psikotropika by childern

83
ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NOMOR 1051/Pid.B/2008/PN.MKS TENTANG TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Serjana Hukum Oleh : IRFAN PAUWAH 45 05 060 043 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 45 MAKASSAR 2009

Upload: pauwabega

Post on 30-Jun-2015

6.354 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Psikotropika By Childern

1  

 

ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN

NOMOR 1051/Pid.B/2008/PN.MKS TENTANG TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Serjana Hukum

Oleh :

IRFAN PAUWAH 45 05 060 043

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS 45 MAKASSAR

2009

 

Page 2: Psikotropika By Childern

2  

 

ii  

Page 3: Psikotropika By Childern

3  

 

iii  

Page 4: Psikotropika By Childern

4  

 

iv  

Page 5: Psikotropika By Childern

5  

 

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat ALLAH S.W.T

yang telah memberikan berkah, rahmat, dan hidayah-Nya kepada Penulis

hingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “Analisis

Terhadap Putusan Pengadilan Nomor 1051/Pid.B/2008/PN-Mks Tentang

Tindak Pidana Psikotropika Yang Dilakukan Oleh Anak”.

Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari

sempurna dan masih terdapat banyak kekurangan karena segala

keterbatasan yang dimiliki Penulis. Oleh karena itu, dengan segala

kerendahan hati, saran dan kritik yang membangun sangat Penulis harapkan

demi kesempurnaan penulisan hukum ini.

Penulisan hukum ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai

pihak, baik bantuan yang diberikan secara langsung maupun tidak langsung.

Yang sepantasnya pada lembaran pengantar ini penulis menghaturkan

terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada Bapak DR.

Marwan Mas, SH, MH dan Bapak Ruslan Renggong, SH., MH selaku

Pembimbing I dan Pembimbing II, yang telah meluangkan waktu dan

v  

Page 6: Psikotropika By Childern

6  

 

bersedia untuk membimbing dan memberikan petunjuk serta saran-saran

kepada penulis dalam menyusun karya ilmiah ini.

Atas segala bantuan yang telah diberikan, Penulis menghaturkan

penghargaan dan terima kasih kepada para pihak yang telah banyak

membantu dan menolong Penulis selama pembuatan skripsi ini:

1. Bapak Prof. DR. Abu Hamid, selaku Rektor Universitas “45”

Makassar.

2. Bapak Abd. Haris Hamid, SH., MH, selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas “45” Makassar.

3. Ibu Andi Tira, SH, MH, Ibu Yulia A. Hasan, SH., MH dan Bapak

Baso Madiong, SH., MH, masing-masing selaku Pembantu

Dekan I, Pembantu Dekan II, dan Pembantu Dekan III Fakultas

Hukum Universitas “45” Makassar.

4. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas “45”

Makassar yang telah mendidik dan membekali penulis dengan

pengetahuan, terima kasih atas didikan dan ilmu yang diberikan

kepada saya selama ini. Semoga ilmu yang saya peroleh dapat

bermanfaat untuk kedepannya.

vi  

Page 7: Psikotropika By Childern

7  

 

5. Kepada Ibunda Yulia A. Hasan, SH., MH, selaku penasehat

akademik Penulis yang senantiasa memberi arahan dalam

memilih mata kuliah yang akan diprogramkan.

6. Buat Pak Patta, Pak Jamal, Ibu Marni, Ibu Biah terima kasih

banyak atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis

baik yang bersifat administratif ataupun sosialisasi.

7. Seluruh Staff Akademik baik fakultas maupun universitas yang

telah sabar dan banyak membantu dalam keperluan administrasi

akademik selama kuliah sampai penyusunan tugas akhir ini.

vii  

Page 8: Psikotropika By Childern

8  

 

My  sPeCial  tHankS  GoEs  to  ……..  :  

 

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat buat kita semua dan dapat

membantu untuk memperluas cakrawala berpikir para pembaca, dan penulis

mengingat kata-kata dari orang bijak “Ora et Labora” oleh karena itu jangan

pernah menyerah dalam menjalani hidup ini. Semoga Allah SWT selalu dan

senantiasa melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya tanpa mengenal batas

waktu kepada kita. Amin, ya Rabbal Alamin.

Wassalamualaiku, Wr. Wb..

Makassar, 02 Desember 2009

Penulis

viii  

Page 9: Psikotropika By Childern

9  

 

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................ i

PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................................ ii

PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI ......................................................... iii

HALAMAN PENERIMAAN DAN PENGESAHAN ................................. iv

KATA PENGANTAR ............................................................................. v

DAFTAR ISI .......................................................................................... ix

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah .................................................... 11

1.2 Rumusan Masalah ............................................................. 15

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian....................................... 15

1.4 Metode Penelitian .............................................................. 16

1.4.1 Lokasi Penelitian .................................................. 16

1.4.2 Jenis dan Sumber Data........................................ 16

1.4.3 Teknik Pengumpulan Data ................................... 16

1.4.4 Analisis Data......................................................... 17

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Anak ................................................................ 18

2.2 Pengertian dan Golongan Psikotropika ............................. 20

2.3 Unsur-unsur Tindak Pidana Psikotropika........................... 26

ix  

Page 10: Psikotropika By Childern

10  

 

2.4 Ancaman Pidana Dalam Undang-undang Psikotropika..... 28

2.5 Dasar Hukum Pengadilan Anak......................................... 33

2.6 Syarat dan Jenis Surat Dakwaan....................................... 39

2.7 Jenis-jenis Putusan Hakim................................................. 47

BAB 3 PEMBAHASAN

3.1 Proses Pemeriksaan Perkara yang melibatkan anak-anak 51

3.1.1 Analisis Perkara.................................................... 51

3.1.2 Proses Pemeriksaan dalam Persidangan ............ 54

3.1.3 Surat Dakwaan.................................................... 63

3.1.4 Petikan Putusan ................................................... 68

3.1.5 Analisis Putusan................................................... 70

3.2 Pertimbangan Hukum Hakim dalam Perkara

Nomor 1051/Pid.B/2008/PN-MKS........................................ 73

BAB 4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan ........................................................................ 79

4.2 Saran ................................................................................. 80

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

x  

Page 11: Psikotropika By Childern

11  

 

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakag Masalah

Pembangunan nasional Indonesia bertujuan untuk mewujudkan

manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia yang adil,

makmur, sejahtera, tertib dan damai berdasarkan Pancasila dan Undang-

undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945). Untuk

mewujudkan masyarakat yang tertib dan sejahtera tersebut perlu

peningkatan usaha di berbagai bidang, termasuk bidang kesehatan dan

bidang hukum.

Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia tidak

terlepas dari berbagai masalah pelanggaran dan berbagai kejahatan

yang mengancam stabilitas bangsa baik secara lansung maupun tidak

lansung. Salah satunya adalah masalah peredaran dan penyalahgunaan

narkotika dan psikotropika serta oba-obat terlarang.

Penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainya

(NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai

NARKOBA (Narkotika dan Bahan/ Obat berbahanya) merupakan

masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya

penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama

multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang

Page 12: Psikotropika By Childern

12  

 

dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten.

Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan narkotika,

psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi

pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut

indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai

peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu

maupun masyarakat luas khususnya generasi muda. Maraknya

penyalahgunaan NAPZA tidak hanya di kota-kota besar saja, tapi sudah

sampai ke kota-kota kecil di seluruh wilayah Republik Indonesia, mulai

dari tingkat sosial ekonomi menengah bawah sampai tingkat sosial

ekonomi atas. Tampaknya generasi muda adalah sasaran strategis

perdagangan gelap NAPZA. Oleh karena itu semua pihak perlu

mewaspadai bahaya dan pengaruhnya terhadap ancaman kelangsungan

pembinaan generasi muda. Sektor kesehatan memegang peranan

penting dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA.

Penyalahgunaan psikotropika dan obat-obatan terlarang di

kalangan generasi muda dewasa ini kian meningkat Maraknya

penyimpangan perilaku generasi muda tersebut, dapat membahayakan

keberlangsungan hidup bangsa ini di kemudian hari. Pemuda sebagai

generasi yang diharapkan menjadi penerus bangsa, semakin hari

semakin rapuh digerogoti zat-zat adiktif penghancur syaraf, sehingga

Page 13: Psikotropika By Childern

13  

 

remaja tersebut tidak dapat berpikir jernih. Akibatnya, generasi harapan

bangsa yang tangguh dan cerdas hanya akan tinggal kenangan. Sasaran

dari penyebaran narkoba ini adalah kaum muda atau remaja. Kalau

dirata-ratakan, usia sasaran psikotropika ini adalah usia pelajar, yaitu

berkisar umur 11 sampai 24 tahun. Hal tersebut mengindikasikan bahwa

bahaya psikotropika sewaktu-waktu dapat mengincar anak didik kita

kapan saja.

Masalah kenakalan anak (Juvenile delinquency) merupakan salah

satu bentuk permasalah sosial yang terdapat dalam masyarakat yang

hampir setiap tahun mengalami peningkatan, terutama di kota-kota besar

seperti yang terjadi di kota Makassar. Peredaran NAPZA terutama

psikotropika di kalangan anak-anak di kota Makassar makin marak. Ini

disebabkan karena kurangnya pengawasan dari orang tua ataupun dari

pihak yang berwajib dan minimnya pengetahuan mereka tentang bahaya

narkoba yang dampaknya bisa menyebabkan ketergantungan yang

merugikan dan dapat merangsang susunan syaraf pusat sehingga

menimbulkan kelainan prilaku. Sehingga tidak salah jika banyak dari

mereka yang terjerumus.

Bagi kalangan anak-anak mereka tidak tahu menahu apakah itu

NAPZA atau bukan. Mereka pada awalnya ingin mencoba dan sampai

akhirnya jadi kecanduan dan ketergantungan dari NAPZA tersebut.

Page 14: Psikotropika By Childern

14  

 

NAPZA yang sering digunakan pada awalnya dari golongan psikotropika.

Karena penggunaan menganggap bahwa psikotropika lebih mudah dari

golongan-golongan NAPZA yang lain. Peristiwa tersebut dapat diketahui

dari berbagai media massa dan media cetak, seperti yang terjadi pada

anak yang bernama Arlan (14) yaitu anak yang kedapatan menyimpan

atau membawa psikotropika. Pada awalnya Ia di panggil oleh seorang

lelaki paroh baya bernama Rudi alias Lupus di pasar kerung-kerung lalu

menyuruhnya untuk membawa satu paket psikotropika jenis shabu-shabu

kepada orang yang memesan atau membelinya dengan menyebutkan

ciri-ciri orang tersebut. Ia mau membawa shabu-shabu tersebut karena

sebelumnya juga sudah pernah mengantarkan shabu-shabu pada

seseorang yang membeli shabu-shabu pada lelaki bernama Rudi alias

Lupus karena mendapat imbalan uang sebesar dua puluh ribu rupiah. Ia

terlebih dahulu ditangkap oleh petugas kepolisian dari Polda Sul-sel

sebelum menyerahkan shabu-shabu tersebut kepada orang yang

memesannya.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Nomor

1051/Pid.B/2008/PN.Mks Tentang Tindak Pidana di Bidang Psikotropika

yang Dilakukan Oleh Anak”.

Page 15: Psikotropika By Childern

15  

 

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan

tersebut di atas, maka yang menjadi masalah pokok adalah sebagai

berikut :

a. Bagaimanakah proses pemeriksaan perkara Psikotropika yang

melibatkan anak-anak?

b. Bagaimanakah pertimbangan hukum majelis hakim dalam perkara

nomor 1051/Pid.B/2008/PN-MKS?

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

a. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana proses pemeriksaan perkara

Psikotropika yang melibatkan anak-anak.

2. Untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hukum majelis hakim

dalam perkara nomor 1051/Pid.B/2008/PN-MKS.

b. Kegunaan Penelitian

1. Diharapkan mampu memberikan masukan terhadap pembentukan

Undang-undang atau peraturan baru yang mengatur masalah anak

di kemudian hari.

2. Dapat memberikan masukan terhadap pemerintah, penegak

hukum, lembaga sosial, dan masyarakat untuk mencegah anak

Page 16: Psikotropika By Childern

16  

 

menggunakan NAPZA terutama golongan psikotropika di Kota

Makassar.

3. Sebagai bahan pertimbangan bagi penulis dan penelitian lainnya

yang menulis dan meneliti kasus yang sama.

