psychosocial functioning
DESCRIPTION
jiwaTRANSCRIPT
FUNGSI PSIKOSOSIAL PADA PASIEN PENDERITA GANGGUAN
KEPRIBADIAN: SEBUAH TINJAUAN TERHADAP LITERATUR STUDI
PENELITIAN BERBASIS BUKTI
Wendy Davila Wood, Aizpea Boyra, dan Jose Guimon
Ringkasan
Praktek berbasis bukti merupakan sebuah tujuan yang kompleks untuk
dicapai dalam bidang Psikiatri, dan bahkan yang lebih kompleks, pada saat ingin
menjelaskan gangguan kepribadian, konsep teoretis yang benar-benar tidak jelas,
dan yang telah selalu menjadi sumber kebingungan dan perdebatan antar pakar
kesehatan mental. Kebingungan ini membenarkan kebutuhan untuk secara empiris
menopang bidang pengobatan yang dapat didukung oleh bukti, tanpa
mengabaikan unsur-unsur praktek klinis yang unik seperti pengalaman pribadi
professional, dan pilihan serta nilai-nilai pasien.
Para peneliti menawarkan sebuah revisi dari literatur yang paling relevan
tentang disfungsi psikososial terhadap PD. Penelitian-penelitian empiris masih
jarang, tetapi temuan-temuan yang ada tampaknya mendukung bahwa gangguan
keberfungsian, khususnya keberfungsian sosial, merupakan sebuah komponen
yang abadi dari PD.
Kata kunci:
Disfungsi psikososial. Gangguan Kepribadian Perbatasan
Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan dorongan untuk
sebuah praktek berbasis bukti, yang dimulai dalam bidang kedokteran umum, dan
secara progresif dikembangkan ke bidang Psikiatri. Gerakan tersebut merupakan
sebuah ide pengaturan seperti metode penelitian. Hal ini bermaksud untuk
menunjukkan aspek-aspek pengobatan yang sesungguhnya dapat didukung oleh
bukti, dan yang harus didukung oleh faktor-faktor yang valid seperti pengalaman
klinis, aspek unik dari situasi klinis dan pilihan dan nilai-nilai pasien. Upaya
untuk menjadi lebih berbeda ini memperoleh derajat kompleksitas yang lebih
tinggi didalam bidang kesehatan mental, dimana kadang-kadang sulit untuk
menemukan dasar umum keabsahan antara posisi etis dan teoretis yang melekat
dalam praktek klinis dan penelitian.
Bukti dari kompleksitas ini dapat ditemukan saat meninjau literature
berbasis bukti tentang keberfungsian psikososial pada pasien penderita Gangguan
Kepribadian (PD). Penelitian berbasis empiris masih jarang, dan kebutuhan akan
studi klinis yang dirancang dengan lebih baik diakui. Makalah kali ini mencoba
menawarkan sebuah tinjauan yang singkat tentang studi berbasis bukti yang ada
dalam keberfungsian psikososial pada PD. Untuk kita kita akan menguji variabel-
variabel yang lebih menonjol yang dilibatkan dalam keberfungsian psikososial,
validitas alat pengukuran tertentu dan bukti yang mendukung berbagai hasil yang
diperoleh dari studi yang berbeda.
1. Beberapa variabel yang terlibat dalam disfungsi sosial yang terlibat
Bagi beberapa peneliti, seperti Skodol dkk. (1), sebuah ciri yang
menentukan PD adalah pola pengalaman dan perilaku batin yang awet dan stabil
dari waktu ke waktu. Akan tetapi, penelitian lanjutan dan serentak telah
menunjukkan ketidakstabilan diagnostik pada PD, bahkan pada interval jangka
pendek. Maka dari itu, tampak bahwa apa yang masih tetap konstan dari waktu ke
waktu merupakan pola ketidakstabilan yang terus menerus. Dengan cara ini, para
peneliti mengusulkan agar gangguan keberfungsian social merupakan sebuah sifat
utama yang stabil pada para pasien ini dan merupakan aspek pokok pada PD yang
berfungsi untuk membedakannya dengan kepribadian normal. Ini berarti bahwa
kemampuan komparatif dari keterampilan-keterampilan yang bersaing untuk
memprediksikan gangguan psikososial, menawarkan suatu cara untuk menguji
kebaikan mereka.
