psikotik pada post partum

6
Psikotik pada Post Partum I. Pendahuluan Sepanjang masa setelah melahirkan hampir 85% wanita mengalami gangguan emosi. Bagi kebanyakan wanita, gejalanya hanya sementara dan ringan (postpartum blues/babyblues); namun 10-15% wanita mengalami gangguan emosi yang berkelanjutan (persisten); seperti pada depresi postpartum pada mulanya ialah kelainan yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan, oleh karena itu secara diagnostiknya bisa dibedakan dengan penyakit gangguan jiwa lainnya. Namun penelitian yang terbaru mengatakan bahwa gangguan psikiatri pada wanita yang terjadi sepanjang hidupnya.(1) Sejak dahulu. Hipocrates, Celcus dan Galen merasakan adanya kondisi- kondisi khusus pada kehamilan memegang peranan sebagai faktor pencetus timbulnya penyakit. Kondisi-kondisi ini meliputi antara lain perubahan-perubahan hormonal, perubahan bentuk badan, meningkatkan aktivitas konflik yang berhubungan dengan kehamilan dan reorganisasi intrapsikis yang berhubungan dengan sifat keibuan. Kelahiran sering kali merupakan faktor pencetus terjadinya skizofrenia, yang sering kali dinamakan gangguan psikiatri pada postpartum. Pengarang lain mengatakan bahwa onset terjadinya gangguan psikiatri pada postpartum disebabkan oleh stres akibat dari persalinan, faktor hormonal atau perubahan- perubahan metabolik, kelelahan fisik, kehilangan darah dan infeksi. Walaupun faktor fisik turut memegang peranan, tetapi yang merupakan faktor utama mungkin psikogenetik alamiah.(2) Psikosis Postpartum Psikosis postpartum ialah suatu sindrom yang ditandai oleh depresi berat dan waham. Umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama dan biasanya kasus terjadi 2-3 hari setelah melahirkan. Perempuan yang menderita bipolar disorder atau masalah psikotik lainnya yang disebut Skizoafektif disorder mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terkena postpartum psikosis. Gejalanya antara lain mengalami delusi, halusinasi, gangguan saat tidur dan obsesi mengenai bayinya. Penderita dapat terkena perubahan mood secara drastis, dari depresi ke gusaran dan berganti menjadi euforia dalam waktu yang singkat.(1,4) II. Etiologinya