1.4 Metode Penelitian

Dalam rangka pengumpulan data guna menyusun karya ilmiah

hukum seperti halnya skripsi ditentukan hal-hal sebagai berikut:

1.4.1 Lokasi penelitian

Adapun lokasi penelitian yang dipilih adalah Pengadilan Negeri

Makassar, dengan pertimbangan bahwa kasus psikotropika yang

diteliti telah memiliki putusan dan mempunyai kekuatan hukum

tetap.

1.4.2. Jenis dan sumber data

1. Data Primer yaitu data yang di peroleh dari penelitian

lapangan melalui observasi dan wawancara.

2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari hasil telaah

dokumen-dokumen, hasil-hasil laporan penelitian dan surat

kabar maupun berbagai media elektronik lainnya.

1.4.3. Teknik pengumpulan data

1. Penelitian kepustakaan (Library Research) dilakukan dengan

cara mempelajari literature hukum pidana dan sumber tertulis

Page 17: Psikotropika By Childern

17  

 

lainnya yang ada kaitannya dengan pertanggungjawaban

pidana terhadap anak di bawah umur yang menggunakan

Psikotropika. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan

landasan teoritis.

2. Penelitian lapangan (Field Research) dilakuakn dengan

teknik:

1) Observasi yaitu melakuakn pencatatan setiap gejala

perlakuakn masyarakat di lokasi penelitian dan

mengunjungi kantor Pengadilan Negeri Makassar dan

kantor Kepolisian di kota Makassar untuk memperoleh

data anak yang menggunakan psikotropika.

2) Wawancara yaitu mewawancarai tiga orang Pegawai

dari kantor Pengadilan Negeri Makassar.

1.4.4. Analisis Data

Data yang dikumpulkan dari penelitian lapangan melalui

wawancara akan digeneralisasikan sesuai dengan kualifikasi data.

Data sekunder yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif.

Page 18: Psikotropika By Childern

18  

 

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Anak

Anak adalah pewaris dan pelanjut masa depan bangsa.

Tetapi dalam kenyataannya situasi anak Indonesia masih dan terus

memburuk. Dunia anak yang seharusnya diwarnai opleh kegiatan

bermain, belajar, dan mengembangkan minat serta bakatnya untuk

masa depan, realitasnya di warnai data kelam dan menyedihkan. Anak

Indonesia masih terus mengalami kekerasan. Hal ini dapat dipahami

karena anak adalah manusia yang belum memiliki kematangan sosial,

pribadi dan mental seperti orang yang telah dewasa. Adapun

perbedaan anak dengan orang dewasa terlihat dengan adanya

perbedaan umur dan tingkah laku.

Menurut Undang-undang Nomor 4 tahun 1979, tentang

Kesejahteraan Anak, bahwa:

“Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. Akan tetapi walaupun seseorang belum genap 21 tahun, namun apabila ia sudah kawin, maka ia tidak lagi berstatus anak, melainkan orang yang sudah dewasa.” Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 3

tahun 1997 tentang Pengadilan Anak:

Page 19: Psikotropika By Childern

19  

 

“Anak adalah orang yang dalam perkara anak telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Jadi anak dibatasi dengan umur antara 8 (delapan) tahun sampai berumur 18 (delapan belas) tahun. Sedangkan sayarat kedua si anak belum pernah kawin, maksudnya anak tersebut tidak sedang terikat dalam perkawinan ataupun pernah kawin kemudian cerai. Apabila si anak sedang terikat dalam perkawinan atau perkawinannya putus karena peceraian, maka si anak dianggap sudah dewasa; walaupun umurnya belum genap 18 (delapan belas) tahun.” Pasal 45 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP),

mendefenisikan:

“Anak yang belum dewasa yaitu apabila belum berumur 16 (enam belas) tahun. Oleh karena itu, apabila ia tersangkut dalam perkara pidana, hakim boleh memerintahkan supaya si tersalah dikembalikan kepada orang tuanya; walinya atau pemeliharanya dengan tidak dikenakan suatu hukuman. Atau memerintahkan supaya diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenakan sesuatua hukuman. Ketentuan Pasal 35. 46, dan 47 KUHP ini sudah di hapus dengan lahirnya Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.”

Dengan demikian, yang dimaksud dengan anak yang belum

dewasa atau anak dibawah umur adalah anak yang belum dapat

bekerja sendiri, belum cakap dan belum mampu bertanggung jawab

dalam kehidupan masyarakat, belum dapat mengurus harta

kekayaannya sendiri, belum menikah dan belum berusia 21 tahun.

Lebih lanjut Maulana Hasan, (2000:12) mengatakan bahwa:

“Pengertian anak dari segi sosial adalah kedudukan anak sebagai makhluk sosial ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa berinteraksi dengan lingkungan, masyarakat, bangsa dan negara.”

Page 20: Psikotropika By Childern

20  

 

Jika ditinjau dari aspek yuridis dan juga menurut para ahli

hukum maka menurut penulis, pengertian anak dimata hukum positif

Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa. Orang

yang dibawah umur atau kerap juga disebut sebagai anak yang

dibawah pengawasan wali, maka bertitik tolak dari aspek tersebut

diatas ternyata hukum positif Indonesia tidak mengatur adanya

univikasi Hukum yang berlaku universal untuk menentukan kriteria

batasan umur anak.  

2.2 Pengertian dan Golongan Psikotropika

1. Pengertian Psikotropika

Convention on Psychotropic Substances, 1971, telah

diretifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Undang-

unang Nomor 8 tahun 1996. Dengan ratifikasi terhadap konvensi

tentang substansi psikotropika tersebut telah memberikan

konsekuensi hukum. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia

berkewajiban untuk menanggulangi pemberantasan kejahatan

penyalahgunaan psikotropika tersebut. Sejalan dengan

penerapan hukum terhadap ratifikasi konfensi substansi

psikotropika, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Undang-

undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Undang-

undang ini dalam kenyataannya tidak mampu menangkal tindak

Page 21: Psikotropika By Childern

21  

 

kejahatan penyalahgunaan Psikotropika, disebabkan Undang-

undang tersebut lebih banyak mengatur tentang masalah

kesehatan secara umum.

Psikotropika di satu sisi, merupakan obat atau bahan

yang bermanfaat atau pelayanan kesehatan dan

pengembangan ilmu pengetahuan, dan disisi lain, dapat

menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila

dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat

dan seksama. Perkembangan penyalahgunaan psikotropika

dalam kenyataan semakin meningkat, sehingga mendorong

Pemerintah Indonesia untuk menerbitkan Undang-undang

Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.

Psikotropika merupakan suatu zat/obat yang dapat

menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf

pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, kadang-kadang

disertai dengan timbulnya halusinasi (gangguan persepsi

visual dan pendengaran), ilusi, gangguan cara berpikir,

perubahan alam perasaan. Jenis-jenis yang termasuk

psikotropika Ecstasy/Ineks Ecstasy (methylen dioxy

methamphetamine)/ MDMA adalah salah satu jenis narkoba

yang di buat secara ilegal di sebuah laboratorium dalam

Page 22: Psikotropika By Childern

22  

 

bentuk tablet. Ekstasi akan mendorong tubuh untuk melakukan

aktivitas yang melampaui batas maksimum dari kekuatan

tubuh itu sendiri. Kekurangan cairan tubuh dapat terjadi

sebagai akibat dari pengerahan tenaga yang tinggi dan lama,

yang sering menyebabkan kematian. Zat-zat kimia yang

berbahaya sering dicampur dalam tablet atau kapsul ekstasi.

Zat-zat ini justru seringkali lebih berbahaya dibandingkan

kandungan ecstasy yang ada. Ekstasi ini mempengaruhi

reseptor dopamin di otak sehingga bila efek zat ini habis dapat

menimbulkan depresi dan paranoid.

Shabu-shabu Nama kimianya adalah

methamphetamine. Berbentuk kristal seperti gula atau bumbu

penyedap masakan. Obat ini berbentuk kristal maupun tablet,

tidak mempunyai warna maupun bau obat ini mempunyai

pengaruh yang kuat terhadap syaraf diantaranya :Merasa

nikmat, eforia, waspada, enerjik, sosial dan percaya diri (bila

digunakan lebih dari biasanya). Agitasi (mengamuk), agresi

(menyerang), cemas, panik. Mual, berkeringat, geraham

lengket, gigi terus mengunyah. Meningkatkan perilaku berisiko,

kehilangan nafsu makan, susah tidur, gangguan jiwa berat,

paranoid dan depresi.

Page 23: Psikotropika By Childern

23  

 

Sebenarnya psikotropika baru diperkenalkan sejak

lahirnya suatu cabang ilmu farmakologi yakni psikofarmakologi

yang khusus mempelajari psikofarma atau psikotropik. Istilah

psikotropik sendiri mulai banyak dipergunakan pada tahun

1971 sejak dikeluarkannya convention on psycotropic

substance oleh General Assembly yang menempatkan zat-zat

tersebut di bawah kontrol Internasional.

Sebagaia mana yang dikemukakan oleh Hari Sasangka,

(2003: 63) bahwa: Psikotropika adalah obat yang bekerja pada

atau mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman.

Menurut Undang-undang Nomor 5 tahun 1997 tentang

Psikotropika, dalam Pasal 1 butir 1 disebutkan bahwa:

Psikotropika adalah zat atau obat. baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika. yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku.

2. Golongan-golongan Psikotropika

Baik narkotika maupun psikotropika hanya boleh

beredar dalam bentuk obat yang hanya dipergunakan untuk

kepentingan pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan

saja. Pembatasan tersebut dilakukan mengingat bahaya yang

ditimbulkan dan pemakai dimaksud sangat besar.

Page 24: Psikotropika By Childern

24  

 

Menurut Undang-undang nomor 5 tahun 1997,

psikotropika dapat dibagi menjadi (4) empat golongan yaitu

sebagai berikut:

a. Psikotropika Golongan I

Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya

dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak

digunakan dalam terapi, serta mempunya potensi sangat

kuat yang dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan.

Antaralin: Ekstasi, Shabu-shabu, LSD (Lysergic Acid

Diethylamide/Elsid).

b. Psikotropika Golongan II

Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang

berkhasiat untuk pengobatandan dapat digunakan dalam

terapi, dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta

mempunya potensi kuat yang mengakibatkan sindroma

ketergantungan. Adapun yang termasuk dalam psikotropika

golongan II ada sebanyak 14 (empat belas) jenis antara

lain: Amfetainina, deksamfetainina, fenetilina dan lain lain.

c. Psikotropika Golongan III

Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang

berkhasiat untuk pengobatan dan banyak digunakan dalam

Page 25: Psikotropika By Childern

25  

 

terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi sedang yang mengakibatkan sindroma

ketergantungan. Adapun yang termasuk dalam psikotropika

golongan III yang mengakibatkan sindroma ketergantungan

ini terdapat 19 jenis, antara lain: amobarbital, buprenorfina,

butabital, dan lain-lain.

d. Psikotropika Golongan IV

Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang

berkhasiat untuk pengobatan dan sangat luas digunakan

dalam terapi dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi ringan yang mengakibatkan sindrima

ketergantungan. Adapun yang termasuk psikotropika

golongan IV ini terdiri dari 59 jenis, antara lain: alobarbital,

alprazolam, amfepramona, dan lain-lain.

Penggolongan psikotropika di atas tidak menutup

kemungkinan masih terdapat psikotropika lainnya yang tidak

mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan

tetapi digolongkan dalam kategori obat keras. Oleh karena itu,

pengaturan, pembinaan, dan penawasannya, tunduk pada

peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang obat

keras.

Page 26: Psikotropika By Childern

26  

 

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis

psikotropika yang terlampir dalam undang-undang psikotropika

telah disesuaikan dengan perkembangan terakhir dari

kesepakatan internasional yang tertuang dalam daftar

penggolongan psikotropika yang dikeluarkan oleh badan

internasional di bidang psikotropika. Khusus untuk Tetrahydro

Cannabinnol dan derivatnya, berdasarkan ketentuan dalam

Convention in Phychotropic Substance, 1971, beserta

daftarnya, dimasukkan kedalam psikotropika golongan I dan

psikotropika golongan II. Namun Undang-undang Nomor 5

tahun 1997 tentang Psikotropika telah dikeluarkan dari

golongan psikotropika, karena sesuai dengan tatanan

hukuman yang ada, zat tersebut merupakan salah satu jenis

narkotika.

