan sesuai kebutuhan lapangan (stakeholder).

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Matematika Sekolah

Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di sekolah yaitu yang diajarkan di pendidikan dasar (SD dan SMP) dan pendidikan menengah (SMA/ SMK). Sedangkan

yang dimaksud kurikulum matematika adalah kurikulum pelajaran matematika yang diberikan di jenjang pendidikan menengah ke bawah bukan di jenjang perguruan tinggi. Fungsi mata pelajaran matematika sebagai alat, pola pikir, dan ilmu atau pengetahuan. Siswa diberikan pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan suatu informasi misalnya melalui persamaan- persamaan/tabel-tabel model-model matematika yang merupakan penyederhanaan dari dalam

soal-soal cerita/ soal

uraian matematika lainnya. Belajar matematika bagi para siswa, juga merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan diantara penalaran-penalaran sebagai ilmu itu. Selain itu matematika berfungsi

atau pengetahuan, sehingga tentunya pengajaran matematika di sekolah

harus diwarnai oleh fungsi tersebut.(Erman Suherman, 2003: 55-56) Tujuan umum pembelajaran matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yaitu memberikan penekanan pada keterampilan dalam penerapan matematika, dalam kehidupan sehari-hari maupun pengetahuan lainnya. Menurut Erman Suherman (2003: 58) tujuan pembelajaran matematika di SMP adalah agar: a. siswa memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika; dalam membantu mempelajari baik ilmu

b. siswa memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan ke pendidikan menengah; c. siswa memiliki keterampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan dari matematika sekolah dasar untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari; d. siswa memiliki pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis, kritis, cermat, dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika Karakteristik pembelajaran matematika di sekolah sebagai berikut (Erman Suherman, 2003: 68-69). a. Pembelajaran matematika adalah berjenjang (bertahap). Bahan kajian matematika diajarkan secara berjenjang/ bertahap, yang dimulai dari hal yang konkrit dilanjutkan ke hal yang abstrak, dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks atau dari konsep yang mudah ke konsep yang lebih sukar. b. Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral. Dalam setiap memperkenalkan konsep dan bahan yang baru perlu

memperhatikan konsep/ bahan yang dipelajari siswa sebelumnya. Bahan yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajarinya dan sekaligus untuk mengingatkannya kembali. c. Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif. Pemahaman konsep-konsep matematika melalui contoh-contoh dengan sifat yang sama yang dimiliki dan yang tidak dimiliki oleh konsep-konsep tersebut merupakan tuntutan pembelajaran matematika. d. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi. Kebenaran dalam matematika sesuai dengan struktur deduktif aksiomatiknya. Kebenarankebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan kebenaran konsistensi, tidak ada pertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan konsep lainnya. Penilaian pembelajaran matematika ditekankan pada proses dan hasil berpikir. Dalam proses berpikir perlu dilihat tata nalar, alasan (reasoning) dan kreativitas. Proses dan hasil berpikir tersebut dinilai dari segi kelogisan, kecermatan, efisiensi dan ketepatan (efektifitas). Penilaian pembelajaran perlu diusahakan menyeluruh dalam arti meliputi langkah kerja dan hasil kerja

Menurut Erman Suherman (2003:72) cara menilai dapat dilakukan antara lain melalui: a. pengamatan terhadap siswa sewaktu bekerja, mengajukan pertanyaan, berdialog dengan teman yang lain ; b. mendengarkan dengan cermat apa yang sedang diperbincangkan siswa; c. mendengarakan dengan cermat pendapat siswa; d. menganalisis hasil kerja siswa; e. melalui tes. B. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar mengajar di mana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil dengan tingkat kemampuan kognitif yang heterogen. (Woolfolk dalam Budiningarti 1998: 22) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan

salah satu pembelajaran yang didasarkan pada faham konstruktivisme. Pada pembelajaran kooperatif siswa percaya bahwa keberhasilan mereka akan tercapai jika dan hanya jika

setiap anggota kelompoknya berhasil. Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai pengajaran gotong royong atau cooperatif learning. Sistem pendidikan gotong royong merupakan alternatif menarik yang dapat mencegah timbulnya kegresifan dalam sistem kompetisi dan keterasingan dalam sistem individu tanpa mengorbankan aspek kognitif. Menurut Muslimin Ibrohim (2000:6) Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif

adalah sebagai berikut. 1. Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama. 2. Siswa bertanggungjawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri. 3. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama. 4. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggungjawab yang sama diantara anggota kelompoknya. 5. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga

akan dikenakan untuk semua anggota kelompok. 6. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. 7. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya. Dengan menerapkan strategi pembelajaran kooperatif pada siswa berarti sekolah ( guru dan murid): 1. mengembangkan dan menggunakan keterampilan kooperatif berfikir kritis dan kerja sama kelompok; 2. menyuburkan hubungan antar pribadi yang positif diantara siswa yang berasal dari latar belakang yang berbeda; 3. menerapkan bimbingan oleh teman (peer coaching); 4. menciptakan lingkungan yang menghargai, menghormati nilai-nilai ilmiah; 5. membangun sekolah dalam suasana belajar. Slavin (1995: 16) menyatakan terdapat dua aspek penting yang mendasari keberhasilan cooperatif learning yaitu teori motivasi dan teori kognitif. a. Teori motivasi Aspek motivasi pada dasarnya ada dalam konteks pemberian penghargaan kepada kelompok. Adanya tujuan kelompok (tujuan bersama) mampu menciptakan situasi di mana cara bagi setiap anggota kelompok untuk mencapai tujuannya sendiri adalah dengan mengupayakan agar tujuan kelompoknya tercapai terlebih dahulu. b. Teori Kognitif Asumsi dasar teori-teori perkembangan kognitif adalah bahwa interaksi antar siswa disekitar tugas-tugas yang sesuai akan meningkatkan ketuntasan mereka tentang

konsep-konsep penting. Vygotsky mendefinisikan Zone of proximal sebagai suatu selisih atau jarak antara potensial yang ditentukan oleh tingkat

development perkembangan

pemecah masalah dengan bimbingan orang dewasa

atau melalui kerjasama dengan sejawat yang lebih mampu. C. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Student Team Achievement Division (STAD) merupakan tipe pembelajaran kooperatif

yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin. Tipe ini merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan sebuah model yang bagus untuk memulai bagi seorang guru yang baru untuk menggunakan pendekatan kooperatif . Dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa-siswa dikelompokkan dari siswa

menjadi kelompok-kelompok yang beranggotakan 4-6 siswa, yang terdiri pandai, sedang dan rendah. Disamping itu guru

juga mempertimbangkan kriteria

heterogenitas yang lainnya seperti jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan dan lain sebagainya. Pembawaan siswa ke dalam kelompok-kelompok perlu diseimbangkan sehingga setiap kelompok memiliki anggota yang tingkat prestasinya seimbang.

Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain

untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, satu sama lain atau melakukan diskusi. Secara individual setiap pertemuan siswa diberi kuis. Kuis itu diskor dan tiap individu diberi skor perkembangan. Skor perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampui rata-rata skor siswa yang lalu. Setiap pertemuan pada suatu lembar penilaian singkat atau dengan cara lain, diumumkantim-tim dengan

skor tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan tinggi, atau siswa yang mencapai skor sempurna pada kuis-kuis itu. Kadang-kadang seluruh tim yang mencapai kriteria tertentu dicantumkan dalam lembar itu. Menurut Slavin (1995:71) STAD terdiri dari 5 (lima) komponen utama yaitu penyajian materi, kelompok, Kuis, skor peningkatan individu, dan penghargaan kelompok. 1. Penyajian materi Dalam STAD, materi mula-mula diperkenalkan dalam penyajian materi. Seringkali ini merupakan instruksi langsung atau kuliah-diskusi yang dipandu oleh guru, termasuk penyajian dengan audio visual. Dalam hal ini, siswa menyadari bahwa mereka harus memeperhatikan selama penyajian kelas karena dengan demikian akan mengerjakan kuis dengan baik, dan skor kuis mereka menentukan skor kelompok mereka. 2. Tim atau kelompok

Tim atau kelompok terdiri atas 4-5 siswa dengan prestasi akademik, jenis kelamin, ras, dan etnis yang bervariasi. Selama belajar kelompok, tugas anggota kelompok adalah menguasai materi yang diberikan guru dan membantu teman satu kelompok untuk menguasai materi tersebut. Siswa diberi lembar kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih keterampilan yang sedang diajarkan untuk mengevaluasi diri mereka dan teman satu kelompok. 3. Kuis

Setelah 1 sampai 2 periode penyajian guru dan latihan tim, siswa mengikuti kuis secara individu. Kuis dikerjakan oleh siswa secara mandiri. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan apa saja yang telah diperoleh siswa selama belajar dalam kelompok. 4. Skor peningkatan individu