Saat ini, studi empiris yang berbeda telah menganalisa berbagai variabel
yang terlibat dalam keberfungsian psikososial. Ada banyak literatur yang
menghubungkan sebuah lingkungan psikososial yang rusak pada masa kanak-
kanak dengan PD yang timbul pada tahun-tahun berikutnya. Itu adalah kasus
Jovev dkk. (4) Para peneliti telah mendokumentasika keberfungsian yang kurang
dan angka kejadian hidup negatif yang lebih tinggi dalam kaitannya dengan PD,
terutama dengan gangguan kepribadian (BPD). Akan tetapi, sebuah penelitian dari
Ullrich (6) memenuhi syarat bahwa walaupun sebagian besar PD terkait dengan
gangguan keberfungsian psikososial dan kegagalan hidup, maka beberapa sifat
PD, (bahkan apabila dianggap patologis), dapat memberikan sumbangan positif
kepada salah satu aspek yang penting dari keberhasilan hidup yaitu: status dan
kekayaan. Pagano dkk., membuat sebuah poin yang penting (4) terhadap subyek
ini. Para peneliti mengindikasikan bahwa walaupun banyak perhatian yang telah
diberikan kepada pengaruh pengalaman buruk di masa kanak-kanak terhadap
perkembangan PD, kita masih belum banyak tahu tentang bagaimana kejadian-
kejadian hidup akhir-akhir ini mempengaruhi perjalanan keberfungsian yang
terus-menerus. Hal ini akan memungkinkan dilakukannya evaluasi ulang tentang
seberapa pentingkah pengalaman awal dalam PD, dibandingkan dengan
pengalaman hidup di kemudian hari.
Pada presentasi klinis tentang perbedaan PD dalam ciri-ciri adaptasi
psikososial antara pasien pria dan wanita yang telah diamati. Beberapa penelitian
melaporkan bahwa pria yang mengalami BPD lebih berkemungkinan untuk
didiagnosa mengalami gangguan penggunaan zat serta gangguan kepribadian
paranoid, pasif-agresif, narsistik, sadistik, dan antisosial.
Disisi lain, para wanita penderita BPD tampaknya lebih berkemungkinan
untuk melaporkan riwayat kekerasan fisik dan seksual pada masa dewasa dan
memenuhi kriteria diagnostic untuk gangguan stress pasca-traumatik (PTSD) dan
gangguan makan. Akan tetapi, kita harus mempertimbangkan temuan-temuan
Johnson dkk. Para peneliti ini menguraikan bahwa sebagian besar literatur tentang
BPD terfokus kepada kemunculannya pada wanita dan tidak secara khusus
menilai perbedaan gender pada presentasi klinis.
Pada tingkat yang lebih umum, peredaan gejala dan peningkatan
keberfungsian social telah selalu dianggap berhubungan. Zanello dkk berkomentar
bahwa sejak tahun limapuluhan, keberfungsian sosial dianggap sebagai sebuah
dimensi yang penting untuk mempertimbangkan perencanaan pengobatan dan
pengukuran hasil. Mereka berpendapat bahwa selama bertahun-tahun skala gejala
telah dianggap sebagai ukuran hasil yang cukup, dan peningkatan keberfungsian
sosial telah diperkirakan atas dasar peredaan gejala. Ketika gejala dan
penyesuaian sosial kadang-kadang tampak relatif independent, tidak kesimpulan
akurat mengenai keberfungsian sosial pasien yang dapat didorong atas dasar
gejala klinisnya.
2. Alat Pengukuran
Akhir-akhir ini, perhatian telah diarahkan kepada pengembangan
instrumen yang secara khusus dimaksudkan untuk mengukur tingkat dan sifat
disfungsi sosial yang diamati pada sebagian besar sindrom psikiatrik. Banyak
diantara instrument ini yang dirancang untuk isi oleh para pengasuh atau tetap
memakan waktu dan sulit digunakan secara rutin. Maka dari itu, saat ini dalam
praktek klinis, ada sebuah kebutuhan untuk bergantung kepada instrumen yang
sederhana dan singkat yang mempertimbangkan perspektif pasien tentang
penyesuaian sosial mereka dari waktu ke waktu.