2.3 Unsur-unsur Tindak Pidana Psikotropika

Konvensi Wina tahun 1988 telah mengharuskan pemerintah RI

untuk menindak lanjuti dalam suatu hukum nasional. Berdasarkan

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, mengatur

tentang alur peredaran psikotropika. Alur peredaran psikotropika

sudah dikemas dalam suatu sistem pengawasan yang ketat melalui

Page 27: Psikotropika By Childern

27  

 

instrumen perizinan. Setiap perbuatan yang bertentangan dengan izin

tersebut dianggap melakukan tindak pidana di bidang psikotropika.

Tindak pidana psikotropika ini, bila ditelaah lebih rinci akan

ditemukan beberapa unsur sebagai suatu kejahatan (Siswanto

Sunarso 2004:63-64), yakni:

a. Subjek kejahatan tindak pidana psikotropika dapat digolongkan

dalam dua bagian. Bagian pertama, bersifat individual, misalnya

para pengguna psikotropika tanpa izin, para pengedar yang illegal,

kemungkinan para dokter yang melakukan malpraktik. Bagian

kedua, badan-badan hukum yang secara ilegal melakukan

peredaran psikotropika tidak sesuai dengan izin yang telah

diberikan oleh pejabat yang berwenang.

b. Objek kejahatan adalah bahan-bahan psikotropika baik dalam

bentuk obat maupun dalam bentuk lainnya.

c. Cara melakukan kejahatan oleh para pengguna psikotropika

secara individual dan bersifat ilegal pada umumnya adalah

meliputi tindakan berupa menggunakan, memiliki, menyimpan dan

membawa psikotropika selain yang ditentukan sesuai

kepentingannya.

d. Terhadap badan hukum dengan cara melakukan kejahatan

bersifat illegal, dapat digolongkan dalam tiga hal yakni :

Page 28: Psikotropika By Childern

28  

 

1. Memproduksi, melakukan pengangkutan psikotropika tanpa label,

2. Mengeluarkan, mengedarkan, menyalurkan psikotropika tidak sesuai ketentuan,

3. Mengimpor, mengekspor psikotropika selain yang ditentukan.

Tindak pidana psikotropika dalam Siswanto Sunarso yang juga

merupakan perluasan dari Pasal 53 ayat (1), adalah digolongkan

sebagai tindak pidana percobaan atau perbantuan untuk melakukan

tindak pidana psikotropika dan dapat dipidana jika tindak pidana

tersebut dilakukan. Hal ini sesuai dengan Pasal 53 ayat (1) KUHP

yang menghendaki 3 (tiga) syarat yaitu:

1) Harus ada maksud untuk melakukan kejahatan;

2) Harus ada permulaan pelaksanaan;

3) Pelaksanaan kejahatan itu tidak mencapai maksudnya hanya

karena ada sebab-sebab yang diluar kehendaknya.

2.4 Ancaman Pidana dalam Undang-undang Psikotropika

Semua orang Indonesia tentu seudah mengetahui, bahwa

Negara Indonesia adalah Negara hukum. Negara yang di dasarkan

atas hukum yang berlaku, baik hukum yang tertulis maupun hukum

yang tidak tertulis, oleh karena itu semua warga negara Indonesia

tanpa ada pengecualian wajib taat dan patuh terhadap hukum. Tidak

peduli rakyat kecil, pengusaha, maupun pejabat tinggi wajib untuk

mentaati hukum. Seluruh tidak tanduk atau perbuatan yang dilakukan

Page 29: Psikotropika By Childern

29  

 

didalam negara kita, wajib didasarkan atas hukum yang berlaku.

Demikian pula apabila terjadi pelanggaran dan sengketa hukum

dselesaikan pula secara hukum.

Mengenai psikotropika, kita sudah mempunyai Undang-

undang Nomor 5 tahun 1997. Dalam undang-undang tersebut telah

mengatur psikotropika yang hanya digunakan untuk kepentingan

pelayanan kesehatan dan pengembangan Ilmu Pengetahuan.

Pelanggaran terhadap peraturan ini diancam dengan hukuman pidana

yang tinggi dan berat bahkan samapi hukuman mati.

Dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1997 telah di atur

ketentuan pidana yang dapat diterapkan bagi pelaku kejahatan

penyalahgunaan psikotropika, yaitu:

a. Pada Pasal 59 ayat 1 huruf c:

“Barangsiapa mengedarkan psikotropika golongan I tidak memenuhi ketentuan yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) yaitu psikotropika golongan I hanya dapat di produksi oleh pabrik dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan guna pengembangan Ilmu Pengetahuan, di pidana dengan penjara paling singkat 4 (empat) tahun, paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).”

Ancaman pidana tersebut akan diperberat apabila tindak

pidananya dilakukan secara terorganisasi sebagaimana diatur dalam

Pasal 59 ayat (2) dan ayat (3), yaitu:

Page 30: Psikotropika By Childern

30  

 

Pasal 59 ayat (2); “Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara terorganisir dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda sebesar Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)”.

Pasal 59 ayat (3);

“Jika tindak pidana dalam Pasal ini dilakukan oleh korporasi, maka di samping dipidananya pelaku tindak pidana, kepada koperasi dikenakan pidana denda sebesar Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah)”.

b. Pada Pasal 60, yaitu:

(1) Barang siapa: a. Memprodksi psikotropika selain yang ditetapkan dalam

ketentuan Pasal 5, atau b. Memproduksi atau mengedarkan psikotropika dalam

bentuk obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, atau

c. Memproduksi atau pengedarkan psikotropika yang berupa obat yang tidak terdaftar dalam yang bertanggung jawab dibidang kesehatan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

(2) Barangsiapa menyalurkan psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal 12 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(3) Barangsiapa menyalurkan psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal 12 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

(4) Barangsiapa menyerahkan psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 (2), Pasal 14 (3) dan Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

Page 31: Psikotropika By Childern

31  

 

(5) Barangsiapa menerima penyerahan psikotropika selain yang ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (3) dan Pasal 14 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Apabila yang menerima penyerahan itu adalah pengguna, maka dipidana dengan pidana penjara (3) bulan.

c. Pada Pasal 61

(1) Barang siapa:

a. Mengekspor atau mengimpor psikotropika selain yang ditentukan dalam Pasal 16, atau

b. Mengeskpor atau mengimpor psikotropika tanpa surat petsetujuan ekspor atau surat persetujuan impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, atau

c. Melaksanakan pengangkutan ekspor atau impor psikotropika tanpa dilengkapi dengan surat persetujuan ekspor atau surat persetujuan impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) atau Pasal 22 ayat (4).

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dipidana denda paling banyak Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).

(2) Barang siapa tidak menyerahkan surat persetujuan ekspor kepada orang yang bertanggung jawab atas pengangkutan ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) atau Pasal 22 ayat (2) dipidana dengan penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.60.000.000 (enam puluh juta rupiah).

d. Pada Pasal 62

Barang siapa secara tanpa hak, memiliki, menyimpan dan/atau membawa psikotropika dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah).

e. Pada Pasal 69:

“Percobaan atau perbentukan untuk melakukan tindak pidana psikotropika sebagaimana diatur dalam undang-undang dipidana sama dengan jika tindak pidana tersebut dilakukan”.

Page 32: Psikotropika By Childern

32  

 

Apa yang telah diuraikan diatas adalah pembahasan perbuatan

dan percobaan melakukan kejahatan berdasarkan Undang-undang

Nomor 5 tahu 1997 tentang Psikotropika yang menghendaki supaya

pelaku utamanya dapat dihukum sama beratnya dengan orang yang

melakukan perbuatan percobaan terhadap tindak pidana

psiokotropika. Demikian juga dengan percobaan yang dilakukan oleh

seseorang sampai selesainya melakukan kejahatan tersebut.

f. Pada Pasal 70:

“Jika tindak pidana psikotropika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63 dan Pasal 64 dilakukan oleh korporasi dikenakan pidana denda sebesar 2 (dua) kali pidana denda yang berlaku untuk tindak kejahatan tersebut dan dapat dilakukan pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha.”

g. Pada Pasal 71:

(1) Barangsiapa bersekongkol atau bersepakat untuk melakukan, melaksanakan, membantu, menyuruh turut melakukan, menganjurkan atau mengorganisasikan suatu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasl 60, Pasal 61, Pasal 62 atau Pasal 63 maka dipidana sebagai suatu permufakatan jahat.

(2) Pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan ditambah sepertiga pidana yang berlaku untuk tindak pidana tersebut.

h. Pada Pasal 72:

“Jika tindak pidana psikotropika dilakukan dengan menggunakan anak yang berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah atau orang yang dibawa pengampuan atau ketika dalam melakukan tindak pidana belum lewat 2 (dua) tahun sejak selesai menjalani seluruhnya atau sebagian pidana penjara yang

Page 33: Psikotropika By Childern

33  

 

dijatuhkan kepadanya, ancaman pidana ditambah sepertiga pidana yang berlaku untuk tindak pidana tersebut.

Berdasarkan Pasal-Pasal yang mengatur tentang tindak pidana

psikotropika tersebut dapat disimpulkan bahwa kejahatan dibidang

psikotropika tidak seluruhnya dilakukan oleh orang dewasa, akan

tetapi adakalanya kejahatan dilakukan bersama-sama dengan anak

dibawah umur (belum genap 18 tahun usianya). Oleh Karen anak-anak

yang belum dewasa cenderung mudah dipengaruhi untuk melakukan

tindak pidana psikotropika . oleh karena itu perbuatan memanfaatkan

anak dibawah umur untuk melakukan tindal pidana psikotropika diatur

dalam Pasal ini. Diantaranya Pasal 62, Pasal 72 dan Pasal-Pasal lain

yang dapat dikenakan terhadap anak sesuai dengan Undang-undang

Nomor 5 tahun 1997 apabila permufakatan jahat melibatkan anak-

anak yang belum dewasa hukumannya tetap diperberat seperti orang

dewasa, yaitu pidana tambahan sepertiga dari pidana yang berlaku

pada Pasal 60 sampai dengan Pasal 63.

2.5 Dasar Hukum Pengadilan Anak

Perbedaan perilaku dan ancaman pidana yang diatur dalam

Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak ini

dimaksudkan untuk lebih memberikan perlindungan dan pengayoman

terhadap anak dalam menyongsong masa depannya yang masih

panjang. Selain itu pembedaan tersebut dimaksudkan untuk

Page 34: Psikotropika By Childern

34  

 

memberikan kesempatan kepada anak agar setelah melalui

pembinaan akan diperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang

lebih baik, yang berguna bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan

negara.

Namun karena dalam UU No. 3 tahun 1997 sendiri mengatur

tentang ketentuan-ketentuan pidana, baik ketentuan pidana formil

maupun pidana materil bagi anak, maka sesungguhnya maksud dan

tujuan undng-undang membentuk pengadilan ini unutuk mengadili

pidana anak.

Dalam undang-undang ini juga telah diatur mengenai batas

umur Anak Nakal yang dapat diajukan ke sidang anak seperti yang

tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 tahun

1997, yaitu sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum

mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

Apabila anak yang bersangkutan telah mencapai umur 21 tahun, maka

menurut Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tetap

diajukan ke sidang anak.

Kasus mengenai sanksi terhadap anak dalam undang-undang

ini ditentukan berasarkan perbedaan umur anak, yaitu bagi anak yang

masih berumur 8 sampai 12 hanya dikenakan tindakan, sedangkan

terhadap anak yang telah mencapai umur 12 sampai 18 tahun

Page 35: Psikotropika By Childern

35  

 

dijatuhkan pidana. Pembedaan perlakuan tersebut didasarkan atas

pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial anak.

Dalam Pasal 24 ayat (1) – (2) Undang-undang Nomor 3 tahun 1997

ditentukan bahwa:

(1): Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal adalah: a. Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua

asuh; b. Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidkan

pendidikan, pembinaan dan latihan kerja; atau

c. Menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak dibidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja.

(2): Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat disertai dengan teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh hakim.