Ide yang melatarbelakangi skor perbaikan individu adalah memberikan prestasi yang harus dicapai oleh setiap siswa jika ia bekerja lebih keras dan mencapai hasil belajar yang lebih baik daripada sebelumnya. Setiap siswa diberi skor berdasarkan rata-rata hasil belajar siswa yang lalu pada kuis yang serupa. Kemudian siswa mendapatkan poin untuk timnya berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis dan skor dasarnya. 5. Penghargaan kelompok

Tim dimungkinkan mendapat sertifikat atau penghargaan lain apabila skor rata- rata mereka melebihi kriteria tertentu. D. Pembelajaran Kooperatif Tipe JIGSAW II Pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II dapat digunakan apabila topik-topik yang dipelajari ditulis dalam bentuk cerita, sehingga pembelajaran ini cocok untuk topik-topik ilmu sosial, literatur, dan beberapa topik ilmu sains terutama topik yang berkaitan dengan penanaman konsep. Dalam pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II , siswa bekerja dalam tim yang heterogen seperti dalam STAD. Siswa diminta untuk membaca suatu materi dan diberi lembar ahli (expert sheet) yang memuat topik-topik berbeda untuk tiap anggota tim yang harus dipelajari pada saat membaca. Apabila siswa telah selesai membaca, selanjutnya dari tim berbeda dengan topik yang sama bertemu (berkumpul) dalam kelompok ahli, untuk

mendiskusikan topik mereka selama waktu yang ditentukan. Selanjutnya ahli-ahli ini kembali ke tim masing-masing untuk menyampaikan kepada anggota yang lain dalam satu tim asal. Pada akhirnya siswa mengerjakan kuis yang mencakup semua topik dan skor yang diperoleh menjadi skor tim (seperti dalam STAD). Seperti juga dalam STAD, skor yang dikontribusi oleh siswa kepada timnya menjadi dasar sistem peningkatan skor individual. Siswa dengan skor tinggi dalam timnya dapat menerima sertifikat atau penghargaan lainnya. Kunci dari pembelajaran tipe JIGSAW VIII-A adalah saling

kertergantungan, yaitu setiap siswa bergantung pada anggota satu timnya untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan agar mengerjakan kuis dengan baik.

Ilustrasi kelompok JIGSAW VIII-A:

Keterangan:

Baris I dan II Baris III

: Kelompok asal : Kelompok ahli Gambar 1

Menurut Slavin ( 1995: 122 ) Kegiatan instruksional yang secara reguler dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II terdiri atas membaca, diskusi kelompok ahli, laporan tim, tes, dan penghargaan tim. 1. Membaca Siswa menerima topik ahli dan membaca materi yang ditnjuk untuk menggali informasi (mendalaminya). 2. Diskusi kelompok ahli Siswa dengan topik ahli yang sama bertemu untuk mendiskusikannya dalam kelompok ahli. 3. Laporan tim Ahli-ahli kembali pada timnya dan mengajarkan topik mereka kepada anggota yang lain dalam satu timnya. 4. Tes Siswa mengerjakan kuis individual yang mencakup semua topik. 5. Penghargaan tim Tim dimungkinkan mendapatkan sertifikat atau penghargaan lain apabila skor rata-rata mereka melebihi kriteria tertentu. Penilaian Dalam Pembelajaran Kooperatif Penilaian dalam pembelajaran kooperatif dilakukan dengan tes atau kuis tentang bahan

pembelajaran. Dalam banyak hal, butir-butir tes pada kuis ini harus merupakan satu jenis tes obyektif paper and pencil, sehingga butir-butir itu dapat diskor di kelas atau segera setelah tes diberikan. Cara menentukan skor individual (Slavin, 1995: 80)

Langkah 1 menetapkan skor dasar

setiap siswa diberikan skor berdasarkan skor kuis yang lalu.

Langkah 2 skor kuis terkini

Siswa memperoleh poin untuk kuis menghitung yang berkaitan.

Langkah 3 menghitung skor perkembangan Siswa mendapatkan poin perkembangan yang besarnya apakan skor kuis terkini mereka menyamai atau melampaui skor dasar mereka, dengan menggunakan skala yang

xxxii

Lebih dari 5 poin di bawah skor dasar 5 1 poin di bawah skor dasar sampai 5 poin diatas skor dasar dari 5 poin diatas skor dasar sempurna (tanpa memperhatikan skor dasar)

0 poin 5 poin Skor dasar 20 poin Lebih

30 poin Pekerjaan 30 poin

E. Pembelajaran Konvensional Pembelajaran konvensional dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang biasa

dilakukan guru dalam mengajar di sekolah menengah pada mata pelajaran matematika. Pembelajaran konvensional di sini adalah pembelajaran dengan menggunakan metode ekspositori. Erman Suherman (2003:203) menyatakan bahwa dalam metode ekspositori kegiatan pembelajaran terpusat pada guru sebagai pemberi informasi, dimana pada awal pelajaran guru menerangkan materi dan memberi contoh soal kemudian siswa membuat catatan dan membuat latihan soal kemudian bertanya jika ada informasi yang tidak dimengerti. Jadi dalam pembelajaran dngan metode ini siswa belajar lebih aktif daripada metode ceramah, karena siswa mengerjakan latihan soal sendiri, bekerjasama dengan temannya, atau disuruh mengerjakan di papan tulis. Jadi metode pembelajaran yang pada umumnya digunakan para guru matematika adalah lebih tepat dikatakan sebagai pengajaran dengan menggunakan metode ekspositori daripada metode ceramah. F. Teori Belajar Dan Hasil Belajar Matematika Ada beberapa teori belajar yang mendasari pelaksanaan belajar matematika diantaranya: 1. Teori Ausubel Menurut Ausubel (1971) dalam (Herman Hudojo, 2001: 93) bahan pelajaran yang dipelajari haruslah bermakna (meaningful) artinya bahan pelajaran itu cocok dengan kemamapuan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif siswa. Dengan perkataan lain pelajaran baru haruslah dikaitkan dengan konsep- konsep yang sudah ada,sedemikian hingga konsep-konsep baru benar-benar terserap. Dengan demikian, intelektual,

emosional siswa terlibat di dalam kegiatan belajar mengajar. Disamping itu iapun menyatakan bahwa dalam belajar siswa tidak hanya menerima dan menghapal tetapi siswa mengkontruksi sendiri pengetahuannya. 2. Teori Skinner Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responsnya menjadi lebih baik, sebaliknya bila ia tidak belajar maka responsnya menurun. (Dimyati dan Mudjiono, 1999: 8) Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999: 8) langkah-langkah pembelajaran berdasarkan teori Skinner sebagai berikut. a. Kesatu, mempelajari keadaan kelas. Guru mencari dan menemukan perilaku siswa yang positif atau negatif. Perilaku positif akan diperkuat dan perilaku negatif diperlemah. b. Kedua, membuat daftar penguat positif. Guru mencari perilaku yang lebih disukai oleh siswa, perilaku yang kena hukuman, dan kegiatan luar sekolah yang dapat dijadikan penguat. c. Ketiga, memilih dan menentukan urutan tingkah laku yang dipelajari serta jenis penguatnya. d. Keempat, membuat program pembelajaran. Program pembelajaran ini berisi urutan perilaku yang dikehendaki, penguatan, waktu mempelajari perilaku dan evaluasi. 3. Teori Gagne Menurut Gagne dalam (Dimyati, 1999: 9) belajar merupakan kegiatan yang kompleks, dan hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar siswa memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru. Menurut Gagne belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar. Menurut Gagne kapabilitas siswa terdiri dari 5 hasil belajar yaitu: a. informasi Verbal adalah kapabilitas untuk menggungkapkan pengetahuan dalam bentuk

bahasa baik lisan maupun tertulis; b. keterampilan intelektual adalah kecakapan yang berfungsi untuk

berhubungan dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan konsep dan lambang; c. strategi kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas

kognitifnya sendiri meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah; d. keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani

dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani; e. sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan penilaian terhadap obyektersebut. (Dimyati dan Mudjiono, 1999: 5-11)