Upload: molen11

Post on 28-Sep-2015

20 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sdsddthyty

TRANSCRIPT

Psikotik pada Post PartumI. PendahuluanSepanjang masa setelah melahirkan hampir 85% wanita mengalami gangguan emosi. Bagi kebanyakan wanita, gejalanya hanya sementara dan ringan (postpartum blues/babyblues); namun 10-15% wanita mengalami gangguan emosi yang berkelanjutan (persisten); seperti pada depresi postpartum pada mulanya ialah kelainan yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan, oleh karena itu secara diagnostiknya bisa dibedakan dengan penyakit gangguan jiwa lainnya. Namun penelitian yang terbaru mengatakan bahwa gangguan psikiatri pada wanita yang terjadi sepanjang hidupnya.(1) Sejak dahulu. Hipocrates, Celcus dan Galen merasakan adanya kondisi-kondisi khusus pada kehamilan memegang peranan sebagai faktor pencetus timbulnya penyakit. Kondisi-kondisi ini meliputi antara lain perubahan-perubahan hormonal, perubahan bentuk badan, meningkatkan aktivitas konflik yang berhubungan dengan kehamilan dan reorganisasi intrapsikis yang berhubungan dengan sifat keibuan. Kelahiran sering kali merupakan faktor pencetus terjadinya skizofrenia, yang sering kali dinamakan gangguan psikiatri pada postpartum. Pengarang lain mengatakan bahwa onset terjadinya gangguan psikiatri pada postpartum disebabkan oleh stres akibat dari persalinan, faktor hormonal atau perubahan-perubahan metabolik, kelelahan fisik, kehilangan darah dan infeksi. Walaupun faktor fisik turut memegang peranan, tetapi yang merupakan faktor utama mungkin psikogenetik alamiah.(2) Psikosis Postpartum Psikosis postpartum ialah suatu sindrom yang ditandai oleh depresi berat dan waham. Umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama dan biasanya kasus terjadi 2-3 hari setelah melahirkan. Perempuan yang menderita bipolar disorder atau masalah psikotik lainnya yang disebut Skizoafektif disorder mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terkena postpartum psikosis. Gejalanya antara lain mengalami delusi, halusinasi, gangguan saat tidur dan obsesi mengenai bayinya. Penderita dapat terkena perubahan mood secara drastis, dari depresi ke gusaran dan berganti menjadi euforia dalam waktu yang singkat.(1,4)II. EtiologinyaGangguan psikotik pada postpartum biasanya terjadi karena penyakit mental mendasar, misalnya skizofrenia atau gangguan bipolar, perubahan mendadak keadaan umum setelah melahirkan juga ikut berperan. Bisa juga terjadi karena konflik psikodinamik mengenai keibuan misalnya seperti kehamilan yang tak dikehendaki, terjadinya perkawinan yang tak bahagia atau takut menjadi ibu.(5,6) Patofisiologi 1) Faktor Hormon Kadar estrogen dan progesteron menurun drastis saat persalinan. Perubahan kadar estrogen dan progesteron pada saat kehamilan memicu peningkatan ikatan pada reseptor dopamin dan penurunan kadar hormon saat persalinan menyebabkan terjadinya suatu supersensitivitas reseptor dopamin yang mencetuskan terjadinya psikotik postpartum. Prolaktin dan kortisol atau kadar perubahan hormon-hormon ini, namun individu yang terlibat menjadi lebih sensitif kepada perubahan hormon dan bisa menyebabkan depresi apabila diterapi dengan estrogen atau progesteron exogenous.(1) 2) Faktor Psikososial Penelitian psikodinamik menunjukkan bahwa pada gangguan postpartum terdapat konflik antara sang ibu denga tugasnya sebagai ibu yang harus mengasuh anaknya, dengan kelahiran anaknya yang baru dengan suaminya. Konflik ini mempunyai peranan dalam menentukan identitas dirinya sebagai seorang ibu yang tak dapat berkomunikasi dengan bayinya, menghambat ibu ini menemukan jati dirinya dan ini merupakan hambatan dini hubungan timbal balik antara ibu dan anak. Walaupun wanita ini mempunyai pengalaman dengan ibunya, tetapi pengalaman masa kanak-kanak memaksanya menolak figur ibunya untuk ditiru dan didentifikasi. Penolakan ini mengakibatkan seorang ibu kehilangan arah dan menjadi bingung. Gangguan identifikasi ini menyebabkan perasaan terganggu, mereka sebagai ibu yang tidak tahu bagaimana seharusnya bertindak, dan melahirkan anak tetapi tidak tahu bagaimana merawatnya.(2) 3) Faktor Biologis Wanita dengan riwayat psikosis cenderung untuk terjadi rekurensi sebanyak 90%.(1) I. Epidemiologi Secara epidemiologinya, psikosis postpartum sangat jarang terjadi yaitu 1 atau 2 dalam setiap 1000 kelahiran. Pada kasus yang berat psikosis postpartum yang ditandai dengan halusinasi, waham dan pikiran membunuh bayi (infabticide). Wanita yang mengalami psikosis postpartum merupakan suatu kondisi yang sangat serius, memerlukan penanganan yang cepat dan biasanya perlu diopname.(6,7) II. Gejala Klinis Gejala dapat terjadi dalam jangka setahun setelah melahirkan anak. Namun awalnya sering terjadi pada minggu ke-dua atau ke-tiga selepas persalinan. Kebanyakan pasien tidak mengidap gangguan jiwa sebelumnya, namun demikian insidennya amat besar pada pasien dengan riwayat gangguan bipolar, gangguan jiwa masa nifas (psikosis dan depresi) dan riwayat keluarga tentang gangguan jiwa masa nifas. Gejala yang khas pada psikosis postpartum terdiri dari agitasi, gelisah, emosi yang labil, termasuk kegembiraan berlebih, insomnia, menangis,bingung dan akhirnya timbal episode psikotik yang gawat dengan gambaran mania dan delirium. Peristiwa bunuh diri dan membunuh bayi (Suicide dan infanticida) mencapai 10% kasus yang tak diobati. Obsesi juga sering dan terfokus pada statu impuls untuk mencederai atau membunuh bayinya.