Dari uraian di atas terlihat bahwa anak nakal (juvenile delinquency) itu tidak dijatuhi pidana. Kemudian ada dua hal yang sifatnya menentukan yang perlu diperhatikan oleh hakim yaitu:

a. Pada waktu anak melakukan tindak pidana,anak haruslah telah mencapai umur diatas 12 samapi 18 tahun.

b. Pada saat Jaksa melakukan penuntutan terhadap anak, anak harus masih belum dewasa (belum mencapai usia 18 tahun) atau belum kawin. (Wagiati Soetodjo, 2008:30)

Pidana yang dijatuhkan terhadap Anak Nakal menurut Pasal 23

Undang-undang Nomor 3 tahun1997, meliputi pidana pokok dan

pidana tambahan. Pidana pokok meliputi pidana penjara, pidana

kurungan, pidana denda atau pidana pengawasan; sedangkan pidana

Page 36: Psikotropika By Childern

36  

 

tambahan dapat berupa perampasan barang-barang tertentu dan/atau

pembayaran ganti rugi.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Undang-

undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, telah

memberikan perlakuan khusus terhadap anak-anak yang melakukan

suatu tindak pidana, baik dalam hukum acaranya maupun

peradilannya. Hal ini terjadi mengingat karena sifat anak dan keadaan

psikologinya dalam beberapa hal tertentu memerlukan perlakuan

khusus serta perlindungan yang khusus pula, terutama terhadap

tindakan-tindakan yang pada hakekatnya dapat merugikan

perkembangan mental maupun jasmani anak. Hal ini direalisasikan

dengan dimulai pada perlakuan khusus saat penahanan, yaitu dengan

menahan anak secara terpisah dengan orang dewasa. Pemeriksaan

dilakukan oleh bagian tersendiri yang terpisah dari orang dewasa. Hal

ini dimaksudkan untuk menghindarkan anak terhadap pengaruh-

pengaruh buruk yang dapat diserap yang disebabkan oleh konteks

kultural dengan tahanan yang lain. Kemudian dalam penyidikan

polisi/jaksa yang bertugas dalam memeriksa dan mengkoreksi

keterangan tersangka dibawah umur ini tidak diperkenankan memakai

seragam dan pendekatan secara efektif, afektif dan simpatik.

Page 37: Psikotropika By Childern

37  

 

Pasal 6 Hakim, Penuntut Umum, Penyidik dan Penasehat Hukum, serta petugas lainnya dalam Sidang Anak tidak memakai toga atau pakaia dinas.

Perlakuan ini dimaksud agar anak tidak merasa takut dan seram

menghadapi Hakim, Penuntut Umum, Penyidik, Penasehat Hukum

serta petugas lainnya. Sehingga dapat mengeluarkan perasannya

pada hakim mengapa ia melakukan suatu tindak pidana. Disamping

itu, guna mewujudkan suasana kekeluargaan agar tidak menjadi

peristiwa yang mengerikan bagi anak.

Pasal 8 (1) Hakim memeriksa perkara anak dalam sidang tertutup. (2) Dalam hal tertentu dan dipandang perlu pemeriksaan perkara anak

sebagaimana dimasud dalam ayat (1) dapat dilakukan dalam sedang terbuka.

(3) Dalam sidang yang dilakukan secara tertutup hanya dapat dihadiri oleh anak yang bersangkutan beserta orang tua, wali, atau orang tua asuh, penasehat hukum dan pembimbing kemasyarakatan.

(4) Selai mereka yang disebut dalam ayat (3), orang-orang tertentu atas izin hakim atau majelis hakim dapat menghadiri persidangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(5) Pemberitaan mengenai perkara anak muali sejak penyidikan sampai saat sebelum pengucapan putusan pengadilan menggunakan singkatan dari nama anak, orang tua, wali atau orang tua asuhnya.

(6) Putusan Pengadilan dalam pemeriksaan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di ucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

Menurut Wagiati Soetodjo, (2008:35)

Pemerikasaan perkara pidana anak yang dilakukan secara tertutup agar terciptanya sauna tenang, dan penuh dengan kekeluargaan sehingga anakk dapat mengutarakan segala peristiwa dan segala perasaannya secara terbuka dan jujur

Page 38: Psikotropika By Childern

38  

 

selama sidang berjalan. Kemudian digunakan singkatan dari nama anak, orang tua, wai atau orang tua asuhnya dimaksud agar identitas anak dan keluarganya tidak menjadi berita umum yang akan lebih menekan perasaan serta mengganggu kesehatan mental anak.

Pasal 11 (1) Hakim memeriksa dan memutus perkara anak dalam tingkat

pertama sebgai hakim tunggal. (2) Dalam hal tertentu dan dipandang perlu ketua pengadilan

negeri dapat menetapkan pemeriksaan perkara anak akan dilakukan dengan hakim majelis.

Selanjutnya Wagiati Soetodjo (2008:36) mengatakan bahwa:

Perlu diadakannya hakim tunggal dalam sidang tingkat pertama karena:

a. Perkara dapat diselesaikan dengan lancar; b. Hakim tunggal akan leibih dituntut untuk lebih

bertanggung jawab secara pribadi; c. Dengan hakim tunggal anak tidak menjadi bingun; d. Kerjasama hakim tunggal dengan pejabat-pejabat

pengawasn dan sosial juga lebih mudah diadakan; e. Hakim anak dapat mengikuti perkembangan anak yang

sedang menjalani pidana.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan hakim

tunggal adalah pilihan yang paling tepat digunakan untuk sidang anak.

Pasal 55 Dalam perkara anak sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 1 angka 2, Penuntut Umum, Penasihat Hukum, Pembimbing Kemasyarakatan, orang tua, wali atau orag tua asuh dan saksi wajib hadir dalam sidang anak. Kehadiran orang tua, wali atau orang tua asuhnya dapat

membuat perasaan tenang, aman dan terlindungi bagi anak yang

sedang dalam pemeriksaan sehingga kegundahan yang terjadi pada

diri anak akibat tuntutan jaksa dapat dihilangkan.

Page 39: Psikotropika By Childern

39  

 

Sehingga papat disimpulkan bahwa dalam ketentuan hukum

mengenai anak-anak, khususnya bagi anak yang melakukan tindak

pidana, di atur dalam Undang-undang No. 3 tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak, baik dalam pembedaan perilaku di dalam hukum

acara maupun ancaman pidananya. Undang-undang pengadilan anak

merupakan Lex Spesialis dari ketentuan KUHP dan KUHAP, maka

undang-undang ini sudah mengatur tersendiri hukum acara pidananya,

dan juga mengatur tentang sejumlah sanksi pidana terhadap anak

yang terlibat dalam tindak kejahatan.

2.6 Syarat dan Jenis Surat Dakwaan

a. Syarat-syarat Dakwaan

Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2)

KUHAP terdapat syarat bagaimana sahnya surat dakwaan dan

Pasal 143 ayat (3) KUHAP bagaimana batalnya surat dakwaan.

Syarat-syarat surat dakwaan berdasarkan Pasal 143 ayat (2) huruf

a dan b KUHAP adalah syarat dakwaan yang diberi tanggal dan

ditanda tangani serta berisi :

a. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal agama dan pekerjaan tersangka.

b. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.

Page 40: Psikotropika By Childern

40  

 

Didalam KUHAP Pasal 143 disebut syarat-syarat seperti

tersebut di atas. Syarat yang mutlak ialah dicantumkannya waktu

dan tempat terjadinya delik dan delik yang didakwakan. Apabila

dalam membuat surat dakwaan tidak memenuhi syarat-syarat

yang terdapat dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP dapat batal atau

dibatalkan oleh hakim. Surat dakwaan dapat dibatalkan apabila

sudah dibacakan di muka sidang pengadilan dan di mana

terdakwa atau penasihat hukumnya mengajukan perlawanan atau

eksepsi. Jadi surat dakwaan batal hanya dapat terjadi dalam

proses peradilan dan hakimlah yang dapat menentukan batalnya

surat dakwaan.

Yahya Harahap (2008:391) mengemukakan tentang surat

dakwaan bahwa: Surat dakwaan mengandung dua syarat yakni

syarat formal dan syarat materiil. Kedua syarat ini harus dipenuhi

dalam surat dakwaan.

b. Jenis-jenis Surat Dakwaan

Agar kajian berikutnya lebih terarah, maka sebelum

dikemukanan bentuk-bentuk surat dakwaan, terlebih dahulu

dikemukakan arti surat dakwaan. Dalam Undang-undang Nomor 8

tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) maupun

Page 41: Psikotropika By Childern

41  

 

peraturan perundang-undangan lainnya, tidak dijumpai batasan

tentang apa yang dimaksud dengan surat dakwaan.

Akan tetapi, sebagai gambaran dapat disimak pendapat

Gatot Supramono (1992:5) menguraikan tentang surat dakwaan

sebagai berikut:

Surat dakwaan, dapat pula disebut surat tuduhan adalah suatu surat atau akte yang memuat suatu rumusan dari tindak pidana yang dituduhkan, yang sementara dapat disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa surat

dakwaan dibuat oleh penuntut umum berdasarkan berita acara

pemeriksaan pendahuluan yang dibuat oleh penyidik. Surat

dakwaan harus secara tegas dan jelas memuat rumusan delik

yang didakwakan kepada terdakwa.

Prapto Supardi (1991:23) mengatakan bahwa:

Apabila dalam surat dakwaan tuduhan tidak disebutkan tindak pidana yang dituduhkan serta kira-kira waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan, maka surat tuduhan akan menjadi batal, tetapi sebaliknya seandainya didalam surat tuduhan tidak disebutkan keadaan dalam mana tindak pidana itu dilakukan, khususnya yang dapat meringankan dan memberatkan kesalahan tersangka, maka tidak menyebabkan kebatalan surat tuduhan tersebut, didalam surat tuduhan tidak perlu disebutkan ketentuan-ketentuan hukum yang bersangkutan.

Page 42: Psikotropika By Childern

42  

 

Yahya Harahap (2008:386-387) mengemukakan

pengertian surat dakwaan sebagai berikut:

Pada umumnya surat dakwaan di artikan oleh para ahli hukum, berupa pangertian: -­‐ Surat akte; -­‐ Yang memuat perumusan tindak pidana yang

didakwakan kepada terdakwa; -­‐ Perumusan mana ditarik dan disimpulkan dari hali

pemeriksaan penyidikan dihubungkan dengan unsur delik Pasal tindak pidana yang dilanggar dan didakwakan kepada terdakwa; dan

-­‐ Surat dakwaan tersebut menjadi dasar pemeriksaan bagi hakim dalam sidang pengadila.

Jika diperhatikan pengertian surat dakwaan yang

dikemuka Yahya Harahap diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

surat dakwaan adalah surat atau akte yang memuat rumusan

delik yang didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan

ditarik dari hasil pemeriksaa penyidikan. Surat dakwaan

merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan

dimua sidang pengadilan.

a. Surat Dakwaan Tunggal

Dakwaan tunggal bisa juga disebut dakwaan biasa,

yang menurut Yahya Harahap (2008:398) adalah surat

dakwaan yang disusun dalam rumusan tunggal. Surat

dakwaan hanya berisi satu dakwaan saja.

Page 43: Psikotropika By Childern

43  

 

Umumnya perumusan dakwaan tunggal dijumpai

dalam tindak pidana yang jelas serta tidak mengandung faktor

penyertaan atau concursus mapupun faktor alternatif atau

faktor subsidair. Baik pelakunya maupun tindak pidana yang

dilanggar sedemikian rupa jelas dan sederhana, sehingga

surat dakwaan cukup dirumuskan dalam bentk tunggal.

Bentuk dakwaan tunggal atau biasa, digunakan oleh

penuntut umum setelah mempelajari berkas perkara yang

diajukan oleh penyidik. Apabila penuntut umum beranggapan

cukup satu delik didakwakan, maka dalam surat dakwaan

hanya diuraikan satu delik. Penyusunan dakwaan tunggal

merupakan surat dakwaan teringan dibandingkan bentuk

surat dakwaan lainnya, karena penuntut umum hanya

memfokuskan pasa satu permasalahan saja.

b. Surat Dakwaan Alternatif

Dalam bentuk surat dakwaan alternatif ada dua atau

lebih dakwaan, sebagai alternatif apabila ada dua atau lebih

delik yang dilanggar oleh terdakwa. Dakwaan alternatif

diterapkan jika delik yang dilakukan oleh terdakwa berdekatan

corak dan cirri kejahatannya. Dengan demikian, hakim dapat

memilih sekaligus menentukan dakwaan mana yang tepat

Page 44: Psikotropika By Childern

44  

 

dipertanggungjawabkan kepada terdakwa sehubungan

dengan delik yang dilakukan. Antara dakwaan yang satu

dengan yang lainnya saling mengecualikan.