4. Teori Gestalt John Dewey dalam (Erman Suherman, 2003: 47) mengemukakan bahwa pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan oleh guru harus memperhatikan hal sebagai berikut. a. Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian. b. Pelaksanaan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan intelektual siswa. c. Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar. Dari ketiga hal diatas, dalam menyajikan pelajaran guru jangan memberikan konsep yang harus diterima begitu saja, melainkan harus lebih mementingkan pemahaman terhadap proses terbentuknya konsep tersebut daripada hasil akhir. Untuk itu guru bertindak sebagai pembimbing dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan proses melalui metode induktif. Pendekatan dan metode yang digunakan tersebut haruslah disesuaikan dengan kesiapan intelektual siswa. Siswa SMP masih ada pada tahap operasi konkrit, artinya jika ia akan memahami konsep abstrak matematika harus dibantu dengan menggunakan benda konkrit. Oleh karena itu dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar mulailah menyajikan contoh-contoh konkrit yang beraneka ragam, kemudian mengarah pada konsep abstrak. Dengan cara seperti itu diharapkan kegiatan belajar mengajar biasa berjalan secara bermakna (Erman Suherman, 2003: 47-48). 5. Teorema Van Hiele Teorema Van Hiele mengemukakan teori belajar dalam geometri. Menurut teorema ini

ada tiga unsur utama dalam pengajaran geometri yaitu waktu, materi pengajaran, dan metode pengajaran yang diterapkan jika ditata secara terpadu akan dapat meningkatkan kemampuan berpikir anak yang lebih tinggi. Van Hiele dalam Erman Suherman (2003: 51-52) menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak dalam belajar geometri, yaitu tahap pengenalan, tahap analisis, tahap pengurutan, tahap deduksi, dan tahap akurasi yang diuraikan sebagai berikut. a. Tahap Pengenalan Pada tahap ini anak belajar mengenali suatu bentuk geometri secara keseluruhan namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. b. Tahap Analisis Pada tahap ini anak sudah mulai mengenali sifat-sifat yang dimiliki benda geometri yang diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri itu. c. Tahap Pengurutan Pada tahap ini anak sudah mampu melaksanakan penarikan kesimpulan, yang kita kenal dengan sebutan berpikir induktif, namun belum berkembang secara penuh. d. Tahap Deduksi Pada tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif dari yang secara umum ke khusus. Anak mulai mampu menggunakan aksioma atau postulat. e. Tahap Akurasi Pada tahap ini anak sudah menyadari betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Tahap ini merupakan tahap berpikir yang

tinggi, rumit, dan kompleks. Hasil belajar matematika adalah hasil yang diperoleh dari perubahan tingkah laku berkat pengalaman dan latihan yang berupa penguasaan pengetahuan dan keterampilan dalampelajaran matematika (Darsono, 2000: 27). Beberapa fungsi hasil belajar

yaitu

sebagai

indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai oleh siswa, lambang pemuasan, dasar ingin tahu, bahan informasi dalam inovasi pendidikan. Asumsinya bahwa hasil belajar dapat dijadikan pendorong bagi siswa dalam meningkatkan iptek serta

berperan sebagai umpan balik dalam meningkatkan mutu pendidikan. Menurut Nana Sudjana (2001:57), hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal menunjukkan ciri sebagai berikut. a. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siswa. b. Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya. c. Hasil yang dicapai bermakana bagi diri siswa. d. Hasil belajar yang diperoleh siswa komprehensif (menyeluruh) yang mencakup ranah kognitif, pengetahuan, afektif dan psikomotor serta keterampilan atau perilaku. e. Kemampuan siswa untuk mengontrol/ menilai dan mengendalikan diri dalam menilai hasil yang dicapai maupun proses dan usaha belajarnya. G. Teorema Pythagoras 1. Kuadarat dan Akar kuadrat suatu Bilangan a. Kuadrat suatu bilangan Kuadrat suatu bilangan adalah perkalian suatu bilangan dengan bilangan itu sendiri.

a dibaca a pangkat dua atau dibaca a kuadrat. Jadi, a =a x a

2

2

b. Akar kuadrat suatu bilangan Hasil akar kuadrat dari bilangan a, dapat ditentukan dengan sifat berikut :

a = b jika b = a, dengan b 0 (b adalah bilangan positif atau nol)

2

( M. Cholik Adinawan dan Sugijono, 1999:12) Contoh Soal : 1. 17 = 17 x 17 = 2892

2. (-7) = -7 x (-7) = 49

2

3.

12,25 =

(3,5) = 3,52

4.

50 =

25x2 = 25

2 =5 2

2. Luas Daerah Persegi Dan Segitiga Siku-Siku a. Persegi Perhatikan persegi ABCD di samping. D C Jika panjang sisi persegi ABCD adalah a, maka luas daerah persegi ABCD dirumuskan sebagai berikut : A Gb. (3) B

L = a x a = a , jadi luas daerah persegi adalah kuadrat sisi-sisinya.

2

Contoh Soal : Hitunglah luas daaerah persegi yang panjang sisinya 0,4 m Penyelesaian: Luas daerah persegi = s ( s = sisi)2

= 0,4

2

= 0,4 x 0,4

= 0,016

Jadi luas daerah persegi adalah 0,016 m b. Segitiga siku-siku C

2

1Luas daerah segitiga siku-siku = x panjang

2

sisi siku-siku x panjang sisi

A

B Gb. (4)

siku-

Contoh Soal :

Perhatikan gambar di bawah ini

C

Hitunglah luas daerah segitiga ABC jika panjang AC= 2,5 cm dan panjang AB= 4cm!

A Gb. (5) Penyelesaian: Panjang AC = t = 2,5 cm Panjang AB = a = 4 cm

B

Luas daerah ABC

=

1

= 2

1

4

2,5 = 5 cm

2

a t 2

3. Teorema Pythagoras

Pada setiap segitiga siku-siku, luas daerah persegi pada sisi miring sama dengan jumlah luas daerah persegi-persegi pada dua sisi yang lain. Pernyataan ini dinamakan Teorema Pythagoras.

4. Pembuktian Teoma Pythagoras

Untuk membuktikan teorema Pythagoras, perhatikan gambar di bawah ini

Luas daerah yang tidak diarsir pada gambar (7) adalah luas daerah persegi ABCD (4 2

luas daerah yang diarsir). (a + b) 4.

c = (a + b)

1 .ab 2

c = (a + b) 2ab

2

2

Luas daerah yang tidak diarsir pada gambar (8) adalah luas daerah persegi ABCD (4 luas daerah yang diarsir).

a + b = (a + b) 2 2 2

2

2

(a + b) 4.

1 .ab 2

a + b = (a + b) 2ab Ternyata dari kedua gambar tersebut daerah yang tidak diarsir memiliki luas daerah yang sama, yaitu:

5. Menggunakan Teorema Pythagoras Untuk Menghitung Panjang Salah Satu Sisi

Segitiga Siku-Siku Jika Sisi-Sisi Lainnya Diketahui

Teorema Pythagoras dapat digunakan untuk menghitung panjang salah satu sisi pada segitiga siku-siku, jika dua sisi lainnya diketahui. Contoh Soal : Diketahui segitiga ABC siku-siku di C , AC= 18 cm, dan BC = 24 cm Hitunglah panjang hipotenusa (sisi miring)!

6. Menghitung Perbandingan Sisi-Sisi Segitiga Siku-Siku Khusus (Salah Satu Sudutnya 30 , 45 , Dan 60 ) a. Perbandingan sisi-sisi segitiga siku-siku yang salah satu sudutnya 30 atau 60 Gambar (11) adalah ABC sama sisi dan CD adalah garis tinggi, maka:0 0 0 0

0

Karena ACD menghadap sisi AD dan sisi AC sebagai sisi miring atau hipotenusa, maka dapat dinyatakan hal berikut :

Dari hasil di atas dapat dibuat perbandingan sebagai berikut :

C Perbandingan antara sisi di hadapan sudut0

60

2

1

90 , sisi di hadapan 60 , dan sisi di hadapan300

0

0

A

3

B

30

0

adalah 2 : 3 : 1. Atau

Gb. 13

BC : AB : AC = 2 :

3 : 1.

Contoh Soal :

Segitiga ABC siku-siku di A dan panjang BC = 6 cm, ABC = 30

0

hitunglah panjang : a. AB

Penyelesaian:

C

BC : AB = 2 : 3

6 : AB

=2: 3

6 B

=

2

A

6 cm

AB

3

Gb. (14)

6 3 = 2 AB

AB =

6 3

=3 3

2

Jadi panjang AB adalah 3

3 cm.

b. Perbandingan sisi-sisi segitiga siku-siku yang salah satu sudutnya 45

0

C

Gambar (13) adalah ABC siku-siku sama kaki, sehingga : AB = AC, ABC = ACB = 450

2VIII-A 2 2 Jika, AB = 1 satuan, maka : BxCli = AB + AC 2 2

= 1 +1

= 1 +1450

Berdasarkan hasil di atas, dapat dibuat perbandingan sebagai berikut :

C

Perbandingan antara sisi di hadapan sudut 90 , dan sisi di hadapan 45 adalah BC : AB = BC : AC = BC : AB : AC = 2 : 1 , atau 2 : 1 , atau 2 : 1 : 1.0

0

2 : 1.

45

0

A

B

Contoh Soal :

Diketahui PQR siku-siku di Q dengan panjang PR = 5

2 cm dan

QPR = 45

0

Hitunglah panjang QR !

Penyelesaian :

P

PR : QR =

2:1

5 2 : QR =

2:1

5

2

5 2

=

2

QR

1

Q

R

5 2

=

2 QR

Gb. (16)

QR =

5 2

=5

2

Jadi panjang QR adalah 5 cm.

xliv

7. Menggunakan Teorema Pythagoras Pada Bangun Datar Dan Bangun Ruang

Contoh soal: a Gunakan teorema Pythagoras untuk menyelesaikan soal bangun datar di bawah!