Para peneliti yang berbeda telah menggunakan alat dan instrumen yang
berbeda untuk mengukur gangguan psikososial dalam PD. Ullrich dkk
menggunakan sebuah wawancara sosial terstandar untuk penilaian adaptasi
disfungsi dalam gangguan kepribadian. Penelitian ini mengidentifikasi indikator
keberhasilan hidup dengan analisis faktor dalam dua komponen yang berkorelasi
sedang yang menyatakan status dan kekayaan dan hubungan intim yang berhasil.
Pada pihak mereka, Skodol dkk., meneliti gangguan psikososial melalui tujuh
domain keberfungsian seperti yang diukur oleh Evaluasi Lanjutan Interval
Longitudinal (LIFE), sementara pada penelitian lain, mereka menggunakan Skala
Penyesuaian Sosial, sebuah penilaian wawancara setengah terstruktur dan ukuran
laporan diri.
Keberfungsian psikososial juga dievaluasi oleh Adell dkk, dengan
menggunakan wawancara penelitian setengah terstruktur yang terbukti valid yang
dilakukan oleh para dokter ahli tingkat doktoral. Di lain pihak, Chanen dkk
memilih untuk menilai keberfungsian sosial pada remaja-remaja penderita PD
dengan menggunakan Laporan Diri Pemuda, Laporan Diri Pemuda Dewasa, Skala
Hasil Kesehatan Bangsa untuk Anak-anak dan Remaja, Skala Penilaian
Keberfungsian Sosial dan Okupasional, dan beberapa variabel sosial-demografi.
Questionnaire de Fonctionnement Social, (QFS), yang dikembangkan di
Jenewa oleh Zanello dkk layak untuk dibahas secara khusus. Instrumen baru ini di
Perancis, diciptakan pada awalnya guna menilai karakteristik keberfungsian sosial
dan psikometrik, pada pasien yang dilibatkan pada program psikoterapi
kelompok, (didalam lingkungan kesehatan mental spesialist). Hal ini dirancang
untuk diselesaikan dalam waktu kurang dari 10 menit dan pertanyaan-pertanyaan
diparafrasekan dengan cara yang sederhana dan berlimpah, untuk membatasi
masalah-masalah yang melekat pada kebutahurufan atau pemahaman bahasa. QFS
adalah sebuah instrument laporan diri yang terdiri atas 16 soal yang menilai
frekuensi, (8 soal), dan kepuasan (8 soal), berbagai perilaku sosial yang diadopsi
dalam jangka waktu 2 minggu sebelum penilaian. Hal ini menghasilkan tiga
indeks keberfungsian social yang berbeda yang ditentukan menurut teori dan
disebut: “frekuensi”, “kepuasan” dan “global”. Skor yang lebih tinggi ini adalah
sebuah indikator keberfungsian sosial yang lebih besar (Sebuah versi Spanyol
yang telah dikembangkan di Departemen Psikiatri Basque Country oleh Guimon
dkk).
Pada penelitian mereka, Zannello dkk memberikan QFS kepada 457
subyek yang berusia antara 18 sampai 65 tahun, termasuk 176 pasien rawat jalan
(99 mengalami gangguan kegelisahan atau depresi, 25 mengalami gangguan
kepribadian dan 52 mengalami gangguan psikosis) dan 281 subyek kontrol yang
sehat. Konsistensi internal berkisar antara 0,69 sampai 0,71 (koefisien korelasi
intra kelas). Validitas diskriminan ditunjukkan sangat bagus. Pada kontrol yang
sehat, korelasi validitas konvergen dengan SAS-SR cukup tetapi signifikan secara
statistik (rS dari -0,21 sampai -0,44, p < 0,05). Pada saat membandingkan skor
QFS dengan tingkat keparahan gejala yang dinilai sendiri, tingkat keberfungsian
social yang lebih rendah secara signifikan terkait dengan gejala uanh lebih parah
menurut Inventaris Gejala Singkat (BSI: rS dari -0,38 sampai – 0,65, p < 0,001).