Adapun isi surat dakwaan alternatif menurut Yahya

harahap (2008:399-400) adalah:

Antara dakwaan satu dengan yang lain saling mengecualikan dan member pilihan kepada hakim atau pengadilan untuk menentukan dakwaan maa yang tepat dipertanggungjawabkan kepada terdakwa sehubungan dengan tindak pidana yang dilakukannya.

Menyimak pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa

surat surat dakwaan aternativ disusun secara berlapis-lapis

atau dua atau lebih Pasal yang didakwakan kepada terdakwa,

sebagai pilihan untuk dibuktikan didepan pengadilan. Antara

dakwaan yang satu dengan dakwaan yang lain saling

mengecualikan, sehingga hakim dapat memilih salah satu

dakwaan. Penggunaan dakwaan alternatif dimaksudkan untuk

mencegah jangan sampai terdakwa terlepas dari

pertanggungjawaban hukum.

Dalam praktik, dakwaan alternatif digunakan pada

delik-delik yang dilanggar terdakwa ada kemiripan satu

dengan yang lain, seperti pencurian (Pasal 362 KUHP)

dengan penadahan (Pasal 480 KUHP), dan sebagainya.

Page 45: Psikotropika By Childern

45  

 

Antara dakwaan yang satu dengan dakwaan yang lain yang

diantarai oleh kata atau setidak-tidaknya, tersirat perkataan

yang memberikan pilihan kepada hakim.

c. Surat Dakwaan Subsidair

Dakwaan subsidair pada hakikatnya dibuat supaya

terdakwa tidak lepas dari dakwaan, sebagaimana dijelska

oleh Yahya Harahap (2008:402):

Dakwaan subsidair dakwaan yang terdiri dari dua atau beberapa dakwaan yang disusun dan dijejerkan secara berurutan, mulai dari dakwaan tindak pidana yang berat sampai pada dakwaan tindak pidana yang ringan.

Dapat dikatakan bahwa dakwaan subsidari terdiri atas

dua atau lebih dakwaan yang disusun secara berurutan,

mulai dari dakwaan yang terberat pidananya sampai dengan

delik yang terendah ancaman pidananya. Dakwaan subsidair

bisa juga disebut sebagai dakwaan pengganti (with the

alternative of). Maksud dari surat dakwaan yang berbentuk

subsidair, adalah sebagai usaha penuntut umum agar

terdakwa tidak terlepas dari pidana.

Dakwaan pertama disebut Primair (dakwaanurutan

pertama), subsidair, lebih subsidair, lebih subsidair lagi, dan

lebih subsidair lagi. Jika dakwaan primair (dakwaan urutan

Page 46: Psikotropika By Childern

46  

 

pertama) terbukti maka dakwaan subsidair (dakwaan urutan

kedua) tidak perlu dibuktikan lagi, dan seterusnya.

d. Surat Dakwaan Kumulatif

Dakwaan kumulatif bisa pula disebut dengan dakwaan

beberapa delik, seperti yang dikemukan oleh Gatot

Supramono (1992:31) mengatakan bahwa:

Apabila dalamberkas perkara yang diterima penuntut umum diketahui terdapat beberapa tindak pidana, misalnya tersangka diduga melakukan serangkaian perbuatan yang berupa mengambil televise, menyetubuhi korban dan membunuh peronda malam.

Berdasaarkan pengertian diatas, dapat dikatakan

bahwa dakwaan kumulatif disusun dalam rangkaian

beberapa dakwaan, atau gabungan beberapa dakwaan

sekaligus. Dakwaan ini berdasarkan Pasal 141 KUHAP, yaitu

dakwaan berbentuk penggabungan perkara dalam duatu

surat dakwaan. Dakwaan kumulatif diterapkan pada

seseorang seseorang terdakwa yang melakukan beberapa

delik concursus seperti Pasal 63, 64, 65, 66 dan Pasal 70

KUHP.

Menurut Yahya Harahap (2008:404-405), dakwaan

kumulatif ini, dalam praktiknya dijumpai surat dakwaan

sebagai berikut:

Page 47: Psikotropika By Childern

47  

 

1. Dakwaan kumulasi dalam penyertaan tindak pidana. Yaitu dakwaan atau karena terdakwa ambil bagian dalam melakukan tindak pidana (Pasal 55 KUHP).

2. Dakwaan kumulasi dalam concursus, dibuat karena adanya masalah “perbarengan” suatu tindak pidana yang diatur dalam Pasal 63, 64,65, 66 dan Pasal 70 KUHP.

2.7 Jenis-jenis Putusan Hakim

Dalam praktik, dikenal dengan 2 (dua) bentuk putusan yang

dapat ditemukan sebagai berikut:

a. Putusan akhir

Apabila perkara diperiksa sampai selesai pokok

perkaranya, maka putusan yang dijatuhkan majelis hakim yang

mengadili dan memeriksa perkara tersebut disebut putusan akhir.

Putusan ini dasar hukumnya adalah Pasal 182 ayat (3) dan (8)

KUHAP. Putusan akhir baru dapat dijatuhkan oleh majelis hakim

setelah dilakukan pembuktian, tuntutan pidana, pembelaan, replik

dan duplik. Putusan dapat dijatuhkan pada atau bila mana hakim

belum siap dengan putusannya, persidangan dapat ditunda dalam

waktu mendatang.

b. Bukan putusan akhir.

Apabila pemeriksaan belum memasuki pokok perkara

maka putusan yang dijatuhkan disebut putusan yang bukan

Page 48: Psikotropika By Childern

48  

 

putusan akhir. Dasar hukumnya diatur dalam Pasal Pasal 156 (1)

KUHAP, yaitu:

Untuk memutus diterima atau ditolaknya keberatan terdakwa atau penasehat hukumnya atas surat dakwaan penuntut umum yang dapat berisi:

1. Pengadilan tidak berwewenang mengadili perkaranya; 2. Surat dakwaan tidak dapat diterima; 3. Surat dakwaan harus dibatalkan.

Putusan hakim dilihat dari sifatnya, terdapat dua macam

putusan sebagaimana diatur dalam Pasal 191 dan Pasal 193 (1)

KUHAP sebagai berikut:

(1). Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan disidang, kesalahan terdakwa atas perbuatannya yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.

(2). Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetpi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.

Selanjutnya Pasal 193 ayat (1) KUHAP yang berbunyi

sebagai berikut:

Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pisana yang didakwakan kepadanya maka pengadilan menjatuhkan pidana.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sifat putusan

ada dua macam yaitu:

1. Putusan pemidanaan.

Page 49: Psikotropika By Childern

49  

 

2. Putusan yang bukan pemidanaan.

Putusan pemidanaan yang bersidat menghukum terdakwa,

karena yang bersangkutan terbukti secara sah dan meyakinkan

melakukan delik sebagaimana yang didakwakan kepadanya oleh

penuntut umum.

Kemudian putusan yang bukan pemidanaan sebagaimana

yang dimaksud dalam Pasal 191 ayat (1) dan (1) KUHAP, di atas

terdapat pula (dua) putusan yakni:

1. Putusan bebas

2. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum.

Putusan bebas, dijatuhkan apabila dakwaan yang

dimaksud tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut

penilaian hakim berdasarkan pembuktian yang ada dipersidangan.

Dakwaan tidak terbukti, karena salah satu unsur atau semua unsur

dari delik tidak terpenuhi. Untuk putusan lepas dari segala tuntutan

hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 192 ayat (1) KUHAP,

karena dalam pesidangan memang terungkap bahwa terdakwa

benar-benar melakukan delik, tetapi oleh hukum yang

bersangkutan tidak dapat dipidana. Dalam teori hukum pidana

dikenal 2 (dua) alasan tidak dipidananya terdakwa, Andi Zainal

Abidin Farid, (1995:67), mengemukakan alasan tidak dipidananya

Page 50: Psikotropika By Childern

50  

 

seorang terdakwa yaitu karena, dasar pembenar dan dasar

pemaaf.

Dasar pemaaf, terdapat jika delik yang dilakukan oleh

seseorang tanpa sengaja atau kelalaian ataupun tidak mampu

bertanggung jawab sebagaimana diatur dalam Pasal 44

KUHPidana:

(1). Barang siapa mengerjakan sesuatu perbuatan, yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna jiwanya atau karena sakit berubah jiwa tidak boleh dihukum.

(2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna jiwanya atau karena sakit berubah jiwa maka hakim boleh memerintahkan menempatkan dia dirumah sakit jiwa selama-lamanya satu tahun untuk diperiksa.

(3). Yang tercantum dalam ayat diatas ini, hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri.

Page 51: Psikotropika By Childern

51  

 

BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Proses Pemeriksaan Perkara yang Melibatkan Anak-anak

3.1.1 Analisis Perkara

Berdasarkan hasil pemeriksaan para saksi-saki yang

didukung dengan hasil pemriksaan para tersangka diperoleh

gambaran bahwa telah terjadi tindak pidana psikotropika yang

bertempat di Jalan Macini Gusung tepatnya di pasar Kerung-

kerung yang dilakukan oleh ARLAN BIN MANSUR TORRE

yang bertempat tinggal di jalan Maccini Gusung setapak 17

Makassar.

Tindak pidana yang dilakukan sesuai Berita Acara

Pemeriksaan (BAP) oleh pihak penyidik maka ARLAN BIN

MANSUR TORRE secara tanpa hak memiliki, menyimpan dan

membawa psikotropika.

Secara singkat uraian perkara tersebut dapat di sarikan

sebagai berikut:

a. Pada hari selasa tanggal 9 Juli tahun 2008 sekitar jam 19.30

WITA atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Juli

2008 bertempat di Jalan Macini Gusung Makassar di depan

pasar Kerung-kerung atau stidak-tidaknya pada tempat lain

Page 52: Psikotropika By Childern

52  

 

dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Makassar. Awalnya

Arlan Bin Mansur Torre dipanggil oleh lelaki Rudi alias Lupus

didalam Pasar Kerung-kerung lalu lelaki Rudi alias Lupus

menyuruh Arlan untuk membawakan 1 (satu) paket

psikotropika jenis shabu-shabu kepada seseorang yang

memesan/membeli yang ada didepan pasar kerung-kerung.

b. Seseorang yang memesan/membeli 1 (satu) paket

psikotropika jenis shabu-shabu tersebut, oleh Arlan Bin

Mansur Torre dengan menyebutkan ciri-cirinya orang

tersebut berkulit hitam.

c. Alasan Arlan Bin Mansur Torre mau membawa shabu-shabu

tersebut karena sebelumnya juga sudah pernah

mengantarkan shabu-shabu kepada seseorang yang

memesannya atas perintah atau arahan laki-laki yang

bernama Rudi alias Lupus.

d. Selajutnya Arlan Bin Mansur Torre membawa shabu-shabu

tersebut sebanyak 1 (satu) paket dalam plastic bening dan

mengantarkannya pada yang memesan didepan pasar

kerung-kerung dengan imbalan uang yang didapat oleh

Arlan senilai Rp.20.000 (dua puluh ribu rupiah).

Page 53: Psikotropika By Childern

53  

 

e. Pada saat Arlan Bin Mansur Torre membawa 1 (satu) paket

psikotropia jenis shabu-shabu tersebut dalam plastik dan

hendak mengantarkannya pada yang memesan/membeli,

namun belum sempat diserahkan shabu-shabu tersebut

kepada orang yang memesan/membeli, Arlan Bin Mansur

Torre LAlu ditangkap oleh Petugas Kepolisian dari Polda

Sul-Sel Bar.

f. Petugas Kepolisian dari Polda Sul-Sel Bar melakuakn

Penangkapan karena sebelumnya telah mendapat informasi

dari seseorang bahwa di Jalan Macini Gusung tepatnya di

pasar Kerung-kerung sering terjadi transaksi narkoba. Untuk

itu petugas lansung menuju tempat yang untuk melakukan

penyelidikan.

g. Berdasarkan berita acara pemeriksaan laboratories

kriminalistik No. LAB:521/KNF/VII/2008 tanggal 17 Juli 2008

dari Pusan Laboratorium Forensik Polri Cabang Makassar

dimana dalam kesimpulan pemeriksaannya bahwa barang

bukti Kristal bening tersebut adalah benar menandung

Methamfemina (MA) dan termasuk psikotropika golongan II.