Perhatikan gambar di samping ! D 15 cm C Hitunglah panjang sisi AD dan luas daerah persegi panjang ABCD. 17 cm

A

B Gb. (17)

Penyelesaian :

Perhatikan ABD , AB = CD = 15 cm

D

Menurut teorema Pythagoras

AD = BD - AB

2

2

2

17

= 17 - 15

2

2

A

15

B

= 289 - 225

= 64

BC =

64 = 8

Jadi panjang BC adalah 8 cm.

Luas daerah persegi panjang ABCD = Panjang x Lebar

= AB x AD

= 15 x 8

= 120 cm

2

Jadi luas daerah persegi panjang ABCD adalah 120 cm b

2

Menggunakan teorema Pythagoras untuk menyelesaikan soal bangun ruang

Pada balok ABCD.EFGH berikut ini panjang AB = 8 cm, BC = 6 cm, dan CG = 15 cm.. Hitunglah panjang AC dan AG !

xlv

Penyelesaian:

H G E AC A2

a. Perhatikan ABC siku-siku di

titik B, maka: F

= AB + BC

2

2

C =8 +62 2

D A

B Gb. (18) = 64 + 36

= 50

AC

= 50 = 5

Jadi panjang AC = 5 cm

b. Lihat ACG siku-siku di titik C AG = AC + CG = 5 +152 2

2

2

2

= 50 + 225

= 325.

AG

=

325 = 5 13

Jadi panjang AG = 5 13 cm 8. Kebalikan Teorema Pythagoras Dan Tripel Pythagoras a Pythagoras B Menurut teorema kebalikan Pythagoras bahwa dalam Kebalikan teorema

c

a

segitiga siku-siku kuadrat panjang hipotenusa sama

dengan jumlah kuadrat panjang kedua sisi siku-sikunya. A b Gb. (19) C Teorema Pythagoras dalam ABC siku-siku di C dirumuskan sebagai : c = a + b .2 2 2

xlvi

Sedangkan kebalikan teorema Pythagoras adalah :

Apabila dalam ABC berlaku hubungan :0

c = a + b , maka C

2

2

2

adalah siku-siku atau C = 90 .

Contoh Soal :

Sebuah segitiga memiliki sisi-sisi dengan panjang 5 cm, 12 cm, dan 13 cm. Periksalah apakah segitiga itu siku-siku ! Penyelesaian:

Misalkan sisi terpanjang segitiga adalah a, dan sisi yang lainnya b dan c,

Maka : a = 13 dan a = 16

2

b = 12 dan b = 144

2

c = 5, dan c = 25 diperoleh

2

169 = 144 + 25

13 = 12 + 5

2

2

2

a =b

2

2

+c

2

karena panjang sisi segitiga memenuhi a = b

2

2

+ c , maka menurut kebalikan teorema

2

Pythagoras bahwa segitiga tersebut adalah segitiga siku- siku, dengan siku-siku di A. b Tripel Pythagoras

Dalam

perhitungan

yang

menggunakan

teorema

Pythagoras

selalu

memerlukan tiga buah bilangan untuk menyatakan panjang hipotenusa (sisi miring) dan panjang kedua siku-sikunya. Tiga bilangan yang memenuhi teorema Pythagoras itu dinamakan Tripel Pythagoras.

Contoh Soal :

xlvVIII-A

1.

Apakah tripel bilangan berikut merupakan tripel Phytagoras a. 4, 4 3 , dan 8

b. 13, 14, dan 15

Penyelesaian;

a. 4, 4 3 , dan 8

Misalkan a = 8, b= 4 3 , dan c =4 a = b 82

2

2

+c

2

= (4 3 ) + 4

2

2

64 = 48 + 16 (Pernyataan yang bernilai benar)

Oleh karena bilangan 4, 4 3 , dan 8 memenuhi hubungan a = b

2

2

+

c

2

maka bilangan-bilangan itu adalah tripel Pythagoras. b. 13, 14, dan 15 Misalkan a = 15, b= 14, dan c =13

a =b

2

2

+c

2

15

2

= 14 + 13

2

2

225 = 196 +169 (Pernyataan yang bernilai salah)

Oleh karena bilangan13,14 ,dan 15 tidak memenuhi hubungan a =

2

b

2

+c

2

maka bilangan-bilangan itu bukan Tripel Pythagoras.

9. Menentukan Jenis Segitiga Jika Diketahui Panjang Sisi-Sisinya

B

Jika dalam ABC berlaku hubungan c 2 = a 2 + b 2 ,

maka ABC adalah siku-siku di C ).

c

aJika dalam ABC berlaku hubungan c a + b , maka2 2 2

ABC merupakanxslevgVIII-AVIII-Atiga tumpul.

A

b

C

Jika dalam ABC berlaku hubungan c a + b , maka

2

2

2

ABC merupakan segitiga lancip.

Contoh Soal :

Segitiga ABC berikut merupakan segitiga siku-siku, lancip, atau tumpul?

a. AB =5 cm, BC = 6 cm, Dan AC =8 cm b. AB = 6 cm, BC = 5 cm, Dan AC =3 cm Penyelessaian: a. AB =5 cm, BC = 6 cm, Dan AC =8 cm

AB = BC

2

2

+ AC

2

5 =6 +8

2

2

2

50 = 36 + 64 ( Pernyataan yang bernilai benar) Ternyata : AB = BC

2

2

+ AC

2

Jadi Segitiga tersebut merupakan segitiga siku-siku. b. AB = 6 cm, BC = 5 cm, Dan AC =3 cm AB = BC2 2

+ AC

2

6 =5 +3

2

2

2

36 = 25 + 9 ( Pernyataan yang bernilai salah) Ternyata : AB > BC Jadi Segitiga tersebut merupakan segitiga tumpul.

2

2

+ AC

2

5. Dalam

Menyelesaikan soal cerita yang menggunakan teorema pythagoras kehidupan sehari-hari, terdapat banyak masalah yang berhubungan dengan

teorema Pythagoras. Untuk menyelesaikan soal cerita menggunakan teorema Pythagoras lebih mudah jika dilukiskan dengan sketsa.

xlix

Contoh Soal :

a. Sebuah tiang listrik tinggi 4m. Agar tiang listrik tersebut dapat berdiri dengan tegak, maka harus ditahan oleh tali kawat baja. Jika jarak tiang listrik dari patok pengikat adalah 5 m, maka panjang tali kawat baja

minimal yang dibutuhkan adalah .

Penyelesaian:

C

Menurut teorema Pythagoras : AC + BC2

2

= AB

2

tali kawat baja

Tiang listrik 4m

= 52 + 42

A = 25 + 16 = 41 (20)

5m

B

Gb.

AC

=

41

b. Gambar di bawah menunjukkan tembok bagian samping sebuah rumah.

Panjang AB = 8 m, BC= 4 m, dan CD = 5 m. Jika tembok itu dicat dengan biaya Rp 500,00 per meter persegi, hitunglah biaya yang diperlukan ! D

C

Gb. (21)

A Penyelesaian :

B

Perhatikan gambar di bawah

ED D =5 5 cm

2

= CD -82

2

- EC

2

2

= 50 - 64 C

E

= 36

ED = 4 cm

36

A 8 cm

B

l

= 6

AD = AE + ED AD = 4 + 6 AD = 5

Luas Trapesium ABCD

= (AD + BC) x EC

2

(5+ 4) 8 = 2

= 56 Luas Trapesium ABCD = 56 m2

Jadi Biaya Pengecatan

= 56 x Rp 500,00

= Rp 28000,00

H. Kerangka Berpikir

Salah satu implikasi teori belajar kontruktivis dalam pembelajaran adalah penerapan pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif siswa lebih mudah menemukan dan memakai konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah tersebut dengan temannya. Melalui diskusi akan terjalin komunokasi

dimana siswa saling berbagi ide atau pendapat. Melalui diskusi akan terjadi elaborasi kognitif yang baik, sehingga dapat meningkatkan daya nalar, keterlibatan dalam situasi pembelajaran, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan

pendapatnya. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Vygotsky dalam Slavin (1995: 49)

Pembelajaran berinteraksi.

kooperatif memanfaatkan kecenderungan Penelitian pembelajaran kooperatif

siswa

untuk bahwa

juga menunjukkan

pembelajaran kooperatif memiliki dampak positif terhadap siswa dengan yang rendah hasil belajarnya. Manfaat pembelajaran kooperatif untuk siswa dengan hasil belajar rendah antara lain rendah dapat meningkatkan motivasi, meningkatkan hasil belajar, retensi atau penyimpanan materi pelajaran lebih lama. Dalam kelas

li

kooperatif siswa akan berusaha keras untuk hadir dalam kelas dengan teratur, berusaha keras membantu berhasil. Pada prakteknya bidang studi yang melibatkan beberapa keterampilan dan menyelesaikan masalah akan lebih tepat jika dikerjakan secara kelompok kerjasama daripada kompetisi dan individu. secara dan mendorong semangat teman-teman sekelas untuk sama-sama

Di dalam kerja kelompok secara tidak

sadar akan terjadi suatu interaksi yang dapat meningkatkan status sosial masing- masing individu. Kelompok kerjasama antar teman sebaya menjadikan proses pembelajaran benar-benar dinikmati oleh siswa, karena interaksi kelompok dapat menimbulkan kebutuhan saling memiliki. Interaksi-interaksi sosial dalam kelompok secara otomatis akan meningkatkanstatus sosial siswa dalam kelas. Siswa dalam kelompok mendorong teman-teman sekelasnya supaya berhasil dalam pembelajaran. akan berusaha

Skema Kerangka Berpikir

0

lVIII-A

I. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan hasil belajar matematika pokok bahasan teorema Pythagoras antara siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe

JIGSAW II dan siswa yang dikenai pembelajaran konvensional.