Indeks QFS menunjukkan sensitivitas terhadap perubahan. Validitas faktorial
QFS pada analisis pertama hanya membahas soal-soal Frekuensi; 7 dari 8 soal
memiliki muatan diatas 0,5 pada Faktor 1 yang mencapai 30,7% variansi, (tidak
digilir). Analisis kedua hanya membahas soal-soal Kepuasan; semua soal
memiliki muatan diatas 0,6 pada Faktor 1 yang menjelaskan 43,4% variansi (tidak
digilir). Dan yang pada akhirnya, pada analisis faktor yang ketiga, semua soal
QFS dimasukkan; 15 dari 16 soal memiliki muatan diatas 0,4 pada Faktor 1
mencapai 30% variansi, (tidak digilir). Mengenai validitas faktorial instrument,
hasil ini mengungkapkan bahwa semua soal QFS termasuk dalam dimensi pokok
yang sama.
Zanello dkk memberikan kaidah-kaidah ketentuan untuk QFS untuk
kontrol yang sehat, guna menciri-cirikan tiap pasien atau sub kelompok pasien.
Para peneliti berpendapat bahwa kebutuhan untuk penilaian dalam rutinitas klinis,
guna memperkirakan aspek-aspek yang berbeda dari kondisi pasien, serta kualitas
pengobatan yang diberikan, telah memberikan sumbangan kepada pengembangan
berbagai macam instrument yang mengukur beberapa domain. Mengenai tingkat
keberfungsian sosial, banyak instrumen yang gagal memenuhi kriteria utama
kelayakan, yang masih terlalu kompleks atau memakan waktu. Lagipula, hanya
beberapa dari mereka yang tersedia di Perancis. Zanello dkk., menyimpulkan
bahwa QFS singkat, sederhana dan mudah untuk memberikan skala penilaian diri
yang memperlihatkan sifat psikometrik yang memuaskan. Ini tampaknya adalah
sebuah instrumen yang bermanfaat untuk pemantauan keberfungsian sosial pada
pasien psikiatrik yang, dari sudut pandang terapetik mungkin memiliki dampak
yang jelas. Instrument ini merencanakan sebuah harapan bagi perubahan dan
membiarkan keduanya, pada pasien uji realita, dan keyakinan terapis tentang
adanya perkembangan (atau tidak), dan untuk mengetahui apakah terapi bekerja
pada domain hasil tertentu ini. Meskipun demikian, saat ini, pemberian QFS
kepada populasi lain dan cara-cara pengobatan memerlukan penelitian lebih
lanjut.
3. Hasil
Terkait dengan variabel-variabel psikosisial yang berbeda dan dengan alat
pengukuran yang diterapkan secara berbeda yang dijelaskan sebelumnya, berbagai
peneliti yang disebutkan diatas telah mencapai serangkaian kesimpulan empiris
yang akan mulai kita jelaskan secara singkat.
Ulrich dkk menemukan bahwa skor dimensional penghindaran, obsesif
kompulsif dan narsistik dari pasien dikaitkan dengan status dan kekayaan.
Hubungan terbalik ditemukan antar dimensi gangguan kepribadian antisosial
bergantung, schizotypal, schizoid, dan dewasa dan domain keberhasilan hidup ini.
Selain itu, dimensi penghindaran, schizoid dan BPD secara negatif terkait dengan
hubungan intim yang berhasil.
Skodol dkk menemukan bahwa pasien penderita gangguan kepribadian
schizotypal dan BPD memiliki gangguan secara signifikan lebih besar dalam
bekerja, pada hubungan sosial mereka dan pada waktu luang daripada pasien
penderita gangguan kepribadian obsesif-kompulsif atau gangguan depresi besar;
pasien penderita gangguan kepribadian penghindaran berada tingkat lanjut.