Berdasarkan uraian analisis perkara tersebut maka

Arlan Bin Mansur Torre oleh pihak Penyidik ditetapkan sebagai

Page 54: Psikotropika By Childern

54  

 

tersangka dan diancam pidana dalam Pasal 62 UU RI No. 5

tahun 1997 tetang Psikotropika

3.1.2 Proses Pemeriksaan dalam Persidangan

Terdakwa dalam perkara Pidana No.

1051/Pid.B/2008/PN.MKS adalah seorang anak yang berumur

14 (empat belas) tahun yang masih tergolong anak sehingga

menurut Undang-undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan

Anak, Terdakwa tersebut dalam proses penangkapan,

penahanan, penyidikan, penuntutan sampai pada pemeriksaan

dipersidangan harus berpedoman pada Undang-undang

Pengadilan Anak.

Secara garis besar proses pemeriksaan dipersidangan

dalam perkara Pidana No. 1051/Pid.B/2008/PN.MKS yakni

sebagai berikut:

-­‐ Berdasarkan Hakim Tunggal sidang dibuka dan dinyatakan

tertutup untuk umum. Setelah itu Hakim Tunggal

memerintahkan kepada pengunjung yang tidak

berkepentingan dengan persidangan untuk meninggalkan

ruangan persidangan dan kepada petugas Pengadilan

diperintahkan untuk menutup pintu ruangan. Setelah itu

Page 55: Psikotropika By Childern

55  

 

Hakim Ketua memerintahkan kepada Penuntut Umum agar

menghadapkan Terdakwa ke dalam ruangan persidangan

dalam keadaan bebas akan tetapi dengan penjaggaan yang

baik dengan didampingi oleh Orang Tua Terdakwa, lalu

terdakwa duduk dikursi pemeriksaan dan atas pertanyaan

Hakim Terdakwa menjawab beberapa hal mengenai

identitasnya.

-­‐ Selanjutnya Hakim Tunggal memberitahukan kepada

Terdakwa akan hanya untuk didampingi oleh Penasehat

Hukum, namun terdakwa menerangkan bahwa Ia tidak di

dampingin oleh penasehat hukum karena akan menghadapi

sendiri persidangannya.

-­‐ Selanjutnya atas permintaan Hakim Tunggal, Penuntut

Umum membacakan dakwaannya.

-­‐ Selanjutnya persidangan dilanjutkan dengan mendengar

keterangan saksi.

-­‐ Setelah mendengarkan semua keterangan saksi, atas

permintaan Hakim Tunggal, Penuntut Umum diperintahkan

untuk menyusun surat Tuntutan Pidana dalam perkara

Pidana No. 1051/Pid.B/2008/PN-MKS.

-­‐ Penuntut umum lalu mengajukan Tuntutan Pidananya.

Page 56: Psikotropika By Childern

56  

 

-­‐ Kemudian hakim memberikan kesempatan kepada

terdakwa untuk melakukan oembelaan dan atas

kesempatan itu terdakwa Terdakwa menyatakan akan

menyampaikan pembelaannya secara tertulis.

-­‐ Sidang selanjutnya untuk mendengarkan pembelaan

(Pledoi) Terdakwa.

-­‐ Kemudian Hakim membreikan kesempatan kepada

Penuntut Umum untuk mengajukan Replik dan Penuntut

Umum menyatakan untuk menyampaikan Replik secara

tertulis.

-­‐ Penuntut umum kemudian mengajukan repliknya.

-­‐ Kemudian Hakim Tunalg memberikan kesempatan kepada

Terdakwa untuk mengajukan Duplik, Terdakwa menyatakan

tidak akan mengajukan Duplik secara tertulis, namun

Terdakwa akan menyatakan secara lisan bahwa Ia tetapp

pada pembelaannya semula.

-­‐ Sidang terakhir untuk pembacaan Putusan. Sidang dibuka

dan dinyatakan terbuka untuk umum. Kemudian Hakim

membacakan putusannya.

Dalam pemeriksaan di persidangan anak, ada beberapa

hal mendasar yang membedakan dengan pemeriksaan

Page 57: Psikotropika By Childern

57  

 

persidangan terhadap terdakwa dewasa. Hal mendasar tersebut

diatur dalam Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang

Pengadilan Anak yakni pada Pasal 55 sampai dengan Pasal 59.

Semuanya senantiasa di atur guna menjaga mental, moral dan

masa depan anak.

Perbedaan yang dimaksud misalnya: Hakim, Penuntu

Umum, tidak memakai toga. Hal ini agar tidak menciptakan

suasana yang menakutkan. Persidangan dilakukan secara

tertutup dimaksudkan agar tidak mengganggu mental anak jika

harus berhadapan dengan orang banyak namun putusan harus

tetap dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum. Adanya

laporan pembimbing masyarakat sebaagai bahan pertimbangan

bagi Hakim sebelum mejatuhkan putusan, serta masih ada hal

mendasar lain.

1. Persidangan dengan hakim tunggal

Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 11 ayat (1), Pasal

14 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (1) UU No 3 tentang

Pengadilan Anak. Perkara yang disidangkan dengan Hakim

Tunggal adalah perkara yang ancaman pidananya dibawah

lima tahun dan pembuktiannya tidak sulit. Sebaliknya apabila

ancaman pidananya diatas lima tahun dan pembuktiannya

Page 58: Psikotropika By Childern

58  

 

sulit maka Ketua Pengadilan dapat menetapkan

pemeriksaan dengan Hakim Majelis.

Wagiati Soetedjo (2008:36) menguraikan beberapa

keungtungan dengan menggunakan Hakim Tunggal yaitu:

a. Perkara dapat diselesaikan dengan lancar, jika oleh Msjelis Hakim kemungkinan akan berlarut-larut.

b. Hakim Tunggal akan lebih dituntut untuk lebih bertanggung jawab secara pribadi, sedangkan Hakim Majelis tidak.

c. Dengan hakim tunggala anak tidak menjadi bingung sedangkan dengan Majelis Hakim kemungkinan terdakwa akan menjadi bingung berhadapan dengan 3 (tiga) orang sehingga jiwanya cenderung tertekan.

d. Kerjasama Hakim Tunggal dengan pejabat-pejabat pengawasan dan sosial juga lebih mudah diadakan sehingga putusan yang diberi akan lebih baik dan tepat.

2. Persidangan di buka dan dinyatakan tertutup untuk umum

Ketentuan ini trdapat dalam Pasal 8 ayat (1), Pasal

57 ayat (1) dan sejalan dengan Pasal 153 ayat (2) KUHP.

Menurut Parlas Nababan selaku Hakim Pengganti

yang bersedia diwawancarai mengenai perkara Pidana

Nomor 1051/Pid.B/2008/PN.MKS (Wawancara 9 November

2009), menguraikan maksud tersebut adalah:

“Tujuan dilakukannya sidang tertutup untuk umum pada dasarnya untuk menjaga mental anak. Jangan sampai anak merasa malu jika terlalu banyak yang menyaksikan jalannya persidangan, sehingga tidak dapat mengungkapkan kejadian yang sebeanrya.”

Page 59: Psikotropika By Childern

59  

 

Pernyataan sidang dibuka dan dinyatakan tertutup

untuk umum dilakukan Hakim Keta dengan mengetokkan

palu sidang sebanyak 3 (tiga) kali. Setelah itu Hakim

Tunggal memerintahkan kepada pengunjung yang tidak

berkepentingan dengan persidangan untuk meninggalkan

ruang persidangan dan kepada petugas Pengadilan

diperintahkan untuk menutup pintu ruangan.

Setelah itu Hakim Tunggal memerintahkan kepada

Penuntut Umum agar menghadapkan Terdakwa di dalam

ruang persidangan dalam keadaan bebas akan tetapi

dengan menjaga yang baik dengan di dampngi oleh Orang

Tua anak tersebut. Terdakwa lalu duduk dikursi

pemeriksaan dan atas pertanyaan Hakim Tunggal,

Terdakwa menjawab beberapa hal mengenai identitasnya.

3. Hakim, Penuntut Umum dan Penasehat Hukum toga

Hal ini diatur dalam Pasal 6 UU Pengadilan Anak

yang menetukan:

“Hakim, Penuntut Umum, Penyidik dan Penasehat Hukum, serta petugas lainnya tidak memakai toga atau pakaian dinas”

Menurut Parlas Nababan selaku Hakim yang bsedia

diwawancarai mengemukakan bahwa:

Page 60: Psikotropika By Childern

60  

 

Alasan mengpa mereka tidak memakai toga yakni agar tercipta suasana kekeluargaan atau dengan kata lain agar tidak tercipta suasana yang menyeramkan yang dapat menciptakan rasa takut bagi anak yang sedang diperiksa. Sehingga pemeriksaan akan nyaman. Pihak yang tidak memakai toga yakni Hakim dan Penuntut Umum, sedangkan Panitera dan Penasehat Hukum tidak memakai jas. Berdasarkan tindakan Hakim tersebut maka pihak

terdakwa dalam hal ini anak yang sedang diadili tidak

merasa takut sehingga dengan jujur dan sopan terdakwa

mengakui kesalahannya.

4. Penahanan paling lama 15 (lima belas) hari

Dalam hal penanganan, ketentuan ini terdapat dalam

Pasal 47 ayat (2) UU Pengadilan Anak. Berdasarkan BAP

dari Perkara Pidana Nomor 1051/Pid.B/2008/PN-MKS ini,

terhadap terdakwa telah ditahan dalam RUTAN berdasarkan

Surat Perintah/Penetapan Penahanan:

-­‐ Penyidik sejak tangga 09 Juli 2008 s/d tanggal 28 Juli

2008;

-­‐ Perpanjangan kepala Kejaksaan Tinggi sejak tanggal 29

Juli 2008 s/d 07 Agustus 2008;

-­‐ Penuntut Umum sejak tanggal 07 Agustus 2008 s/d 16

Agustus 2008;

Page 61: Psikotropika By Childern

61  

 

Berdasarkan BAP tersebut dapat diketahuiabahwa

penahanan tahap pemeriksaan di persidangan berlansung

selama 12 Hari. Hal ini berarti penahanan terhadap

terdakwa tidak lebih dari 15 Hari.

Menurut Parlas Nababan selaku Hakim yang

bersedia diwawancarai (Wawancara, 09 November 2009)

mengatakan bahwa:

“Jika dalam 15 (lima belas) hari itu pemeriksaan siding belum selesai maka Penahanan dapat di perpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri paling lama 30 (tiga puluh) hari. Jadi total seluruhnya selama 45 (empat puluh lima) hari. Jika pemeriksaan belum juga selesai maka terdakwa harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum.”

5. Terdakwa didampingi oleh orang tua, Penasehat Hukum dan

Pembimbing kemasyarakatan

UU Pengadilan Anak dalam Pasal 57 ayat (12)

menghendaki terdakwa selain didampingi oleh orang tua

juga didampingi oleh penasehat hukum dan pembimbing

kemasyarakatan.

Dalam perkara ini, pada siding pertama setelah

siding dibuka dan dinyatakan tertutup untuk umum terdakwa

dipanggil masuk dengan didampingi oleh orang tuanya.

Setelah terdakwa ditanya mengenai identitasnya selanjutnya

Page 62: Psikotropika By Childern

62  

 

Hakim Ketua memberitahukan kepada terdakwa akan

haknya untuk didampingi oleh penasehat hukum. Terdakwa

menerangkan bahwa Ia tidak didampingi oleh Penasehat

Hukum Karena akan menghadapi sendiri persidangan

perkara Nomor 1051/Pid.B/2008/PN-MKS tersebut.

Menurut Parlas Nababan selaku Hakim di Pengadilan

Negeri Makassar (Wawancara, 09 November 2009)

mengatakan bahwa:

“Seorang terdakwa bisa saja tidak didampingi oleh penasehat hukum sehingga jika nantinya akan melakukan pembelaan terhadap kepentingan diriya sendiri, misalnya untuk melakukan pledoi, baik secara lisan maupun tulisan, anak bisa melakukan atau membuatnya sendiri.”

6. Saksi dapat didengar tanpa kehadiran terdakwa

Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 58 UU

Pengadilan Anak, namun apabila terdakwa anak dibawah

keluar, orang tua, wali, atau orang tua asuh, penasehat

hukum dan pembimbing kemasyarakatan harus tetap berada

dalam ruangan.