BAB VIII-AI METODE PENELITIAN

A. Metode Penentuan Obyek Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII-A semester 1 SMPN 5

Malang tahun pelajaran 2004/ 2005 yang terdiri dari 6 kelas yaitu kelas VIII-A-A dengan jumlah siswa 38 orang, kelas VIII-A-B dengan jumlah siswa 40 orang, kelas VIII-A-C

dengan jumlah siswa 37 orang, kelas VIII-A-D dengan jumlah siswa 40 orang, kelas VIIIA-E dengan jumlah siswa 38 orang, dan kelas VIII-A-F dengan jumlah siswa 37.

lVIII-Ai

2. Sampel

Sampel dalam

penelitian ini diambil dengan random sampling. Hal ini dilakukan

setelah memperhatikan ciri-ciri antara lain; siswa mendapat materi berdasarkan kurikulum yang sama, siswa diampu oleh guru yang sama, siswa yang menjadi objek penelitian duduk pada kelas yang sama dan pembagian kelas tidak ada kelas yang unggulan. Jadi siswa sudah tersebar secara acak pada kelas yang telah ditentukan. Pada penelitian ini diambil 3 kelas sebagai sampel yaitu satu kelas untuk model pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu kelas VIII-A- E, satu kelas untuk model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II yaitu kelas VIII-A-D, dan satu kelas sebagai kelas pembelajaran konvensional (ekspositori) yaitu kelas VIII-A-F. kontrol yang dikenai model

B. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas

X1 = Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

JIGSAW VIII-A

X2 = Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD

X3 = Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Konvensional

2. Variabel terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Hasil belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD, hasil belajar matematika

liv

siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW VIII-A, dan hasil belajar matematika siswa yang dikenai pembelajaran konvensional.

C. Prosedur Pengumpulan Data

1.

Mengambil data nilai tes kelas VIII-A semester 1 SMPN

5 Malang dengan materi

pelajaran pokok bahasan kuadrat dan akar kuadrat kelas VIII-A semester 1. 2. Berdasarkan data 1) ditentukan sampel penelitian yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan random sampling dengan pertimbangan siswa

mendapat materi berdasarkan kurikulum yang sama, siswa diampu oleh guru yang sama, siswa yang menjadi objek penelitian duduk pada kelas yang sama kelas tidak ada kelas yang dan pembagian

unggulan.kemudian menentukan

kelas ujicoba di luar sampel penelitian. 3. Menganalisis data nilai tes awal pada sampel penelitian pada 1) untuk uji homogenitas dan normalitas. 4. Menyusun kisi-kisi tes

5. Menyusun instrumen tes ujicoba berdasarkan kisi-kisi yang ada.

6. Mengujicobakan instrumen tes ujicoba pada kelas ujicoba yaitu kelas VIII-A-C (yang sebelumnya telah diajarkan pokok bahasan teorema Pythagoras), dimana instrumen

tes tersebut akan digunakan sebagai tes hasil belajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. 7. Menganalisis data hasil ujicoba instrumen tes ujicoba pada kelas uji coba untuk

mengetahui taraf kesukaran, daya pembeda, validitas, dan reliabilitas tes. 8. Menentukan soal-soal yang memenuhi syarat berdasarkan data 7).

lv

9. Menyampaikan langkah-langkah pembelajaran koperatif tipe STAD dan

JIGSAW II kepada guru-guru kelas eksperimen dan kelas kontrol.

5. Melaksanakan pembelajaran koperatif tipe JIGSAW II pada kelas VIII-A-D

11. Melaksanakan pembelajaran koperatif tipe STAD pada kelas VIII-A-E.

12. Melaksanakan pembelajaran konvensional yaitu kelas VIII-A-F.

13. Melaksanakan tes hasil belajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

14. Menganalisis data hasil tes. 15. Menyusun hasil penelitian. Skema Prosedur Penelitian

lvi

Gambar 23

D. Alat Pengumpul Data

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah tes.

E. Teknik Pengumpulan Data

Metode Tes

Metode ini digunakan untuk mengambil data hasil belajar matematika.

1. Tes hasil belajar pokok bahasan kuadrat dan akar kudrat

Tes ini dikenakan pada siswa kelas VIII-A semester 1 SMP N 5 Malang pada kelas VIII-A-E yang dikenai pembelajaran kooperatif tipe STAD, kelas VIII-A-D yang dikenai pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW VIII-A, dan kelas VIII-A-F yang dikenai pembelajaran konvensional. Data ini digunakan untuk uji homogenitas dan normalitas populasi.

2. Tes hasil belajar pokok bahasan Teorema Pythagoras Tes ini dikenakan pada kelas VIII-A-E yang dikenai pembelajaran kooperatif tipe STAD, kelas VIII-A-D yang dikenai pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW VIII-A, dan kelas VIII-A-F yang dikenai pembelajaran konvensional digunakan untuk menjawab hipotesis penelitian.

lvVIII-A

F. Analisis Instrumen

Instrumen penelitian harus memenuhi syarat-syarat sebagai instrumen yang baik, maka instrumen tersebut harus diujicobakan pada kelas di luar kelas sampel penelitian. Instrumen penelitian ini diujicobakan pada kelas VIII-A-C dengan pertimbangan

bahwa kelas tersebut merupakan bagian dari populasi, sehingga memiliki kemampuan yang sama dengan kelompok sampel penelitian. Pengujian instrumen penelitian dilakukan untuk mengetahui bahwa instrumen penelitian yang disusun memenuhi persyaratan sebagai instrumen yang baik. Dalam penelitian ini ujicoba instrumen dilakukan di kelas VIII-A-C yang tidak terpilih sebagai sampel. Jumlah soal yang diujicobakan sebanyak 40 soal. Adapun langkah yang diambil dalam tes ujicoba soal tes matematika sebagai berikut. a. Tahap persiapan, meliputi menentukan alokasi waktu, membuat kisi-kisi soal,

membuat soal sesuai dengan kisi-kisi. b. Tahap pelaksanaan

c.

Tahap analisis

lvVIII-Ai

1. Analisis Instrumen Penelitian Tes hasil belajar matematika a. Validitas tiap butir soal Untuk menghitung validitas tiap butir soal digunakan rumus Korelasi

Product Moment.

rxy =

N XY ( X )( Y )

( N X 2 ( X ) 2 )( N Y 2 ( Y ) 2 )

Keterangan

:

rxy

: Koefisien korelasi item soal

N

: Banyak peserta tes

X

: skor item

Y

: Skor total

Hasil perhitungan rxy dikonsultasikan pada tabel kritis r product moment dengan signifikansi 5%, jika rxy > rkritis maka butir soal tersebut valid dan jika tidak maka butir soal tersebut tidak valid. (Suharsimi Arikunto, 2003: 72) b. Reliabilitas soal

Karena tes yang digunakan merupakan tes pilihan ganda yang dikotomis maka rumus untuk menghitung reliabilitas soal dengan menggunakan rumus Kuder Richardson formula 20 (KR-20), yaitu

N

x

r11 = KR 20 = ( n ) (2

i

i

p (1 p )) i=1 2

n 1

x

lix

Keterangan

:

r11

: Indeks korelasi (harga reliabilitas)

n

: Banyaknya butir soal

2 x

: Variansi total

Pi

: Taraf kesukaran masing-masing butir soal (Instrumen dikatakan

reliabel jika rhitung > rtabel) . (Suharsimi Arikunto, 2003 : 50) c. Taraf kesukaran Teknik perhitungannya adalah dengan menghitung rasio antara

banyaknya siswa yang menjawab benar dengan jumlah peserta tes.