Perbedaan ini ditemukan pada cara-cara penilaian dan tetap signifikan setelah
kovariasi untuk perbedaan demografi dan psikopatologi komorbid axis I. Model
tiga dan lima factor dibandingkan dengan gambaran tiga dimensi DSM-IV PD dan
kategori baku mengenai hubungan mereka dengan keberfungsian psikososial.
Baik gambaran kategoris maupun dimensional gangguan kepribadian DSM-IV
menunjukkan hubungan yang lebih erat dengan gangguan pada keberfungsian
pada domain pekerjaan, hubungan sosial dengan orang tua dan teman-teman,
penyesuaian sosial global dan penilaian DSM-IV axis V bukan model tiga dan
lima faktor. Dimensi DSM-IV adalah dimensi yang paling baik memprediksikan
gangguan fungsional dari keempat pendekatan. Dan walaupun sifat kepribadian
lima faktor menangkap variansi pada gangguan fungsional yang tidak
diprediksikan oleh dimensi PD DSM-IV, dimensi DSM-IV menjelaskan lebih
banyak variansi secara signifikan daripada ukuran kepribadian. Mereka
menyimpulkan bahwa skor-skor pada dimensi keberfungsian kepribadian umum
tidak tampak terkait erat dengan gangguan keberfungsian seerat dengan
psikopatologi gangguan kepribadian DSM. PD adalah sumber morbiditas
psikiatrik yang signifikan, yang menjelaskan lebih banyak gangguan dalam
keberfungsian daripada gangguan depresi besar saja. Kesimpulan-kesimpulan ini
mengungkapkan bahwa gangguan kepribadian mungkin tidak menggambarkan
entitas diagnostik dan bahwa klasifikasi kategoris lain tidak optimal.
Pada artikel lain, Skodol dkk membahas kestabilan gangguan pada
keberfungsian psikososial pada pasien yang mengalami empat PD yang berbeda.
Mereka menemukan bahwa peningkatan yang signifikan pada keberfungsian
psikososial hanya terjadi pada tiga dari tujuh domain keberfungsian dan sebagian
besar disebabkan oleh peningkatan-peningkatan pada MDD dan tidak ada
kelompok PD. Pasien penderita BPD atau OCPD tidak menunjukkan peningkatan
pada seluruh keberfungsian, tetapi para pasien penderita BDP yang mengalami
perubahan pada psikopatologi kepribadian tidak menunjukkan peningkatan pada
keberfungsian. (Gangguan dalam hubungan sosial tampak paling stabil pada
pasien penderita PD). Mereka menyimpulkan bahwa gangguan keberfungsian,
khususnya keberfungsian sosial, mungkin merupakan PD komponen abadi.
Ansell dkk membandingkan keberfungsian psikososial dan pemanfaatan
pengobatan pada 130 partisipan yang didiagnosa dengan gangguan kepribadian
BPD, non-BPD (OPD), suasana hati dan/gangguan kegelisahan (MAD), atau
mereka yang tidak memiliki diagnose psikiatrik saat ini yang berfungsi sebagai
kelompok perbandingan yang sehat. Analisis variansi mengungkapkan bahwa
kekurangan yang paling parah pada keberfungsian terletak pada kelompok BPD
antar bidang keberfungsian global dengan gangguan keberfungsian yang lebih
moderat (sedang) yang terjadi di kelompok OPD dan MAD. Kelompok BPD
diciri-cirikan oleh pemanfaatan pengobatan psikiatrik dan non-psikiatrik daripada
kelompok lain. Temuan-temuan ini mengindikasikan bahwa BPD serta gangguan
kepribadian lain, merupakan sebuah sumber gangguan psikologis yang besar dan
gangguan fungsional yang setara dengan, dan kadang-kadang melampaui,
gangguan yang ditemukan dalam gangguan suasana hati dan kegelisahan.