Menurut Parlas Nababan selaku Hakim Pengadilan

Negeri Makassar (wawancara, 09 November 2009) bahwa:

“Seorang terdakwa anak dapat dibawa keluar apabila dari ruang apabila merasa takut atau merasa

Page 63: Psikotropika By Childern

63  

 

tertanggu jika harus mendengarkan keterangan tentang perbuatannya dari orang lain. Persidangan diharapkan tidak menciptakan trauma terhadap anak, sehingga sebisa mungkin hal yang membuat mental anak tertanggu harus dihindari. Namun dalam perkara ini terdakwa tidak dibawa keluar karena terdakwa bersedia mendengar semua keterangan saksi.”

7. Putusan diucapkan dalam siding terbuka untuk umum

Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 59 ayat (3) UU

Pengadilan Anak yang menentukan:

Putusan pengadilan wajib dibacakan dalam siding terbuka untuk umum. Walaupun siding anak dilakukan secara tertutup tetap putusan tetap harus dibacakan dalam siding terbuka untuk umum sehingga siapa saja dapat menghadirii dan mengetahui isi putusan.

Menurut Parlas Nababan selaku Hakim Pengadilan

Negeri Makassar (wawancara, 09 November 2009), bahwa:

Putusan dalam perkara Pidana Anak dibacakan dalam

siding terbuka untuk umum. Apabila tidak dibacakan dalam

siding terbuka maka putusan akan batal demi hukum.

3.1.3 Surat Dakwaan

Adapun dakwaan Penuntut Umum terhadap kasus

tindak pidana psikotropika yang dilakukan oleh anak yang

dibacakan Hakim Pengadilan Negeri Makassar yang pada

pokoknya sebagai berikut:

Page 64: Psikotropika By Childern

64  

 

1. Primair

------- Bahwa Ia Terdakwa ARLAN BIN MANSUR TORRE

pada hari selasa tanggal 9 Juli 2008 sekitar jam 19.30 Wita

atau setidaknya pada waktu lain dalam bulan juli 2008

bertempat di Jalan Macini Gusung Makassar di depan pasar

Kerung-kerung Makassar atau setidak-tidaknya pada tempat

lain dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Makassar,

secara tanpa hak memiliki, menyimpan dan/atau membawa

psikotropika yang dilakukan dengan cara-cara antara lain

yaitu: Awalnya Terdakwa dipanggil oleh lelaki Rudi alias

Lupus (melarikan diri/belum ditangkap) di dalam pasar

Kerung-kerung lalu lelaki Rudi alias Lupus menyuruh

terdakwa untuk membawa 1 (satu) paket psikotropika jenis

shabu-shabu kepada orang yang memesan atau membeli

yang ada di pasar Kerung-kerung dengan menyebutkan cirri-

cirinya orang hitam. Terdakwa mau membawa shabu-shabu

tersebut karena sebelumnya juga sudah pernah

mengantarkan shabu-shabu kepada orang yang membeli

shabu-shabu pada Lelaki Rudi alias Lupus karena

mendapatkan imbalan uang Rp.20.000 (dua puluh ribu

rupiah). Selanjutnya terdakwa membawa shabu-shabu

Page 65: Psikotropika By Childern

65  

 

tersebut sebanyak 1 (paket) dalam plastik bening dan

mengantarkannya pada yang memesan di depan pasar

Kerung-kerung namun belum sempat diserahkan shabu-

shabu tersebut Terdakwa lalu di tangkap oleh petugas

Kepolisian dari Polda Sul-sel Bar. Berdasarkan berita acara

pemeriksaan laboratories kriminalistik No LAB :521 / KNF /

VII / 2008 tanggak 17 Juli 2008 dari Pusan laboratorium

Forensik Polri Cabang Makassar yang dibuat oleh Dra.

SUGIHARTI, FAISAL RACHMAT, ST dan HASURA

MULIANI, Amd dimana dalam kesimpulan pemeriksaannya

disebutkan bahwa:

1. Barang bukti Kristal bening tersebut diatas adalah benar

menggandung Methamfemina (MA) dan termasuk

dalam golongan 2 nomor urut 9 lampiran Undang-

undang RI No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.

2. Barang bukti Urine tersebut di atas benar tidak

mengandung bahan Psikotropika.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan

diancam pidana dalam Pasal 62 UU RI No. 5 Tahun 1997

tentang Psikotropika.

Page 66: Psikotropika By Childern

66  

 

2. Subsidair

------- Bahwa Ia Terdakwa ARLAN BIN MANSUR TORRE

pada waktu dan tempat sebagai mana tersebut pada

dakwaan Primair diatas, menerima penyerahan Psikotropika

selain yang ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (3) dana ayat (4)

yang dilakukan dengan cara antara lain yaitu: Awalnya

Terdakwa dipanggil oleh lelaki Rudi alias Lupus (melarikan

diri / belum tertangkap) di dalam pasar Kerung-kerung lalu

lelaki Rudi alias Lupus menyuruh terdakwa untuk membawa

1 (satu) paket psikotropika jenis shabu-shabu kepada orang

yang memesan atau membeli yang ada di pasar Kerung-

kerung dengan menyebutkan cirri-cirinya orang hitam.

Terdakwa mau membawa shabu-shabu tersebut karena

sebelumnya juga sudah pernah mengantarkan shabu-shabu

kepada orang yang membeli shabu-shabu pada Lelaki Rudi

alias Lupus karena mendapatkan imbalan uang Rp.20.000

(dua puluh ribu rupiah). Terdakwa membawa shabu-shabu

tersebut sebanyak 1 (paket) dalam plastik bening dan

mengantarkannya pada yang memesan di depan pasar

Kerung-kerung namun belum sempat diserahkan shabu-

Page 67: Psikotropika By Childern

67  

 

shabu tersebut Terdakwa lalu di tangkap oleh petugas

Kepolisian dari Polda Sul-sel Bar.

Berdasrkan berita acara pemeriksaan laboratories

kriminalistik No LAB :521 / KNF / VII / 2008 tanggal 17 Juli

2008 dari Pusat laboratorimu Forensik Polri Cabang

Makassar yang dbuat oleh Dra. SUGIHARTI, FAISAL

RACHMAT, ST dan HARSURA MULIANI, Amd dimana

dalam kesimpulan pemeriksaan disebutkan bahwa:

1. Barang bukti Kristal bening tersebut siatas adalah benar

mengandung Methamfemina (MA) dan termasuk dalam

golongan 2 nomor 9 lampiran Undang-undang RI No.5

tahun 1997 tentang Psikotropika.

2. Barang bukti Urine yang tersebut diatas benar tidak

mengandung psikotropika.

Terdakwa dalam menerima shabu-shabu dari lelaki

Rudi alias Lupus (DPO) tidak dalam kapasitas atau mewakili

Rumah Sakit, Balai Pengobatan, Apotek atau Pasien yang

sedang salam perawatan.

Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan di

ancam Pidana dalam Pasal 60 aya 5 UU RI No 5 tahun

1997 tentang Psikotropika.

Page 68: Psikotropika By Childern

68  

 

Isi surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut

diatas, cukup jelas menggambarkan seluruh perbuatan

terdakwa yang telah melakukan tindak pidana psikotropiks

ysitu menyimpan dan membawa psikotropika golongan II

jenis shabu-shabu. Hal tersebut tentuanya bertentangan

dengan prinsip Undang-undang atau hukum positifyang

berlaku di Indonesia sehingga perbuatan anak tersebut

dapat digolongkan sebagai suatu delik.

3.1.4 Petikan Putusan

Setelah melalui bebrapa tahapan persidangan dalam

perkara tindak pidana psikotropika oleh terdakwa ARLAN BIN

MANSUR TORRE yaitu diantaranya adalah telah

mendengarkan keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa

dan meliaht barang bukti serta pembacaan dakwaan dari

penuntut umum maka dengan ini menimbang, bahwa terdakwa

didakwa dengan dakwaan yang dirumuskan dalam Pasal 62 UU

RI No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, maka hakim yang

mengadili perkara ini memutuskan dalam putusannya sebagai

berikut:

Page 69: Psikotropika By Childern

69  

 

MENGADILI:

-­‐ Menyatakan terdakwa ARLAN BIN MANSUR TORRE

tersebut diatas telah terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana “tanpa hak memiliki

menyimpan, dan/atau membawa psikotropika”;

-­‐ Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut diatas oleh

karena itu dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan

dan denda sebesar Rp. 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu

rupiah) dengan ketentuan bahwa apabila denda terebut tidak

diabayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 1

(satu) bulan;

-­‐ Menetapkan lamanya terdakwa dalam tahanan di kurangkan

seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

-­‐ Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan;

-­‐ Menyatakan barang bukti berupa 2 (sachet) plastik bening

berisikan Kristal bening dengan berat 0,1860 gram, dirampas

untuk dimusnahkan;

-­‐ Membebankan perkara kepada terdakwa sebesar Rp.1.000,-

Page 70: Psikotropika By Childern

70  

 

3.1.5 Analisis Putusan

Berdasarkan analisis dakwaan dan putusan yang

penulis paparkan bada bab ini, maka penulis melihat bahwa

Hakim telah menjatuhkan putusan yang sesuai dengan undang-

undang yang berlaku yakni dalam hal ini terdakwa ARLAN BIN

MANSUR TORRE telah benar-benar terbukti melakukan tindak

pidana menyimpan dan membawa Psikotropika berupa 2 (dua)

sachet plastik bening berisikan Kristal bening dengan berat

0,1860 gram pada genggaman tangan kanan terdakwa dan

terdakwa tidak ada surat izin dari pihak yang berwewenang

untuk memiliki, menyimpan, dan/atau membahwa shabu-shabu

tersebut.

Memperhatikan sistemaitika Putusan Pengadilan Negeri

Makassar dengan Nomor Registrasi 1051/Pid.B/2008/PN-MKS,

putusan tersebut telah memenuhi syarat formal suatu keputusan

pengadilan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 197 KUHAP.

Dalam hal tidak terpenuhinya syarat formal suatu

putusan yang terdapat dalam Pasal 197 KUHAP akan

membawa akses hukum yakni putusan batal demi hukum

khususnya huruf H tentang kesalahan terdakwa apabila dalam

hasil pemeriksaan disidang dinyatakan tidak terbukti secara dan

Page 71: Psikotropika By Childern

71  

 

meyakinkan maka terdakwa tiputus bebas. Sebaliknya jika

kesalahannya terbukti tetapi kesalahan itu bukan sesuatu

kejahatan, maka terdakwa duputus lepas dari segala tuntutan

hakim.

Adapun dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam Perkara

ini penulis berkesimpulan bahwa dakwaan tersebut telah

memenuhi syarat formal sebagaimana yang telah disyaratkan

dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP.

Dakwaan yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam

Pasal 143 (2) terutama pada bagian b maka akan membawa

konsekuensi hukum atau akibat huku mdimana dakwaan

tersebut dinyatakan batal demi hukum hal ini dapat dilihat pada

ayat (3) Pasal 143 KUHAP.

Dalam dakwaan primair, penuntut umum berkeyakinan

bahwa dakwaan tersebut telah terbukti secara sah dan

meyakinkan sehingga dakwaan berikut yakni subsidiar tidak

perlu lagi dibuktikan. Menurut penulis, penerapan Pasal 62 UU

No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika dalam dakwaan primair

yang mendasari putusan ini sangatlah tepat karena telah

memenuhi unsur-unsur delik tersebut.

Page 72: Psikotropika By Childern

72  

 

Hakim Tunggal yang mengadili perkara ini amar

pautusannya terdapat satu kekurangan yakni tidak

menyebutkan Pasal tentang perlindungan anak yang melakukan

delik, sehingga dasar pemidanaan terdakwa. Menurut penulis,

seperti ini akan menimbulkan ketidak pastian tentang

penjatuhan pidana tentang anak yang melakukan delik yang

masih dibawah umur.

Oleh karena itu dalam kasus ini pihak Pengadilan

Negeri Makassar telah menerapkan aturan yang ada dengan

melihat beberapa pertimbangan sesuai dengan yang

seharusnya dilakukan. Dalam memutuskan perkara ini hakim

betul-betul memperhatikan dan menimbang duduk perkara ini

dengan sebaik-baiknya sehingga pada akhir putusan hakim

memutuskan untuk menetapkan bahwa terdakwa ARLAN BIN

MANSUR TORRE terbukti bersalah namun dengan beberapa

pertimbangan sesuai dengan isi putusan yang memerintahkan

pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali dikemudian hairi,

dengan putusan hakim karena terpidana sebelum berakhir

masa percobaannya yang ditentukan selama 10 bulan telah

bersalah melakukan suatu tindak pidana.