P= Rumus yang digunakan:

B

N

Keterangan

:

P

: Tingkat kesukaran

B

: Banyaknya siswa yang menjawab benar

N

: Jumlah peserta tes

Untuk

menginterpretasikan

nilai

tingkat

kesukaran

itemnya

dapat

digunakan tolak ukur sebagai berikut (Suharsimi Arikunto,2003: 208)

Soal dengan p = 0,00 0,30 : Soal sukar. Soal dengan p = 0,30 0,70 : Soal sedang. Soal dengan p = 0,70 1,00 : Soal mudah. Dalam penelitian ini bila soal dengan p = 0,30 soal berkriteria sukar, dan soal dengan p = 0,70 adalah soal berkriteria sedang. d. Daya pembeda Soal

lx

Untuk menghitung daya pembeda soal dapat dilakukan dengan langkah- langkah sebagai berikut. 1. Mengurutkan skor total masing-masing siswa dari yang tertinggi sampai yang terendah. 2. Membagi data yang sudah terurut menjadi dua kelompok yaitu kelompok atas dan kelompok bawah. 3. Mencari P (tingkat kesukaran) dari kelompok atas dan kelompok bawah. 4. Mengurangkan tingkat kesukaran kelompok atas dengan tingkat kesukaran kelompok bawah. d = PA - PB

Keterangan:

d : Daya pembeda soal

PA : Taraf kesukaran masing-masing soal dari kelompok atas

PB : Taraf kesukaran masing-masing soal dari kelompok bawah. Kriteria yang digunakan

d = 0,00 0,20

: Daya beda soal jelek

d = 0,20 0,40 Daya beda soal baik d = 0,70 1,00

: Daya beda soal cukup d = 0,40 0,70

:

: Daya beda soal baik sekali

(Suharsimi Arikunto, 2003: 214)

Dalam penelitian ini bila d = 0,20 merupakan soal dengan daya beda jelek, d = 0,40 merupakan soal dengan daya beda cukup, dan bila nilai d = 0,70 maka soal mempunyai daya beda baik.

2. Analisis hasil Uji Coba Setelah dilakukan uji coba di kelas VIII-A-C SMP N 5 Malang diperoleh data yang diperlukan untuk menentuka validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan

lxi

daya pembeda soal. Berdasarkan analisis hasil uji coba instrumen pada lampiran 19 , diperoleh: a. Karena banyaknya responden ada 37 siswa maka suatu butir soal dikatakan valid jika rhitung>rtabel = 0,325. Soal dengan kategori valid yaitu nomor 1, 2, 3,4, 5, 7, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 20, 22, 23, 24, 25, 27, 28, 29, 30, 31, 34, 35, 36, 37, 38, dan 40, sedangkan soal yang lainnya tidak valid. Dari perhitungan data seperti pada lampiran 19, untuk tiap butir soal dari 40 soal yang

diujicobakan terdapat 31 butir soal yang valid 9 butir soal yang lain tidak valid. b. Perhitungan relibilitas diperoleh rhitung = 0.85 dan rtabel =0,312 rhitung>rtabel Karena

maka instrumen penelitian adalah reliabel. Setelah mendapat harga rhitung

kemudian dikonsultasikan dengan harga kriteria. Dari hasil perhitungan (dalam lampiran 19) untuk tiap butir soal dari 40 soal yang diujicobakan diperoleh rhitung = 0.85.

c. Dari analisis taraf kesukaran diperoleh soal dengan kriteria

mudah,

sedang dan sukar. Soal dengan kriteria mudah adalah nomor 8 sedang soal dengan kriteria sedang adalah nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 5, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 19, 20, 22, 23, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 34, 35, 36,

37, 38, 39, dan 40 sedang soal dengan kriteria sukar adalah 11, 18, 21, 24, dan 33 dari hasil perhitungan seperti dalam lampiran 19, untuk tiap butir soal dari dari 40 butir soal yang diujicobakan diperoleh 1 butir dengan kriteria mudah, 34 butir dengan kriteria sedang, 5 butir dengan kriteria sukar.

lxVIII-A

d. Dari analisis daya pembeda sperti pada lampiran 19, soal yang mempunyai daya pembeda jelek adalah soal nomor 6, 8, 5, 17, 21, 26, 32, 33, dan 39 Soal dengan daya beda cukup adalah soal nomor 1, 2, 7,

9, 14, 16, 18, 20, 22, 24, 25, 28, 30, 31, 34, 35, 36, dan 37 Soal dengan daya pembeda baik adalah soal nomor 3, 4, 5, 11, 12, 15, 19, 23, 27, 29, 38, dan 40. Dari hasil perhitungan (pada lampiran 19), untuk tiap butir soal dari 40 butir yang telah diujicobakan diperoleh 9 butir soal dengan daya pembeda jelek, 19 butir soal dengan daya pembeda cukup, 12 butir soal dengan daya pembeda baik. Dengan memperhatikan segenap aspek analisis item, baik validitas butir, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda soal m aka 40 soal yang diujicobakan diambil 30 soal yang dipergunakan yaitu 1, 2, 3, 4, 5, 7, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 18, 19, 20, 22, 23, 24, 25, 27, 28, 29, 30, 31, 34, 35, 36, 37, 38, dan 40. Soal-soal yang yang digunakan memenuhi syarat soal valid, tingkat kesukaran mudah, sedang, dan sukar serta daya pembeda baik sekali, baik dan cukup, sedangkan soal yang lain tidak digunakan. Soal yang dipilih ini selanjutnya diberi nomor 1 sampai 30 (dapat dilihat pada lampiran 23) dan perangkat yang terdiri atas 30 butir yang memenuhi persyaratan dijadikan sebagai instrumen pada penelitian ini.

G. Metode Analisis Data

1. Pengujian Pendahuluan

a. Uji homogenitas populasi, langkah-langkahnya adalah sebagai barikut:

1). Membuat tabel seperti di bawah ini;

lxVIII-Ai

Sample ke

dk

dk-1 Si

2

2

dk log S

2

i

log Si

2). Variansi gabungan dari semua sampel

(n

1)S

2

S

2

= 1)

i

i

(n

i

3). Harga satuan B dengan rumus

B = (log S 2 ) ( n

i

1)i

i

x 4).

2

= (ln5) B

{

1) log S

2

}

(n

x 2 hitung yang diperoleh dikonsultasikan dengan

x 2 tabel dengan dk= (nk-

1)+(ne-1) dan taraf signifikansi 5%. Apabila

x Ftabel, dengan Ftabel = F,(k-1,n-k) untuk =5% , maka Ho

ditolak.

Jika Ho ditolak, diteruskan dengan uji lanjut ANAVA yaitu dengan Uji Rank

Berganda Duncan.

b. Uji Rank Berganda Duncan

Prosedur pelaksanaan dari Uji Rank Berganda Duncan, sebagai berikut:

1). mula-mula mean dari masing-masing m buah perlakuan diurutkan dari harga terkecil hingga harga terbesar. Misalkan: mula-mula mean-mean perlakukan adalah

y1 , y 2 , y 3 ,..., y m

diurutkan menjadi y1 y 2 y 3 ... y m

2). kemudian standar error dari masing-masing mean-mean perlakukan

dihitung dengan rumus

lxvi

RK s yi =s

Dy dengan RKs =

mm

n

n k dan n h =

1

h

i

i=1

ni

i = menyatakan perlakuan : i = 1,2,...,m

RKs = ratarata kuadrat sesatan

nh = jumlah observasi yang sama untuk tiap perlakuan

3). setelah itu kita gunakan Tabel Rank Berganda Duncan dan mencari nilai-

nilai :

r ( p, f ) untuk p = 2,3,...,m

= taraf signifikan

f = jumlah derajat bebas sesatan

4). cari niali-nilai Rp untuk p= 2,3,...,n sebagi berikut

Rp = r ( p, f )

. s ym

5). Selisih-selisih

dari

mean-mean

perlakuan

dihitung

kemudian

dibandingkan dengan nilai Rp sebagai berikut:

y m y1 dibandingkan dengan Rm

y m y 2 dibandingkan dengan Rm 1

y m y 3 dibandingkan dengan Rm 2

y m y m 1 dibandingkan dengan R2

6). Kriteria untuk pengujian adalah yang digunakan adalah: bila selisih 2 buah mean dari butir 5 diatas lebih besar dari nilai R yang dipasangkan, maka kita menyimpulkan bahwa kedua buah mean tersebut berbeda.( Sandra Widasari, 1998:2.45-2.48)

lxvVIII-A

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Data hasil belajar siswa Berdasarkan data nilai tes hasil belajar diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 1: Data Hasil Belajar Siswa

K. JIGSAW VIII-A

K. STAD

K. KONVENSIONAL

Tes Hasil Belajar Mean S2

Tes Hasil Belajar 5,2053 1,6843

Tes Hasil Belajar 4,338 1,1963

5,007 1,6207

lxvVIII-Ai

S

1,27307

1,2978

1,0938

Dari hasil perhitungan diperoleh :

a. Rata-rata hasil belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II pada pokok bahasan teorema Pythagoras kelas VIII-A SMP N 5 Malang Tahun Pelajaran 2010/2011 adalah 5,007. b. Rata-rata hasil belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada pokok bahasan teorema Pythagoras kelas VIII-A SMP N 5 Malang Tahun Pelajaran 2010/2011 adalah 5,205.