(10)III. DiagnosisMenurut DSM-IV-TR, tidak ada kriteria bagi gangguan psikotik pada postpartum. Namun diagnosis bisa ditegakkan apabila psikosis yang terjadi mempunyai hubungan dengan persalinan dan perlangsungannya hanya sementara. Harus juga dipertimbangkan diagnosis gangguan mood DSM-IB-TR sebagai diferensial diagnosisnya. Gejala karakteristik bagi gangguan psikotik pada postpartum terdiri atas delusi, gangguan kognitif, gangguan motilitas, mood atau suasana perasaan tak terkontrol dan halusinasi. Gejala psikotik ini hanya mencakup hal-hal yang menyangkut keibuan dan kehamilan. DSM-IV-TR juga menyetujui diagnosis gangguan psikotik dan gangguan mood (suasana perasaan) yang singkat disebabkan karena pasca persalinan.(5) Sedang menurut PPDGJ-III, maka pedoman diagnostik untuk gangguan psikiatri pada postpartum (F.53), yaitu :F.53.1 GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU BERAT YANG BERHUBUNGAN DENGAN MASA NIFAS YTK o Termasuk : Psikosis masa nifas YTTIV. Diagnosis BandingSeperti gangguan psikotik yang lain, perlu ditimbangkan kemungkinan adanya gangguan psikotik lain yang disebabkan oleh kondisi kesehatan yang lain atau gangguan psikotik yang disebabkan oleh pennggunaan zat-zat tertentu. Masalah kesehatan lain yang berpotensi untuk menyebabkan gejala yang sama adalah seperti hipertiroid atau sindrom cushing. Gangguan psikotik yang disebabkan oleh penggunaan zat biasanya berhubungan dengan penggunaan obat anti nyeri seperti pentazocine (palwin) atau obat anti hipertensi semasa kehamilan. Kondisi kesehatan lain yang bisa menyebabkan gejala yang sama termasuk infeksi, toksemia dan neoplasma. Wanita dengan riwayat gangguan mood diklasifikasikan sebagai pasien yang mengalami gangguan rekurens. Psikosis postpartum tidak bisa disamakan dengan baby blues, yang merupakan gejala ringan, berlangsung hanya beberapa hari dan ditandai dengan gejala sering menangis, fatigue, anxietas, iritasi yang bermula setelah persalinan dan gejalanya berkurang dalam durasi satu minggu. Depresi postpartum non-psikotik tidak mengalami delusi dan halusinasi. Ia lebih berat dari baby blues sementara terjadi pada 10-20% wanita dan ditandai denga perasaan sedih dan berputus asa, merasakan diri tidak sesuai untuk menjadi orang tua dan gangguan tidur. Biasanya disertai dengan pemikiran obsesif untuk mencelakai bayi yang dilahirkan sehingga perlu diobservasi dengan seksama.(5)V. PenatalaksanaanPsikosis postparum Psikosis postpartum merupakan suatu kondisi emergensi dan memerlukan perhatian dan penganan segera. Pasien mungkin akan membutuhkan terapi obat untuk jangka waktu tertentu, seperti haloperidol atau flufenazin, keduanya diberikan dalam dosis 2-5 mg per os 3 kali perhari. Bila agitasi maka pasien membutuhkan anti psikotika berpotensi tinggi dan diberikan IM. Mood stabilizer seperti lithium, valproid acid, carbamazepine digunakan sebagai terapi akut yang dikombinasi dengan obat anti psikotik dan benzodiapezine.(1,10) Indikasi pemakaian ECT sama seperti psikosis tanpa persalinan tetapi dianjurkan ditunda sampai satu bulan postpartum untuk menghindari terjadinya emboli.(11)VI. PrognosisHampir pada semua kasus psikosis postpartum prognosisnya adalah baik, kebanyakan sembuh dalam waktu 3 bulan, 70% dalam waktu 6 bulan dan 30% kemungkinan rekurensi pada kehamilan yang berikutnya.(3) Prognosis pada serangan pertama relatif lebih baik, seperti juga pada skizofrenia yang mempunyai penyakit fisik sebagai faktor presipitasi. Kira-kira 90% penderita ini sembuh dari keadaan psikotik dalam waktu relatif singkat. Prognosis psikosis postpartum relatif lebih jelek dari bentuk lain dari gangguan psikotik pada postpartum. Dalam depresi postpartum, sebagian besar sembuh dalam beberapa bulan. Bagaimanapun resiko terjadinya psikosis lagi yang berhubungan dengan kehamilan berikutnya adalah besar. Kemungkinan terjadinya lagi diperkirakan berkisar antara 15-30%.(11)VII. PencegahanBerikut adalah beberapa cara pencegahan dari terjadinya gangguan psikotik pada postpartum : o Wanita yang beresiko tinggi untuk terjadinya gangguan psikotik pada postpartum harus diidentifikasi sebelum persalinan. o Wanita dengan gangguan bipolar atau dengan riwayat psikosis postpartum dapat diberikan lithium yang diberikan pertama kali sebelum atau 24 sebelum persalinan. (1)VIII. KesimpulanPsikosis postpartum ialah suatu sindrom yang ditandai oleh depresi berat dan waham. Gejala yang khas pada psikosis postpartum terdiri dari agitasi, gelisah, emosi yang labil, termasuk kegembiraan berlebih, insomnia, menangis,bingung dan akhirnya timbal episode psikotik yang gawat dengan gambaran mania dan delirium. Psikosis postpartum merupakan suatu kondisi emergensi dan memerlukan perhatian dan penganan segera. Pasien mungkin akan membutuhkan terapi obat untuk jangka waktu tertentu, seperti haloperidol atau flufenazin, keduanya diberikan dalam dosis 2-5 mg per os 3 kali perhari. Bila agitasi maka pasien membutuhkan anti psikotika berpotensi tinggi dan diberikan IM. Mood stabilizer seperti lithium, valproid acid, carbamazepine digunakan sebagai terapi akut yang dikombinasi dengan obat anti psikotik dan benzodiapezine. Prognosis pada serangan pertama relatif lebih baik, seperti juga pada skizofrenia yang mempunyai penyakit fisik sebagai faktor presipitasi. Kira-kira 90% penderita ini sembuh dari keadaan psikotik dalam waktu relatif singkat. Prognosis psikosis postpartum relatif lebih jelek dari bentuk lain dari gangguan psikotik pada postpartum.