Page 73: Psikotropika By Childern

73  

 

3.2 Pertimbangan Hukum Hakim dalam Perkara Nomor

1051/Pid.B/2008/PN-MKS

Setelah memalalu proses pemeriksaan perkara yang melibatkan

anak-anak maka hakim akhirnya menjahtuhkan vonis atau ptususan

yang sisinya menghukum Terdakwa ARLAN BIS MANSUR TORRE

dengan pidana penjara selama 10 (bulan) dan denda sebesar

Rp.1.500.000 (satu juta lima ratus ribu rupiah).

Perkara ini dalam putusannya memberikan beberapa

pertimbangan hukum berdasarkan dengan memperhatikan surat

dakwaan dari jaksa penuntut umum, memperhatikan alat bukti,

memperhatikan barang bukti maka perbuatan anak tersebut layak

untuk dijatuhkan hukuman, bersarkan pertimbangan yang telah ada

yaitu mempertimbangkan apakah perbuatan Terdakwa telah

memenuhi unsure-unsur dari Pasal yang didakwakan kepadanya atau

tidak maka pertimbangan-pertimbangan hakim tersebut dapat di

sajikan sebagai berikut.

Menimbang bahwa terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum telah

didakwa dengan dakwaan kumulatif. Yaitu Primair: telah melakukan

tindak pidana sebagaimana yang diatur dan diancam berdasarkan

Pasal 62 UU RI No 5 tahun 1995 tentang Psikotropika, dan Subsidair:

telah melakuakn tindak pidana sebagaimana yang diatur dan diancam

Page 74: Psikotropika By Childern

74  

 

berdasarkan Pasal 60 ayat (4) UU RI No. 5 tahun 1997 tentang

Psikotropika.

Menimbang bahwa oleh karena dakwaan Jaksa Penuntut

Umum bersifat kumulatif, maka hakim terlebih dahulu akan

mempertimbangkan dakwaan Primair yaitu Pasal 62 UU RI No 5 tahun

1997 tentang Psikotropika.

Unsur-unsur _____________________________________________

1. Unsur barang siapa;

2. Secara tanpa hak;

3. Diunsur memiliki, menyimpan dan/atau membawa psikotropika golongan II.

ad.1: Unsur Barangsiapa

Yang dimaksud unsur barang siapa disini adalah orang atau

manusia selaku subjek hukum sebagai pendukung hak dan

kewajiban dan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Fakta yang terungkap didepan persidangan berdasarkan

keterangan saksi Erwansyah dan saksi Nazar bahwa benar pada

saat saksi melakukan penangkapan dan pemeriksaan pada

terdakwa ditemukan 2 (dua) sachet plastik bening beirisikan Kristal

bening dengan berat 0.1860 gram pada genggaman tangan kanan

terdakwa.

Page 75: Psikotropika By Childern

75  

 

Dengan demikian unsur ini telah terbukti/terpenuhi.

ad.2: Secara Tanpa hak

Tanpa hak dimaksudkan bahwa Psikotropika yang berada dalam

penguasaan haruslah dalam bentuk badan hukum yang ditunjuk

oleh UU RI No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika seperti Importer,

eksportir, pedagang besar farmasi, balai pengobatan dengan kata

lain bahwa penguasaan Psikotropika tidak dibenarkan atau

disimpan oleh seseorang yang bukan merupakan badan hukum

atau tanpa izin dari pihak yang berwewenang. Fakta yang

terungkap didepan persidangan berdasarkan keterangan saksi

Erwansyah dan saksi Nazar bahwa benar pada saat saksi

melakukan penangkapan dan pemeriksaan pada terdakwa

ditemukan 2 (dua) sachet plastik bening berisikan Kristal bening

dengan berat 0,1860 gram pada genggaman tangan kanan

terdakwa dan terdakwa tidak ada surat izin dari pihak yang

berwewenang untuk memiliki, menyimpan, dan/atau membahwa

shabu-shabu tersebut.

Dengan demikian unsur ini telah terbukti.

Page 76: Psikotropika By Childern

76  

 

Ad.3: Unsur Memiliki, menyimpan, dan/atau membawa

psikotropika golongan II.

Unsur ini bersifat alternative, jadi bisa terbukti salah satunya juga

bisa terbukti keseluruhannya.

Bahwa berdasarkan fakta yang terungkap didepan persidangan

berdasarkan keterangan saksi Erwansyah dan saksi Nazar

bahwa benar pada saat saksi melakukan penangkapan dan

pemeriksaan pada terdakwa ditemukan 2 (dua) sachet palstik

bening berisikan Kristal bening dengan berat 0,1860 gram pada

genggaman tangan kanan terdakwa.

Hal tersebut dikuatkan dengan alat bukti surat yang diajukan

didepan persidangan beruapa berita acara pemeriksaan

laboratorium forensik Polri Cabang Makassar No.

521/KNF/VII/2009 tanggal 17 Juli 2008 menerangkan bahwa

barang bukti berupa 2 (dua) sachet palstik bening berisikan

Kristal bening dengan berat 0,1860 gram mengandung bahan

aktif Methamfetamina (MA) yang termasuk dalam daftar

psikotropika golongan II No. urut 9 U RI No. 5 tahun 1997 tentang

Psikotropika.

Dengan demikian unsur ini telah terbukti/terpenuhi.

Page 77: Psikotropika By Childern

77  

 

Berdasarkan uraian tersebut diatas, menurut hemat dari

penuntut umum dakwaan primair telah terbukti secara sah dan

meyakikan. Terbukti pula bahwa Terdakwa dapat dipersalahkan dan

mempertanggungjawabkan perbuatannya karena sepanjang

pemeriksaan perkara ini, tidak ditemukan alas an pembenar ataupun

alasan pemaaf. Bahwa dengan terbuktinya dakwaan primair, maka

dakwaan subsidair tidak dipertimbangkan lagi.

Dalam menjatuhkan hukuman pidana, terhadap Terdakwa yang

melakukan tindak pidana psikotropika dalam hal ini ada hal-hal yang

menjadi dasar pertimbangan oleh hakim dengan dasar Pasal 28

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman

hal ini dapat diperkuat melalui hasil wawancara pada tanggal 10

November 2009 dengan hakim tunggal yang mumutuskan perkara ini

yaitu:

Hal-hal yang memberatkan:

Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam hal

pemberantasan narkoba.

Hal-hal yang meringankan:

-­‐ Terdakwa menyesal dan mengakui perbuatannya.

-­‐ Terdakwa bersikat sopan di Persidangan.

-­‐ Terdakwa masih tergolong anak-anak

Page 78: Psikotropika By Childern

78  

 

Berdasarkan pertimbangan hakim tersebut di atas maka yang

dapat penulis kemukakan mengenai dasar dari pertimbangan tersebut

adalah perbuatan pidana (straafbaarfeit) yang dituduhkan kepada

terdakwa memang telah terbukti dengan sah dan meyakinkan hakim

bahwa anak tersebut telah menyimpan dan membawa Psikotropika

golongan II jenis shabu-shabu dengan berat 0.1860 gram yang sangat

jelas perbuatan tersebut melanggar Pasal 62 dalam UU RI No 5 tahun

1997. Tetapi dengan adanya hal-hal yang meringankan dimana

terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya, terdakwa bersifat

sopan didalam persidangan dan yang paling utama bahwa terdakwa

masih tergolong anak-anak. Maka untuk itu, ancaman pidana yang

ada dalam Pasal yang didakwaakan kepada terdakwa ½ dari orang

dewasa. Untuk itu hakim tunggal yang memeriksa dan mengadili

perkara ini, menurut penulis sudah sangat tepat dan benar-benar

melaksanakannya sesuai dengan undang-undang yang mengatur

tentang peradilan anak.

Page 79: Psikotropika By Childern

79  

 

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari uraian-uraian dalam pembahasan diatas, maka penulis

dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Tindak pidana yang dilakukan oleh terpidana Arlan Bin Mansur

Torre merupakan perbuatan yang sangat bertentangan dengan

udang-undang khususnya undang-undang tentang psikotropika.

Oleh karena Arlan Bin Mansur Torre masih dalam golongan

yang dikatakan seorang anak maka penyidikan, proses

pemeriksaan dalam persidangan dilakukan dengan adanya

Hakim Tunggal, Persidangan dibuka dan dinyatakan tertutp

untuk umum., Hakim, Penuntut Umum tidak menggunakan toga

ataupun atribut lainnya, terdakwa didampingi oleh orang tua,

saksi dapat didenagr tanpa hadirnya terdakwa dan putusannya

dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum.

2. Terpidana Arlan Bin Mansur Torre difonis dengan hukuman

penjara selama 10 (sepuluh) bulan dimana pertimbangan hakim

dengan memperhatikan surat dakwaan dari Jaksa Penuntut

Umum (JPU), memperhatikan alat bukti, serta barang bukti

bahwa Arlan Bin Masnur Torre terbukti secara sah dan

Page 80: Psikotropika By Childern

80  

 

meyakinkan Hakim, menyimpan dan membahwa 1 (satu) paket

psikotropika jenis sabu-shabu dan tidak dalam kapasitas

mewakili Rumah Sakit, Balai Pengobatan, Apotek, atau pasien

yang sedang dalam perawatan. Dari hal tersebut maka Hakim

memiliki keyakinan bahwa terdakwa secara tanpa hak

menyimpan dan membawa psikotropika golongan II.

4.2 Saran

1. Kepada pihak Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan harus

memberikan perhatian khusus terhadap pelaku ataupun korban

tindak pidana yang pelibatkan anak-anak serta melindungi hak-

haknya, karena mereka senantiasa menunggu keadilan.

2. Hakim diharapkan lebih konsisten dalam menerapkan hukum yang

berlaku sehingga dapat menghasilkan putusan yang berkualitas

serta menciptakan rasa keadilan bagi masyarakat. Terutama

hakim yang sering menangani kasus tindak pidana anak.

Page 81: Psikotropika By Childern

81  

 

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Andi Zainal Abidin Farid, 2007. Hukum Pidana I. Sinar Grafika, Jakarta.

Gatot Supramono, 1992. Surat Dakwaan Dan Putusan Yang Batal Demi Hukum. Djambatan, Jakarta.

-------------------------, 2006. Hukum Narkoba Indonesia. Djambatan, Jakarta

--------------------------, 2007. Hukum Acara Pengadilan Anak. Penerbit Djambatan, Jakarta.

Haris Sasangka. 2003. Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana. CV. Mandar Maju, Bandung.

Krisnawati Amelia, 2005. Aspek Hukum Perlindungan Anak. CV. Utomo, Bandung.

Lilik Mulyadi, 2007. Hukum Acara Pidana. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung

Maidin Gultom. 2008. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilam Pidana Anak di Indonesia. Refika Aditama, Bandung.

Prapto Supardi, 1991. Surat Dakwaan. Usaha nasional. Surabaya

Siswanto Sunarso. 2004. Penegakan Hukum Psikotropika Dalam Kajian Sosiologi Hukum. PT. Rajawali Pers, Jakarta.

Wagiati Sotedjo, 2008. Hukum Pidana Anak. Refika Aditama, Bandung.

Wirjono Prodjodikoro., 2008. Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia. PT. Refika Aditama, Bandung.

Maulana Hasan Wadong, 2000 Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Gramedia Sarana, Jakarta.

Yahya Harahap, 2008. Penbahasan Permasalah dan Penerapan KUHAP (Penyidikan dan Penuntutan). Sinar Grafika. Jakarta.

Page 82: Psikotropika By Childern

82  

 

B. Sumber Lain

Kita Undang-undang Hukum Pidana. 2006. Citra Umabara. Bandung

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. 2006. Citra Umabara. Bandung

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak. 2008. Sinar Grafika. Jakarta.

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. 2008. Sinar Grafika. Jakarta.

Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. 2007. Asa Mandiri. Jakarta.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 2008. Sinar Grafika. Jakarta

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. www.balitbangham.go.id/.../04-04%20Kekuasaan%20Kehakiman.pdf (akses, 17 November 2009 Pkl 01.30 Wita)

Page 83: Psikotropika By Childern

83