c. Rata-rata hasil belajar matematika siswa yang dikenai pembelajaran konvensional pada pokok bahasan teorema Pythagoras kelas VIII-A SMP N 5 Malang Tahun Pelajaran 2010/2011 adalah 4,338

2. Hasil Uji Normalitas Nilai Tes Awal Siswa

Dari perhitungan dalam lampiran 31 dengan = 5% diperoleh

L = 0.08262 dan Lo = 0.07608. Jadi diperoleh Lo < L , maka populasi penelitian berdistribusi normal. 3. Hasil Uji Homogenitas Siswa

Tabel 2 : Hasil Uji Homogenitas Populasi

5%

dk= k-1 22

2

hitung

2

tabel

Keterangan Homogen

0.85546hitung

5.99

Dari hasil perhitungan diperoleh

F tabel, hal ini berarti Ho ditolak artinya ada

perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika pokok bahasan teorema Pythagoras siswa kelas VIII-A SMPN 5 Malang Tahun Pelajaran 2010/2011 antara siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW VIII-A, siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa yang dikenai pembelajaran konvensional.

lxx

Dari hasil analisis diperoleh adanya perbedaan yang signifikan dari tiga perlakuan tersebut. Maka untuk mengetahui perbedaan rata-rata dari masing- masing perlakuan digunakan uji Rank Berganda Duncan.Tabel 4 : Hasil Analisis Lanjutan Dengan Uji Rank Berganda Duncan

YF 4,338

YD 5,007

YE 5,2053

R2 0,6640

R3 0,6932

| YF-YD| 0,6697

| YF-YE| 0,8674

| YD-YE| 0,19776

Dari hasil analisis lanjutan dengan Uji Rank Berganda Duncan diperoleh:

a. | YF-YD| > R2, hal ini berarti hasil belajar siswa yang dikenai pembelajaran konvensional dan siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II berbeda secara signifikan, yaitu hasil belajar siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe

JIGSAW II lebih baik daripada hasil belajar siswa yang dikenai pembelajaran konvensional; b. | YF-YE| > R 3, hal ini berarti hasil belajar siswa yang dikenai dengan

pembelajaran konvensional dan siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbeda secara signifikan, yaitu hasil belajar siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada hasil belajar siswa yang dikenai dengan pembelajaran konvensional; c. | YE-YD| < R2, hal ini berarti hasil belajar siswa yang dikenai dengan model pembelajaran koopertaif tipe JIGSAW VIII-A dan siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD tidak berbeda secara signifikan.

lxxi

B. Pembahasan

Pada analisis tahap awal diperoleh data yang menunjukkan bahwa semua kelas berdistribusi normal dan populasi mempunyai varians yang homogen. Hal ini berarti sampel berasal dari kondisi atau keadaan yang sama yaitu pengetahuan awal yang sama. Oleh karena itu

untuk menentukan sampel yang akan dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak terikat pada salah satu kelas saja. Sebagai rujukan untuk pengetahuan awal pada penelitian ini adalah data nilai ulangan harian kelas VIII-A semester I pada pokok bahasan Relasi, Pemetaan, Grafik, Kuadrat dan Akar Kuadrat. Karena siswa belum diberi perlakuan maka untuk mengetahui

kemampuan awal digunakan data nilai ulangan harian tersebut terdapat pada lampiran 30, kemudian ditentukan kelas eksperimen yaitu kelas yang dikenai model pembelajaran

kooperatif tipe JIGSAW VIII-A dan kelas yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD serta kelas kontrol yaitu kelas yang dikenai pembelajaran konvensional.

Setelah diberikan perlakuan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan tes akhir atau tes hasil belajar. Dalam penelitian ini waktu pembelajaran yang digunakan adalah 6 kali pertemuan ( 12 jam pelajaran). Dari hasil penelitian ini dapat dicermati beberapa hal yang terkait dengan proses pembelajaran dari awal hingga akhir penelitian. Penentuan sampel dari populasi yang ada dengan teknik random sampling diperoleh kelas VIII-A-C sebagai kelas uji coba, kelas VIII-A-D

merupakan kelas yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW VIII-A, kelas VIII-A-E adalah kelas yang dikenai model pembelajaran kooperatif

tipe STAD dan kelas VIII-A-F adalah dikenai pembelajaran konvensional.

lxxVIII-A

Setelah perlakuan diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol didapatkan rata-rata hasil belajar matematika kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata hasil belajar matematika kelas kontrol. Pada

uji hipotesis atau analisis varians diperoleh Fhitung lebih besar dari Ftabel sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti bahwa ada perbedaan hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan teorema Pythagoras siswa kelas VIII-A semester I SMP N 5 Malang Tahun Pelajaran 2010/2011 antara siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW VIII-A, siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan siswa yang dikenai model pembelajaran konvensional. Dari hasil tersebut kemudian dilakukan analisis lanjutan, dengan uji Rank

Berganda Duncan diperoleh:

1.

Hasil belajar siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II lebih

baik daripada hasil belajar siswa yang dikenai pembelajaran konvensional. Hal ini berarti model pembelajaran pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II lebih efektif daripada pembelajaran konvensional. 2. Hasil belajar siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih

baik daripada hasil belajar siswa yang dikenai pembelajaran konvensional. Hal ini berarti model pembelajaran pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih efektif daripada

pembelajaran konvensional 3. Siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II maupun tipe

STAD mempunyai hasil belajar yang sama.

Pada awal penelitian siswa yang menjadi sampel merasa kebingungan dan merasa mendapat beban dengan adanya suatu metode yang tidak biasa mereka dapatkan, namun dengan bimbingan guru, siswa mulai dapat memahami dan dapat menyesuaikan diri dengan metode ini. Setelah dibentuk kelompok pada pertemuan

pertama, siswa langsung menempatkan diri sesuai kelompoknya dan mengerjakan

lxxVIII-Ai

apa

yang

menjadi

tugasnya.

Bersama

dengan

teman

sekelompok

mereka

bekerjasama menyelesaikan tugas dan mengerjakan LKS yang sudah dibuat guru sebagai bahan kontrol atas kemajuan yang diperoleh siswa. Dengan adanya kebebasan yang lebih untuk beraktivitas, proses pembelajaran terkadang mengalami gangguan dengan adanya siswa yang saling mengganggu antar kelompok, namun hal ini dapat dikendalikan oleh guru. JIGSAW II didesain untuk dan meningkatkan juga rasa tanggung jawab siswa terhadap hanya

pembelajarannya

sendiri,

pembelajaran

orang lain.

Siswa

tidak

mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota lain dalam kelompok asal. STAD didesain untuk memotivasi siswa-siswa supaya memberi semangat dan tolong menolong untuk mengembangkan keterampilan yang diajarkan guru. Hasil belajar kelas eksperimen yang menggunakan model pemberian kooperatif tipe JIGSAW II dan tipe STAD pada pokok bahasan teorema Pythagoras lebih baik karena siswa lebih mudah menentukan dan memahami konsep-konsep yang sulit yaitu dengan mendiskusikan masalahmasalah tersebut dengan temannya. Melalui diskusi akan terjalin komunikasi dan interaksi dengan siswa saling berbagi ide atau pendapat serta memberi kesempatan siswa untuk mengungkapkan pendapatnya, selain itu akan terjalin

komunikasi elaborasi kognitif yang baik, sehingga dapat meningkatkan daya nalar dan memberi kesempatan siswa untuk mengungkapkan pendapatnya. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II dan tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa karena dengan menerapkan suatu metode baru pada proses pembelajaran siswa tidak merasa bosan dan jenuh sehingga siswa termotivasi dan terlibat secara aktif untuk mengikuti proses belajar mengajar.

lxxiv

Pembelajaran kooperatif lebih baik karena pencapaian tujuan struktur kooperatif dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan seseorang ditentukan oleh keberhasilan

kelompoknya. Pada pembelajaran kooperatif guru berperan sebagai fasilitator dan siswa memperoleh kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran seperti bertanya, atas inisiatif sendiri maupun menjawab pertanyaan guru dan

berdiskusi. Metode pembelajaran kooperatif dapat digunakan dalam kelas berjenjang namun demikian pembelajaran kooperatif mempunyai kelemahan-kelemahan yaitu tidak semua mata

pelajaran cocok diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif. Dalam pelaksanaannya siswa yang aktif hanya siswa tertentu saja dan belum menyeluruh sehingga kesan pembelajaran searah masih terlihat dan siswa belum terbiasa dengan kondisi

kelas pada saat proses pembelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II siswa yang berkemampuan rendah dalam menjelaskan materi mengalami kesulitan dalam menyampaikan materi yang ia pelajari kepada anggota kelompok yang pembelajaran dapat

mengakibatkan tidak semua materi tersampaikan. Dalam tipe STAD siswa

kooperatif

yang berkemampuan rendah

masih merasa rendah diri. Dengan adanya berbagai permasalahan dan kelemahan tersebut perlu adanya perbaikan dalam proses pembelajaran selanjutnya yaitu, guru dapat lebih memotivasi siswa untuk mengungkapkan pendapatnya dengan cara

berdiskusi dan bekerjasama dengan kelompoknya dengan mengerjakan soal-soal latihan serta terjalinnya komunikasi yang baik antara siswa dan siswa ataupun guru dan siswa.