Chanen dkk menguji keberfungsian dan psikopatologi adaptif pada remaja
penderita DSM-IV BPD. Kelompok gangguan kepribadian perbatasan (N = 46)
memiliki gejala psikiatrik yang paling parah dan gangguan fungsional pada
jangkauan domain yang luas, diikuti oleh gangguan kepribadian lain (N = 88) dan
tidak ada kelompok gangguan kepribadian (N = 43), secara berturut-turut. BPD
adalah sebuah prediktor yang signifikan pada dan diatas gangguan Axis I dan
diagnose PD lainnya untuk psikopatologi, keberfungsian umum, hubungan
sebaya, perawatan diri, dan keberfungsian keluarga dan hubungan. Para peneliti
menyimpulkan bahwa diagnose gangguan kepribadian perbatasan seharusnya
tidak diabaikan atau diganti dengan diagnose Axis I dalam praktek klinis remaja,
dan strategi intervensi awal perlu dikembangkan untuk gangguan ini.
Jovev dkk meneliti dampak dari kejadian-kejadian hidup akhir-akhir ini,
percekcokkan sehari-hari dan peningkatan pada keberfungsian psikososial pada
pasien penderita PD, sambil mengembangkan penelitian terlebih dahulu dengan
menguji peran persepsi efektivitas penanggulangan dan persepsi stress kejadian-
kejadian hidup akhir-akhir ini. Hasilnya mengindikasikan bahwa kelompok BPD
melaporkan tingkat keberfungsian yang paling buruk, khususnya pada apa yang
terkait dengan keberfungsian interpersonal. Kelompok BPD juga melaporkan
kejadian-kejadian hidup yang lebih negatif, khususnya pada hubungan
interpersonal, domain kesehatan pribadi, kejahatan, dan keuangan. Kelompok ini
juga melaporkan mengalami lebih sedikit peningkatan, lebih sedikit
percekcokkan, dan menemukan situasi-situasi pekerjaan yang khususnya rentan
stress dan sulit untuk diatasi. Intensitas percekcokkan adalah sebuah prediktor
keberfungsian yang terlepas dari diagnosa BPD. Sebuah frekuensi kejadian hidup
yang lebih besar terkait erat dengan diagnosa non-BPD dalam memprediksikan
penurunan pada keberfungsian psikososial.
Pagano dkk menguji seberapa jauh subyek PD berbeda dalam angka
kejadian hidup dan seberapa jauh kejadian hidup mempengaruhi keberfungsian
psikososial. Subyek gangguan kepribadian perbatasan (borderline) melaporkan
kejadian hidup total negatif yang secara signifikan lebih banyak daripada PD yang
lain atau subyek lain yang menderita Gangguan Depresi Besar. Kejadian-kejadian
negatif, terutama kejadian-kejadian interpersonal, memprediksikan penurunan
keberfungsian dari waktu ke waktu. Para peneliti menyimpulkan bahwa angka
kejadian negatif yang lebih tinggi pada subyek yang mengalami PD lebih parah
dan menunjukkan bahwa kejadian-kejadian hidup yang negatif berpengaruh
buruk terhadap berbagai bidang keberfungsian psikososial.
Dan yang terakhir, seperti yang disebutkan sejak awal saat menjelaskan
beberapa variabel psikososial, Johson dkk menguji perbedaan jenis kelamin pada
BPD. Para pria penderita BPD memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mengeluhkan gangguan penggunaan zat, dan menderita PD schizotypal, narsistik,
dan antisosial, sementara wanita penderita BPD memiliki kemungkinan lebih
besar untuk mengalami PTSD, gangguan makan, dan kriteria gangguan identitas
BPD. Jika berbicara secara umum, para wanita dan pria penderita BPD
memperlihatkan lebih banyak persamaan daripada perbedaan pada presentasi
klinis. Perbedaan yang muncul sesuai dengan yang ditemukan pada studi
epidemiologis psikopatologi dan maka dari itu tampaknya tidak unik bagi BPD.
Selain itu, banyak perbedaan jenis kelamin yang secara tradisional ditemukan
pada sampel epidemiologi yang tidak muncul pada subyek BPD. Sebagai contoh,
tidak ada perbedaan yang ditemukan pada tingkat gangguan depresi besar, sebuah
kondisi yang lebih prevalen (lazim) pada wanita.