lxxv

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan perumusan masalah, pengajuan hipotesis, analisis data penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: Uji hipotesis menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, hal ini berarti ada perbedaan hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan teorema Pythagoras siswa kelas VIII-A semester I SMP N 5 Malang Tahun Pelajaran 2010/2011 antara siswa yang diberi

pengajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW VIII-A, siswa yang diberi pengajaran dengan menggunakan model

lxxvi

pembelajaran kooperatif tipe STAD dan siswa yang diberi pengajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Dari analisis lanjutan dengan berikut. 1 Hasil belajar siswa yang diberi pengajaran dengan menggunakan model uji Rank Berganda Ducan diperoleh sebagai

pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II lebih baik daripada hasil belajar siswa yang diberi pengajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Hal ini berarti model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW II lebih efektif daripada pembelajaran konvensional. 2 Hasil belajar siswa yang diberi pengajaran dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik daripada hasil belajar siswa yang diberi pengajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Hal ini berarti model pembelajaran pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih efektif daripada pembelajaran konvensional 3 Siswa yang diberi pengajaran dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe JIGSAW II maupun tipe STAD mempunyai hasil belajar yang tidak berbeda secara signifikan.

B. Saran

1. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan JIGSAW II dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa pokok bahasan teorema Pythagoras. 2. Model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW VIII-A dan STAD di SMP N 5 Malang belum dapat dilaksanakan dengan maksimal, hal ini dikarenakan model pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode yang baru di SMP N

lxxvVIII-A

5 Malang. Hendaknya perlu penerapan pembelajaran kooperatif secara bertahap dengan teknik yang menarik. 3. Dalam proses pembelajaran masih memerlukan adanya perbaikan yaitu guru dapat lebih memotivasi siswa untuk aktif sehingga terjalin komunikasi yang baik antar siswa ataupun guru dengan siswa. 4. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk menentukan metode yang tepat untuk

digunakan pada pokok bahasan tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Adinawan,M. Cholik dan Sugiyono. 2000. Matematika untuk SLTP KelasVIII-A. Jakarta: ERLANGGA Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara. Budiningrati, Hermin. 1998. Pengembangan Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe JIGSAW Pada Pengajaran Fisika di SMU. Tesis. IKIP Surabaya

Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Jaya

Darsono, Max. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Malang: IKIP Press

Hodojo, Herman.2001.Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas Malang

Ibrohim, Muslimin dkk. 2000.Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press

Lie,Anita.2002. Cooperative Learning, Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT Gramedia

Percivel, Fred. Ellington, Henry (terjemahan Sudjarwo). 1998. Teknologi Pendidikan. Jakarta: Erlangga

lxxvVIII-Ai

Puspowati,Heni. 2003.Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe JIGSAW VIII-A Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Pada Siswa SMP. Malang: Skripsi UNNES

Slavin, E Robert. 1995. Cooperative Learning :Theory, Research, And Practice, New Jersey: Prentice Hall

Sudjana,Nana. 2001. Penilaian Hasil Dan Proses Hasil Belajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sudjana.1996. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito

Suherman, Erman dkk.1999. Strategi Belajar dan Pembelajaran Matematika. Surabaya: UNESA University Press

Suherman, Erman.2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI

Tim Penyusun KBBI.1993. Kamus Besar bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka

Widasari, Sandra.1998. Rancangan Percobaan. Jakarta: Karunia jakarta, UT.

lxxix

Lampiran 1

Rencana Pembelajaran 01

Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Kelas/semester Pokok Bahasan

: SMP : matematika : VVIII-A/I : Geometri dan Pengukuran Sub Pokok

Bahasan : Teorema Pythagoras Alokasi waktu : 2 x 45 menit Standar Kompetensi : Menentukan panjang garis dalam segitiga serta dapat menggunakannya dalam pemecahan masalah A. Kompetensi Dasar 5.1 Menemukan teorema Pythagoras

B. Materi Pokok

Teorema Pythagoras

C. Indikator

1. Pengertian kuadrat dan akar kuadrat suatu bilangan

D. Media/alat 1. Kapur warna

2. Penggaris

3. LKS

E. Strategi Pembelajaran

Model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW

F. Proses Belajar Mengajar 1. Kegiatan Pendahuluan a.Guru menginformasikan model pembelajaran yang akan digunakan yaitu model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW

lxxx

b. Guru menginformasikan tujuan pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW

c. Guru membagi kelompok kooperatif tipe JIGSAW

d. Motivasi

2. Kegiatan Inti

a. Penguasan materi

1) Guru menjelaskan materi kuadrat adan akar kuadrat

2) Guru membagi LKS untuk tiap-tiap individu dalam kelompok

3) Tiap siswa berusaha menguasai materi sesuai dengan soal yang diterima

4) Mengubah bentuk kelompok dengan cara penukaran sejumlah kelompok menurut soal yang diterima, kelompok baru yang terbentuk tersebut disebut kelompok ahli 5) Siswa mendiskusikan materi dalam kelompok ahli

6) Guru mengawasi dan memberikan batuan seperlunya b. 1) Dari kelompok ahli siswa kembali ke kelompok asal.

Penularan Materi

2) Tiap siswa dalam kelompok asal saling menularkan dan menerima materi.

3) Guru memonitoring kerja kelompok.

3. Penutup

a. Guru bersama siswa membahas LKS dan membuat rangkuman materi. b. Kuis. c. Guru memberikan tugas rumah.

lxxxi

Rencana Pembelajaran

02 Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Kelas/semester Pokok Bahasan : SMP : matematika : VVIII-A/I : Geometri dan Pengukuran Sub Pokok

Bahasan : Teorema Pythagoras Alokasi waktu : 2 x 45 menit Standar Kompetensi : Menentukan panjang garis dalam segitiga serta dapat menggunakannya dalam pemecahan masalah A. Kompetensi Dasar 5.1 Menemukan teorema Pythagoras

B. Materi Pokok

Teorema Pythagoras

C. Indikator 1. Menentukan luas daerah persegi

2. Menetukan Luas daerah segitiga siku-siku

D. Media/alat

1. Kapur warna

2. Penggaris

3. LKS

E. Strategi Pembelajaran

Model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW

F. Proses Belajar Mengajar

1. Kegiatan Pendahuluan

a. Apersepsi, mengingat kembali pengertian kuadrat dan akar kuadrat suatu bilangan. b. Guru menginformasikan model pembelajaran yang akan digunakan yaitu model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW c. Guru menginformasikan tujuan pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW

lxxxVIII-A

d. Guru membagi kelompok kooperatif tipe JIGSAW

e. Motivasi

2. Kegiatan Inti

a. Penguasan materi

1). Guru menjelaskan materi luas daerah persegi panjang, persegi dan luas daerah segitiga siku-siku. 2). Guru membagi LKS untuk tiap-tiap individu dalam kelompok

3). Tiap siswa berusaha menguasai materi sesuai dengan soal yang diterima

4). Mengubah bentuk kelompok dengan cara penukaran sejumlah kelompok menurut soal yang diterima, kelompok baru yang terbentuk tersebut disebut kelompok ahli 5). Siswa mendiskusikan materi dalam kelompok ahli

6). Guru mengawasi dan memberikan batuan seperlunya b. 1). Dari kelompok ahli siswa kembali ke kelompok asal.

Penularan Materi

2). Tiap siswa dalam kelompok asal saling menularkan dan menerima materi. 3). Guru memonitoring kerja kelompok.

3. Penutup

a. Guru bersama siswa membahas LKS dan membuat rangkuman materi. b. Kuis. c. Guru memberikan tugas rumah

lxxxVIII-Ai

Rencana Pembelajaran

03 Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Kelas/semester Pokok Bahasan : SMP : matematika : VVIII-A/I : Geometri dan Pengukuran Sub Pokok

Bahasan : Teorema Pythagoras Alokasi waktu : 2 x 45 menit Standar Kompetensi : Menentukan panjang garis dalam segitiga serta dapat menggunakannya dalam pemecahan masalah A. Kompetensi Dasar 5.1 Menemukan teorema Pythagoras

B. Materi Pokok Teorema Pythagoras

C. Indikator 1. Menjelaskan dan menemukan teorema Pythagoras

2. Menuliskan teorema Pythagoras

3. Menggunakan teorema Pythagoras untuk menghitung panjang salah satu sisi segiti